dengan materi sehingga materi menjadi raja dan orang banyak memujanya.Kehidupan
yang demikian itu kini sudah mulai menunjukkan kegagalannya.Umat manusia
merasakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya,yaitu pegangan hidup yang bersumber
dari nilai-nilai universal dan absolut yang berasal darin penciptaNya,yaitu Tuhan.Di
tengah-tengah kehidupan yang penuh dinamika dan persaingan ini.Ia tampak sendirian,
tidak punya pegangan hidup dan rapuh.Akibatnya,ketika ia menghadapi masalah yang
berada diluar batas kesanggupannya ia mulai goyah,mencari pegangan hidup yang
rapuh
dan sifatnya sesat,seperti hiburan,minum-minuman keras dan sebagaiaya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah masuk ke dalam seluruh sistem
kehidupan dengan berbagai variasinya.Bagi masyarakat modern yang tinggal di
perkotaan kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian besar.Demikian
pula masyarakat yang tinggal di pedesaan pun sudah mulai bergantung pada ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar telah memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi manusia.Namun ilmu pengetahuan saja tidak cukup.Ia memang dapat
mempercepat manusia sampai pada tujuan.Namun ilmu pengetahuan dan teknologi
tidak
mengetahui tujuan apa yang harus di capainya.Agamalah yang memberitahu tentang
tujuan yang harus dicapai oleh ilmu pengetahuan.Estein pernah mengingatkan melalui
pernyataan bahwa ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta.
Islam sebagai sistem nilai yang telah teruji keampuhannya dalam sejak
mulai dipertimbangkan kembali untuk dijadikan sebagai salah alternative untuk
memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Salah satu aspek kehidupan yang amat
besar pengaruhnya dan paling mudah dimasuki paham lain yang menyesatkan adalah
paham ekonomi yang di terapkan. Kehidupan ekonomi berpengaruh terhadap aspek
kehidupan social,gaya dan pola hidup,lingkungan,pendidikan dan sebagai.Fakta
menunjukkan bahwa kemajuan dalam bidang ekonomi tidak otomatis membawa
kesejahteraan secara merata apabila tidak didasarkan pada nilai-nilai keadilan yang
mendasarinya. Nilai yang mengendalikan kehidupan ekonomi saat ini adalah nilai
tenaga-tenaga yang professional.Kalau JIMM itu punya ide-ide baru,akan lebih elegan
jika mereka berhadapan langsung dengan Majelis Tarjih untuk beradu
argumentasi.Jangan pendapat- pendapat orang lalu di lontarkan ke masyarakat dengan
membawa embel-embel Muhammadiyah.
Di susun oleh:
ASASUL MISBAKHATIS SHOLIKHAH
Kelas:IIIB
http://miftah99.blogspot.com/2011/11/pembaharuan-pemikiran-islam-di.html
mempunyai gagasan serupa, label lebih sering diberikan kepada NM. Inti pembaharuan
pemikiran yang ditawarkan NM adalah liberalisasi dan sekularisasi pemikiran Islam,
sedangkan HN membawa ide rasionalisasi pemahaman Islam. Karena keterbatasan
ruang, tulisan ini hanya akan menggambarkan ulang konstruk pembaharuan Islam yang
ditawarkan NM pada tahun 1970 dan 1972, dan bagaimana realisasi dan implikasinya
terhadap situasi pemikiran Islam dan kondisi ummat Islam hasil dari gagasan yang telah
berjalan lebih kurang 36 tahun yang lalu itu. Evaluasi dan kritik ini diharapkan dapat
ditanggapi dalam amosfir ilmiyah dengan kesadaran akan perlunya mengembangkan
sikap keterbukaan dan sikap pendewasaan intelektual demi membangun peradaban
Islam. Ini sejalan dengan apa yang sering disampaikan NM sendiri bahwa kita harus
belajar mengkritik dan menerima kritik. Untuk menangkap gagasan awal pembaruan
pemikiran Islam NM, Pidato di Taman Ismail Marzuki tahun 1971-1972 menjadi
rujukan utama, sedangkan untuk melihat realisasi gagasan itu akan dirujuk buku yang
dianggap magnum opus-nya, yaitu Islam Doktrin Dan Peradaban (IDP). Hipotesisnya,
apakah ide atau gagasan yang dibawa oleh buku ini tetap menawarkan sebuah
pembaharuan.
Gagasan awal
Perjalanan awal gagasan pembaharuan NM dimulai dari pidatonya di Taman Ismail
Marzuki tahun pada 2 januari 1970 berjudul Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan
Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan, dan pada tanggal 13 Januari 1972,
berjudul Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan di Kalangan Umat Islam
Indonesia. Inti dari gagasan yang disampaikan itu dapat disarikan dalam beberapa poin:
A. Kondisi Ummat Islam
Ketika NM mengungkapkan gagasan pembaruannya itu ummat Islam Indonesia baru
melalui masa-masa pergumulan ideologi yang sangat keras di era Orde Lama dan masuk
kedalam era Orda Baru. Namun, di era Orde Baru ternyata umat Islam harus
menghadapi masalah yang lain yaitu progam de-politisasi. Nampaknya kekuatan
ideologis umat Islam dengan partai politiknya Masyumi dianggap membahayakan
tatanan politik Orde Baru dan diupayakan agar tidak menjadi kekuatan yang menyaingi
ideologi negara. Upaya-upaya penggembosan dilakukan dengan berbagai macam cara.
Dalam kondisi seperti ini NM menyatakan bahwa:
ummat Islam tidak tertarik kepada partai-partai atau organisasi-organisasi Islam kecuali
sedikit saja. Sikap mereka kira-kira bisa dirumuskan dengan Islam yes, partai Islam
no! Jadi, jika partai-partai Islam merupakan wadah dari ide-ide yang hendak
diperjuangkan berdasarkan Islam, jelaslah bahwa ide-ide itu sekarang sudah tidak
menarik lagi.
Gambaran NM tentang penolakan umat terhadap partai Islam merupakan diskripsi yang
tidak valid, sebab kekalahan partai-partai Islam waktu itu bukan karena rendahnya
minat ummat Islam untuk memperjuangkan Islam lewat partai politik, tapi karena sistim
politik yang tidak memberi kesempatan umat Islam untuk bersaing secara terbuka.
Terbukti pada era reformasi dimana bangsa Indonesia mengenyam euforia kebebasan
berpolitik partai-partai berasas Islam memperoleh suara yang cukup signifikan. Jika
asumsi NM itu valid, maka semestinya kondisi ini berkembang hingga zaman reformasi.
Tapi perkembangan yang terjadi justru Islam Yes Partai Islam Yes. Ini berarti umat
Islam masih berpandangan bahwa berislam adalah juga berpartai politik.
Nampaknya NM ingin mengalihkan konsentrasi perjuangan umat Islam agar tidak
melulu kepada perjuangan partai politik. Caranya dengan melempakan ide bahwa Ideide dan pemikiran Islam [yang diperjuangkan partai politik Islam]itu sekarang sedang
memfosil dan menjadi usang, kehilangan dinamika. Maka tidak salah jika umat Islam
waktu itu curiga bahwa gagasan NM ini membawa misi de-politisasi umat Islam. Jika
yang menjadi masalah adalah ide dan pemikiran umat Islam mengapa tidak membenahi
ide dan pemikiran? Jika ide-ide yang diperjuangkan partai politik Islam itu memfosil,
mengapa kemudian NM pada era reformasi mencari partai politik Islam guna kendaraan
menuju Presiden? Pertanyaan-pertanyaan kecurigaan ini nampaknya layak untuk
dikemukakan.
Selain kondisi politik NM juga menyoroti kondisi pemikiran umat Islam. Dalam hal ini
ia mengidentifikasi problem umat Islam kedalam 2 hal:
1. Umat Islam Indonesia sekarang ini .lebih mementingkan jumlah daripada mutu
atau kuantitas daripada kualitas.
2. Kelumpuhan ummat Islam akhir-akhir ini disebabkan, antara lain, oleh kenyataan
bahwa mereka cukup rapat menutup mata terhadap cacat-cacat yang menempel pada
tubuhnya.
Yang pertama tidak ada penjelasannya, namun nampaknya masih dalam konteks dan
bahasa politik. Yang kedua mengasumsikan kondisi umat Islam yang tertutup untuk
menerima perubahan. Namun sayang, NM tidak memberi penjelasan secara lebih rinci
atau contoh kongkrit dari dua variable kondisi pemikiran umat Islam tersebut. Karena
gambaran kondisi yang seperti itulah maka NM mengidamkan terjadinya dinamisme
dalam tubuh umat Islam. Dinamisme itu menurutnya tercipta dengan pembaharuan ideide. Ia kemudian mengutip kata-kata Vladimir Ilich (1870-1924) tidak ada tindakan
yang revolusioner tanpa teori-teori revolusioner. Disini NM terinspirasi untuk untuk
mengemukakan ide-ide atau teori-teori yang revolusionernya. Padahal suatu ide atau
pemikiran tidak serta merta menghasilkan tindakan, penanaman pemikiran baru
memerlukan waktu yang tidak sebentar.
B. Gagasan Pembaruan dan liberalisasi
Karena kecenderunganya yang revelusioner itu maka pendekatan dan oritentasi
pembaharuan yang dicanangkan NM akhirnya tidak berpijak pada tradisi intelektual
Islam. Ia menyatakan :
Pembaharuan harus dimulai dengan dua tindakan yang satu sama lain erat hubunganya,
yaitu melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional, dan mencari nilai-nilai yang
berorientasi ke masa depan.
Apa yang ia maksud dengan nilai-nilai tradisional adalah orientasi kemasa lampau
dan bernostalgia yang berlebihan. NM menghendaki agar oritentasi ke masa lampau itu
dilepaskan atau dihilangkan. Namun ia tidak memberi alternatif, jika kita tidak perlu
melihat masa lampau Islam, apa pijakan kita untuk memahami Islam? Disini
pendekatan NM jelas bertentangan dengan motto pesantren yang berbunyi amuhafazatu ala al-qadim al-salih wa al-akhdhu bi al-jadid al-aslah, (menjaga
[tradisi]lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik).
Kemudian maksud dari kata-kata berorientasi ke masa depan ternyata adalah
liberalisasi dan obyek yang diliberalkan itu adalah ajaran-ajaran Islam, bukan nilainilai tradisional yang disebutkan sebelumnya. Ia dengan jelas menyatakan :
Untuk itu diperlukan suatu proses liberalisasi. Proses itu dikenakan pada ajaran-ajaran
dan pandangan-pandangan Islam yang ada sekarang. Proses itu menyangkut proses
lainnya.
Dari kutipan diatas sebenarnya ia telah meletakkan ajaran Islam sebagai obyek dari
liberalisasi. Liberalisasi yang dimaksud disini, seperti yang akan dinyatakan kemudian
tidak merujuk kepada konsep Islam, tapi Barat. Dan ternyata benar bahwa diantara
proses liberalisasi itu itu adalah sekularisasi Sekularisasi adalah menduniawikan
(temporalizing) nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi, dan melepaskan
umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya. Sekularisasi dimaksudkan
untuk lebih memantapkan tugas duniawi manusia sebagai khalifah Allah di bumi.
Fungsi sebagai khalifah Allah itu memberikan ruang bagi adanya kebebasan manusia
untuk menetapkan dan memilih sendiri cara dan tindakan-tindakan dalam rangka
perbaikan hidupnya diatas bumi ini, dan sekaligus memberikan pembenaran bagi
adanya tanggung jawab manusia atas perbuatan itu di hadapan Tuhan.
Jadi gagasan pertama pembaruan NM adalah liberalisasi, oleh sebab itu konsepnya
berbeda dari tajdid. Poinnya masih senafas dengan sekularisme yaitu dichotomic,
artinya memisahkan masalah dunia dan akherat. Alasannya yang digunakan adalah agar
manusia dalam kehidupannya di dunia bebas memilih, dan tetap bertanggung jawab
kepada Tuhan. Sepintas nampak adanya integrasi antara hubungan manusia-dunia dan
manusia Tuhan. Namun pada baris-baris berikutnya ia menyatakan bahwa sekularisasi
adalah desakralisasi terhadap segala sesuatu selain hal-hal yang benar-benar bersifat
ilahiyah yaitu dunia. Ini sejatinya tidak berbeda dari semangat modernisme yang
programnya adalah menghilangkan spiritualisme dan menggantinya dengan
rasionalisme. Maka dari itu dalam pernyataan selanjutnya NM menegaskan bahwa :
Obyek proses deskralisasi itu ialah segala sesuatu yang bersifat duniawi, baik moral
maupun material. Termasuk obyek duniawi yang bersifat moral ialah nilai-nilai,
sedangkan yang bersifat material adalah benda-benda.
Pandangan NM ini berarti mereduksi nilai-nilai moral dan benda-benda dari yang
bersifat trasenden dan sakral (sacred) menjadi profan. Implikasinya, segala nilai dan
benda di dunia ini tidak ada yang sakral. Pemisahan ini menjadi rancu dengan
pernyataaan NM kemudian bahwa :
Pandangan Dunia (weltanschaung) Islam mengenai hubungan antara alam dan Tuhan itu
ibarat sebuah tubuh dengan kepala diatas dan kaki dibawah. .Artinya kepercayaan
kepada Tuhan mendasari pandangan pada alam, dan tidak sebaliknya, seperti ajaran
materialisme.
Nampaknya terdapat kerancuan antara pernyataan diatas dengan gagasan sekularisasi.
Jika NM berfikir konsisten dan konseptual maka seharusnya ia berpendapat bahwa
aqidah (teologi) merupakan asas bagi ilmu (epistemologi), iman sebagai asas bagi
pandangan pada alam. Artinya pandangan seorang Muslim tentang dunia harus
berdimensi akherat. Karena itu Muslim tetap memandang dunia ini sebagai makhluk
yang diperlakukan secara sakral, dalam artian ukuran keakheratan. Tapi, seperti
dinyatakan di awal, NM justru ingin menghilangkan aspek ukhrawi, aspek teologi
dalam kehidupan dunia. Disamping konsepnya rancu, istilahnya membingungkan.
Mungkin karena kerancuan ini barangkali NM kemudian menarik penggunaan istilah
sekularisasi.
C. Kebebasan Berfikir
Sejalan dengan gagasan pembaharuan dengan liberalisasi pemikiran maka NM
mencanangkan gagasan kebebasan berfikir. Disini ia merujuk Pondok Modern
Darussalam Gontor sebagai lembaga pendidikan Islam yang liberal. Ini tidak benar.
Motto kebebasan berfikir di Gontor merujuk kepada pengertian Islam, dan tidak kepada
pengertian liberal. Dalam motto itu syarat untuk bisa befikiran bebas adalah akhlaq
mulia (berbudi tinggi), badan yang sehat dan ilmu yang tinggi (berpengatahuan luas).
Tanpa akhlaq dan pengetahuan kebebasan akan menjadi liar. Bebas dalam pengertian
Gontor tidak sampai kepada pemikiran yang meninggalkan tradisi atau yang
mempersoalkan masalah-masalah usul. Kebebasan yang dimaksud Gontor adalah
kebebasan memilih yang baik dari yang tidak baik berdasarkan ilmu. Jika seseorang
tidak mempunyai ilmu untuk membedakan yang baik dan buruk, ia tidak bebas
memilih. Kebebasan seperti ini disebut ikhtiyar, artinya memilih yang khayr (baik). Jadi
bebas dalam batas-batas pengetahuan Islam yang dapat dipertanggung jawabkan.
Nampaknya kebebasan berfikir yang dimaksud NM adalah kebebasan berfikir yang
liberal, yaitu bebas tanpa batas. Sebab ia mengutip pedapat hakim Amerika
O.W.Holmes yang menyatakan bahwa kebebasan berfikir adalah perdagangan bebas
dalam ide-ide (free trades in ideas). Ini yang ia sebut dengan intellectual freedom.
Masalahnya apakah kebebasan berfikir seperti ini dapat diterima sebagai masih dalam
batas-batas nilai keislaman.
Karena ketiadaan kebebasan berfikir yang seperti itulah maka kemudian NM
menyimpulkan Pertama tidak adanya pikiran-pikiran yang segar yang disebut sebagai
psychological striking force (daya dobrak psikologis). Kedua, tidak ada suatu badan
dengan pikiran bebas yang memusatkan perhatiannya kepada tuntutan-tuntutan segera
dari kondisi-kondisi masyarakat yang terus tumbuh, baik dibidang ekonomi, politik,
maupun sosial. Dan sebagai akibat akhirnya umat Islam tidak mampu mengambil
inisiatif dalam pembangunan masyarakat yang bersifat duniawi ini.
Disini NM menggunakan shock therapy untuk mendobrak pemikiran umat Islam yang
dianggapnya memfosil itu. Untuk itu NM menginginkan suatu lembaga atau badan
yang dapat merespon tantangan zaman dalam bidang-bidang ekonomi, sosial dan politik
yang terus berkembang. Namun, apa dan bagaimana bentuk badan tersebut? Apakah
universitas, lembaga penelitian atau forum kajian, tidak ada gambaran dan konsep yang
pasti disini. Adapun pikiran-pikiran yang segar yang dia maksudkan adalah pikiran
yang berdasarkan Islam yang disesuaikan, dipersegar, diperbaharui dan diorganisasikan
(dikoordniasikan), sehingga ide-ide itu dapat sejalan dengan kenyataan-kenyataan
zaman sekarang.
Sepintas obsesi NM untuk menjadikan pemikiran Islam sejalan dengan kenyataan
zaman sekarang adalah positif. Yaitu dengan menterjemahkan konsep-konsep penting
dalam Islam secara kreatif dan innovatif. Namun dari contoh yang dikemukakan
ternyata maksudnya adalah menjustifikasi konsep-konsep Barat yang sesuai atau hampir
sesuai dengan konsep Islam. Contohnya menjustifikasi demokrasi sebagai sama dengan
syura dalam Islam. Tentunya ini tidak sejalan dengan obsesi dan perjuangan umat Islam
dimanapun untuk menjadikan pemikiran masyarakat Muslim zaman sekarang yang
dihegemoni oleh peradaban Barat itu sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Pikiran
NM hanya berdasarkan sebuah asumsi bahwa hirarki nilai-nilai ukhrawi dan duniawi
dalam pikiran umat Islam itu kacau. Padahal yang ia maksud kacau adalah karena
tidak sejalan dengan gagasan sekularisasinya yaitu bercampurnya orientasi duniawi dan
ukhrawi umat Islam.
http://hamidfahmy.com/konstruk-pembaharuan-pemikiran-islam-di-indonesia/
Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia
Pokok Pembahasan
REFERENSI
Nasution, Harun. 1994. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
http://sharingmahasiswa.blogspot.com/2013/08/tokoh-pembaharuan-islam-diindonesia.html
PENDAHULUAN
Perkembangan kesadaran keagamaan umat Islam di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari munculnya gerakan pembaruan pemikiran sejak abad ke 19 lalu.Istilah
gerakan yang disebut pembaruan ini memberi arah dan perspektif keagamaan yang
relative berbeda dari pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah.Salah satu ciri
utamanya adalah kuatnya pembaruan antara nilai-nilai keislaman dengan tradisi
local.Pembaruan itu terjadi akibat proses dialog antara nilai-nilai keislaman dengan
kebutuhan modernitas dan aktualisasi zaman umat lewat cara damai (penetration
pacifigure) dan mengedepankan konsesi-konsesi budaya masyarakat setempat.1
Dalam periodesasi gerakan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia,ketidak selarasan
antara patokan agama yang suci dengan kebiasaan adat yang menyimpang dari syariah
Islam,desakan kolonialisme,dan dominannya kekuasaan negra menjadi factor-faktor
penentu secara structural.Secara cultural,periodesasi sejarah kesadaran keagamaan umat
Islam Indonesia sebagamana disebutkan Kuntowijoyo (1999) terbagi menjadi tiga
tingkat,mitos,idiologi dan ilmu.2
Bagamananpun,sebuah perubahan social tidak bisa dilepaskan dari adanya kekuatan
sejarah seperti adanya mobilitas social (social mobility) saja,tapi juga adanya minoritas
kreatif (creative minority) dan pribadi kreatif (creative personality) sebagai
inisiatornya.Dalam makalah ini lebih ditunjukan kepada pribadi kreatif itu yakni kepada
cendekiawan Muslim yang berusaha mempersempit kesenjangan antara idial Islam
dengan Islam histories; atau antara Islam dalam teori dan Islam dalam praktek.3
Namun,secara keseluruhan gerakan pemikiran itu bermula dari renungan dan
pemahaman akan pentingnya kekuatan psikologis (psychological striking force) guna
mendobrak kemandegan cara pandang umat terhadap masalah aktual yang dihadapinya.
Sebagai seorang cendekiwan Muslim Indonesia ternama,pemikiran Nurcholish Madjid
telah mempengaruhi sebagian besar pemahaman keislaman masyarakat
Indonesia.Masyrakat Indonesia lebih mengenalnya berkat pidato dalam pertemuan
silaturohim pemuda Islam yang tergabung dalam organisasi seperti,HMI,GPI,dan
PII .Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat, merupakan
pidato penting sekaligus tonggak perubahan pemikiran keislamannya dalam pertemuan
tersebut.Ada dua momen sejarah penting sehubungan pidatonya tanggal 3 Januari 1970
sebagai agama manusia sepanjang masa.11 Kepasrahan sepenuhnya pada Allah ini
merupakan hasil pencarian kebenaran secara murni dan tulus (hanif).12 Kepasrahan
dalam ber-Islam,termanifestasi pada prilaku umat Islam lewat adanya sikap terbuka
dalam beragama.
Sikap terbuka ini merupakan penerapan suatu system alternative dalam beragama
dengan menekankan toleransi dan kebebasan beribadat,penghargaan kepadawarisan
budaya kelompok-kelompok lain dan hak sah pribadi,sikap positif terhadap ilmu
pengetahuan,dan kehidupan bebas tahayul.13Penerapan prilaku ini menurut Nurcholish
Madjid pada dasarnya terletak pada kesadaran realita plural masyarakat
Indonesia.Kesadaran ini sekaligus merupakan nilai positif dan rahmat Tuhan kepada
umat Muslim sebagai perangkat guna mendorong pengayaan budaya bangsa sebagai
pertailan sejati kebhinekaan dalam ikatan keadaban.14
Nilai Islam sebagai agama kemanusiaan menurut Nurcholish Madjid sejajar dengan
cita-cita kemanusiaan universal.Pada dasarnya manusia dalam pandangan Islam hdala
baik dan tercipta secara fitrah atau asal suci bersih.15 Ekpresi kepasrahan kepada Yang
Maha Cinta (Allah) sebagai keimanan yang personal mesti mewujud dalam sikap cinta
sesame manusia sebagai bentuk nilai keuniversalan.Memahami nilai kemanusiaan
dalam Islam ini tidak bisa dilepaskan dari makna pidato terakhir Nabi Muhammad saw
dalam haji perpisahan (haji wada).16
Menurut pidato perpisahan Nabi merupakan ringkasan aspek etis atau moral dari nilai
keislaman mengenai kehidupan bersama dalam wahana politik modern (Negara).Pidato
ini sendiri memuat lima prinsip pokok dimensi kemanusiaan dalam Islam,yakni prisip
persamaan manusia,hak asasi manusia,tanggung jawab individual,anti
penindasan,persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan.Penjabaran makna
Pidato Perpisahan nabi Muhammad saw itu dipercayai Nurcholish Madjid mempunyai
nilai kemanusiaan sama nilainya dengan sepuluh Perintah Tuhan (Musa as) dan
Khutbah di Bukit (Isa as).17 Maka dari itu Nurcholis Madjid memahami bahwa,:
Barangsiapa merugikan seorang pribadi,seperti membunuhnya,tanpa alasan
yang sah maka ia bagaikan merugikan seluruh umat manusia.Dan
barangsiapa berbuat baik kepada seseorang,seperti menolong
hidupnya,maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh umat manusia.18
Al Quran sebagai landasan pokok agama Islam juga menurutnya memberi landasan
primer ajaran kemanusiaan di atas.Hal tersebut bias dilihat pada QS.Al Maidah ayat
23-27 dan dirumuskan dalam bentuk istilah Nurcholis Madjid sepuluh wasiat
Allah.Sepuluh wasiat Allah dirangkum Nurcholis Madjid yakni pertama,tidak
musyrik atau menyekutukan Allah dengan yang lainnya, kedua,berbuat baik kepada
orang tua, ketiga,jangan membunuh keturunan atas kepentingan duniawi,
keempat,menjauhi kejahatan baik yang lahir maupun batin, kelima,jangan membunuh
manusia tanpa alasan yang haqq (yang dibolehkan agama), keenam,jangan berdekatan
dengan harta anak yatim,kecualilewat cara-cara yang baik,ketujuh,jujur dalam hal jual
beli, kedelapan,berlaku yang jujur atau adil meski mengenai kerabat sendiri,
kesembilan,penuhi janji kepada Allah, kesepuluh,ikutilah jalan lurus dengan teguh
(istiqomah).19
Islam sebagai agama peradaban,lebih terarah pada penghayatan iman dalam prilaku
sosial setiap muslim.Ajaran Islam mewujud nyata secara etis dan moral dalam prilaku
individu.Dalam kontek sebagai agama peradaban,umat Islam tidak boleh bersifat
formalistik ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,tetapi lebih mementingkan
sisi substansial ajaran agamanya secara etis.20
Secara stuktural,panggung publik Nurcholish Madjid terbentuk oleh dua kenyataan
histories.Pertama ialah runtuhnya system Orde Lama dan naiknya Orde baru yang
memakai paradigma consensus,dimana Negara menjadikan dirinya sebagai
personifikasi bangsa dan meniadakan peran masyarakat.21 Lebih dari itu,Orde Baru pun
memberlakukan perbedaan sebagai hal yang perlu direduksi dengan adanya
penyeragaman nilai atau the homogenization of all values.Idiologi untuk waktu yang
cukup lama menjadi panglima diganti oleh kata pembangunan dan diatasnyapun
terpampang sebuah rangka yang disebut kestabilan Bagi para idiolog Orde
Baru,pembangunan akan berjalan dengan baik jika didasarkanadanya stabilitas
nasional,baik dalam hal politik,ekonomi,budaya,bahkan pemikiran.Dan atas nama
stabilitas nasional itu pula konflik atau perbedaan pemikiran menjadi hal tabu dan
terlarang,apalagi perbedaan itu menyangkut kepentingan pengusa rezim.
Kedua, pertumbuhan kota sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, budaya, dan
sebagainya makin mengukuhkan jalinan perubahan structural dalam
masyarakat,kehidupan kota dengan segala corak diferensiasi dan spesialis
Lebih jelas lihat Cliffort Gertz dalam Penjaja dan Raja: Perubahan Sosial dan
Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1977).
2
Amien Rais, Kata Pengantar, dalam John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam
dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-Masalah ( Jakarta: Rajawali Press, 1995),
hlm. xiii.
4
Selain itu, tesis ketiga dari pemikiran Nurcholish Madjid adalah penolakan
terhadap konsep Negara Islam. Tiga tesis dasar dari pemikirannya tersebut
mengalami dinamika selama 34 tahun kiprahnya sebagai tokoh utama gerakan
pembaruan pemikiran Islam kontemporer.
5
Salah satu penggerak utama dari JIL adalah Ulil Absar Abdalla. Ketokohannya
dalam JIL seakan memudarkan pamor lembaga ini sendiri, bahkan bicara tentang
Ulil maka akan menyangkut JIL dan begitu juga sebaliknya.
6
Dedy Djamaludin dan Idi Subandi Ibrahim, Zaman baru Islam (Bandung: Zaman,
1998), hlm. 123.
7
10
11
Nurcholish Majid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 23.
12
13
15
16
Penegasan Nurcholish Madjid ini diadaptasi dari QS. Al Maidah/5: 32. Nurcholish
Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 192-194.
19
Ibid., hlm. 181. Sepuluh Wasiat Allah ini dirangkum Nurcholish Madjid yakni,
pertama, tidak musyrik atau menyekutukan Allah dengan hal lainnya, kedua,
berbuat baik kepada orang tua, ketiga, jangan membunuh keturunan atas dasar
kepentingan duniawi, keempat, menjauhi kejahatan baik yang lahir maupun yang
batin, kelima, jangan membunuh manusia tanpa alasan yang haqq (yang
dibolehkan agama), keenam, jangan berdekatan dengan harta anak yatim, kecuali
lewat cara-cara yang baik, ketujuh, jujur dalam hal jual beli, kedelapan, berlaku
yang jujur atau adil meski menginai kerabat sendiri, kesembilan, penuhi janji
kepada Allah, kesepuluh, ikutilah jalan lurus dengan teguh (istiqamah), Nurcholish
Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 181.
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, Negara, Bangsa dan Masyarakat dalam Pendekatan
Kebudayaan, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VI No. 1
Tahun 2004.
Djamaludin, Dedy dan Idi Subandi Ibrahim, Zaman baru Islam
(Bandung: Zaman, 1998).
Effendy,Edy A, Dekonstruksi Islam (Bandung : Zaman, 1999)
Gertz, Cliffort,Penjaja dan Raja : Perubahan Sosial dan Modernisasi
Ekonomi di Dua Kota Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1977).
Gould, Carol. C, Demokrasi Ditinjau Kembali (Yogya: Tiara
Wacana,1993).
Kuntowidjojo, Periodesasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam
Indonesia: Mitos, Ideologi dan Ilmu, Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Gadjah Mada (Yogyakarta: UGM, 2001).
Majid,Nurcholish, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina,
2002)
Madjid, Nurcholish, Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan.
Madjid, Nurcholish, Cendikiawan dan Religiusitas Masyarakat (Jkt :
Paramadina, 1999) Madjid,Nurcholish, Cita-Cita Politik Islam Era
Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999)
Madjid, Nurcholish, Dialog Keterbukaan (Jakarta: Paramadina, 1998).
Madjid, Nurcholish, Integrasi Keislaman dalam Keindonesiaan, Seri
KKA Paramadina no. 01/Th. I/1986.
Madjid, Nurcholish, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina,
1995)
Madjid,Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung:
Mizan, 1999).
Madjid,Nurcholish, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (Bandung:
Mizan, 1999),
bagi tokoh-tokoh modernis muslim di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan
instrumental gerakan pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini
tidak mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi penghayatan religius
dan artikulasi perjuangan sosial-politik di masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran
nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat
mereka untuk bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai ujud
kepeduliannya. Maka menarik dicermati paparan Harry J. Benda yang menyebutkan
bahwa pembaharuan Islam di Indonesia pada umumnya memiliki 4 (empat) bidang
garap: (1) Menyerang formalisme dari ortodoksi Islam serta realitas sinkretisme ajaran
karena pengaruh animisme dan Hindu-Budha; (2) Menyerang institusi pra-Islam yang
menghalangi perkembangan, dengan representasi institusi adat dan kaum priyayi; (3)
Melawan tekanan westernisasi dan dominasi nilai-nilai Barat; dan (4) Melawan
kekuasaan status quo kolonial Belanda.
Dengan kian massifnya kiprah gerakan pembaharuan Islam di Indonesia di tengahtengah masyarakat, secara umum pada awal abad ke-20 M tersebut, corak gerakan
keagamaan Islam di Indonesia dapat dipetakan dengan meminjam istilah Achmad
Jainuri sebagai berikut: (1) Tradisionalis-konservatis, yakni mereka yang menolak
kecenderungan westernisasi (pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang secara
pemahaman dan pengamalan melestarikan tradisi-tradisi yang bercorak lokal.
Pendukung kelompok ini rata-rata dari kalangan ulama, tarekat dan penduduk pedesaan;
(2) Reformis-modernis, yakni mereka menegaskan relevansi Islam untuk semua
lapangan kehidupan baik privat maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter
fleksibilitas dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman; (3) Radikal-puritan,
seraya sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman, mereka enggan
memakai kecenderungan kaum modernis dalam memanfaatkan ide-ide Barat. Mereka
lebih percaya pada penafsiran yang disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga
mengkritik pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis. Sebagai
pengayaan, menarik jika tipologi ini dikomparasikan dengan kasus gerakan Islam yang
berkembang di Turki.
http://copyduty.blogspot.com/2011/06/materi-pmdi-pembaharuan-islam-di.html