NIM : 22241006924
Mata Kuliah : Studi Al-Qur’an Kontekstual
Dosen Pengampu : Prof Dr. Mahyudin Barni, M.Ag
2. Dalam studi al-Qur`an, ada istilah azbab al-nuzul, bagaimana mengetahuinya, dan
mengapa asbab al-nuzul dibutuhkan dalam menafsirkan sebuah ayat al-Qur`an.
Lakukan analisis disertai dengan contoh.
Jawaban : Para mufassir Al-Qur’an sepakat bahwa: “Asbabun nuzul adalah
diturunkan ayat Al-Qur’an atas sebuah kejadian untuk mengabadikannya atau
menjelaskan hukum atas kejadian tersebut.” Di antara contoh asbabun nuzul adalah
riwayat yang menjelaskan kejadian yang melatarbelakangi diturunkannya hukum
larangan meminum khamr dalam Al-Quran, yaitu:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika dua kabilah dari golongan Anshar
mengadakan perjamuan yang disuguhi dengan minuman khamr. Kemudian mereka
minum khamr hingga mabuk sehingga terjadilah perkelahian di antara mereka. Ketika
mereka telah sadar dari mabuknya, maka sebagian mereka menyadari bekas luka yang
ada di wajahnya seraya berkata, ‘Sungguh saudaraku fulan telah melukaiku,
seandainya ia berbelas kasihan niscaya ia tidak akan melukaiku’. Terbakarlah
permusuhan di antara dua kabilah tersebut karena luka yang mereka dapatkan.
Kemudian, Allah menurunkan ayat Al-Qur’an
ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَا ِن فَاجْ تَنِبُوهKُ األزال َ ر َواأل ْنKُ ِإنَّ َما ْالخَ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس
ْ صابُ َو
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan
keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah…” (QS Al-Maidah : 90)
4. Pada awal perkembangan tafsir, tafsir ijmali adalah tafsir yang pertama muncul.
Setelah itu, berkembang tafsir tahlili dengan berbagai coraknya. Pada masa
kontemporer berkembang lagi tafsir maudhu’I dan tafsir muqarin. Lakukan analisis
mengapa?
Jawaban : Sejarah perkembangan tafsir dimulai pada masa Nabi dan para sahabat.
Penafsiran ayat-ayat al-qur’an pada saat itu secara ijmali, artinya tidak memberikan
rincian yang memadai . dalam tafsir mereka pada umumnya tidak diperlukan uraian
yang detail, karena itu penjelasannya hanya bersifat global (ijmali) saja sudah dirasa
memadai pada waktu itu. Atas dasar itulah maka dikatakan bahwa metode ijmali
merupakan metode tafsir al-qur’an yang pertamakali muncul dalam kajian tafsir
qur’an.
kemudian pada periode selanjutnya diikuti oleh metode tahlili dengan mengambil
bentuk al-ma’stur, kemudian tafsir ini berkembang dan mengambil bentuk al-ra’y.
tafsir dalam bentuk ini kemudian berkembang terus dengan pesatsehingga
mengkhususkan kajiannya dalam bidang-bidang tertentu, seperti fiqih, tasawuf,
bahasa, dan sebagainya. dapat dikatakan, bahwa corak-corak serupainilah di abad
modern yang mengilhami lahirnya tafsir maudhu’i (metode tematik) lahir pula
metode muqarin (metode perbandingan), hal ini ditandaidengan dikarangnya kitab-
kitab tafsir yang menjelaskan ayat yang beredaksi mirip.
lahirnya metode-metode tafsir, disebabkan oleh tuntutan perkembangan masyarakat
yang selalu dinamis. Pada zaman Nabi dan Sahabat, pada umumnya mereka adalah
ahli bahasa Arab dan mengetahui secara baik latarbelakang turunnya ayat asbab al-
nuzul, serta mengalami secara langsung situasi dan kondisi ketika ayat-ayat al-qur’an
turun.
dengan demikian mereka relatif dapat memahami ayat-ayat al-qur’an secara benar,
tepat, dan akurat. Maka, pada kenyataannya umat pada saat itu, tidak membutuhkan
uraian yang rinci, tetapicukup dengan isyarat dan penjelasan secara global (ijmali).
itulah sebabnya Nabi tak perlu memberikan tafsir yang detail ketika mereka bertanya
tentang pengertian suatu ayat atau kata di dalam al-qur’an.
5. Dari segi sumber, tafsir dapat dibagi kepada tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi.
Berikan contoh, dan alasan mengapa contoh itu dikatagorikan sebagai tafsir bil
ma’tsur dan tafsir bil ra’yi.
Jawaban :
a. Tafsir Bil Ma’tsur
Salah satu syarat dalam kategori tafsir bil-Ma’tsur adalah Tafsir bi al ma'sur
adalah tafsir Al-Qur'an berdasarkan riwayat yang meliputi ayat dengan ayat,
penafsiran ayat dengan sunnah Rasul dan penafsiran dengan riwayat sahabat. Tafsir
bi al ma'sur dari Al-Qur'an dan sunnah yang sahih dinilai marfu' harus diterima.
b. Tafsir Bil-Ra’yi
Pada QS. Al-Ahzab ayat ke 59
َك َونِ َسٓا ِء ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ي ُۡدنِينَ َعلَ ۡي ِہ َّن ِمن َجلَ ٰـبِيبِ ِه ۚ َّن َذٲلِكَ َأ ۡدن ٰ َٓى َأن ي ُۡع َر ۡفنَ فَاَل ي ُۡؤ َذ ۡي ۗن
َ ِيَاَّيُهَا ٱلنَّبِ ُّى قُل َأِّل ۡز َوٲ ِجكَ َوبَنَات
٥٩ : االٴحزَاب ) َو َكانَ ٱهَّلل ُ َغفُو ۬ ًرا َّر ِحي ۬ ًما
Artinya : “Hai, Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, putri-pitrimu, dan istri-istri
orang-orang yang beriman. “Hendaklah mereka mengulurakan jilbabnya kedeluruh
tubuh mereka”. Dengan pakaian serupa itu, mereka lebih mudah dikenal maka
mereka tidak diganggu lagi, dan Allah senantiasa Maha Pengampun dan Maha
Penyayang”.
Penjelasan dari Mana’ Khalil al-Qaththan: Yaitu tafsîr yang mufassîr-nya di dalam
menjelaskan makna hanya mengandalkan pemahaman dan meng-istinbath-kannya
dengan menggunakan logika semata”. Kemudian Mana’ Khalil al-Qaththan
menambahkan keterangan yang berhubungan defenisi ini. Menurutnya yang
dimaksud logika semata adalah logika yang pemahamannya tidak sejalan dengan
nilai syari’at, dan biasanya dilakukan oleh ahli bid’ah.