Anda di halaman 1dari 9

Syah Waliyullah (1703-1762 M)

Nama aslinya adalah Quthub ad Din Ahmad ibn


Syah Abd Rahim bin Wajihuddin bin Mu’azzam bin
Ahmad bin Muhammad bin Qawwamuddin ,pemikir ini
masih memiliki garis silsilah dengan Umar Ibnu Khatab,
sehingga kerap kali dibelakang namanya ditambahkan
dengan sebutan Al Umari Al Faruqi. ia lebih dikenal
dengan nama Syah Waliullah, nama Waliullah yang
penjang ini merupakan suatu gelar yang menunjukan
penghormatan yang besar atas kesalehan serta kedalaman
ilmunya .sementara kata Wali dalam namanya menurut beberapa sumber, merupakan gelar
dirinya sejak ia masih bayi berdasarkan petunjuk para Wali (saat itu) kepada orang tuanya
melalui mimpi.

Ia adalah seorang sarjana besar India yang hidup pada abad 12 H / 18 M. Ia lahir di
Phult, Delhi pada hari rabu syawwal 1114 H / 21 February 1703 M. ia berasal dari keluarga yang
berpendidikan serta shaleh, hal ini terbukti karna sebagian besar pendidikannya dijalaninya
dibawah bimbingan ayahnya, Syah Abd Rahim, tepatnya di Madrasah Rahimiyyah, yang
didirikan oleh ayahnya di Delhi. ia mendalami ilmu pengetahuan khususnya dibidang agama
sejak ia beumur 5 tahun, berkat ketekunan serta kejeniusannya ia mampu menghafalkan al
Quran ketika umurnya masih 7 tahun, ia terus memperdalam pengetahuannya hingga ketika
umurnya belasan tahun ia telah menguasai dengan baik ilmu hukum, tafsir, hadits, logika, kalam,
filsafat, astromomi, kedokteran dan matimatika. ia melengkapi pengetahuannya dalam agama
dengan mendalami tarekat, dalam tarekat ini baginya sudah takasing lagi lantaran kedua orang
tuanya merupakan penganut tarekat juga .

Ia menyelesaikan pendidikan Formalnya saat usianya baru 15 tahun, yang kemudian di


baiat oleh ayahnya menjadi seorang penganut tarekat Naqsyabandiah. pada usianya yang ke 16
atau 17 ia sudah menjadi seorang Muhaddits di madrasah milik ayahnya, ia membuat suasana
disana menjadi suatu intuisi yang ideal dengan dedikasinya mengajar serta serta mereformasi
system pendidikan yang ada disana. Setelah selesai menjalani pendidikan formalnya ia mengajar
di Madrasah Yi Rahimiyyah milik ayahnya, yang kemudian menjadi pemimpin tunggal di
Madrasah tersebut setelah kemangkatan ayahnya, pada tahun 1131 H / 1719 M. dua belas tahun
setelah ayahnya wafat atau pada tahun 1143 H / 1731 M ia menunaikan ibadah hajinya yang
pertama, serta tinggal disana (Makkah dan Madinah) selama kurang lebih 14 bulan lamanya.
pengalaman tinggal disana (Haramain) telah memberinya pengalaman secara langsung dengan
berbagai madzhab intelektual maupun hukum Islam, yang membuatnya menyempatkan diri
untuk menjalankan ibadah hajinya yang kedua pada tahun 1144 H / 1732 M, serta kembali ke
kampung halamannya setahun kemudian ,yaitu pada tahun 1145 H / 1733 M. Sepulangnya
kekampung halamannya ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan menulis di
Madrasahnya (Rahimiah) hingga akhir hayatnya. ia meninggal di Delhi pada tanggal 29
Muharram 1176 H atau bertepatan dengan 20 agustus 1762 M serta dimakamkan disana. Masa
antara tahun 1144 H / 1732 M  hingga 1176 H / 1762 M adalah masa dimana ia aktif dalam
penulisan karyanya. G.N.Jalbani menegaskan bahwa lebih dari 50 karyanya telah diterbitkan
ketika itu. sumbangan besarnya khususnya dalam bidang filsafat dan metafisika sangat unik,
dalam hal ini ia mencoba untuk merumuskan ulang serta membangun kembali disiplin-disiplin
ilmu tersebut agar sesuai dengan al Quran dan as Sunnah .salah satu wujud usahanya adalah
mencoba untuk mendamaikan dua konsep pemikiran besar yaitu Wahdatul Wujud Ibnu Arabi
serta Wahdatus Suhud Ahmad Sir Hindi yang ia jadikan sebagai fokusnya yang utama, oleh
karna itulah ia terkenal didua sisi, satu sisi Falsafah serta disisi lain tasawwuf. Umumnya
sebagian besar kalangan mutakallimun tak dapat menerima konsep yang telah dikemukakan oleh
Arabi, lahirnya konsep baru Wahdatus Suhud Sir Hindi makin menambah polemik baru bagi
kaum metafisikawan muslim, sehingga kelompok pendukung kedua aliran ini saling kritik satu
sama lain. kehadiran Syah Waliullah yang bersikap netral serta memberikan solusi penyelesaian
antar keduanya telah membawa angin sejuk yang membuat ketegangan yang terjadi antar
kelompok tersebut mereda. ia menyelesaikan pertentangan tersebut dengan jalan penyelarasan
serta penjelasan rasional .ada banyak hal yang menjadi efek positif dari rekonsiliasi Syah
Waliullah dua diantaranya adalah menghasilkan kerukunan antara kelompok yang bertentangan
serta melegitimasi konsep Wahdatul Wujud dikalangan mutakallimun.

Selain menyelesaikan dua aliran tersebut, Ia juga berusaha untuk mendekatkan empat
madzhab fiqh, contohnya adalah tentang komentarnya atas muwattha Imam Malik yang ia tulis
dengan maksud menemukan landasan ortodoks yang sama untuk mendamaikan madzhab-
madzhab fiqh yang berbeda. Sumbangannya yang lain untuk dunia islam selain dari pada apa
yang telah disebutkan diatas ialah usahanya dalam memberikan suatu landasan yang kuat serta
kerja sama timbal balik antara kaum sunni dan Syiah . Syah Waliullah memiliki banyak karya,
bahkan karyanya tersebut dianggap tak tertandingi oleh pemikir muslim lainnya dalam sejarah
muslim India, sesudah maupun setelahnya, karyanya tersebut dapat dibagi menjadi beberapa
Varian. pertama tentang Al Quran termasuk didalamnya terjemahanya. Kedu  ,mengenai Hadits
termasuk didalamnya tafsir kitab Al Muwattha karya Imam Malik. ketiga, mengenai Fiqh
termasuk kitab Insyaf Fi Bayan Asbab Al Ikhtilaf. keempat, yang berkenaan dengan tasawuf.
kelima, tentang Filsafat Islam dan Ilmu Kalam. terakhir, tentang Syiah dan Sunni yang pada
waktu itu memiliki pertentangan yang terasa tajam ketika itu. selain dari pada itu ia juga
memiliki gagasan tentang ilmu ekonomi dan sosialisme yang bersifat revolusioner, sehingga ia
bisa dianggap sebagai pendahulu Karl Marx. setelah kemangkatannya ,kepemimpinan Madrasah
Rahimiyyah diteruskan oleh keempat putranya ( Syah Abd Aziz, Syah Abd Qadir, Syah Rafi ad
Din dan Syah Abd Ghani ) mereka mencoba untuk menulis karya-karya baru di berbagai bidang
keilmuan serta memberi tambahan kepada apa yang telah diwariskan oleh orang tua mereka.
Madrasah yi Rahimiyyah merupakan satu-satunya pusat pendidikan yang menjadi tempat
penyelesaian urusan-urusan orang muslim khususnya India. hingga akhirnya Madrasah tersebut
dihancurkan oleh Inggris pada tahun 1857 M. akan tetapi tidak juga menghentikan pergerakan
pemikiran para lulusan-lulusannya. 10 tahun kemudian setelah tragedi tersebut, para lulusannya
mendirikan Dar el Ulum di Deoband, maka sekali lagi tradisi intelektual yang diwarisi Syah
Waliullah memulai fasenya yang  baru dibawah naungan para lulusan-lulusannya.  Madrasah
yang didirikan para alumni tersebut secara ketat mengikuti kurikullum yang diajarkan oleh
Madrasah Rahimiyyah baik dalam disiplin maupun metode pengajarannya ,sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan oleh Syah Waliullah sebelumnya .akan tetapi perlu dicatat bahwasanya
tidak semua pemikiran Syah di ambil dalam pemikiran Madrasah ini akan tetapi   hanya bagian
tertentu saja, selebihnya madzhab Deobandlah yang mengambil alih tradisi tersebut
seluruhnya .melalui Dar el Ulum inilah pengetahuan tentang Syah Waliullah menyebar
keseluruh anak benua Asia, oleh karna itulah hingga saat ini kelompok keagamaan di India
memperoleh inspirasi intelektualnya serta otorisasi (sanad) mereka dari Syah Waliullah .

Syah Waliullah dan Pemikirannya


Dari segi intelektualitas ia termasuk ulama yang serba bisa ,ia tidak hanya dikenal
sebagai ahli fiqh saja, akan tetapi juga dikenal sebagai mufassir, muhaddits serta seorang sufi
pembaharu. predikat yang layak disandang olehnya tak terlepas dari pada buah karyanya yang
telah ia produksi sepanjang hidupnya, yang ditulisnya dalam bahasa Arab serta sebagian lain
ditulisnya dalam bahasa Persia .

Dari sejumlah karyanya yang banyak tidak semuanya tersebar keberbagai belahan dunia
Islam. katakan saja sebuah karyanya yang memuat ilmu hakekat hanya menjadi rujukan bagi
orang-orang Indo-Pakistan saja. perlu diketahui bahwasanya ia adalah seorang yang dengan
tegas menolak filsafat dari Yunani, ia adalah seorang penganut tarekat Qadiriyyah, Chistiyyah
serta Naqsyabandiah. dalam dunia Tasawuf ia menyebut dirinya sebagai seorang Quthb [9]
bahkan lebih dari itu ia mengaku mendapat perintah Tuhan untuk menjalankan misi khusus yang
menempatkannya jauh diatas para anggota tarekat yaitu sebagai penyambung baru hukum islam
bukan sekedar pembaharu biasa . ia berpandangan bahwasanya Allah memberikan ilham lewat
bagian yang khusus dari alam semesta, salah satunya apa yang sering dibicarakan oleh para Sufi
dan Filosof yaitu Alam Imajinal (Alam Mitsal), baginya dunia Imajinal adalah suatu
penghubung antara dunia nyata kita dengan dunia ruh diatas serta berperan sebagai imajenasi
jiwa universal (universal soul). dengan demikian kehendak Tuhan disampaikan lewat para
malaikat, warna dan substansi halus dalam dunia imajinal sebelum menemukan jalan mereka
menuju pandangan mistis. bagi Syah Waliullah tempat yang paling utama dalam dunia Imajinal
adalah benteng kesucian atau Hadarat al Quds yaitu tempat Tuhan mewujudkan dirinya kedalam
jiwa manusia sempurna yang melebur kedalam insan suci (insane Ilahi). selain itu benteng
kesucian tersebut juga berperan sebagai media operasi dan satu kelas elit dalam hiraki malaikat
yang rumit dimana para Nabi dan Mujaddid atau Pembaharu menemukan tuntunannya .

Benteng kesucian tersebut merupakan manifestasi Tuhan yang agung .suatu tindakan
perwujudan Tuhan yang paling besar. hal ini tidaklah begitu penting jika dibandingkan dengan
entitas bayangan Tuhan yang dikatakan Ibnu Arabi sebagai Realitas Muhammad atau Hakekat
Muhammadiyah. Syah Waliullah memberikan penekanan pada gagasan Ibnu Arabi yang
mengatakan bahwa manifestasi diri Tuhan berhubungan dengan bagian khusus hati manusia
yang disebut dengan Mutiara Kegilaan (Gems of Bewilderment) karna cahaya ke Tuhanan
dipantulkan kedalam batin dan pada akhirnya membuatnya gila. Syah Waliullah juga
mengatakan bahwasanya konsep Wahdatul Wujud Ibnu Arabi dan Wahdatus Suhud Ahmad Sir
Hindi adalah dua tahapan yang berbeda dalam pengalaman mistis serta pandangan alternatif
alam semesta. dalam pandangan mistik Wahdatus Suhud seluruh maujud terserap kedalam
Tuhan sebagai suatu realitas mutlak yang kemudian menjadi suatu kesatuan dalam pandangan
hingga yang dipandang atau disaksikan hanyalah Tuhan semata atau kesatuan tersebut tidak
sampai mutlak menyatu antara hamba dan Tuhan akan tetapi mengambil bentuknya sendiri-
sendiri dengan mempertahankan sifat masing-masing, sedangkan dalam Wahdatul Wujud
,seorang manusia merasa bahwa Tuhan adalah eksistensi mutlak sedangkan yang lainnya
hanyalah bayangan atau singkatnya yang eksis hanyalah Tuhan maka tak ada satu wujudpun
didunia ini kecuali Tuhan. Waliullah juga memandang bahwasanya konsep Ibnu Arabi ingin
menunjukan betapa berbedanya Tuhan dengan Makhluknya, hanya saja pendapat Ini disalah
artikan oleh para penerusnya. bagi Waliullah kritik Sir Hindi Terhadap Arabi juga berasal dari
kesalah pahaman .

Sekalipun waliullah mengkritik Sir Hindi, namun pengaruh pemikiran yang dibuahkan
olehnya amatlah berpengaruh dalam pandangan Syah Waliullah. pengaruh tersebut tampak jelas
dalam teorinya tentang organ lembut didalam tubuh manusia (sirr). Lima rangkaian organ yang
lebih rendah adalah Hati ,Intelektual serta Jiwa dan Sirr (rahasia), dan lima yang lebih tinggi
yaitu Khafi (tersembunyi), Cahaya Kesucian,Mutiara Kegilaan,Yang Paling Tersembunyi,Diri
Yang Paling Agung. Waliullah juga mengatakan bahwa ayahnya mengajarkan tehnik meditasi
yang berhubungan dengan Sir Hindi serta menggambarkan lingkaran yang menunjukan beberapa
organ lembut yang berhubungan dengan tehnik tersebut. hingga pada akhirnya Syah Waliullah
menjelaskan bahwa pada tingkatan diri tertinggiu, batin bisa melihat seluruh alam semesta
dalam dirinya sendiri .

Karya-Karya Syāh Walî Allāh

Syāh Walî Allāh merupakan tokoh pembaru yang sangat produktif. Banyak sekali karya-
karyanya dalam berbagai bidang ilmu antara lain:
a. Karya-karya yang ditulis sebelum 1143 H/ 1731 M

- Radd-î rawāfid sebuah karya terjemahan.

- Radd gawhar-î murād.

b. Karya-karya yang ditulis antara tahun 1145 H/ 1732 sampai 1151/1738-39 M :

- Al-Qoul al-Jamîl fi Sawā as-Sabîl, karya tentang kelompok-kelompok sufi, kritik


terhadap praktik sufi dan kepercayaan Chistiya serta menjelaskan tentang bai’ah,
awrād, dan aturan dzikir.

- Fuyūd al-Haramain, sebuah otobiografi tentang kenangan dan pengalaman spiritual


yang diperoleh Syāh Walî Allāh di Makkah dan Madinah.

- Ḥujjat al-Allāh al- Bāliġah, sebuah karya besar (magnum opus) dalam bahasa Arab.
Karya yang membahas aspek hadits, fiqih, kalam dan alasan tentang hukum syari‟ah.

- Anfās al-’Ārifîn karya dalam bahasa persia tentang nenek moyangnya terutama bapak
dan pamannya.

- Ṣowāriq al-Ma’rifah, Biografi Syaikh Abū al-Riḍ ā Muhammad

- Al-imdād fi Ma’a ṭir al-Amjād, biografi hubungan yang lain Syāh Walî Allāh.

- Al-Nabi ẓāt al-Abriziyyah fi al-La ṭîfah al-’Aziziyyah, biografi yang menceritakan


leluhur Syaikh ‟Abd al-‟Azîz.

- Al-’Atiyah al-’Amdina fi Anfās al-Muhammadiyah, biografi Syaikh Muhammad Phalti.

- Al-Insān al-’Ain fi Ma ṣāyîh al-Haramain,biografi sufi dan ulama Makkah dan


Madinah.

- Al-Juz al-Latîf fi Tarjamah al-’Abd al Ḍa’îf, otobiografi Syāh Walî Allāh.

- Lamahāt, dalam bahasa persia yang berisi pembahasan tentang wujud, realitas dan
hubungan mistis tentang Tuhan dan Alam.

- Lama’āt, sufi.

- Al ṭāf al-Quds (Persia), sufisme.

- Hama’āt (Arab), sejarah perkembangan sufi dan praktik-praktiknya.

- Fath ar-Rahmān (Persia), terjemahan al-Qur‟an.

- ’Atyab a-Naġm fi Madh Sayyid al-’Arab wa al-’Ajam, syair-syair (kasidah) tentang


pujian kepada Nabi Muhammad.

- Qasida-i Na’tiyya Hamziyya, syair-syair (kasidah) tentang Nabi Muhammad.

c. Karya-karya yang ditulis dari tahun 1152 H/ 1739-40 sampai 1160 H/ 1747 M.

- Al-Musawwā, penjelasan Syāh Walî Allāh terhadap kitab alMuwa ṭṭa’ karya Abū ‟Abd
Allāh Mālik ibn Anās.

- Al-Intibāh fi Ŝalāsil Auliyā Allah wa Asānid Wariśi Rasūl Allah, pembahasan tentang
perbedaan-perbedaan kelompok sufi.
- Al-Fauz al-Kabīr fi U ṣūl al-Tafsīr, prinsip-prinsip penafsiran al-Qur‟an dan
pembahasan tentang nasîkh dan mansūkh.

- Muqaddimah Dār Fann-î Tarjama-î Qur’an, aturan dan petunjuk penerjemahan al-
Qur‟an.

- Tā’wil Ahādîś, relevansi hadits-hadits terhadap al-Qur‟an dan interpretasinya. - Qurrat


al-’Ainain fi Tafāil alṢ aikhain, pembahasan yang berkaitan keunggulan dua khalifah
pertama dan teori bahwa jiwa mereka bercampur dengan cahaya yang berasal dari jiwa
Nabi Muhammad (Persia).

- Izālat al-Khafā ’an Khilāfat al-Khulafā’, pembahasan yang lebih mendetail tentang
keutamaan dua khalifah pertama dan bentuk-bentuk perbedaan khalifah.

- Al-Khair al-Ka ṭîr, sebuah pembahasan tentang wujud dan masalah-masalah tasawuf
yang lain.

- Al-Budūr al-Bāziġah, ringkasan Hujjat Allāh al-bāliġah

- Sat’āt, risalah filsafat tasawuf

d. Karya-karya yang ditulis tahun 1160 H/ 1747 M sampai 1176 H/ 1762M

- Sarf-i Mir, risalah singkat dalam bahasa Persia cara mengajar tata bahasa Arab

- Al-Musaffa, penjelasan kitab al-Muwa ṭṭa dalam bahasa Persia.

- Al-In ṣāf fi Bayān Asbāb al-Ikhtilāf, menjelaskan sebab-sebab perbedaan yang terjadi
di kalangan ulama fiqih dan kesalahpahaman yang muncul di kalangan sahabat Nabi.

- ’Arba’ūna Hadîśan Musalsalatan bi al Isrāf fi Ḡālib Sanadihā, 40 hadits Nabi yang


otentik.

- Al-Durr al-Tamin fi Muba ṣarāti al-Nabî al-Amîn, koleksi ringkas hadits-hadits Nabi. -
Al-Irsyād ilā Muhimmat ’Ilm al-Isnād, risalah tentang otoritas Hadits

- Ṣ arh Tarājam Ba’d Abwāb al-Bukharî, catatan terhadap beberapa bab dalam kitab
Sahîh al-Bukharî.

Karya-karya lain yang penting antara lain:

- ’Iqd al-Jayyîd fi Bayān Ahkām al-Ijtihād wa al-Taqlîd

- Kasyf al Ḡain fi Ṣarh Rubā’iyatîn (Persia), penjelasan terhadap kitab Rubā’is karya
Khajā Bāqi Billāh.

- Husn al-’Aqîdah, berkaitan dengan keyakinan Syāh Walî Allāh.

- Al-Faḍl al-Mubîn fi Musalsal min Hadîś al-Nabî al-Amîn.

Ijtihad dan Taklid dalam pandangan Syah Waliullah


Ia adalah seorang yang gigih mempertahankan keunggulan akal dan memandang betapa
pentingnya suatu Ijtihad .dalam karyanya Hujjah Allah al Baligah, dia membahas secara rinci
keunggulan akal atas seluruh indera manusia lainnya .dengan tajam ia mengkritik orang-orang
yang mengatakan bahwasanya syariat tidak memiliki dasar rasional, ia tidak sepakat dengan
pernyataan bahwasanya syariat ditaati semata-mata hanya merupakan perintah Tuhan, baginya
akal manusia mampu untuk memahaminya serta dapat mengetahui keuntungan dari mentaatinya,
konsepnya tentang ijtihad inilah yang kelak mengilhami rumusan modernisme Neo-Mu’tazilah
Sayyid Ahmad Khan pada masa belakangan .

Ia juga orang yang sangat tidak menyukai taqlid yaitu mengikuti serta patuh begitu saja
terhadap penafsiran maupun pendapat ulama terdahulu, ia menganggap taklid merupakan suatu
faktor penyebab kemunduran umat Islam serta terjadinya penyelewengan terhadap ajaran Islam
yang murni, ia memandang masyarakat pada umumnya bersifat dinamis. penafsiran untuk suatu
Zaman belum tentu sesuai dengan Zaman sesudahnya, oleh karna itulah ia menganjurkan untuk
diselenggarakannya aktifitas ijtihad .akan tetapi perlu dicatat bahwa dalam hal ini Syah
Waliullah bukan berarti menolak total segala bentuk taklid, karna ia juga menyadari bahwa hasil
ijtihad ulama terdahulu tidak seluruhnya haus akan pembaharuan atau out of date, jika
sebagiannya masih relevan baginya taidaklah menjadi permasalahan jika dipungut kembali.
sebab jika seseorang tidak dapat melakukan ijtihad misalnya karna keterbatassan waktu, sarana
dan perangkat ilmu pengetahuan, maka tidak ada pilihan baginya kecuali bertaklid. akan tetapi
berijtihad disini bukanlah untuk semua orang akan tetapi hanya bagi mereka yang telah
mumpuni pengetahuannya dalam agama serta memiliki kesempatan, sedangkan bagi mereka
yang awam cukup dengan bertaklid saja.

Tentang al Quran dan al Hadits

Di masa Syah Waliullah penerjemahan al Quran kedalam bahasa asing dipandang


sebagai sesuatu yang dilarang, sementara itu pada kenyataanya masih banyak orang di India
membaca al Quran akan tetapi tidak memahami isinya, baginya pembacaan tanpa pengertian
tidak terlalu banyak faedahnya. pada saat itu penerjemahan al Quran kedalam bahasa Persia
sudah layak untuk dipakai oleh kalangan muslim terpelajar akan tetapi hal tersebut merupakan
suatu kebutuhan yang terelakan. oleh karna itulah dengan keberanian Syah Waliullah mencoba
untuk menerjemahkan al Quran kedalam bahasa Persia. awalnya penerjemahan itu mendapat
tantangan akan tetapi pelan-pelan dapat diterima juga oleh masyarakat. setelah masyarakat mau
menerimanya barulah kemudian putranya membuat terjemahan al Quran dalam bahasa Urdhu,
bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat di India. yang menjadi sorotan dalam hal ini
adalah sikap Syah Waliullah terhadap masalah asbabun nuzul, baginya tidak ada pemutlakan
penggunaan ajaran asbabun nuzul dalam memahami al Quran. karna bisa jadi keadaan dahulu
dan sekarang belum tentu sesuai [17]. ia juga menekankan akan pentingnya mengetahui latar
belakang sosial budaya masyarakat Arab pada masa turunnya al Quran. Sedangkan dalam
bidang Hadits ia menegaskan, bahwasanya hadits merupakan dasar bagi semua cabang ilmu
agama, sebab tidak mungkin mengetahui syariat tanpa adanya riwayat dari Nabi SAW, serta tak
dapat mengetahui riwayat dari Rasulullah jika tidak mengetahui bagaimana proses riwayat
tersebut sejak dari Nabi.

Integrasi Tasawuf dan Fiqh

Yang menjadi point terpenting dalam pandangan Syah Waliullah adalah pandangannya
dalam dunia Tasawuf, hal ini bukan sekedar dikarnakan sang tokoh adalah seorang sufi akan
tetapi lebih dari itu beliau adalah sosok yang memberi warna dan corak yang baru dalam dunia
tasawuf pada khususnya .ia adalah seorang sosok yang telah berhasil mengkompromikan ajaran-
ajaran Wahdatul Wujud yang di Nahkodai oleh Ibnu Arabi dengan ajaran Wahdatus Suhud yang
dikepalai oleh Ahmad Sir Hindi. Yang unik disini dan perlu menjadi catatan bahwasanya Syah
Waliullah menyatakan bahwa dalam satu mimpinya ditunjuk oleh nabi sebagai penengah dalam
pertikaian pengikut Wihdat al Wujud dan Wihdat As Suhud hingga akhirnya keputusannya dapat
diterima oleh kedua belah pihak. menurutnya filsafat Sir Hindi secara esensial sebetulnya sama
dengan filsafat Ibnu Arabi hanya saja keduanya harus diberi presfektif baru, perbedaan
keduanya hanya bersifat peripheral saja, hanya sekedar perbedaan sematik belaka, konsep Al
Zhiil (bayangan) yang menjadi ajaran polemik antar keduanya di tafsirkan oleh Syah hanya
sekedar kiasan saja .

Waliullah juga mengungkapakan perbedaan antara jalannya para sufi dengan jalannya
para rasul. ia berpandangan bahwasanya ada dua jalan untuk mencapai suatu kebahagiaan,
pertama adalah jalan philosof berketuhanan serta jalannya para sufi yang mendamba Tuhan yang
ia sebut dengan Thariqat al Walayah, sedang yang kedua adalah jalannya para rasul yang disebut
dengan Tharikat an Nubuwah, dalam jalan yang kedua manusia terpaut erat dengan tuntutan
Syariat, ihsan mereka adalah shalat, shaum, zakat. tafakur dalam tarekat yang kedua ini nyaris
terpinggirkan, bagi Syah Waliullah, rasul tidak mempunyai pendapat atau keterangan yang baik
dalam hal ini. lain halnya dengan tarekat an Nubuwah dan Wilayah yang banyak berisi tentang
ajaran serta konsep-konsep. baginya tarikat an Nubuwah hanya merupakan simbolisasi saja dari
thariqatal Walayah untuk mencapai Tuhan .

Selain dalam hal keagamaan yang telah disebutkan diatas tokoh ini juga seorang yang
mengamati perkembangan politik di India ia adalah seorang yang mengobarkan semangat Jihad
dikalangan Muslim India, Dr. Allama Iqal pernah berkata tentangnya “India telah menghasilkan
seorang alim besar yang bernama Ismail dia tidak menghabiskan waktunya membaca buku serta
memberikan fatwa, ia mengorbankan hidupnya untuk Islam serta untuk perbaikan hilangnya
akar islam dan menyerukan jihad melawan orang kafir. tidak diragukan lagi bahwa buku-buku
serta tulisan Syah Waliullah memberikan inspirasi kaum muslim India untuk semangat berjihad
yang kemudian dikomandani oleh Shah Ismail Syahid dua buku pentingnya Fuyuz al Haramain
dan Tafhima Al Ilahiyah merupakan contoh perhatiannya yang besar terhadap keselamatan umat
muslim . Ide-idenya yang berapi-apiyang kemudian memberikan pengaruh, ketika kelas
pembaharu Muslim muncul di India untuk mengingatkan serta dan menginspirasi kaum muslim
untuk menumpas kejahatan, serta ia pulalah yang telah menyiapkan kaum Muslim India untuk
Jihad yang sebenarnya yakni mendirikan pemerintahan Islam di India. Syah Waliullah yang
pertama  menaburkan bibit-bibit Negara Islam diantara kaum Muslim India serta ia jualah yang
menginspirasikan jihad kepada mereka untuk memperjuangkan hak – haknya, perjuangan ini
kelak mencapai bentuknya yang sesungguhnya pada masa Muhammad Ali JInah dan Sir
Muhammad Iqbal .

KELOMPOK 1

Anggota : Adef Yulius

Aliyah Hasanah

Andien Kusumaningtyas

Bella Adelia Rismayuni

Anda mungkin juga menyukai