Anda di halaman 1dari 6

Jurnalisme Keberagaman Santri; Menjawab Tantangan Islam

Progresif dalam Wadah yang Konservatis


Ud’Hiyata Zahbi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, udhiyatazahbi@gmail.com

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang demokratis, menegakkan dengan setinggi-tingginya
Hak Asasi Manusia, dan kesejahteraan masyarakat. Namun dewasa ini, praktek agama yang
berpegang secara ketat pada ajaran dan tradisi agamanya semakin marak. Sehingga tindak
konservatisme oleh penganut agama menjadi kajian yang kini ditingkatkan.
Sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia, menjadikan agama Islam
juga sangat mencolok dalam fenomena kebangkitan konservatisme penganut agama. Islam
merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW atas perintah Allah SWT dengan
membawa kitab suci Al-Qur'an untuk pedoman hidup umat manusia. Umat muslim telah
menyebar ke seluruh penjuru dunia. Islam sendiri telah diakui menjadi salah satu agama yang
ada di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya masyarakat yang menganut agama
Islam.
Di kalangan umat muslim terdapat kesepakatan bawah ajaran Islam didasarkan pada Al-
Qur'an dan As-sunah. Namun, keduanya hanya bersifat statis. Sehingga untuk menjawab
perkembangan zaman, umat Islam menggunakan ijma' dan qiyas untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan. Hal tersebut sebagai bentuk kehati-hatian bahwa
segala sesuatu yang terjadi pada umat manusia telah diatur oleh Allah SWT.
Adanya perbedaan-perbedaan pendapat inilah yang menjadi pemicu ajaran yang berbeda
di kalangan umat Islam sendiri. Munculnya kaum minoritas menjadi pemicu munculnya
kesenjangan bahkan tindak kekerasan dalam umat Islam sendiri. Penyebabnya adalah perbedaan
ajaran karena menganut pendapat dari ulama uang berbeda.
Seperti halnya proses Islamisasi masyarakat dengan meluasnya pemakaian jilbab. Tidak
hanya jilbab, pemakaian cadar di Indonesia juga menimbulkan berbagai perspektif. Hal ini
menjadi contoh kecil dalam proses konservatisme di Indonesia. Padahal, sebagai individu setiap
insan memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya. Bagi banyak pengamat, semakin
meluasnya pemakaian jilbab mengandung berbagai implikasi negatif terhadap masa depan
negara-bangsa Indonesia dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Menghargai perbedaan dan pendapat orang lain menjadi urgensi dalam kehidupan sosial
bermasyarakat. Sebagai umat Islam sendiri harus menyadari bahwa ajaran Islam bukan hanya
tentang syari'at tapi juga tentang muamalat. Ajaran-ajaran ini sering kita temui di pondok
pesantren sebagai basis besar dalam menanamkan pendidikan Islam kepada anak-anak. Peran
pondok pesantren menjadi penting sebagai garda terdepan dalam meminimalisir tindak
konservatisme Islam di Indonesia. Oleh karena itu, penulis menyajikan tulisan yang berjudul,
“Jurnalisme Keberagaman Santri; Menjawab Tantangan Islam Progresif dalam Wadah yang
Konservastis. Tujuan dari pembuatan karya ini adalah untuk menjawab tantangan tentang
progresivitas Islam di tengah ajaran Islam yang konservatif, menunjukkan jurnalisme
keberagaman.

PEMBAHASAN
Islam progresif adalah Islam yang menawarkan sebuah kontekstualisasi penafsiran Islam
yang terbuka, ramah, segar, serta responsif terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan. Hal ini
sesuai dengan usaha penegakan HAM di Indonesia. Dengan pemikiran Islam yang terbuka,
sehingga tidak muncul doktrin yang mengekang hak masing-masing individu.
Diera modern sekarang ini, penyebaran suatu informasi lebih mudah dan cepat dengan
adanya teknologi. Dalam hal dakwah juga banyak ulama-ulama yang sudah menggunakan
teknologi untuk menyebarkan ajaran Islam. Begitupun pondok pesantren yang ada di Indonesia,
sudah banyak yang menggunakan media digital untuk mempromosikan kegiatan, menyebarkan
luaskan ajaran Islam, dan lain sebagainya. Penggunaan media ini hendaknya juga dipergunakan
untuk meningkatkan progresivitas Islam di Indonesia.
Salah satu karakteristik Islam yang progresif adalah lebih meletakkan titik tekan
pemikirannya pada berbagai isu keadilan sosial, keadilan gender, HAM dan relasi yang harmonis
antara Muslim dan non-Muslim. Nilai keadilan, kebaikan dan keindahan adalah nilai-nilai
universal Islam yang menjadi jiwa semua aspek keislaman. Oleh karena itu, semua ketentuan dan
status hukum Islam tradisional yang tidak berpihak pada keadilan, kebaikan dan keindahan
haruslah ditinggalkan untuk kemudian diganti dengan ketentuan hukum yang sesuai dengan
prinsip universal Islam dengan menggunakan pendekatan progresif ijtihadi (Yusdani, 2015).
Hadirnya media digital diharapkan mampu menjadi wadah tersebarluasnya ajaran Islam
di pesantren. Banyak pondok pesantren yang sudah memiliki tim redaksi untuk meliput kegiatan-
kegiatan atau menginformasikan hal penting kepada masyarakat, seperti tim redaksi pesantren
modern Ummul Quro, pesantren Tebu ireng, Pesantren Mambaul Ulum, Pondok Pesantren Kyai
Galang Sewu. Namun hal tersebut juga bias dikembangkan dengan kegiatan jurnalisme
keberagaman. Jurnalisme keberagaman adalah kerja jurnalisme yang berusaha menghadirkan
representasi kelompok yang luas dan tidak membingkai suatu kelompok atau peristiwa secara
diskriminatif. Sehingga kaum santri bisa menjadi pembawa pesan kepada khalayak umum bahwa
ajaran Islam yang konservatis di pesantren bisa bersikap progresif.
Pembentukan tim jurnalistik pesantren yang tidak hanya membahas kajian keislaman
menjadi sangat penting. Isu-isu gender, kesetaraan, disabilitas juga bisa diangkat ke media untuk
memperluas wawasan masyarakat. Apalagi pesantren dipandang sebagai basis yang bisa
mengajarkan kebenaran dan menjawab keresahan masyarakat.
Adanya santri di pondok pesantren juga mendukung pesantren sebagai pelopor ajaran
Islam yang progresif di Indonesia. Santri yang didominasi oleh kalangan muda, diharapkan
memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan realistis terhadap adanya perbedaan dan kemajuan
yang terjadi sekarang ini.
Namun, menjadi jurnalis keberagaman tentu memiliki tugas yang berbeda dengan jurnalis
pada umumnya. Berdasarkan workshop yang diadakan oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagman
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum meliput keberagaman dan menerbitkan
beritanya di media digital. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menjadi jurnalis
keberagaman:
1. Kerahasiaan Narasumber
Jurnalis keberagaman harus memahami objek yang diliput tidak bisa ditulis secara
sembarangan. Kerahasiaan identitas menjadi hak penuh narasumber dan harus dijaga oleh
reporter. Karena tidak semua orang mau identitasnya diketahui banyak orang, terlebih
mereka yang berasal dari orang-orang yang dianggap minoritas.
2. Diksi Kata
Penggunaan pilihan kata yang mewakili orang-orang yang diliput harus sesuai dengan
KBBI dan tidak menyinggung perasaan narasumber. Kata yang dipilih dalam setiap
kalimat yang ada di media juga harus jelas, tidak boleh menimbulkan makna ganda ketika
dibaca. Sehingga informasi yang disampaikan tidak disalah artikan dan menimbulkan
konflik pada beberapa pihak.
3. Netral
Menjadi jurnalis keberagaman harus bersikap netral. Di sini bisa menjadi tantangan para
santri ketika terjun untuk meliput keberagaman yang ada di sekitar. Bagaimana seorang
jurnalis mampu mengolah data dari berbagai sudut pandang sehingga mampu membuka
wawasan pembaca, bukan malah membangun perspektif yang menyudutkan.
4. Tuntas
Pemberitaan yang diliput haruslah utuh. Jangan smapai pemberitaan yang diliput masih
setengah-setengah sehingga menimbulkan spekulasi ganda oleh para pembaca. Mulai dari
judul yang sesuai, isi yang dipaparkan secara jelas bahkan jika perlu seorang jurnalis
harus melakukan riset untuk menunjukkan kredibilitas tulisannya.
Sebelum melakukan reportase, hendaknya santri juga harus memahami hal-hal tersebut.
Agar tujuan dari kegiatan jurnalisme keberagaman dapat tercapai secara sempurna. Dukungan
dan bantuan dari pihak pondok pesantren sendiri tentu juga dibutuhkan untuk terus mengawal
dan mengarahkan kegiatan santri ke hal-hal yang positif dan tidak menyeleweng dari ajaran
mereka.
Dengan adanya jurnalisme keberagaman oleh santri, pada akhirnya pondok pesantren
bias menjadi pelopor untuk mewujudkan progresivitas Islam. Sehingga agama Islam di Indonesia
bisa mewujudkan semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika, meneggakkan HAM, dan ikut serta
dalam penjaga perdamaian di tengah banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia.

PENUTUP
Islam sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia, haruslah ikut andil dalam usaha
negara dalam mewujudkan perdamaian dan penegakkan HAM di Indonesia. Perannya sebagai
agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia menjadikannya vital dalam membangun
pemikiran masyarakat yang progresif. Di samping ajaran-ajaran yang konservatif, pondok
pesantren diharapkan mampu menjadi pelopor dalam mewujudkan islam yang progresif melalui
kegiatan jurnalisme keberagaman oleh santri. Dengan memanfaatkan media digital diharapkan
mampu menyebarluaskan informasi dan ajaran Islam yang tepat guna saat diterapkan di negara
yang pluralisme seperti Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Yusdani, Y. (2015). PEMIKIRAN DAN GERAKAN MUSLIM PROGRESIF. El-Tarbawi, 8(2), 146–160.
https://doi.org/10.20885/tarbawi.vol8.iss2.art3

Anda mungkin juga menyukai