Anda di halaman 1dari 6

Nama : Iim Rohimah

Npm : 1901037
Nirm : 071. 16.0729.19
MK : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen : Dr. H. Firdos Mujahidin.,M.Ag

PERTANYAAN
1. Deskripsikan Konsep Kurikulum secara Umum !
2. Bagaimana Kurikulum dalam perspektif Filsafat Pendidikan Islam, Uraikan beberapa pendapat
filosof Muslim tentang kurikulum!

JAWAB
1. Model konsep kurikulum di kategorikan ke dalam empat kategori yaitu :
a. Kurikulum sebagai subjek akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik yang berorientasi pada masa
lalu. Semua ilmu pengetahuan nilai-nilai telah di temukan oleh para pemikir masa lalu.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Kurikulum subjek akademis tidak berarti
hanya menekankan pada materi yang di sampaikan , dalam perkembangannya secara
berangsur memperhatikan proses belajar yang di lakukan siswa.
b. Kurikulum sebagai aktualisasi diri atau sering di sebut humanistic
Kurikulum ini mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek
kepribadian. Konsep ini dapat di pandang sebagai suatu aspek falsafah John Dewey yang
menekankan bahwa tugas pendidikan yang utama ialah mengembangkan anak sebagai
individu selain sebagai makhluk sosial. Hal ini dapat di lakukan bila dalam pendidikan di
kembangkan kemampuan dan potensi anak ,khususnya imajinasinya yang kreatif.
c. krikulum sebagai rekonstruksi sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan pada problema-problema yang di hadapinya dalam
masyarakat. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama,
interaksi, kerjasama. Kerjasama bukan hanya terjadi antara siswa dan guru, tetapi juga antara
siswa dengan siswa, siswa orang-orang yang ada di lingkungannya, dan dengan sumber
belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha memecahkan masalah
yang di hadapi nya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Mereka mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan tentang masalah sosial yang
mendesak dan kerja sama gotong royong untuk memecahkannya.
d. Kurikulum sebagai teknologi
Kemajuan dalam teknologi menghasilkan sejumlah alat-alat termasuk elektronik yang kian
lama kian banyak di manfaatkan dalam pendidikan seperti proyektor,film, komputer, video ,
dan lain sebagainya. Banyak nya alat-alat yang serupa itu menimbulkan istilah teknologi
pendidikan.

2. Dalam perspektif filsafat pendidikan islam, kurikulum pendidikan bersifat fungsional, tujuannya
adalah membentuk menusia muslim yang mengenal agama dan Tuhannya, berakhlak Al-Qur’an,
dan juga membentuk manusia yang mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang
mulia dalam masyarakat bebas, sanggup membina masyarakat dan mendorong serta
mengembangkan kehidupannya berdasarkan pekerjaan tertentu yang dikuasainya.
Kurikulum merupakan sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa
untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Dalam pendidikan Islam terdapat dua macam
kurikulum yaitu, kurikulum khusus untuk pengajaran permulaan (dasar) dan kurikulum untuk
pengajaran tingkat tinggi:
1) Kurikulum Ibtidai (Tingkat Dasar)
Secara umum telah diperkenalkan di seluruh Negara Islam bahwa ajaran Al-Qur’an dan
Hadits Nabi merupakan dua materi pelajaran pokok, namun di Negara-negara Islam tersebut
tentunya tidak harus sama dalam memprogramkan kedua meteri pokok tersenut kedalam
kurikulum, sebab disesuaikan dengan kondisi dan dituasi masing-masing Negara, yang pada
umumnya berbeda mahdzhab dan sudut pandang mengenai kurikulum tersebut. Mengenai
penyebutan nama kurikulum ibtidai (tingkat dasar) berdasarkan atas dimulainya pendidikan
anak yang sdang tumbuh, kemudian berprosws pada tingkat murabahah (usia dimana anak
telah mampu berfikir). Pendidikan ini telah mencakup pada pendidikan kanak-kanak dan
mnurabahah.
2) Kurikulum Tingkat Atas
Kurikulum tingkat atas ini berisi ilmu pengetahuan yang benyak jenisnya untuk
dikembangkan dan didalami secara khusus. Dalam hal ini Ibnu Khaldun membagi jenis-jenis
ilmu pengetahuan menjadi dua jenis ilmu yang dijadikan bahan penlajaran.
a) Ilmu pengetahuan yang mengandung nilai instrinstik (mengandung nilai aslinya). Ilmu-
ilmu ini terdiri dari ilmu fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam, ilmu ketauhidan, dan ilmu
agama yang lainnya.
b) Ilmu pengetahuan yang tidak bersifat instrinstik (ekstrinstik; yang nilainya tergantung
dari luar). Yaitu ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai alat untuk mendalami ilmu-ilmu
tersebut diatas seperti bahasa arab, ilmu hitung, dan ilmu mantiq (logika).
Dalam hal ini para ahli pendidikan berpendapat bahwa memperluas pengajaran ilmu-ilmu
tingkat pertama sampai pas pengananlisaan problem-problemnya, merupakan kewajiban
mutlak bagi mereka agar ilmu-ilmu tersebut benar-benar berfuntsi dikalangan masyarakat
luas.

Beberapa pendapat Filosof Muslim tentang kurikulum


1. Ibnu Khaldun
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan
pengetahuan yang dikemukakan oleh guru. Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah
mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan
pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-
kegiatan. Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada anak-anak seyogyanya terlebih dahulu diajarkan
bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain, karena bahasa adalah merupakan kunci untuk
menyingkap semua ilmu pengetahuan, sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului
pengajarannya terhadap bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an
itu sendiri, karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini menurutnya
tidak ada gunanya.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu
komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan
ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
a. Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran
akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi
ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Adapun
yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu
hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu
ta’bir mimpi.
b. Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk
berfikir.
 Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu:
a) Ilmu logika,
b) Ilmu fisika,
c) Ilmu metafisika dan
d) Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan al-jabar, ilmu
music, ilmu astromi, dan ilmu nujuum.

 Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat
macam, yaitu :
a) Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
b) Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
c) Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu
bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
d) Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

2. Imam Al-Ghazali
Pandangan al-Ghazali terhadap kurikulum dapat dilihat dari pandangannya mengenai ilmu
pengetahuan. Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan kepada beberapa sudut pandang:
1) Berdasarkan pembidangan ilmu dibagi menjadi dua bidang:
a) Ilmu syariat sebagai ilmu teruji, terdiri atas:
1. Ilmu Ushul (ilmu pokok): ilmu al-Qur’an, Sunnah Nabi, pendapatpendapat sahabat
dan ijma’.
2. Ilmu Furu’ (cabang): Fiqh, ilmu hal ihwal hati dan akhlak.
3. Ilmu Pengantar (mukaddimah): ilmu bahasa dan gramatika.
4. Ilmu Pelengkap (mutammimah): ilmu Qira’at, Makhrij, al-Huruf wa al-Alfadz, ilmu
Tafsir, Nasikh dan Mansukh, lafaz umum dan khusus, lafaz nash dan zahir, serta
biografi dan sejarah perjuangan sahabat.
b) Ilmu bukan syari’at terdiri atas:
1. Ilmu yang terpuji: ilmu kedokteran, ilmu berhitung dan ilmu perusahaan.
2. Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan): kebudayaan, sastra, sejarah, dan puisi.
3. Ilmu yang tercela (merugikan): ilmu tenung, sihir, dan bagian-bagian tertentu dari
filsafat.
2) Berdasarkan objek, ilmu dibagi kepada tiga kelompok:
a) Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, baik sedikit maupun banyak seperti sihir,
azimat, nujum, dan ilmu tentang ramalan nasib.
b) Ilmu pengetahuan yang terpuji, baik sedikit maupun banyak, namun kalau banyak lebih
terpuji, seperti ilmu agama dan ilmu tentang beribadat.
c) Ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji, tetapi jika mendalaminya tercela,
seperti dari filsafat Naturalisme. Menurut al-Ghazali, ilmu-ilmu tersebut jika diperdalam
akan menimbulkan kekacauan pikiran dan keraguan, dan akhirnya cenderung mendorong
manusia kepada kufur dan ingkar.
3) Berdasarkan status hukum mempelajari yang dikaitkan dengan nilai gunanya dapat
digolongkan kepada:
a) Fardhu ‘ain, ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu. Contohnya meliputi ilmu
agama dan cabang-cabangnya.
b) Fardhu kifayah, ilmu ini tidak diwajibkan kepada setiap muslim, tetapi harus ada di antara
orang muslim mempelajarinya untuk memudahkan urusan duniawi, seperti : ilmu hitung,
kedokteran, teknik, ilmu pertanian dan industri.

3. Al-Farabi
Al-Farabi dianggap sebagai filosof Muslim pertama yang mengklasifikasikan ilmu dan
pembelajaran. Dalam pandangan al-Farabi, pembelajaran harus dimulai dengan mengajarkan
murid tentang bahasa beserta strukturnya. Menurutnya, bahasa adalah instrumen yang cukup
penting dalam pendidikan, karena dengannyalah siswa dapat mengekpresikan dirinya seperti
orang yang berbicara di hadapannya. Tanpa adanya kemampuan berbahasa, siswa akan sulit
memahami pembicaraan orang atau ia akan sulit untuk memberikan pemahaman kepada orang
lain. Setelah aspek bahasa, berikutnya materi yang harus diajarkan adalah logika, matematika,
ilmu alam, teologi, kewarganegaraan (ilmu politik), fiqih dan teologi akademis.

4. Ibnu Sina
Materi pendidikan anak pada usia 6 sampai 14 tahun meliputi pengajaran Al-qur’an dan
menghafalnya, belajar membaca dan menulis, materi ajaran agama Islam, puisi Arab serta olah
raga. Dalam pandangan Ibnu Sina, ketika sendi tubuh anak kuat, lidahnya sudah fasih,
pendegarannya sudah bagus, berarti ia sudah siap untuk menerima pengajaran. Mula-mula ia
harus diajarkan al-Qur’an dan ditunjukkan huruf secara baik dan benar.
Mengenai metode pengajaran, Ibnu Sina secara umum membaginya kepada 2 bentuk metode
pengajaran, yaitu pengajaran yang bersifat intruksi teoritis dan intruksi praktis. Intruksi teoritis
dilakukan ketika mengajarkan atau mentransmisikan teori-teori ilmu kepada siswa, sementara itu
intruksi praktis dilakukan ketika membimbing mereka untuk melakukan suatu latihan atau
membuat suatu kerajinan tangan.
5. Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih merupakan salah seorang filosof muslim yang paling banyak mengkaji dan
mengungkapkan persoalan akhlak. Akhlak dinilai sebagai salah satu aspek yang harus dimiliki
oleh setiap peserta didik agar ia mampu berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan ajaran
Islam. Pemikiran Ibnu Miskawaih relevan dengan model kurikulum Learner Centered Design.
Desain tersebut mendorong peserta didik untuk belajar dan berkembang sesuai dengan potensi
yang ia miliki dengan motivasi dan arahan dari guru. Sehingga dapat pula dikatakan bahwa
kurikulum yang berpusat pada peserta didik merupakan kurikulum yang ideal.

Anda mungkin juga menyukai