Anda di halaman 1dari 15

KONSELING TRAUMATIK DALAM ISLAM

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah konseling Islami

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Saiful Akhyar Lubis, M.A

Di Susun Oleh:

INDAH SRI WAHYUNI

NIM: 3003223008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2023\\
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga
akhirnya saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah pada mata kuliah
“KONSELING ISLAMI”

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh

karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari

pembaca agar nantinya saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata

semoga makalah saya yang berjudul: “KONSELING TRAUMATIK

DALAM ISLAM “ semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 22 Mei 2023

Indah Sri
Wahyuni

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

PENDAHULUAN .................................................................................. 1

PEMBAHASAN ................................................................................... 3

A. Hakikat Traumatik Dan Penyebabnya ........................................ 3

B. Trauma Dan Gangguan Psikis (Sikap Kepribadian) ................... 4

C. Sikap Muslim Dalam Menghadapi Trauma ................................ 5

D. Bantuan Konseling Terhaap Penderita Trauma (Alam 3 Tahap

Penyadaran Pemulihan Peningkatan) .......................................... 6

PENUTUP .............................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 12

ii
PENDAHULUAN

Dalam menjalani kehidupan, individu tidak hanya merasakan kebahagiaan,

tetapi juga merasakan berbagai macam kesedihan dan persoalan, hal itu dapat

berupa konflik, kekerasan, musibah seperti gempa bumi, tsunami, meletus

gunung api, tanah longsor, banjir, badai topan, kebakaran, dan lain

sebagainya. Keberagaman peristiwa dan pengalaman yang menakutkan

tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam waktu yang

singkat dan jangka panjang dapat membekas dan menimbulkan luka pada

sebagian individu. Hal itu dapat dikatakan sebagai trauma.

Trauma juga diartikan sebagai respon secara emosional akibat sebuah

kejadian, seperti kekerasan, bully, atau bencana alam. Reaksi jangka pendek

yang biasa terjadi pada seorang yang mengalami trauma adalah shock dan

penolakan. Dan faktor penyebab traumatik dapat berupa internal dan

eksternal. Dalam hal ini, tidak jarang individu mampu mengontrol diri atau

memulihkan dirinya dari traumatik tersebut.

Alquran adalah kitab agama dan hidayah yang diturunkan Allah Ta’ala

kepada Nabi Muhammad SAW untuk segenap manusia. Alquran sebagai

mu’jizat Nabi Muhammad SAW, sejak diturunkan sampai yang ada ditagan

manusia sekarang ini dan masa yang akan datang, masih tetap utuh terpelihara

kemurnian dan keasliannya.

Al-Qur’an banyak memuat ayat yang mengupas sifat penciptaan manusia,

menjelaskan hal ihwal jiwa yang berbeda-beda, menerangkan sebab- sebab

penyimpangan dan penyakit jiwa, serta metode pembinaan dan penyembuhan

1
jiwa. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar terdapat dalam kitab yang

diturunkan Allah SWT. Untuk menunjukkan, membimbing, mendidik, dan

mengajari manusia.

Dalam al-Qur’an dikemukakan gambaran yang cermat tentang berbagai

emosi yang di rasakan oleh manusia, seperti takut, marah, cinta, senang,

antipati, benci, cemburu, hasud, sesal, malu, dan benci.

2
PEMBAHASAN

A. Hakikat Traumatik Dan Penyebabnya

Traumatik berasal dari kata bahasa arab ‫ حالف حوف خشية‬artinya takut.1
Sedangkan traumatik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia takut adalah
menggoncangkan jiwa (Pengalaman yang dahsyat). 2 Menurut Al-Bashri,
yang dimaksud dengan Traumatik (takut) adalah suatu perasaan yang timbul
karena banyak berbuat salah dan sering lalai kepada Allah. Sedangkan
menurut Rosihan Anwar menegaskan bahwa traumatik (takut) adalah
kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang belum terjad iyang
ditakuti yang akan menimpa diri di masa yang akan datang.3
Menurut A. Zainuddin ddk, yang dimaksud dengan traumatic (takut)
adalah ungkapan hati terhadap sesuatu yang tidak disukai yang akan terjadi
dimasa yang akan datang dan mengetahui sebab-sebab yang akan
menimbulkan sesuatu yang tidak disukai itu terjadi.4
Dari pendapat para ulama ditas terungkap bahwa traumatik (takut)
adalah suatu perasaan yang timbul karena membayangkan sesuatu hal yang
belum terjadi sesuatu yang ditakuti yang akan menimpa diri dimasa yang akan
datang dan mengetahui sesuatu yang tidak di sukai itu.
Penyebab trauma bisa beragam bentuknya, mulai dari kekerasan,
kehilangan, atau perpisahan, eksploitasi. Namun trauma yang seringkali
menimbulkan dampak negative bagi masa depan seseorang adalah trauma
yang disebabkan kejadian yang sangat membekas dalam pikirannya memukul
dalam lingkungan keluarga, seperti perceraian, kematian, atau kekerasan
dalam rumah tangga.
Trauma menurut ganguan mental akibat dari suatu kejadian yang
menyakitkan hati dan merasa dirinya berdosa, tidak berguna lagi dan takut

1
Abd. Bin Nuh, ddk, 1959, Kamus Arab -Indonesia, Jakarta ; Mutiara Offset. h. 4
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1989, Kamus Besar Bahasa Indonseia,
Jakarta : Balai Pustaka, h. 960
3
Rosihon Anwar. Ddk, 2002, Ilmu Tasawuf, Bandung : Cv Putaka Setia. h.76
4
A. Zainuddin,ddk, 1999, Al Islam 2 , Bandung : Cv Pustaka Setia, h.79

3
pada laki-laki yang pernah mengecewakannya sehingga hal yang demikian
menakutkan bagi konseli dan trauma itu merupakan bagian dari pobhia.
Menurut kartini kartono bahwa sebab-sebab trauma (pobhia) adalah
pernah mengalami ketakutan hebat yang disertai rasa malu dan bersalah,
semua itu ditekankan dalam ketidak sadaran, dan sewaktu orang yang
bersangkutan mengalami perangsang yang sama timbul kemudian respon
ketakutan yang bersyarat kembali, sungguh peristiwa atau pengalaman yang
asli sudah dilupakan, respon-respon ketakutan dan kecemasan hebat itu
selalu timbul, walaupun ada usaha-usaha untuk menekankan dan
melenyapkan respon-respon tersebut.5
B. Trauma Dan Gangguan Psikis (Sikap Kepribadian)
Trauma seseorang dapat berwujud takut akan terulangnya kembali
kejadian-kejadian yang sangat melukai jiwanya. Padahal perilaku seperti itu
hanyalah prasangka belakang dan akibat dari prasangka itu aka mengigatkan
diri sendiri.
Perilaku trauma seseorang sebenarnya lebih disebabkan dan di
pengaruhi oleh tanggapan atau cara seseorang itu memandang keadaan atau
peristiwa yang dihadapinya. Terkadang rasio memang berlaku, yang berhak
hanyalah perasaan amarah tertekan dan kecewa. Perasaan-perasaan seperti
inilah yang kerap datang ketika seseorang mengalami ketegangan mental baik
secara fisik maupun psikologis.
Jadi singkatnya gagasan-gagasan peristiwa yang dialami konseli karena
pola pikirnya yang salah atau bisa juga karena kejadian atau peristiwa yang
menimpanya sangat membekas dalam pikirannya, dimana peristiwa tersebut
mengguncangkan jiwanya, sehingga dia berfikir negatif dan tidak rasional
dalam memandang segala permasalahan yang dihadapinya. Untuk itu maka
dibutuhkan bantuan seorang konselor agar mendapatkan penanganan
secepatnya. Karena konseli tidak mempunyai kemampuan memecahkan atau
menangani masalahnya sendiri dan membutuhkan bantuan atau bimbingan
konseling Islam.

5
Kartini Kartono, patologi Social 3 Gangguan-gangguan Kejiwaan, Bandung:
Mandar Maju, 1989.

4
C. Sikap Muslim Dalam Menghadapi Trauma
Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allâh Ta’ala,
memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun
yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres,
apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang Sangat kuat
kepada Allâh Ta’ala membuat dia yakin bahwa apapun yang terjadi sudah ada
ketetapan yang Allâh Ta’ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang
terbaik baginya. Dengan keyakinannya ini pula Allâh Ta’ala akan
memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan
dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allâh Ta’ala dalam firman-Nya:

ٍ‫يء‬ َ ‫ّٰللاُ بِكُ ِل‬


ْ ‫ش‬ ِ ‫ّٰللا َۗو َم ْن يُّؤْ ِم ْۢ ْن بِ ه‬
‫اّٰلل يَ ْه ِد قَ ْلبَهٗ َۗو ه‬ ِ ‫صيْبَ ٍة ا اَِّل بِ ِا ْذ ِن ه‬
ِ ‫اب ِم ْن ُّم‬
َ ‫ص‬َ َ ‫َما ٓ ا‬
‫ع ِليْم‬َ
Artinya:”Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang)
kecuali denga izin Allâh; barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya
Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui
segala sesuatu. (Qs at-Taghâbun Ayat 11)

Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata: “Maknanya: seseorang yang


ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan
ketentuan dan takdir Allâh Ta’ala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan
(balasan pahala dari Allâh Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri
kepada ketentuan Allâh Ta’alatersebut, maka Allâh Ta’ala akan memberikan
petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang
menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya,
bahkan bisa jadi Allâh Ta’ala akan menggantikan apa yang hilang darinya
dengan sesuatu yang lebih baik baginya.” Inilah sikap seorang Mukmin yang
benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya.

5
Bagi seorang muslim dalam menghadapi trauma diantara yang biasa
di lakukan adalah:
1. Istighfar. Hendaknya beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah
Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya karena Allah Ta’aala tampakkan
sebagian adzab-Nya pada hamba-Nya di dunia agar mereka merasakan
dampak dari perbuatan mereka agar mereka tersadarkan dan kemudian
kembali kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ْ ‫ض الاذ‬
‫ِي‬ ِ ‫ت اَيْدِى النا‬
َ ‫اس ِليُ ِذ ْيقَ ُه ْم بَ ْع‬ َ ‫سا ُد فِى ْالبَ ِر َوالْبَح ِْر بِ َما َك‬
ْ َ ‫سب‬ َ َ‫ظ َه َر ْالف‬ َ
َ‫ع ِملُ ْوا لَعَلا ُه ْم يَ ْر ِجعُ ْون‬ َ

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan


karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).”(QS. Ar Rum Ayat 41)

2. Beramal Shalih. Hendaknya beramal shalih dan menambah kedekatan


serta ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dengan
kehendak Allahlah musibah itu datang dan hanya dengan kehendaknya
pulalah musibah itu dapat berlalu.

3. Bersabar. Hendaknya bersabar terhadap musibah yang menimpanya


untuk mengharapkan pahala yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikianlah sepantasnya seorang muslim bersikap dalam menghadapi
musibah. Jika perkara-perkara yang telah disebutkan di atas dapat
diamalkan seseorang ketika sedang tertimpa musibah, apapun yang akan
menimpa dirinya maka akhir dari semua perkaranya adalah kebaikan.

D. Bantuan Konseling Terhadap Penderita Trauma


Rasa takut merupakan salah satu emosi yang signifikan dalam kehidupan
manusia. Rasa takut juga merupakan salah satu emosi yang bersifat alamiah.

6
Orang akan merasakan takut ketika di hadapkan pada situasi genting, apalagi
dapat menyebabkan rasa sakit atau bahaya, atau ketika dirinya terancam
bahaya dan kematian. Dengan demikian, maka rasa takut sangat bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Disamping dapat menjauhkannya dari terjebak pada
situasi yang berbahaya, juga akan melahirkan inisiatif yang dapat melindungi
atau menjaga sebelum bahaya menimpanya.6
Namun, manfaat terbesar bagi kehidupan manusia ialah rasa takut
terhadap siksaan (azab) Allah. Perasaan takut ini mendorong seseorang
berpegang teguh kepada kewajiban agama, menjalankan segala perintah
Allah SWT dan menjauhi segala larangan-nya serta mencegah dirinya dari
segala perbuatan dosa dan maksiat.
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an menjelaskan kepada kita :

َ‫علَ ْي ِه ْم َو ََّل هُ ْم يَ ْحزَ نُ ْون‬ ِ ‫َّل ا اِن ا َ ْو ِليَ ۤا َء ه‬


َ ‫ّٰللا ََّل خ َْوف‬ ٓ َ َ‫ا‬

Artinya : Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada


kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Qs -
Yunus Ayat 62)

Ayat ini menurut Mustafa Al-Maraghi menjelaskan : “ Sesungguhnya


wali-wali Allah yaitu orang-orang yang mengadakan hubungan cinta kepada
Allah SWT dengan melakukan ibadah kepadanya. Semata-mata secara murni
dan tawakal kepadanya tanpa mengambil sesembahan –sesembahan yang lain
yang mereka cintai seperti cintanya kepada Allah SWT tanpa mengambil
selain Allah SWT, seorang wali atau seorang pemberi syafa’at yang mereka
anggab dapat mendekatkan mereka sedekat dekatnya. Wali –wali Allah SWT
seperti itu tidak ada rasa takut pada mereka dia diakhirat terhadap apa yang
ditakuti oleh orang-orang kafir, orang-orang fasik, dan orang-orang zhalim”.7

6
Muhammad Utsman Najati, 2004, Psikologi Dalam persektif Hadis, Jakarta
:Pustaka Husna Baru . h. 96.
7
Ahmad Mushshafa al Maragi, 174, Tafsir Al Maragi, semarang : CV : Toha
Putra, h, 247-248.

7
Seperti cintanya kepada Allah SWT tanpa mengambil selain Allah
SWT, seorang wali atau seorang pemberi syafa’at yang mereka anggab dapat
mendekatkan mereka sedekat-dekatnya. Wali –wali Allah SWT seperti itu
tidak ada rasa takut pada mereka dia diakhirat terhadap apa yang ditakuti oleh
orang-orang kafir, orang-orang fasik, dan orang-orang zhalim”.
Ayat ini Menurut Imam Jalaluddin Al Mahalli menjelaskan “Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak pula mereka bersedih hati di akhirat nanti”.8
Sedangkan ayat ini menurut M. Quraish Shihab : ayat ini
menguraikan perolehan mereka yang taat dengan menyatakan bahwa ingatlah
sesungguhnya wali-wali Allah SWT. tidak ada khawatiran yakni keresahan
hati atas mereka menyangkut sesuatu di masa yang akan datang dan tidak pula
mereka dari sesuatu yang terjadi pada masa lampau. Para wali Allah SWT
adalah orang-orang yang telah beriman yakni yang percaya secara
bersinambungan tanpa diselingi oleh keraguan dan meraka sejak dahulu
hingga kini selalu bertaqwa yakni yang berbuah keimanan mereka dengan
amal-amal sholeh sehingga mereka terhindar dari ancaman siksaan Allah
SWT.9
Dari pendapat ahli tafsir diatas tadi jelaslah bagi kita bahwa
orang yang tidak takut kepada Allah SWT adalah para wali Allah
karena mereka selalu bertaqwa kepada Allah. Karena dengan taqwa
nya itu mereka itu terhindar dari ancaman siksaan Allah SWT.
Takut karena Allah merupakan takut yang paling penting dalam
kehipupan orang mukmin. Sebab, hal itu senantiasa mendorong orang
mukmin pada ketakwaan, mencari keridhaan-Nya, mengikuti manhajad-Nya,
meninggalkan segala larangan-Nya, dan mengerjakan segala yang
diperintahkan-Nya

8
Iman Jalaluddin al-Mahalli ddk, 178, Tafsir Jalalain, Bandung : PT Sinar Baru
Algensindo, h.824.
9
M. Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al Mishbah : Pesan, kesan dan keserasian Al-
Qur’an, Jakarta : Lentera Hati.

8
Takut kepada Allah dipandang sebagai salah satu pilar dalam
keimanan kepadan-Nya dan sebagai fondasi yang penting dalam
pembentukan kepribadian seorang mukmin.
Rasa takut yang sesungguhnya dirasakan orang mukmin adalah
takut kepada Allah SWT. Sebab, keimanannya tidak akan membuat takut
mati, takut miskin, takut kepada manusia, atau takut kepada apapun yang ada
dialam ini. Orang mukmin hanya takut pada marah, murka, dan azab Allah
SWT.
Emosi takut adalah suatu kondisi berupa gangguann yang tajam yang
dapat menimpa semua individu. Al-Qur’an menggambarkan gangguan
tersebut dengan keguncangan hebat yang mengguncang manusia dengan
hebat sehingga menghilangkan kemampuan berpikir dan pengendalian
dirinya.10

Adapun 3 dalam mengatasi Trauma :


1. Penyadaran.11
Yang paling umum adalah kegelisahan yang berlebihan, ketakutan, mimpi
buruk, gangguan mental, perilaku sosial yang menyimpang. Kondisi itu
menuntut semua pihak untuk memberi penanganan terhadap korban.
Sangat disayangkan, para aparaturdan penegak keadilan, sering bertindak
menyudutkan korban. Seperti pertanyaan-pertanyaan yang justru
cenderung mempermalukan korban. Perilaku demikian akan menjadikan
beban trauma semakin berat dan berkepanjangan. Di samping penanganan,
korban juga mengharapkan nasehat yang mampu memberikan dorongan
kepada korban yakni dengan pemberian keadilan untuk korban, bantuan
moril dan material kepada korban KTP serta minimalisasi trauma korban,
agar jiwanya tenang, dengan mengatakan padamereka bahwa kasus yang
terjadi merupakan ketentuan tuhan, tidak selayaknya putus asa,

10
Muhammad Utsman Najati, 2005, Psikologi dalam AlQur’an, Jakarta : Pustaka
Setia h. 105
11
Tuti Alawiyah,Konseling Traumatik Menangi Seorang Siswa Dalam Pendidikan
Isam,Jurnal Pendidikan Dan Konseling,Volume 4, Nomor 6, Tahun 2022, h. 9

9
melainkanmenghadapinya dengan bersabar, bertawakal dan senantiasa
mensyukuri nikmatny .Peran konselor yang dapat dilakukan segera adalah:
a. Meredakan perasaan-perasaan (cemas, gagal, putus asa, tidak
berguna, malu, tidak mampu dan rasa bersalah) dengan menunjukkan
sikap menerima situasi krisis, menciptakan keseimbangan pribadi dan
penguasaan diri serta tanggungjawab terhadap diri konseli (mampu
menyesuaikan diri dengan situasi yang baru (situasi krisis).
b. Agar konseli dapat menerima kesedihan secara wajar.Memberikan
intervensi langsung dalam upaya mengatasi situasi krisis.
Memberikan dukungan kadar tinggi kepada konseli.
2. Pemulihan
Kenali masalah-masalah yang dialami korban pastikan fokus pada salah
satu masalah yang dihadapi korban yang menurut konselor dapat
diselesaikan sendiri oleh konseli. Amatilah kondisi korban dalam
menyelesaikan masalah itu. Tunjukan kepada korban, kepada siapa
mereka bisa mendapat berbagai akses untuk membantu mereka. Seperti
contoh, jika korban merasa takut masuk rumah setelah peristiwa, tunjukan
bahwa tidak ada masalah masuk rumah dengan membiarkan dia melihat
konselor memasuki rumahnya.
3. Peningkatan
Tahap Peningkatan konseling ditandai beberapa hal yaitu :
a) Menurunya kecemasan konseli. Hal ini diketahui setelah konselor
menanyakan keadaan kecemasanya.
b) Adanya perubahan perilaku konseli kearah yang lebih positif, sehat, dan
dinamis.
c) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
d) Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai dapat mengoreksi diri dan
meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua,guru,
teman, keadaan tidak menguntungkan dan sebagainya.

10
PENUTUP

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan,bahwa konseling


traumatik ialah rasa takut yang sangat mendalam terhadap dirinya,rasa itu
selalu ada didalam pikiran sehingga konseli tidak dapat mengendalikan
dirinya,dia harus minta solusi kepada konseling,supaya rasa takutnya itu tidak
semakin mendalam.

Untuk menghilangangkan rasa takut, seseorang individu itu harus


banyak mendekatkan dirinya kepada allah.Berzikir supaya hati merasa tenang
dan rasa takut itupun hilang.

Trauma seseorang itu takut akan kejadian yang pernah dialami terjadi
kedua kalinya, maka dari itu untuk menghilangkn trauma itu pun,minta solusi
atau arahan dari koselor supaya dapat jalan keluarnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Pustaka Husna Baru. A. Zainuddin,ddk, 1999, Al Islam 2 , Bandung : Cv


Pustaka Setia
Abd. Bin Nuh, ddk, 1959, Kamus Indonesia - Arab- Indonesia , Jakarta ;
Mutiara
Ahmad Mushshafa al Maragi, 1974, Tafsir Al Maragi, semarang : CV : Toha
Algensindo,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1989, Kamus Besar Bahasa
Indonseia, .
Kartono Kartini, 1989, Patologi Social 3 Gangguan-gangguan Kejiwaan,
Bandung: Mandar Maju.
Muhammad Utsman Najati, 2004, Psikologi Dalam persektif Hadis, Jakarta
Muhammad Utsman Najati, 2005, Psikologi dalam Al-Qur’an, Jakarta :
Pustaka Offset.
Shihab Quraish.M, 2002, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-
Qur’an, Jakarta: Lentera Hati.
Imam Jalaluddin Al-Mahalli ddk, 178, Tafsir Jalalain, Bandung: PT Sinar
Baru Algensindo.
Putra, Rosihon Anwar. Ddk, 2002, Ilmu Tasawuf, Bandung : Cv Putaka Setia.
Setia Tuti Alawiyah. KonselingTraumatik Menangani Trauma Seorang
Siswa Dalam Pendidikan Islam,Volume 4,Nomor 6. Tahun 2022.

12

Anda mungkin juga menyukai