Anda di halaman 1dari 16

KURIKULUM DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:

Dr. Budiman, M.A.

Oleh:
Andi Saputra Sirait
NIM: 3003223018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATAERA UTARA
MEDAN
2022
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan esensi manusia. Jika manusia tidak
memiliki pendidikan yang baik maka ia tidak akan dapat berkreasi, berinovasi dan
melangsungkan kehidupannya dengan baik. Oleh karena itu, peranan manusia sebagai
khalifah memiliki kewajiban untuk menempuh pendidikan sepanjang hayat. Dalam
proses pendidikan ada beberapa komponen yang harus menjadi prioritas agar
berlangsungnya pendidikan dengan baik. Di antaranya pendidik, anak didik dan
kurikulum.
Bagi orang yang bergelut dalam dunia pendidikan, istilah kurikulum bukanlah
istilah asing. Karena kurikulum bagian dari dunia pendidikan. Berhasil atau tidaknya
suatu pendidikan tidak terlepas dari sebuah kurikulum. Kurikulum merupakan alat
untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus pedoman dalam pelaksanaan
pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.1
Tujuan pendidikan di suatu bangsa atau negara ditentukan oleh falsafah dan
pandangan hidup bangsa atau negara tersebut. Berbedanya falsafah dan pandangan
suatu bangsa atau negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam
pendidikan tersebut sekaligus berpengaruh terhadap negara tersebut. 2 Perbedaan tujuan
pendidikan suatu bangsa selain diakibatkan karena berbeda falsafah dan pandangan
bangsa atau negara juga perubahan politik pemerintahan suatu negara. Begitu juga
halnya dengan adanya perubahan kurikulum di suatu negara memang sifatnya dinamis.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan sekarang ini, dunia pendidikan
tidak boleh berdiam diri dan tetap mempertahankan kurikulum klasik.
Setiap bangsa dan negara tentu memiliki kurikulum yang berbeda satu sama
lainnya. Oleh karena setiap bangsa dan negara memiliki pandangan dan tujuan akhir
dari hasil pendidikan. Bahwa hasil akhir dari pendidikan adalah membekali manusia
memiliki ilmu dan akhlak. Untuk mendapatkan tujuan pendidikan ini ada beberapa
tahap yang dilalui. Di antaranya dengan merencakan tujuan secara matang dan
menentukan proses serta materi yang akan diberikan kepada anak didik. Oleh karena
pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi pikiran dan pola tingkah laku anak.3

1
Azizah Hanum. Diktat Filsafat Pendidikan Islam. (Medan: Sekolah Tinggi Agama Islam
AlHikmah, 2011), h. 89.
2
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h. 149.
3
Armai Arief. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
h.29.

1
PEMBAHASAN
A. Makna Kurikulum (Manhaj)
Kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu curriculum yang berarti bahan
pengajaran, dan adapula yang mengatakan berasal dari bahasa Prancis, courier yang
berarti berlari.4 Adapun dalam bahasa Arab, yaitu al-manhaj yang bermakna jalan yang
terang atau jalan terang yang dilalui manusia pada berbagai bidang kehidupan.5
Kata kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan sejak
kurang lebih satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya
dalam Kamus Webster tahun 1856. Pada tahun tersebut, kurikulum digunakan dalam
bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa orang dari start sampai ke finish.
Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam pendidikan dengan arti
sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan.6
Selanjutnya terdapat pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli
pendidikan, yang secara umum dapat dibedakan ke dalam pengertian yang sempit dan
luas.7
1. Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, kurikulum adalah jalan terang
yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik dan
dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
2. Menurut Crow and Crow, kurikulum meruapakan rancangan pengajaran yang
isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis, sebagai syarat
untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
3. Menurut Abdurrahman Abdullah, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran
yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematik dan koordinatif dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.
4. Menurut Muhammad Ali Khalil, kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan
media untuk mengantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan.
Pengertian kurikulum dapat dijumpai dalam ajaran Islam, baik pada dataran
normatif maupun historis filosofis. Secara normatif, di dalam al-Quran terdapat ayat-

4
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Bandung: Citra Adirya Bakti, 1991), h. 9.
5
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 121.
6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),
h. 53.
7
Abuddin Nata, Op, Cit., h. 122.

2
ayat yang menyuruh manusia agar mempelajari segala sesuatu baik yang bersifat tertulis
maupun tidak tertulis, baik benda-benda yang ada di bumi, maupun yang ada di langit,
baik kehidupan umat di masa sekarang, silam maupun yang akan datang.
Demikian pula di dalam hadisnya Rasulullah saw menyuruh pengikutnya agar
mempelajari ilmu yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. Hal ini dalam
hubungannya kurikulum dengan Al-Quran, dapat dipahami dari ayat-ayat Al-Quran
yaitu surat Al-„Alaq ayat 5, surat Al-Baqarah ayat 31 dan surat al-Luqman ayat 12.
Adapun keterangan mengenai kurikulum dalam hadis Rasulullah Saw, sebagai
berikut:
“Ajarilah anakmu sekalian tentang tiga perkara yaitu mencintai Nabinya, mencintai
keluarganya, dan membaca al-Qur‟an, karena sesungguhnya orang yang membaca
(hafal) al-Qur‟an akan berada di bawah perlindungannya, pada hari yang tidak ada
perlindungan lain, kecuali perlindungannya bersama para nabi dan orang-orang yang
dicintai-Nya.” (HR. Al-Dailami dari Ali).
“Kewajiban orangtua terhadap anaknya yaitu memberikan nama dan sopan santun
yang baik, mengajarkan menulis, berenang dan menunggang kuda, tidak memberikan
nafkah kepadanya kecuali yang baik, dan menikahkannya apabila sudah sampai usia
baligh.” (HR. Hakim).
Selain bersifat normatif, penyusunan dan pembinaan kurikulum dalam pendidikan
Islam juga dapat merujuk pendapat para ulama Islam tentang ilmu pengetahuan dan
hukum mempelajarinya. Dalam hubungan ini tercatat sejumlah ulama yang membahas
tentang ilmu pengetahuan dan kewajiban mengajarkannya, yaitu sebagai berikut:
1. Imam Al-Ghazali, mengemukakan bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu
pengetahuan. Imam Al-Ghazali membagi ilmu ini kepada dua jenis, yaitu ilmu
yang fardhu ‘ain dan ilmu yang fadhu kifayah. Ilmu yang termasuk fardhu ain
yaitu ilmu-ilmu agama. Adapun yang termasuk ilmu fardhu kifayah yaitu setiap
ilmu yang dibutuhkan demi tegaknya urusan duniawi.
2. Ibnu Khaldun, membagi ilmu kedalam empat bagian yaitu ilmu keagamaan dan
syar‟iyyah seperti al-Qur‟an, as-Sunnah, fiqih, tafsir dan hadis. Kedua, ilmu
‘aqliyyah seperti fisika dan ketuhanan. Ketiga, ilmu alat yang membantu ilmu-

3
ilmu syar‟iyyah seperti ilmu bahasa, ilmu nahwu dan balaghah. Keempat, yaitu
ilmu alat bantu ilmu ‘aqliyyah seperti ilmu mantik.8
Adapun pengertian kurikulum dalam perspektif yuridis-formal yaitu Bab 1 Pasal 1
Ayat 19 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu”.9
Menurut Syafuddin yang dimaksud dengan kurikulum pendidikan Islam menurut
konsep al-Ghazali adalah bahwasanya kurikulum dapat diartikan dalam pengertian yang
umum, dan dapat pula diartikan dalam pengertian yang khusus. Kurikulum dalam
pengertian umum, diartikan sebagai "sejumlah bahan pelajaran" (a course of study)
atau sejumlah mata pelajaran yang harus diberikan oleh guru untuk menuju tujuan
pendidikan. Dalam pengertian yang khusus, kurikulum merupakan suatu rencana
pendidikan yang merupakan pedoman dan petunjuk tentang jenis, lingkup dan hierarki
urutan isi serta proses pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu.10
Dilihat dari segi rumusannya, kurikulum pendidikan Islam bisa digolongkan
sederhana atau tradisional, karena yang dibicarakan hanya mengenai ilmu pengetahuan
yang akan diberikan. Namun, jika dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, dapat dikatakan
luas dan modern, karena bukan hanya mencakup ilmu agama saja melainkan juga ilmu
yang terkait dengan perkembangan intelektual, keterampilan, emosional, sosial dan
sebagainya.
Dari pemaparan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kurikulum
pendidikan Islam merupakan suatu rancangan dan konsep yang dijadikan pedoman
dalam proses pendidikan serta pembelajaran untuk mencapai tujuan dalam pendidikan
Islam.

8
Abuddin Natam Op, Cit., hlm. 127-128.
9
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
10
Syaifuddin Sabda. Konsep Kurikulum Pendidikan Islam Persfektif Al-Ghazali. (Kalimantan
Selatan: Antasari Press, 2008), cet.ke-1.

4
B. Asas asas Kurikulum dalam Pendidikan Islam
Secara teoritis penyusunan sebuah kurikulum menurut S.Nasution yaitu:11
1. Asas Filosofis
Dalam pengembangan kurikulum muncul pertanyaan-pertanyaan pokok seperti:
hendak dibawa kemana siswa yang dididik itu? Masyarakat yang bagaimana harus
diciptakan melaui ikhtiar pendidikan? Apakah hakikat pengetahuan yang harus
dipelajari dan dikaji siswa? Norma-norma atau sistem nilai yang bagaimana yang
harus diwariskan kepada anak didik sebagai generasi penerus? Dan bagaimana
seharusnya proses pendidikan itu berlangsung?. Sebagai landasan fundamental,
filasafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada
empat fungsi filasat dalam mengembangkan kurikulum yaitu:
a. Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat
segaai pandangan hidup, atau value sistem, maka dapat ditentukan mau
dibawa kemana siswa yang kita didik.
b. Filsafat dapat menentukan materi dan bahan ajaran yang diberkan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
c. Filsafat dapat menentukan strategi atau cara penyampaian tujuan. Sebagai
sistem nilai, filsafat dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan
pembelajaran.
d. Melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolak ukur
keberhasilan proses pendidikan.
Dari penjelasan tentang fungsi-fungsi filsafat dalam pengembangan
kurikulum maka semua pertanyaan pokok yang timbul dalam pengembangan
kurikulum dapat terjawabkan. Filsafat merupakan asas/landasan yang paling
utama dalam pengembangan kurikulum. Filsafat sangat penting, khususnya
dalam pengambilan keputusan pada setiap aspek kurikulum, dimana setiap
keputusan harus ada dasarnya (landasan filosofisnya). Para pengembang
kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung
tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang tidak tentu arah.
Kurikulum sebagai rancangan dari pendidikan, mempunyai kedudukan yang
cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan karena kurikulum

11
S. Nasution. Kurikulum & Pengajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 5-6.

5
menentukan proses pelaksanaan dan hasil daripada pendidikan. Mengingat
begitu pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan
kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum tidak dapat dirancang
sembarangan.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta
didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang
berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik ke arah yang
diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum
perlu memperhatikan asumsi-asumsi yang bersumber dalam bidang kajian
psikologi. Pengembangan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang
kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang
mendalam.12
Asas filosofis membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam kepada
tiga dimensi: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dimensi ontologi
mengarahkan kurikulum agar lebih banyak memberi anak didik kesempatan
untuk berhubungan langsung dengan fisik fisik, obyek-obyek. Pada mulanya
dimensi ini diterapkan Allah SWT, dalam pengajaran-Nya kepada Nabi Adam
dengan memberitahukan atau mengajarkan nama-nama benda “Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-
Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-
Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! (QS.Al-
Baqarah 2: 31) dan belum sampai pada tahap penalaran atau pengembangan
wawasan. Dimensi epistemologi adalah perwujudan kurikulum yang sah,yang
berdasarkan metode kontruksi pengetahuan yang disebut metode ilmiah,yang
sifatnya mengajak berfikir menyeluruh, reflektif dan kritis, implikasi dimensi

12
Ibid., h. 10.

6
epistemologi dalam rumusan kurikulum, isinya cenderung fleksibel karena
pengetahuan yang dihasilkan tidak mutlak, tentatif dan dapat berubah-ubah.13
Dampak dimensi epistimologi dalam rumusan kurikulum adalah:14
a. Penguasaan konten (the what) yang tidak sepenting dengan penguasaan
bagaimana memperoleh ilmu pengatahuan itu. Berarti pemahaman atau
penguasaan suatu ilmu itu tidak penting tapi bagaimana ilmu itu diperoleh
(diproses) itu yang dikaji.
b. Kurikulum lebih menitikberatkan pada pelajaran proses, maksudnya disini
bagaimana siswa merekonstruksi ilmu, aktivitas yang ada, serta bagaimana
pemecahan suatu masalah.
c. Konten cenderung bersifat fleksibel karena pengetahuan itu bersifat tidak
mutlak dan dapat berubah-ubah, karena alam akan mengalami perubahan dari
saat kesaat. Umar bin al-Khattab menyatakan: “Sesungguhnya anak-anakmu
dijadikan untuk generasi yang lain dari generasimu, dan zaman yang lain dari
zamanmu.
Dimensi aksiologi mengarahkan pembentukan kurikulum agar
memberikan kepuasan pada diri peserta didik agar memiliki nilai-nilai yang
ideal, supaya hidup dengan baik dan terhindar dari nilai-nilai yang tidak
diinginkan. Nilai-nilai ideal ini bisa menimbulkan daya guna dan fungsi yang
bermanfaat bagi peserta didik dalam kelangsungan hidup menuju kesempurnaan,
kenyamanan dan dijauhi dari segala sesuatu yang menimbulkan kesengsaraan
atau kerugian. Tugas ketiga dimensi tersebut merupakan kerangkah dalam
perumusan kurikulum pendidikan Islam. Dari berbagai macam filsafat pada
dasarnya memberikan khazana intelektual di bidang kurikulum pendidikan Islam
lainnya, semakin banyak pula kontribusi teori dan konsep. Teori dan konsep
yang ditimbulkan dari berbagai macam aliran filsafat tidak dapat begitu saja
diterima atau ditolak, namun diseleksi terlebih dahulu kemudian hasilnya
dimodifikasi pada khasana kurikulum pendidikan Islam.

13
Ibid., h. 13.
14
Ibid., h. 15.

7
2. Asas Sosiologis
Sekolah berfungsi mempersiapkan anak didiknya agar dapat berperan
aktif dalam masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan pedoman
dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini sekolah tidak hanya
berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai nilai suatu masyarakat, akan
tetapi sekolah juga berfungsi untuk mempersiapkan anak didik dalam
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum bukan hanya berisi berbagai
nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat.
Kenapa kurikulum harus berubah? demikian pertanyaan yang kerap kali
dilontarkan orang, ketika menanggapi terjadinya perubahan kurikulum yang
terjadi di Indonesia. Jawabannya pun sangat beragam, bergantung pada persepsi
dan tingkat pemahamannya masing-masing. Sepanjang sejarahnya, di Indonesia
telah mengalami beberapa kali perubahan hingga ada kesan di masyarakat
bahwa “ganti menteri, ganti kurikulum”. Perubahan kurikulum pada dasarnya
memang dibutuhkan manakala kurikulum yang berlaku (current curriculum)
dipandang sudah tidak efektif dan tidak relevan lagi dengan tuntutan dan
perkembangan jaman dan setiap perubahan akan mengandung resiko dan
konsekuensi tertentu.
Perubahan kurikulum yang berskala nasional memang kerapkali
mengundang sejumlah pertanyaan dan perdebatan, mengingat dampaknya yang
sangat luas serta mengandung resiko yang sangat besar, apalagi kalau
perubahan itu dilakukan secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat serta
tanpa dasar yang jelas. Namun dalam konteks KTSP, perubahan kurikulum
pada tingkat sekolah justru perlu dilakukan secara terus menerus. Dalam hal ini,
perubahan tentunya tidak harus dilakukan secara radikal dan menyeluruh,
namun bergantung kepada data hasil evaluasi. Mungkin cukup hanya satu atau
beberapa aspek saja yang perlu dirubah. Kita maklumi bahwa semenjak pertama
kali diberlakukan KTSP yang terkesan mendadak, kegiatan pengembangan
kurikulum di sekolah sangat mungkin diawali dengan keterpaksaan demi
mematuhi ketentuan yang berlaku, sehingga model yang dikembangkan

8
mungkin saja belum sepenuhnya menggambarkan kebutuhan dan kondisi
sebenarnya di sekolah. Oleh karena itu, untuk memperoleh model kurikulum
yang sesuai, tentunya dibutuhkan perbaikan-perbaikan yang secara terus-
menerus berdasarkan data evaluasi, hingga pada akhirnya dapat ditemukan
model kurikulum yang lebih sesuai dengan karakteristik dan kondisi nyata
sekolah. Justru akan menjadi sesuatu yang aneh dan janggal, kalau saja suatu
sekolah semenjak awal memberlakukan KTSP hingga ke depannya tidak pernah
melakukan perubahan-perubahan apapun. Hampir bisa dipastikan sekolah yang
demikian, sama sekali tidak menunjukkan perkembangan. Oleh karena itu,
dalam rangka menemukan model kurikulum yang sesuai di sekolah, sudah
seharusnya di sekolah dibentuk tim pengembang kurikulum tingkat sekolah
yang bertugas untuk memanage kurikulum di sekolah. Memang saat ini, di
sekolah-sekolah sudah ditunjuk petugas khusus yang menangani kurikulum
yang biasanya dipegang oleh wakasek kurikulum. Namun pada umumnya
mereka cenderung disibukkan dengan tugas -tugas yang hanya bersifat rutin dan
teknis saja, seperti membuat jadwal pelajaran, melaksanakan ulangan umum
atau kegiatan yang bersifat rutin lainnya. Usaha untuk mendesain,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi serta mengembangan kurikulum yang
lebih inovatif tampaknya kurang begitu diperhatikan. Dengan adanya Tim
Pengembang Kurikulum di sekolah maka kegiatan manajemen kurikulum
mungkin akan jauh lebih terarah, sehingga pada gilirannya pendidikan di
sekolah pun akan jauh lebih efektif dan efisien. Memberikan dasar untuk
menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Asas Organisatoris
Asas ini memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan itu
disusun, dan bagaimana penentuan luas dan urutan mata pelajaran.
4. Asas Psikologis
Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mendidik anak didik
sesuai dengan yang diharapakn dalam tujuan pendidikan. Secara psikologis,
anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan bakat,
minat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapa

9
perkembangannya. Dengan alasan itulah kurikulum harus memperhatikan
kondisi psikologis, perkembangan dan psikologi belajar anak. Pemahaman
tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan
persepsi dan kedangkalan pemahaman tentang anak dapat menyebabkan
kesalahan arah dan kesalahan praktek pendidikan. Jadi, Landasan psikologis
pengembangan kurikulum menuntut agar dalam pengembangan kurikulum
harus memperhatikan dan mempertimbangkan aspek peserta didik dalam
pelaksanaan kurikulum sehingga nantinya pada saat pelaksanaan kurikulum apa
yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal. Sehingga unsur
psikologis dalam pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan. Asas ini
memberikan prinsip–prinsip tentang perkembangan anak didik dalam berbagai
aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dipahami oleh
anak didik sesuai dengan perkembangan.15

C. Karakteristik Kurikulum Pendidikan dalam Islam


Secara umum karakteristik kurikulum pendidikan Islam adalah pencerminan nilai-
nilai Islami yang dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dan termanifestasi dalam
seluruh aktivitas dan kegiatan pendidikan dalam prakteknya. Dalam konteks ini
karakteristik kurikulum pendidikan Islam memiliki keterkaitan yang tidak dapat
dipisahkan dengan prinsip-prinsip yang telah diletakkan Allah SWT. dan Rasulnya
Muhammad SAW. Konsep inilah yang memadakan kurikulum pendidikan Islam dengan
kurikulum pendidikan pada umumnya.16
Menurut Al-Syaibany ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam yaitu:17
1. Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan,
kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.
2. Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian,
pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi
intelaktual, psikologi, sosial dan spritual. Begitu juga cakupan kandungannya
termasuk bidang ilmu, tugas dan kegiatan yang bermacam-macam.

15
Abidin Nata. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana, 1997), h. 65.
16
As-Syaibani. Falsafah Pendidikan Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 489.
17
Ibid., h. 490-512.

10
3. Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan
seni, pengalaman dan kegiatan pengalaman yang bermacam-macam.
4. Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan
oleh anak didik, dan juga meliputi seni halus, aktifitas pendidikan jasmani,
latihan militer, teknik, pertukangan, bahasa asing dll.
5. Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat, bakat, keperluan dan
perbedaan individual antara siswa. Disamping itu juga dikaitkan dengan alam
sekitar, budaya dan sosial diman kurikulum itu dilaksanakan.

D. Ruang Lingkup Kurikulum Pendidikan dalam Islam


Dalam ruang lingkup materi kurikulum itu sendiri harus memperhatikan
beberapa hubungan diantaranya sebagai berikut:18
1. Hubungan Dengan Allah SWT Hubungan vertikal anatara insan dengan
khaliknya mendapat prioritas pertama dalam kurikulum ini, karena pokok
ajaran inilah yang pertama-tama perlu ditanamkan kepada peserta didik.
Tujuan kurikuler yang hendak dicapai dalam hubungan manusia dengan Allah
swt. Ini mancakup segi keimanan, rukun Islam, dan ihsan. Temasuk
didalamnya membaca Al Qur„an dan menulis huruf AlQur„an.
2. Hubungan Manusia Dengan Manusia Aspek pergaulan hidup manusia dengan
sesamanya sebagai pokok ajaran agama Islamyang penting ditempatkan pada
prioritas kedua dalam urutan kurikulum ini. Tujuan kurikuler yang hendak
dicapai dalam kurikulum ini mencakup segi kewajiban dan larangan dalam
hubungan dengan sesama manusia segi hak dan kewajiban di dalam bidang
pemilikan dan jasa, kebiasaan hidup bersih dan sehat jasmani dan rohani dan
sifat-sifat kepribadiannya yang baik.
3. Hubungan Manusia Dengan Alam Agama Islam banyak mengajarkan kepada
kita tentang bagaimana alam sekitar, dan manusia diberi mandat oleh Allah
SWT. Sebagai khalifah di muka bumi. Manusia boleh menggunakan dan
mengambil manfaat dari alam menurut garis-garis yang telah ditentukan
agama. Dalam kurikulum pendidikan agama Islam yang sudah-sudah aspek ini
dimasukkan.
18
Abdul Majid, Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kopetensi Konsep Dan
Implementasi Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 77.

11
Kurikulum yang baik dan relevan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
Islam adalah yang bersifat integrated dan komperehensif serta menjadikan Al-Qur„an
dan As-Sunnah sebagai pedoman utama dalam hidup. Sebagaimana kita ketahui ajaran
pokok Islam adalah meliputi: masalah Aqidah (keimanan), syari„ah (keIslaman), dan
akhlak (Ihsan). Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan
pembahasan dasar hukum Islam yaitu Al-Qur„an dan Al-Hadits serta ditambah lagi
dengan sejarah Islam (tarikh).
Hubungan tersebut di atas, tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam yang
tersusun dalam beberapa mata pelajaran, yaitu:19
1. Tauhid (ketuhanan), suatu bidang studi yang mengajarkan dan membimbing
untuk dapat mengetahui, meyakini dan mengamalkan akidah Islam secara
benar.
2. Akhlak : Mempelajari tentang akhlak-akhlak terpuji yang harus di teladani dan
tercela yang harus dijauhi. Serta mengajarkan pada peserta didik untuk
membentuk dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam bentuk tingkah laku
baik dalam hubungan dengan Allah, sesama manusia maupun manusia dengan
alam.
3. Fiqh/Ibadah: merupakan pengajaran dan bimbingan untuk mengetahui syari„at
Islam yang di dalamnya mengandung perintah-perintah agama yang harus
diamalkan dan larangan yang harus dijauhi. Berisi norma-norma hukum, nilai-
nilai dan sikap yang menjadi dasar dan pandangan hidup seorang muslim,
yang harus di patuhi dan dilaksanakan oleh dirinya, keluarganya dan
masyarakat lingkungannya.
4. Studi Al Qur„an: merupakan perencanaan dan pelaksanaan program
pengajaran membaca dan mengartikan/menafsirkan ayat-ayat Al Qur„an
tertentu yang sesuai dengan kepentingan siswa menurut tingkattingkat sekolah
yang bersangkutan. Sehingga dapat dijadikan modal kemampuan untuk
mempelajari, meresapi dan menghayati pokok-pokok kandungan dan
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Al Hadits: seperti halnya Al Qur„an diatas merupakan perencanaan dan
pelaksanaan program pengajaran membaca dan mengartikan hadits-hadits
19
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h.
173-174.

12
tertentu sesuai dengan kepentingan siswa. Sehingga siswa dapat mempelajari,
menghayati dan menarik hikmah yang terkandung di dalamnya.
6. Tarikh Islam: memberikan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan
Islam, meliputi masa sebelum kelahiran Islam, masa Nabi dan sesudahnya
baik dalam daulah Islamiyah maupun pada negara-negara lainnya di dunia,
khususnya perkembangan agama Islam di tanah air.

13
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa (1) kurikulum merupakan
cakupan sejumlah mata pelajaran yang harus dilalui pendidik, dan anak didik sesuai
dengan tujuannya untuk mencapai tingkat tertentu, yaitu untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan mereka di mana usaha itu dilakukan, baik di dalam
maupun di luar kelas; (2) filsafat pendidikan Islam berperan sebagai penentu tujuan
umum pendidikan, memberikan arah bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam sehingga
kurikulum mengandung nilai-nilai yang diyakini kebenarannya; dan (3) kurikulum
pendidikan Islam mempunyai ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dengan
kurikulum yang lain, karena asas, materi, dan prinsip kurikulum pendidikan Islam
bersumber dari Alquran dan hadis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Press.

As-Syaibani, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Daradjat, Zakiah, 2004, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara.

Hanum, Azizah, 2011, Diktat Filsafat Pendidikan Islam, Medan: Sekolah Tinggi
Agama Islam AlHikmah

Majid, Abdul, Dian Andayani, 2004, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kopetensi
Konsep Dan Implementasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nata, Abuddin, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.

Nasution, S, 2012, Kurikulum & Pengajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nata, Abidin, 1997, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.

Nasution, S, 1991, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung: Citra Adirya


Bakti.

Ramayulis, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, cet. Kedelapan.

Sabda, Syaifuddin, 2008, Konsep Kurikulum Pendidikan Islam Persfektif Al-Ghazali,


Kalimantan Selatan: Antasari Press, cet.ke-1.

Tafsir, Ahmad, 2012, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.

15

Anda mungkin juga menyukai