Anda di halaman 1dari 4

BAHAN PPT JUDUL ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

1. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Filsafat pendidikan merupakan titik permulaan dalam proses pendidikan, juga menjadi tulang
punggung kemana bagian-bagian yang lain dalam pendidikan itu bergantung dari segi tujuan-
tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode mengajar, penilaian adminitrasi, alat-alat
mengajar, dan lain-lain lagi aspek pendidikan yang memberinya arah, menunjuk jalan yang akan
dilaluinya dan meletakkan dasar-dasar dan prinsip tempat tegaknya.
Setiap filosof pendidikan Barat maupun filosof pendidikan Islam pasti mempunyai aliran
yang dicetuskan maupun yang dianut oleh masing-masing orang. Misalnya saja dalam filsafat
pendidikan Barat ada yang namanya aliran Nativisme, aliran Naturalisme, aliran Empirisme,
aliran Konvergensi, dan lain-lain. Tidak berbeda pula dengan filsafat pendidikan Islam, di
dalamnya juga terdapat banyak aliran yang berbeda tetapi konteks dan rujukan tetap kepada al-
Qur’an dan al-Hadist.
Maka pentingnya makalah ini di buat untuk mengetahui tentang aliran-aliran filsafat
pendidikan Islam dan juga implikasinya dalam pemikiran dan pendidikan. Aliran-aliran Religius
Konservatif dengan tokoh utama Imam al Ghazali, aliran Religius Rasional dengan tokoh utama
Ikhwan as Sofa dan aliran Pragmatis Instrumental dengan tokoh utaman Ibnu Khaldun.

2. AKIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFT PENDIDIKAN ISLAM


Dalam dunia pendidikan Islam, terdapat tiga aliran utama filsafat pendidikan Islam,
yaitu: 1) Aliran Konservatif, dengan tokoh utamanya adalah al-Ghazali, 2) Aliran
Religius-Rasional, dengan tokoh utamanya yaitu Ikhwan al-Shafa, dan 3) Aliran
PragmaTIS Dalam dunia pendidikan Islam, terdapat tiga aliran utama filsafat pendidikan
Islam, yaitu: 1) Aliran Konservatif, dengan tokoh utamanya adalah al-Ghazali, 2) Aliran
Religius-Rasional, dengan tokoh utamanya yaitu Ikhwan al-Shafa, dan 3) Aliran
Pragmatis,
a. Aliran Konservatif
Tokoh-tokoh aliran ini adalah al-Ghazali, Nasiruddin al-Thusi, Ibnu Jama’ah,
Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami, dan al-Qabisi.
Aliran al-Muhafidz cenderung bersikap murni keagamaan. Aliran ini memaknai
ilmu dengan pengertian sempit. Menurut al-Thusi, ilmu yang utama hanyalah ilmu-
ilmu yang dibutuhkan saat sekarang, yang jelas akan membawa manfaat di akhirat
kelak.
Teori aliran ini lebih menfokuskan pendidikan pada aspek keagamaan sebab
mereka memaknai ilmu hanya secara sempit yaitu ilmu yang harus dipelajari setiap
individu adalah ilmu yang dibutuhkan pada saat ia hidup di dunia yag hanya
bermanfaat kelak di akhirat. Menurut aliran ini ilmu diklasifikasikan menjadi:
pertanma, ilmu tentang cara melakukan kewajiban-kewajiban agama. Kedua, ilmu
yang bersifat fardu kifayah.
Berdasarkan pembidangannya Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi:
1) Ilmu syar’iyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari para Nabi, terdiri
atas:
 lmu ushul (ilmu pokok). Contoh: ilmu al-qur’an, sunah nabi,
pendapat-pendapat sahabat dan ijma.
 Ilmu furu’ (cabang). Contoh: fiqh dan akhlak.
 Ilmu pengantar (mukaddimah). Contoh: ilmu bahasa dan
gramatika.
 Ilmu pelengkap (mutammimah).
2) Ilmu ghoiru syar’iyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari ijtihad ulama’
atau intelektual muslim, terdiri atas:
 Ilmu terpuji. Misalnya: ilmu kedokteran, ilmu berhitung dan ilmu
pustaka.
 Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan). Misalnya: kebudayaan,
sastra, sejarah, puisi.
 Ilmu yang tercela (merugikan). Misalnya: ilmu tenung, sihir dan
bagian-bagian tertentu dari filsafat.
Berdasarkan status hukum mempelajarinya, dapat digolongkan menjadi:
 Ilmu yang fardlu ‘ain, yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu
muslim. Contoh: ilmu tentang tata cara shalat, dan puasa. Kemudian, ilmu
yang fardlu ‘ain ini, oleh al-Ghazali, dibagi menjadi dua yaitu: Ilmu
Mu’amalah dan ilmu Mukasyafah.
 Ilmu yang fardlu kifayah, yakni ilmu yang bila sebagian umat Islam telah
mempelajarinya, maka yang lain tidak tertuntut kewajiban mempelajarinya.
Contoh: ilmu kedokteran, ilmu hitung dan perdagangan.
Pola umum pemikiran Al-Ghazali dalam pendidikannya antara lain:
 Kegiatan menuntut ilmu tiada lain berorientasi pada pencapaian ridha Allah.
 Teori ilmu ilhami sebagai landasan teori pendidikannya, dan diperkuat dengan
sepuluh kode etik peserta didik.
 Tujuan agamawi merupakan tujuan puncak kegiatan menuntut ilmu.
 Pembatasan term al-‘ilm hanya pada ilmu tentang Allah.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran utama aliran konservatif antara lain:
 Ilmu adalah ilmu al-hal, yaitu ilmu yang dibutuhkan saat sekarang yang bisa
membawa manfaat di akhirat.
 Ilmu-ilmu selain ilmu keagamaan adalah sia-sia.
 Ilmu hanya bisa diperoleh melalui rasio.

b. Aliran Religius Rasional


Tokoh-tokoh aliran ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu
Miskawaih. Aliran ini dijuluki “pemburu” hikmah Yunani di belahan dunia Timur,
dikarenakan pergumulan intensifnya dengan rasionalitas Yunani. Aliran ini
merumuskan teorinya yang bertitik tolak dari pemikiran mereka tentang konsep dasar
manusia dengan segala sesuatu yang terkait denga jiwa (diri) beserta semua
potensinya.
Menurut Ikhwan al-Shafa, yang dimaksud dengan ilmu adalah gambaran tentang
sesuatu yang diketahui pada benak (jiwa) orang yang mengetahui. Proses pengajaran
adalah usaha transformatif terhadap kesiapan ajar agar benar-benar menjadi riil, atau
dengan kata lain, upaya transformatif terhadap jiwa pelajar yang semula berilmu
(mengetahui) secara potensial, agar menjadi berilmu (mengetahui) secara riil-aktual.
Dengan demikian, inti proses pendidikan adalah pada kiat transformasi potensi-
potensi manusia agar menjadi kemampuan “psikomotorik”.
Ikhwan berpendapat bahwa akal sempurna mengemanasikan keutamaan-
keutamaan pada jiwa dan dengan emanasi ini eternalitas akal menjadi penyebab
keberadaan jiwa. Kesempurnaan akal menjadi penyebab keabadian jiwa dan
supremasi akal menjadi penyebab kesempurnaan jiwa. Pandangan dualisme jiwa-akal
Ikhwan tersebut merupakan bukti dari pengaruh pemikiran Plato.
Menurut Ikhwan, jiwa berada pada posisi tengah antara dunia fisik-materiil dan
dunia akal. Hal inilah yang menjadikan pengetahuan manusia menempuh laju “linier-
progresif” melalui tiga cara, yaitu:
 Dengan jalan indera, jiwa dapat mengetahui sesuatu yang lebih rendah dari
substansi dirinya.
 Dengan jalan burhan (penalaran-pembuktian logis), jiwa bisa mengetahui
sesuatu yang lebih tinggi darinya,
 Dengan perenungan rasional, jiwa dapat mengetahui substansi dirinya.
Kalangan para ahli sangat memberi tempat terhadap ragam disiplin ilmu yang
berkembang dan bermanfaat bagi kemajuan hidup manusia. Implikasinya adalah
konsep ilmu berpangkal pada “kesedia-kalaan” ilmu tanpa pembatasan. para ahli
membagi ragam disiplin ilmu sebagai berikut:
1) Ilmu-ilmu Syar’iyah (keagamaan), yaitu:
a) Ilmu Tanzil (ilmu Quran-Hadits)
b) Ilmu Ta’wil (ilmu penafsiran)
c) Ilmu Akhbar (ilmu penyampaian informasi keagamaan)
d) Ilmu pengkajian sunnah dan hokum.
e) Ilmu ceramah keagamaan, ilmu kezuhudan dan ta’bir mimpi.
2) Ilmu-ilmu Filsafat
a) Riyadliyyat (ilmu-ilmu eksak)
b) Mantiqiyyat (retorika-logika)
c) Thabi’iyyat (ilmu kealaman atau fisika)
d) Teologi (ketuhanan).
3) Ilmu-ilmu Riyadliyyat (matematik)
a) Ilmu kitabah-qira’at (baca-tulis)
b) Ilmu Nahwu (bahasa dan gramatika)
c) Ilmu hitung dan transaksi
d) Ilmu syi’ir dan prosa
e) Ilmu peramalan
f) Ilmu tenun dan sihir
g) Ilmu profesi
h) Ilmu jual-beli
i) Ilmu sejarah
Tokoh lain dari aliran ini adalah Al-Farabi. Ia menganalisis manusia secara
“fungsional-organik”. Ia membagi potensi manusia menjadi enam tingkatan yaitu:
 Potensi al-ghadziyyah (organ-organ tubuh yang berguna untuk mencerna makanan).
Potensi ini timbul setelah manusia lahir.
 Potensi perasa, yaitu bias merasakan hawa dingin atau panas, dan lain-lain.
 Merespons dan bereaksi.
 Mempersepsi dan menghafal stimuli-stimuli inderawiah yang telah diterimanya.
 Potensi mutakhayyilah (imajinasi), yaitu mengasosiasikan dan memilah-milah unsur-
unsur stimuli dengan aneka model.
 Potensi muthlaqah (mengabstraksi), yaitu menalar, mengidentifikasi antara yang
indah dan yang jelek, memungkinkan berkreasi dan berinovasi.
Dari pemikiran, teori utama aliran Religius-Rasional ini antara lain:
 Pengetahuan adalah muktasabah, yakni hasil perolehan dari aktivitas belajar
 Modal utama ilmu adalah indera.
 Lingkup kajian meliputi pengkajian dan pemikiran seluruh realitas yang ada.
 Ilmu pengetahuan adalah hal yang begitu bernilai secara moral dan sosial.
 Semua ragam ilmu pengetahuan adalah penting.

c. Aliran Pragmatis
Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan tokoh Pragmatisme Barat
yaitu John Dewey. Bila filsafat pendidikan Islam berkiblat pada pandangan
pragmatisme John Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah segala
sesuatu yang sifatnya nyata, bukan hal yang di luar jangkauan pancaindera.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan dan pembelajaran
adalah tabi’i (pembawaan) manusia karena adanya kesanggupan berfikir. Pendidikan
bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk
mendapatkan keahlian duniawi dan ukhrowi, keduanya harus memberikan
keuntungan, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rezeki
Dia menglasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan tujuan fungsionalnya yaitu:
a. Ilmu-ilmu yang bernilai instrinsik. Misal: ilmu-ilmu keagamaan, Ontologi dan
Teologi.
b. Ilmu-ilmu yang bernilai ekstrinsik-instrumental bagi ilmu instrinsik. Misal:
kebahasa-Araban bagi ilmu syar’iy, dan logika bagi ilmu filsafat.
Berdasarkan sumbernya, ilmu dapat dibagi menjadi dua yaitu:
 Ilmu ‘aqliyah (intelektual) yaitu ilmu yang diperoleh manusia dari olah pikir
rasio, yakni ilmu Mantiq (logika), ilmu alam, Teologi dan ilmu Matematik.
 Ilmu naqliyah yaitu ilmu yang diperoleh manusia dari hasil transmisi dari
orang terdahulu, yakni ilmu Hadits, ilmu Fiqh, ilmu kebahasa-Araban, dan
lain-lain.
Dari pemikiran, maka ide pokok pemikiran aliran Pragmatis antara lain:
 Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses
belajar.
 Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan.
 Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.

Anda mungkin juga menyukai