Anda di halaman 1dari 4

Nama : Devi Serajevo Tetelepta

NIM : 072111233090

Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia Pasca Covid-19 agar bisa


menjadi World Class : Perspektif Diaspora

Diaspora adalah orang yang meninggalkan Tanah Airnya untuk hidup atau tinggal di
negara lain (bermigrasi). Dalam seminar CID-6 yang membawa topik mengenai
pendidikan dalam kondisi pasca Covid-19 ini, diaspora dimintai tanggapan atau opini
seputar topik tersebut. Dalam seminar yang diadakan ini, CID mengundang empat
narasumber diaspora yaitu Prof. Ir. Nizam, Prof. Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, Ph.D, Dr.
Ratih D. Adiputri, Dr. Muhammad Aziz.

Seminar dimulai dengan moderator yang meminta tanggapan kepada Prof. Ir. Nizam
untuk memberikan tanggapan atau opininya mengenai “Terobosan apa yang dilakukan
oleh Kemendikbud-Ristek dalam menghadapi situasi covid-19?’’ dari pertanyaan ini,
Prof. Ir. Nizam menyatakan jika permasalahan yang paling mencolok dari awal
masuknya kasus covid-19 ini adalah para mahasiswa dan perguruan tinggi kecil.
Disampaikan oleh Prof. Ir. Nizam bahwa Kemendikbut-Ristek menyiapkan depository
nasional melalui SPADA untuk perguruan tinggi kecil yang memiliki banyak
keterbatasan. Dari persiapan depository ini menggugah perguruan tingi lain yang lebih
maju untuk menanamkan rasa gotong royong menyediakan learning resources dan
membagikannya ke perguruan tinggi yang belum siap ataupun belum memiliki bahan
untuk pembelajaran secara online/daring. Selain itu, Kemendikbud-Ristek juga
menyiapkan LMS (Learning Management System) yang dapat digunakan oleh
mahasiswa dalam waktu yang bersamaan secara nasional dan free access. Terhitung
terdapat 1-1,5 juta mahasiswa yang diberi bantuan biaya untuk membayar anggaran
kuliah selama 1,5 tahun covid-19 melanda Indonesia. Kemendikbud-Ristek juga
mengalokasikan 7 triliun dana untuk memberikan kuota gratis bagi mahasiswa dan
dosen.

Selanjutnya, Prof. Ir. Nizam menyampaikan opininya mengenai ‘’Dalam Kaitan


penguatan mutu dan relevansi pendidikan tinggi menuju Wolrd Class, apa strategi yang
dilakukan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi?’’ Beliau menyampaikan hal jutama
yang harus dilakukan adalah meningkatkan mutu sehingga pendidiikan yanmg
diberikan kepada manhasiswa Indonesia tidak tersaingi dengan pendidikan yang ada di
negara-negara maju. Relevansi utama perguruan tinggi di Indonesia dengan
memberikan yang terbaik kepada masyarakat seperti peningakatan kesehatan,
peningkatan produk pertanian, dll. Untuk itu, Prof. Ir. Nizam menyarankan untuk
melakukan riset yang berkualitas dan mendorong perguruan tinggi untukn bermitra
secara global.

Dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia pasca covid-19 ini, Prof. Ir. Nizam
berpesan agar perguruan tinggi di Indonesia membangun kolaborasi dengan berbagai
perguruan di luar negeri dan membangun konsorium-konsorium perguruan tinggi yang
berbasis pada common interest. Contohnya, MIRA berkolaborasi dengan MIT dan 10
perguruan tinggi di Indonesia. Untuk mencari perguruan tinggi atau mitra yang tepat di
berbagai negara tersebut sangat dipengaruhi oleh peran diaspora dalam meningkatkan
jejaring atau relasi sehingga dapat menemukan mitra yang baik dan berkualitas dunia.
Terdapat beberapa hambatan dalam mencapai World Class University terlebih dalam
pemeringkatan. Salah satu hambatan Indonesia dalam mencapai World Class University
ini adalah publikasi yang dikerjakan tidak memiliki jejaring atau relasi dengan mitra
internasional. Prof. Ir. Nizam berharap bahwa teman-teman diaspora mampu menjadi
join authorship dengan dosen-dosen yang ada di Indonesia.

Selanjutnya, Prof. Josaphat Tetuko Sri Sumantyo mengambil bagian dalam seminar
ini. Beliau diberi kesempatan untuk menyampaikan opininya mengenai ‘’Bagaimana
cara meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia pasca covid-19 dan apa inovasi
yang harus dilakukan?’’ Menanggapi pertanyaan tersebut, Prof. Josaphat menyatakan
bahwa sudah ada beberapa kerja sama yang dibangun dengan Indonesia dan hampir
setipa tahun mahasiswa dan staff dari Chiba University dikirim ke Indonesia. Dari sini,
besar sekali harapan dalam lima sampai sepuluh tahun kedepan terbangun fondasi
pendidikan antara Jepang dan Indonesia. Disamping itu, dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, diharapkan teknologi virtual atau online ini tetap
dikembangkan. Melaluin sistem virtual ini dapat membuka kesempatan bagi banyak
orang untuk bertemu, belajar, dan berdiskusi dengan orang-orang asing tanpa perlu
mengeluarkan biaya untuk berpergian ke tempat dimana seminar atau konferensi
diadakan. Contohnya seperti seminar CID-6 yang diadakan ini. Melalui seminar ini,
masing-masing diaspora yang sebelumnya belum pernah bertatap muka, kini mereka
dapat bertemu secara online melalui sistem virtual. Wadah virtual ini tentunya juga
dapat dijadikan sebagai ajang untuk memperlihatkan Indonesia di mata dunia. Hal ini
dapat dimulain dengan membuat konten yang berisi kebudayaan Indonesia dan
menyiarkannya melalui media sosial sehingga konten tersebut dapat dilihat dan dikenal
oleh dunia asing.

Pada saat ini, pemerintah dan para diaspora masih mencari kebijakan yang
aman dan nyaman untuk berkontribusi di dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Mengapa aman dan nyaman? Dalam hal ini nyaman berarti usaha untuk menciptakan
keadaan atau titik tengah di antara banyaknya perbedaan aturan sistem pendidikan
yang berbeda di dalam negeri dan di luar negeri. Kenyamanan ini dicari agar proses
peningkatan kualitas pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Dalam merumuskan
kebijakan ini terdapat bebrapa maslah yang menghambat prosesnya. Sulitnya sirkulasi
peneliti tenaga ahli dan dosen dalam negeri dengan diaspora menjadi ketakutan sendiri
untuk tercapainya kebijakan ini. Tidak hanya di satu home institution (biasanya kalau
sudah cocok dengan satu pilihan, sulit untuk berpindah dan membuka diri ke pilihan
yang lainnya) Jika sirkulasi peneliti lebih mudah biasanya akan semakin memudahkan
dan mempercepat kontribusi untuk membangun kualitas pendidikan di tingkat nasional
maupun internasional. World Class University tidak akan tercapai jika standar yang
ditetapkan dalam sistem pendidikan hanya didasarkan pada tingkat nasional.
Bagaimana caranya, mau tidak mau, mudah atau sulit, sebagai masyarakat Indonesia
harus berani membangun pendidikan yang kontribusinya bisa sampai ke dunia
internasional.

Jika bercermin dengsn Finlandia, tentu saja kualitas pendidikan di Indonesia masih
tertinggal jauh. Finlandia memiliki LMS yang sudah cukup kuat dan lebih difokuskan
kepada pendidikan dasar. Dalam pendidikan dasar ini, rasa empati, simpati, sosial, dan
gotong royong mulai dibangun untuk menciptakan kebiasaan yang baik. Hal-hal seperti
ini tampaknya memang lebih baik dan efektif jika ditanamkan di tingkat pendidikan
dasar. Selain itu, di Finlandia anak-anak diajarkan untuk mengapresiasi budaya atau
kultur lokal yang mereka punya. Dengan menanamkan rasa kecintaan terhadap
kebudayaan lokal, maka akan dihasilkan anak-anak atau generasi penerus Finlandia
yang tidak akan mudah untuk terkontaminasi hal-hal asing dan meninggalkan
budayanya. Lalu, apa peran dan kontribusi orang tua dalam sistem pendidikan di
Finlandia? Dr. Ratih D. Adiputri menyampaikan bahwa peran orang tua ini berkaitan
dengan tujuan dari sistem pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak difokuskan ke
bidang ekonomi, dimana setelah anak mengenyam pendidikan selalu dikaitkan dengan
apa pekerjaan mereka di masa yang akan datang. Sebaliknya, dalam sistem pendidikan
diutamakan untuk mengasah talenta, bakat, sensitivitas, dan kebudaayan. Poinnya,
proses lebih diutamakan daripada hasil.

Di bagian akhir seminar, moderator menyampaikan pertanyaan terkait peningkatan


mutu dan relevansi pendidikan tinggi menuju World Class University berdasarkan
dengan perspektif Dr. Muhamad Aziz. Dr. Aziz menyampaikan jika tingkat edukasi di
perguruan tingi berbeda dengan tingkat edukasi di tingkat pendidikan sebelumnya.
Dalam hal ini, tidak hanya basic knowledge yang dibutuhkan, tetapi pengetahuan yang
selalu up to date juga sangat diperlukan. Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan
dosen yang tahu bagaimana cara untuk selalu update ilmu pengetahuan. Hal ini akan
terjadi apabila semua dosen memang selalu punya mode research yang aktif sehingga
selalu update informasi maupun ilmu baru yang kemudian dapat disampaikan kepada
mahasiswa bahwa dari basic knowledge dapat terjadi lompatan ilmu pengetahuan yang
lebih up to date.

Terakhir, saya ingin menyampaikan opini saya terkait topik yang dibahas
diaspora ini. Menurut saya, penanaman sistem pendidikan yang ada di Finlandia ini bisa
dijadikan acuan untuk pengembangan sistem pendidikan yang ada di Indonesia,
terutama dalam hal mengapresiasi kebudayaan lokal dari tingkat pendidikan dasar.
Dengan menanamkan rasa apreasiasi terhadap budaya lokal ini akan membuat generasi
penerus bangsa tidak mudah untuk menerima begitu saja kebudayaan asing yang
masuk akibat globalisasi dan melupakan kebudayaan lokal. Sebaliknya, hal ini akan
melatih kreativitas mereka untuk mengembangkan budaya lokal yang ada menjadi
sesuatu yang luar biasa. Seperti beberapa minggu lalu, dimana untuk pertama kalinya
saya mengetahui ada seorang youtuber yang membuat kreasi kebudayaan indonesia
dengan musik modern EDM. Di dalam video tersebut ditampilkan berbagai macam
pakaian adat, lagu daerah, dan rumah adat dari berbagai kebudayaan yang ada di
Indonesia. Dengan melihat ini, saya yakin dengan ditanamkanya rasa apreasiasi dan
kecintaan terhadap budaya lokal sejak dini nantinya akan menghasilkan generasi yang
mampu mengolah kebudayaan lokal mereka dengan modernisasi yang tengah
berkembang tanpa harus meninggalkan unsur budaya lokal. Dari terbentuknya kreasi-
kreasi ini yang kemudian dapat disebarluaskan melalui media sosial sehingga dapat
dilihat oleh mata dunia. Jadi, menurut saya, pendidikan kebudyaan lokal yang
ditanamkan sejak di pendidikan dasar sangat penting.

Anda mungkin juga menyukai