sekaligus memberikan hak bagi yang memerintah (the ruler), dan yang diperintah
(the ruled) (Budihardjo, 1982: 99) Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah
demokrasi. Merupakan sistem yang mengatur hubungan antara pihak penguasa
atau penyelenggara kekuasaan, dengan pihak yang dikuasai atau yang memberi
kekuasaan. Sistem demokrasi berkait dengan beberapa aspek pengaturan.
Pertama, pembentukan negara atau kekuasaan negara. Kedua, dasar dari
kekuasaan negara. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Keempat, masalah kontrol
rakyat sebagai basis demokrasi, dan kelima persoalen hak-hak asasi yang dimiliki
warga negara (Yuliantoro, 2012: Untuk menjamin itu, kekuasaan dibagi sedemikian
rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan kekuasaan diperkecil, yakni dengan
cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan, dan tidak memusatkan
kekuasaan pemerintah di tangan satu orang, atau satu badan. Perumusan yuridis
prinsip-prinsip demokrasi ini dikenal dengan istilah negara hukum, dan Rule of Law.
Sementara itu, Henry B. Mayo mendefinisikan sistem politik demokratis sebagai one
in which public policies are made on majority basis, by representatives subject to
effective popular control at periodic elections which are conducted on the principle of
political equality and underconditions of political freedom (Mayo, 1960: 70). Atau
sistem politik yang kebijaksanaan umumnya ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politikKalau dicermati, apa yang menjadi fokus kajian
demokratisasi pada abad ke-19 dan ke-20 sebagaimana diungkapkan di atas,
pembatasan terhadap kekuasaan lebih diarahkan pada kekuasaam negara, atau
pemerintah. Demokratisasi pada konteks itu, dipahami sebagai suatu proses
meniadakan kesenjangan, antara mereka yang terlalu berkekuasaan dan
berprerogasi, dengan mereka yang terlalu kurang berkedayaan
Prinsip dasarnya "The government consent of the governed and government by laws
not by men" (Pemerintahan yang disetujui oleh yang diperintah dan pemerintahan
berdasar hukum bukan oleh manusia)
Memang pada awalnya media massa justru merupakan komponen yang dibutuhkan
untuk mengontrol kekuasaan pemerintah yang berkuasa atau negara. Dalam fungsi
tradisionalnya, media massa diposisikan sebagai "watch dog" kekuasaan, bahkan
diletakkan sebagai kekuatan the fourth estate of democracy, pilar keempat
demokrasi, di Juar kekuatan cksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam konteks itu
demokrasi mensyaratkan adanya kebebasan pers (freedom of the press) tujuannya
tidak lain merupakan kekuatan kontrol terhadap kekuasaan.
Maksudnya, dengan berita dan opini media massa menjaga agar tidak
terjadi abuse of power dari penyelenggara kekuasaan negara. Melalui kebebasan
pers itulah akan terwujud suatu pemerintahan yang hatihati, cerdas, dan bijaksana.
Karena itu, keberadaan freedom of publication menjadi salah satu prasyarat
terwujudnya sistem demokrasi.g uuak
Perkembangan teknologi komunikasi, globalisasi, dan komersial isasi media massa
telah memunculkan pergeseran. Dewasa ini media massa tumbuh tidak hanya
menjadi kekuatan pengontrol kekuasaan.
Media massa sendiri telah menjadi kekuatan yang berpengaruh secara politik,
ekonomi, dan budaya. Kekuatan media massa justru bisa menjadi ancaman
tersendiri bagi demokrasi.
Studi James Curran dan Jean Seaton, mengungkap perjalanan in dustrialisasi dan
globalisasi media massa di Inggris dan Amerika Utara. Mereka menyampaikan kritik
terhadap liberalisme media serta mengungkap bahayanya. Curan dan Seaton
menyimpulkan, isi media massa tidak saja memiliki konsekuensi yang luas, tetapi
juga mampu membentuk khalayak, menciptakan kelas, dan selera tertentu (currant
and seaton, 2003: chapter 13). Menurut dua peneliti Inggris ini, dengan liberalisme
perkembangan Media justru merongrong Demokrasi.
"Miltions of people who had never though much about media are now actively
working to make media and to change media policies to blast open the system. It is
becoming an accepted observation that any effort to democratize society must
include a campaign to change the media system or else the prospect or success will
be far lower." (Hacket & Carrol, 2006:x)
Bagi Chesney, demokratis tidaknya suatu negara, tidak cukup hanya dilihat dari
sistem politiknya saja. la menekankan pentingnya perubahan sistem media sebagai
bagian dari demokratisasi masyarakat. Maka jutaan orang yang duhulunya tidak
pernah memikirkan tentang media, sekarang bekerja keras, berjuang mengubah
sistem dan kebijakan media. Untuk mendemokratisasikan masyarakat, harus pula
dilakukan kampanye untuk mengubah sistem media, jika itu tidak dilakukan, hasil
yang dikatakan sebagai "demokratisasi" tersebut, akan semakin jauh dari yang
diharapkan.
Kendati tuntutan liberalisme dalam bisnis media massa begitu kuat, terutama dari
para industriawan media, namun sebenarnya demokratisasi penyiaran tidak identik
dengan liberalisme. Secara konseptual, prinsip dasar demokrasi penyiaran telah
diungkapkan oleh Denis McQuail, yaitu adanya beberapa keadaan sebagai berikut
(Mo
8. Sistem media massa menghormati hak asasi manusia, baik secara individual
maupun secara umum (respect for individual and general human rights). Artinya, di
dalam pengungkapan isi, media dituntut senantiasa menghargai privasi maupun hak
asasi secara umum.
Karena sifat Undang-Undang Penyiaran cukup "adikal", yaitu menata industri media
penyiaran, sekaligus menggeser peran negara, ma ka penolakanpun terjadi.
Kalangan industri penyiaran sejak awal me nolaknya. Mereka merasa UU ini
membatasi dan merugikan industri Salah satu wujud penolakan ini ialah
dilakukannya uji materiel setelah UU itu ditetapkan. Hasilnya yudicial review itu
dipenuhi sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui keputusannya, MK
mencabut Pasal 62 dan mengganti isinya. Kalau sebelumnya menurut Pasal 62
disebutkan "Peraturan Pemerintah disusun oleh KPI bersama Pemerintah", setelah
keputusan itu, kata-kata KPI oleh MK dihilangkan, sehingga yang menyusun
peraturan pemerintah hanyalah pemerintah.
Dalam kaitan ini, kemudian aturan-aturan yang mengikat media massa juga ditolak
dengan alasan mengurangi kebebasan media beroperasi di masyarakat dan tidak
memberikan kebebasan kepada khalayak untuk menikmati produk media.
Bagaimana sebenarnya keterkaitan antara relasi ekonomi dan relasi politik dalam
industri media televisi di Indonesia saat ini? Inilah yang akan dilakukan dalam
penelitian ini.