Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM

DOSEN SITI HALIMAH, S.Ag.,ME.Sy

ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER

Disusun oleh:
Kelompok 5
Fairuz Tsaqila (19.01.1.0029)
Firda Romadyani (19.01.1.0012)
Riki Aliyuddin (19.01.1.0009)
Udu Sunandar (19.01.1.0010)
Wiwi Caswi (19.01.1.0011)

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI)


AL ISHLAH CIREBON
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
karunainya, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan nya tentunya kami tidak akan sanggup menyelesaikan masalah
ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita nabi muhammad SAW dan semoga sampai kepada kita
selaku umatnya.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dan
pembuatan makalah ini, sehingga mungkin kedepannya kita akan belajar lebih
banyak lagi. Oleh karena itu, kami meminta maaf yang sebesar-besarnya jika ada
kalimatnya atau kata-kata yang kurang berkenan. Maka dari itu kami meminta
kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Demikian kami ucap terima kasih atas waktunya karena telah
menyempatkan untuk membaca makalah ini.

Cirebon, 25 November 2019

penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................
1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
2.1 Islam dan tradisi di Indonesia sekarang........................................................
2.2 Paham Fundamentalisme dalam Islam..........................................................
2.3 Tendensi kaum modernis..............................................................................
2.4 Islam, jihad dan teroris..................................................................................
BAB III KESIMPULAN............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Islam dan sejarah terus bergulir mengikuti arus yang sedang
berkembangdisekitarnya, islam adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
perjalanan yang panjang itu sendiri. Lebih jauh perkembangan itu
menghasilkan sesuatu perubahan yang diakibatkan oleh daerah dimana islam
berada. Pengenalan secara pelan namun pasti hingga islam dapat diterima oleh
semua golongan masyarakat yang ada diseluruh penjuru dunia ini.
Keanekaragaman tempat dan budaya suatu daerah sangat kental
memberiwarna bagi islam itu sendiri, sehingga sampai saat ini akan kita
temukan berbagai bentuk perkembangan dari islam dalam artian pola
pengikutnya dalam suatu daerah yang sangat kental terpengaruh oleh tradisi
yang ada di daerah tersebut. Dalam melaksanakan ajaran islam banyak para
pengikutnya sendiri diselimuti oleh tradisi atau adaptasi adat yang
diyakininya, dan perilaku yang melekat pada diri umat islam sebagai
kebiasaan dari pemeluk islam itu sendiri.
Dapat mencermati beberapa contoh berikut tentang pemahaman keislaman
yang dimiliki oleh umat islam. Misalnya , kita melihat sejumlah orang yang
pengetahuan tentang keislamannya cukup luas dan mendalam, namun tidak
terkoordinsi dengan baik secara sistematik. Hal itu disebabkan biasanya
mereka belajar ilmu keislaman secara otodidak, atau kepada berbagai guru
yang antarasatu dengan yang lainnya tidak pernah saling bertemu dan tidak
pula berada dalam satu acuan yang sama semacam kurikulum. Contoh lain,
kita melihat ada orang yang penguasaan salah satu ilmukeislaman yang cukup
mendalam, tetapi kurang memahami disiplin ilmu keislaman lainnya. Bahkan,
pengetahauan yang bukan keahliannya dianggap sebagai ilmu yang kelasnya
di bawah ilmu yang dipelajarinya. Ilmu fikih pernah menjadi primadona dan
mendapat perhatian yang cukup besar.
Akibatnya segala sesuatu masalah yang ditanyakan selalu dilihat dari
paradigma fikih. Pada tahap berikutnya, pernah teologi dianggap sebagai
primadona dan mendapat perhatian yang cukup besar di kalangan masyarakat
sehingga setiap masalah yang dihadapiselalu dilihat berdasarkan paradigma
teologi. Setelah itu, muncul pula paham yang bercorak tasawuf yang terkesan
kurang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat.
Umat selalu mementingkan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi
terbengkalai. Akibatnya, keadaan umat menjadi mundur dalam kehidupan
keduniaan. Dapat diperoleh kesan bahwa hingga saat ini pemahaman tentang
keislaman dimasyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan
komprehensif. Sekalipun, sudah ada sebagian tokoh reformis yang telah
mencoba mengadakan pemahaman keislaman secara utuh dan komprehensif.
Seperti, yang telahdilakukan oleh Muhammad Abduh (dari mesir),
Muhammad Iqbal dan Fazlur Rahman yang keduanya berasal dari Pakistan,
serta Harun Nasution dan Nurcholis Madjid (keduanya reformis yang berasal
dari Indonesia).
Dalam hubungan ini, Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi
adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.
Olehkarena itu, metode memiliki peranan yang sangat penting dalam
kemajuan dan kemunduran untuk memahami islam. Lebih lanjut, Mukti Ali
mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi (tidak
mengalami kemajuan), kebodohan, atau kemajuan, bukan ada atau tidak
adanya orang yang jenius, melainkan karena metode dan cara melihat sesuatu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kaitannya Islam dan Budaya Indonesia?
2. Apa yang dimaksud Paham Fundamentalis dalam Islam?
3. Apa itu Tendensi Kaum Modernis?
4. Apakah sama, Teroris dengan Jihad?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui tentang Islam dan Tradisi di Indonesia sekarang.
2. Mengetahui pengertian Paham Fundamentalis.
3. Mengetahui tentang Tendensi Kaum Modernis.
4. Mengatahui kaitan juga perbedaan antara Islam, Jihad, dan Terorisme.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Islam dan tradisi di Indonesia sekarang


Meskipun islam datang dan berkembang di indonesia lebih dari 5 (lima)
abad, pemahaman dan penghayatan keagamaan kita masih cenderung
sinkretik, tarik menarik antara nilai nilai luhur islam dan budaya lokal.
Meskipun banyak mendapat kritik dan banyak pihak, Clofford Ceertz di
pandang telah berhasil mengkategorisasi Islam di indonesia dalam bukunya yg
sering dirujuk para penulis sesudahnya, yaitu The Religion of java.
Kategorisasinya yang banyak dikritik banyak peneliti sesudahnya adalah
priyayi, santri, dan abangan.
Kategrisasi tersebut dipandang “keliru” karena patokan (ugeran) yang
digunakan dinilai tidak konsisten. Priyayi tidaklah sama dengan kategori santri
dan abangan. Priyayi adalah kelas sosial yang lawannya adalah wong cilik
atau proletar. Oleh karena itu, baik dalam golongan santri maupun golongan
abangan priyayi (elite) maupun wong cilik. Kritik tersebut, antara lain
dikemukakan oleh Zaini Muchtarom dalam karyanya, santridan abangan di
Jawa (1998). Paling tidak, di Indonesia terdapat dua penelitian yang dilakukan
secara mendalam yang menjelaskan hubungan tradisi lokal dengan Islam.
Pertama, penelitian yang dilakukan Califford geertz di Mojokuto yang hasil
penelitiannya pertama kali diterbitkan di Amerika pada tahun 1960.Kedua,
penelitian yang dilakukan oleh Howard M. Federspiel tentang Persatuan Islam
(PERSIS) yag diterbitkan di New York pada (1970). Buku yang kedua initelah
alih bahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Yudian W. Asmin dan Afandi
Mochtar dengan judul persatuan islam: Pembaharuan Islam di Indonesia Abad
XX (1996).Dalam dua karya tersebut dielaborasi tradisi yang berkembang
ketika itu Clifford Geertz (1964: 16-25), misalnya menggambarkan
kepercayaan pada masyarakat pada metafisik, seperti kepercayaan masyarakat
pada memedi, lelembut, dan demit (dedemit Sunda). Di samping itu, ia juga
menjelaskn tentang upacara atau slametan yang berhubungan dengan
kelahiran, yaitu : tingkeban ( upacara yang dilakukan ketika istri telah hamil
tujuh bulan), dalam tradisi orang Sunda,kebiasaan ini disebut nujuh bulan;
babarab atau brokokan (upacara kelahiran itusendiri); pasaran (slametan yang
dilakukan lima hari setelah melahirkan); dan pitonan (slametan yang
dilakukan tujuh bulan setelah lahir). Disamping itu masih ada upacara lain
yang boleh dilakukan atau tidak, yaitu telonan (tiga bulan kehamilan pertama);
Selapanan (upacara satu bulan setelah melahirkan); dan Tauman (upacara
setelah satu tahun melahirkan). (CliffordGeertz, 1964 : 38 ). Sekarang ini, bak
di desa maupun di pedesaan kita masih menyaksikan upacara-upacara seperti
yang disebutkan oleh dua peneliti yang dilakukan pada awal abad XX,
meskipun tidak semuanya sama. Amaliah keagamaan kita di masyarakat dapat
dilihat dari upacara nujuh bulan dengan menyediakan makanan kecil yang
yang kemudian di bagikan kepada masyarakat sekitar. Namun menurut
pendapat kami, jika sesuatu yang tidak di dasari dengan sunnah Rosul maka
sebaiknya jangan dilaksanakan. Dikhawatirkan orang-orang yang kurang
faham (awwam) ,mengira bahwa tradisi seperti itu dinilai sebagai
ibadah,padahal tidak ada contoh dari Rosululloh SAW dan hanya persangkaan
belaka. Dalam Al-qur’an:
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai
kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan” (QS. Yunus; 36).

2.2 Paham Fundamentalisme dalam Islam


Belakangan ini istilah fundamentalisme cukup hangat dibicarakan di
media massa, tidak hanya di tingkat nasional tapi internsional juga. Hal ini
terjadi seiring merebaknya aksi terorisme yang berlindung di bawah paham
fundamentalis agama terutama islam. Sehingga istilah fundamentalis identik
dengan “fundamentalisme islam” atau “islam fundamentalis” yang memiliki
kesan negatif dan ekstrimisme. Padahal kalau dilihat lebih dalam lagi
fundamentalis yang berakar pada agamaini tidak hanya islam saja tapi juga
agama lain (Kristen, Katolik, Hindu, Budha,Yahudi dan Konghucu).
Bahkan istilah fundamentalisme itu muncul pertama kalinya di dunia Barat
oleh gerakan Kristen Protestan Amerika. Mereka memerangi masyarakat
sekuler yang baik maupun yang buruk, mengisolasi dari kehidupan
bermasyarakat dan memusuhi akal pikiran hasil penemuan ilmiah. Sementara
itu dalam bahasa Arab istilah fundamentalisme tidak dikenal, akan tetapi para
peneliti barat menyebutkan istilah “ushuliyah‟ yang memiliki arti sama
dengan fundamentalisme.
Ushuliyah dalam bahasa arab ini memiliki arti prinsip- prinsip dasar atau
akar yang memiliki makna posistif, yaitu kelompok ulama yang paling
menonjol dalam memberikan sumbangsih dalam kajian-kajian akal atau
mereka yang adalah ahli penyimpulan hukum, pengambilan dalil, ijtihad dan
pembaruan. Perbedaan persepsi dan substansi penggunaan istilah yang sama
ini, mengakibatkan timbulnya kesalahan dalam proses komunikasi. Terlepas
dari semua itu, istilah fundamenetalisme yang dipersepsikan masyarakat dunia
saat ini merupakan pemaknaan yang diproduksi oleh bangsa Barat.
Fundamentalisme yang menunjuk pada sikap-sikap yang ekstrem, hitam putih,
tidak toleran, tidak kompromi, dan segalanya yang asosiatif. Agama dijadikan
mereka sebagai alat untuk melakukan intimidasi, penindasankepada
sekelompok orang yang bertentangan dengan paham mereka. Padahal agama
manapun tidak mengajarkan demikian. Nilai-nilai kemanusiaan agama mereka
tinggalkan. Agama yang dibangun dari integrasi akal pikiran rasional dengan
non-rasionalsehingga menciptakan pikiran yang masuk akal (rasional), telah
beralih peranyang mengarah kepada penciptaan rasionalitas untuk berindak
anarkhis. Agamayang berfungsi memenuhi kebutuhan rohani manusia menjadi
tenteram, damai, dan aman telah beralih pada kebencian, kegelisahan dan
ketakutan. Dan Agama yang memiliki prinsip nilai-nilai kemanusiaan untuk
meningkatkan kulaitas kemanusiaan manusia telah berganti dengan nilai-nilai
kekerasan dan fanatisme sempit.
Paham fundamentalisme agama yang demikian inilah, yang harus
dibenarkandan diluruskan. Sebenarnya paham fundamentalisme agama ini
tidaklah harus dihapus keberadaannya. Paham fundamentalisme itu diperlukan
dalam kehidupan beragama, untuk menunjukkan eksistensi keyakinan
manusia. Sehingga agama dapat menyebar sampai saat ini tidak lain adalah
peran para fundamentalis agamauntuk mengajarkan arti eksistensi manusia
hidup di dunia sesuai tatanan fitrahnya dan menanamkan norma-norma
moralitas kemanusiaan manusia. Akan tetapi melencengnya para
fundamentalis agama dari koridor-koridor aturan agama ini, telah
mengakibatkan berkembangnya paham fundamentalisme baru yang
berpandangan sempit. Paham inilah yang berbahaya dan harus dibenarkan dan
diluruskan untuk kembali kepada koridor-koridor fitrah agama yang benar.
Paham seperti ini sangat berbahaya tidak hanya akan menimbulkan kerusakan
dan arkhis saja, akan tetapi yang lebih berbahaya akan merusak fungsi dan
peran agama itu sendiri. Nilai moralitas yang timbul dari agama akan semakin
ditinggalkan para pengikutnya. Untuk melawan fundamentalisme agama yang
berpikiran sempit ini, perlu diperlukan proses tashfiyah (pelurusan) dan
tarbiyah (pendidikan) sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Proses
pelurusan ini dilakukan dengan meluruskan persepsi manusia akan agama
untuk kembali kepada koridor yang benar.
Kesalahan perspesi ini telah menimbulkan paham-paham fundamentalisme
yang akan merusak nilai universalitas agama itu sendiri. Pelurusan ini sebagai
langkah untuk mengembalikan posisi paham fundamentalisme agama ke jalan
yang benar. Posisi fundamentalisme agama yang mampu mengantarkan
kebersamaan dan berdampingan hidup dalam sebuah perbedaan. Dan posisi
yang tetap memberi kebebasan untuk menyebar luaskan ajaran agama dengan
tetap memperhatikan ukhuwah atau persaudaraan, kerukunan dengan penganut
agama lainnya.
Setelah itu proses pendidikan juga diperlukan sebagai bentuk pembinaan
ditanamkannya nilai-nilai agama dengan benar untuk tidak kembali kepada
paham fundamentalisme sempit. Selain akan mengenalkan nilai dan prinsip
agama, proses pendidikan ini juga sebagai langkah untuk membentuk kader-
kader manusia yang religius dan memiliki spiritulisme yang tinggi. Pendidikan
ini dilakukan untuk melakukan optimalisasi kualitas kemanusiaan manusia
sesuai fitrahnya, dan nantinya akan dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan
masyarakat yang kompleks.
Dalam proses pelurusan dan pendidikan ini perlu dilibatkannya para
pemukadan tokoh agama sebagai pelaku utama dalam menyebarkan agama
secara benar dan meluruskan paham fundamentalisme. Sementara pemerintah
bersama masyarakat menegakkan pasal 29 dengan memberikan kebebasan
setiap umat beragama untuk memeluk suatu agama sesuai keyakinannya
masing-masing dan memberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah.
Dengan demikian diharapkan fundamentalisme agama yang mengarah kepada
tindakan anarkhis dan teror dapat diluruskan dan dibenarkan menuju paham
fundamentalis agama yang humanistik dengan tetap memperhatikan koridor-
koridor prinsip agama. Pemahaman fundamentalis yang dilandasi semangat
kemanusiaan universal dan harkat martabat manusia. Tidak ada satupun
agamayang mengajarkan kejelekan dan permusuhan. Hanya manusia saja yang
salah mempersepsikannya. Alangkah Indahnya melihat perbedaan sebagai
rahmat Tuhan dalam khasanah beragama untuk hidup bersama dan toleransi
sehingga dunia ini akan damai terbebas dari konflik-konflik negatif antar umat
beragama.
2.3 Tendensi kaum modernis
Untuk mengejar ketertinggalan uamt islam, perlu adanya perubahan pola
pikir di kalangan umat islam. Yakni, dari tradisi berpikir konvesional yang
jauh tertinggal dari kemajuan zaman, diubah menjadi pola pikir yang
berorientasi kepada kemajuan perkembangan zaman dilandasi nilai islam.
1. Memberikan pandanagan dan pengetahuan umat islam yang memiliki
ketrikatan kepada salah satu mazhab untuk kembali pada sumber hukum asli,
yakni Al Qur’an dan hadis. Jangan sebaliknya, justru kaum intelektual yang
mensponsori kerikatan kepada salah satu mazhab.
2. Memeberikan pandangan dan pengetahauan bahwa ajaran
islammenekankan keseimbangan antara persoalan duniawi dan ukhrowi.
3. Memberikan pandangan bahwa untuk memahami prisip ajaran sosial
kemasyarakatan, bukan pada pilihan antara “islam harus menyesuaikan
dengan perkembangan zaman, atau perkembangan zaman yang harus
menyesuaikan islam”.
4. Menyesuaikan fikih islam terhadap kebutuhan masyarakat, sebab fikih
sebagai produk pemikiran manusia bukan sesuatu yang rigit terhadap
perubahan-perubahan. Oleh sebab itu, peluang kajain fikih harus seantiasa
terbuka dan harus dilakukan, dengan mempertahtiakan implikasi socialdari
penerapan produk hokum. Namun tetap menajga relevansinya dengan
kehendak doktrin Al Qur‟an dan hadis.
5. Memperhatikan dalam bidang pendidikan, sebab masyarakat merupakan
suatu proses dan memiliki hubungan timabal balik dengan berbagai aspek
kehidupan.
6. Memberikan pandangan bahwa pendidikan berfungdi sebagai inovasidan
modernisasi bagi perubahan masyarakat.
7. Pendidikan Islam harus mampu berperan aktif, konstruktif, dan direktif
menuju kearah pembinaan SDM serta selektif dalam menghayati tata nilai
baru.
8. Umat islam harus dibekali pemikiran-pemikiran teologi yang mendorong
untuk maju. Berusaha sekuat tenaga dan menyerahkan hasilnya dengan
berdoa kepada Allah Swt.
9. Umat islam harus dibekali rasa ukhuwah islamiyah agar tidak saling baku
hantam. Dan, diberikan suri teladan yang baik kepada kalangan intelektual
atau pembaharuan agar tidak saling mencerca dan memfitnah.
2.4 Islam, jihad dan teroris
Jihad adalah salah satu syi‟ar Islam yang terpenting dan merupakan
puncak keagungannya. Kedudukan jihad dalam agama sangat penting dan
senantiasa tetap terjaga. Jihad fii sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat.
Menurut istilah syar‟i (terminologi):
“Al-Jihad artinya memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan sungguh-
sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan baik berupa perkataan atau
perbuatan”. Jihad artinya mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi
musuh.
Jihad ada tiga macam:
1.Jihad melawan Musuh yang Nyata
2.Jihad melawan Syaithan.
3.Jihad melawan hawa nafsu.
Tiga macam jihad ini termaktub di dalam Al-Qur-an surat al-Hajj: 78, at-
Taubah:41, al-Anfaal: 72Al-Hajj: 78
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan
(begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan
sebaik- baik Penolong”.(QS. Al- Hajj: 78) Menurut al-Hafizh Ahmad bin Ali
bin Hajar al-Asqalani (yang terkenal dengan al-Hafizh Ibnu Hajar al-
Asqalany, wafat th. 852H)rahimahullahu:
“Jihad menurut syar‟i adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk
memerangi orang-orang kafir.”
Istilah Jihad digunakan juga untuk melawan hawa nafsu, syaithan, dan
orang-orang fasiq. Adapun melawan hawa nafsu yaitu dengan belajar agama
Islam (belajar dengan benar), lalu mengamalkannya kemudian
mengajarkannya. Adapun jihad melawan syaithan dengan menolak segala
bentuk syubhat dan syahwat yang selalu dihiasi oleh syaithan. Jihad melawan
orang kafir dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Adapun jihad melawan
orang-orang fasiq dengan tangan, lisan danhati.Perkataan al-Hafizh Ibnu
Hajar tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
“Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan
kalian.” Jihad menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu adalah:
“Mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah
Azzawa Jalla dan menolak semua yang dibenci Allah.” Kata beliau:
“Bahwasanya jihad pada hakikatnya adalah mencapai (meraih) apa yang
dicintai oleh Allah berupa iman dan amal shalih, dan menolak apa yang
dibenci oleh Allah berupa kekufuran, kefasikan, dan maksiyat.”
Definisi ini mencakup setiap macam jihad yang dilaksanakan oleh seorang
Muslim, yaitu meliputi ketaatannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan
melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-larangan-
Nya.Kesungguhan mengajak (mendakwahkan) orang lain untuk
melaksanakan ketaatan, yang dekat maupun jauh, muslim atau orang kafir
dan bersungguh-sungguh memerangi orang-orang kafir dalam rangka
menegakkan kalimat Allahdan selain itu Jihad tidak dikatakan jihad yang
sebenarnya melainkan apabila jihad ituditujukan untuk mencari wajah Allah,
menegakkan kalimat-Nya, mengibarkan panji kebenaran, menyingkirkan
kebathilan dan menyerahkan segenap jiwa ragauntuk mencari keridhaan
Allah.
Akan tetapi bila seseorang berjihad untuk mencari dunia, maka tidak
dikatakan jihad yang sebenarnya. Barangsiapa yang berperang untuk
mendapatkan kedudukan, memperoleh hartarampasan, menunjukkan
keberanian, mencari ketenaran (kehebatan), maka iatidak akan mendapatkan
ganjaran dan tidak akan mendapat pahala. Jihad dalam Islam merupakan
seutama-utama amal. Allah memerintahkan jihadyang termaktub di dalam Al-
Qur-an, yaitu pada surat al-Baqarah: 190, 193, 216, Ali Imran: 142, an- Nisaa
95, at-Taubah: 73, al-Anfaal: 74, al-Hajj: 78, al-Furqaan: 52 dan ash-Shaaf:
11. “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam:
„Amalapa yang paling utama?‟ Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam
menjawab:”Shalat pada waktunya.‟ Aku bertanya lagi: “Kemudian apa?‟
Beliau Shallallahualaihi wa sallam menjawab: ”Berbakti kepada kedua orang
tua” Aku bertanyalagi: “Kemudian apa lagi?‟ Beliau Shallallahualaihi
wasallam menjawab: “Jihad fii sabiilillaah.”
Abu Dzarr Radhiyallahu „anhu pernah bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu„alaihi wa sallam: “Amal apa saja yang paling utama?” Beliau
Shallallahu„alaihi wa sallam menjawab: “Beriman kepada Allah dan berjihad
fiisabiilillaah”. Abdullah bin Umar Radhiyallahuanhuma berkata:
“Sesungguhnya seutama-utama amal sesudah shalat adalah jihad fii
sabilillaah.” Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahualaihi wa
sallam: “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang berperang karena mengharap
ghani-mah (hartarampasan perang), ada yang lain berperang supaya disebut
namanya, dan yanglain berperang supaya dapat dilihat kedudukannya,
siapakah yang dimaksud berperang di jalan Allah?” Rasulullah
Shallallahualaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berperang supaya
kalimat Allah tinggi, maka ia fii sabiilillaah(di jalan Allah).” (Al-hadits)
Hukum jihad adalah fardhu (wajib) dengan dasar firman Allah Al-Qaahir:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu,dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk
bagimu, Allah Maha mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” [Al -
Baqarah: 216].
Ayat ini merupakan penetapan kewajiban jihad dari Allah Azza wa Jalla
bagikaum Muslimin, agar mereka menghentikan kejahatan musuh dari
wilayah Islam.Muhammad bin Syihab az-Zuhri (wafat th. 124 H)
rahimahullahu berkata: ”Jihad itu wajib bagi setiap individu, baik yang dalam
keadaan berperang maupun yangsedang duduk (tidak ikut berperang). Orang
yang sedang duduk, apabila dimintai bantuan, maka ia harus memberikan
bantuan, jika diminta untuk maju berperang,maka ia harus maju perang, dan
jika tidak dibutuhkan, maka hendaklah ia tetap ditempat (tidak ikut)”.
Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda pada waktu Fathu
Makkah(pembebasan kota Makkah): “Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah
(pembebasan kota Makkah), akan tetapi yang ada adalah jihad dan niat baik.
Bila kalian diminta untuk maju perang, maka majulah!”
Hukum jihad adalah fardhu kifayah dengan dalil-dalil dari Al-Qur‟an dan
As-Sunnah yang shahih serta penjelasan ulama Ahlus Sunnah antara lain dari
Al-Qur‟an surat an-Nisaa‟: 95-96, at-Taubah: 122, al-Muzzamil: 20, dan
beberapa hadits Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam yang shahih.
Empat Imam Madzhab dan lainnya telah sepakat bahwa jihad fii
sabiilillaah hukumnya adalah fardhu kifayah, apabila sebagian kaum
Muslimin melaksanakannya, maka gugur (kewajiban) atas yang lainnya.
Kalau tidak adayang melaksanakan-nya maka berdosa semuanya. Para ulama
menyebutkan bahwa jihad menjadi fardhu ain pada tiga kondisi:
Pertama: Apabila pasukan Muslimin dan kafirin (orang-orang kafir)
bertemu dansudah saling berhadapan di medan perang, maka tidak boleh
seseorang mundur atau berbalik.
Kedua: Apabila musuh menyerang negeri Muslim yang aman dan
mengepungnya, maka wajib bagi penduduk negeri untuk keluar memerangi
musuh (dalam rangka mempertahankan tanah air), kecuali wanita dan anak-
anak.
Ketiga: Apabila Imam meminta satu kaum atau menentukan beberapa
orang untuk berangkat perang, maka wajib berangkat. Dalilnya adalah surat
at-Taubah: 38-39.Jihad diwajibkan atas:
1. Setiap Muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Mempunyai kemampuan untuk berperang
7.Mempunyai harta yang memncukupi baginya dan keluarganya selama
kepergiannya dalam berperang.
Bagi kaum wanita tidak ada jihad, jihad mereka adalah haji dan umrah.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam dari Aisyah
Radhiyallahuanha, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah
Shallallahualaihiwa sallam: “Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita wajib
berjihad? Rasulullah Shallallahu„alaihi wa sallam menjawab: Ya, kaum
wanita wajib berjihad (meskipun) tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu
(ibadah) haji dan umrah”.
Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk
perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan,
seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili
Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut
terutama dipicu oleh kezaliman kaum Qurais yang melanggar hak hidup
kaum Muslimin yang beradadi Makkah (termasuk perampasan harta
kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).
“ Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-
orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang
semuanyaberdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini
(Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi
Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”. (QS An-
Nisa :75)Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak
mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk
penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan. bukan dalam bentuk
terorisme, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul,
kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang
bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah dimuka bumi."Perangilah orang-
orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepadahari kemudian
dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan olehAllah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah-
islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka,
sampaimereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan
tunduk."
BAB III
KESIMPULAN
1. Islam dan Tradisi atau Budaya di Indonesia sekarang masih cenderung
sinkretik,tarik menarik antara nilai-nilai luhur Islam dengan budaya lokal.
Kategorisasinyayang banyak di kritik banyak peneliti sesudahnya adalah
priyayi, santri, danabangan.
2. Paham Fundamentalisme dalam Islam yaitu paham yang fitrahnya adalah
Islamyang lurus, namun banyak sekali orang-orang yang berpemahaman
ini kurang berfikir luas. Dalam arti masih berpandangan yang sempit.
Paham Fundamentalisini, mengajarkan pada banyak orang tentang
eksistensi agama dalam kehidupan.Seolah-olah orang yang berpemahaman
fundamentalis ini adalah yang keras, bahkan dikaitkan dengan terorisme
yang kini sedang hangat dibicarakan di berbagai media massa. Padahal
jika kita paham dengan itu, maka akan mengetahui mana yang harus kita
lakukan dan mana yang harus kita tinggalkan, pastinya harus sesuai
dengan Firman Alloh. Jihad misalnya, sudah jelas perintahAlloh kepada
kita tentang jihad, namun kita masih enggan untuk berjihad.Memang
sebagian orang mengatakan bahwa jihad itu tidak selalu dengan
peperangan namun dengan akal fikiran.Contoh arti ayat Al-qur‟an yang
menerangkan tentang kewajiban berjihad ialah diantaranya.
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah[612]. Jika mereka berhenti (dari kekafiran),
maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”.
3. Tendensi kaum modernis ialah,cara-cara yang dapat diakukan oleh
paramuslimin, dalam melawan musuh. Misalnya, merubah pola pikir, yang
awalnyakonvensional, menjadi pola pikir yang berorientasi.
4. Jihad fi sabilillah dalam islam harus jelas. Apa yang harus jelas itu? Ya
harus jelassegala sesuatunya, dan harus mengikuti contoh Rosul. Jihad
Rosululoh, yaituharus jelas pihak-pihak yang dituju dalam berperang,
alasan pun sebagai prioritasyang harus terpenuhi dalam berperang.
DAFTAR PUSTAKA
http://fanny.staff.uns.ac.id/meluruskan_paham_fundamentalisme_agama_html
http://michailhuda.multiply.com/journal/item/80/ARUS_PEMIKIRAN_DALAM_
ISLAM_html Abd Hakim, Tatang dan Mubaruk,Jaih .2011. Metodologi Studi
Islam: Bandung.PT Remaja Rosdakarya.Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban
Islam: Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai