Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Pengertian Komitmen

Komitmen organisasional seseorang dapat di jadikan sebagai indikator

untuk pindah kerja karena komitmen organisasional ini lebih merupakan respon

yang bersifat global dan tahan lama terhadap organisasi secara keseluruhan

daripada sekedar kepuasan kerja. Seseorang karyawan bisa merasa tidak puas

dengan tugas tertentu, tetapi hal ini di pertimbangannya sebagai keadaan

sementara, jadi bukannya tidak puas terhadap organisasi atau perusahaan secara

keseluruhan.

Batasan dari pengetian komitmen organisasi sudah cukup banyak

dikemukakan oleh para ahli yang dapat dijumpai dalam berbagai macam literatur

ilmiah, khususnya dalam bidang ilmu manajemen. Untuk mendapatkan gambaran

dasar dari batasan dan pengertian komitmen organisasi akan mengkaji beberapa

pendapatan para ahli, antara lain:

Menurut Shore dan Wayne dalam Kambu (2014: 52) “Komitmen


organisasional adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi
tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan
dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak
pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang
tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

Menurut Kaswan (2015:155) komitmen organisasional adalah tingkat


sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan
untuk tinggal bersama organisasi. Komitmen organisasi adalah keinginan kuat untuk
tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai
dengan keinginan organisasi, serta keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan

7
8

tujuan organisasi. Dengan katan lain merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas
karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan
yang berkelanjutan.

Streers dan Potter (1983) dalam Kambu (2014:156) mengatakan bahwa

suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang

pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang

memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang

bersangkutan.

Hunt and Morgan dalam Kambu (2014:158) mengemukakan bahwa

karyawan memiliki komitmen organisasional yang tinggi bila: memiliki kepercayaan

dan menerima tujuan dan nilai organisasi, berkeinginan untuk berusaha ke arah

pencapaian tujuan organisasi, memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan sebagai

anggota organisasi.

Streers and Black (1994) dalam Kambu (2014:73) memiliki pendapat yang
hampir senada. Dia mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen
organisasional yang tinggi bisa dilihat dari ciri-cirinya sebagai berikut: adanya
kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi. Adanya
kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi organisasi dan keinginan yang kuat
untuk menjadi anggota organisasi.

Komitmen karyawan terhadap organisasi adalah bertingkat dari tingkatan yang

sangat rendah hingga tingkatan yang sangat tinggi. Menurut Streers dalam Kaswan

(2015:160) karyawan yang berkomitmen rendah akan berdampak pada turnover,

tingginya absensi, meningkatnya kelambatan kerja dan kurangnya intensitas untuk

bertahan sebagai karyawan di organisasi tersebut, rendahnya kualitas kerja dan

kurangnya loyalitas pada perusahaan. Near dan Jansen dalam Kambu (2014:132)

menambahkan bahwa bila komitmen karyawan rendah maka dia bisa memicu
9

perilaku karyawan yang kurang baik, misalnya tindakan kerusuhan yang dampak

lebih lanjutnya adalah reputasi organisasi menurun, kehilangan kepercayaan dari

klien dan dampak yang lebih jauh lagi adalah menurunnya laba perusahaan.

2.1.2 Indikator Komitmen

Lincoln dan Bashaw dalam Kambu (2014:167) mengemukakan komitmen

organisasional memiliki tiga indicator yaitu kemauan karyawan, kesetiaan

karyawan, dan kebanggaan karyawan dalam organisasi.

Stephen P. Robbins timothy A. Judge dalam Sutrisno (2014:91)

menyatakan bahwa terdapat 3 macam dimensi komitmen organisasional yaitu :

1. Komitmen Afektif, Perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam


nilai- nilainya.
2. Komitmen Normatif, Kewajiban untuk bertahan dengan organisasi untuk alasan
moral atau etis.
3. Komitmen Berkelanjutan, Nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu
organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.

Terdapat dimensi komitmen organisasi menurut meyer dan Allen dalam

Sutrisno (2014:91) :

1. Komitmen Afektif (Affective Commitment) adalah dimana karyawan merasa


ingin tetap tinggal (bekerja di perusahaan). Ini merupakan keterkaitan emosional
(emotional attachment) atau psikologis kepada organisasi.
2. Komitmen Normatif (Normative Commitment) dimana karyawan merasa
seharusnya tetap tinggal (bekerja dalam perusahaan) dan merasa mempunyai
kewajiban yang seharusnya dilakukan.
3. Komitmen berkelanjutan (Continuence Commitment) dimana karyawan merasa
membutuhkan untuk tetap tinggal (bekerja di perusahaan). Karyawan macam ini
merasa terjerat dengan perusahaan karena kurang mempunyai keterampilan
(skills), atau tidak ada kesempatan untuk pindah ke perusahaan lain, atau
menerima gaji yang sangat tinggi, dan lain sebagainya. Mereka berfikir bahwa
meninggalkan perusahaan akan sangan merugikan.

Komitmen mengekspresikan baik dalam pikiran maupun tindakan dan

usaha untuk identifikasi kepentingan orang yang loyal terhadap obyek-obyek


10

tersebut. Dari pengertian Komitmen dapat disusun beberapa indikator komitmen

karyawan sebagai berikut Sutrisno (2014:162) :

1. Tetap tinggal (bekerja) di perusahaan, tidak ingin pindah.


2. Bersedia kerja tambahan, kerja lembur untuk menyelesaikan tugas.
3. Menjaga kerahasiaan perusahaan.
4. Mempromosikan, membanggakan perusahaan kepada orang lain atau
masyarakat.
5. Mentaati peraturan walaupun tanpa pengawasan.
6. Rela mengorbankan tujuan atau kepentingan pribadi untuk mencapai tujuan
perusahaan.
7. Menggunakan dan atau mebeli produk (jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan.
8. Memberikan saran-saran perbaikan.
9. Mentaati perintah.
10. Menjaga hak-milik perusahaan.
11. Tidak menyalahgunakan kebijakan cuti atau ijin.
12. Membantu karyawan lainnya.

Pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang

mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen

organisasi pada diri karyawan Luthans (2013:244) :

1. Berkomitmen pada nilai utama manusia, Membuat aturan tertulis, memekerjakan


manajer yang baik dan tepat, dan komunikasi.
2. Memperjelas dan mengomunikasikan misi anda. Memperjelas misi dan ideology,
berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan
orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi.
3. Menjamin keadilan organisasi. Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.
4. Menciptakan rasa komunitas. Membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan,
menekankan kerjasama, saling mendukung, dan kerja tim.
5. Mendukung perkembangan karyawan. Melakukan aktualisasi, memberikan
pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukan dan meberdayakan,
mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas perkembangan, menyediakan
keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi komitmen

Komitmen pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang

cukup panjang dan bertahap. Komitmen pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah
11

faktor. Menurut Steers dalam Kambu (2014:142) menyatakan tiga faktor yang

mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :

1. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi
kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan
sekerja.
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara
pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang
organisasi

Menurut David dalam Kaswan (2015:142) mengatakan bahwa terdapat faktor

yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :

1. Faktor personal : usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja,


kepribadian.
2. Karakteristik pekerjaan : lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik
peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
3. Karakteristik struktur : besar atau kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran
serikat pekerja, tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi.
4. Pengalaman kerja : karyawan yang memiliki pengalaman kerja lebih lama
dibandingkan dengan pengalaman kerja yang belum lama mempunyai tingkat
komitmen yang berbeda.

2.1.4 Pengertian Motivasi Kerja

Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang diharapkan oleh

organisasi agar memberikan andil positif terhadap semua kegiatan perusahaan

dalam mencapai tujuannya, setiap karyawan diharapkan memiliki motivasi kerja

yang tinggi sehingga nantinya akan meningkatkan produktivitas kerja yang tinggi.

Motivasi merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pihak

manajemen bila mereka menginginkan setiap karyawan dapat memberikan

kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Karena dengan

motivasi, seorang karyawan akan memiliki semangat yang tinggi dalam

melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Tanpa motivasi, seorang


12

karyawan tidak dapat memenuhi tugasnya sesuai standar atau bahkan melampaui

standar karena apa yang menjadi motif dan motivasinya dalam bekerja tidak

terpenuhi. Sekalipun seorang karyawan memiliki kemampuan operasional yang

baik bila tidak memiliki motivasi dalam bekerja, hasil akhir dari pekerjaannya

tidak akan memuaskan.

Batasan dari pengetian motivasi kerja sudah cukup banyak dikemukakan

oleh para ahli yang dapat dijumpai dalam berbagai macam literatur ilmiah,

khususnya dalam bidang ilmu manajemen. Untuk mendapatkan gambaran dasar

dari batasan dan pengertian motivasi kerja akan mengkaji beberapa pendapatan

para ahli, antara lain:

Motivasi kerja menurut Franco dkk dalam Muniroh (2013:21), adalah

derajat kerelaan individu dalam menggunakan dan memelihara upaya untuk

mencapai tujuan perusahaan. Motivasi merupakan proses yang berhubungan

dengan psikologi yang mempengaruhi alokasi pekerja terhadap sumber daya yang

dimilki untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Luthans (2013:240) motivasi adalah proses sebagai langkah

awal seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan secara fisik dan psikis atau

dengan kata lain adalah suatu dorongan yang ditunjukan untuk memenuhi tujuan

tertentu. Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong perbuatan kearah tujuan

Menurut Wexley dan Yulk mas’ud dalam Muniroh (2013:24)

menjabarkan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau

dorongan kerja. Menurut Syafri dan Hubeis dalam Priansa (2014:143) motivasi

kerja adalah dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara
13

dan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak ada keberhasilan melakukan sesuatu,

seperti mengelola karyawan, tanpa adanya motivasi baik dari manajer maupun

dari karyawan.
14

2.1.5 Manfaat Motivasi Kerja

Manfaat  motivasi  yang utama adalah menciptakan  gairah kerja,

sehingga produktivitas  kerja  meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh

karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat

diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang

benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang

melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang

mendorongnya akan membuat orang  senang  mengerjakannya.  Orang pun akan

merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul

berharga bagi orang yang termolivasi, schingga orang tersebut akan bekerja keras.

Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target

yang mereka tetapkan. Kinerjanya

akan  dipantau  Oleh  individu  yang  bersangkutan  dan  tidak  akan  membutuhka

n terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Ishak &

Tanjung, 2016:16-17).

2.1.6 Indikator Motivasi Kerja

Menurut Luthans (2013:249), dimensi dan indikator motivasi kerja dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

1. Motivasi internal
a. Tanggung jawab dalam melaksanakan tugas
b. Melaksanakan tugas dengan target yang jelas
c. Memiliki tujuan yang jelas dan menantang
d. Ada umpan balik atas hasil pekerjannya
e. Memiliki rasa senang dalam bekerja
f. Selalu berusaha mengungguli orang lain
g. Diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakan.
2. Motivasi eksternal
a. Selalau berusaha memenuhuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya.
15

b. Senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya.


c. Bekerja dengan ingin memeperoleh insentif.
d. Bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan.

Berikut adalah teori-teori motivasi kerja menurut Priansa (2014:73):

1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Menurut Abraham Maslow dalam Priansa (2014:73), penyusun teori ini


menghipotensikan bahwa dalam diri setiap manusia terdapat lima tingkatan
kebutuhan yaitu:
a) Kebutuhan fisiologis, termasuk lapar, haus, tempat berteduh, seks, dan
kebutuhan badaniah lainnya.
b) Kebutuhan akan rasa aman, termasuk keamanan dan perlindungan terhadap
gangguan fisik serta emosional.
c) Kebutuhan sosial, termasuk kasih sayang, penerima oleh masyarakat,
keanggotaan kelompok, dan kesetiakawanan.
d) Kebutuhan penghargaan, termasuk harga diri, kemandirian, keberhasilan,
status, pengakuan dan perhatian.
e) Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan berkembang,
kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri.

2. Teori Dua Faktor Herzberg

Herzberg dalam dalam Priansa (2014:75), menyatakan bahwa orang


dalam melaksanakan pekerjaanya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan
kebutuhan.

Dua faktor tersebut adalah Maintenance Factors dan Motivation

Factors. Menurut teori ini, motivasi ideal yang dapat merangsang usaha adalah

peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan

peluang untuk mengembangkan kemampuan. Herzberg menyatakan ada tiga

hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, yaitu:

a. hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menentang yang

mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat

menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor- faktor yang


16

bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan, penerangan, istirahat,

sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lain.

c. Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka

akan sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari- cari kesalahan.

3. Teori ERG Alderfer

George and Jones dalam Priansa (2014:78), menyatakan bahwa teori


eksistence-relatedness-growth (ERG) milik Clayton Alderfer merupakan
penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H. Maslow.

ERG Theory ini oleh para ahli dianggap lebih mendekati keadaan

sebenarnya berdasarkan fakta-fakta empiris. Alderfer mengemukakan

bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

a. Kebutuhan akan keberadaan (eksistence), berhubungan dengan kebutuhan

dasar termasuk didalamnya, Physiological Needs dan Safety Needs dari

Maslow.

b. Relatedness Needs, menekankan akan pentingnya hubungan antar individu

(interpersonal relationship) dan juga bermasyarakat (Social relationship).

c. Growht Needs, keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau

meningkatkan kemampuan pribadi.

4. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory oleh Mc. Clelland

Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi

potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada

kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

Mc. Celland mengelompokkan tiga kebutuhanan manusia yang dapat


memotivasi gairah bekerja, yaitu:.
a) Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement), merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena itu
17

kebutuhanakan berprestasi akan mendorng seseorang untuk


mengembangkan kreativitas dan akan mencapai prestasi kerja yang optimal.
b) Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need for Affliation), kebutuhan ini menjadi
daya penggerak yang akaan memotivasi semangat bekerja seseorang. Hal
itu dikarenakan kebutuhan akan afiliasi ini dapat merangsang gairah kerja
seseorang.

Kebutuhan untuk Berkuasa (Need for Power), Ego manusia yang ingin

lebih berkuasa dari manusia lainnya sehinnga menimbulkan persaingan yang

sengaja ditumbuhkan secara sehat oleh atasannya dapat dijadikan motivasi untuk

merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan. Sehingga kebutuhan akan

kekuasaan ini termasuk gaya penggerak yang dapat meningkatkan motivasi

karyawan.

2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut Moeheriono (2014:13) faktor-faktor yang mempengaruhi

motivasi kerja, yaitu:

1. Teknis organisasi
Bentuk susunan organisasi dimana para karyawan bekerja, memberi pengaruh
yang sangat besar kepada semangat dan kepuasan kerja karyawan.
2. Struktur sosial
Struktur sosial suatu kelompok membawa pengaruh yang tidak kecil artinya
bagi diri pribadi para anggota. Mereka lebih senang bekerja dalam suatu
kelompok dimana terdapat pergaulan yang fleksibel.
3. Kemauan untuk menyelesaikan tugas
Produktivitas masing-masing karyawan sangat tergantung kepada kemauan
mereka untuk bekerja keras.
4. Imbalan yang diterima dari bekerja
Imbalan yang diterima para karyawan baik imbalan instrinsik maupun imbalan
ekstrinsik sangat berpengaruh terhadap semangat kerja mereka.
5. Dapat diterima karyawan sebagai anggota kelompok.
Dapat diterimanya karyawan sebagai anggota kelompok, akan membawa
pengaruh terhadap ketenangan kerja suatu kelompok atau karyawan itu sendiri.

Menurut Winardi dalam Moeheriono (2014:17) faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi adalah sebagai berikut:


18

1. Kebutuhan-kebutuhan pribadi.

2. Tujuan-tujuan dan persepsi-persepsi orang atau kelompok yang bersangkutan.

3. Cara dengan apa kebutuhan-kebutuhan serta tujuan-tujuan tersebut akan

direalisasikan.

Menurut Gomez dalam Muniroh (2013) aspek-aspek yang terdapat pada

motivasi kerja terdiri dari dua aspek, yaitu:

1. Aspek individual
a) Kebutuhan-kebutuhan (needs), yang diartikan bahwa motivasi kerja
karyawan yang didorong oleh adanya pemenuhan kebutuhan yang
diperlukan oleh karyawan.
b) Tujuan-tujuan (goals), yang menunjukkan motivasi kerja karyawan oleh
adanya pencapaian tujuan yang diinginkan oleh karyawan terkait dengan
pekerjaannya.
c) Kemampuan (abilities), yaitu motivasi kerja karyawan oleh adanya
kesesuain kemampuan yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya.
2. Aspek organisasional
a) Pembayaran (pay), dimana karyawan akan lebih termotivasi oleh adanya
ksesuain gaji maupun bonus dengan keterampilan dan kemampuan
karyawan.
b) Keamanan kerja (job security), yang menunjukkan motivasi karyawan dapat
didorong oleh adanya pemberian jaminan, seperti jaminan keamanan baik
jaminan kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.
c) Rekan kerja (co-workers), yaitu adanya hubungan kerja dengan sesama
rekan kerja yang baik akan semakin memotivasi karyawan dalam bekerja
pada organisasi.
d) Pengawasan (supervisor), yang menunjukkan motivasi kerja dalam diri
karyawan oleh adanya pengawasan dari atasan sesuai dengan yang
diharapkan.
e) Pujian (praise), yang menunjukkan motivasi kerja dalam diri karyawan oleh
adanya dukungan dan pengaharggan atas prestasi kerja dari atasan.
f) Pekerjaan itu sendiri (job it self), yaitu motivasi karyawan untuk bekerja
yang didorong oleh perasaan senang dengan pekerjaannya.

2.1.8 Pengertian Kinerja Karyawan

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).

Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara dalam Moeheriono (2014:67)

bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
19

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang), yaitu hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung-jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Gibson et al. (2014:52) kinerja karyawan adalah hasil yang


diinginkan dari pelaku. Ia mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi
kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi
kerja karyawan. Sedangkan kinerja karyawan menurut Simamora (2014) adalah
tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang
diberikan.

Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu:

a. Tujuan

Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana

seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel.

b. Ukuran

Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personel telah

mencapai kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar

kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personal memegang peranan penting

c. Penilaian

Penilaian kinerja reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian

tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk

senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah

dengan tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Sandi (2015:120) manfaat kinerja karyawan antara lain adalah


untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, untuk menentukan target
atau sasaran yang nyata, lalu untuk pertukaran informasi antara tenaga kerja dan
manajemen yang berhubungan terhadap masalah-masalah yang berkaitan.

Penilaian kinerja (performance appraisal) memainkan peranan yang


20

sangat penting dalam peningkatan motivasi kerja di tempat kerja. Karyawan

menginginkan dan memerlukan balikan berkenan dengan prestasi mereka dan

penilaian menyediakan kesempatan untuk memberikan balikan kepada mereka.

Jika kinerja karyawan tidak sesuai dengan standar, maka penilaian memberikan

kesempatan untuk meninjau kemajuan karyawan dan untuk menyusun rencana

peningkatan kinerja karyawan.

Menurut Abdullah (2014:27) penilaian kinerja adalah usaha untuk


merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat
dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja juga
merupakan proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja diwaktu yang lalu
atau untuk memprediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang dalam suatu
organisasi. Penilaian kinerja karyawan merupakan upaya membandingkan prestasi
aktual karyawan dengan prestasi kerja dengan yang diharapkan darinya..

Kinerja karyawan yang baik sangat penting bagi kemajuan perusahaan.

Menurut Widodo (2015:42), beberapa dampak dari adanya kinerja adalah sebagai

berikut :

a. Pencapaian target. Saat setiap pekerja dan pemimpin bertindak efektif dengan
energi positif, untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab masing- masing
sesuai dengan arahan dari target, maka saat itu energi positif setiap orang akan
berkolaborasi dan berkontribusi untuk menghasilkan karya dan kinerja terbaik.
b. Loyalitas. Loyalitas memiliki beberapa unsur antara lain : adanya sikap
kesetiaan, kesadaran melaksanakan tanggung jawab, serta berusaha menjaga
nama baik organisasi. Semakin baik kinerja seseorang, semakin tinggi tingkat
loyalitas.
c. Pelatihan dan penghargaan. Semakin baik kinerja seseorang, semakin mudah
dalam pelatihan dan pengembangan. Semakin buruk kinerja seseorang,
semakin tinggi kebutuhan seseorang untuk mendapatkan pelatihan dan
pengembangan.
d. Promosi. Kinerja dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk
promosi.
e. Mendorong orang agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka
yang berada di bawah standar kinerja.
f. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk peningkatan
organisasi.

Menurut Wibowo (2016:66), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat


21

dan adil, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu. Evaluasi pekerja


sebaiknya di dasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk
posisi yang di tempati.

Karena diskripsi kerja dan standar pelaksanaan kerja disajikan ke

pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus di usahakan,

pelaksanaan kerja sebaiknya di evaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang

sama Wibowo (2016:68).

a. Sampel tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya di amati

dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus di berikan untuk

mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsisitennya serta guna

menghindari hal-hal yang tidak di inginkan.

b. Perawat sebaiknya di beri salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanaan

kerja, dan bentuk evaluasi unutk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi

sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari

kerangka kerja yang sama.

c. Di dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya

menunjukkan segi-segi di mana pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan

perbaikkan apa yang di perlukan. Supervisor sebaiknya merujuk pada contoh-

contoh khusus mengenai tingkah laku yang memuaskan maupun yang tidak

memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat

evaluatif.

d. Jika di perlukan, manajer sebaiknya menjelaskan area mana yang akan

diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan

kerja.
22

1) Pertemuan evaluasi sebaiknya di lakukan pada waktu yang cocok bagi

perawat dan manajer, diskusi evaluasi sebaiknya di lakukan dalam waktu

yang cukup bagi keduanya.

Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun dengan terencana

sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang di analisa.

2.1.9 Indikator Kinerja Karyawan

Beberapa indikator dari kinerja (Mangkunegara, 2015: 67), yaitu:


1. Kualitas
Adalah mutu kerja yang dihasilkan. Kualitas berkaitan dengan ketepatan,
keterampilan, ketelitian dan kerapian (Darma, 2015: 253).
2. Kuantitas
Adalah jumlah dan waktu pekerjaan yang harus diselesaikan. Pengukuran ini
melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan (jumlah
yang dihasilkan) serta kecepatan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.
(Darma, 2015: 253)
3. Kerja sama
Adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja sama dengan orang
lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan,
sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
(Siswanto, 2015: 235)
4. Pengetahuan tentang tugas
Karyawan sebuah organisasi yang bertanggung jawab untuk mendesain,
membangun, menguji, memelihara, dan mengoperasikan infrastruktur dan
aplikasi keorganisasian dengan sentuhan teknologi informasi dan komunikasi
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.
5. Disiplin kerja
Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati,
menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik
yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak
mengelak menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2014: 291)
6. Tanggung jawab
Adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan
pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu
serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan
yang dilakukannya (Siswanto, 2055: 235)

2.1.10 Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Kinerja Karyawan


23

Menurut Ade (2014:240), terdapat enam indikator untuk mengukur


kinerja karyawan secara individu, yaitu:
1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan karyawan. 
2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 
3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. 
4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga,
uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 
5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat
dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung
jawab karyawan terhadap kantor.

Menurut Fahmi (2014:270) manfaat penilaian kerja dapat di jabarkan

menjadi 6, yaitu meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau

kelompok dengan memberikan kesempatan apada mereka untuk memenuhi

kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan RS,

peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya

akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya, merangsang

minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatan hasil karya dan

prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang

prestasinya, membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan

pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga RS akan mempunyai tenaga yang

cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan,

menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan

meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik dan memberikan

kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang


24

pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan

dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

Dengan manfaat tersebut diatas maka dapat di identifikasi siapa saja staf

yang mempunyai potensi untuk di kembangkan karirnya dapat di calonkan untuk

menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan

datang atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan bagi karyawan

yang terhambat di sebabkan karena kemaunya serta motivasi dan sikap yang

kurang baik maka perlu di berikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh

atasannya langsung.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan judul hubungan komitmen organisasi dan motivasi

kerja dengan kinerja karyawan sudah pernah ditetili sebelumnya, diantaranya

oleh:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


1 Trisulasih Hubungan Antara Ada hubungan yang
Komitmen Organisasi Dan tidak signifikan antara
Motivasi Kerja Dengan komitmen organisasi
Kinerja Karyawan dan kinerja dengan
Swalayan Ada Baru Tahun nilai p = 0,546 > 0,05
2016
2 Anggraini Pengaruh Motivasi Dan Hasil penelitian
Komitmen Organisasional menunjukkan bahwa
Terhadap Kinerja motivasi dan
Karyawan (Studi pada komitmen
Karyawan PT. Nusantara organisasional
Medika Utama Mojokerto) berpengaruh
Tahun 2017. signifikan baik secara
simultan maupun
parsial terhadap
25

kinerja karyawan.
Motivasi merupakan
variabel yang paling
dominan yang
mempengaruhi kinerja
karyawan.
3 Fauzan dan Sumiati Pengaruh Komitmen Komitmen organisasi
Organisasi Terhadap memiliki pengaruh
Kinerja Karyawan PT. sebesar 61,3%
Bank Mandiri. Tbk. Area terhadap kinerja
Cirebon (Yos Sudarso) karyawan, sisanya
Tahun 2015. 38,7% dipengaruhi
oleh faktor lain yang
tidak diteliti seperti
lingkungan kerja,
kepemimpinan,
komunikasi, kepuasan
kerja dll.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dari uraian latar belakang penelitian permasalahan ada 2 faktor yang

mempengaruhi kinerja karyawan, untuk memudahkan pemahaman mengenai

keseluruhan rangkaian penelitian maka dalam melihat kinerja disusunlah kerangka

pemikiran berikut ini:

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

H1
Komitmen Organisasi
(X1)
H3 Kinerja Karyawan
(Y)

Motivasi Kerja (X2) H2

2.4 Hipotesis
26

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

karyawan di Rumah Sakit Cempaka Az-Zahra Banda Aceh

H2 : Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

di Rumah Sakit Cempaka Az-Zahra Banda Aceh

H3 : Bauran faktor komitmen organisasi dan motivasi kerja berpengaruh

secara

signifikan terhadap kinerja karyawan di Rumah Sakit Cempaka Az-Zahra

Banda Aceh

Anda mungkin juga menyukai