Anda di halaman 1dari 20

BAGAIMANA ISLAM MENGHADAPI TANTANGAN

MODERNISASI

Oleh Kelompok 2:

1. Ahmad Iqbal (2211002)


2. Angga Fernandes (2211008)
3. Indah Apriani (2211020)

TEKNIK INDUSTRI AGRO


(TIA 1A)

Dosen : YULI SABRI, S.Sos.I, MA

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK ATI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah PAI tentang
filosofi PAI ini.

Adapun makalah PAI tentang Bagaimana islam menghadapi tantangan modernisasi


ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada kami ucapkan kepada dosen maupun pembaca yang ingin memberi
saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah PAI ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah PAI tentang Bagaimana


islam menghadapi tantangan modernisasi ini kita dapat mengambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Padang, 29 Desember 2022

Penyusun
PEMBAHASAN

A. Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi


Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal ini
adalah anak kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya ketika
seseorang membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan membicarakan tentang
liberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara konseptual
dikaitkan dengan barat yang modern.
Dengan demikian bicara modernisasi juga mesti dikaitkan dengan barat.
Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya merupakan tantangan yang
sangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai perwujudan dari tradisionalisme
yang momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan yang sangat kentara.
Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan dunia tradisionalnya, maka yang
pertama diambil adalah liberalisme atau kebebasan untuk melakukan sesuatu dalam konteks
pragmatisme.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang menghinggapi kebanyakan
orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga menjadi pedoman unggul di dalam semua
perilakunya. Ajaran agama yang momot dengan ajaran yang membatasi kebebasan lalu
ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Agama dianggap sebagai penyebab
ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama dianggap sebagai candu masyarakat, agama
dianggap sebagai kabar angin dari langit dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak pemikiran tentang
penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk menafsirkan agama dengan
konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman tantang konteks sosial ini,
maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan seperti ditinggalkan. Jika ada teks yang
dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman, maka teks itu harus ditinggalkan. Begitulah
mereka menafsirkan ajaran agama dalam framework yang mereka kembangkan.
Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap yang
menghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun. Apa yang ada di
barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah sebuah kebaikan. Barat
adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar menjadi modern maka harus
mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga
menjadi trennya. Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua yang dari barat harus
ditolak dan disingkirkan.
Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini mendasari terjadinya
berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap mengutuk barat dengan seluruh
budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap sikap dan tindakan kaum fundamentalis.
Barat harus diperangi dengan segala kekuatan. Tidak ada alasan untuk tidak memerangi barat
yang dianggap sebagai perusak moral dan terjadinya dekandensi moral di kalangan umat
Islam. Pornografi dan pornoaksi, narkoba dan tindakan permisiveness yang melanda
masyarakat dewasa ini harus ditimpakan kepada pengaruh barat yang tidak bisa dilawan.
Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali “lawan”. Meskipun tidak imbang
perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis lalu mengembangkan perlawanan
melalui teror dan sebagainya.
Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima
dengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat
yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya
barat yang positif dan membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah produk
budaya barat yang lebih banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi menghalangi
orang untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara tentang hal-hal yang
santai sampai urusan bisnis internasional dihandle dengan teknologi HP tersebut.
Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di dalam HP
adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan tetapi kalau yang
disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL Quran, dan AL Quran itu dibaca pastilah HP
memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat.
Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana
yang dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang mudarat dari budaya
barat yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, maka umat Islam harus cerdas mengambil
sikap di tengah modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam harus menjadi
modern tetapi harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan
terhadap penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.
B. Memahami Konsep Islam tentang IPTEK, Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan
Pendidikan
Kata ilmu diambil dari bahasa Arab, alima-ya”lamu-ilman artinya mengetahui,
pengetahuan. Secara etimologis, ilmun artinya jelas, terang, baik proses perolehannya maupin
kajiannya. Kata ilmun dalam Al-Quran di ungkap sebanyak 854 kali. Kata ini digunakan
untuk mengetahui objek pengetahuan dan proses untuk mendapatkannya sehingga diperoleh
suatu kejelasan. Pengetahuan diperoleh manusia dengan cara memperdayakan panca indra
terhadap segala objek.

Dengan demikian, pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui manusian melalui


tangkapan pancaindra dan hati (al-qalb). Adapun llmu dalam arti sains atau ilmu pengetahuan
atau disebut juga pengetahuan ilmiah adalah suatu sistem pengetahuan yang menyangkut
suatu bidang pengalaman tertentu dan disusun sedemikian rupa dengan metodologi
tertentusehingga menjadi satu kesatuan. Masing- masing sistem diperoleh sebagai hasil
penyelidikan dan pengkajian yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-
metode tertentu.
Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dan disiplin ilmu lainnya. Semua
disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi Allah. Demikian juga, mulialah orang
yang mempelajari, menguasai, dan mengembangkannya. Orang yang menguasai disiplin ilmu
disebut ‘alim (jamak: ‘ulama).orang yang berilmu oleh Allah SWT akan dianugerahi
kedudukan istimewa. Perhatikan firman Allah berikut:

Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:”berlapang-


lapanglah kamu dalam majelis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:”berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al-Mujadalah, 58:11)
Dalam pandangan islam, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat urgen bagi
kehidupan uamat manusia. Tanpa menguasai IPTEK manusia akan tetap dalam lumpur
kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadap IPTEK dapat
mengubah eksistensi manusia dari yang semula manusia sebagai abdullah menjadi
khalifatullah. Oleh karena itu islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah wajib. Tanpa menguasai iptek umat manusia akan
mengalami banyak hambatan dan kesuliatan dalam menjalani kehidupan di jagat ini.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justru
diukur dari penguasaan bangsa itu terhadap iptek. Jika suatu bangsa itu menguasai iptek,
maka bangsa tersebut dikategorikan sebagai bangsa yang maju. Sebaliknya, jika suatu bangsa
itu tertinggal dalam penguasaan iptek, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang
belum maju atau biasa disebut bangsa tertinggal atau disebut bangsa berkembang. Supaya
bangsa Indonesia masuk ke dalam kelompok bangsa yang maju, maka kita wajib berusaha
sekuat tenaga untuk menguasai iptek dan mengejawantahkan iptek untuk
kemaslahatan umat manusia.

1. Bidang Seni
Seni merupakan ekspresi kesucian hati. Hati yang bening melahirkan karya seni yang
beradap, sedangkan hati yang kotor tentu melahirkan karya seni yang tidak beradap. Hidup
dengan seni menjadikan hidup menjadi indah, damai, dan nyaman. Adapun hidup tanpa seni,
menyebabkan hidup menjadi kering, gersang, dan tidak nyaman. Seni itu indah dan
keindahan adalah sifat Tuhan. Cinta kepada keindahan berarti cinta kepada Tuhan ini
disebabkan Tuhan mencintai keindahan. Dengan cintanya kepada Tuhan, Manusia dapat
mewujudkan keindahan dalam kehidupannya.
Dalam dunia modern, seni menjadi bagian penting dari modernitas. Dengan dukungan
perangkat canggih, refleksi dan produk kesenian merambah ruang- ruang keluarga dan
masyarakat, termasuk dalam dunia pendidikan tinggi dengan membawa berbagai nilai baru.
Seni dapat menjadi pisau bermata dua bila di satu sisi dapat menjadi pencerah jiwa manusia
dalam kehidupan dan di satu sisi lagi dapat mengancamnilai- nilai hakiki kemanusiaan.

2. Bidang Ekonomi
Segala bentuk transaksi yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pemasaran
barang dan jasa yang mendatangkan keuntungan finasial itu merupakan kegiatan ekonomi.
Menurut AM Saefudin (1997) ada enam pokok prekonomian, yaitu:
a. Barang dan jasa yang di produksi.
b. Sistem produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut.
c. Sistem distribusi yang berlaku diantara para pelaku ekonomi.
d. Efesiensi dalam menggunakan faktor- faktor produksi.
e. Antisipasi terhadap fluktuasi pasar mulai dari inflasi, resesi, depresi,dan lain- lain.
f. Ikhtiar manajemen produksi dan distribusi agar efesien.
Prinsip ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip ekonomi islam. Ekonomi
konvensional berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya”. Prinsip ekonomi tersebut dipergunakan oleh pedagang dan pengusaha
semata-mata untuk mencari keuntungan. Dengan modal seadanya pedagang dan pengusaha
berusaha memenuhi kebutuhan yang sebesar-besarnya atau dengan alat sekecil-kecilnya.
Pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan secra maksimal.
Dalam islam, ekonomi ialah berkorban secara tidak kikir dan tidak boros dalam rangka
mendapatkan keuntungan yang layak. Dengan demikian, pengorbanan tidak boleh sekecil-
kecilnya ataupun tertentu saja, melainkan pengorbanan yang tepat harus sesuai dengan
dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi dapat terjamin.
Kekuatan ekonomi sangat berpengaruh terhadap eksistensi dan wibawa suatu bangsa.
Dengan ekonomi yang kuat dan stabil, satu negara dapat membantu negara lain, memajukan
negara lain, dan mempunyai daya tawar politikterhadap negara lainnya. Setelah perang dingin
antara blok timur dan blok barat berakhir, maka kriteria negara kuat beralih dari ukuran kuat
secara militer ke ukuran kuat secara ekonomi. Sebuah negara dipandang kuat, bukan karena
kekuatan militernya tetapi karena kekuatan ekonominya. Sebaliknya negara itu dianggap
lemah, manakala ekonominya tidak maju, tidak stabil, dan tidak kuat, meskipun, misalnya,
secara militer kuat. Sistem ekonomi di dunia sekarang ini cenderung liberal.Karena sistem
ekonomi dunia ada yang berkiblat ke sosialis dan ada yang berkiblat ke liberalis yang
melahirkan sistem kapitalis. Sistem ekonomi Islam tidak kapitalis tetapi juga tidak sosialis.
Islam mempunyai sistem tersendiri yang berbeda dari kedua sistem.

3. Bidang Politik
Politik dalam Islam disebut siyāsah, merupakan bagian integral (tak terpisahkan) dari
fikih Islam. Salah satu objek kajian fikih Islam adalah siyāsah atau disebut fikih politik. Fikih
politik secara global membahas masalah-masalah ketatanegaraan (siyāsah dusturiyyah),
hukum internasional (siyāsah dauliyyah), dan hukum yang mengatur politik keuangan negara
(siyāsah māliyyah).
a. Siyāsah dusturiyah (hukum tata negara). Materi yang dikaji tentang cara dan metode
suksesi kepemimpinan, kriteria seorang pemimpin, hukum mewujudkan kepemimpinan
politik, pembagian kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), institusi pertahanan
keamanan, institusi penegakan hukum (kepolisian) dan lain-lainnya.
b. Siyāsah dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubungan internasional). Objek
kajiannya adalah hubungan antar-negara Islam dengan sesama negara Islam, hubungan
negara Islam dengan negara non-muslim, hubungan bilateral dan multilateral, hukum perang
dan damai, genjatan senjata, hukum kejahatan perang dan lain-lain.
c. Siyāsah māliyah (hukum politik yang mengatur keuangan negara). Kontens yang
dibahas adalah sumber-sumber keuangan negara, distribusi keuangan negara, perencanaan
anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan dan pertanggungjawaban penggunaan
keuangan negara dan pilantropi Islam.
Kesalahpahaman terhadap islam sering muncul dari ranah politik. Tidak sedikit orang
menilai bahwa islam disebarkan tiada lain dengan politik kekerasan bukan dengan cara
dakwah dan kultural. Perang, jihad, negara Islam disalahpahamisebagai metodologi dan
tujuan akhir.

4. Bidang Pendidikan
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadisnya, “Tuhanku telah mendidik aku, dan
Tuhanku memberikan pendidikan dengan cara yang amat baik kepadaku”. Sehingga tujuan
pendidikan dalam Islam adalah merealisasikan ubudiah kepada Allah baik secara individu
maupun masyarakat dan mengimplementasikan khilafah dalam kehidupan untuk kemajuan
umat manusia. Untuk mewujudkan tujuan luhur tersebut, menurut An-Nahlawi, Islam
mengemukakan tiga metode yaitu:
a. Paedagogis psikologis yang lahir dalam dirinya. Pendorongnya adalah rasa khauf dan
cinta kepada Allah, serta ketaatan untuk melaksanakan syariat-Nya karena ingin
menghindarkan kemurkaan dan azab-Nya serta mendapat pahala-Nya.
b. Saling menasihati antar-individu dan masyarakat agar menepati kebenaran dan
menetapi kesabaran. Masyarakat, yang cinta kepada syariat Allah dan segala kehormatannya,
tidak akan pernah membiarkan kemungkran dan tidak akan pernah membenarkan pengabaian
salah satu pokok-pokok ajaran Islam seperti salat, zakat, puasa, haji dan jihad.
c. Menggunakan jalur kekuasaan untuk mengamankan hukum bagi masyarakat muslim
sehingga keamanan berjalan stabil dan masyarakat menikmati keadilan hukum.
Ketiga metode tersebut saling mendukung dalam merealisasikan nilai-nilai Islami di
dalam kehidupan individu dan masyarakat. Kehidupan serupa ini, oleh An-Nahlawi
dinyatakan akan lebih mungkin mencapai kesempurnaan, kemajuan budaya, kesenangan,
kegotong-royongan, ketentraman, dan istikamah.
Kata manusia dalam Al- Quran menggunakan tiga kata yang mempunyai makna
tersendiri yaitu:
a. Basyar
Menunjuk bahwa manusia sebagai makhluk biologis. Sebagai makhluk biologis
manusia memerlukan sandang, pangan, papan, perlu menikah, berkeluarga dan keperluan
lainnya serta berbagai kebutuhan materi. Nabi Muhammad sendiri dinyatakan dalam Al-
Quran sebagai manusia biasa (basyar) yang mempunyai kebutuhan seperti manusia lainnya
yaitu butuh sandang, pangan, papan, keluarga dan lain-lain. Hanya saja Nabi Muhammad
saw. dipilih Tuhan sebagai utusan (Rasulullah) untuk menyampaikan risalah Tuhan. Itulah
sebabnya, nabi digelari al-Musthafayang artinya manusia suci pilihan Tuhan.
b. Insān
Kata insān menunjuk manusia sebagai makhluk spiritual, makhluk rohani. Kebutuhan
rohani manusia hanya akan terpenuhi dengan agama karena agama adalah fitrah manusia dan
jati diri manusia. Dengan agama, manusia hidup sesuai dengan fitrahnya sekaligus terpenuhi
kebutuhan rohaninya. Sebaliknya, tanpa agama kehidupan manusia menjadi kering
kerontang, gersang dan hampa karena tidak terpenuhi kebutuhan rohaninya. Tanpa terpenuhi
kebutuhan rohani, hidup manusia tak ada ubahnya laksana binatang yang tak mempunyai
akal. Yang diperjuangkannya hanyalah untuk bisa makan, minum, tidur dan menikah.
c. An-nās
An-nās menunjuk manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial artinya bahwa
manusia tidak akan mampu mencapai tujuan hidupnya tanpa keterlibatan orang lain.
Tujuan pendidikan dikatakan berhasil manakala proses pendidikan dilakukan dengan
cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga ranah yang ada dalam diri manusia
yaitu akal, hati, dan jasmani. Menurut Ibnu Sina manusia terdiri dari dua unsur. Pertama, al-
jism artinya jasmani manusia. Dalam bahasan sebelumnya disebut manusia sebagai makhluk
biologis atau dapat disebut makhluk jasmani. Kedua an-nafs. An-nafs mempunyai dua daya,
yaitu daya untuk berpikir namanya al-‟aql, berpusat di kepala, dan daya untuk merasa
namanya al-Qalb, berpusat di hati. Pendidikan yang benar harus menyentuh ketiga aspek
tersebut sehingga muncullah istilah at-Tarbiyah al-„Aqliyyah melahirkan kecerdasan
intelektual, at-Tarbiyyah al-Qalbiyyah (pendidikan hati) melahirkan kecerdasan spiritual dan
emosional, dan at-Tarbiyah al-Jasmaniyah artinya pendidikan jasmani melahirkan kesehatan
jasmani. Dalam pribahasa bahasa Arab disebutkan bahwa “Akal yang sehat terdapat dalam
jasmani yang sehat”. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa ketiga aspek tersebut saling
mendukung dan saling melengkapi, tidak bisabekerja sendiri-sendiri.
Pendidikan harus menyentuh tiga ranah tersebut yakni akal, hati dan fisik. Jika akal saja
yang didik dan hati diabaikan, maka akan lahir manusia cerdas secara intelektual, tetapi tidak
mempunya hati, alias tidak memiliki moral religius. Sebaliknya, jika hatinya saja yang
dididik, tentu akan lahir manusia berkarakter dan bermoral, tetapi miskin secara intelektual.
Demikian juga, kalau hanya jasmani yang didik, maka akan lahir manusia superman secara
fisik, tetapi miskin secara intelektual dan spiritual. Jika ketiga ranah yang didik, maka akan
lahir insan kamil (manusia paripurna). Harus Anda pahami bahwa pendidikan Qurani pasti
benar secara ilmiah. Sebaliknya, pendidikan yang benar secara ilmiah, akan benar pula secara
Qurani. Antara keduanya tidak boleh bertentangan.
C. Diperlukannya Prespektif Islam dalam Implementasi IPTEK, Ekonomi, Politik,
Sosial-Budayadan Pendidikan
Iptek dalam kacamata Islam tidak bebas nilai, baik secara ontologis, epistemologis
maupun aksiologis.Dalam kacamata Islam sumber ilmu itu terbagi dua yaitu:
1. Ayat qur`aniyah
Dari sumber yang pertama ini munculah berbagai disiplin ilmu, misalnya, teologi,
mistisisme, ilmu hukum, politik, ekonomi, perdata, pidana dan lainya. Ayat-ayat
qur`aniyah adalah wahyu Tuhan yang Allah berikan kepada Rasulullah, termaktub dalam
musḫaf untuk kemaslahatan umat manusia.
2. Ayat kauniah
Ayat-ayat kauniah adalah alam semesta sebagai ciptaan allah yang diteliti dengan
paradigma ilmiah dan menggunakan akal yang juga ciptaan allah. Sumbernya adalah
alam ciptaan allah, instrumennya adalah akal manusia ciptaan allah pula. Dari penelitian
akal manusia terhadap rahasia alam ciptaan allah ini, maka lahirlah ilmu-ilmu eksakta.
Anda masih ingat eksakta adalah bidang ilmu yang bersifat konkret yang dapat diketahui
dan diselidiki berdasarkan percobaan serta dapat dibuktikan dengan pasti. Implementasi
ilmu eksakta menghasilkan teknologi. Teknologi dalam tataran aksiologi jelas tidak
bebas nilai.
Demikian juga, seni yang tidak bebas nilai. Dalam tataran epistemologi seni tidak
bebas nilai sebab seni hakikatnya adalah ekspresi jiwa yang suci. Kesucian jiwa
menghasilkan karya seni yang jernih, suci, dan indah. Adapun hati yang kotor
melahirkan ekspresi seni yang kotor pula, jorok, dan tidak beradab. Secara aksiologi seni
identik dengan tekonologi yaitu tidak bebas nilai. Artinya, seni bukan untuk seni. Seni
adalah keindahan, kesucian, dan sarana untuk kembali kepada Tuhan. Jika Anda
terpesona melihat indahnya karya seni, atau mendengar merdunya seni baca Al-Quran,
serta merta keluarlah dari mulut Anda ucapan “SubḫāllāhTabārakallāhu Aḫsanal
Khāliqīn”. Artinya, „Mahasuci Allah, Mahaberkah Allah, Allah sebaik-baik pencipta.

Dalam bidang ekonomi juga terdapat riba yang harus di perhatikan oleh
masyarakat islam. Seorang pakar ekonomi islam yaitu Syafi’i Antonio menjelaskan
jenis- jenis riba, yaitu:
1. Riba qardh adalah Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang (muqtaridh).
2. Riba Jāhiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokokknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Nasī`ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya
4. Riba dalam nasī`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara
yang diserahkan satu waktu dan yang diserahkan waktu berbeda.
Dalam masalah politik, perlu Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) memang bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler.
Sungguhpun demikian, negara menjamin penduduknya untuk memeluk suatu agama dan
melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. NKRI adalah negara
demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusionalnya. Sistem demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Kedaulatan di tangan rakyat dan demokrasi merupakan sarana untuk kedaulatan
yang diamanahkan kepada wakil-wakil rakyat di parlemen. Demikian juga kedaulatan
rakyat diamanahkan kepada para para eksekutif untuk menjalankan roda pemerintahan.
Untuk meraih kepercayaan rakyat, partai politik seyogyanya menjalankan fungsinya
dengan baik dan tidak melanggar norma-norma Ilahi dan aturan main yang ditentukan.
Kekuasaan harus diraih dengan berbagai cara, tetapi tidak menghalalkan segala cara yang
diharamkan. Kehidupan demokrasi akan terasa menjadi berkah dan mendatangkan
kemaslahatan bagi segenap rakyat jika dibingkai dengan nilai-nilai keilahian. Demokrasi
akan menjadi bencana manakala para pelakunya menjauhkan diri dari nilai-nilai Ilahi.
Contohnya yang terjadi di beberapa negara Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur, Asia
Selatan dan lain-lainnya. Nilai-nilai Ilahiah yang terkandung dalam fikih siyāsah (disebut
prinsip-prinsip siyāsah) sepertinya tidak lagi dijadikan etika dalam perpolitikan mereka.
Prinsip-prinsip siyāsah antara lain:
1. Al-Amānah
Kekuasaan adalah amanah (titipan), maksudnya titipan Tuhan. Amanah tidak
bersifat permanen tetapi sementara. Sewaktu-waktu pemilik yang sebenarnya dapat
mengambilnya. Setiap yang diberi amanah akan dimintai pertanggungjawabannya. Nabi
Muhammad saw. bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggungjawaban menyangkut kepemimpinannya dan rakyat yang
dipimpinnya” (Muttafaq Alaih).

2. Al-Adalah
Kekuasaan harus didasarkan atas prinsip keadilan. Kekuasaan dalam pandangan
Islam bukanlah tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan kekuasaan, menurut
al- Mawardi adalah menjaga agama, mewujudkan kesejahteraan, dan keadilan umat.
Kekuasaan harus dijalankan di atas landasan keadilan dan untuk menegakkan keadilan
agar tujuan utama kekuasaan tercapai yaitu kesejahteraan umat.

3. Al-Hurriyyah
Al-Hurriyah artinya kemerdekaan dan kebebasan. Kekuasaan harus dibangun di atas
dasar kemerdekaan dan kebebasan rakyat yakni kemerdekaan dalam berserikat,
berpolitik, dan dalam menyalurkan aspirasinya. Adapun kebebasan adalah kebebasan
dalam berpikir dan berkreasi dalam segala aspek kehidupan.

4. Al-Musāwāh
Al-Musāwāh secara etimologis artinya „kesetaraan‟, „kesamaan‟. Siyāsah harus
dibangun di atas fondasi kesamaan dan kesetaraan. Semua warga negara mempunyai hak
dan kewajiban yang sama terhadap negara dan juga berkedudukan sama di hadapan
hukum. Tidak boleh ada diskriminasi karena gender, ras, agama dan kesukuan dalam
politik, ekonomi, budaya, hukum dan lain-lain. Negara harus menjamin semua warga
untuk merdeka dalam berpolitik dan bebas dalam kehendak dan tindakan menuju
kemaslahatan.

5. Tabadul al-Ijtima
Tabadul al-ijtima artinya tanggung jawab sosial. Siyāsah tidak lepas dari tanggung
jawab sosial. Secara individual, kekuasaan merupakan sarana untuk mendapatkan
kesejahteraan bagi para pelakunya, mewujudkan kesejahteraan bersama. Tanggung
jawab sosial dapat diwujudkan dalam bentuk pengaturan pilantropi Islam dengan baik,
misalnya, dalam membangun manajemen zakat, infak, sedekah dan wakaf, atau dalam
membuka lapangan kerja secara luas dan terbuka bagi semua lapisan masyarakat yang
membutuhkannya. Tidak mungkin urusan lapangan kerja diserahkan kepada pemerintah
saja. Lapangan kerja akan semakin luas manakala melibatkan pihak swasta.
D. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Filosofis tentang Konsep Islam mengenai
IPTEK, Politik Sosial-Budaya dan Pendidikan
Kemajuan dalam pendidikan dan penguasaan Iptek berimplikasi terhadap kemajuan
politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini secara historis dapat Anda lacak ketika dunia Islam
unggul dalam Iptek. Pada masa keemasan Islam, kekuasaan politik umat Islam semakin luas
dengan ekspansinya ke berbagai wilayah dan penguasaan dalam politik ini membawa
kemajuan dalam kehidupan ekonomi umat Islam saat itu. Kesejahteraan yang merata juga
mendorong kemajuan umat Islam dalam penguasaan Iptek. Akibatnya, dunia Islam menjadi
sangat kuat secara politik dan ekonomi yang didasari penguasaan terhadap Iptek secara
sempurna pada saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi pada masa kekuasaan Dinasti
Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria (dan kemudian berkembang pula di Spanyol)
serta zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, Irak.

Akar-akar kemajuan yang dicapai umat Islam memang telah diletakan dasar-dasarnya
oleh Rasulullah. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa menguasai ilmu itu adalah
wajib. Kewajiban yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Kalau perlu, menurut
Nabi Muhammad, kita belajar untuk dapat menguasai ilmu, meskipun harus pergi ke negeri
Cina. Secara teologis, Allah telah menetapkan bahwa yang akan mendapat kemajuan pada
masa depan adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan iman.
Dalam sejarah, kita dapat menyaksikan kemajuan Iptek umat Islam membawa kemajuan bagi
umat Islam dalam bisang ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Umat Islam makmur
secara materi dan rohani, juga makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran.
Dalam realitas sekarang, bangsa-bangsa muslim tertinggal dalam Iptek sehingga yang
menguasai dunia secara ekonomi, politik, dan budaya adalah bukan bangsa muslim. Mereka
maju karena menguasai Iptek, walaupun sebagian besar mereka tidak beriman.kemajuan yang
di capai hanyalah kemajuan materi. Karena kemajuan materi itu dapat dikejar dan diraih oleh
semua orang dengan modal penguasaan Iptek tadi. Bangsa yang hanya menguasai Iptek saja
dapat maju meskipun tidak beriman, apalagi bangsa yang menguasai Iptek dan beriman
dengan iman yang benar, tentu akan lebih maju daripada mereka.
Ibnu Athailah menyatakan: “Sesungguhnya Allah memberikan kemajuan materi kepada
orang-orang yang Allah cintai dan kepada orang-orang yang tidak Allah cintai, tetapi Allah
tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Allah cintai”. Sikap Anda sebagai
mahasiswa tidak boleh menutup diri. Sebenarnya, kemajuan yang dicapai umat Islam pada
zaman silam, antara lain, disebabkan adanya interaksi antara sesama ilmuwan muslim, dan
antara ilmuwan muslim dan tradisi intelektual non-muslim, misalnya para filsuf Yunani.
Filsafat Islam berkembang dengan sangat cepat karena interaksi dan adaptasi dengan
pemikiran rasional di kalangan mereka. Begitu juga ilmu-ilmu lainnya saling mempengaruhi
bagi pembentukan dan penguatan perkembangan ilmu-ilmu di tengah masyarakat Islam.
E. Membangun Argumen tentang Kompatibel Islam dan Tantangan Modernisasi
Modern mengandung arti maju dan berkemajuan dalam segala aspek kehidupan:
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap
dan pandangan dari tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar.
Modernisasi merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuandalam segala
bidang kehidupan melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi
telah mengubah wajah dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi
serba cepat, dari yang tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar.
Terdapat beberapa karakteristik dalam ajaran islam, yaitu:

1. Rasional
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia. Dalam
ajaran Islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingga salah satu cara untuk
mengetahui sahih atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dan sanad adalah sesuai
dengan akal. Hadis yang sahih pasti rasional. Sebaliknya, hadis yang tidak rasional itu
menjadi indikator bahwa hadis itu tidak sahih. Betapa banyak ayat-ayat Al-Quran yang
menyuruh kepada kita untuk menggunakan akal dalam sikap beragama. Demikian pula,
hadis nabi menyuruh umat Islam menggunakan akal.
2. Sesuai dengan Fitrah Manusia
Tidak ada satu pun ajaran Islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang
beragama (ber-Islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah. Sebaliknya, orang yang tidak
beragama berarti menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah. Orang yang menjalani
hidup tidak sesuai dengan fitrah, maka ia hidup dalam ketakutan, kegalauan,
ketidakpastian, dan kebimbangan. Akhirnya, dalam menjalani hidup tidak ada
kenikmatan dan kenyamanan. Sekadar contoh agar Anda paham. Makrifatullah dan
Tauhidullah adalah fitrah manusia karena sesudah bermakrifat dan bertauhid kepada
Allah, orang akan mengabdi hanya kepada Allah, meminta tolong hanya kepada Allah,
dan memohon perlindungan hanya kepada Allah. Jika orang masih beribadah kepada
selain Allah, minta tolong dan perlindungan kepada selain Allah, maka akan terjadi
kegalauan dalam batinnya, kecemasan, keraguan dan kemunafikan, dan sakit secara
rohani. Orang yang hidup dalam kondisi tidak sehat rohaninya, maka ia tidak akan
mendapatkan ketenangan dan kenikmatan.
3. Tidak Mengandung Kesulitan
Ajaran Islam itu mudah dan masih dalam batas-batas kekuatan kemanusiaan. Tidak
ada aspek ajaran Islam yang dalam pelaksanaannya di luar kemampuan manusia. Allah
sendiri menyatakan, “Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan
dalam beragama.” (QS Al-Baqarah/2: 185).
4. Tidak mengandung banyak Taklif
Ajaran Islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran Islam
hanya tiga pilar, yaitu: akidah, syariat dan hakikat (atau biasa disebut akhlak). Landasan
ketiga pilar tadi adalah iman, Islam, dan ihsan. Secara keilmuan, ketiga pilar tadi dapat
dipisahkan yaitu dari akidah lahir ilmu akaid, ilmu tauhid atau ilmu kalam. Dari syariat
lahir ilmu syariat atau ilmu fikih (hukum Islam). Adapun dari hakikat lahir ilmu tasawuf
atau disebut juga ilmu hakikat atau ilmu akhlak. Ketiga pilar tadi dalam aktualisasinya
tidak bisa dipisahkan, tetapi harus terintegrasi.
5. Bertahap
Ajaran Islam diturunkan Allah kepada Rasulullah secara bertahap. Demikian juga,
proses pembumiannya di tengah masyarakat pada saat itu juga bertahap.
F. Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam dalam Menghadapi
Tantangan Modernisasi
Perlu untuk disadari bahwa modernisasi akibat kemajuan Iptek telah mengubah
pola pikir, pola pergaulan, dan pola kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam
memproduksi barang dan jasa di satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang
dan jasa yang diperlukan masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap
wujudnya stratifikasi sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja
atau buruh. Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah ketika
berhadapan dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini sering kali
menjadi pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang
miskin semakin miskin.
 industrialisasi membuka lapangan kerja yang sangat signifikan bagi masyarakat
yang memiliki kualifikasi pedidikan yang memadai, tetapi industrialisasi juga
menyingkirkan sebagian masyarakat yang minus pendidikan atau memiliki pendidikan
yang tidak memadai. Terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, industrialisasi
telah menambah tumbuhnya kelas masyarakat menengah ke atas secara ekonomi.
Petumbuhan kelas menengah ini berdampak pula terhadap perbaikan ekonomi secara
global dan tumbuh suburnya sektor riil di tengah masyarakat. Kemajuan dalam bidang
teknologi-komunikasi, misalnya, telah mengubah pola hidup masyarakat dalam segala
aspeknya termasuk pola keberagamaannya. Perilaku keagamaan masyarakat, yang
semula menganggap bahwa silaturahmi penting dan harus bertatap muka, bersua
bertemu, dan berhadapan secara fisik, berubah menjadi silaturahmi cukup hanya melalui
mendengar suara lewat telepon, sms, facebook, atau twitter. Gelombang informasi ini
sangat deras dan pengaruhnya begitu terasa dalam segala aspek kehidupan manusia.
Gelombang informasi telah menandai lahirnya generasi baru dalam masyarakat.
Kemajuan E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Kontekstualisasi Pemahaman Islam
dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi.
seseorang diukur dari seberapa cepat ia menerima informasi yang belum diketahui
orang lain. Semakin cepat ia menerima informasi itu semakin besar peluang yang akan ia
dapatkan untuk kemajuan dirinya. Jelas sebaliknya, orang yang tertinggal dalam
mendapatkan informasi, maka tertinggal pula kesempatan yang dapat ia raih untuk
kemajuan dirinya. Secara riil Islam harus menjadi solusi dalam menghadapi dampak
kemajuan industrialisasi dan derasnya gelombang komunikasi dan informasi. Islam
memang agama yang secara potensial memiliki kemampuan menghadapi semua itu.
Islam yang kafah memiliki doktrin yang jelas dalam teologis dan dalam waktu yang
bersamaan Islam memiliki fleksibilitas hukum dalam mengembangkan dan memahami
persoalan-persoalan masa kini. Peristiwa hukum, misalnya, harus dilihat secara
kontekstual dan tidak secara tekstual.
Islam dipahami secara rasional tidak sekedar dogma. Islam sebagai agama rasional
adalah agama masa depan, yaitu agama yang membawa perubahan untuk kemajuan
seiring dengan kemajuan kehidupan modern. Sebaliknya, Islam yang dipahami secara
tekstual dan dogmatis akan sulit eksis dan sulit beradaptasi dengan lingkungan kemajuan
yang semakin cepat perubahannya. Islam kontekstual akan menjadi solusi dan pemandu
dalam memecahkan berbagai problem kehidupan umat manusia. Islam yang dipahami
secara tekstual akan menjadi penghambat kemajuan, padahal Islam merupakan ajaran
yang berkarakter rasional, fleksibel, adaptable, dan berwawasan ke masa depan.
Menurut Kuntowijoyo, ada lima program reinterpretasi untuk memerankan kembali
misi rasional dan empiris Islam yang bisa dilaksanakan saat ini dalam rangka
menghadapi modernisasi.
1. Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih
daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam
Al-Quran.
2. Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif. Tujuan
dilakukannya reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam
pada cita-cita objektif. Kuntowijoyo memberikan contoh ketentuan zakat. Secara
subjektif, tujuan zakat memang diarahkan untuk pembersihan jiwa kita. Akan tetapi, sisi
objektif tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan sosial.
3. Program ketiga adalah mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini, kita
cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level normatif dan kurang
memperhatikan adanya kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma itu menjadi
kerangka teori ilmu. Secara normatif, kita mungkin hanya dapat mengembangkan
tafsiran moral ketika memahami konsep tentang fuqarā` dan masākīn. Kaum fakir dan
miskin paling-paling hanya akan kita lihat sebagai orang-orang yang perlu dikasihani
sehingga kita wajib memberikan sedekah, infaq, atau zakat kepada mereka. Dengan
pendekatan teoretis, kita mungkin akan dapat lebih memahami konsep tentang kaum
fakir dan miskin pada koteksyang lebih riil dan lebih faktual sesuai dengan kondisi-
kondisi sosial, ekonomi, dan kultural. Dengan cara itu, kita dapat mengembangkan
konsep yang lebih tepat tentang fuqarā` dan masākīn itu pada kelas sosial dan
sebagainya. Dengan demikian, kalau kita berhasil memformulasikan Islam secara
teoretis, banyak disiplin ilmu yang secara orisinal dapat dikembangkan menurut konsep-
konsep Al-Quran.
4. Program keempat adalah mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis. Selama
ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran cenderung sangat
bersifat ahistoris, padahal maksud Al-Quran menceritakan kisah-kisah itu adalah justru
agar kita berpikir historis.
5. Program kelima adalah merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum
menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris. 
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Modernitas yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif-
negatifnya,menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisi
keterpurukannya.Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan seagala
potensinya untukmenyelesaikan permasalahannya. Tajdid sebagai upaya menjaga dan
melsetarikan ajaranIslam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh
umat Islam. Upayatajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski memerlukan cost
yang besar.Sejalan dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat yang
materialistisdan sekularis, maka nilai yang bersumberkan agama belum diupayakan secara
optimal.Agama dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan
denganaspek pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai agama hanya menjadi salah
satubagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan.
Fungsisosial agama adalah memberi kontribusi untuk mewujudkan dan mengekalkan suatu
ordesosial (tatanan kemasyarakatan). Secara sosiologis memang tampak ada korelasi
positifantara agama dan integrasi masyarakat; agama merupakan elemen perekat dalam
realitasmasyarakat yang pluralistik.
Sebenarnya modernisasi bukanlah sesuatu hal yang substansial untuk ditentang
kalaumasih mengacu pada ajaran Islam. Sebab Islam adalah agama universal yang tidak
akanmembelenggu manusia untuk bersikap maju, akan tetapi harus berpedoman kepada
Islam.Dalam Islam yang tidak dibenarkan adalah Westernisasi, yaitu total way of life di
manafaktor yang paling menonjol adalah sekularisme, sebab sekulraisme selalu
berkaitandengan ateisme dan sekularisme itulah sumber segala imoralitas.Secara historis
Islam sebenarnya tidak memiliki masalah dengan modernitas. Dalamsoal ilmu pengetahuan,
banyak sekali Hadist Nabi yang secara langsung menganjurkanumat Islam untuk menuntut
ilmu. Al-Qur’an juga selalu menyerukan manusia untukberpikir, menalar dan sebagainya.
Dalam hal filsafat, misalnya, meski tafsiran para filsufatas beberapa noktah ajaran agama
tidak bisa diterima kalangan ulama ortodoks, namunpara filsuf Muslim itu berfilsafat tentu
karena dorongan keagamaan, untuk membela danmelindungi keimanan agama.
Dengan demikian, kaum Muslim klasik telah dengan bebasmenggunakan bahan-bahan
yang datang dari dunia Hellenis tanpa mengalami Hellenisasi,kaum Muslim saat sekarang
juga sebenarnya dapat menggunakan bahan-bahan modernyang datang dari Barat tanpa
mengalami pembaratan (Westernisasi).Inti dari modernisasi yang kemudian menjadi esensial
dan sejalan dengan ajaranagama Islam adalah rasionalisasi yakni usaha untuk menundukkan
segala tingkah laku. kepada kalkulasi dan pertimbangan akal. Rasionalisasi pada selanjutnya
akan mendorongummat Islam untuk bisa bersikap kritis dan meninggalkan taqlid yang
dikecam dalamIslam.Dengan demikian, pada dasarnya modernisasi bukanlah sebuah
esensi yangbertentangan dengan ajaran dasar agama Islam.

B. SARAN
1. Dalam mempelajari makalah ini, diharapkan tidak hanya sekedar diketahui namun benar-
benar dipahami dan menjadi pegangan bagi para mahasiswa mahasiswi agar dapat
menerapkan menjalankan sesuai syariat islam dalam Menghadapi Tantangan
Modernisasi.
2. Selanjutnya, penulis menyadari kekurangan dari makalah ini sehingga diharapkan adanya
masukan berupa kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan pembuatan
makalah ini dan bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Hajar, Nopian Artika. 2015. Bagaiman Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi.
https://dokumen.tips/documents/bagaimana-islam-menghadapi-tantangan-modernisasi.html.
23 Oktober 2017. Pukul; 18.20
Nasruloh, Agan. 2015. Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi.
https://documents.tips/documents/bab-8pdf.html. 24 Oktober 2017. Pukul;16.25

Anda mungkin juga menyukai