Anda di halaman 1dari 2

Tiga Tahun

Karya : Muhammad Ardian Putra XI MIPA 1

Langanku tak dapat ku gerakkan, suara siren terdengar samar di kepalaku. Mataku terasa sangat
berat. ku putuskan untuk memejamkan ata, mungkin dengan begitu aku dapat merasa sedikit
lebih baik.
Rasa Penasaran memenuhi kepalaku, tempat ini tidak terasa asing "Rumah sakit?” kutanya pada
diriku sendiri. Kedua tanganku terasa sakit saat digerakkan, sebaiknya aku tidak menggerakkan
tanganku untuk sementara. Mataku menoleh kearah pintu yang dibuka oleh seseorang, pria
berseragam hampir memutih sempuna. Pria itu melihatku dengan pandangan terkejut yang
langsung berganti menjadi senyuman lebar.
"'Lama tak jumpa yan, bagaimana perasaanmu?" ucapnya sembari duduk di kursi di samping
kasur yang aku gunakan.
"'Maaf sebelumnya, tapi apa kita pernah bertemu sebelumnnya?"
Muka pria itu kehilangan senyumannya untuk sejenak, dia menghela nafas sembari berkata.
“Kamu ini, masa sudah lupa sama paman favorit mu sendiri" wajahnya kembali tersenvum.
Aku kenal sensuman itu. senyuman bodoh itu ku kenal dengan sangat baik.
"Kilin?"
"'Ding dong! Benar! Syukurlah, ku kira kamu sudah melupakanku" jawabnva sambil memberiku
acungan iempol
‘Kilin' adalah nama panggilan pria ini, nama itu kudapat dari rambut keritingnya, namun rambut
keriting itu sudah tak terlihat dimanapun. Kepalanya yang dulu dipenuhi oleh rambut hitam
gelap keriting tidak teratur sama seperti kepribadian orangnya, kini telah dipenuhi oleh rambut
lurus yang tertata rapi.
"Apa-apaan penampilanmu itu, tidak seperti kamu saja lin"
"Seperti yang kamu lihat. aku sekarang adalah dokter, tentu saja aku harus berpenampilan
professional!" balasnya dengan nada bangga.
“Sudah 3 tahun sejak terakhir kali seseorang memanggilku Kilin. Selamat datang kembali Ryan.”
Lanutnya dengan nada serius namun lembut.
3 tahun? 3 tahun sudah berjalan sejak ku memejamkan mataku saat itu? 3 tahun ku habiskan
dengan tertidur di kasur rumah sakit?
Shock, terdiam, diriku setelah sadar akan hal tersebut.
“3 tahun? Ma-Maksudmu aku koma selama 3 tahun?” Ku tanya dengan nada tak karuan.
“Kutakut kanyataannya sesuai dengan anggapanmu” jawabnya dengan pelan.
Sekali lagi aku terdiam, memproses semua kenyataan yang tiba tiba melindas ku.
“Mulai sekarang kamu akan menggunakan kursi roda, kakimu sudah di diagnosis lumpuh oleh
pihak rumah sakit. Kakimu masih memiliki kemungkinan untuk pulih namun kemungkinan itu
tidak bisa dikatakan besar.”
Aku sudah menerima kenyataan, kaki lumpuh sudah tidak lagi mengejutkan.
Setelah 3 bulan diam dirumah sakit, akupun diizinkan pulang kerumah. Kilin tidak
menyarankanku untuk keluar dari rumah untuk beberapa bulan kedepan.
Diam didalam rumah tak melakukan apa-apa, ini bukan hal yang baru, sejak awal aku memang
bukan orang yang suka keluar rumah. Namun kali ini berbeda, aku merasa terkurung, diam
dirumah berlawanan dengan kehendakku. Setiap hari berlanjut, pikiranku perlahan-lahan
dimakan oleh rasa khawatir, tenggelam dalam pikiran negatif. Setelah rasa khawatir memakanku,
rasa kesepianpun ikut datang, aku merasa sendiri, walau ada keluarga yang menemani, tasa sepi
tetap menghampiri. Mereka berbeda dariku, mereka tak memahami penderitaanku.Didalam
hatiku aku merasakan rasa benci terhadap mereka, kupendam rasa itu, ini bukan salah mereka,
ini salah dia, dia yang bertanggung jawab atas semua hal yang menimpaku. Aku harusnya
membiarkan dia tertabrak mobil itu, kenapa aku menolong orang yang tidak ku kenal sama
sekali? Kenapa aku mendorong nya dari jalan? Kenapa aku menyelamatkan nyawanya saat itu?
Harusnya dia yang menjalani semua ini, bukan aku.
3 bulan yang terasa seperti belasan tahun bagiku pun telah berjalan, hari ini adaah hari pertama
homeschooling-ku. Aku dengar langkah kaki diluar kamar, orang tuaku berbicara dengan
seseorang. Pintu kamarku untuk pertama kalinya dibuka oleh orang lain selain keluargaku.
“Permisi, izin masuk ya.” Ucapnya dengan lembut.
“Silahkan” ku jawab dengan singkat.
“Namaku Neri, mulai sekarang sekarang aku akan mengajarkanmu berbagai hal, mohon
kerjasamanya” Dia memperkenalkan dirinya dengan senyum lumbut.
Wanita itu menggunakan kacamata, rambutnya lurus panjang, pakaian hitam.
Hari pertama berjalan lebih lancar dari pada yang ku kira, Neri adalah tipe orang yang mudah ku
aja bicara, kami memiliki banyak kesamaan yang membuatku nyaman berbicara dengannya.
Tanpa kusadari 1 tahun sudah berlalu,Neri sudah seperti keluargaku sendiri dia telah
memutuskan untuk menjadi pengurusku beberapa bulan yang lalu. Selama 1 tahun itu aku telah
melihat banyak hal, Neri adalah orang yang sangat baik, dia selalu menolong orang tanpa
mengharapkan balasan, dia adalah manusia yang terhormat, berbeda dengan diriku yang tak
bahkan tidak dapat mengurus diriku sendiri. Namun waktu yang ku jalani bersama Neri telah
membuatku dapat menerima diri sendiri. Mendorong Neri dari jalan saat itu bukan kuputusan
yang salah.

Anda mungkin juga menyukai