Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM

ISLAM DAN KONTEMPORER

Kasmidar
Ulfa Utari

DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Arafah Ibrahim, M.Ag.

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua,
sehingga kami selaku team penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada utusan-Nya yang termulia, yakni Nabi Muhammad
SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.

Kami selaku penyusun sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih
terdapat kesalahan maupun kekeliruan. Oleh karenanya, kami sangat mengharapkan masukkan dan
saran yang membangun dari para pembaca. Sehingga kami dapat belajar dari kesalahan tersebut dan
dapat memperbaikinya di kemudian hari.

Akhirnya kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan para pembaca
yang telah berkenan membaca, memberikan saran maupun kritikkannya. Semoga semua ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amien….!

Banda Aceh, 2 Juli 2020

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia adalah Negara yang masyarakatnya sebagian besar beragama islam, sehingga sudah
selayaknya menempatkan diri dalam membangun peradaban islam. Mau tidak mau suatu peradaban
tersebut akan terbentuk oleh umatnya.

Perkembangan islam yang ada di indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan islam di
belahan bumi lain. Kalau kita mau mengamati secara mendalam akan perkembangan islam di Indonesia
maka kita harus mengamati mulai dari islam masuk, penyebaran, pengamalan, perkembangan dan
kondisi yang kita alami sekarang di indonesia. Sebab, peristiwa sejarah merupakan problematika yang
meliputi dimensi waktu masa lampau, sekarang dan masa yang akan dating.

Meskipun islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad, namun pemahaman
dan penghayatan keagamaan kita masih cenderung sinkretik; tarik-menarik antara nilai-nilai luhur islam
dengan kebudayaan. Terlebih lagi ketika dihadapkan dengan kemajuan perkembangan zaman, yang
lebih dikenal dengan istilah globalisasi. Dimana agama islam harus dapat menunjukan eksistensinya, baik
bagi penganut agama islam itu sendiri maupun manusia pada umumnya.

Oleh karena itu, perlu sekali diketahui sekaligus dipahami oleh para pemeluk agama islam itu
sendiri, bagaimana islam pada dunia kontemporer (masa sekarang ini), baik dalam ruang lingkup yang
bersifat tradisionalis, modernis, revivalis-fundamentalisme dan transformatif. Karena apabila para
pemeluk agama islam itu sendiri tidak dapat memahami sekaligus mengetahui apa itu islam dan
bagaimana perkembangan islam itu sendiri pada dunia kontemporer ini, maka biasa saja akan mungkin
terjadi dimana agama islam itu sendiri tinggallah sebuah nama.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, penulis dapat merumuskan masalah antara lain sebagai berikut:

Bagaimana Islam dan tradisi di Indonesia sekarang?

Bagaimana reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi?

Bagaimana reaksi pemikiran tradisionalis, modernis, revivalis-fundamentalis, dan transformatif?


1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah yang berjudul ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER, antara lain sebagai berikut:

Untuk mengetahui bagaimana Islam dan tradisi di Indonesia sekarang.

Untuk mengetahui bagaimana reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi.

Untuk mengetahui bagaimana reaksi pemikiran tradisionalis, modernis, revivalis-fundamentalis, dan


transformatif.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Islam dan Tradisi di Indonesia Sekarang

Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern) dan tidak lama lagi akan memasuki
milennium ketiga, keberagaman kita tidak sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang
diwariskan oleh para pendahulu kita. Sekarang ini, baik di perkotaan mupun di pedesaan, kita masih
menyaksikan upacara-upacara seperti; nujuh bulan (upacara yang dilakukan ketika seorang istri telah
hamil tujuh bulan), babaran (upacara kelahiran itu sendiri), pasaran (upacara yang dilakukan lima hari
setelah melahirkan), dan pitonan (slametan yang dilakukan tujuh bulan setelah lahiran), meskipun tidak
sepenuhnya sama.

Amaliah keagamaan kita di masyarakat dapat dilihat dari upacara nujuh bulan, dengan menyediakan
makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar dan sekaligus memberi nama anak
yang dilahirkan dengan membaca al-Barjanzi. Penggantian nama anak biasanya dilakukan karena anak
yang bersangkutan sering sakit, dan anak tersebut akan sembuh apabila namanya diganti. Dalam
penggantian nama pun dilakukan slametan lagi.

Begitu pula dengan upacara kematian, di daerah Betawi terdapat tradisi yang sangat berbeda dengan
tradisi di Bandung. Di Betawi, apabila seseorang meninggal dunia, keluarga tersebut menyelenggarakan
pembacaan Al-Qur’an yang lamanya bergantung pada usia yang meninggal. Lain halnya dengan
kebiasaan di Bandung Timur. Upacara yang berhubungan dengan kematian seseorang dilakukan apabila
ekonomi keluarga yang meninggal itu termasuk kelas menengah ke atas, keluarga yang ditinggalkan
menyembelih kerbau kemudian daging kerbau tersebut dibagikan kepada masyarakat sekitar (sekitar
tahun 1989 di Cileunyi Kulon masih didapatkn peristiwa ini), meskipun sekarang upacara itu hampir tidak
pernah terjadi. Akan tetapi, masih banyak lagi berbagai macam jenis upacara keagamaan yang masih
sangat kental dan sering dilaksanakan oleh kalangan masyarakat.

2.2. Pengaruh Globalisasi Terhadap Islam

Sekarang ini, dunia dengan perkembangan mutakhir dibidang teknologi komunikasi hampir tidak
memiliki batas yang jelas; satu peristiwa yang sedang terjadi di Eropa atau Amerika serikat, secara
langsung kita dapat menyaksikannya di rumah kita sendiri di Indonesia. Sayangnya, umat islam sekarang
ini berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. Di antara mereka, ada yang cukup maju tapi
terbatas sebagai pengguna teknologi, bukan pencipta teknologi; lebih parah lagi, kebanyakan umat islam
banyak yang sangat terlambat dalam mengikuti perkembangan teknologi tersebut, di antara mereka
masih ada yang belum mampu mengoperasikan computer, internet, dan beberapa produk teknologi
lainnya.

Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat islam menjadi menjadi
kelompok yang terbelakang. Mereka hampir diidentikkan dengan kebodohan, kemiskinan, dan tidak
mau berperadaban. Sedangkan di sisi lain, umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi. Atas
dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum,
reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan
transformatif.

[1]

1. Tradisionalis

Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana Tuhan.
Hanya Tuhan yang maha tahu tentang arti dan hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat
islam. Makhluk, termasuk umat islam, tidak tahu tentang gambaran besar skenario Tuhan, dari
perjalanan panjang umat manusia. Kemunduran dan keterbelakangan umat islam dinilai sebagai “ujian”
atas keimanan, dan kita tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi dibalik kemajuan dan
pertumbuhan umat manusia.

Akar teologis pemikiran tradisionalis bersandar pada aliran Ahl al-Sunah wa al-Jama’ah, terutama aliran
‘Asy’ariah, yang juga merujuk kepada aliran jabariyah mengenai predeterminisme (takdir), yakni bahwa
manusia harus menerima ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya.
Cara berfikir tradisionalis tidak hanya terdapat di kalangan muslim di pedesaan atau yang diidentikkan
dengan NU, tapi sesungguhnya pemikiran tradisionalis terdapat di berbagai organisasi dan berbagai
tempat. Banyak diantara mereka yang dalam sector kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan yang
sangat modern, namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia,
mereka sesungguhnya lebih layak dikategorikan sebagai golongan tradisionalis.

2. Modernis

Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk
mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modernis lebih mengacu
pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi lama dinilai
tidak relevan.

Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan
sikap mental, budaya, atau teologi mereka. Pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran
modernis muktazilah, yang cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal,
yaitu ushul al-khamsah.

Asumsi dasar kaum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat islam karena mereka melakukan
sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Asumsi tersebut pada dasarnya sejalan dengan aliran
developmentalisme yang beranggapan bahwa kemunduran umat islam terjadi di Indonesia karena
mereka tidak mampu berpartisipasi secara aktif di dalam proses pembangunan dan globalisasi. Oleh
karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap mental, kreativitas, budaya dn paham teologi
sebagai pokok permasalahan.

3. Revivalis-Fundamentalis

Bagi revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru menggunakan ideologi lain sebagai dasar
pijakan daripada menggunakan Al-Qur’an sabagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi
bahwa Al-Qur’an pada dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna
sebagai dasar bermasyarakat dan bernegara. Disamping itu, mereka juga memandang ideologi lain
sebagai ancaman. Globalisasi dan kapitalisme bagi mereka merupakan salah satu agenda barat dan
konsep non-islami yang dipaksakan pada masyarakat muslim. Mereka menolak globalisasi dan
kapitalisme karena keduanya dinilai berakar pada paham liberalisme. Karena itulah, mereka juga disebut
sebagai kaum fundamentalis; mereka dipinggirkan oleh kaum developmentalis karena dianggap sebagai
ancaman bagi kapitalisme. Dengan demikian, revivalis bagi kalangan developmentalis, identik dengan
fundamentalis.
4. Transformatif

Gagasan transformatif merupakan alternatif dari ketiga respons umat islam di atas. Mereka percaya
bahwa keterbelakangan umat islam disebabkan oleh ketidak adilan system dan struktur ekonomi, politik
dan kultur. Oleh karena itu, agenda mereka adalah melakukan transformasi terhadap struktur melalui
penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan kultur.
Kalangan teologi transformatif pula menyimpulkan bahwa agama dalam proses modernisasi sekarang ini
melahirkan tiga corak, yaitu:

Pertama, tampil sebagai alat rasionalisasi atas modernisasi atau modernisme, dengan melahirkan
perkembangan teologi rasional yang mengacu pada tumbuhnya kepentingan intelektualisme
sekelompok akademikus. Kedua, sebagai alat legitimasi atas nama melancarkan dan mendukung
berhasilnya program-program modernisasi. Program-program ini dirancang dan dilaksanakan secara
teknokratis berdasarkan paradigma pertumbuhn ekonomi, dan bukan untuk pertumbuhan nilai-nilai
dasar pembangunan harkat kemanusiaan sendiri. Dalam konteks seperti ini, konsep teologi yang
dominan adalah teologi paralelisme yang bersifat jusdifikatif. Ketiga, kelompok masyarakat tertentu,
terutama kaum dhuafa yang tidak terserap dalam dialog besar proses modernisasi dewasa ini, terpaksa
menghanyutkan diri dalam impian teologi eskatologis yang bersifat eskapitis. Mereka tidak jarang
menunjukkan sikap hidup fatalistis; “bahwa dunia adalah tempat bersinggah untuk minum”, bahwa
“dunia hanyalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan surga bagi orang-orang kafir”, dan lain
sebagainya.

Yang paling penting, bahwa prinsip teologi transformatif itu tidak bersifat ortodoksi dan harus terkait
dengan ortopraksis. Ia harus berwatak fasilitatif, dalam arti memberi fasilitas sebagai kerangka bacaan
melihat realitas. Juga tidak ada hubungan patronklien dalam membaca kehendak Tuhan.dan
mementingkan isi daripada bentuk ungkapan simbolis agama. Serta dengan jelas menuju cita-cita
perwujudan masyarakat muttaqin, dengan setiap orang mempunyai derajat yang setara di hadapan
kebenaran Allah SWT.

BAB III

3.1 Kesimpulan

Demikian kita telah mengetahui tentang beberapa tradisi yang sering dilakukan oleh umat islam di
Indonesia dalam kaitannya dengan dunia kontemporer ini. Sekaligus pula mengenai empat respons
umat islam dalam dunia kontemporer, yang diantaranya yaitu tradisionalis, modernis, revivalis-
fundamentalisme dan transpormatif. Dimana diantara keempat hal tersebut, masing-masing memiliki
pandangan yang berbeda dalam memberikan pernyataan tentang islm dan pemeluk agama islam
berkaitan dengan dunia kontemporer sat ini. Yang mana didalamnya membahas masalah yang
menyebabkan terjadinya keterbelakangan sekaligus ketertinggalan umat islam dalam masalah ilmu
pengetahuan dan komunikasi serta globalisasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Moeslim. 1995. Islam Transpormatif. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Hakim, Atang Abd. 2006. Metodologi Studi Islam. Bandung: Rosda.


Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

1 Drs. Atang Abd. Hakim, MA. Metodologi Studi Islam, hal: 194

E-mas Galih

Anda mungkin juga menyukai