“RADIKALISME AGAMA”
Dosen Pembimbing : Sukendar, S.Ip, M.Si
DISUSUN OLEH :
Arravia Syamdi (41120006)
Fanisa Amalia (41120020)
Nayla Syarifah (41120032)
Rivaldi Maulana Abdullah (41120040)
Siti Ananda Shaleha (41120045)
Siti Rosi Khotudiniah (41120048)
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan izin dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Radikalisme Agama” ini tepat pada waktunya.
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Dan juga
kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Sukendar, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Sosial Politik
Islam.
2. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu persatu yang turut membantu
kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
3. Orang tua yang sudah mendukung dan memberi semangat setiap saat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik
dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
wawasan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
meyempurnakan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
a. Definisi Radikalisme Agama Islam.........................................................................................3
b. Akar Sejarah Radikalisme Agama Islam...............................................................................4
c. Radikalisme dalam “Gerakan Keagamaan”.........................................................................8
d. Faktor Penyebab Radikalisme Agama Islam.......................................................................10
1. Faktor Pemahaman Agama..............................................................................................10
2. Faktor Sosial - Polikultural...............................................................................................12
3. Faktor Psikologis:..............................................................................................................13
e. Pencegahan Radikalisme Agama..........................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................................16
Kesimpulan....................................................................................................................................16
Saran...............................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan potensi keberagaman yang besar. Dengan berbagai
keberagaman dari sisi bahasa, budaya, suku, kondisi alam, dan agama. Agama di Indonesia
yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah di antaranya Islam, Kristen Protestan, Kristen
Katholik, Hindu, Budha, dan kong hu chu. Agama Islam merupakan agama yang paling
banyak dianut di Indonesia. Keberagaman yang ada di Negara Indonesia ini memiliki potensi
besar atau potensi positif yang dapat dikembangkan dan keberagaman ini juga dapat menjadi
sesuatu yang merugikan apabila kesadaran tentang konteks keberagaman tidak dikembangkan
dengan baik. Gesekan tersebut timbul dari berbagai kelompok berdasarkan etnis, budaya, dan
agama, sehingga masing-masing kelompok menganggap bahwa dirinyalah yang paling benar
dan berkuasa terhadap kelompok-kelompok yang lainnya.
Radikalisme pada dasarnya merupakan paham atau aliran yang bertujuan mengadakan
perubahan atau pembaharuan secara drastis dan revolusioner dalam bidang sosial dan politik.
Berawal dari sebuah aliran, kemudian radikalisme muncul sebagai sebuah gerakan yang
seringkali menggunakan slogan khusus yang mengatasnamakan agama, khususnya Agama
Islam. Aksi pengeboman seperti Bom Bali I tahun 2002, JW. Marriot tahun 2003, Kedutaan
Australia tahun 2004 dan lain-lain. Peristiwa ini diindikasikan oleh banyak pihak akibat
adanya radikalisme agama khususnya agama islam. Aksi-aksi radikalisme muncul disebabkan
oleh adanya sikap tidak menerima perbedaan.
Kemunculan radikalisme Agama (Islam Radikal) di Indonesia ditengarai oleh dua faktor.
Pertama, faktor internal dari dalam diri sendiri. Faktor ini terjadi karena adanya
penyimpangan norma-norma agama. Kajian terhadap agama hanya dipandang dari satu arah
yaitu tekstual, tidak melihat dari faktor lain, sehingga tindakan-tindakan yang mereka
lakukan harus merujuk pada perilaku Nabi secara literal. Kedua, faktor eksternal di luar diri
yang mendukung terhadap penerapan syari`at Islam dalam sendi-sendi kehidupan.
1
Radikalisme saat ini telah terjadi dikalangan remaja. Remaja tidak memiliki kemampuan
untuk menangkal doktrin-doktrin radikal yang diberikan oleh figure otoritas. Doktrin tersebut
dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan sebuah tindakan kekerasan atas nama agama.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, radikalisme dengan kata dasar radikal berasal dari bahasa Latin,
radix, yang berarti “akar”. Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang
berlangsung yang muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan
terhadap ide, asumsi, kelembagaan, atau nilai. Terminologi radikalisme agama jika
dikaitkan dengan istilah bahasa Arab, sampai saat ini belum ditemukan secara pasti dalam
kamus-kamus bahasa Arab. Sehingga istilah ini sering dikaitkan dengan fundamentalisme
Islam yang berasal dari teori Barat.
Al-‘unf adalah antonim dari ar-rifq yang berarti lemah lembut dan kasih sayang.
Abdullah an-Najjar mendefiniskan al-‘unf dengan penggunaan kekuatan secara ilegal
(main hakim sendiri) untuk memaksanakan kehendak dan pendapat. Term ghuluww,
berasal dari kata ghala yaghlu yang berarti melampaui batas (tajawuz al-hadd). Di dalam
al-Qur’an hanya ditemukan dalam bentuk kata kerja di dua ayat, yaitu Q.S an-Nisa’ [3] :
171 dan Q.S al-Ma’idah [5] :73. Pada zaman Rasulullah saw., kata ghuluww ini
digunakan untuk menyebut praktik pengamalan agama yang ekstrim sehingga melebihi
kewajaran semestinya.
Menurut hadis riwayat Ahmad , Rasulullah SAW.. pernah berkata kepada kepada
Ibnu ‘Abbas di Muzdalifah saat Haji Wada’. Saat itu Rasulullah saw.. minta kepada Ibnu
‘Abbas agar memungutkan kerikil kecil untuk melempar jumrah. Begitu Ibnu ‘Abbas
meletakkan kerikil itu di tangan Rasul, beliau bersabda, “Ya, yang seperti itu, jangan
3
berlebihan (guluw) dalam beragama...”. Maksudnya, jangan berlebihan mengambil batu
yang besar untuk lempar jumrah, sebab batu yang kecil sudah cukup. Substansi hadis ini
sangat penting dalam mempraktikkan ajaran Islam yang rahmatan li al-‘alami.
Kata irb dalam al-Mu‘jam al-Wasit memiliki definisi “sifat yang dimiliki oleh mereka
yang menempuh kekerasan dan menebar kecemasan untuk mewujudkan tujuan-tujuan
politik. Sedangkan al-irhab dalam pengertian negatif di atas tidak ditemukan dalam al-
Qur’an dan kamus-kamus Arab klasik, karena istilah itu belum dikenal di masa klasik.
Bahkan, 8 kali penyebutan kata al-irhab di dalam al-Qur’an selalu bermakna positif. Jadi
apabila dalam bahasa arab kontemporer menggunakan kata al-irhab untuk menyebut kata
teror, menurut penulis itu merupakan perluasan makna kata dan bukanlah berdasar dari
al-Qur’an.
Allah menciptakan segala sesuatu di bumi ini dengan keadaan yang setimbang.
Beragam ayat-ayat yang disebutkan dalam al-Qur’an menjadi bukti keseimbangan
penciptaan Allah SWT. Hal tersebut semestinya bukan dianggap sebagai fenomena alam
biasa, namun juga harus diresapi sebagai rahmat Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha
4
Bijaksana. Nilai moral yang dapat dipetik dari prinsip keseimbangan di alam raya ini,
yakni Allah mengingatkan agar manusia senantiasa menjaganya dengan tidak melakukan
perilaku-perilaku menyimpang, seperti tidak berlaku adil, tidak jujur, dan kecurangan-
kecurangan lainnya.
Dalam konteks keseimbangan juga, Rasulullah melarang umatnya untuk tidak terlalu
berlebihan meski dalam menjalankan agama sekalipun. Beliau lebih senang jika hal itu
dilakukan secara wajar tanpa adanya pemaksaan diri yang berlebihan. Beberapa
gambaran prinsip keseimbangan inilah yang biasa dikenal dengan moderasi yang biasa
diistilahkan wasiat atau wasatiyah.
Berangkat dari uraian diatas, sejak awal Islam sejatinya memang lahir dengan asas
keadilan, kemanusiaan dan sarat dengan ajaran yang moderat seperti dalam firmanNya
Q.S Al-Baqarah [2] : 143. Islam moderat artinya Islam yang tidak terlalu kanan, maupun
kiri. Tidak keras namun juga tidak lemah. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin
haruslah senantiasa menyebarkan kedamaian tanpa adanya paksaan seperti yang telah
diajarkan Rasulullah saw. Namun citra Islam yang penuh kemudahan dan kedamaian
tersebut, juga tidak bisa diartikan bahwa Islam merupakan agama yang sepele.
Islam sebagai agama yang memiliki dasar hukum yang tertulis bisa dilihat dari
berbagai sudut pandang. Sehingga lahirnya beragam penafsiran merupakan suatu
keniscayaan. Dalam perkembangan sejarahnya, setelah jauh dari zaman Rasulullah saw.
dan para sahabat, penafsiran cenderung semakin beragam dan harus disesuaikan dengan
konteks yang ada. Dalam situasi demikian, timbul upaya “penomorsatuan” jenis
penafsiran yang menimbulkan fanatisme.
Fanatisme menimbulkan persoalan yang cukup serius mengingat tak jarang ada
berbagai kepentingan di balik penafasiran tersebut. Realita teks keagamaan yang
multitafsir memberikan peluang kepada siapa saja yang mempunya kepentingan khusus
untuk menafsirkan teks keagamaan sesuai dengan ideologi maupun kepentingannya
masing-masing. Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an sebagai alat untuk melegalkan aksi-aksi kekerasan atas nama agama.
Mereka bahkan bersedia mengorbankan apa saja yang tidak masuk akal; dari berkorban
harta sampai jiwa. Dalam konteks sejarah Islam, tidak dipungkiri adanya peperangan
yang pernah terjadi yang dilakukan oleh Rasulullah saw., tercatat tidak kurang dari 19
5
sampai 21 kali terjadi ghazwa (perang besar) atau perang yang langsung dipimpin oleh
Rasulullah saw., bahkan ada yang berpendapat 27 kali terjadi perang, yang melibatkan
pasukan besar dan Rasulullah saw., sendiri yang terlibat di dalamnya, atau mengutus
pasukan tersebut.
Selain dalam bentuk ghazwa, ada pula istilah lain dalam sejarah Islam yaitu disebut
dengan sariyyah (perang yang tidak dipimpin oleh Rasulullah saw.) atau perang kecil
yang terjadi hampir 35 sampai 42 kali terjadi.52 Menurut Gamal al-Banna, usaha untuk
memahami ayat qitâl, dan sebagaimana bentuk penerapannya, tidak akan tercapai dengan
baik tanpa memahami kondisi dan sebab-sebab yang melatarbelakangi ayat tersebut
diturunkan, kepindahan dari Mekah ke Madinah bukanlah semata perpindahan dari suatu
tempat ketempat lain, akan tetapi merupakan kepindahan dari sebuah model masyarakat
ke model masyarakat yang lain yang memiliki sifat, karakter serta memiliki spesifikasi
tersendiri yang sangat berbeda dibandingkan dengan spesifikasi yang dimiliki oleh
masyarakat Quraisy.
6
(kelompok yang keluar dan memisahkan diri dari mainstream muslim), yang tidak puas
dengan kepemimpinan umat ketika itu. Mereka pada awalnya adalah pengikut dari salah
seorang dari tiga pemimpin yang sedang mereka rencanakan pembunuhannya itu, yakni
Ali bin Abi Thalib, khalifah yang sah pada saat itu, tetapi mereka tidak setuju pada
kesediaan sang khalifah untuk menerima tahkim (arbritasi) antara sang khalifah dengan
musuhnya, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, melalui orang yang ditunjuknya, yakni ‘Amr bin
‘As}. Mereka juga menilai Mu’awiyah sebagai pemberontak terhadap kepemimpinan
yang sah (buga>t), sehingga ia pun harus diperangi. Karena alasan demikian, kelompok
Khawarij tidak mau tunduk kepada Ali dan Mu’awiyah.
Gerakan kaum khawarij yang muncul di akhir masa pemerintah Ali bin Abi Thalib
dan gerakan kaum mu’tazilah ini yang kemudian sering dijadikan contoh gerakan
fundamentalisme klasik yang melegalkan praktik radikal. Dalam sejarah Islam gerakan-
gerakan tersebut menandai terbentuknya gejala takfirisme dalam Islam.
7
beberapa karakteristik yang membedakannya dengan kelompok lain. Pertama,
skripturalisme, yaitu pemahaman harfiah dan tektualis atas ayat-ayat al-Qur’an.
Karenanya mereka menolak hermeneutika sebagai cara dalam memahami al-Qur’an.
Kedua, penolakan terhadap pluralisme dan relativisme yang dianggap akan merusak
kesucian teks. Ketiga, penolakan terhadap pendekatan historis dan sosiologis yang
dipandang akan membawa manusia melenceng jauh dari doktrin literal kitab suci.
Keempat, memonopoli kebenaran atas tafsir agama, di mana mereka menganggap dirinya
yang paling berwenang dalam menafsirkan kitab suci dan memandang yang lainnya
sebagai kelompok yang sesat.
8
menjadi lahan subur radikalisasi seperti Timur Tengah, Asia Tenggara seperti Indonesia,
Malaysia, Filipina dan Thailand, termasuk Checnya.
Gejala ini dimulai tahun 2001, ketika al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden
menyerang New York dan Pentagon di Washington DC, para ilmuwan sosial terkejut dan
mulai memfokuskan studi tentang gerakan radikal berbasis Islam. Gejala tersebut vakum
diperbincangkan hingga muncul berita yang mengejutkan. Lebih dari 5.000 orang tewas
di New York dalam serangan itu dan dibalas oleh Amerika Serikat dengan menyerang
Afganistan di mana al-Qaeda bermarkas. Akhirnya para peneliti mulai memfokuskan
perhatian ke Afganistan, wilayah yang telah menghasilkan banyak sekali jihadis yang
radikal.
Kelompok radikal Afganistan yang terdesak serbuan balasan dari Amerika kemudian
merapat ke perbatasan Pakistan dan bergabung dengan gerakan mujahidin garis keras
Pakistan. Gerakan radikal-kekerasan yang berideologi lebih keras muncul di Mosul, Iraq,
ketika Abu Bakar Al-Baghdadi pada 5 Juli 2014 berpidato di Masjid Agung Mosul
mengumumkan berdirinya Negara Islam Irak-Suriah (ISIS) yang berideologi Khilafah.67
Dalam memahami ideoligi ISIS, harus difahami melalui dua bagian, yakni Salafisme
Jihadi dan Orientasi garis keras ISIS.68 Pemahaman mengenai Salafisme Jihadi mengacu
pada praktik kaum salah yakni zaman Rasulullah saw. dan para sahabat. Sedangkan jihad
diorientasikan pada suatu usaha yang disyari’atkan untuk membela agama Islam. Namun
pada kenyataannya, pemahaman mereka cenderung beranggapan bahwa jihad adalah
sebuah perang dan penyerangan yang dilakukan oleh umat muslim kepada kelompok lain
(non Islam/kafir).
Negara yang digagas Al-Baghdadi itu dicoba diwujudkan dengan jalan radikal dan
menggunakan kekerasan yang ekstrem. Haidar Assad menuliskan bahwa Abu Umar al-
Baghdadi mengutarakan faham dan ideologi ISIS yakni : Pertama, Takfiri ; Kedua,
mengutarakan cara kekerasan dan kejam ; Ketiga, menjustifikasi “sesat” atau bid’ah
segala bentuk akulturasi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dengan ajaran Islam.
Keempat, memaksakan ideologi “Negara Islam” di bawah kekhalifahan Abu Bakar al-
Baghdadi ; Kelima, mengutamakan nilai-nilai Jihad (dalam persepsi ISIS difahami
sebagai doktrin untuk berperang secara fisik.
Dengan direbutnya Mosul oleh tentara Irak dan direbutnya Raqa oleh tentara Suriah
dari ISIS, maka banyak milisi ISIS melarikan diri keluar Irak dan Suriah. Termasuk para
9
milisi ISIS asal Indonesia yang jumlahnya mungkin ribuan, dan kembali lagi ke Tanah
Air. Kepolisian Republik Indonesia mencatat ada 500 lebih milisi ISIS asal Indonesia
yang melakukan repatriasi dan mereka dianggap sebagai ancaman keamanan. ISIS
memiliki pengaruh kuat di kalangan kaum radikal di Indonesia, Filipina dan kawasan
Asia Tenggara lainnya. Di Indonesia ISIS memiliki cabang dan banyak pendukung dalam
berbagai organisiasi radikal bawah tanah seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau
(Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang terlibat dalam serangkaian aksi terorisme di
Indonesia. Di Filipina kelompok-kelompok pendudung ISIS yang dipimpin oleh Isnilon
Happilon, pemimpin ISIS Asia Tenggara.
10
1. Faktor Pemahaman Agama
Seperti yang dijelaskan dalam deskripsi sebelumnya, faktor utama munculnya
radikalisme Islam adalah ideologi yang minim pemahaman mendalam atas esensi ajaran
agama Islam itu sendiri, di mana Islam hanya dipahami secara dangkal dan parsial.
Kelompok muslim yang berafiliasi pada Islam radikal, melakukan tindak kekerasan
dengan dalih melakukan dakwah, ‘amr ma’ruf nahi munkar, dan jihad untuk
memberantas ketidakadilan, menegakkan kebenaran, pemerataan kemakmuran, dan
semacamnya.
Karena pemahaman literal tersebut, konsep jihad yang dipahami oleh kelompok
radikal Islam tidak hanya sebagai bentuk perjuangan dakwah Islam, tetapi lebih jauh
dipahami sebagai bentuk perlawanan (perang) terhadap musuh-musuh idelogis Islam
(kaum kafir). Selain pemahaman dan penekanan dimensi teologisnya, jihad juga
dibenturkan dalam dimensi dua kutub teritorial yang berseberangan yakni dar al-Islam
dan dar al- arb yang mana dār yang kedua dijadikan sebagai sasaran ekspansi dengan
legitimasi jihad untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi baik dengan cara damai
ataupun perang.
Jadi, radikalisme yang berhubungan dengan ajaran agama (dakwah, ‘amr ma’ruf nahi
munkar, jihad, dan kafir) disebabkan oleh persepsi dan pengetahuan mereka sendiri
terhadap ajaran yang berlandaskan kitab suci. Ajaran agama dalam kitab suci
sesungguhnya adalah bersifat netral. Ketika ditafsir secara ekslusif dengan pendekatan
tekstual literalis dapat melahirkan radikalisme, sementara ketika ditafsir dengan
pendekatan substantif-kontekstual akan melahirkan sikap moderat atau tidak radikal. Jadi
ajaran agama khususnya dakwah, amar makruf nahi mungkar dan jihad, tidak otomatis
11
melahirkan radikalisme, melainkan melibatkan proses konstruksi yang dilakukan para
pemikir dan pemeluk agama.
Hegemoni politik, ekonomi dan budaya Barat (non Islam) terhadap umat Islam yang
dianggap membahayakan Islam dan umat Islam. Bagi kalangan fundamentalis ide-ide
modernisme Barat dianggap telah mendistorsi tradisionalisme mereka. Ketika ide-ide
modernisme memasuki ranah kehidupan dan ideologi umat Islam maka harus dilakukan
upaya-upaya membendung modernisme karena akan membuat ide-ide tradisional
fundamentalis mereka akan menjadi menguat dan mempunyai daya tarik tersendiri,
bahkan beberapa penulis melihat bahwa faktor ekonomi, alam yang gersang, dan
12
semacamnya menjadi pemicu munculnya ekspresi gerakan fundamentalisme dalam
bentuk perang suci dengan menaklukkan wilayah lain.
3. Faktor Psikologis:
Dr. Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa sebagian besar orang yang
bergabung kepada kelompok garis keras adalah mereka yang secara pribadi mengalami
kegagalan dalam hidup dan pendidikannya. Mereka inilah yang harus kita bina, dan kita
perhatikan. Maka hendaknnya kita tidak selalu meremehkan mereka yang secara ekonomi
dan nasib kurang beruntung. Sebab mereka ini sangat rentan dimanfaatkan dan dibrain
washing oleh kelompok yang memiliki target terorisme tertentu.
Deradikalisasi mempunyai makna yang luas, mencakup hal-hal yang bersifat keyakinan,
penanganan hukum, hingga pemasyarakatan sebagai upaya mengubah yang radikal menjadi
tidak radikal. Oleh karena itu deradikalisasi dapat dipahami sebagai upaya menetralisasi
paham radikal bagi mereka yang terlibat aksi terorisme dan para simpatisasinya, hingga
meninggalkan aksi kekerasan.
13
Deradikalisasi dilakukan melalui proses meyakinkan kelompok radikal untuk meninggalkan
penggunaan kekerasan. Program ini juga bisa berkenaan dengan proses menciptakan
lingkungan yang mencegah tumbuhnya gerakan-gerakan radikal dengan cara menanggapi
root cause (akar-akar penyebab) yang mendorong tumbuhnya gerakan-gerakan ini.
14
d. Pembinaan wawasan kebangsaan adalah memoderasi paham kekerasan dengan
memberikan pemahaman nasionalisme kenegaraan, dan kebangsaan Indonesia.
f. Pendekatan kewirausahaan dengan memberikan pelatihan dan modal usaha agar dapat
mandiri dan tidak mengembangkan paham kekerasan. Kewirausahaan memiliki peran
yang besar dalam pelaksanaan deradikalisasi. Dunia usaha mampu menciptakan lapangan
kerja, mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan
meningkatkan produktivitas. Selain itu, dunia usaha juga memiliki peranan penting untuk
menjadikan masyarakat lebih kreatif dan mandiri.
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dewasa ini gerakan politik keagamaan yang radikal berbasis Islam muncul dan
berkembang terutana di negara-negara yang menjadi lahan subur radikalisasi seperti
Timur Tengah, Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand,
termasuk Checnya. Gerakan radikal-kekerasan yang berideologi lebih keras muncul di
Mosul, Iraq, ketika Abu Bakar Al-Baghdadi pada 5 Juli 2014 berpidato di Masjid Agung
Mosul mengumumkan berdirinya Negara Islam Irak-Suriah (ISIS) yang berideologi
16
Khilafah. Dalam memahami ideoligi ISIS, harus difahami melalui dua bagian, yakni
Salafisme Jihadi dan Orientasi garis keras ISIS. Pemahaman mengenai Salafisme Jihadi
mengacu pada praktik kaum salah yakni zaman Rasulullah saw.
Faktor Penyebab Radikalisme Agama Islam Radikalisme Islam pada zaman dulu banyak
dilatarbelakangi oleh adanya kelemahan umat Islam baik pada bidang aqidah, syari’ah
maupun perilaku, sehingga radikalisme Islam merupakan ekspresi dari tajdid
(pembaruan), islah (perbaikan), dan jihad (perang) yang dimaksudkan untuk
mengembalikan muslim pada ruh Islam yang sebenarnya.69 Tetapi akar radikalisme
Islam di zaman modern ini sangat kompleks.
Jadi, radikalisme yang berhubungan dengan ajaran agama (dakwah, ‘amr ma’ruf nahi
munkar, jihad, dan kafir) disebabkan oleh persepsi dan pengetahuan mereka sendiri
terhadap ajaran yang berlandaskan kitab suci. Jadi ajaran agama khususnya dakwah, amar
makruf nahi mungkar dan jihad, tidak otomatis melahirkan radikalisme, melainkan
melibatkan proses konstruksi yang dilakukan para pemikir dan pemeluk agama.
Sebagai contoh berbagai gerakan radikalisme Islam dipicu oleh persepsi ketidakadilan
prosedural dan ketidakadilan distributif yang dilakukan Blok Negara Barat yang dipimpin
oleh Amerika Serikat dengan instrumen ekonomi dan politik berupa lembaga IMF, World
Bank, dan WTO. Sedangkan ketidakadilan interaksional berupa pihak Blok Barat
menerapkan standar ganda dalam hubungan mereka dengan Israel yang sangat berbeda
dengan perlakuan mereka pada negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim.
17
Hegemoni politik, ekonomi dan budaya Barat (non Islam) terhadap umat Islam yang
dianggap membahayakan Islam dan umat Islam.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan baik
dari penyusunan, tulisan maupun yang lainya. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
sangat diharapkan penyusun untuk mencapai kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dede rodin, “Islam Dan Radikalisme: Telaah atas Ayat-ayat ‘Kekerasan’ dalam al-
Qur’an”, jurnal, ADDIN Vol. 10 No. 1, 2016, h. 35
36 Dede rodin, “Islam Dan Radikalisme: Telaah atas Ayat-ayat ‘Kekerasan’ dalam al-
Qur’an”,... h.34
18