Anda di halaman 1dari 17

ILMU-ILMU AL-QUR’AN

Sub Bahasan:

Ilmu Al-Makki wal Madany, Ilmu Munasabah Al-Qur’an.

Kelompok 5

Dosen pengampu Khairullah, S.Ag, MA

Fahra Tri Nurlita (2141010157)


Helga Malya Razita (2141010166)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN RADEN INTEN LAMPUNG
2021/2022

i
BAB I
PENDAHULUAN
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah menurunkan 4 kitab suci sebagai
pedoman bagi setiap hamba- Nya. Diantaranya adalah kitab Taurat yang
diturunkan kepada Nabi Musa a.s, kitab Zabur yang diturunkan kepada
Nabi Daud a.s, kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s, dan yang
terakhir Al- Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Mengapa Al- Qur’an diturunkan paling akhir diantara semua kitab
sebelumnya?Karena Al- Qur’an merupakan bentuk penyempurnaan dari
kitab- kitab sebelumnya.Maka tidak heran, isi dan kandungan Al- Qur’an
sangatlah mulia dan patut kita muliakan.

Al- Qur’an terdiri dari 30 juz.114 surah, dan 6.666 ayat yang
mengatur setiap perkara secara mendetail. Dari Abdillah ibn Amr ibn Ash
RA “ Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “ Sampaikanlah
dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari). Dari hadits inilah kita dapat
menyimpulkan bahwa dengan mengamalkan isi dan kandungan Al- Qur’an,
menyampaikan kebaikan, atau mengingatkan sesama muslim merupakan
hal yang baik dan merupakan anjuran dari Nabi Muhammad SAW.Dan
dari sinilah para ulama dan ahli tafsir terdahulu memberikan perhatian
yang besar terhadap penyelidikan surat-surat Al-Qur’an. Mereka meneliti
Al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk disusun sesuai
dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat.
Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkannya sesuai dengan waktu,
tempat dan pola kalimat.Cara demikian kemudian menjadi gambaran
mengenai penyelidikan ilmiah tentang Ulumul Qur’an.

Ulumul Qur’an sangatlah beragam.Mulai dari pratinjau turunnya


ayatsampai hal- hal lainnya di bahas dalam ilmu ini. Ulumul Qur’an pun
terdiri dari banyak ilmu, dan beberapa dari ilmu- ilmu tersebut akan kami
bahas lewat makalah ini salah satunya ilmu Al-Makky wal Madani, dan
ilmu Munasabah Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN AL-MAKKY DAN AL-MADANY


Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW sebelum berhijrah ke Madinah, sedangkan Madaniyah adalah wahyu
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW setelah berhijrah ke
Madinah.1
Ada beberapa definisi tentang Al-Makky dan Al-Madany yang
diberikan oleh para ulama’ yang mana masing-masing berbeda satu sama
lain. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan
untuk menetapkan Makky atau Madany pada sebuah surat atau ayat.
Adapun pendapat yang dikemukankan ulama’ tafsir dalam hal ini :

1. Berdasarkan tempat turunya suatu ayat (tahdid makany).

ُّ ‫ْال َم ِك‬
ُّ ِ‫ي َما نَزَ َل ِب َم َّكة َولَ ْو بَ ْعدَ ال ِه َج َرةِ َوال َمدَن‬
‫ي َما نَزَ َل ِبال َم ِد ْي َن ِة‬

“Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Makkah, sekalipun


sesudah hijrah, sedangkan Madaniyah ialah yang diturunkan di
madinah.”

Berdasarkan rumusan diatas, Makkiyah adalah semua surat atau ayat


yang dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan
Madaniyyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah.
Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak semua ayat al-Qur’an
dimasukkan dalam kelompok Makiyyah atau Madaniyyah. Alasanya ada
beberapa ayat al-Qur’an yang dunujulkan jauh di luar Makkah dan
Madinah.

1Subhi al-Shalih, mabahis fi ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985).

2
2. Berdasarkan khitab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut

ُّ ِ‫طابًا ِِلَه ِل َم َكةّ َوال َمدَن‬


َ ‫ي َما َوقَ َع ِخ‬
‫طابًا ِِل ْه ِل ال َم ِد ْي َن ِة‬ ُّ ‫ْال َم ِك‬
َ ‫ي َما َوقَ َع ِخ‬

“makkiy ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada


penduduk Mekah, sedangkan Madaniyah ialah yang khittabnya
ditunjukan kepada penduduk Madaniyah.”

Berdasarkan rumusan di atas, para ulama’ menyatakan bahwa setiap


ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi ‫( يا أيها الناس‬wahai sekalian
manusia) dikategorikan Makkiyah, karena pada masa itu penduduk
Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang
dimulai dengan ‫( يا أيها الذين أمنوا‬wahai orang-orang yang beriman)
dikategorikan Madaniyyah, kerena penduduk Madinah pada waktu itu
telah tumbuh benih-benih iman mereka.

3. Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut (tartib zamany)

‫الرسُ ْو ِل‬ َّ ِ‫ي َمانُ ِز َل قَ ْب َل ه ِْج َرة‬ ُّ ‫اَ ْل َم ِك‬,‫َوا ِْن َكانَ نُ ُز ْولُهُ بِغَي ِْر َم َّك ِة‬
‫ي َمانُ ِز َل َب ْعدَ َه ِذ ِه ْال ِه ْج َر ِة َوا ِْن َكانَ نُ ُز ْولُهُ ِب َم َّك َة‬ ُّ ‫َو ْال َمدَ ِن‬

“ Makkiyyah ialah ayat diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah


sekallipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madamiyah ialah yang
diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekaipun turunya di Mekkah.”

Dibanding dua rumusan sebelumnya, tampaknya rumusan Al-Makky


dan Al-Madany ini lebih popular karena dianggap tuntas dan memenuhi
unsur penyusunan ta’rif (definisi).

3
2.2 CIRI-CIRI MAKKI DAN MADANY
1. Ciri-Ciri Makki (Makiyyah)
Menurut Jalal A (2000 : 78) dalam bukunya “Ulumul Qur’an”, Ciri-
ciri surat makiyyah adalah sebagai berikut :

a) Ayat dan surahnya pendek dan susunannya luwes dan jelas.


b) Ayat-ayatnya lebih puitis (bersajak), karena yang ditantang adalah
masyarakat yang ahli dalam membuat puisi.
c) Makiyyah banyak menyebut qasam (sumpah), tasybih
(penyerupaan), dan amtsal (perumpamaan).
d) Gaya bahasa al-Makkiyah jarang bersifat konkret, realistis dan
materialis, terutama ketika berbincang tentang kiamat.
e) Surah-surah al-Makkiyah mengandung lafadz kalla, yaitu di dalam
alQuran lafadz ini berulang sebanyak 33 kali dalam 15 surah.
f) Surah-surahnya mengandung seruan (‫( ”ناسالهاأيي‬Hai sekalian
manusia”, dan tidak mengandung seruan (‫( ”نواآمنذيالهاأيي‬Hai
orangorang yang beriman”.
g) Mengajak kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah,
pembuktian mengenai kebenaran risalah, kebangkitan dan hari
pembalasan, hari kiamat dan mala petakanya, neraka dan
siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang
musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat
kauniyah.
Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak
mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat; dan
penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah,
memakan harta anak yatim secara zhalim, penguburan hidup-hidup
bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.

4
2. Ciri-Ciri Madani (Madaniyyah)

a) Surah-surahnya berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak


perdata dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata
serta kemasyarakatan dan kenegaraan.
b) Surah-surahnya mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan
perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian.
c) Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik
termasuk Madaniyyah, kecuali surat Al-Ankabut yang di nuzulkan
di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang
termasuk Madaniyyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal
orang-orang munafik.
d) Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan
muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli,
riba, dan lain-lain.
e) Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya
panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam
menerangkan hukum-hukum agama. 2

 Surah Madani ada 20 surah yaitu

1. Al Baqarah 11.Al Hujurat


2. Ali Imran 12. Al Hadid
3. An Nisa 13. Al Mujadilah
4. Al Maidah 14. Al Hasyr
5. Al Anfal 15. Al Mumtahanah
6. At Taubah 16. Al Jumuah
7. An Nur 17. Al Munafiqun
8. Al Ahzab 18. Ath Thalaq
9. Muhammad 19. At Tahrim
10. Al Fath 20. An Nasr 3

2 Rosihon Anwar. Ulum Al-Qur’an (Bandung; Pustaka Setia, 2013) hal 106-107
3 Djalal, Abdul. 2013. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu

5
2.3 MANFAAT MENGETAHUI MAKKI DAN MADANY

Mempelajari dan mengetahui ilmu mengenai Makki dan Madani


dapat memberi manfaat yang besar, antaranya:

1) Sebagai alat bantu penafsiran al-Qur’an, sebab pengetahuan tentang


tempat turunnya ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan
penafsirannya yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan
adalah pengertian umum lafaz, bukan sebab yang khusus. Dan
dengan itu pula para penafsir dapat membedakan antara ayat yang
nasikh dan mansukh bila ada ayat yang kontradiktif. dengan
pastinya, bahwa ayat Makkiah dihapus oleh ayat Madaniah yang
turun belakangan.
2) Dengan gaya bahasa Qur’an yang memiliki karakteristik gaya
bahasa Makki dan Madani sangat tepat memanfaatkannya untuk
menyeru menuju jalan Allah.
3) Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an, sebab
turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah da’wah,
baik priode Mekah maupun periode Madinah.

Pada faedah point pertama yaitu membantu mengetahui ayat nasikh-


mansukh hal itu berseberangan dengan seorang pemikir asal Sudan yang
bernama Mahmoud Mohamed Taha (w. 1985 M). Ia mengatakan bahwa
ayat-ayat al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu ayat-ayat
makiyyah yang merupakan ayat-ayat dasar (ayat al-ushul) dan ayat-ayat
madaniyyah yang merupakan ayat-ayat cabang (ayat al-furu’). Melalui
konsep naskhnya yang sangat kontradiktif dengan pendapat para ulama
terdahulu. Dengan radikalnya mengatakan bahwa ayat-ayat Madaniyyah
dinasakh oleh ayat-ayat makiyyah. Dan secara otomatis ayat-ayat

6
madaniyyah tidak terpakai untuk zaman modern ini dan yang
diberlakukan adalah ayat-ayat makiyyah. 4

3.1. PENGERTIAN MUNASABAH


Secara etimologi, ”munasabah” semakna dengan “musyakalah” dan
“muraqabah”, yang berarti serupa dan berdekatan. Secara istilah,
“munasabah” berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara
ayat-ayat Al- Qur’an. 5
Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-Syayuti,
mendefinisikan “munasabah” itu kepada “Keterkaitan ayat-ayat Al-
Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat
sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis.” Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa “munasabah” adalah suatu ilmu yang membahas tentang
keterkaitan atau keserasian ayat-ayat Al-Qur’an antara satu dengan yang
lain. 6
Az-Zarkasy mengatakan: “manfaatnya ialah menjadikan sebagian
dengan sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk
susunannya kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah
bangunan yang amat kokoh”. Qadi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan:
“Mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat yang satu dengan yang
lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi
dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar”.7
Sehingga “munasabah” dapat diartikan sebagai ilmu atau
pengetahuan yang membahas tentang hubungan Al-Qur’an dari berbagai
sisinya.Tokoh yang memelopori munasabah adalah Abu Bakar An-
Naysaburi.Beliau adalah seorang alim berkebangsaan Irak yang sangat ahli

4 Manna Al-Qattan, Op.Cit., hlm. 81-82

5Kadar Yusuf, Studi Qur’an (Jakarta: Amzah, 2012), 96.


6Ibid.
7Manna khalil al Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an (Riyadh: Maktabah Wahbah), 97.

7
ilmu syariah dan kesusastraan Arab. Selain itu, ada pula Abu Ja’far bin
Zubair dengan karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar Al-
Qur’an”, Burhanuddin Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar
fii Tatanasub Al-Ayi wa As-Suwar” dan As-Sayuti dengan karyanya
“Tanasuq Adh-Dhurar fi Tanasub As-Suwar”. 8

3.2. CARA MENGETAHUI MUNASABAH


Menurut Drajat A (2017: 62) dalam bukunya ”Ulumul Qur’an :
Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an“, langkah-langkah umum yang dapat
dipedomani dalam meneliti munasabah antara lain :
1) Melihat tujuan yang akan dicapai seseorang.
2) Memperhatikan apa saja yang diperlukan untuk mencapai
tujuan tersebut (muqaddimah).
3) Memperhatikan tingkat muqaddimah itu dalam hal dekat atau
jauhnya dalam mencapai tujuan yang dimaksud.
4) Ketika meneliti uraian dalam surah itu, perhatikan keharusan-
keharusan yang dituntut oleh aturan, keindahan bahasa
(balaghah), yang dapat menimbulkan perhatian dalam
memahaminya. Menurut Al-Biqa’i, bila seseorang melakukan
kaidah umum tersebut, maka ia akan mengetahui keserasian
atau munasabahsusunan Al-Qur’an, baik ayat per ayat atau
surah per surah.

3.3. KLASIFIKASI MUNASABAH


Menurut Mustoifah, dkk (2018: 134-141) dalam bukunya yang
berjudul “Studi Al-Qur’an : Teori dan Aplikasinya dalam Penafsiran Ayat
Pendidikan”, munasabah diklasifikasikan menjadi beberapa macam.Baik
dilihat dari sifat-sifatnya, dari segi materinya, maupun dari segi maudhu’i.

8Kadar Yusuf, Studi Qur’an, 96.

8
1. Munasabah dari Segi Sifat
Munasabah dari segi sifat ingin melihat jelas atau tidaknya
persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain atau antara
surah yang satu dengan surah yang lain.

a. Zahir Al-Irtibath, yaitu perjanjian atau kaitan yang tampak


jelas, karena satu kalimat dengan kalimat lainnya begitu erat
hubungannya sehingga tidak dapat menjadi kalimat yang
sempurna bila dipisahkan dari kalimat lainnya, seolah-olah
ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang sama. Misalnya
dapat diamati dalam QS. Al-Fatihah ayat 6-7:
‫ب‬ ُ ‫علَ ۡي ِه ۡم ۙ غ َۡي ِر ۡال َم ۡغ‬
ِ ‫ض ۡو‬ َ َ‫ط الَّذ ِۡينَ ا َ ۡن َع ۡمت‬
َ ‫ص َرا‬ ِ ‫ط ْال ُم ْست َـ ِق ْي َم‬
َ ‫الص َرا‬
ِ ‫اِ ْھ ِدنَا‬
َّ ‫علَ ۡي ِه ۡم َو ََل ال‬
ََ َ‫ضا ٓ ِل ۡين‬ َ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.(yaitu) jalan orang-orang


yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.”

b. Khafiy Al-Irtibath, yaitu persesuaian atau kaitan yang samar


antara ayat yang satu dengan ayat yang lain sehingga tidak
tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan seolah-
olah setiap ayat atau surah itu berdiri sendiri, baik karena ayat
yang satu di -'athaf-kan kepada yang lain atau karena yang satu
bertentangan dengan yang lain. Misalnya, dapat diamati dalam
QS. AL-Ghaasyiyah 17-20.

‫ف ُرفِعَ ۡت ََ َواِلَى‬ َّ ‫ف ُخ ِل َق ۡتََ َواِلَى ال‬


َ ‫س َما ٓ ِء َك ۡي‬ ِ ۡ ‫اَفَ ََل يَ ۡنظُ ُر ۡونَ اِلَى‬
َ ‫اَل بِ ِل َك ۡي‬
َۡ ‫حت‬ َ ‫ف سُ ِط‬ َ ‫ض َك ۡي‬ ِ ‫صبَ ۡتََ َواِ َلى ۡاَلَ ۡر‬ ِ ُ‫ف ن‬َ ‫ۡال ِجبَا ِل َك ۡي‬

“Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana


diciptakan?.dan langit, bagaimana ditinggikan?.Dan gunung-

9
gunung bagaimana ditegakkan.Dan bumi bagaimana
dihamparkan?”

2. Munasabah dari Segi Materi


Munasabah dalam segi materinya dibagi menjadi dua, Munasabah
antarayat dan munasabah antarsurah.
a. Munasabah antarayat dalam Al-Qur’an, yaitu hubungan atau
persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain.
1) Tanzhir(penyetaraan), yaknimunasabah ayat antara dua
hal yang sama. Contohnya dalam QS. Al-Anfaal ayat 4-5.
Ayat 4menerangkan bahwa orang-orang yang benar-
benar beriman ( orang-orang yang mendirikan shalat dan
membayar zakat) akan mendapat derajat di sisi Allah,
ampunan, dan rezeki. Kemudian ayat 5menjelaskan
bahwa orang-orang tersebut sama (sebanding) dengan
orang-orang yang keluar dari rumahnya dan berjuang di
jalan Allah.
2) Mudladdah (kontradiksi), yakni munasabah yang terjadi
antara ayat atau bagian ayat yang masing-masing
mencerminkan pertentangan.Contohnya dalam surah Al-
Baqarah ayat 5-6. Ayat 5 menjelaskan tentang orang-
orang yang bertakwa akan mendapatkan petunjuk dan
akan beruntung. Kemudian ayat 6 menjelaskan bahwa
orang-orang kafir tidak akan beriman, baik diberi
peringatan atau tidak.
3) Istithrad (penjelasan lebih lanjut), yakni munasabah yang
mencerminkan adanya kaitan antara suatu persoalan
dengan persoalan yang lain. Contohnya dalam QS. Al-
A’raaf ayat 26. Ayat ini merupakan penjelasan lebih
lanjut (istithrad) dari ayat sebelumnya. Sebelumnya
diceritakan bahwa bagaimana Adam dan Hawa tergoda

10
oleh setan, terbuka aurat keduanya, lalu berusaha
menutupinya dengan daun-daun surga. Dalam ayat 26 ini
dijelaskan 3 fungsi pakaian, yaitu untuk menutup aurat,
untuk perhiasan, dan untuk menunjukkan ketakwaan.
4) Takhallush (melepaskan kata satu ke kata lain), yakni
munasabah dalam bentuk perpindahan dari satu
pembicaraan ke pembicaraan lain yang bermaksud
membangkitkan semangat dan perasaan pembaca atau
pendengar yang dipisahkan oleh lafaz hadza. Contohnya
dalam QS. Asy-Syu’ara ayat 75-83. Ayat 75-76
menjelaskan tentang kisah Nabi Ibrahim, bahwa patung-
patung yang disembah oleh Bapak dan Kaumnya adalah
musuh Nabi Ibrahim. Kemudian bagian akhir ayat 77-83
beralih ke pembicaraan lain tetapi masih berkaitan
dengan pembicaraan sebelumnya.

b. Munasabah antarsurah dalam Al-Qur’an, yaitu persesuaian


atau korelasi antara surah yang satu dengan surah yang lain.
1) Munasabah antarnama surah. Biasanya terjadi antara
nama suatu surah dengan nama surah sesudahnya atau
nama surah sebelumnya terdapat hubungan makna.
Contohnya adalah QS. Al-Mu’minun, QS. An-Nur, dan
QS. Al-Furqan, Korelasinya adalah pada hakikatnya,
orang-orang yang beriman (Al-Mu’minun) hidup di
bawah cahaya (An-Nur) yang menerangi lahir dan
batinnya. Dan karena adanya penerangan kehidupan lahir
dan batin, orang-orang beriman tersebut mempunyai
kemampuan untuk membedakan (Al-Furqan) antara yang
hak dengan yang bathil, yang baik dengan yang buruk,
dan lain-lain.

11
2) Munasabah antara kandungan surah secara global dengan
kandungan surah berikutnya, yaitu materi surah yang
satu sangat berkaitan dengan materi surah yang lain.
Contohnya QS. Al-Baqarah terkait erat bahkan sama
dengan materi QS. Al-Fatihah. Keduanya sama-sama
menerangkan lima hal pokok kandungan Al-Qur’an,
yaitu masalah aqidah, ibadah, muamalah, kisah, dan janji
serta ancaman.
3) Munasabah antarawal surah dengan akhir surah, dalam
hal ini kandungan suatu surah berkaitan dengan apa yang
disebutkan di akhir surah tersebut. Contohnya QS. An-
Nisa diawali dengan masalah penciptaan manusia dengan
pasangannya yang kemudian menimbulkan perkawinan
yang berujung pada keturunan. Kemudian bagian
terakhir dari surah ini berbicara masalah kalalah yang
berhubungan dengan masalah waris. Terlihat ada
keserasian antara dua ayat tersebut, yaitu perkawinan dan
keturunan berkaitan erat dengan masalah warisan.
4) Munasabah antara akhir surah dengan berikutnya,
Munasabah jenis ini mencari hubungan antara awal satu
surah dengan akhir surah sebelumnya. Misalnya awal
surah Al-Hadid dengan akhir surah Al-Waqi’ah. Ayat
akhir surah Al-Waqi’ah berisi perintah untuk bertasbih
( Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang Maha Agung), sedangkan ayat pertama surah Al-
Hadid menyatakan telah (Bertasbih kepada Allah semua
yang berada di langit dan yang berada di bumi. Terlihat
ada keserasian antara dua ayat tersebut.
5) Munasabah awal surah yang terdiri dari huruf-huruf
terpisah dengan huruf-huruf dalam surah yang sama.
Dalam hubungan ini, As-Suyuti mengemukakan surah-

12
surah yang diawali dengan huruf-huruf terpisah
menandakan bahwa huruf dan kata yang terdapat di
dalam surah tersebut didominasi oleh huruf-huruf
pembukanya itu.

3. Munasabah dari Segi Maudhu’i


Munasabah maudhu’i adalah menghubungkan antara beberapa ayat
yang membicarakan tentang “topik” yang sama yang dapat dijadikan
sebagai akar tafsir maudhu’i .Salah satu contohnya adalah konsep ar-
rijal dalam Al-Qur’an.Kata tersebut dalam bentuknya disebut 55 kali.
Berdasarkan penelitian Nasruddin Umar, kata tersebut dalam Al-Qur’an
mempunyai aneka ragam arti, yaitu : gender laki-laki, orang (baik laki-
laki maupun perempuan), nabi atau rasul, tokoh masyarakat, dan budak.
Kalau demikian, Al-Qur’an tidak menggunakan kata ar-rijal secara
khusus untuk laki-laki sebagai jenis kelamin.

3.4. URGENSI DAN KEGUNAAN MUNASABAH


Ilmu munasabah merupakan bagian dari ilmu-ilmu Al-Qur’an yang
posisinya sangat penting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat Al-
Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Hal ini karena suatu
ayat dengan yang ayat lainnya memiliki keterkaitan, sehingga bisa saling
menafsirkan. Dengan demikian Al-Qur’an adalah kesatuan yang utuh yang
jika dipahami sepotong-sepotong akan terjadi model penafsiran
atomostik. 9
Secara mudahnya, ilmu munasabah berfungsi sebagai ilmu
pendukung ilmu tafsir. Bahkan dengan munasabah, penafsiran akan
semakin jelas, mudah, dan indah. Maka dari itu, ilmu munasabah memiliki
peranan penting dalam meningkatkan kualitas penafsiran Al-Qur’an.

9Acep Hermawan, Ulumul Qur’an (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 124.

13
Menurut Az-Zakasyi munasabah adalah ilmu yang sangat mulia,
dengan ilmu ini bisa diukur kemampuan (kecerdasan) seseorang, dan
dengan ilmu ini pula bisa diketahui kadar pengetahuan seseorang dalam
mengemukakan pendapat/pendiriannya. Sebagian orang memandang
bahwa penggalian ilmu munasabah dalam menafsirkan Al- Qur’an itu
tidak diperlukan.Padahal hal itu merupakan hal yang penting. Karena ilmu
tafsir tanpa ilmu munasabah itu tidaklah sempurna.
Suatu hal yang patut diingatkan di sini adalah bahwa pekerjaan
mencari hubungan antara sesama ayat Al-Qur’an memang bukan
merupakan perkara mudah yang bisa dilakukan sembarang orang.
Menelusuri munasabah Al-Qur’an antar bagian demi bagian merupakan
pekerjaan yang benar-benar menuntut ketekunan dan kesabaran seseorang,
bahkan boleh jadi hanya mungkin dilakukan manakala orang yang
bersangkutan memang bersungguh-sungguh memiliki keinginan untuk itu.
Karenanya, mudah dipahami jika kenyataan memang menunjukkan bahwa
tidak begitu banyak mufassir yeng melibatkan ilmu munasabah dalam
memaparkan penafsiran al- Qur’an. 10

BAB III
KESIMPULAN
1. Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi muhamamd
shallAllahu ‘alaihi wa sallam sebelum berhijrah ke Madinah sedangkan
Madaniyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
setelah berhijrah ke Madinah.
2. Ada beberapa definisi tentang Al-Makky dan Al-Madany yang diberikan
oleh para ulama’ yang mana masing-masing berbeda satu sama lain. Yang
pertama
1) Berdasarkan tempat turunya suatu ayat (tahdid makany).
2) Berdasarkan khitab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut.

10M.Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), 256.

14
3) Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut (tartib zamany).
Adapun ciri ciri Makiyyah,ayat dan surah nya pendek,ayat-ayatnya
puitis (bersajak),banyak menyebut qasam(sumpah),tasybih,amtsal,gaya
bahasa jarang bersifat konkret,dan surah al-makkiyah mengandung lafadz
kalla,yaitu di dalam Al-Qurab lafadz ini berulang sebanyak 33 kali dalam
15 surah.
Jika ciri-ciri Madaniyyah yaitu,surah-surahnya berisi hukum
pidana,surah-surahnya mengandung izin untuk berjihad,juga menjelaskan
tentang hukum-hukum amaliyah
3. "Munasabah" adalah suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan atau
keserasian ayat-ayat Al-Qur'an antara satu dengan yang lain. Sehingga ia
terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis. Qadi Abu Bakar
Ibnul 'Arabi menjelaskan: "Mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat
yang satu".
4. Ketika meneliti uraian dalam surah Al-Qur'an yang dituntut oleh aturan,
keindahan bahasa (balaghah) itu sangat penting dalam hal dekat atau
jauhnya dalam mencapai tujuan yang dimaksud. Menurut Al-Biqa'i, bila
seseorang melakukan kaidah umum tersebut, maka ia akan mengetahui
keserasian atau munasabah susunan Al-Qur'an.
5. Menurut Mustoifah, dkk (2018: 134-141) dalam bukunya yang berjudul
“Studi Al-Qur’an : Teori dan Aplikasinya dalam Penafsiran Ayat
Pendidikan”, munasabah diklasifikasikan menjadi beberapa macam.Baik
dilihat dari sifat-sifatnya, dari segi materinya, maupun dari segi maudhu’i.
6. Ilmu munasabah merupakan bagian dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang
posisinya sangat penting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat. Hal
ini adalah kesatuan yang utuh (holistik) yang jika dipahami sepotong-
sepotong akan terjadi model penafsiran atomostik. Maka dari itu, ilmu
mungetahui kadar pengetahuan seseorang dalam mengemukakan
pendapat/pendiriannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Subhi al-Shalih, mabahis fi ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985).

Rosihon Anwar. Ulum Al-Qur’an (Bandung; Pustaka Setia, 2013) hal 106-107

Djalal, Abdul. 2013. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu

Manna Al-Qattan, Op.Cit., hlm. 81-82

Kadar Yusuf, Studi Qur’an (Jakarta: Amzah, 2012), 96.

Ibid.

Manna khalil al Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an (Riyadh: Maktabah


Wahbah), 97.
Kadar Yusuf, Studi Qur’an, 96.
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 124.

M.Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), 256.

16

Anda mungkin juga menyukai