Anda di halaman 1dari 4

Latar belakang

The Wahid Foundation (2016) mendefinisikan radikalisme

sebagai sikap atau perilaku atas nama agama yang bertentangan dengan prinsip atau prinsip dasar
kehidupan berbangsa. Tentang prinsip

orang. Berdasarkan definisi Kajian ini menunjukkan bahwa radikalisme dipahami tidak hanya pada
tataran sikap/perilaku, tetapi juga pada tataran gagasan dalam penelitian ini.

Dalam kajian ini yang dimaksud dengan

adalah sila-sila dasar kehidupan berbangsa yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, NKRI,
Bhinneka Tunggal Ika

Radikalisme seringkali dimaknai secara berbeda oleh kelompok kepentingan. Dalam ranah agama,
radikalisme adalah gerakan keagamaan yang berusaha menggunakan kekuatan untuk mengubah
tatanan sosial dan politik yang ada. Dalam kajian ilmu-ilmu sosial, radikalisme diartikan sebagai suatu
pandangan yang berusaha mengubah secara radikal

sesuai dengan interpretasi realitas sosial atau idealisme yang dianutnya. Oleh karena itu, ekstremisme
merupakan gejala umum yang dapat muncul dalam masyarakat dengan motivasi yang berbeda, baik
sosial, politik, budaya, atau agama, dan dari

gejala yang dihadapi, ditandai dengan perilaku kekerasan, ekstrem, dan kacau sebagai bentuk
penolakan.

10 Radikalisme seringkali menimbulkan keresahan dan konflik sosial, serta sering dikaitkan dengan
agama. Imron (2000:

86) Agama perlu ditekankan ketika membahas kerusuhan dan konflik sosial. Pertama, terdapat bukti
bahwa modernisasi sosial-ekonomi di berbagai tempat berpenduduk 4.444 Muslim justru lebih
mengedepankan agama daripada sekularisme. Peningkatan agama sebesar 4.444 juga terjadi di
kalangan pemeluk agama lain, tetapi peningkatan 4.444 di kalangan umat Islam sangat signifikan.
Masalah

adalah bahwa proses tersebut sebenarnya mengandung kemungkinan

yang dapat mengganggu kerukunan hubungan antar umat beragama. Dalam masyarakat seperti

, ekstremis cenderung meningkat, fundamentalis

berkembang, dan toleransi antar pemeluk agama menurun.


Kedua, proses yang sama

diduga telah melonggarkan hubungan antara sekitar 4.444 pemeluk agama dengan lembaga-lembaga
keagamaan yang melayani mereka.

Radikalisme adalah umum di kalangan umat Islam.

Arif (2010:113) menyatakan bahwa

ekstremisme Islam sering terjadi di "kota-kota Islam" di mana

tidak menganut budaya Islam. Selain itu, Arif

menyatakan bahwa Islam adalah jenis “Islam desa” yang tidak terjadi karena radikalisme karena telah
tumbuh dalam struktur budaya Pesantren sejak lama. Sebaliknya, "

kota Islam" sering tertarik pada globalisasi Islam karena kurangnya penerimaan terhadap budaya Islam.
Sebagian besar dari 4.444 aktivis Islam tidak memiliki 4.444 pendidikan budaya Islam seperti Pesantra.
Akibatnya, pemahaman agama para aktivis

sangat dangkal dan tidak substantif. Aktivis seperti inilah yang sering bertindak radikal, karena mudah
terprovokasi oleh provokasi dari orang-orang di sekitarnya.

Kesimpulan

A. Kesimpulan

1. Dengan beberapa siswa Guru yang tidak mau atau tidak setuju, dan bahkan Menggantikan dasar-
dasar ideologi dan dasar-dasar Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ikaintoleran Dan itu
mengarah pada radikalisme. Persentasenya kecil, tetapi bukti menunjukkan: Pemahaman radikalisme
perlu diperhatikan, Diharapkan. 2.2. Rujukan masuknya radikalisme ke lingkungan Sekolah diadakan
karena alasan berikut, antara lain: A. Pemahaman mahasiswa tentang radikalisme Banyak sumber dari
media sosial / komunikasi online Sulit ditemukan dan di bawah pengawasan guru dan orang tua. B.
Kelemahan Beberapa Guru PPKn dan PAI Pelaksanaan pembelajaran masih dominan Dengan tidak
adanya metode ceramah / menghafal Dengan konten pendidikan keragaman buku Bahan ajar untuk
mendukung PPKN dan PAI. C. Kebijakan sekolah dalam penyaringan dan seleksi Saringan Roy di luar
sekolah, materi kegiatan Lois, dan bimbingan dan pengawasan siswa Keluar dari sekolah; masih lemah.
D. Tidak ada pedoman untuk digunakan sebagai dasar Polisi, akademi, pemerintah daerah Melakukan
pelatihan pencegahan dan Pemberantasan radikalisme di sekolah. 138 3. Berbagai pihak Cegah
radikalisme menyerang lingkungan sekolah: A. Menyelenggarakan kegiatan di luar kurikulum
Memperkuat kepribadian siswa dengan menjunjung nilai-nilai kebangsaan Dan religius; B. Pengenalan
nasionalisme ketika MOS bekerja sama Bersama Polri dan TNI serta pihak terkait Perkembangan mental,
disiplin, dan cinta rumah. C. Menanamkan ideologi dan mengembangkan rasa kultivasi Kebangsaan
dengan upacara biasa Kibarkan bendera, nyanyikan lagu kebangsaan dulu Akhir sekolah dan liburan. D.
Pembinaan untuk guru yang teridentifikasi Mengadopsi radikalisme, e. Kerjasama dengan masyarakat
Dengan berkembangnya keterampilan guru yang berkaitan dengan nasionalisme Keanekaragaman (The
Asia Foundation) Seminar/Diskusi Nasionalisme dan Nasionalisme Keragaman lingkungan sekolah dan
gudang Keragaman antar sekolah tempat siswa berpartisipasi Orang-orang dengan latar belakang agama
yang berbeda.

Latar belakang

The Wahid Foundation (2016) mendefinisikan radikalisme

sebagai sikap atau perilaku atas nama agama yang bertentangan dengan prinsip atau prinsip dasar
kehidupan berbangsa. Tentang prinsip

orang. Berdasarkan definisi Kajian ini menunjukkan bahwa radikalisme dipahami tidak hanya pada
tataran sikap/perilaku, tetapi juga pada tataran gagasan dalam penelitian ini.

Dalam kajian ini yang dimaksud dengan

adalah sila-sila dasar kehidupan berbangsa yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, NKRI,
Bhinneka Tunggal Ika

Radikalisme seringkali dimaknai secara berbeda oleh kelompok kepentingan. Dalam ranah agama,
radikalisme adalah gerakan keagamaan yang berusaha menggunakan kekuatan untuk mengubah
tatanan sosial dan politik yang ada. Dalam kajian ilmu-ilmu sosial, radikalisme diartikan sebagai suatu
pandangan yang berusaha mengubah secara radikal

sesuai dengan interpretasi realitas sosial atau idealisme yang dianutnya. Oleh karena itu, ekstremisme
merupakan gejala umum yang dapat muncul dalam masyarakat dengan motivasi yang berbeda, baik
sosial, politik, budaya, atau agama, dan dari

gejala yang dihadapi, ditandai dengan perilaku kekerasan, ekstrem, dan kacau sebagai bentuk
penolakan.

10 Radikalisme seringkali menimbulkan keresahan dan konflik sosial, serta sering dikaitkan dengan
agama. Imron (2000:

86) Agama perlu ditekankan ketika membahas kerusuhan dan konflik sosial. Pertama, terdapat bukti
bahwa modernisasi sosial-ekonomi di berbagai tempat berpenduduk 4.444 Muslim justru lebih
mengedepankan agama daripada sekularisme. Peningkatan agama sebesar 4.444 juga terjadi di
kalangan pemeluk agama lain, tetapi peningkatan 4.444 di kalangan umat Islam sangat signifikan.
Masalah

adalah bahwa proses tersebut sebenarnya mengandung kemungkinan

yang dapat mengganggu kerukunan hubungan antar umat beragama. Dalam masyarakat seperti

, ekstremis cenderung meningkat, fundamentalis

berkembang, dan toleransi antar pemeluk agama menurun.

Kedua, proses yang sama

diduga telah melonggarkan hubungan antara sekitar 4.444 pemeluk agama dengan lembaga-lembaga
keagamaan yang melayani mereka.

Radikalisme adalah umum di kalangan umat Islam.

Arif (2010:113) menyatakan bahwa

ekstremisme Islam sering terjadi di "kota-kota Islam" di mana

tidak menganut budaya Islam. Selain itu, Arif

menyatakan bahwa Islam adalah jenis “Islam desa” yang tidak terjadi karena radikalisme karena telah
tumbuh dalam struktur budaya Pesantren sejak lama. Sebaliknya, "

kota Islam" sering tertarik pada globalisasi Islam karena kurangnya penerimaan terhadap budaya Islam.
Sebagian besar dari 4.444 aktivis Islam tidak memiliki 4.444 pendidikan budaya Islam seperti Pesantra.
Akibatnya, pemahaman agama para aktivis

sangat dangkal dan tidak substantif. Aktivis seperti inilah yang sering bertindak radikal, karena mudah
terprovokasi oleh provokasi dari orang-orang di sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai