Anda di halaman 1dari 9

Pentingnya Pendidikan Bagi Kehidupan

Berbicara tentangt pendidikan kita semua pasti sudah tahu bahwa betapa pentingnya pendidikan tersebut. Pendidikan, kemampuan, pengetahuan merupakan salah satu modal yang kita miliki untuk hidup di zaman yang serba sulit ini. Mengapa dikatakan demikian? Kita tentu sudah bisa menjawabnya, apa hal pertama yang dilihat bila kita ingin mengajukan surat lamaran perkerjaan? Apa yang kita butuhkan ketika ingin memulai suatu bisnis atau usaha?

Tentu saja pendidikan, kemampuan, wawasan dan pengetahuanlah yang kita butuhkan. Di dalam bangku pendidikan banyak sekali hal yang kita dapatkan.Tetapi entah mengapa banyak sekali warga di Indonesia ini yang tidak mengenyam bangku pendidikan sebagaimana mestinya, khususnya di daerah-daerah terpencil di sekitar wilayah Indonesia ini. Sepertinya kesadaran mereka tetang pentingnya pendidikan perlu ditingkatkan. Sebagaimana yang diungkapkan Daoed Joesoef tentang pentingnya pendidikan : Pendidikan merupakan segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia Dan tentulah dari pernyataan tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, karna seperti yang kita ketahui bahwa suatu Pendidikan tentunya akan mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka tentunya peningkatan mutu pendidikan juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa. Kita ambil contoh Amerika, mereka takkan bisa jadi seperti sekarang ini apabila maaf pendidikan mereka setarap dengan kita. Lalu bagaimana dengan Jepang? si ahli Teknologi itu? Jepang sangat menghargai Pendidikan, mereka rela mengeluarkan dana yang sangat besar hanya untuk pendidikan bukan untuk kampanye atau hal lain tentang kedudukan seperti yangmaaf Indonesia lakukan. Tak ubahnya negara lain, seperti Malaysia dan Singapura yang menjadi negara tetangga kita.

Pentingnya Pendidikan Bagi Kehidupan

Mungkin sedikit demi sedikit Indonesia juga sadar akan pentingnya pendidikan. Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei menitikberatkan atau mengambil tema pendidikan karakter untuk membangun peradaban bangsa dan seperti yang diberitakan bahwa Kementrian Pendidikan Nasional telah menyediakan infrastruktur terkait akses informasi bekerja sama dengan MNC Group, melalui TV berbayarnya, Indovision menyiarkan siaran televisi untuk pendidikan.Dan juga penyediaan taman bacaan di pusat perbelanjaan. Namun apakah pendidikan karakter ini bisa mengubah masalah-masalah yang sering kita hadapi dalam dunia pendidikan? Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan negara Namun satu pertanyaan, sudahkah pendidikan kita seperti yang tercantum dalam UU tersebut?

Read more: PENDIDIKAN >> Pentingnya Pendidikan Bagi Kehidupan

Beberapa Fakta, Mengapa Pendidikan di Indonesia Gagal?

Pendidikan adalah instrument utama dan sangat penting sifatnya dalam proses perubahan social dan kebudayaan. Dahulu di jazirah Arab mengalami masa silam dan kebodohan yang amat sangat, kemudian datanglah Rasulullah untuk memberi pencerahan dan pemberi Hudan (baca : pendidikan) untuk seluruh masyarakat Arab pada khususnya dan seluruh dunia pada umumnya. Pada abad pertengahan bangsa Eropa mengalami masa kebangkitan, Renaisance, setelah sekian lama terbelenggu oleh masa kegelapan (The Darkness). Namun berkat pengeatahuan (baca: pendidikan) mereka mengalami kemajuan yang luar biasa pesatnya. Sebelumnya mereka adalah bangsa yang kotor, suka berak di sembarang tempat, tak pernah bersekutu

dengan air (mandi atau cebok), namun kemudian berubah drastis setalah memperoleh pendidikan. Segalanya berubah karena proses pendidikan. Namun, pertanyaannya bagaimana system pendidikan itu yang seharusnya agar bisa membentuk masyarakat yang ideal? Mengapa di Indonesia walaupun sudah banyak pendidikan-pendidikan (khususnya yang berbasis keduniawian) tetap saja banyak generasi yang seolah tak berpendidikan? Ada beberapa hal yang setidaknya patut kita contoh dalam system pendidikan dari Negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang. Di Amerika, care terhadap kebersihan sangat tinggi. Di mana menurut pernyataan salah satu dosen saya di Antropologi yang pernah selama satu tahun tinggal dan belajar di sma di Amerika menyatakan bahwa, bersihnya toilet sekolah di Amarika seperti bersihnya toilet di hotel bintang lima. Berbeda dengan kondisi yang ada di Negara Indonesia, nampaknya sangat kurang sekali perhatian terhadap kebersihan lingkungan sekitarnya. Sering kita jumpai jembatan yang berbau pesing karena orang-orang yang suka buang air kecil sembarangan, apalagi toilet umumnya yang jauh dari kata bersih. Selain perhatian terhadap kebersihan, di Amerika juga care terhadap penyakit. Di mana jika ada siswa yang sakit, maka pihak sekolah akan segera menghubungi orang tua siswa, agar segera membawa pulang dan disarankan untuk memberikan istirahat yang cukup kepada anak-anak mereka. Selain itu tujuannya adalah agar penyakitnya tidak menular kepada anak-anak yang lain. Berbeda dengan situasi yang ada di Negara Indonesia, anak yang sakit akan tetap dibiarkan begitu saja. Contoh lainnya adalah kurangnya kepedulian terhadap sesame, seperti beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 2004-an, pada masyarakat kita ketika sedangberada di tempat umum, bersin atau flu tidak menutupnya dengan tangan atau masker, akan tetapi bersin dengan sembarangan yang berpotensi untuk menyebarkan virus-virus kepada orang lain.

Selanjutnya, di Indonesia kurang memperhatikan dan menghargai tahap perkembangan psikologis anak. Anak-anak usia SD sudah dijejali dengan beragam mata pelajaran yang berat, sehingga mengesampingkan sisi afektif dan psikomotorik. Anak-anak dituntut untuk memilki pengetahuan yang banyak namun pada kenyataannya anak menjadi tidak paham apapun. Memang, banyak anak-anak Indonesia yang meraih beragam penghargaan olimpiade dalam bidang fisika, namun kenapa yang selalu menjadi pemenang nobel adalah anak-anak dari luar negeri? Sedangkan di Negara Amerika, pada anak usia SD lebih difokuskan pada perkembangan psikomotorik, contohnya dengan memberikan materi olah raga setiap harinya, dan memberikan kesempatan bermain yang proporsional. Pelajaran matamatika seperti akar-akaran baru diberikan ketika anak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sehingga stressor pada anak tidak terlalu berat.

http://habibua.blogspot.com/2013/10/beberapa-fakta-mengapa-pendidikan-di.html

Fakta Pendidikan
Setiap Menit, Empat Anak Putus Sekolah Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus sekolah menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Sementara, laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah di Indonesia. Namun faktor paling umum yang dijumpai adalah tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan dasar. Data pendidikan tahun 2010 menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. 54% Guru di Indonesia Tidak Memiliki Kualifikasi yang Cukup untuk Mengajar Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dimana guru akan melakukan interaksi landsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Artinya, secara keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di ruang kelas. Secara kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai. Namun secara distribusi dan mutu, pada umumnya masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan, dengan prosentase lebih dari 50% di seluruh Indonesia. Menurut data Kemendiknas 2010 akses pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian, lebih dari 1,5 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan dan 13,19% bangunan sekolah dalam kondisi perlu diperbaiki. Hal ini seharusnya menjadi salah satu titik berat perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, mengingat semakin maju-nya suatu negara bermula dari pendidikan yang berkualitas, pendidikan yang berkualitas bermuara dari pembelajaran yang berkualitas, pembelajaran yang berkualitas dimulai dari pengajar yang berkualitas pula. Menurut Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69 Berdasarkan data, perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34). 34% Sekolah di Indonesia Kekurangan Guru Distribusi Guru tidak merata. 21% sekolah di perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang kekurangan Guru. Sementara di banyak daerah terjadi kelebihan Guru. Sumber: Teacher Employment & Deployment, World Bank 2007

Sebaran indeks kualitas Guru di Indonesia setengah nilai maksimal indeks Sebaran indeks kualitas Guru di Indonesia setengah nilai maksimal indeks dimana nilai maksimal adalah 11. Sumber: Analisis Data Guru 2009, Ditjen PMPTK 2009 Delapan Standar Nasional Pendidikan diharapkan mengangkat kualitas pendidikan di Indonesia UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dijabarkan diantaranya dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 mengenai Delapan Standar Nasional Pendidikan diharapkan mampu mengangkat kualitas pendidikan di Indonesia.
http://indonesiaberkibar.org/id/fakta-pendidikan

Semua Orang Berhak Peroleh Pendidikan


Pendidikan adalah hak asasi manusia. Ini disepakati masyarakat internasional tahun 2000 di bawah pimpinan UNESCO. Apakah janji besar ini sudah ditepati?

Kami bukan sumber daya manusia. Kami ingin pendidikan. Demikian tulisan pada plakat para mahasiswa Spanyol, ketika awal tahun 2012 mereka memprotes rencana swastanisasi perguruan

tinggi. Sebuah seruan kepada negara untuk menerapkan hak asasi manusia di bidang pendidikan. Kewajiban negara adalah membuka akses bagi semua orang untuk sekolah dan pendidikan, terlepas dari latar belakang ekonomi. Dengan demikian negara menjamin janji dalam pernyataan umum mengenai hak memperoleh pendidikan," ujar Claudia Lohrenscheit, pakar pada pusat kajian Jerman untuk HAM.

Pendidikan lebih dari sekedar bekali murid dengan kemampuan kerja Pelaksanaan HAM untuk memperoleh pendidikan bukan hanya masalah di negara miskin, melainkan juga di negara-negara industri Barat. Globalisasi yang didorong faktor finansial membawa perubahan global. Dalam laporan terbaru Badan PBB untuk Perdagangan dan Pengembangan UNCTAD lebih lanjut disebutkan, pada sektor di mana negara berkurang pengaruhnya, bertambah banyak institusi pendidikan yang dibiayai swasta atau gereja. Tren ini juga diamati oleh Lutz Mller dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB UNESCO sesi Jerman. Mendorong Kepribadian dan Menentukan Diri Sendiri Jika pendidikan terutama berlandaskan pada Employability, yakni berlatarbelakang kemampuan bekerja, maka hak asasi manusia tidak terpenuhi. "Dengan demikian pendidikan dimengerti sebagai sarana teknis. Orang-orang ditujukan fit untuk lapangan kerja. Menurut Claudia Lohrenscheit dari Pusat Kajian HAM, "Itu pendidikan yang tidak mempedulikan perkembangan pribadi manusia. Jika apa yang dipelajari tidak dapat dipergunakan, misalnya untuk meraih kualifikasi di lapangan tenaga kerja, maka apa yang dipelajari akan cepat terlupakan. Hal serupa sudah disimpulkan pada tahun 1970-an oleh pendidik asal Brasil Paulo Freire dalam sebuah kampanye pendidikan untuk menurunkan tingkat buta huruf. Jika orang belajar membaca dan menulis, tapi ini tidak dapat digunakan untuk meningkatkan kondisi kehidupannya sendiri, kemampuan ini akan segera hilang. "Jadi pendidikan harus selalu ditujukan terutama untuk memperbaiki kondisi kehidupannya yang ditentukannya sendiri. Jika tidak, orang akan segera meninggalkan tuntutan pendidikan bagi dirinya sendiri. Demikian kesimpulan pakar HAM Lohrenscheit.

164 negara sepakati enam sasaran pendidikan Menjamin konsep pendidikan semacam ini adalah tugas masyarakat internasional. Untuk itu yang utama adalah memperbaiki hak pendidikan bagi manusia yang hidup dalam kemiskinan, keterbatasan atau misalnya di kawasan perang atau konflik. "Pada mereka yang peluang pendidikannya yang lemah, kemajuan kehidupan sipil dan juga kemanusiaan dalam masyarakat dapat diukur, demikian ditekankan pakar HAM Claudia Lohrenscheit. Terutama di kawasan dunia yang miskin, akses memperoleh pendidikan banyak gagal. Misalnya jika di kawasan pedesaan sekolah-sekolah hanya dilengkapi dengan sarana WC bersama untuk anak perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan seringkali tidak mau pergi ke sekolah, karena bagi mereka dari segi budaya atau higienis kondisi tersebut tidak dapat diterima. Dilaporkan pakar HAM Lutz Mller dari pengamalan UNESCO di banyak negara di kawasan bumi bagian selatan. Demokrasi Menunjang Sasaran Pendidikan

Laporan UNESCO catat kekurangan dasar pendidikan Hak Asasi Manusia untuk pendidikan yang memungkinkan kehidupan bersama secara damai, tanpa diskriminasi dalam masyarakat dunia yang sedang berkembang, menjadi tugas seluruh bangsa di dunia. Juga memotivasi manusia dewasa untuk belajar seumur hidup, bagi pakar HAM Claudia Lohrenscheit adalah hal yang penting. Hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan

dapat dipenuhi secara kualitatif, terutama jika otonomi manusia ditunjang agar mereka sendiri dapat aktif dan bertanggung jawab untuk kehidupannya sendiri. "Setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dan mengembangkan secara penuh kepribadiannya guna belajar menghormati dan menghargai hak asasi manusia dan hak-hak dasar manusia.
http://www.dw.de/semua-orang-berhak-peroleh-pendidikan/a-15933863

Anda mungkin juga menyukai