Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komitmen Organisasi

2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Robbins (2009), mendefinisikan komitmen sebagai tingkat sampai mana

seorang pegawai memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya

untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Buchanan (1974),

memandang komitmen sebagai partisan, keterikatan afektif dengan tujuan dan nilai-

nilai organisasi, peran seseorang dalam kaitannya dengan tujuan dan nilai-nilai, dan

untuk organisasi demi kepentingannya sendiri, terlepas dari instrumen nilainya.

Menurut Robbins (2009), komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan

loyalitas pegawai pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota

organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta

kemajuan yang berkelanjutan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komitmen

terhadap organisasi adalah sikap sejauh mana pegawai mengenal dan terikat pada

organisasinya yang diungkapkan melalui sebuah rasa identifikasi, loyalitas, dan

keterlibatan pegawai terhadap organisasi.

6
7

2.1.2 Karakteristik Komitmen Organisasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981) serta

Bateman dan Stresser (1984) menemukan kenyataan bahwa individu yang memiliki

komitmen organisasi yang tinggi memiliki kondisi sebagai berikut:

1. Individu-individu tersebut lebih mampu beradaptasi.

2. Jumlah pegawai yang keluar-masuk (turnover) lebih sedikit.

3. Kelambatan dalam bekerja lebih sedikit dijumpai.

4. Kepuasan kerja lebih tinggi.

Steers (1977) mengemukakan tiga faktor yang memengaruhi komitmen

organisasi antara lain:

1. Karakteristik personal, meliputi usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis

kelamin, suku bangsa, dan kepribadian.

2. Karakteristik yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, meliputi

tantangan pekerjaan, konflik peran, dan ambiguitas peran.

3. Pengalaman kerja, meliputi keterandalan organisasi, perasaan dipentingkan,

realisasi harapan, sikap rekan kerja yang positif terhadap organisasi, persepsi

terhadap gaji, serta norma kelompok yang berkaitan dengan kerja keras.

Berdasarkan meta analisis dalam Chughtai dan Zafar (2006), menunjukkan

bahwa tingkat komitmen berhubungan negatif dengan turnover, ketidakhadiran,

perilaku counterproductive dan berhubungan positif dengan kepuasan kerja, motivasi

dan organizational citizenship behaviors, job performance. Jika dalam organisasi,


8

komitmen dari pegawainya cenderung rendah, maka akan terjadi kondisi sebagai

berikut (dalam Knights & Kennedy, 2005; Chughtai dan Zafar, 2006):

1. High levels of abseentism and voluntary turnover – tingkat absensi pegawai

yang tinggi dan meningkatnya turnover.

2. Unwillingness to share and make sacrifice – ketidakinginan untuk berbagi dan

berkorban untuk kepentingan organisasi.

3. Low levels of morale dan menurunnya azas mengutamakan orang lain dan

pemenuhan.

2.1.3 Indikator-indikator Komitmen Organisasi

Dimensi Komitmen Menurut Mayer, Allen, dan Smith (dalam Fred Luthans,

2008) bahwa ada tiga aspek komitmen yaitu:

a. Affective commitment, hal ini berkaitan dengan adanya ikatan emsosional

karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi karena keinginan dari

diri sendiri.

b. Continuance commitment, adalah komitmen yang didasarkan akan kebutuhan

rasional. Dengan kata lain komitmen ini terbentuk atas dasar untung dan rugi

yang didapatkan oleh karyawan. Sehingga menjadi bahan pertimbangan apa yang

harus dikorbankan bila menetap pada suatu organisasi.

c. Normative commitment, adalah komitment yang didasarkan pada norma yang ada

dalam diri karyawan. Yang berisi keyakinan individu akan tanggung jawab

terhadap organisasi. Jadi seorang karyawan bertahan karena adanya loyalitas.


9

Menurut Katner (dalam Sopiah, 2008) bahwa terdapat tiga bentuk komitmen

organisasi yaitu:

a. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen

yang berkaitan dengan dedikasi anggota dalam melanjutkan kelangsungan

hidup organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan

berinvestasi pada organisasi.

b. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota

terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota

lain di dalam organisasi. Hal ini terjadi karena kepercayaan karyawan pada

norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang

bermanfaat.

c. Komitmenn terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada

norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya.

Sebab norma-norma tersebut mampu dan sesuai dalam memberikan

sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.

2.2 Kinerja Penyuluh

2.2.1 Pengertian Kinerja

Defenisi kinerja di defenisikan sebagai sesuatu hal yang di dapatkan dalam

suatu organisasi yang di mana di dalam orgaisasi tersebut itu bersifat profit oriented

dan non profit orieted yang didapatkan dalam jangka waktu satu periode irham fahmi

(2011:6) secara lebih tegas baron dalam irham fahmi (2011:6), mengatakan kinerja
10

merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hasil hubunnganyang terkait kuat atau

bersangkutan kuat dengan untuk mendapatkanhasil tujuanyang jelas (strategis) dalam

satu ruang lingkup orgaisasi untuk kepuasan yang menerimadan memberikan satu hal

atau bahkan hal tentang konstribusi yang bersifat ekonomis. Bastian menyatakan hal

berada atau di paparka dalam perumusan skema strategis fokuskan dalam pencapaian

sasaran hal yang terkait dengan tujuan dan visi misi organisasi tersebut dengan terkait

dengan tingkat pencapaian suatu pelaksanaan program alam bentuk konsep kinerja

diartikan sebagai konsep penggambaran atau gambaran tentang kinerja.

Kinerja adalah pencapaian terakhir atau hasil yang telah dilakukan dalam

artian sempit hasil kerja yang bersifat kualitas dan kuatitas yang dimana di dapatkan

oleh seorang pegawai dalam pecapaian pelaksanan sebagai salah satu badan dari

pemeritah. Definisi teori kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2006:9) di

katakannya sebagai pemilahan atau membedakan apa yang telah didapatkan di mana

peninjauan secara langsung ke tempat tersebut dengan menggunakan atau melihat

berdasarkan waktu yangtelah digunakan, perbandingan hasil yang dicapai dengan

peran serta tenaga kerja per satuan waktu. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2006:

9) berpendapat bahwa konsep atau teori kinerja dikatakana sebagai efesiesi, output,

efektivitas yang pada dasarnya dapat diliat dari keberhasilan kerja pegawai ataupun

keberhasilan atau pencapaian kerja organisasi.

Keterwujudan keberhasilan atau pencapaian kerja baik itu pegawai atau pun

satu organisasi tidak akan mampu terwujud apabila tidak terdukung dari banyak

komponen manajemen, perusahaan dan juga tentunya para pemegang saham. Karena
11

di era sekarang ini konsep kinerja tidak akan bisa terwujud dengan cara yang efektif

atau maksimal yang dikarenakan pemegang saham hanya menerima keuntungan

tanpa memperdulikan suatu persoalan internal dan eksternal. Kinerja adalah

gambaran mengenai tingkat pelaksanaan tugas dan difungsi di dalam satu ruang

lingkup organisasi di mana pencapaian sasaranharus terpenuhi atau ingin

mewujudkan pencapaian sasaran dan prasarana visi misi orgaisasi tersebut. Mathias

dan Jakson (2002:6) menyatakan bahwa Kinerja pada dasarnya adalah apa yang di

lakukan atau tidak di lakukan oleh pegawai dalam mengembang pekerjaannya. Rivai

(2004:9) menyatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja dapat diukur secara mudah

dan tepat dengan melihat tampilan kerja dan prestasi organisasi. Kinerja hal yang

merupakan reproduksi pekerjaan dalam menjalankan konsep-konsep rumusan

kegiatan mereka pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Hasil kerja

trsebut merupakan hasil dari kemampuan, keahlian, dan keinginan yang di capai.

Teori atau konsep kinerja dikatakannya sebagai target keberhasilan organisasi dalam

mencapaian misinya. Kinerja dapat dilihat dengan hal sebagai berikut:

1. Keperluan atau hal yang digunakan oleh setiap pekerja

2. Tujuan yang khusus

3. Kemampuan

4. Kompleksitas

5. Komitmen

6. Umpan balik

7. Situasi
12

8. Pembatasan

9. Sikap pada setiap kegiatan

10. Usaha

11. Ketekunan

12. Ketaatan

13. Kesediaan untuk berkorban

14. Memiliki standar yang jelas

Kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai ditijau dari segi kuatitas dan

kualitas konsep kinerja dapat di lihat dapat kita tinjau atau diliat secara bersama

dalam penampilan seseorag baik itu idividu atau kelompok. Kinerja kelompok

organisasi merupakan hasil dimana bersatu atau berkumpunya beberapa orang yang

berada pada ruang lingkup yang sama atau satu yang dibentuk dalam satu kelompok

dan kinerja di dalamnya terdapat beberapa komponen atau hal urgent yang penting

dilihat adalah Kompetensi berarti individual atau organisasi memiliki kemampuan

untuk mengedepankan atau memperliatkat tingkat kenerja hal tersebut di atas dapat di

terjemahkan kedalam bentuk pergerakan dan megerjakan tepat untuk mencapai.

Kinerja atau performance peninjauan untuk mendapatkan hasil kerja yang

maksimal,tujuan perencanaan strategis suatu organisasi.Kinerja kita dapat melihat

dan menilai akan hal atau kinerja mereka apabila kelompok pekerja tersebut telah

mempunyai criteria atau menyelesaikan keberasilan tolak ukur yang di tetapkan

dalam pengukuran, berbanding terbaik pula hasil kerja suatu pekerja tidak dapat atau

tidak akan kita lihat apabila tidak menyelesaikan suatu pekerjaan yang maksimal atau
13

meyukseskan satu tolak ukur pekerjaan mereka Berkaitan dengan individu karyawan.

Bahwa kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak bekerja sendiri namun selalu

mempunyai rekan kerja, kepuasan karyawan serta pendapataan hasil yang akan

mereka dapatkan dan di pengaruhi oleh keterampilan, kemauan dan sifat-sifat

individu. Susilo (2012:3).

2.2.2 Kinerja Penyuluh

Pengertian penyuluhan di artikan sebagai ilmu yang mempelajari perubahan

sistem individu masyarakat yang dulunya buruk yang diharapkan menjadi lebih baik

(Sedarmayanti. 2011). Penyuluhan Dengan menjadi tahu dan yang sudah tahu

menjadi lebih tahu. Keterampilan di katakan berkembang apabila kita bisa melihat

perubahan secara jelas. Sikap di katakannya meningkat, bila terjadi perubahan dari

yang tidak mau bekerja menjadi mau untuk pemanfaatan hal kerja yang ada.

Penyuluhan diartikan sebagai perubahan kepada masyarakat agar keterciptaan yang

lebih baik untuk masyarakat pembatasan reproduksi dan keterciptaan kesejahtraan

masyarakat. Dalam hal yang terjadi sampai sekarang ini harus ada proses timbal balik

antar orang yang akan di suluh dan masyarakat yang merespon baik akan arti

penyuluh (behaviour) yang merupakan perwujudan dari: pengetahuan, sikap, dan

ketrampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/pihak lain, baik secara

langsung. Apabila diartikan lain proses atau tahapan kegiatan penyuluhan tidka

berhenti pada konsep penyebar luasan informasi serta memberikan penerangan.

Tetapi merupakan proses yang dilakukan secara terus-menerus, sekuat-tenaga. Tetapi


14

perubahannya relative lebih kekal. Perubahan seperti itu, baru akan meluntur kembali,

mana kala ada pengganti atau sesuatu yang dapat menggantikannya, yang memiliki

keunggulan-keunggulan “baru” yang di yakininya memiliki manfaat lebih, baik

secara ekonomi maupun non-ekonomi.

Penyuluh Keluarga Berencana yang selanjutnya disingkat PKB adalah

Pegawai Negeri Sipil dengan jabatan fungsional yang diberi tugas tanggungjawab,

wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan

kegiatan Penyuluhan, pelayanan, evaluasi dan pengembangan program KB Nasional.

(Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 5

Tahun 2017 tentang Pengelolaan Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana).

Tugas Penyuluh Keluarga Berencana Adapun beberapa tugas penyuluh

keluarga berencana, yakni sebagai berikut:

1. Perencanaan Penyuluh keluarga berencana dalam bidang perencanaan bertugas

untuk penguasaan potensi wilayah kerja sejak pengumpulan data, analisa

penentuan, masalah prioritas, penyusunan terencana kerja dan memfasilitasi

penyusunan jadwal kegiatan tingkat RT, RW dan Desa/Kelurahan.

2. Pengorganisasian Penyuluh keluarga berencana dibidang pengorganisasian

meliputi memperluas pengetahuan dan wawasan program, rekruitmen kader,

mengembangkan kemampuan dan memerankan kader/IMP dan mitra kerja

lainnya dalam Program Pengendalian Penduduk, KB-KR dan KS-PK. Bila di

wilayah kerjanya tidak ada kader diharapkan dapat merekrut kader baru.
15

3. Pelaksana dan Pengelola Program Penyuluh Keluarga Berencana sebagai

pelaksana dan pengelola melakukan berbagai kegiatan dimulai dari penyiapan

atau memfasilitasi peran IMP dan mitra kerja lainnya serta dukungan untuk

pelayanan KIE/Konseling dan Advokasi program KKB.

4. Pengembangan Penyuluh Keluarga Berencana melaksanakan pengembangan

kemampuan teknik IMP dan mitra kerja lainnya dengan 34 melaksanakan

mekanisme optional secara rutin dan berkelanjutan dalam penyelenggaraan

program KKB di tingkat desa/kelurahan.

5. Evaluasi dan Pelaporan Penyuluh Keluarga Berencana melaksanakan evaluasi

dan pelaporan program KKB sesuai dengan system pelaporan yang telah

ditentukan dan dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan (BKKBN, 2015: 6).

Fungsi Penyuluh Keluarga Berencana Penyuluh Keluarga Berencana

mempunyai fungsi merencanakan, mengorganisasikan, mengembangkan, melaporkan

dan mengevaluasi program Kependudukan dan KB Nasional dan pembangunan

lainnya di tingkat Desa/Kelurahan (BKKBN, 2015: 8).

2.2.3 Indikator-Indikator Kinerja Penyuluh

Mangkunegara (2011: 67) mengemukakan ada beberapa indikator pengukuran

kinerja yakni sebagai berikut:

1. Kuantitas Kerja. Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja

dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap

pegawai.
16

2. Kualitas dari Hasil. Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang pegawai

mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.

3. Kerja Sama. Kerja sama adalah sesuatu pekerjaan yang dilakukan secara

bersama atau pekerjaan yang dilakukan dengan bantuan orang lain.

4. Tanggung Jawab. Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan

kewajiban pegawai untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh

organisasi.

5. Inisiatif. Inisiatif merupakan kemampuan untuk memutuskan dan melakukan

sesuatu yang benar tanpa harus diberi tahu, mampu menemukan apa yang

seharusnya dikerjakan terhadap sesuatu yang ada di sekitar, berusaha untuk

terus bergerak untuk melakukan beberapa hal walau keadaan terasa semakin

sulit.

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh Mangkunegara mengenai

indikator pengukuran kinerja pegawai, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan

seperti kuantitas kerja, kualitas dari hasil kerja, kerja sama, tanggung jawab, dan

inisiatif tujuannya agar hasil pekerjaan pegawai dapat diketahui, selain itu juga dapat

berguna bagi pegawai agar pegawai tersebut dapat melaksanakan pekerjaan yang

lebih baik lagi dari sebelumnya. Selain itu, adapula pendapat lain menyebutkan

indikator kinerja, seperti yang dikemukakan oleh Fadel (2009: 159):

1. Pemahaman Atas Tupoksi. Dalam menjalankan tupoksi, pegawai harus tahu

dan paham mengenai tugas pokok dan fungsi masing-masing sehingga dalam

mengerjakan tugas akan sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya.
17

2. Inovasi. Memiliki inovasi yang positif dan menyampaikan pada atasan serta

mendiskusikannya pada rekan kerja tentang pekerjaan.

3. Kecepatan Kerja. Dalam menjalankan tugas kecepatan kerja harus diperhatikan

dengan menggunakan metode kerja yang ada.

4. Keakuratan Kerja. Tidak hanya cepat, namun dalam menyelesaikan tugas

pegawai juga harus disiplin dalam mengerjakan tugas dengan teliti dalam

bekerja dan melakukan pengecekan ulang.

5. Kerjasama. Kemampuan dalam bekerjasama dengan rekan kerja lainnya seperti

bisa menerima dan menghargai pendapat orang lain.

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh Fadel, indikator kinerja dapat

diukur dengan pemahaman atas tupoksi, inovasi, kecepatan kerja, keakuratan kerja,

dan kerjasama yang harus saling berkaitan satu sama lain untuk menghasilkan kinerja

pegawai yang baik dalam suatu organisasi.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran yang telah dikembangkan dari latar belakang masalah

dan pemikiran-pemikiran teoritis yang digunakan untuk konsep menganalisis dalam

penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Komitmen Organisasi Kinerja Penyuluh


(X) (Y)

Gambar: 2.1 Kerangka Konseptual


18

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

kebenarannya harus dibuktikan melalui data yang terkumpul Sugiono, (2013).

Berdasarkan uraian maka penulis merumuskan hipotesis yaitu: Diduga Komitmen

Organisasi berpengaruh positif terhadap Kinerja Penyuluh Keluarga Berencana Pada

Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BKKBN) Kabupaten

Mandailing Natal.
19

.
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai