Anda di halaman 1dari 7

Ibnu Chaldun dan Epistemologi Pendidikan

A. Sejarah Singkat Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun atau yang bernama lengkap Abdullah Abd Al Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn
Khaldun al-Hadrami adalah seorang ulama pemikir besar di zamannya. Beliau dilahirkan di Tunisia pada
tanggal 1 Ramadhan tahun 732 H / 1332 M. Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar,
salah seorang sahabat Nabi SAW.
Beliau berasal dari keluarga ilmuwan yang terhormat yang berhasil dan memiliki jabatan ilmiah dan
pemerintahan. Dengan latar belakang keluar demikian, Ibnu Khaldun memperoleh setidaknya dua orientasi
yang sangat kuat, yaitu pertama, cinta belajar dan ilmu pengetahuan dan kedua, cinta jabatan dan pangkat.
Ayah beliau, Abu Abdullah Muhammad, berkecimpung dalam dunia politik, tetapi akhirnya mundur dan
menekuni dunia ilmu pengetahuan dan kesufian. Ia ahli dalam bahasa dan sastra Arab. Beliau meninggal
pada tahun 749H/1384M, ketika Ibnu Khaldun berusia 18 tahun.
Guru pertama Ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Beliau belajar membaca dan menghafal Alquran.
Beliau fasih dalam qira’ah Sab’ah. Beliau memperlihatkan keseimbangan dalam mata pelajaran tafsir, hadits,
fiqh, dan gramatika bahasa arab yang diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia.
Di dunia politik, Ibnu Khladun mulai berkarir di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama
hampir 25 tahun. Dalam kurun waktu itu, beliau sepuluh kali pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti lagi.
Di dunia keilmuan, Ibnu Khaldun mengajarkan ilmunya di masjid-masjid. Kemudian beliau pindah ke
Biskarah, ke Andalusia, dan Tilimsan. Di Tilimsan ini beliau menemukan tempat untuk menulis dan membaca
di rumah Bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamah. Selama 4 tahun di tempat ini beliau menulis
karyanya yang terkenal, yakni Kitab Al-Ibar.
Pada 1378, beliau meninggalkan Tilmisan dan menuju Tunisia. Selama di Tunisia beliau melakukan
revisi karyanya dan naskah aslinya dihadiahkan kepada Sultan Abu Al-Abbas pada tahun 1382. Para tahun
itu, beliau pindah ke Alexandria dan menetap di Mesir. Di Mesir, beliau mengajar di Masjid Al-Azhar dengan
memberi kuliah hadits, fiqh Maliki, serta menerangkan teori kemasyhuran dalam kitab Muqaddimah di
samping juga mengajar di perguruan tinggi Al Azhar. Beliau diangkat sebagai hakim madzhab Maliki pada
tahun 1384 M dan aktif dalam dunia pendidikan.
Pada tanggal 25 Ramadhan 808 H atau 19 Maret 1406 M, beliau meninggal dunia di Mesir dalam usia 74
tahun. Untuk menghormati nama besarnya, beliau dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr , Kairo,
yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting.
B. Makna Epistemologi
Secara sederhana, epistemologi dapat dimaknai teori pengetahuan. Menurut Milton D. Hunnex,
epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme yang berarti knowledge (pengetahuan) dan logos yang
bermaksan teori. Istilah ini pertama kali dipakai oleh JF Ferrier pada tahun 1854 yang membedakan antara
dua cabang filsafat, yaitu ontologi dan epistemologi. Jika ontologi mengkaji tentang wujud, hakikat, dan
metafisika, maka epistemologi membandingkan kajian sistematik terhadap sifat, sumber, dan validitas
pengetahuan.
C. Epistemologi Barat dan Islam
1. Epistemologi Barat
Barat menganggap bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, sebagai contoh,
manusia mengetahui es itu dingin karena dia memiliki pengalaman menyentuh es tersebut. Teori ini
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
a. Keterbatasan indera dalam melaporkan suatu objek, sehingga tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
b. Indera dapat menipu, seperti gula yang manis akan terasa pahit bagi orang yang sedang sakit.
c. Objek yang diindera dapat menipu, seperti pada peristiwa fatamorgana.
2. Epistemologi Islam
Sumber pengetahuan (epistemologi) dalam Islam adalah Alquran karena kebenaran Alquran bersifat
mutlak dan tidak diragukan lagi. Selain itu, Islam juga menjadikan sistem ijtihad sebagai dasar-dasar
epistemologi dalam filsafat Islam, sehingga dalam perkembangannya menimbulkan berbagai macam
aliran pemikiran dalam dunia Islam. Jadi, epistemologi dalam Islam merupakan usaha manusia untuk
menelaah masalah-masalah objektivitas, metodologi, sumber, srta validitas pengetahuan secara
mendalam dengan menggunakan subjek Islam sebagia titik tolak berpikir.
Hal utama yang menjadi acuan pembahasan adalah
No Epistemologi Barat Epistemologi Islam
1. Menjadikan materi sebagai tujuan utama di Berorientasi pada tauhid dengan menjadikan materi
atas segalanya. dalam Islam sebagai salah satu dampak atau hasil
yang diperoleh dari kebenaran dalam mengajak
manusia kepada jalan Allah
2. Cenderung melegalkan segala cara tanpa ada Memiliki rambu-rambu kehidupan yang jelas dan
aturan hidup fokus terhadap kehidupan setiap manusia. Rambu-
rambu tersebut adalah Alquran dan Al Hadits.

D. Epistemologi Ibnu Khaldun


Sebagai seorang pendidik, Ibnu Khaldun memiliki banyak sekali pemikiran terkait dunia pendidikan,
terutama pendidikan Islam. Berikut pandangan beliau dalam dunia pendidikan.
1. Pendidikan bertujuan antara lain:
a. Meningkatkan kecerdasan manusia dan kemampuan berfikirnya.
b. Sebagai sarana untuk membantu menuju kemajuan dan kecemerlangan serta mendorong terciptanya
tatanan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
c. Meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktit ibadah, dzikir, khalwat, dan
mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana para sufi.
2. Kurikulum pendidikan
Dalam pembahasan mengenai kurikulum, Ibnu Khaldun membandingkan kurikulum-kurikulum yang
berlaku pada masanya. Berikut beberapa kurikulum yang dibandingkan oleh Ibnu Khaldun:
a. Kurikulum di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur
Sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran
pada Alquran dan berbagai segi kandungannya.
b. Kurikulum di Andalusia
Di Andalusia, Alquran sijadikan sebagai dasar dalam pengajaran karena ia merupakan sumber
hukum Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan, sehingga mereka tidak membatasi pengajaran
anak-anak pada mempelajari Alquran saja, tetapi juga dimasukkan pelajaran-pelajaran lain, seperti
syair, khat, kaidah bahasa Arab, dan lain-lain.
c. Kurikulum orang-orang Ifrikiya (Afrika)
Orang-orang Ifrikiya (Afrika) mengombinasikan pengajaran Alquran dengan hadits dan kaidah-
kaidah dasar ilmu pengetahuan tertentu.
d. Kurikulum orang Timur
Orang-orang Timur memiliki jenis kurikulum campuran antara pengajaran Alquran dan kaidah-
kaidah dasar ilmu pengetahuan.
Menurut Ibnu Khaldun, kurikulum pendidikan hendaknya selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik
agar mereka giat dalam menuntut ilmu. Dengan begitu Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga macam:
a. Kelompok ilmu lisan (bahas), yaitu tentang tata bahasa/gramatika, sastra, dan bahasa yang tersusun
secara puitis (syair)
b. Kelompok ilmu naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi.
Menurut beliau, Alquran adalah ilmu yang pertama kali harus diajarkan pada anak dan ilmu naqli
hanya bertujuan untuk dipelajari pemeluk Islam. Yang termasuk dalam ilmu-ilmu naqli antara lain
ilmu tafsir, qiraah, hadits, ushul fiqh, fiqh, kalam, bahasa arab, tasawuf, dan tabir mimpi.
c. Kelompok ilmu aqli, yaitu ilmu yang diproleh melalui proses berfikir.
Ilmu aqli ini dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1) Ilmu logika (Mantiq)
2) Ilmu fisika , termasuk di dalamnya kedokteran dan pertanian
3) Ilmu metafisika (‘Ilm Al-Ilahiyat)
4) Ilmu matematika, termasuk di dalamnya geografi, aritmatika, aljabar, dan astronomi
3. Pengelompokan ilmu
Ibnu Khaldun menyusun ilmu-ilmu berdasarkan urgensi dan manfaatnya, yaitu
a. Ilmu Pokok
1) Ilmu Syariah dengan semua jenisnya
2) Ilmu filsafat (rasio), ilmu alam (fisika), dan ilmu ketuhanan (metafisika)
b. Ilmu Alat
1) Ilmu alat yang membantu ilmu agama, ilmu bahasa, dan gramatika
2) Ilmu alat yang membantu ilmu falsafah (rasio), ilmu mantiq, dan ushul fiqh
Walaupun telah mengelompokkan ilmu sedemikian rupa, Ibnu Khaldun tetap menomor-satukan ilmu
syariah sebagai pokok ilmu, sedangkan kelompok ilmu yang lain digunakan sebagai penunjang dalam
mempelajari dan memahami ilmu syariah. Beliau berpikiran bahwa ilmu syariah adalah satu-satunya
ilmu yang datangnya langsung dari Allah dengan perantara para Nabi, sehingga hendaknya mempelajari
ilmu syariah dan mengikutinya untuk tercapainya kebahagiaan hidup.
4. Metode Pendidikan
Ilmu pengetahuan hanya akan bermanfaat apabila diajarkan secara berangsur-angsur, setapak demi
setapak, sedikit demi sedikit. Dalam hubungannya dengan proses mengajarkan ilmu, Ibnu Khaldun
menganjurkan agar para pendidik:
a. mengajarkan ilmu kepada peserta didik dengan metode yang baik dan mengetahui faedah yang
digunakan.
b. Tidak kasar dan memaki.
c. Bersikap sopan dan bijaksana.
d. Menggunakan jalan pengajaran konsentris untu mata pelajaran tertentu.
e. Memperhatikan kekuatan pemikiran dan kesanggupan peserta didik.
f. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1) Lemah lembut, menjauhi sifat kasar dan hukuman yang merusak fisik dan psikis peserta didik.
2) Sebagi uswatun hasanah bagi peserta didik.
3) Memperhatikan kondisi peserta didik/
4) Mengisi waktu luang dengan aktivitas yang berguna.
5) Profesional dan memiliki wawasan yang luas.
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pembelajaran terungkap melalui empat sikap reaktifnya
terhadap gaya para pendidik di masanya dalam empat dasar persoalan pendidikan.

No Persoalan Metode Pendidikan Pemikiran Ibnu Khaldun


1. Kebiasaan mendidik dengan metode indoktrinasi Metode gradual (sedikit demi sedikit), yakni
terhadap anak didik, yakni pendidik memulai pertama disampaikan permasalahan pokok tiap
dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah bab, lalu dijelaskan secara global dengan
untuk diajarkan kepada anak didik tanpa mempertimbang tingkat kecerdasan dan
mempertimbangkan kesiapan mereka untuk kesiapan anak didik hingga selesai materi per
menerima dan menguasai. bab.
2. Memilah-milah antara ilmu yang mempunyai Tidak memilah-milah ilmu
nilai instrinsik dengan ilmu-ilmu yang
instrumental
3. Sistem pendidikan yang militeristik dan keras. pendidik harus bersikap lembut.
4. Kekerasan dalam pembelajaran Pendidik harus bersikap sopan dan halus pada
anak didik.
Bentuk pembelajaran yang dikembangkan oleh Ibnu Khaldun
a. Pembelajaran bertahap
Pembelajaran harus dilaksanakan secara berangsur-angsur dan bertahap. Oleh karena itu, pendidik
harus juga mengulang-ulang pembelajaran sampai anak didik paham dengan apa yang diajarkan
oleh anak didik.
b. Concertie method (metode pemusatan)
Setiap komponen pendidikan dituntut untuk lebih fokus kepada satu atau dua pilihan bidang
pendidikan saja.
Dalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya:
a. Memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh dengan memperhatikan
kemampuan akan anak didik
b. Pendidik membahasa secara detil dan terperinci.
c. Pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh
dan berusaha membahas semua persoalan bagaimana pun sulitnya agar anak didik memperoleh
pemahaman yang sempurna.
Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi. Dengan metode ini anak didik terlibat dalam
mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih berbicara, kebebasan berpikir, dan kepercayaan
diri. Lain halnya dengan metode hafalan, menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapat
pemahaman yang benar.
Selain itu, Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peraga. Dengan metode ini proses pengajaran dapat
lebih efektif dan materi dapat lebih cepat ditangkap oleh anak didik.
5. Karya Ibnu Khaldun
a. Kitab Muqaddimah
b. Kitab al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fii Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa
man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-Akbar (Kitab Pelajaran Dan Arsip Sejarah Zaman
Permulaan Dan Zaman Akhir Yang Mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-Orang Arab, Non-
Arab, Dan Barbar Serta Raja-Raja Besar Yang Semasa Dengan Mereka)
c. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban
d. Lubab al-Muhashshal fii Ushuluddin
e. Syifa ‘al Syail li Tahdz
E. Permasalahan Pendidikan
Jika melihat konsep pendidikan menurut Ibnu Khaldun yang sedemikian rupa, maka konsep pendidikan
formal yang kini ada di dalam sistem pendidikan di Indonesia, khususnya di dalam sekolah-sekolah negeri,
dapat dikatakan sangat jauh dari konsep tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan di negara kita
saat ini sangat cenderung bersifat kebarat-baratan dan materialistik. Beberapa hal yang sering disorot dalam
potret pendidikan di Indonesia saat ini antara lain:
1. Sistem pendidikan yang berorientasi pada hasil
Sebagian dari kita yang telah mengenyam beberapa pendidikan dari SD sampai SMA, telah sama-sama
paham dengan bagaimana sistem pendidikan kita bekerja. Sistem pendidikan kita masih menitikberatkan
tingkat keberhasilan pada “angka”, sehingga menganggap orang-orang dengan nilai yang kurang baik,
cenderung dianggap kurang berhasil dan kurang pintar. Dengan sistem seperti ini, perserta didik akan
memiliki kecenderungan untuk melakukan apapun demi mencapai hasil yang terbaik, termasuk dengan
cara-cara yang tidak pantas.
2. Pendidikan yang materialistik
Pendidikan yang ada saat ini, terutama jika kita melihat di kota, cenderung bersifat materialistik dimana
pendidikan sering dipandang hanya sebagai jalan untuk mencapai kesejahteraan material. Padahal,
pendidikan bukan semata-mata hanya untuk mencari hal yang sifatnya material. Sebagai contoh, ketika
seseorang memilih untuk kuliah, tidak jarang dari mereka memilih pilihan yang memberikan
keuntungan secara material saja. Bahkan, passion mereka dalam bidang tertentu malah sering
terabaikan.
3. Kekerasan dalam mendidik
Kekerasan dalam pendidikan sudah banyak sekali kita lihat di berbagai berita di berbagai media sosial,
sebagai contoh adalah pelecehan seksual terhadap siswa. Namun, kekerasan yang paling harus dihindari
adalah kekerasan yang bersifat psikologis karena kekerasan psikologis ini akan terus terbawa sampai
anak tersebut dewasa. Sebagai contoh, pendidik yang sering memaki atau menyalahkan secara
berlebihan ketika seorang anak salah dalam mengerjakan soal. Jika hal ini dilakukan berkali kali, maka
secara psikologis kondisi anak akan menjadi berubah, sebagai contoh anak menjadi lebih pendiam dan
tidak percaya diri dalam mengerjakan persoalan yang lain.
4. Kepedulian pendidik pada anak didik
Sesuatu hal yang lumrah jika pendidik ini bersikap semakin tidak peduli kepada siswa seiring dengan
pertumbuhan siswa. Seorang pendidik TK tidak akan sama tingkat kepeduliannya kepada anak didiknya
dengan pendidik SMA. Pendidik mungkin berpikir bahwa anak yang sudah besar seperti anak SMA tidak
perlu banyak dibina. Pendidik menganggap bahwa mereka sudah dapat mengerjakan segalanya sendiri.
Sehingga muncul dalam dunia pendidik dengan istilah “guru hanya sebagai fasilitator”.
5. Kesopanan dan kebijaksanaan pengajar
Kesopanan dan kebijaksanaan pengajar ini adalah hal yang sangat jarang ditemui. Pendidik sebagai
orang yang lebih tua terkadang merasa tak perlu terlalu sopan kepada peserta didik. Padahal apa yang
pendidik lakukan, itu adalah contoh bagi peserta didiknya yang mungkin suatu saat dilakukan oleh
peserta didiknya.
Itulah beberapa hal yang mungkin menjadi sebagian kecil potret pendidikan kita yang sangat kompleks ini.
Sudah seyogyanya sistem pendidikan ada dibenahi dan ditata ulang agar dapat melahirkan generasi muda
yang kompeten, religius, dan bertanggung jawab.
F. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Setelah melakukan beberapa telaah atas sistem pendidikan Ibnu Khaldun, kami melihat sesuatu yang bernilai
plus yang diterapkan oleh Pondok Pesantren, terkhusus Pondok Pesantren yang telah menerapkan sistem
yang modern. Jika kita melihat sistem pendidikan pondok pesantren, kita akan menemukan banyak
kesesuaian sistem pendidikannya dengan konsep pendidikan yang diajarkan oleh Ibnu Khaldun, baik dari
apa yang dipelajari dan pendidiknya.
1. Materi pendidikan
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwasannya pondok pesantren masa kini telah memiliki berbagai
materi pelajaran yang bukan hanya tentang agama, tetapi juga memadukan imlu-ilmu lain, seperti IPA
dan IPS. Bahkan beberapa pesantren memiliki sekolah SMA dan MA sendiri dengan konsentrasi
pendidikan yang tentunya bereda. Selain itu, pola pengembangan hard skill dan soft skill di pesantren-
pesantren yang ada di Indonesia belakangan ini terus mengalami perkembangan yang pesat. Contoh,
mereka telah menerapkan tiga bahasa yang harus dipakai di lingkungan pesantren, yakni yang umum
adalah Indonesia, Inggris, dan Bahasa Inggris. Semua ini telah sesuai dengan ilmu-ilmu yang merupakan
konsep Ibnu Khaldun sebagaimana dijelaskan di atas.
2. Pendidik
Dari tenaga pendidik, kita rasanya tak perlu lagi bertanya bagaimana seorang pendidik sebuah pesantren
mengajar. Apalagi utnuk pesantren yang sudah termasuk dalam jajaran pesantren besar di Indonesia,
seperti Gontor dan Lirboyo. Pendidik di pesantren jika kita lihat akan memenuhi unsur-usnur yang ada
di konsep pendidik menrut Ibnu Khaldun, seperti:
1. Mengajar dengan berangsur-angsur
2. Mengajar dengan kesopanan, ketawadhu’an (kerendahan hati), dan perhatian kepada murid
3. Mengajar dengan memberikan contoh yang baik. Contoh: sosok kyai Idris Lirboyo, tanpa diajar pun
kita sudah bisa belajar banyak dari keseharian beliau.
4. Mengajar dengan kesabaran. Walaupun terkadang ada guru yang memukul murid, tapi ini semua
demi kebaikan murid dan guru tak pernah dendam kepada muridnya.
Begitulah beberapa konsep pendidikan pesantren yang dapat kita lihat dari luar.
G. Kesimpulan
Beranjak dari sejarah Ibnu Khaldun dalam mencari ilmu dan teori ilmu pengetahuan dan sistem pendidikan
beliau, kita dapat belajar banyak, baik sebagai pendidik maupun peserta didik. Dari konsep pendidikan beliau,
kita juga bisa belajar bahwa pendidikan seyogyanya tidak pernah terpisahkan antara pendidikan agama dan
umum, sehingga menimbulkan generasi penerus bangsa yang tidak sekuler pula. Sudah sepatutnya kita
sebagai calon-calon pendidik di masa depan, minimal dalam keluarga meneladani beliau dan menerapkan
ilmu beliau dalam keseharian kita.
Ibnu Khaldun atau yang bernama lengkap Abdullah Abd Al Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun al-
Hadrami adalah seorang ulama pemikir besar yang lahir pada tanggal 1 Ramadhan 732 H / 1332 M. Pada masa
hidupnya beliau banyak menghasilkan karya dan pemikiran salah satunya dalam bidang pendidikan, terutama
pendidikan islam.

Selanjutnya epistemologi yang berarti teori pengetahuan ataupun sumber pengetahuan yang menjadi acuan
beliau adalah Alquran karena kebenaran Alquran bersifat mutlak dan tidak diragukan lagi. Oleh sebab itu
pandangan beliau dalam dunia pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan kemampuan berfikir,
sebagai sarana untuk menuju kemajuan dan kecemerlangan guna terciptanya kehidupan masyarakat yang lebih
baik, serta untuk meningkatkan kerohanian manusia.

Segala hal mengenai pendidikan, mulai dari kurikulum, pengelompokan ilmu sampai metode pendidikan, beliau
ciptakan untuk mempermudah peserta didik dalam proses mencari ilmu selain itu prilaku pendidik terhadap
peserta didik pun perlu di perhatikan agar kelak tidak terjadi masalah pada peserta didik baik itu fisik maupun
psikis.

Teori-teori Ibnu Khaldun dalam bidang pendidikan tidak hanya di pakai pada masanya saja, melainkan zaman
sekarang juga modern telah di pakai di sekolah-sekolah maupun lembaga pendidikan di seluruh dunia salah
satunya pondok pesantren modern di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai