Anda di halaman 1dari 9

NAMA : NUR APRILYANTI SYAM

NIM : 2031025
KELAS : PAI A

UAS MATERI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


1. Menurut Al Ghazali, pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berupaya dalam pembentukan
insan paripurna, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Al Ghazali pula manusia dapat
mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan selanjutnya mengamalkan
fadhilah melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
2. Menurut Al Ghazali tujuan utama pendidikan Islam itu adalah ber-taqarrub kepada Allah
Sang Khaliq, dan manusia yang paling sempurna dalam pandangannya adalah manusia yang
selalu mendekatkan diri kepada Allah.
3. Pertama, aspek- aspek ilmu pengetahuan yang harus dibekalkan kepada murid atau dengan
makna lain ialah kurikulum pelajaran yang harus dicapai oleh murid.
Kedua, metode yang telah digunakan untuk menyampaikan ilmu- ilmu atau materi-materi
kurikulum kepada murid, sehingga ia benar-benar menaruh perhatiannya kepada kurikulum
dan dapat menyerap faidahnya. Dengan ini, murid akan sampai kepada tujuan pendidikan dan
pengajaran yang dicarinya.
4. Metode Pendidikan Agama, yaitu dengan menggunakan metode hafalan dan
pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan
dalil-dalil yang menunjang penguatan akidah. .
Metode Pendidikan Akhlak, yaitu dengan menggunakan keteladan, latihan dan pembiasaan

5. Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit. Ilmu ini tak ada manfaatnya bagi manusiadi dunia
ataupun di akhirat, misalnya ilmu sihir, nujum, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari
akan membawa mudarat dan akan meragukan kebenaran adanya Allah.
Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit, misalnya ilmu tauhid, ilmu agama. Ilmu ini jika
dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang bersih dari kerendahan dan keburukan serta
dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, ang tidak boleh didalami, karena ilmu ini dapat
membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad, misalnya ilmu filsafat.
6. KitabMuqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab Al ibar, yang terdiri dari bagian
muqadimah (pengantar). Adapun Tema muqadimah ini adalah gejala-gejala sosial dan
sejarahnya.

7. Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan berpijak dari statementnya yang menegaskan
bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia dicirikan oleh
akhlaknya yang berfungsi memikirkan segala sesuatu, merekayasa sesuatu, dan bahkan
meningkatkan rasa iman kepada Allah. Allah membedakan manusia karena kesanggupannya
berpikir, yang merupakan sumber dari segala kesempurnaan dan puncak segala kemuliaan
dan ketinggian di atas makhluk lain. Manusia bukan hanya memiliki kesadaran untuk
mengetahui, tetapi memahami dan mempraktikkannya.
8. A. Ilmu-ilmu Tradisional (Naqliyah)
Ilmu Naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran
akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi
ilmu ini berdasarkan kepada otoritas Syariat yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.[13]
Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat,
ilmu hadits, ilmu ushul fikih, ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu bahasa arab, ilmu tasawwuf, dan
ilmu ta’bir mimpi.
B. Ilmu-ilmu Filsafat atau Rasional(‘Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk
berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat dunia, dan sudah ada sejak mula
kehidupan peradaban umat manusia di dunia.

9. Ilmu agama (syariat) yang terdiri dari tafsir, hadits, fikih, dan ilmu kalam.
Ilmu ‘aqliyah yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika) dan ilmu ketuhanan (metafisika)
Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syariat), yang terdiri dari ilmu bahasa
Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu pelajaran agama.
Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

10. A. Pendidik dalam pandangan Ibnu Khaldun haruslah orang yang berpengetahuan luas, dan
mempunyai kepribadian yang baik. Karena pendidik selain sebagai pengajar di dalam kelas,
pendidik juga harus bisa menjadi contoh atau suri tauladan bagi peserta didiknya.
Ibnu Khaldun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang
kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak
menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta
didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong,
malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau
takut dipukuli.
Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para
peserta didik menurut Ibnu Khaldun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan
peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi
oleh nasehat, pengajaran atau perintah-perintah.

B. Beliau menganjurkan agar guru-guru mempelajari sungguh-sungguh perkembangan akal


pikiran murid-muridnya, karena anak pada awal hidupnya belum memiliki kematangan
pertumbuhan. Kata beliau:

“Kita telah menyaksikan kebanyakan guru pada masa itu tidak mengetahui metoda pengajaran
dan cara penggunaannya, sehingga mereka hadir di depan murid-muridnya dengan
mengajarkan permasalahan yang sulit dipahami, dan mereka menyuruh agar memecahkannya
(menganalisanya) dan mereka menduga bahwa cara demikian akan memperkembang
pengajaran dan mengandung kebenaran, padahal kemampuan menerima pengetahuan di
kalangan murid dan kematangannya, berkembang secara bertahap. Itulah sebabnya murid
mula-mula lemah pemahamannya terhadap keseluruhan ilmu, kecuali dengan jalan mendekati
dan memperbaiki dengan menggunakan contoh-contoh yang dapat diamati dengan
pancaindera.
Kesiapan dari kematangan murid tersebut berkembang setingkat demi setingkat, bertentangan
dengan problema ilmu yang dihadapkan kepadanya. Dan proses pengalihan ilmu untuk
mendekati, dengan cara menganalisa problema tersebut, sehingga kemampuan untuk
menyiapkan diri mereka ilmu itu benar-benar sempurna, kemudian baru mendapatkan
hasilnya”.

C. Ibnu khaldun menetapkan bahwa metode mengajar, sebaiknya, harus diterapkan dalam
proses mengajarkan materi ilmu pengetahuan atau mengikutinya (Guidance ancausile), karena
dipandang pengajaran tidak akan sempurna kecuali harus dengan metode itu. Maka seolah-
olah metode dan materi merupakan satu kesatuan, padahal ia bukanlah bagian dari materi
pelajaran, yang bukti-buktinya ditunjukkan dengan adanya kenyataan bahwa dikalangan
tokoh pendidikan terdapat metode-metode yang berbeda-beda.
11. 1.      Menaikan gaji guru-guru atau dosen-dosen yang miskin
2.      Membangun Ruaq Al-Azhar yaitu kebutuhan pemondokan bagi dosendosen dan
mahasiswanya.
3.      Mendirikan Dewan Administrasi Al-Azhar ( Idarah al-Azhar)
4.      Memperbaiki kondisi perpustakaan yang sangat menyedihkan.
5.      Mengangkat beberapa orang sekretaris untuk membantu kelancaran tugas Syekh
al-Azhar.
6.      Mengatur hari libur,dimana libur lebih pendek dan masa belajar lebuh panjang.
7.      Uraian pelajaran yang bertele-tele yang dikenal Syarah al-Hawasyi diusahakan
dihilangkan dan digantikan dengan metode pengajaran yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
8.      Menambahkan mata pelajaran Berhitung,Aljabar,Sejarah Islam,Bahasa dan Sastra
dan Prinsip-prinsip Geometri dan Geografi kedalam kurikulum al-Azhar.

12. A) Purifikasi.
Pemurnian ajaran Islam mendapat perhatian serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan
munculnya bid’ah dan khurafatyang masuk dalam kehidupan beragama umat Islam.

Muhammad Abduh seperti halnya Al-Farghani berpendapat bahwa masuknya berbagai


macam bid’ah dan khurafah ke dalam pemikiran kaum muslimin telah membuat mereka lupa
akan ajaran Islam yang sebenarnya. Bid’ah dan khurafah menyebabkan kaum muslimin
menyeleweng dari kondisi masyarakat muslim seperti pada zaman salaf. Oleh karena itu,
kaum muslim harus kembali kepada ajaran Islam uang orisinil, sebagaimana terwujud pada
zaman sahabat dan ulama-ulama besar.

B) Reformasi.
Muhammad Abduh, dalam mereformasi pendidikan tinggi Islam terkonsentrasi pada
universitas almamaternya, al-Azhar. Ia menyatakan bahwa kewajiban belajar itu tidak hanya
mempelajari buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi dogma ilmu agama untuk membela
Islam. Akan tetapi, kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari sains-sains modern,
serta sejarah dan agama Eropa, agar diketahui sebab-sebab kemajuan yang telah mereka
capai.

Nurchalish Majid menjelaskan bahwa usaha awal reformasi Muhammad Abduh adalah
memperjuangkan mata kuliah filsafat agar diajarkan di Al-Azhar. Dengan belajar filsafat,
semangat intelektualisme Islam yang hilang diharapkan dapat hidup kembali.

C) Pembelaan Islam.
Muhammad Abduh, melalui Risalah Tauhid-nya tetap mempertahankan jati diri Islam.
Usahanya untuk menghilangkan unsur-unsur asing merupakan bukti bahwa ia tetap yakin
dengan kemandirian Islam. Abduh, terlihat tidak pernah menaruh perhatian pada paham-
paham ateis atau anti agama yang marak di Eropa. Ia lebih tertarik untuk memperhatikan
serangan-serangan terhadap Islam dari sudut keilmuan.

13. 1) Islam menegaskan bahwa menyakini keesaan Allah dan memberikan risalah
Muhammad merupakan kebenaran inti ajaran Islam.
2) Kaum muslimin sepakat bahwa akal dan wahyu berjalan tidak saling bertentangan,
karena keduanya berasal daari sumber yang sama.
3) Islam sangat terbuka atas berbagai interpretasi. Oleh karena itu, Islam tidak
membenarkan adanya saling mengakafirkan di antara kaum muslim.
4) Islam tidak membenarkan seseorang menyerukan risalah Islam kepada orang lain,
kecuali dengan bukti.
5) Islam diperintahkan untuk menumbuhkan otoritas agama, karena satu-satunya hubungan
sejati adalah hubungan manusia dengan Tuhannya secara langsung.
6) Islam melindungi dakwah dan risalah dan menghentikan perpecahan dan fitnah.
7) Islam adalah agama kasih sayang, persahabatan, dan mawaddah kepada orang yang
berbeda doktrinnya.
8) Islam memadukan antara kesejahteraan dunia dan akhirat.
D) Reformulasi.

14. A). Rekonstruksi Tujuan Pendidikan Islam


Untuk memberdayakan sistem pendidkan Islam, Muhammad Abduh menetapkan tujuan,
pendidikan Islamyang dirumuskan sendiri yakni: “Mendidik jiwa dan akal serta
menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagian
hidup di dunia dan akhirat”.
Pendidikan akal ditujukan sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berpikir dan dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk.Dengan menanamkan kebiasaan berpikir.
Muhammad Abduh berharap kebekuan intelektual yang melanda kaum muslimin saat itu
dapat dicairkan dan dengan pendidikan spiritual diharapkan dapat melahirkan generasi yang
tidak hanya mampu berpikir kritis, juga memiliki akhlak mulia dan jiwa yang bersih.
Dalam karya teologisnya yang monumental Muhammad Abduh menselaraskan antara akal
dan agama.Beliau berpandangan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan dengan perantara lisan
Nabi di utus oleh Tuhan.Oleh karena itu sudah merupakan ketetapan di kalangan kaum
muslimin kecuali orang yang tidak percaya terhadap akal kecuali bahwa sebagian dari
ketentuan agama tidak mungkin dapat meyakini kecuali dengan akal.[24]
Dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa yang ingin dicapai oleh
Muhammad Abduh adalah tujuan yang mencakup aspek kognitif (akal) dan aspek afektif
(spritual). Jadi adanya keseimbangan antara akal dan spritual.Pendidikan akal ditujukan
sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berfikir dan dapat membedakan yang baik dan
yang buruk; antara membawa kemaslahatan dan kemudaratan. Dengan hal ini, Muhammad
Abduh berharap kemandekan berfikir yang melanda umat Islam pada saat itu dapat terkikis.
B) Kurikulum Pendidikan Islam
Sistem pendidikan yang di perjuangkan oleh Muhammad Abduh adalah sistem pendidikan
fungsional yang bukan impor yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki
maupun perempuan.Semua harus memiliki kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan
menghitung.disamping itu, semua harus mendapatkan pendidikan agama.
C) Metode Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan metode pendidikan Islam adalah semua cara yang digunakan dalam
upaya mendidik anak. Oleh karena itu, metode yang dimaksud di sini mencakup juga metode
pengajaran.Sesungguhnya, membicarakan metode pengajaran terkandung juga dalam
pembahasan materi pelajaran karena dalam materi pelajaran secara tidak langsung juga
membicarakan metode pengajaran.
Sebagai seorang idealis yang rasionalistis, Muhammad Abduh dalam kegiatan mengajar
menekankan pada metode yang berprinsip atas kemampuan rasio dalam memahami ajaran
Islam dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan al-Hadist, sebagai ganti metode verbalisme
(menghafal).Sering pula mengajarkan bahasa Arab dengan metode demonstrasi tentang cara-
cara menulis huruf Arab dengan jelas dan sederhana.

15. Metode yang digunakan, oleh Muhammad Abduh diantaranya sebagai berikut:

1) Metode Menghafal
Dalam bidang metode pengajaran Muhammad Abduh menggunakan metode menghafal yang
telah dipraktekkan di sekolah sekolah saat itu. Hendaknya metode menghafal ini hendaknya
diteruskan pada pemahaman, sehingga dimengerti apa yang dipelajari. Menurut Arbiyah
Lubis, dalam tulisan-tulisan Muhammad Abduh, ia tidak menjelaskan metode apa yang
sebaiknya diterapkan, tetapi dari pengalamannya mengajar di Universitas al-Azhar, Mesir
nampaknya ia menerapkan metode diskusi.

2) Metode Diskusi
Dari pengalaman belajar Muhammad Abduh dan kritikannya terhadap metode menghapal,
dapat diketahui bahwa ia mementingkan pemahaman, hal itu didukung oleh fakta metode
yang ia praktekkan dan ia sukai metode diskusi.

Muhammad Abduh berpendapat bahwa metode pendidikan dan pengajaran hendaknya


memperhatikan kemampuan bakat dan minat anak didik. Dalam kata lain, metode pengajaran
yang memberikan kebebasan berpikir dan berkreasi dalam pendidikan dan pengajaran adalah
metode diskusi. Metode diskusi inilah yang banyak dipraktekkan oleh Muhammad Abduh
dalam mengajar di Universitas al-Azhar Mesir. Menghapal dalam proses belajar tidak
mungkin di dinafikan karena ia sangat esensial.Terbukti umat Islam banyak yang hapal al-
Qur'an termasuk Muhammad Abduh, Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Muhammad
Abduh tidak mengharamkan metode menghapal, tetapi dapat diketahui dari pengalaman dan
kritiknya terhadap metode menghapal, sepertinya ia berpendapat bahwa metode menghapal
tanpa pemahaman tidak baik (untuk tidak mengatakan buruk).

3) Metode Tanya Jawab


Dalam hal ini metode pengajaran, hendaknya guru mengajarkan kepada anak didik cara untuk
mengetahui kesalahan dan cara kembali kepada yang benar. Cara yang demikianlah yang
dipraktekkan oleh Muhammad Abduh ketika belajar sehingga ia menjadi seorang seorang
ahli. Adapun untuk memperdalam suatu ilmu sangat tergantung pada usaha seorang anak
didik setelah seseorang lulus dari suatu lembaga pendidikan, maka ia akan mengamalkan apa-
apa yang ia peroleh ketika sekolah. Kemudian untuk memperdalam pengetahuannya itu,
hendaknya ia belajar lebih lanjut.

Muhammad Qodri Luthfi mengatakan bahwa Muhammad Abduh dalam mengajar


menggunakan metode hiwar (tanya-jawab) dan munaqasah [diskusi] tidak hanya ceramah
Memang dua metode tanya jawab dan diskusi bisa berdampingan bahkan pada setiap diskusi
ada metode tanya jawab, tetapi mutlak dalam metode tanya jawab ada metode diskusi.

4) Metode Demonstrasi
Dalam menyampaikan materi Ilmu-ilmu praktis (fi'liyah) hendaknya tidak hanya diajarkan
dengan menyampaikan ilmunya dengan caraberceramah, kemudian anak didik disuruh untuk
menghafalnya ilmu-ilmu fi'liyah harus diajarkan dengan cara menyertakan prakteknya, seperti
mengajarkan tata cara shalat lima waktu dengan mendemontrasikannya baik di depan kelas
maupun di masjid. Lebih lanjut Muhammad Abduh mengatakan: Hendaknya guru
mengadakan praktek mengajar di sekolah tidak hanya sebentar, tetapi dalam waktu yang
cukup lama, sehingga para calon guru

16. Adapun tujuan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan yaitu membentuk manusia yang:
1. Alim dalam ilmu agama.
2. Berpandangan luas, dengan memiliki pengetahuan umum;
3. Siap berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyah dalam menyantuni nilai-nilai
keagamaan pada masyarakat.

17. Usaha modernisasi dan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yang dilakukan
persyarikatan Muhammadiyah pada awal kelahiran organisasi ini, nampak dari
pengembangan kurikulum melalui dua jalan yaitu :
1. Mendirikan tempat-tempatpendidikan dimana ilmu agama dan ilmu umum diajarkan
bersama-sama.
2. Memberikan tambahan pelajaran agama pada sekolah sakolah umum yang sekuler.20
Usaha yang dirintis Kyai Haji Ahmad Dahlan memperbaharui sistem pendidikan Islam dan
kurikulum mata pelajaran seorang aktifis Muhammadiyah Rader Sasrosugondo
menceriterakan yang dimuat dalam majalah Adil No. 51 tahun 1936 sebagai berikut :
Sepanjang penganggapannya para santri di Kauman, dan di pondok lainnya, pada ketika itu,
bahwa anak atau orang yang pernah bersekolah itu sudah tidak Islam lagi, bahkan dianggap
sudah memasuki agama Nasrani. Oleh karena itu para santri ataupun haji tidak bisa leluasa
perhubungannya dengan priyayi-priyayi gupernumen tersebut. Para santri sama merendahkan
priyayi-priyayi di dalam hati. Sebaiknya para priyayi-priyayi berganti sama merendahkan
pada dirinya santri-santri, sebabnya mereka itu dianggap rendah pengetahuannya tentang
pelajaran di bangku sekolah. Misalnya soal berhitung, ilmu bumi, sejarah, ilmu alam,ilmu
ukur dan lain sebagainya. Mereka mengira bahwa bahwa santri itu terutama hanya pandai soal
agama belaka. Lebih-lebih priyayi-priyayi itu perasaannya sudah memegang ilmu
sesungguhnya. Mengerti tentang seluk beluknya hidup mengerti tentang yang dinamai Allah
yang sejati dari sebab ajarannya guru yang disebut guru kasampurna, mengajar ilmu tua.

18. 1. Tujuan Pendidikan


Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk
manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan
pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan
pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi
pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk mnciptakan individu yang salih dan mengalami
ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler
yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut
lahirlah dua kutub intelegensia: lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak
menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak
menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat
bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai
ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad
Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad
Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah
Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
Menurut Toto Suharto, Ahmad Dahlan memadukan antara pendidikan Agama dan pendidikan
umum sedemikian rupa, dengan tetap berpegang kepada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Selain kitab-kitab klasik berbahasa Arab, kitab-kitab kontemporer berbahasa Arab juga
dipelajari dilembaga Muhammadyah yang dipadukan dengan pendidikan umum.

19. A. Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang
baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
B. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu
yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara
keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
C. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan
keinginan hidup bermasyarakat.

20. 1. Untuk bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali
berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelekannya.
2. Untuk bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih
dahulu, tidak mengharapkan materi semata.

21. Dari tujuan pendidikan yang dilontarkan oleh K.H Hasyim Asy'ari Tujuan Pendidikan Islam
dinyatakan sukses betull, apabila dapatmencetak lulusan siswa menjadi seorang ulama yang
intelektual Islami dan serta terus maju sejalan dengan derasnya perkembangan zaman yang
semakin pesat maju.

22. 1. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar adalah membersihkan hati dari berbagai
gangguan keimanan dan keduniaan. Membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan
belajar, bersabar dan qanaah, pandai mengatur waktu, dan menghindari kemalasan.
2. Etika seorang murid terhadap guru adalah hendaknya selalu memperhatikan dan
mendengarkan guru saat menerangkan materi, mengikuti jejak guru, memuliakan guru,
berbicara dengan sopan dan lembut dengan guru.
3. Etika murid terhadap pelajaran adalah memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu‘ain,
senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu, bila terdapat hal-hal yang belum dipahami
hendaknya ditanyakan, pancangkan cita-cita yang tinggi, kemanapun pergi dan dimanapun
berada jangan lupa membawa catatan. Pelajari pelajaran yang telah dipelajari dengan
kontinyu (istiqamah) dan tanamkan rasa antusias dalam belajar.

23. Dalam konsep pendidik menurut beliau bahwa pendidik itu harus memiliki ilmu yang
mumpuni, kewibawaan dan keteladaan, tekun, ulet, bertekad menyebarluaskan ilmu,
kebenaran demi kebaikan, ikut berbaur dengan masyarakat, Dari tujuan pendidikan yang
dilontarkan oleh K.H Hasyim Asy’ari Tujuan Pendidikan Islam dinyatakan sukses betull,
apabila dapatmencetak lulusan siswa menjadi seorang ulama yang intelektual Islami dan serta
terus maju sejalan dengan derasnya perkembangan zaman yang semakin pesat maju.

24. A. Salah satu konsep pendidikan yang terkenal dari Natsir adalah konsep pendidikan yang
integral, harmonis, dan universal. Konsep ini merupakan hasil dari ijtihad dan renungan yang
digali Natsir langsung dari Al-qur’an dan Hadis. Konsep pendidikan tersebut juga merupakan
reaksi serta refleksi Natsir terhadap kenyataan sosio historis yang ditemukan dalam
masyarakat. Konsep tersebut menurut Natsir ternyata tidak atau belum ditemukan dalam
masyarakat Islam dimanapun. Natsir menilai bahwa pendidikan yang dilaksanakan oleh
masyarakat Islam tidak sesuai dengan konsep pendidikan ideal yang dicita-citakan Natsir.
Konsep pendidikan yang ada adalah konsep pendidikan yang bersifaat parokhial, diferensial,
dikotomis, dan disharmonis. Bukan konsep yang universal, integral, dan harmonis. Kondisi
tersebut menurutnya diakibatkan dunia Islam sekian lama berada dalam alam kegelapan
didominasi oleh pemikiran tasawuf dan berada dalam penjajahan Barat selama berabad-abad.
B. Dalam pandangan Muhammad Natsir, manusia merupakan makhluk Allah yang paling
istimewa jika dibandingkan dengan makhluk lainnya, baik jasmani maupun rohani. Pada
aspek jasmaniah, keistimewaan manusia bukanlah difokuskan pada bentuk fisik lahiriah
karena fisik akan selalu berproses dan kembali ke asalnya menjadi tanah. Keistimewaan fisik
lebih dominan pada kemampuannya memfungsikan pancaindera untuk dapat menghubungkan
dirinya dengan alam luar sekelilingnya. Dengan demikian manusia memungkinkan untuk
dapat melakukan rekayasa alam untuk kelangsungn hidupnya kearah yang lebih baik.
Sedangkan dari segi ruhani, manusisa memiliki ruh, akal, hati, dhomir (hati nurani) dan nafsu.

25. Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai oleh Mohammad Natsir adalah membentuk
manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga memiliki
ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan
masyarakat. Menurut Natsir, tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah merealisasikan
idealitas Islam yang pada intinya menghasilkan manusia yang berperilaku Islami, yakni
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan naisonal
yang terpatri dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menempatkan beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa sebagai tujuan
sentral.

Anda mungkin juga menyukai