Tugas ini disusun untuk memenuhi Ujian Praktik Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia
Disusun oleh:
Shaffa Audy Azahwa Prasetya
Kelas/No. Absen: XII IPA 4/29
"Pa, papah.. ayo pindah ke kamar saja, sudah malam," kataku sedikit
keras.
"Habis ngerjain tugas kelompok untuk ujian praktek minggu depan pa,"
kataku terdengar lemas.
…
Sayup-sayup suara lantunan merdu membuka awal pagi yang cerah. Suara
pisau yang beradu dengan bahan masakan terdengar mengiringinya. Matahari
muncul perlahan dengan malu-malu dari balik awan. Perlahan aku membuka mata
yang terasa berat, yang pertama kulihat adalah warna putih dari warna langit-
langit kamarku. Kepalaku terasa pusing, pandanganku berputar-putar. Namun
perlahan semua kembali normal.
Terdengar suara seorang wanita paruh baya yang biasa kupanggil dengan
sebutan Mbah Ndut. Berperawakan sedang, badan berisi, dan memiliki satu tahi
lalat dibagian kanan hidungnya, itulah alasanku memanggilnya Mbah Ndut.
Tak lama setelah itu, langkah kakiku yang terburu-buru menuruni tangga
membuat perhatian Mbah Ndut teralihkan padaku sejenak. Kemudian dengan raut
marah ia berkata, "Pelan-pelan dy, kebiasaan. Sudah dibilangi bolak-balik kalo
turun tangga itu mbok yo pelan-pelan."
"Cepet duduk manis, ayo makan trus berangkat sekolah. Kamu hampir
telat lo ini," ucapnya yang tak bisa kubantah.
Seperti itulah aku mengawali pagi hari semenjak duduk di bangku sekolah
dasar. Jika kalian bertanya, mengapa bukan mama yang membangunkanku?
Jawabanku sederhana saja, karena dari kecil aku dirawat oleh Mbah Ndut maka
perlahan peran kecil yang biasanya dilakukan oleh mama-mama pada umumnya
tidak berlaku padaku. Aku, anak perempuan pertama di keluarga Prasetya, Shaffa
Audy Azahwa dibesarkan dalam keluarga yang katanya "cemara". Roda
kehidupanku pun berjalan seperti orang awam tanpa peran mama didalamnya, dan
aku mulai terbiasa oleh itu.
Datanglah hari yang penuh kejutan bagiku, hari itu tanggal 17 November
2016. Matahari berada tepat diatas kepala membuatku semakin ingin cepat sampai
rumah setelah seharian berkutik dengan tugas di sekolah. Langsung saja kuketuk
pintu berwarna cokelat tua didepanku. Nihil. Tak ada satu pun sautan atau
sambutan hangat yang biasa kudapatkan dari Mbah Ndut.
"Mbah Ndut, ayo pergi ke pasar sore nanti. Ayo belikan jajan untukku, aku
pengen beli arum ma.." Dalam sekejap aku mematung. Yang kulihat saat itu
sungguh diluar dugaan. Sontak kulepaskan tas dan lari menuju Mbah Ndut yang
tergeletak dengan mulut penuh busa.
"Mbah.. kenapa.. ayo bangun," hanya kalimat itu yang keluar dari mulutku
untuk beberapa saat. Berulang-ulang terucap, hingga perlahan pandangan mataku
buram terhalang air mata.
"Audy, bagaimana bisa kondisi ibu bisa seperti itu?" tanyanya masih
mendekapku.
"Aku nggak tahu, Mbah sudah tidak sadarkan diri saat aku
menemukannya," jawabku pelan. Baru kusadari satu hal lalu sontak saja
kulontarkan pertanyaan.
"Bagaimana keadaan Mbah Ndut, ma? Baik-baik saja kan, aku kan sudah
berdoa agar Mbahku sehat selalu. Aku ingin bertemu Mbah sekarang. Dirumah
sakit mana? Ayo jawab, ma!" tekanku pada mama yang tak bisa kutebak raut
wajahnya.
"Sstt.. tenang dulu nak, ibu sekarang sedang ditangani oleh para dokter.
Mama juga belum tahu bagaimana keadaannya," jawabnya seraya
menenangkanku.
"Mbah dirawat di rumah sakit mana? Ayo kesana sekarang juga," kataku
sembari mengusap kasar air mata yang terus menerus keluar. Kemudian aku
beranjak berdiri dan kutarik tangan mama menuju pintu.
Baru selangkah aku berjalan, sudah terhempas kasar tanganku oleh mama,
"Kendalikan dirimu Shaffa Audy! Ibu sedang berada diruang ICU, percuma saja
kamu berada disana. Lebih baik kamu diam saja disini, dan perbanyaklah doamu
pada-Nya," bentaknya.