Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan baik diperlukan penerapan good
governance (tata kelola pemerintahan yang baik) secara nyata. Pengertian good governance
yaitu bagian dari hukum, politik, ekonomi dan sosial sehingga dapat dikatakan bahwa good
governance meliputi seluruh aspek dalam kehidupan. Berdasarkan United Nations
Development Program (UNDP) terdapat 9 prinsip good governance yaitu sebagai berikut : 1.
Partisipasi (Participation) 2. Supremasi Hukum (Rule of Law) 3. Transparansi
(Transparancy) 4. Peduli pada stakeholders (Responsiveness) 5. Berorientasi Konsesus
(Consensus Orientation) 6. Berkeadilan (Equity) 7. Efektivitas dan Efesiensi (Effectiveness
and Efficiency) 8. Akuntabilitas (Accountibility) 9. Visi Strategis (Strategic Vision)
(Oktapiani et al. 2021).
Pemerintahan Jokowi ini masih jauh dari prinsip-prinsip tersebut. Terlihat pada
partisipasi masyarakat yang kurang karena adanya pandemi sehingga maraknya demo yang
terjadi. Kurang tegaknya supremasi hukum yang terlihat pada menurunnya kondisi politik
dan penegakan hukum seperti pada kasus korupsi Djoko Tjandra dari tahun 1999 yang justru
dibantu oleh salah satu polisi dalam pelariannya, dituntut ringan hanya 11 bulan dan
kemudian memutusnya bebas padahal terpidana lain telah divonis. Selain itu, Djoko Tjandra
menjadi buronan sejak tahun 2009. Prinsip lain yang tidak sesuai adalah efektivitas dan
efisiensi, akuntibilitas, serta visi strategis. Hal tersebut terlihat pada semakin besarnya utang
Indonesia, entah tindakan tersebut sudah diperhitungkan atau tidak terkait dampak yang akan
terjadi. Masih banyak pula kemiskinan, pengangguran, dan tidak adanya rasa sejahtera bagi
kebanyakan masyarakat. Banyaknya janji-janji yang hanya dilontarkan saat kampanye saja,
tetapi tidak ada tindakan yang berdampak signifikan bagi bangsa Indonesia itu sendiri dan
masih banyak hal lain yang kiranya menjadi faktor pemerintah Indonesia di masa Jokowi ini
jauh dari kata good governance. Berbagai persoalan dan tantangan dalam pemerintahan
Jokowi-Ma’ruf menjadi sorotan publik. Terlebih lagi dengan adanya pandemi Covid-19 saat
ini menjadi tantangan yang besar bagi pemerintahan untuk fokus dalam penanganannya.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berpendapat 5 (lima) sektor yang menjadi fokus
utama dari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, yaitu pengembangan sumber daya manusia,
infrastruktur, penyederhanaan birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan transformasi ekonomi
belum memperlihatkan hasil yang optimal, kecuali bidang infrastruktur (Sejati et al. 2020).
Sumber:
Haeli. 2020. Penerapan Prinsip- Prinsip Good Governance Pada Pemerintah Daerah Provinsi
Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus). Jurnal Bestari, 1(1): 1-9.
Moento PA, Firman, Yusuf AP. 2019. Good Governance Dalam Pemerintahan. Jurnal
Unmus, 1(2): 10-16.
Sejati SB, Amrynudin AD. 2020. Sinergitas Antarlembaga Pemerintah Dalam Setahun
Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Jurnal Info Singkat, 12(21): 25-30.
Oktapiani F, Rosmiati M, Indrawati L. 2021.
Pendapat teman
Good governance telah menjadi sebuah paradigma yang mengglobal dalam hal pengelolaan
pemerintahan. Paradigma ini muncul sebagai sebuah pembaharuan terhadap sistem
pemerintahan yang diharapkan bisa dijalankan berlandaskan prinsip akuntabilitas,
profesional, transparan, partisipatif, efektif dan efisien, serta memenuhi rasa keadilan
masyarakat. Terlebih lagi di Indonesia, semenjak dimulainya era reformasi tahun 1998 good
governance menjadi sebuah paradigma yang menjadi harapan setiap masyarakat bisa
membawa perubahan dalam sistem tata kelola pemerintahan. Dalam pandangan masyarakat
good governance diharapkan bisa melahirkan sinergi antara pemerintah (government),
swasta (private sector) dan masyarakat (civil society). Dengan kata lain Indonesia yang sejak
32 tahun berada pada masa kekuasaan orde baru dengan sistem pemerintahan yang
sentralistik dan begitu mendominasi diharapkan berubah dengan penerapan paradigma good
governance tersebut. Tuntutan untuk mewujudkan good governance muncul seiring dengan
kritik terhadap birokrasi pemerintahan yang berkembang tak terkendali dan memasuki semua
wilayah kehidupan masyarakat sehingga terjadi masyarakat hipperregulasi. Terutama adanya
permasalahan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang tak kunjung usai yang dirasakan
masyarakat selama ini dalam sistem pemerintahan Indonesia sejak sebelum era reformasi
hingga saat ini. Selama beberapa dekade sistem pemerintahan di Indonesia berjalan,
masyarakat merasakan bahwa pemerintah tidak berperan secara optimal dalam mewujudkan
keadilan sosial dan kesejahteraan sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi. Padahal
pemahaman masyarakat mengenai adanya good governance di Indonesia ini akan memiliki
kualitas pemerintahan yang lebih baik, bebas dari KKN, dan masyarakat bisa menjadi lebih
sejahtera, hal ini menjadi harapan dan impian masyarakat Indonesia.Adapun pemahaman
paradigma good governance yang dijabarkan oleh Kementrian PAN dan RB antara lain yaitu
1). Mendudukan peran pemerintah lebih sebagai katalisator, regulator, fasilitator, pengarah,
pembina, dan pengawas. penyelenggaraan urusan pemerintah. 2). Perlindungan HAM dan
pelaksanaan demokrasi. 3). Pemerataan pendapatan dan penanggulangan kemiskinan. 4).
Penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin kepastian hukum, keterbukaan, profesional,
dan akuntabilitas (Hakim 2016). Namun, pada praktiknya prinsip good governance ini tidak
seluruhnya terwujud terutama jauh dari ekspektasi masyarakat terhadap pemerintahan itu
sendiri.Walaupun sejak tahun 2004 usaha untuk mewujudkan good governance sudah mulai
dilakukan secara lebih terarah, dengan dibuatnya kajian rencana tindak reformasi birokrasi
oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sebagai upaya pemerintah
untuk melakukan perbaikan terutama dalam sektor birokrasi yang berperan besar dalam
menjalankan sistem pemerintahan di Indonesia sejak jaman kemerdekaan (Hakim 2016).
Nyatanya meskipun sudah dilakukan berbagai upaya, di Indoensia masih terdapat kasus-
kasus yang memang dari awal kemerdekaan pun ada seperti korupsi yang mana hal tersebut
paling besar kemungkinananya yang menjadi penghambat kemajuan serta kemakmuran di
Indonesia.
Saat ini di Indonesia, Joko Widodo telah menjabat 2 tahun sebagai Presiden RI pada periode
kedua yang mana telah dilakukan penilaian/evaluasi terhadap kinerjanya selama menjabat.
Berdasarkan video, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi pada
Oktober 2021 menurun dari 69,1% pada April 2021 menjadi 66,4% pada Oktober 2021. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya wabah COVID-19 yang berdampak bagi kebanyakan
aspek. Terutama pada kondisi ekonomi yang tadinya memang tidak begitu baik, justru tidak
ada perkembangan (belum pulih) justru dapat dikatakan semakin memburuk. Kondisi
ekonomi ini mencakup ekonomi rumah tangga, ekonomi nasional, pengangguran,
kemiskinan, dan kesejahteraan yang masih parah. Kondisi ini dapat terlihat dengan
banyaknya kasus PHK karena perusahaan yang bangkrut akibat adanya pandemi sehingga
omzet penjualan menurun (dsb), para pedagang yang sulit berjualan karena adanya peraturan
yang menetapkan kebijakan untuk membatasi aktivitas warga, maraknya korupsi oleh
sebagian pejabat yang diamanahkan untuk memberikan dana kepada masyarakat, dsb.
Bahkan, dalam masa pandemi pun pemerinah masih membuat utang baru di tahun 2020
sehingga utang negara tumbuh 5% dalam pemberitaan bulan Agustus 2020. Hal tersebut
menunjukan bahwa Indonesia memang dalam kondisi yang tidak makmur terutama di
kalangan masyarakat kecil akibat banyaknya keputusan yang tidak melihat kondisi yang akan
terjadi kedepannya. Ibaratnya yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Tidak
hanya aspek ekonomi saja yang memburuk, kondisi politik dan penegakan hukum serta
kondisi korupsi juga semakin memburuk. Hanya kondisi keamanan saja yang dianggap stabil
pada masa pemerintahan Jokowi ini.
Jika dikaitkan dengan prinsip good governance, pemerintahan Jokowi ini jauh dari prinsip-
prinsip tersebut. Terlihat pada partisipasi masyarakat yang kurang karena adanya pandemi
sehingga maraknya demo yang terjadi. Kurang tegaknya supremasi hukum yang terlihat pada
menurunnya kondisi politik dan penegakan hukum seperti pada kasus korupsi Djoko Tjandra
dari tahun 1999 yang justru dibantu oleh salah satu polisi dalam pelariannya, dituntut ringan
hanya 11 bulan dan kemudian memutusnya bebas padahl terpidana lain telah divonis. Selain
itu, Djoko Tjandra menjadi buronan sejak tahun 2009. Prinsip lain yang tidak sesuai adalah
efektivitas dan efisiensi, akuntibilitas, serta visi strategis. Hal tersebut terlihat pada semakin
besarnya utang Indonesia, entah tindakan tersebut sudah diperhitungkan atau tidak terkait
dampak yang akan terjadi. Masih banyak pula kemiskinan, pengangguran, dan tidak adanya
rasa sejahtera bagi kebanyakan masyarakat. Banyaknya janji-janji yang hanya dilontarkan
saat kampanye saja, tetapi tidak ada tindakan yang berdampak signifikan bagi bangsa
Indonesia itu sendiri dan masih banyak hal lain yang kiranya menjadi faktor pemerintah
Indonesia di masa Jokowi ini jauh dari kata good governance. Oleh karena itu, menurut saya
seluruh aspek yang ada terlebih dahulu harus dipikirkan baik-baik terkait dampak positif dan
negatif, rencana A-Z, serta penanggulangannya. Jokowi juga sebaiknya dapat tegas jangan
sampai dijadikan boneka oleh beberapa pihak yang memiliki kuasa tinggi terhadap dirinya.
Jangan sampai di Indonesia ini dipenuhi kelompok-kelompok yang memperkaya diri sendiri
sedangkan masyarakat lain semakin miskin. Perlu adanya ketegasan bagi seluruh struktural di
pemerintahan maupun pada masyarakatnya.