Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

METODOLOGI STUDI ISLAM


“Islam Dan Dunia Kontemporer”

Dosen Pengampu : Junaidah , M.A

Disusun Oleh :

Amelia Wulandari 1611090157


Rani Septiyeni 1611090108

Kelompok 8
Kelas : FISIKA IIB

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

‫سمم ام الرريحمممن الررمحييمم‬


‫بم ي‬
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Islam Dan Dunia Kontemporer” dengan tepat waktu. Tidak lupa
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan
inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima
kasih kepada Ibu Junaidah, M.A selaku dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi
Islam yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini,
orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim
kelompok 8 yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah
ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya
dan pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan
dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada
waktu mendatang.

Bandar Lampung, 17 April 2017

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia adalah Negara yang masyarakatnya sebagian besar beragama islam,
sehingga sudah selayaknya menempatkan diri dalam membangun peradaban islam. Mau
tidak mau suatu peradaban tersebut akan terbentuk oleh umatnya.
Perkembangan islam yang ada di indonesia tidak terlepas dari pengaruh
perkembangan islam di belahan bumi lain. Kalau kita mau mengamati secara mendalam
akan perkembangan islam di Indonesia maka kita harus mengamati mulai dari islam
masuk, penyebaran, pengamalan, perkembangan dan kondisi yang kita alami sekarang
di indonesia. Sebab, peristiwa sejarah merupakan problematika yang meliputi dimensi
waktu masa lampau, sekarang dan masa yang akan dating.
Meskipun islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad,
namun pemahaman dan penghayatan keagamaan kita masih cenderung sinkretik; tarik-
menarik antara nilai-nilai luhur islam dengan kebudayaan. Terlebih lagi ketika
dihadapkan dengan kemajuan perkembangan zaman, yang lebih dikenal dengan istilah
globalisasi. Dimana agama islam harus dapat menunjukan eksistensinya, baik bagi
penganut agama islam itu sendiri maupun manusia pada umumnya.
Oleh karena itu, perlu sekali diketahui sekaligus dipahami oleh para pemeluk
agama islam itu sendiri, bagaimana islam pada dunia kontemporer (masa sekarang ini),
baik dalam ruang lingkup yang bersifat tradisionalis, modernis, revivalis-
fundamentalisme dan transformatif. Karena apabila para pemeluk agama islam itu
sendiri tidak dapat memahami sekaligus mengetahui apa itu islam dan bagaimana
perkembangan islam itu sendiri pada dunia kontemporer ini, maka biasa saja akan
mungkin terjadi dimana agama islam itu sendiri tinggallah sebuah nama.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, penulis dapat merumuskan masalah antara lain sebagai
berikut:
 Bagaimana Islam dan tradisi di Indonesia sekarang?
 Bagaimana reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi?
 Bagaimana reaksi pemikiran tradisionalis, modernis, revivalis-fundamentalis, dan
transformatif ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah yang berjudul “Islam Dan Dunia Kontemporer”, antara lain
sebagai berikut:
 Untuk mengetahui bagaimana Islam dan tradisi di Indonesia sekarang.
 Untuk mengetahui bagaimana reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi.
 Untuk mengetahui bagaimana reaksi pemikiran tradisionalis, modernis, revivalis-
fundamentalis, dan transformatif.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Islam Dan Tradisi Di Indonesia

Meskipun Islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad,
pemahaman dan penghayatan kita masih cenderung sinkretik; tarik menarik antara nilai-
nilai luhur Islam dengan budaya local.
Meskipun banyak mendapat kritik dari banyak pihak, Clifford greetz dipandang
telah berhasil mengkategorisasi islam di Indonesia dalam bukunya yang sering dirujuk
para penulis sesudahnya, yaitu The religion of java.
Kategorisasinya yang banyak dikritik banyak peneliti sesudahnya adalahpriyayi,
santri dan abangan. Kategorisasi tersebut dipandang “keliru” karena patokan (ugeran)
yang digunakan dinilai tidak konsisten. priyayi tidaklah sama dengan kategori santri dan
abangan. Priyayi adalah kelas social yang lawannya adalah wong cilik atau proletar.
Oleh karena itu, baik dalam golongan santri maupun dalam golongan abangan terdapat
priyayi (elite) maupun wong cilik. Kritik tersebut, antara lain dikemukakan oleh Zaeni
Muchtarom dalam karyanya, santri dan abangan di jawa (1988).
Paling tidak di Indonesia terdapat dua penelitian yang dilakukan secara
mendalam yang menjelaskan hubungan tradisi lokal dengan Islam. Pertama penelitian
yang dilakukan Clifford Greetz yang hasil penelitiannya pertama kali diterbitkan di
Amerika pada tahun 1960) Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Howard M federspiel
tentang persatuan Islam (PERSIS) yang diterbitkan di Newyork pada (1970).1

1 Hakim, Atang Abd. &Mubarok, METODOLSTUDI ISLAM.(Bandung;PT REMAJA ROSDA


KARYA,2011)hal 120
Dalam dua karya tersebut dielaborasi tradisi yang berkembang ketika itu.
Clifford Greetz (1964: 16-25), misalnya menggambarkan kepercayaan masyarakat pada
dunia metafisik, seperti kepercayaan masyarakat terhadap memedi, lelembut, dan demit.
Di samping itu Ia juga menjelaskan tentang upacara atau slametan yang berhubungan
dengan kelahiran, yaitu tingkeban (upacara yang dilakukan ketika seorang istri telah
hamil tujuh bulan), dalam tradisi orang sunda, kebiasaan ini disebut nujuh bulan,
babaran atau brokokan (upacara kelahiran itu sendiri); pasaran (upacara yang dilakukan
stelah lima hari melahirkan); dan pitonan (slametan yang dilakukan setelah tujuh bulan
lahir). Di samping itu, masih ada upacara yang boleh dilakukan atau tidak , yaitu
telonan (upacara tiga bulan kehamilan pertama); selapanan (upacara satu bulan
kehamilan pertama) dan taunan (upacara stau tahun setelah melahirkan)(Cliffird Geertz
1964:38)
Dalam merespon tradisi yang berkembang di masyarakat tersebut, secara
umum , umat islam dapat dibedakan menjadi dua :pertama “kaum Tua” dan kedua
“kaum Muda” adalah ulama pendukung perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran
dan praktik keagamaan di Nusantara. Sedangkan “kaum Tua” adalah ulama yang
menentang perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh “Kaum Muda” dan
mempertahankan system keagamaan di Indonesia yang dinilai telah mapan.
“Kaum Tua” meyakini kebenaran yang dikemukakan dalam ajaran-ajaran ulama
besar zaman klasik dan zaman pertengahan seperti, Al-Ghazali, Al-Asy’ari dan Al-
Maturidi dalam bidang teologi, dan iman-iman dari madzhab-madzhab besar dalam
bidang hukum islam tidak berubah. Bagi “Kaum Tua”, kebenaran tidak perlu dikaji
ulang, sebab kebenaran tidak pernah diubah karena perubahan waktu dan kondisi
(Howard M Federspiel, 1996:60). Sedangkan “Kaum Muda” bersikap sebaliknya, merka
menentang keras praktik-praktik tasawuf, ketaatan terhadap matzhab-matzhab teologi
dan hukum islam,”Upacara ritual yang tidak otoritatif”, dan doa yang dimaksudkan
untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia (Howard M Federspiel, 1996:60).
Begitulah pertentangan ulama Indonesia dalam dalam merespom tradisi yang
berkembang dimasyarakat. Dengan masih berkembangnya tradisi-tradisi seperti yag
telah disebutkan, terutama dalam praktik keagamaan masyarakat di pedesaan ,
menunjukan dominasi “Kaum Tua” masih cukup lestari dan masih cukup kuat.2

Selain itu masih banyak lagi budaya yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu,
yang faktanya hingga sekarang masih terdapat masyarakat Islam yang mengamalkan
budaya tersebut. Meskipun zaman sudah modern,tetapi sebagian dari mereka enggan
melepaskan budaya leluhur mereka. Karena mereka menganggap bahwa budaya itu
harus tetap dilestarikan, meskipun banyak lembaga yang tidak sepakat dengan
pengamalan budaya tersebut. Contoh: Muhammadiyah dan Persis, yang berusaha
melakukan pembaruan dengan melepaskan umat dari pengaruh-pengaruh non-Islam,
akan tetapi gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan Nahdliyyin yang tetap pada
pendiriannya dalam melestarikan kebudayaan leluhur mereka (Atang dan Mubarok,
2katan Muhammadiyah dan Persis bukan semata-mata ingin menghancurkan para
pelestari budaya leluhur, melainkan untuk menyempurnakan amalan Islam yang
sesungguhnya, yang telah dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, Nabi
seluruh alam. Sebenarnya Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk
melakukan aqiqah, jika lahirnya anak dari pernikahan suami dan istri, dan itu pun
hukumnya sunnah, dilaksanakan ketika bayi berusia tujuh hari dari kelahirannya, untuk
bayi laki-laki aqiqahnya menyembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi
perempuan aqiqahnya dengan menyembelih seekor saja. Tapi yang menjadi pertanyaan
mengapa para pendahulu kita mengadakan budaya slametan kelahiran anak yang begitu
banyak sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Padahal Nabi SAW
menganjurakan hanya satu kali slametan, yaitu aqiqah. Terlihatlah bahwa Islam
menganugerahkan kemudahan pada penganutnya.

Dan Jepang, yang amat maju di bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuannya di
zaman sekarang ini. Sungguh umat Islam sekarang sudah tidak peduli dan merasa puas

2 Atang Abd. &Mubarok .MOTODOLSTUDI ISLAM.(Bandung;PT REMAJA ROSDA


KARYA,2010)hal 122
dengan kejayaan yang pernah diraih oleh umat Islam terdahulu, seharusnya kita rebut
kembali kejayaan iptek itu, bukan hanya menggunakan tetapi harus bisa menciptakan.
Di Jepang, seorang murid SD sudah bisa merakit komputer, sedangkan kita hanya user
computer saja, bahkan ada sebagian yang belum mampu Akan tetapi kebudayaan
leluhur tersebut bisa dilestarikan, apabila forumnya bertujuan untuk shodaqoh dan
bukan atas dasr kepercayaan pada hal-hal yang mistis, misalkan: “wah jika tidak
melakukan tingkeban, brokokan, pasaran, dan pitonan nanti sang bayi akan diganggu
oleh lelembut niiiih”. Yang akhirnya memaksa untuk menerapkan budaya itu meskipun
keadaan ekonomi keluarga itu minimum. Padahal amalan yang terbaik ketika hamil
adalah sholat, membaca dan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran pun sudah
cukup. Jika dikaji lebih mendalam, Al-Quran sangat berpengaruh besar dalam
perkembangan janin.

Dengan adanya pertikaian amalan budaya ini, maka lahirlah dua kaum, yaitu
kaum tua yang cenderung statis, tidak mau mengalami perubahan dalam suatu ajaran.
Menurut Howard M. Federspiel dalam Atang dan Mubarok (2010: 192-193) kaum tua
meyakini bahwa kebenaran yang dilakukan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman
klasik dan zaman pertengahan tidak berubah, sehingga kebenarannya tidak perlu dikaji
ulang, mereka menuduh bahwa orang-orang yang menentang mereka adalah orang kafir
dan terkutuk, dan mereka yang tertuduh adalah kaum muda. Jadi sudah jelas bahwa
kaum muda adalah kaum yang mendukung perubahan radikal dalam pemikiran dan
praktik di nusantara.3

3 Hakim, Atang Abd. &Mubarok, Jaih.MOTODOLSTUDI ISLAM.(Bandung;PT REMAJA ROSDA


KARYA,2011)hal 192-193
2.2 Islam dan Tantangan Modernitas
Kata pembangunan dan modernisasi menjadi kata yang teramat sering
dipergunakan dan mengambil tempat yang tetap dan luas dalam masyarakat kita setelah
orde baru muncul mengganti orde lama. Sebelum tahun 1966, yang dikenal sebagai
kurun pemerintahan orde lama, kata yang sering dipakai dalam seluruh lapisan
masyarakat adalah kata”Revolusi”. Orang jika tidak mengucapkan kata revolusi, kata
yang dianggap kramat itu, seakan-akan tidak atau kurang loyal kepada pemerintah.
Orang yang tidak menyebut kata revolusi , selain merasa kurang mantap, juga khawatir
akan dicap sebagai “kontra revolusi”. Pada masa orde lama, revolusi benar-benar telah
menjadi panglima dan jargon politik yang dipergunakan secara luas dan efektif.

 Modernisasi, Westernisasi dan Penggunaan Unsur-Unsur Budaya Barat


Konsep modernisasi telah dikemukakan oleh para ahli. Soedjatmoko
mendefinisikan modernisasi sebagai “menambah kemampuan suatu system sosial untuk
menanggulangi tantangan-tantangan serta persoalan-persoalan baru yang dihadapinya,
dengan penggunaan secara rasional dari pada ilmu dan teknologi atas segala sumber
kemampuannya. Bwrtolak dari definisi ini, sebenarnya modernisasi dan pembangunan
sebagai suatu proses selalu terjadi dan ada pada setiap zaman, dan tidak hanya terjadi
pada abad ke-20 Ini. Proses ini dapat dilihat dari sejarah perjalanan bangsa-bangsa di
beberapa belahan dunia ini.
Antara abad ke-2 SM sampai abad ke-2 Sesudah Masehi, kerajaan Romawi
menentukan konstelasi dunia. Dalam kurun waktu ini, banyak kerajaan di sekitar Laut
Mediteran, kerajaan-kerajaan di Eropa Tengah dan Eropa Utara menyesuaikan diri
dengan kehidupan ekonomi, politik dan kebudayaan yang ditentukan oleh kerajaan
Romawi.
Dalam perkembangan selanjutnya, antara abad ke-8 sampai abad ke-13
Masehi, Daulat Islam baik Daulat Abbasiyah di timur yang berpusat di Baghdad
maupun Daulat Ummayah di Barat yang berpusat di Cordoba (Andalusia/Spanyol)
menentukan konstelasi dunia. Dalam abad-abad tersebut, banyak kerajaan-kerajaan
terutama kerajaan kristen di Eropa yang menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi,
politik dan kebudayaan yang ditentukan oleh Daulat Islam.
Pada abad ke-20, konstelasi dunia ditentukan oleh negara-negara besar yangh
telah memperoleh kemajuan pesat dibidang ekonomi. Sebelum perang dunia kedua,
negara itu adalah negara-negara di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Setelah perang
dunia kedua, kekuatan-kekuatan yang menentukan konstelasi negara lebih bervariasi,
yaitu negara-negara yang tergabung dalam Pasaran Besar Eropa, Amerika Serikat, Uni
Soviet dan Jepang. Pengaruh dominan dari Barat inilah agaknya yang membawa
masyarakat indonesia yang kurang kritis telah mengasosiasikan dan bahkan
mengidentikkan pembangunan dan modernisasi dengan westernisasi.
Westernisasi adalah mencontoh dan mengambil alih cara hidup Barat (orang
Amerika Serikat dan Eropa Barat). Dalam hubungan ini perlu ditambahkan bahwa
proses westernisasi biasanya diikuti oleh proses sekularisasi. Suatu masyarakat yang
telah terwesternisasi akan menjadi masyarakat yang sekuler dimana pandangan-
pandangan dan aspirasi agama serta moral ditinggalkan dan hanya mementingkan
kehidupan material, duniawi dan kebendaan.
Sekarang apakah yang dimaksud dengan penggunaan unsur-unsur kebudayaan
barat itu? Konsep ini secara mudah dapat diterangkan dengan mengambil contoh
teknologi barat sebagai unsur kebudayaan yang sangat penting pada zaman modern ini.
Secara faktual, banyak negara-negara berkembang atau negara Dunia Ketiga yang telah
“membeli”, mempergunakan dan mengadaptasi teknologi Barat dalam meningkatkan
usaha-usaha pembangunan dan modernisasi mereka
 Sikap Islam Terhadap Modernisasi, westernisasi dan Penggunaan Unsur-Unsur
Budaya Barat.
Pertama, Islam menerima, bahkan mendorong dan mengajarkan pemeluknya
untuk melakukan pembangunan dan modernisasi. Kedua, Islam dapat menerima
penggunaan unsur-unsur kebudayaan barat. Tentu saja unsur-unsur budaya yang selaras
dengan nilai-nilai Islam seperti teknologi yang memang sangat diperlukan tidak saja
oleh negara-negara Islam, tetapi juga oleh negara-negara berkembang lainnya dalam
rangka mempercepat dan memacu laju pembangunan dan modernisasi
mereka. Ketiga, Islam tidak menerima atau menolak westernisasi karena banyak cara
hidup dan nilai-nilai Barat yang tidak cocok dan bertentangan dengan Islam.4

4 Ismail, Faisal.ISLAM Transformasi Soaial dan Kontinuitas Sejarah.(Yogyakarta;Pt Tiara


Wacana Yogya.2001) hal 34-40
2.3 Reaksi Pemikiran Islam Terhadap Globalisasi
Sekarang ini dunia dengan perkembangan mutakhir di bidang teknologi
komunikasi hamper tidak memiliki batas yang jelas, satu peristiwa yang terjadi di Eropa
atau Amerika Serikat, secara langsung kita dapat menyaksikannya dirumah kita sendiri
di Indonesia. Sayangnya ,seperti yang telah dielaborasikan dalam pembahasan
mengenai sembangan Islam terhadap peradapan dunia. Umat Islam sekarang ini berada
pada posisi yang sangat menghawatirkan. Diantara mereka, ada yang cukup maju tapi
terdapat sebagai user teknologi, bukan pencipta teknologi; lebih parah lagi,kebanyakan
umat Islam banyak yang terlambat dalam mengikuti perkembangan teknologi tersebut,
diantara merka masih ada yang belum mampu mengoperasikan computer, internet, dan
beberapa produk teknologi lainnya
Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat
Islam menjadi kelompok yang terbelakang. Mereka hampir diidentikkan dengan
kebodohan, kemiskinan, dan tidak berperadaban. Sedangkan di sisi lain umat agama lain
begitu maju dengan berbagai teknologi, dari teknologi pengamatan terhadap luar
angkasa hingga teknologi pertanian atas dasar itulah, terjdi berbagai reaksi tyerhadap
kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan transformatif.
1. Tradisionalis
Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan
dan rencana Tuhan. Hanya tuhan yang Maha Tau tentang arti dan hikmah di balik
kemunduran dan keterbelakangan umat Islam. Makhluk, termasuk umat Islam, tidak tau
tentang gambaran besar sekenario tuhan, dari perjalanan panjang umat manusia.
Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam dinilai sebagai ujian atas keimanan, dan
kita tidak tahu malapetaka apa yang terjadi dibalik kemajuan dan pertumbuhan umat
manusia (Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:11).
Akar teologi pemikiran tradisionalis bersandar pada aliranAhl al-sunnah
wa al-Jama’ah, terutama aliran ‘Asy’ariyah, yang juga merujuk kepada aliran jabariyah
mengenai prederteminisme (takdir), yakni bahwa manusia harus menerima ketentuan
dan rencana tuhan yang telah terbentuk sebelumnya. Paham Jabariyah yang dilanjutkan
oleh aliran ‘Asy’ariyah ini, menjelaskan bahwa manusia tidak memiliki free will unhtuk
menciptakan sejarah mereka sendiri. Meskipun manusia didorong untuk berusaha,
akhirnya Tuhan jualah yang menentukan.
Cara berfikir Tradisionalis tidak hanya terdapat di kalangan muslim
pedesaan atau yang diidentikkan dengan NU, tapi sesungguhnya pemikiran tradisionalis
terdapat di berbagai organisasi dan berbagai tempat. Banyak dianatara mereka yang
dalam sector kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan yang sangat modern, dan
mengasosiasikan diri sebagai golongan modernis, namun ketika kembali kepada
persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia, merka sesungguhnya lebih
layak dikategorikan sebagai golongan tradisionalis (Mansour Fakih dalam Ulumul
Qur’an, 1997:11).
2. Modernis
Pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian yang identik atau
hamper identik dengan pengertian rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan
pola berpokir dan tata kerja lama yang tidak akliyah (rasional), dan menggantinya
dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliyah (rasional). Jadi sesuatu dapat
disebut modern, kalau ia bersifat rasional, ilmiah dan bersesuaian dengan hokum-hukum
yang berlaku dalam alam.5
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat Islam lebih banyak
disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teologi mereka. Mereka
menyerang teologi Sunni (‘Asy’ariyah) yang dijuluki sebagai teologi fatalistik
(Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:11).
Pandanagn kaum modernis merujuk p-ada pemikiran modernis Mu’tazilah, yang
cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu al-
Khamsah. Bagi Mu’tazilah, manusia dap;at menentukan perbuatannya sendiri. Ia hidup
tidak dalam keterpaksaan (Jabbar).Akar teologi Mu’tazilahdalam bidang af’al al-‘ibad
(perbuatan manusia) adalah Qadariah sebagai anti tesis dari jabariyyah

5 Madjid, Nurcholis.ISLAM, KEMODERNAN DAN KEINDONESIAAN.(Bandung;Penerbit


Mizan,1998) hal172
Di Indonesia, gerakan rasionalis pernah mempengaruhi Muhammadiyah
sebelum perang dunia kedua. Agenda mereka dalah pemberantasan takhayul, bid’ah dan
khurafat; dan berlomba dalam kebaikan. Oleh karena itu mereka juga dikenal sebagai
golonagn purfikasi (Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:11).
3. Revivalis-fundamentalis
Kecenderungan umat Islam ketiga dalam menghadapi globalisasi adalah
revivalis. Revivalis menjelaskan factor dalam (internal) dan factor luar (eksternal)
sebagai dasar analisis tentang kemunduran umat Islam.
Bagi revivalis umat Islam terbelakang, karena mereka justru menggunakan
ideology lain atau “isme” lain sebagai dasar pijakan dari pada menggunakan Al-Qur’an
sebagai acuan dasaar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa Al-Qur’an pada
dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna sebagai dasar
bermasyarakat dan bernegara. Di samping itu mereka juga memandang isme lain seperti
marxisme, kapitakisme dan zionisme sebagai ancaman. Globalisasi dan kapitalisme bagi
mereka merupakan salah satu agenda barat dan konsepo non Islami yang dipaksakan
kepada masyarakat muslim. Mereka menolak kapitalisme dan globalisasi karena
keduanya dinilai berakar pada paham liberalism. Karena itulah, merka juga disebut
kaum fundamentalis, mereka di pinggirkan sebagai ancaman bagi kapitalisme.
(Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:12).
4. Transformative
Gagasan transformative merupakan alternative dari ketiga respon umat Islam di
atas. Mereka penggagas (transformative) percaya bahwa keterbelakangan umat Islam
disebabkan oleh ketidakadilan system dan struktur ekonomi, politik dan kultur. Ini
adalah proses panjang penciptaan ekonomi yang tidak eksploitatif, polotik tanpa
kekerasan, kultur tanpa dominasi dan hegemoni, serta penghormatan terhadap hak-hak
asasi manusia (human right). Keadilan menjadi prinsip fundamental bagi penganut
transformative. Focus kerja mereka adalah mencari akar teologi, metodologi, dan aksi
yang memungkinkan terjadinya transformasi social. (Mansour Fakih dalam Ulumul
Qur’an, 1997:13).6

6 Hakim, Atang Abd. &Mubarok, Jaih.MOTODOLSTUDI ISLAM.(Bandung;PT REMAJA ROSDA KARYA,1999)hal 120
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sekarang ini dunia dengan perkembangan mutakhir di bidang teknologi


komunikasi hamper tidak memiliki batas yang jelas, satu peristiwa yang terjadi di Eropa
atau Amerika Serikat, secara langsung kita dapat menyaksikannya dirumah kita sendiri
di Indonesia. Sayangnya ,seperti yang telah dielaborasikan dalam pembahasan
mengenai sembangan Islam terhadap peradapan dunia. Umat Islam sekarang ini berada
pada posisi yang sangat menghawatirkan. Diantara mereka, ada yang cukup maju tapi
terdapat sebagai user teknologi, bukan pencipta teknologi; lebih parah lagi,kebanyakan
umat Islam banyak yang terlambat dalam mengikuti perkembangan teknologi tersebut,
diantara merka masih ada yang belum mampu mengoperasikan computer, internet, dan
beberapa produk teknologi lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abd. &Mubarok, Jaih.2011.METODOLOGI STUDI
ISLAM. Bandung;PT REMAJA ROSDA KARYA.

Madjid,Nurcholis.1998.ISLAM, KEMODERNAN DAN


KEINDONESIAAN.Bandung;Penerbit Mizan.

Anda mungkin juga menyukai