Anda di halaman 1dari 10

Teori Dan Konsep Komitmen Organisasional Pegawai

 Pengertian Komitmen Organisasional


 Prinsip dan bentuk Komitmen Organisasional
 Dampak Komitmen Organisasional
 Proses dan pengembangan Komitmen Organisasional
 Komitmen afektif
 Komitmen normatif
 Komitmen kontinu
 Faktor-faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasional
 Pengukuran Komitmen Organisasional
 Perilaku keanggotaan perusahaan (OCB)

Latar Belakang

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati, bertekad berjerih payah,
berkorban, dan bertanggung jawab demi mencapai tujuan dirinya dan tujuan organisasi atau
perusahaan yang telah disepakati atau ditentukan sebelumnya. Komitmen memiliki peranan penting
terutama pada kinerja seseorang ketika bekerja, hal ini disebabkan oleh adanya komitmen yang
menjadi acuan serta dorongan yang membuat mereka lebih bertanggung jawab terhadap
kewajibannya.

Namun, kenyataanya banyak organisasi atau perusahaan yang kurang memperhatikan mengenai
komitmen karyawannya sehingga kinerja mereka kurang maksimal. Seharusnya organisasi atau
perusahaan ketika melakukan perekrutan hendanya mereka memilih calon – calon yang
komitmennya tinggi pada perusahaan, ini dimaksudkan untuk mendeteksi sejak dini pekerja yang
kurang maksimal sehingga tidak terjadi hal yang dapat merugikan perusahaan atau organisasi.
Melihat begitu pentingnya komitmen, maka kami akan membahasa lebih jauh mengenai komitmen
dalam makalah.

Komitmen organisasional adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak
organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan
dalam organisasi tersebut (Robbins dan Judge, 2009:100). Menurut Stephen P. Robbins didefinisikan
bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang
individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut
individu tersebut.

Tidak jauh berbeda, Yulk (2006) dalam Priansa (2014:233) menyatakan komitmen organisasional
merupakan persetujuan pegawai terhadap keputusan atau permintaan organisasi dan melakukan
usaha yang serius untuk menjalankan permintaan atau menerapkan keputusan tersebut sesuai
dengan kepentingan organisasi.

Prinsip prinsip

Komitmen Organisasional merupakan konsep manajemen yang menempatkan SDM sebagai figure
sentral bagi organisasi. Tanpa komitmen organisasional, sukar mengharapkan partisipasi aktif dan
mendalam dari SDM. Oleh karena itu, komitmen organisasional harus dipelihara agar tetap tumbuh
dan eksis di sanubari SDM. Lima prinsip kunci dalam membangun komitmen organisasional menurut
Priansa (2014:234) oleh pimpinan adalah:
1. Memelihara atau meningkatkan harga diri. Artinya pimpinan harus pintar menjaga agar harga diri
pegawai tidak rusak.

2. Memberikan tanggapan dengan empati.

3. Meminta bantuan dan mendorong keterlibatan. Artinya pegawai selain butuh dihargai juga ingin
dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

4. Mengungkapkan pikiran, perasaan dan rasional.

5. Memberikan dukungan tanpa mengambil alih tanggung jawab.

Prinsip tersebut mencerminkan falsafah kepemimpinan dimana pimpinan menawarkan bantuan agar
pegawai dapat melaksanakan tugas dengan baik, dan perlu diingat bahwa fungsi pimpinan hanya
membantu, tanggung jawab tetap ada pada masing-masing pegawai.

Bentuk-bentuk Komitmen Organisasional

Robbins (2008:101) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi terpisah komitmen organisasional, yaitu
antara lain :

1. Komitmen Afektif(Affective Commitment). Perasaan emosional untuk organisasi dan


keyakinan dalam nilai – nilainya.

Adalah tingkat keterikatan secara emosional dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan
mengenai organisasi. Komitmen jenis ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya
kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak
diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaatnya yang
dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi.

2. Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment). Nilai ekonomi yang dirasa dari


bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi
tersebut.

Dapat didefinisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis pada organisasi karena biaya yang
dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi. Dalam kaitannya dengan ini anggota akan
mengkalkulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan dalam atau menjadi anggota suatu
organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam
keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar organisasi semakin tinggi.

3. Komitmen Normatif (Normative Commitment). Kewajiban untuk bertahan dalam organisasi


untuk alasan – alasan moral atau etis.

Adalah keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk
memelihara hubungan dengan organisasi. Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota untuk
tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi, baik materi maupun
non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seseorang akan merasa tidak nyaman dan
bersalah jika tidak melakukan sesuatu.

Dampak Komitmen Organisasional


Komitmen karyawan dalam organisasi adalah bertingkat, dari tingkatan yang sangat rendah hingga
tingkatan yang sangat tinggi. Komitmen organisasi ini akan mempunyai dampak terhadap seluruh
kegiatan organisasi.

Komitmen organisasioal yang dijalankan dengan baik akan dapat meningkatkan prestasi dan disiplin
kinerja dari para karyawan serta karyawan akan selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang
dilaksanakan (Sapitri, 2016).

Sedangkan dampak komitmen organisasioanl menurut Sopiah (2008) dalam Priansa (2014:236)
dapat ditinjau dari dua sudut yaitu:

1. Ditinjau dari Sudut Organisasi.

Bila komitmen organisasi seorang karyawan tinggi maka akan memberikan sumbangan terhadap
organisasi dalam hal stabilitas tenaga kerja.

Bila komitmen organisasi seorang karyawan rendah maka akan berdampak pada turn over, tingginya
absensi, tindakan kerusuhan yang mengakibatkan reputasi perusahaan menurun, kehilangan
kepercayaan dari klien dan menurunnya laba perusahaan.

2. Ditinjau dari Sudut Pegawai.

Bila komitmen organisasi seorang karyawan tinggi maka akan berpengaruh terhadap perkembangan
karirnya di perusahaan, lebih puas dengan pekerjaannya dan tinggkat absensinya menurun dan
bersikap loyal terhadap perusahaan.

Bila komitmen organisasi seorang karyawan rendah maka kinerja karyawan menurun, prestasi kerja
rendah, tingginya absensi, bermalas-malasan dalam bekerja.

Dalam kaitannya dalam komitmen organisasional, Mayer dan Allen (1990) mengidentifikasikan tiga
tema berbeda dalam mendefinisikan komitmen. Ketiga tema tersebut :

1. Komitmen sebagai keterikatan afektif pada organisasi (affective commitment)

Adalah tingkat keterikatan secara psikologis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan
mengenai organisasi. Komitmen jenis ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya
kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak
diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaatnya yang
dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi.

2. Komitmen sebagai biaya yang harus ditanggung jika meninggalkan atau keluar organisasi
(continuance commitment)

Dapat didefinisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis pada organisasi karena biaya yang
dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi. Dalam kaitannya dengan ini anggota akan
mengkalkulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan dalam atau menjadi anggota suatu
organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam
keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar organisasi semakin tinggi.
3. Komitmen sebagai kewajiban untuk tetap dalam organisasi (normative commitment)

Adalah keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk
memelihara hubungan dengan organisasi. Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota untuk
tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi, baik materi maupun
non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seseorang akan merasa tidak nyaman dan
bersalah jika tidak melakukan sesuatu.

PROSES TERJADINYA KOMITMEN ORGANISASI

Komitmen organisasional timbul secara bertahap dalam diri pribadi karyawan. Berawal dari
kebutuhan pribadi terhadap organisasi, kemudian beranjak menjadi kebutuhan bersama, dan rasa
memiliki dari para anggota (karyawan) terhadap organisasi.

Bashaw dan Grant dalam (Sopiah, 2008, p. 159) menjelaskan bahwa komitmen karyawan terhadap
organisasi merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merukan sebuah pengalaman individu
ketika bergabung dalam sebuah organisasi.

Wursanto dalam (Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa rasa memiliki dari para karyawan terhadap
kelompoknya dapat dilihat dalam hal-hal sebagai berikut

 Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya


 Adanya loyalitas anggota terhadap kelompoknya.
 Kesediaan berkorban dan para anggota baik moral maupun
 material demi kelangsungan hidup kelompoknya
 Adanya rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok tersebut mendapat nama
baik dari masyarakat.
 Adanya letupan emosi dan para anggota apabila kelompoknya mendapat celaan. baik itu
dilakukan oleh individu maupun kelompok lain.

Bashaw dan Grant (dalam Amstrong, 1994) menjelaskan bahwa komitmen karyawan terhadap
organisasi merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman
individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi.

Gary Dessler (1999) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun
komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

 Make it charismatic: Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik,
sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku, bersikap dan
bertindak.
 Build the tradition: Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi
yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
 Have comprehensive grievance procedures: Bila ada keluhan atau komplain dan pihak luar
ataupun dan internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi
keluhan tersebut secara menyeluruh.
 Provide extensive two-way communications: Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi
tanpa memandang rendah bawahan.
 Create a sense of community: Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu
community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama,
berbagi, dll.
 Build value-based homogeneity: Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan.
Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka
dasar yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, ketrampilan, minat, motivasi,
kinerja, tanpa ada diskri-minasi.
 Share and share alike: Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara karyawan
level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam kompensasi
yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dll.
 Emphasize barn raising, cross-utilization, and teamwork: Organisasi sebagai suatu
community harus bekerja sama, saling berbagi, saling mem¬beri manfaat dan memberikan
kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya perlu adanya rotasi sehingga
orang yang bekerja di "tempat basah" perlu juga ditempatkan di "tempat yang kering".
Semua anggota organisasi merupakan suatu tim kerja. Semuanya harus mem¬berikan
kontribusi yang maksimal demi keberhasilan organisasi tersebut.
 Get together: Adalah acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga
kebersamaan bisa tedalin. Misalnya, sekali-kali produksi dihentikan dan semua karyawan
terlibat dalam event rekreasi bersama keluarga, pertandingan olah raga, seni, dll. yang
dilakukan oleh semua anggota organisasi dan keluarganya.
 Support employee development: Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan akan lebih
memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi mem-perhatikan perkembangan
karier karyawan dalam jangka panjang.
 Commit to Actualizing: Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk
mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-
masing.
 Provide first-year job challenge: Karyawan masuk ke organisasi dengan membawa mimpi
dan harapannya, kebutuhannya. Berikan bantuan yang kongkret bagi karyawan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-
tahap awal karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap organisasai maka karyawan
akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya.
 Enrich and empower. Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara monoton karena
nitinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan. Hal ini tidak baik karena akan
menurunkan kinerja karyawan. Misalnya dengan rotasi kerja, memberikan tantangan
dengan memberikan tugas, kewajiban dan otoritas tambahan, dll.
 Promote from within. Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan
kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut karyawan dan luar perusahaan.
 Provide developmental activities. Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut
karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi
karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya, juga jabatannya.
 The question of employee security. Bila karyawan merasa aman, baik fisik maupun psikis,
maka komitmen akan muncul dengan sendirinya. Misalnya, karyawan merasa aman karena
perusahaan membuat kebijakan memberikan kesempatan karyawan bekerja selama usia
produktif. Dia akan merasa aman dan tidak takut akan ada pemutusan hubungan kerja. Dia
merasa aman karena keselamatan keija diperhatikan perusahaan.
 Commit to peoplefirst values. Membangun komitmen karyawan pada organisasi merupakan
proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan. Oleh karena itu perusahaan hams
benar-benar memberikan perlakuan yang benar pada masa awal karyawan memasuki
organisasi. Dengan demikian karyawan akan mempunyai persepsi yang positif terhadap
organisasi.
 Put it in writing. Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi,
dli. organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan sekedar bahasa lisan.
 Hire "Right-Kind" managers. Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-
kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dll pada bawahan, sebaiknya pimpinan sendiri
memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
 Walk the talk. Tindakan jauh lebih efektif dan sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin
karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat sesuatu,
tidak sekedar kata-kata atau berbicara.

Tiga Komponen Komitmen Organisasional :

1. Komitmen Afektif

Komitmen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di dalam
suatu organisasional. Karyawan dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena
keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi (Allen dan Meyer, 1994).

- Emosional

Komitmen afektif menyatakan bahwa organisasi akan membuat karyawan memiliki keyakinan yang
kuat untuk mengikuti segala nilai-nilai organisasi, dan berusaha unutk mewujudkan tujuan organisasi
sebagai prioritas utama.

- Identifikasi

Komitmen afektif muncul karena kebutuhan, dan memandang bahwa komitmen terjadi karena
adanya ketergantungan terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan dalam organisasi pada
masa lalu dan hal ini tidak dapat ditinggalkan karena akan merugikan.

- Keterlibatan karyawan dalam organisasional

2. Komitmen normatif

Komitmen normatif merupakan perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada
organisasional. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi,
tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan.

- Kesetiaan yang harus diberikan karena pengaruh orang lain

Komitmen yang terjadi apabila karyawan terus bekerja untuk organisasi disebabkan oleh tekanan
dari pihak lain untuk terus bekerja dalam organisasi tersebut. Karyawan yang mempunyai tahap
komitmen normatif yang tinggi sangat mementingkan pandangan orang lain terhadap dirinya jika
karyawan meninggalkan organisasi. (Ashari et al, 2005, p.34)

- Kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi

Komitmen ini mengacu kepada refleksi perasaan akan kewajibanya untuk menjadi karyawan
perusahaan. Karyawan dengankomitmen normatif yang tinggi merasa bahwa karyawan tersebut
memang seharusnya tetap bekerja pada organisasi tempat bekerja sekarang. Dengan kata lain
komitmen yang ada dalam diri karyawan disebabkan oleh kewajiban-kewajiban pekerjaan karyawan
terhadap organisasi. (Dwiarta, 2010, p.27)

3. Komitmen Berkelanjutan
Komponen berkelanjutan berarti komponen yang berdasarkan persepsikaryawan tentang kerugian
yang akan dihadapinya jika meninggalkan organisasi. Karyawan dengan dasar organisasional
tersebut disebabkan karena karyawan tersebut membutuhkan organisasi.

- Kerugian bila meninggalkan organisasi

Komitmen berkelanjutan merujuk pada kekuatan kecenderungan seseorang untuk tetap bekerja di
suatu organisasi karena tidak ada alternatif lain. Komitmen berkelanjutan yang tinggi meliputi waktu
dan usaha yang dilakukan dalam mendapatkan keterampilan yang tidak dapat ditransfer dan
hilangnya manfaat yang menarik atau hak-hak istimewa sebagai senior.

- Karyawan membutuhkan organisasi

Menurut Allen dan Meyer (1984), karyawan yang tetap bekerja dalam organisasi karena karyawan
mengakumulasikan manfaat yang lebih yang akan mencegah karyawan mencari pekerjaan lain.

Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup
panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada organisasi juga ditentukan

oleh sejumlah faktor. Steers (dalam Supriyanto, 2000) mengidentifikasikan ada tiga faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :

1. Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan
keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.

2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan kerja.

3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan dalam organisasi di masa lampau dan cara

pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai organisasi.

Sedangkan menurut Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukaan empat faktor yang mempengaruhi
komitmen karyawan antara lain :

1. Faktor personal, hal ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan
kepribadian, dan lain sebagainya.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkungan jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik


peran,tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat
pekerjaan,dan tingkat pngendalian yang dilakukan terhadap karywan.

4. Pengalaman kerja, hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan dalam
organisasi. Sebab tingkat komitmen anatara karyawan yang memang sudah puluhan tahun bekerja
akan berbeda dengan karyawan yang baru saja bekerja

Menurut Steers dan Porter (dalam Supriyanto, 2000) mengemukakan ada sejumlah faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :

1. Faktor personal yang meliputi job expectation, psychological contract, job choice factors,
karakteristik personal. Keluhan faktor ini akan membentuk komitmen awal.
2. Faktor organisasi, meliputi initial works experience, job scope, supervision, goal consistency
organizational. Semua faktor itu akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab.

3. Non-organizational factors, yang meliputi availability of alternative jobs. Faktor yang bukan
berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik,
tentu karyawan akan meninggalkannya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi adalah:

1. Faktor personal, yang salah satunya merupakan faktor kepribadian. Yang mana sebagai pondasi
komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan.

2. Faktor organisasi, ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
rekan kerja dan lain sebagainya.

3. Faktor yang bukan bersal dari organisasi, seperti tidak adanya tawaran pekerjaan yang jauh lebih
baik atau gaji yang lebih rendah dari organisasi.

PENGUKURAN KOMITMEN ORGANISASI

Mowday et.al (dalam Spector dan Wiley (1998) mengembangkan suatu skala yang disebut Self
Report Scales untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, yang merupakan
penjabaran dan tiga aspek komitmen, yaitu (a) Penerimaan terhadap tujuan organisasi, (b) Keinginan
untuk bekerja keras, dan (c) hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi), yaitu sebagai
berikut:

Kuesioner Komitmen Organisasi dari Mowday dkk

1 Saya merasa bahwa nilai-nilai yang saya anut sangat mirip dengan nilai¬nilai yang ada pada
organisasi

2 Saya merasa bangga apabila berkata pada orang lain bahwa saya menjadi bagian dari organisasi

3 Saya hanya dapat bekerja dengan balk di organisasi yang lain asalkan tipe pekerjaannya sama
dengan tipe pekerjaan yang ada di organisasi ini

4 Organisasi ini benar-benar memberikan inspirasi yang terbaik bagi diri saya dalam mencapai
prestasi kerja

Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organ, Podsakoff, & MacKenzie (2006) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang tidak
dipengaruhi oleh reward secara formal baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan
meraih fungsi organisasi yang efektif dan efisien. Karakteristik perilaku OCB dapat ditandai dengan
bantuan yang diberikan bukan merupakan bagian dari tugas, dilakukan secara spontan dan tidak
diminta dan dengan membantu rekan kerja tidak akan menjadikan karyawan memperoleh reward.
OCB ini merupakan perilaku yang dilakukan seorang karyawan dengan sukarela serta adanya rasa
sebagai anggota organisasi yang merasa puas apabila dapat melakukan suatu yang lebih kepada
organisasi sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberi hukuman, perilaku ini bukan sebagai
akibat dari adanya sistem penghargaan yang diberikan perusahaan secara formal tetapi perilaku ini
sangat penting untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Robbins (2008) mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari
kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut
secara efektif dan efisien. OCB juga mengacu pada perilakuperilaku diluar kewajiban-kewajiban dari
yang seharusnya dikerjakan oleh karyawan. Mencakup perilaku membantu orang lain tanpa pamrih,
melakukan pekerjaan yang berat dengan sabar, ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, dan
melakukan kinerja yang melebihi kewajiban dari yang diperintahkan (McShane & Von Glinow, 2003).

Aspek-aspek Organizatioal Citizenship Behavior (OCB)

Aspek-aspek OCB menurut Organ, Podsakoff, & MacKenzie (2006) terbagimenjadi lima aspek yaitu,

a. Altruism (Menolong Orang Lain)

Perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban pada tugas-tugas yang
berkaitan dengan operasi-operasi organisasional, melainkan tindakan tersebut bersifat sukarela dan
tidak berdasar norma-norma tertentu.

b. Constiousness (Perilaku Melebihi Standar Minimum)

Perilaku melebihi standar persyaratan minimun organisasi yang diharapkan organisasi. Individu yang
sadar akan tanggung jawabnya mempunyai perilaku tepat pada waktu, tinggi dalam kehadirannya,
melakukan sesuatu melebihi kebutuhan dan harapan normal, bijaksana dalam mengikuti peraturan-
peraturan organisasi.

c. Courtesy (Menghormati Orang Lain)

Perilaku yang bersifat menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah
interpersonal. Individu yang memiliki dimensi ini tinggi adalah orang yang menghormati,
menghargai, dan memperhatikan orang lain. Karyawan dengan perilaku courtesy lebih peka dan
berpikiran terbukan dengan hak-hak orang lain.

d. Sportmanship (Bersikap Toleran)

Perilaku yang menunjukkan daya toleransi dan sportifitas tinggi terhadap organisasi tanpa mengeluh
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan atau masalah bahkan jika individu tidak
setuju atau setuju dangan perubahan yang terjadi dalam organisasi.

e. Civic Virtue (Menjadi Warga yang Bijak)

Perilaku yang menunjukkan keinginan untuk tanggung jawab dan berperan serta dalam aktivitas
organisasi, memiliki kepedulian terhadap kelangsungan organisasi. Dimensi ini mengarah pada
tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada karyawan untuk meningkatkan kualitas kerjanya.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Menurut Organ, Podsakoff, dan Mackenzie (2006), Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB adalah
sebagai berikut:

a. Kepuasan Kerja
Karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya
bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang
merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya.

b. Keadilan

Karyawan harus merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi baru ia akan menunjukkan perilaku
OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang
diperolehnya adalah sesuatu yang adil.

c. Motivasi Instrinsik

OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang, misalnya
kepribadian dan suasana hati (mood), ataupun minat tertentu. Motivasi dapat diartikan sebagai
suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu
perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar, (Robbins, 2001).

d. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan berpotensi untuk memunculkan OCB dengan mengubah struktur tugas
karyawan, untuk dapat mengembangkan kemampuannya. Menurut (Burton, 2003) secara
keseluruhan, perilaku kepemimpinan memiliki hubungan yang signifikan dengan organizational
citizenship behavior Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya
OCB pada karyawan, hal ini dapat dipahami melalui proses modeling ataupun vicarious learning yang
dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para karyawan untuk melakukan OCB, sehingga
atasan dapat menjadi agen model OCB.

e. Budaya dan Iklim Organisasi

Menurut Organ dkk (2006) terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi
merupakan suatu kondisi yang dapat memunculkan OCB dikalangan karyawan. Iklim organisasi akan
berdampak positif jika iklim organisasi memenuhi perasaan dan kebutuhan pegawai.

f. Jenis Kelamin

Konovsky & Organ (2010) mengatakan bahwa faktor bawaan atau karakteristik psikologis individu
seperti kepribadian, kebutuhan psikologis, dan sikap merupakan prediktor OCB.

g. Masa Kerja

Greenberg dan Baron (1993) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan
jenis kelamin berpengaruh pada OCB. Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan
memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi maupun dengan rekan kerjanya
sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja.

h. Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi

Karyawan yang mempersikan bahwa mereka didukung oleh organisasikan memberikan prilaku
timbal balik terhadap organisasi dengan memunculkan perilaku OCB (Shore & Wayne, 1993)

Anda mungkin juga menyukai