Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS KURIKULUM AL-QUR’AN PADA MATA PELAJARAN

AL-QUR’AN HADIST KELAS VIII DI MTS 9 MAJALENGKA

Eti Sustini1, Hadi Abdul Rohman2, M.Lutfi Assidik3, Miptah Subhan4


Program Magister Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak
Al-Quran, sebagaimana dikemukakan para ahli ilmu (pengetahuan) merupakan salah
satu dari sumber ilmu (pengetahuan) dan kebudayaan. Al-Qur’an menjadi sumber
primer pendidikan (Islam), dimana seluruh isi al-qur’an merupakan materi Pendidikan,
sehingga Al-Qur’an dapat dikatakan sebagai kurikulum Pendidikan Islam, (al- manhaj
al-tarbawi). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kurikulum Al-
Qur’an pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadist kelas VIII dengan dilihat dari berbagai
perspektif diantaranya perspektif filosofis-teologis, psikologis, sosiokultural,
Perkembangan IPTEK. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode deskriptif dengan Teknik penelitian kualitatif. Adapun hasil dari
penelitian ini bahwa materi Qur’an Hadist secara umum sudah baik dalam rangka
memberikan pemahaman dan pengetahuan dasar Quran-Hadits yang berkaitan dengan
nilai-nilai dasar tauhid.
Kata Kunci: Kurikulum, Al-Qur’an,
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga merupakan
pedoman hidup bagi setiap manusia. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk
tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia
dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya dengan
demikian, untuk dapat memahami ajaran Islam secara sempurna, maka langkah pertama
yang harus dilakukan adalah memahami Al-Qur’an.

Al-Qur’an bagi kaum Muslimin adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril a.s. selama kurang lebih dua
puluh tiga tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang berada di luar
kemampuan seluruh Makhluk Allah SWT. “Sekiranya kami turunkan Al-Qur’an ini
kepada sebuah gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah karena
takut kepada Allah SWT” (QS.al-Hasyr {59}: 21). Kandungan pesan ilahi yang
disampaikan oleh Nabi SAW dalam bentuk Al-Qur’an ini telah menjadi landasan
kehidupan individual dan sosial kaum Muslimin dalam segala aspeknya, bahkan
masyarakat Muslim mengawali eksistensinya dan telah memperoleh kekuatan hidup
dengan merespons dakwah Al-Qur’an. Itulah sebabnya Al-Qur’an berada di jantung
kehidupan umat muslim. Al-qur’an juga telah memperkenalkan dirinya dengan
berbagai ciri dan sifatnya, diantaranya bahwa ia merupakan kitab yang dijamin
keautentikannya.

Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti
jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Al-Quran,
sebagaimana dikemukakan para ahli ilmu (pengetahuan) merupakan salah satu dari
sumber ilmu (pengetahuan) dan kebudayaan. Kedudukan Al-Qur’an ini mendorong
para penafsir untuk melakukan ijtihad kreatif eksplorasi dan elaborasi kandungan ayat-
ayat Al-qur’an yang dapat dijadikan pijakan bagi pengembangan teori dan praktik
Pendidikan (Islam). Al-Qur’an dalam konteks ini menjadi sumber primer Pendidikan
(Islam). Dan Al-Qur’an dikatakan sebagai kurikulum Pendidikan (Islam), al- manhaj
al-tarbawi.

Kurikulum Al-Qur’an hadits di Madrasah Tsanawiyah diselenggarakan dengan


merujuk pada kurikulum 2013. Hal itu berdasarakan keputusan Kemenag yang
menetapkan kurikulum 2013 diselenggarakan oleh madrasah-madrasah sesuai dengan
Keputusan Dirjen Pendidikan Nasional No 481 Tahun 2015 Tentang Penunjuk
Madrasah Lanjut Kurikulum 2013; Keputusan Dirjen Pendidikan Nasional No 5114
Tahun 2015 tentang penetapan Madrasah Pelaksana Kurikulum 2013 Tahun Pelajaran
2015/2016.
Bahan pelajaran alquran hadits pada tingkat MTs merupakan pendalaman dan
perluasan dari bahan kajian yang terdapat pada jenjang pendidikan MI untuk diterapkan
di kehidupan sehari-hari, sebagai bekal ketika mengikuti pendidikan tingkat selanjutnya
(Fatoni, 2004). Materi yang disajikan dalam buku pembelajaran Al-Quran dan Al-
Hadits sudah sesuai dengan kebutuhan siswa di zaman globalisasi saat ini. Dimana para
siswa diarahkan untuk memahami dan membaca Al-Quran dengan ilmu tajwid, nilai-
nilai islam melalui ayat-ayat Al-Quran dan Hadits-Hadist Rasulullah SAW, memahami
Al-Quran dengan membaca, bersikap sosial terhadap sesama melalui infak, sedekah,
mengajarkan keiklasan, mempertebal keimanan, menjauhi gaya hidup materialistic,
hedonis, konsumtif, adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat untuk menjadi dasar
dalam mengarungi kehidupan yang fana ini. serta aplikasinya dalam kehidupan
bermasyarakat, juga diarahkan agar mencintai Al-Quran dan Al-Hadits.
Namun demikian peniliti melihat bahwa alokasi waktu yang dikhususkan untuk
pembelajaran Al-Quran dan Al-Hadits hanya berdurasi 2 jam dalam seminggu, tidak
cukup memenuhi kebutuhan siswa untuk menguasai dan memahami materi-materi yang
disampaikan dengan baik. Menurut penulis siswa masih perlu mendapat tambahan jam
pelajaran untuk mata pelajaran Al-Quran dan Al-Hadits, terutama dalam memenuhi
(KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai Analisis Kurikulum Al-Qur’an pada Mata Pelajaran
Al-Qur’an Hadist kelas VIII di Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) 9 Majalengka.

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Adapun teknik penelitian yang
digunakan adalah teknik kualitatif. Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan
adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan oleh
seorang penulis dengan cara mengumpulkan data-data yang bersumber dari sebuah
buku, jurnal, kitab, artikel, dan tulisan tertentu (Rusdi Pohan, 2007:85). Penelitian
kepustakaan ini digunakan untuk mengurangi sedikit masalah yang terjadi di lapangan
khususnya di dunia Pendidikan yang mencakup aspek konseptual-teoritis, baik tentang
tokoh Pendidikan, atau konsep tertentu seperti ujian, metode, dan sebuah lingkungan
Pendidikan (Sarjono, dkk,2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum

Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata Curir artinya pelari. Kata
Curere artinya tempat berpacu. Curriculum diartikan jarak yang ditempuh oleh seorang
pelari. Pada saat itu kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh siswa atau murid untuk mencapai ijazah. Rumusan kurikulum tersebut
mengandung makna bahwa isi kurikulum tidak lain adalah sejumlah mata pelajaran
(subjek matter) yang harus dikuasai siswa, agar siswa memperoleh ijazah. Itulah
sebabnya kurikulum sering dipandang sebagai rencana pelajaran untuk siswa.
Pada awalnya “kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia
pendidikan sejak kurang-lebih satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk
pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata kurikulum
digunakan dalam bidang olah raga, yakni suatu alat yang membawa orang dari start
sampai ke finish. Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang
pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. Dalam kamus
tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu:

a. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di


sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
b. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu Lembaga pendidikan atau
jurusan.

Pengertian di atas menimbulkan paham bahwa dari sekian banyak kegiatan


dalam proses pendidikan di sekolah, hanya sejumlah mata pelajaran (bidang studi) yang
ditawarkan itulah yang disebut kurikulum. Kegiatan belajar, selain yang mempelajari
mata-mata pelajaran itu, tidak termasuk kurikulum. Padahal, sebagaimana kita
ketahui, kegiatan belajar di sekolah tidak hanya kegiatan mempelajari mata pelajaran.
Mempelajari mata pelajaran hanyalah salah satu kegiatan belajar di sekolah.

Menurut Brown sebagaimana yang dikutip oleh Abu Ahmadi mengatakan


kurikulum merupakan situasi kelompok yang tersedia bagi guru dan pengurus
sekolah (administrator) untuk membuat tingkah laku yang berubah di dalam arus
yang tidak putus-putusnya dari anak-anak dan pemuda yang melalui pintu sekolah.

Soedjiarto mengartikan kurikulum pada lima tingkatan, yaitu: pertama, sebagai


serangkaian tujuan yang menggambarkan berbagai kemampuan (pengetahuan dan
ketrampilan), nilai dan sikap yang harus dikuasai dan dimiliki oleh anak didik dari
suatu satuan pendidikan; kedua, sebagai kerangka materi yang memberikan
gambaran tentang bidang-bidang studi yang perlu dipelajari oleh anak didik untuk
menguasai serangkaian kemampuan, nilai dan sikap yang secara institusional harus
dikuasai oleh anak didik setelah selesai dengan pendidikannya; ketiga, kurikulum
diartikan sebagai garis besar materi dari suatu bidang studi yang telah dipilih untuk
dijadikan objek belajar; keempat, kurikulum diartikan sebagai panduan dan buku
pelajaran yang disusun untuk menunjang terjadinya proses belajar mengajar; kelima,
kurikulum diartikan sebagai bentuk dan jenis kegiatan belajar mengajar yang dialami
oleh para pelajar, termasuk di dalamnya berbagai jenis, bentuk, dan frekuensi evaluasi
yang digunakan sebagai bagian terpadu dari strategi belajar mengajar yang
direncanakan untuk dialami para pelajar (anak didik).

Menurut analisis yang diuraikan oleh Soedjiarto, pengertian kurikulum dari


tingkatan pertama sampai keempat dimasukkan ke dalam satu gugus perangkat
kurikulum nasional, sedangkan pada tingkatan kelima adalah suatu implementasi
kurikulum yang merupakan tanggung jawab guru (pendidik) pada khususnya dan
sekolah pada umumnya. Dan kelima pengertian yang ditampilkan di atas sebagai satu
kesatuan sistem yang berkaitan secara hierarkis dan konsekuentif

Ada beberapa pandangan terkait kurikulum yaitu bahwa kurikulum hanya berisi
rencana pelajaran di sekolah disebabkan oleh adanya pandangan tradisional yang
mengatakan bahwa kurikulum memang hanya rencana pelajaran. Pandangan tradisional
ini sebenarnya tidak terlalu salah; mereka membedakan kegiatan belajar kurikuler dari
kegiatan belajar ekstrakurikuler dan kokurikuler. Kegiatan kurikuler ialah
kegiatan belajar untuk mempelajari matamata pelajaran wajib, sedangkan kegiatan
belajar kokurikuler dan ekstrakurikuler disebut mereka sebagai kegiatan penyerta.
Praktek kimia, fisika, atau biologi, kunjungan ke musium untuk pelajaran sejarah,
misalnya, dipandang mereka sebagai kokurikuler (penyerta kegiatan belajar
bidang studi). Bila kegiatan itu tidak berfungsi sebagai penyerta, seperti pramuka
dan olah raga (di luar bidang studi olah raga), maka yang ini disebut mereka
kegiatan di luar kurikulum (kegiatan ekstrakurikuler).

Sedangkan menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekadar rencana


pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang
secara nyata terjadi dalam proses Pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari
sesuatu yang aktual, yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses
belajar. Di dalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan
pengalaman belajar, seperti berkebun, olah raga, pramuka, dan pergaulan, selain
mempelajari bidang studi. Semuanya itu merupakan pengalaman belajar yang
bermanfaat. Pandangan modern berpendapat bahwa semua pengalaman belajar itulah
kurikulum.

Berdasarkan pandangan modern, maka inti dari kurikulum adalah pengalaman


belajar. Ternyata pengalaman belajar yang banyak pengaruhnya dalam pendewasaan
anak, tidak hanya mempelajari mata-mata pelajaran; interaksi sosial di lingkungan
sekolah, kerja sama dalam kelompok, interaksi dengan lingkungan fisik, dan lainlain
juga merupakan pengalaman belajar.

Dari sekian penjelasan mengenai definisi kurikulum, pemerintah Republik


Indonesia melalui Undang-Undang memberikan rumusan yang jelas terkait kurikulum
yang tertuang padaUU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) pasal 1 ayat 19 menjelaskan bahwasanya kurikulum adalahseperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.

Berdasarkan apa yang dirumuskan di dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 dapat


disimpulkan terdapat hal yang utama terkait dengan kurikulum yakni seperangkat
pengaturan tentang tujuan, isi, bahan pelajaran, dan juga metode untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional 1

2. Kurikulum Pendidikan Islam

Menurut pemikiran Al-Syaibani tentang kurikulum (manhaj) secara harfiah


kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia dalam berbagai bidang
kehidupannya. Dalam pendidikan, kurikulum ialah jalan terang yang dilalui pendidik
dan anak didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak
didik tersebut.

Kurikulum pendidikan Islam harus dimulai dari penyusunan atau perumusan


tujuan pendidikan menurut Islam. Tujuan pendidikan menurut Islam ialah terwujudnya
muslim yang kaffah, yaitu muslim yang (1) jasmaninya sehat serta kuat; (2) akalnya
cerdas serta pandai; (3) hatinya dipenuhi iman kepada Allah. Perkembangan
aspekaspek tersebut haruslah berjalan secara seimbang. Untuk mewujudkan muslim
seperti kriteria yang di atas dapat didesain kurikulum yang kerangka dasarnya adalah
sebagai berikut:

a. Untuk jasmani yang sehat dan kuat disediakan mata pelajaran dan kegiatan olah
raga dan kesehatan.

1
Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif
Pendidikan Nilai, Jurnal TAMADDUN-FAI UMG.Vol. XIX. No. 2/Juli 2018.
b. Untuk otak yang cerdas dan pandai disediakan mata pelajaran dan kegiatan yang
dapat mencerdaskan otak menambah pengetahuan seperti logika dan berbagai sains.
c. Untuk hati yang penuh iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama.

Mata pelajaran tersebut masing-masing didesain sesuai dengan:

a. perkembangan kemampuan siswa yang bersangkutan.


b. kebutuhan individu dan masyarakatnya menurut tempat dan waktu.

Kurikulum tersebut harus pula didesain dengan mempertimbangkan: (1) prinsip


berkesinambungan; (2) prinsip berurutan; (3) prinsip integrasi pengalaman. Karena
tujuan pendidikan di segala tingkatan dan jenis pendidikan berintikan iman, maka
seluruh mata pelajaran dan kegiatan belajar haruslah bertolak dari dan menuju kepada
keimanan kepada Allah. Dengan cara begitu maka kesatuan pengalaman siswa akan
terbentuk, dan kesatuan pengalaman itu dikendalikan oleh otoritas Allah. Dalam
keadaan seperti itu, manusia akan mampu menempati posisinya sebagai khalifah Allah
yang memiliki otoritas tak terbatas dalam mengatur alam ini.

Jadi, inti kurikulum adalah kehendak Allah. Dengan ini maka kesatuan
pengetahuan dan pengalaman akan berpusat kepada Alaah, pengaturan kehidupan akan
sesuai dengan kehendak Allah. Kerangka kurikulum Islam sebagaimana dilukiskan di
atas adalah kerangka kurikulum yang umum, dapat dan harus dijadikan acuan oleh
orang Islam dalam mendesain kurikulum pendidikan di sekolah, di masyarakat, dan di
dalam rumah tangga. Kerangka kurikulum tersebut ialah tujuan, isi kurikulum (materi),
metode, dan evaluasi.

Jika kita terapkan teori itu dalam mendesain kurikulum, maka


langkahlangkahnya adalah sebagai berikut:

a. kita hendak melaksanakan suatu pendidikan, sekolah, anak di rumah,


atau kursus komputer. Langkah pertama: rumuskanlah tujuannya sejelas mungkin.
Tujuan yang biasanya masih umum itu perlu dijabarkan (ditaksonomi) atau di-
break-down menjadi tujuan yang kecil-kecil. Akhirnya kita memperoleh rumusan
tujuan yang banyak, mungkin ratusan item.
b. Bila tujuan sudah dirumuskan sampai kepada rumusan operasional,
maka langkah kedua ialah menentukan isi kurikulum. Isinya ialah materi
pengetahuan atau mata pelajaran dan berbagai kegiatan (kokurikuler dan
ekstrakurikuler).
3. Landasan Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum, diperlukan landasan-landasan sebagai asas


dalam melakukan kerja pengembangan kurikulum pendidikan. Ini harus dijadikan
acuan bagi seorang perumus kurikulum, jika tidak maka hasil kerja pengembangan
tidak akan memiliki nilai efektifitas terhadap terwujudnya tujuan – tujuan pendidikan.

Hal diatas dirumuskan dari definisi landasan itu sendiri yang mengandung arti
sebagai suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang
mendasari, Contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak untuk
munculnya ketaatan dalam bentuk lahir yakni ibadah. Dengan demikian landasan
pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau
prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam melakukam kegiatan
mengembangkan kurikulum.2

Landasan dimaksud yaitu: (1) landasan filosofis; (2) psikologis; (3) Sosiologis;
(4) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1. Landasan Filosofis

Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama


dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana
peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup
manusia atau tentang hidup dan eksistensinya3

Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan

2
Redja Mudyahardjo, 2001:8

3
Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Jakarta,Rosdakarya, 3-8
sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang
seharusnya dicapai.

Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai


kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan sistem
nilai dan falsafah yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau filsafat yang
dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan
rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara
tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh
karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan
di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.

Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan


berpikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab
permasalahan-permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan pendididikan itu
dirumuskan, (2) isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan
kepada siswa, (3) metode pendidikan apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan, dan (4) bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan
peserta didik.4

Jawaban permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan filsafat


mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan
kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep
metafisika, epistemologi, logika dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep
pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode
pendidikan, peranan pendidik dan peserta didik.

2. Landasan Psikologis

Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam setiap proses


pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, baik
lingkungan yang bersifat fisik maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan
diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik dewasa
dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual, maupun sosial. Harus diingat

4
Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta:Rineka cipta,m 2001, 133-135
bahwa walaupun pendidikan dan pembelajaran adalah upaya untuk mengubah perilaku
manusia, akan tetapi tidak semua perubahan perilaku manusia/peserta didik mutlak
sebagai akibat dari intervensi program pendidikan.

Perubahan perilaku peserta didik dipengaruhi oleh faktor kematangan dan


faktor dari luar program pendidikan atau lingkungan. Kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan/program pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses
perubahan perilaku peserta didik. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk
mengembangkan kemampuan potensial menjadi kemampuan aktual peserta didik serta
kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.

Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari


psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik,
serta bagaimana peserta didik belajar. Kondisi Psikologis adalah kondisi karakteristik
psikofisik manusia sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku
dalam interaksinya dalam lingkungan. Prilakunya merupakan cirri dari kehidupannya
yang tampak maupun yang tidak tampak, yakni prilaku kognitif, afektif maupun
psikomotorik.

Minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan


kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu pribadi
anak didik berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan yang
dalam term tertentu disamakan dengan ilmu Jiwa Perkembangan, di dalamnya dikaji
tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan anak, aspek-aspek
perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.

Untuk dijadikan landasan dalam mempertimbangkan bobot belajar pada


masing-masing tingkatan dan jenjang serta beban belajar yang mesti diselaraskan
dengan tingkat perkembangan psikologi dan kejiwaan peserta didik.5

5
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Jakarta:Sinarbaru Algesindo, 1988,14-
16
3. Landasan Sosial-Budaya

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu


rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi
bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari
masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan
masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.

Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya


menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita
mengharapkan melalui pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat. Karena setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat.

Ada dua pertimbangan sosial budaya yang dijadikan landasan dalam


pengembangan kurikulum: pertama,Setiap orang dalam masyarakat selalu berhadapan
dengan masalah anggota masyarakat yang belum dewasa dalam kebudayaan. Maksunya
manusia belum mampu menyesuaikan dengan cara kelompoknya. Kedua, Kurikulum
dalam setiap masyarakat merupakan refleksi dari cara orang perfikir, berasa, bercita-
cita atau kebiasaan. Karena itu untuk membina struktur dan fungsi kurikulum, perlu
memahami kebudayaan6

Karena itu, para pengembang kurikulum harus:

• Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat.


• Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
• Menganalisis kekuatan serta potensi daerah.
• Menganalisis syarat dan tuntunan tenaga kerja.

6
A.Hamid Syarief, Pengembanga Kurikulum, Bandung:...
• Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.7

Dari penjelasan tersebut dapat diungkapkan bahwa melalui pendidikan manusia


mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang. Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep
yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus
disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar
yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum
hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat.

Disinilah tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan


kurikulum. Tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu:8

1) Mengajar keterampilan,
2) Mentransmisikan budaya,
3) Mendorong adaptasi lingkungan,
4) Membentuk kedisiplinan,
5) Mendorong bekerja berkelompok,
6) Meningkatkan perilaku etik,
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan


kurikulum dengan pertimbangan: Pertama, Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam
hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu
dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga,
masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena itu, sekolah/lembaga
pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para
peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.

Kedua Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan


budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat
yang sangat beragam, seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya.
Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar

7
Abdullah Idi , Pengembangan Kurikulum, teori & praktek , yoyakarta, arr ruzz media,2007,77
8
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan, Teoritis dan praktis, Bandung;Rosdakarya, 1995, 18-23
dapat hidup berintegrasi , berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota masyarakat
lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai mahluk berbudaya. Hal ini
membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti: nilai-nilai, sikap-sikap,
pengetahuan, dan kecakapan.9

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami


perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung
hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Dalam
abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan dengan
standar mutu yang tinggi.

Terlebih berkaitan dengan teknologi komunikasi dan jaringan. Sifat


pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
sangat canggih, maka disinilah diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan
meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to
learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi
yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian karena berbagai penemuan
teknologi baru terus berkembang.

Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara


sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah
aplikasi dar ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam
kehidupan.

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam


bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat
mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kepentingan bersama, kepentingan sendiri dan kelangsungan hidup manusia.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi


terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan

9
Ibid,
isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan
sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat
membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang
dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan.

B. Deskripsi Al-Qur’an
1. Pengertian Al-Quran
Al-Qur’an secara bahasa berasal dari bahasa Arab kata (qara’a – yaqrau-
Qur’anan) yang merupakan isim masdhar yaitu artinya bacaan. Menurut sebagian
ulama berpendapat bahwa walaupun kata Al-Qur’an adalah masdhar (bacaan), namun
Al-Qur’an bermakna maf’ul (yang dibaca). Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat yang di dalamnya
terkandung bacaan dan isi yang menarik untuk dijadikan studi sehingga melahirkan
beragai macam pengetahuan diantaranya adalah ‘Ulumul Qur’an.

Menurut para ulama Ushul, ulama Fiqh, dan ulama Bahasa, AlQur’an adalah
kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang lafadzh-lafadzhnya
mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara
mutawatir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.

Sedangkan pengertian al-Qur’an menurut istilah (terminologi), para ulama


berbeda pendapat dalam memberikan definisi, sesuai dengan segi pandangan dan
keahlian masing-masing. Berikut dicamtumkan beberapa definisi al-Qur’an yang
dikemukakan para ulama, antara lain:

1. Menurut Imam Jalaluddin al-Suyuthy seorang ahli Tafsir dan Ilmu Tafsir di
dalam bukunya “Itmam al-Dirayah” menyebutkan: “Al-Qur’an ialah firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.untuk melemahkan pihak-
pihak yang menantang nya, walaupun hanya dengan satusurat saja dari
padanya”.
2. Muhammad Ali al-Shabuni menyebutkan pula sebagai berikut: “Al-Qur’an
adalah Kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan malaikat
Jibril a.s dan ditulis pada mushaf- mushaf yang kemudian disampaikan kepada
kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan suatu
ibadah, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-
Nas.
3. As-Syekh Muhammad al-Khudhary Beik dalam bukunya “Ushul al-Fiqh” “Al-
Kitab itu ialah al-Qur’an, yaitu firman Allah Swt. yang berbahasa Arab, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk dipahami isinya, untuk diingat
selalu, yang disampaikan kepada kita dengan jalan mutawatir, dan telah
tertulis didalam suatu mushaf antara kedua kulitnya dimulai dengan surat al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas”.10
2. Al-Quran sebagai Kitab Kurikulum

Al-Quran, sebagaimana dikemukakan para ahli ilmu (pengetahuan) merupakan


salah satu dari sumber ilmu (pengetahuan) dan kebudayaan. Kedudukan Al-Qur’an ini
mendorong para penafsir untuk melakukan ijtihad kreatif eksplorasi dan elaborasi
kandungan ayat-ayat Al-qur’an yang dapat dijadikan pijakan bagi pengembangan teori
dan praktik Pendidikan (Islam). Al-Qur’an dalam konteks ini menjadi sumber primer
Pendidikan (Islam). Jika hal disepakati, dapat dikatakan seluruh isi al-qur’an
merupakan materi Pendidikan. Hal ini relevan dengan pernyataan Nabi Saw., bu’istu
mu’alliman- Aku diutus menjadi pendidik (guru). Alasan yang dapat dikemukakan,
ayat-ayat Al-Qur’an senantiasa berbicara, secara langsung atau tidak langsung
mengenai hampir semua unsur Pendidikan. M. Quraish Shihab menjelaskan hal itu
dengan membandingkan cakupan-cakupan materi Al-Qur’an yang dapat dipahami
secara luas oleh masing-masing pembacanya.

…Sebagian ulama menetapkan jumlah tertentu dari materi ayat-ayat hukum


dalam Al-Qur’an, namun ternyata bahwa sebagian ayat yang tidak dinilai
sebagai ayat hukum, justru oleh ulama lain dipahami sebagai mengisyaratkan
tentang hukum tertentu. Misalnya, Q.S. an-Nisa 4:1 yang berbicara tentang
penciptaan manusia dari satu jiwa yang sama dan penciptaan pasangannya dari
jiwa itu, dijadikan dasar hukum oleh sementara ulama untuk melarang
perkawinan manusia dengan selain jenisnya, baik jin maupun binatang…

Berdasarkan pandangan tersebut, tidak berlebihan jika Al-Qur’an dikatakan


sebagai kurikulum Pendidikan (Islam), al- manhaj al-tarbawi. Ketika Al-Qur’an

10
Muhammad Yasir & Ade Jamaruddin. Studi Al-Qur’an, (Pekan Baru : CV. Asa Riau, 2016) h. 1
menjelaskan tentang dialog Allah dengan malaikat dan dialog Allah dengan Adam (Q.S
al-Baqarah/ 2:30), yang menurut Sebagian penafsir menjelaskan kelebihan Adam
daripada malaikat, justru penafsir lain menjelaskan ayat tersebut sebagai motivasi untuk
berkreasi dan berinovasi, yang keduanya merupakan fitrah Pendidikan. Firman Allah
dalam QS. al-fatihah / 1:5, iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, Sebagian sarjana
menjelaskan ayat tersebut sebagai landasan ibadah dan muamalah. Sementara itu,
sarjana lain memahaminya sebagai kewajiban dan hak manusia atas kreativitas dan
inovasinya. hal ini menjadi prinsip Pendidikan islam.

Firman Allah dalam QS. al-Alaq /99:1 mempertegas Al-Qur’an sebagai sumber
Pendidikan itu. Frasa iqra; yang diterjemahkan dengan membaca reflektif
mendelegsikan para pembacanya untuk melaksanakan Pendidikan. Pendidikan dapat
dimulai dari penelitian, kajian, pengamatan dan observasi.11

3. Mempelajari Al-Qur’an secara filosofis

Istilah Filsafat merupakan istilah asing yang berasal dari Bahasa Yunani. Jika
istilah filsafat diartikan dengan makna cinta pada kebijaksanaan, maka dalam Alquran
istilah tersebut dikenal dengan kata al-hikmah. Kata tersebut menjadi ciri khusus dari
filsafat Islam dan berakar sama dengan sifat Allah al-Hakim (Maha Bijaksana).

Alquran sebagai sumber utama dan pertama dalam ajaran Islam. Sebagai ajaran
utama dan pertama, Alquran banyak mengajak manusia untuk berpikir, untuk
menggunakan akal. Berpikir tentu merupakan wilayah Filsafat.

Di dalam Alquran sendiri memang tidak diketemukan kata filsafat karena


Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, sedang filsafat berasal dari Yunani. Alquran
hanya banyak menyebut kata hikmah (ilmu tentang hakikat sesuatu).

Alquran adalah wahyu yang diberikan kepada Nabi dan Rasul, sedangkan
hikmah diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya (lihat Q.S. al-Baqarah: 269).
Hikmah dapat diperoleh manusia biasa dengan akalnya. Sebagai contoh, hikmah yang
terdapat dalam Alquran, ia akan diperoleh seorang manusia biasa jika ia mau
menggunakan akalnya dengan cara membaca dan memahaminya. Alquran sendiri
adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammd sebagai pedoman hidup. Ia
hanya memberikan garis besarnya saja; artinya, pedoman yang diberikannya tidak

11
Karman. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2018) h. 7.
serinci yang dikehendaki manusia. Di sini, seseorang harus menggunakan akalnya
untuk memahami isinya. Salah satu contohnya adalah tentang bagaimana memahami
ayatayat muhkamat dan ayat-ayat mutashabihat (Q.S. Ali ‘Imran: 7).12

C. Kurikulum Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits Kelas VIII di MTs 9


Majalengka
1. Kompetensi Inti Kurikulum 2013
Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau
program dan menjadi landasan pengembangan kompetensi kasar. Kompetensi inti
merupakan bentuk perubahan dari standar kompetensi pada kurikulum sebelumnya
(Fadillah, 2012).
Kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserti didik untuk
sampai pada kompetensi lulusan jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi inti
dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan
meningkatnya kelas. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk
melalui pembelajaran mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk
pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan itu semua mata pelajaran yang
diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan
kompetensi inti.
Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut: Pertama,
Kompetensi inti (KI-1) untuk kompetensi inti sikap. Kedua, Kompetensi Inti (KI-2)
untuk kompetensi inti sikap sosial (sikap terhadap diri sendiri, terhadap orang lain dan
terhadap lingkungan) spiritual (sikap terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Ketiga,
Kompetensi inti (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan. Keempat, Kompetensi inti
(KI-4) untuk kompetensi inti ketrampilan (Widyastono, 2014).
Dalam kurikulum 2013 kompetensi inti mencakup beberapa aspek yaitu sikap
spritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan yang berfungsi sebagai
pengintegrasi muatan pembelajaran, mata pelajaran, atau program dalam mencapai
standar kompetensi lulusan.
Kurikulum PAI di Madrasah Tsanawiyah Ar-Rasyidiyah diselenggarakan
dengan merujuk pada kurikulum 2013. Hal itu berdasarakan keputusan Kemenag yang
menetapkan kurikulum 2013 diselenggarakan oleh madrasah-madrasah sesuai dengan

12
Ahmad Asmuni, Alquran dan Filsafat, Jurnal Diya al-afkar Vol.5, No. 1, Juni 2017.
Keputusan Dirjen Pendidikan Nasional No 481 Tahun 2015 Tentang Penunjuk
Madrasah Lanjut Kurikulum 2013; Keputusan Dirjen Pendidikan Nasional No 5114
Tahun 2015 tentang penetapan Madrasah Pelaksana Kurikulum 2013 Tahun Pelajaran
2015/2016.
2. Tujuan Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits
Mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis MTs ini merupakan kelanjutan dan
kesinambungan dengan mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis pada jenjang MI dan MA,
terutama pada penekanan kemampuan membaca al-Qur'an-hadis, pemahaman surat-
surat pendek, dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis adalah:
a. Meningkatkan kecintaan siswa terhadap al-Qur'an dan hadis.
b. Membekali siswa dengan dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadis
sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan.
c. Meningkatkan kekhusyukan siswa dalam beribadah terlebih salat, dengan
menerapkan hukum bacaan tajwid serta isi kandungan surat/ayat dalam surat-surat
pendek yang mereka baca (Agama, 2008).
3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits
Bahan pelajaran alquran hadits pada tingkat MTs merupakan pendalaman dan
perluasan dari bahan kajian yang terdapat pada jenjang pendidikan MI untuk diterapkan
di kehidupan sehari-hari, sebagai bekal ketika mengikuti pendidikan tingkat selanjutnya
(Fatoni, 2004). Adapun ruang lingkup mata pelajaran al-qur’an hadits di Madrasah
Tsanawiyah adalah sebagai berikut,
Pertama, Membaca dan menulis ayat-ayat yang terdapat pada al-qur’an hadits
serta penerapan ilmu tajwid.Kedua, menerjemahkan ayat-ayat al-qur’an ataupun hadits
dengan metode penerjemahan per kata dan melakukan interpretasi ataupun penafsiran
ayat yang terdapat pada al-qur’an maupun hadits untuk memperkaya khazanah
intelektual. Ketiga, mengimplementasikan isi kandungan ayat-ayat dalam al-qur’an
maupun hadits yang merupakan unsur pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari
(Agama, 2008).
4. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits
Tabel berikut menerangkan tentang Kompetensi Inti (K.I) dan Kompetensi
Dasar (K.D) yang termuat dalam Mata Pelajaran Quran dan Hadits yang diajarkan di
Madrasah Tsanawiyah 9 Majalengka
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
KI 1 Sikap Spiritual
1. Menghargai dan menghayati Semester Ganjil
ajaran agama yang dianutnya 1.1.Mengamalkan membaca Al-
Qur‘an sesuai kaidah Ilmu
Tajwid.
1.2.Menghayati bahwa infak dapat
untuk menyucikan jiwa dan
menambah keberkahan
1.3.Menghayati keutamaan berinfak
sebagai manifestasi keimanan
seseorang
Semester Genap
1.4.Menghayati keutamaan membaca
al-Qur‘an sesuai kaidah Ilmu
Tajwid
1.5.Menerima kebenaran tentang
kehidupan akhirat lebih utama dari
pada kehidupan dunia
1.6.Menerima bahwa aktivitas
kehidupan dunia sebagai perantara
mencari bekal untuk kehidupan
akhirat
KI 2 Sikap Sosial
2. Menunjukkan perilaku jujur, Semester Ganjil
disiplin, tanggung jawab, peduli 2.1 Menjalankan sikap teliti dalam
(toleran, gotong royong),santun, bertindak dan berperilaku
percaya diri dalam berinteraksi 2.2 Menjalankan sikap peduli kepada
secara efektif dengan lingkungan sesama
sosial dan alam dalam jangkauan 2.3 Menjalankan sikap peduli kepada
pergaulan dan keberadaannya sesama
Semester Genap
2.4 Menjalankan sikap cermat dan
teliti dalam menjalankan
kewajiban
2.5 Menjalankan sikap tanggung
jawab dalam kehidupan sehari-hari
sebagai modal dasar pembentukan
sikap anti korupsi
2.6 Menjalankan sikap sungguh-
sungguh dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari diniatkan
juga ibadah untuk kebahagiaan
akhirat
KI 3 Pengetahuan
3. Memahami dan menerapkan Semester Ganjil
pengetahuan (faktual, konseptual, 3.1 Memahami ketentuan hukum
dan prosedural) berdasarkan rasa bacaan mad 'iwaḍ, mad layyin dan
ingin tahunya tentang ilmu mad 'ariḍ lissukun
pengetahuan, teknologi, seni, 3.2 Menganalisis isi kandungan QS.
budaya terkait fenomena dan Al-Fajr (89): 15-18, QS. Al-
kejadian tampak mata Baqarah (2): 254 dan 261 tentang
infaq di jalan Allah Swt.
3.3 Menganalisis isi kandungan hadis
riwayat Bukhari Muslim dari Abu
Hurairah
‫ َما مِ ْن‬:‫َّللا ﷺ‬ ‫سول ه‬ ُ ‫ قا َل َر‬:َ‫عن أبي هُريرة قَال‬
‫ فَيَقُو ُل‬،‫َّلن‬ ِ ‫َان يَ ْن ِز‬ ِ ‫يَ ْو ٍم يُصبِ ُح العِبادُ فِي ِه إِ هَّل َملَك‬
:‫ َو َيقُو ُل اآلخ َُر‬،‫ الله ُه هم أَعْطِ ُم ْن ِفقًا َخلَفًا‬:‫أ َ َحدُهُ َما‬
‫ الله ُه هم أَعْطِ ُم ْم ِس ًكا تَلَفًا‬dan hadis riwayat
Bukhari dari Hakim bin Hizam
ِ ‫ع ِن النهبِي‬ َ ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع ْن َح ِكي ِْم ب ِْن حِ زَ ٍام َر‬ َ
َ‫ ا َ ْل َيدُ ْالعُ ْل َيا َخي ٌْر مِ ن‬: ‫سله َم قَا َل‬ ‫و‬ ‫ه‬
ِ
َ َ َ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ُ ‫هللا‬ ‫ى‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ص‬
َ
‫صدَقَ ِة‬ ‫ َو َخي ُْر ال ه‬،ُ‫ َوا ْبدَأْ بِ َم ْن تَعُ ْول‬،‫س ْفلَى‬ ُّ ‫ْاليَ ِد ال‬
‫ َو َم ْن‬،ُ‫ِف يُ ِعفههُ هللا‬ ْ ‫ َو َم ْن يَ ْست َ ْعف‬،‫ظ ْه ِر ِغنًى‬ َ ‫ع ْن‬ َ
ْ ْ
ُ‫يَ ْستَغ ِن يُغنِ ِه هللا‬
tentang infak di jalan Allah SWT.

Semester Genap
3.4 Memahami ketentuan hukum
bacaan mad ṣilah, mad badal, mad
tamkin, dan mad farqi dalam al-
Qur‘an surah pendek pilihan
3.5 Menganalisis isi kandungan Q.S.
Al A‘la (87): 14-19, Q.S. al-
Qashash (28): 77 dan Q.S. Ali
Imran (3): 148 tentang adanya
hubungan kehidupan dunia dan
akhirat
3.6 Memahami isi kandungan hadis
Riwayat Muslim dari Abu. Hurairah
‫ع َ ْن أ َب ِ ي ه ُ َر ي ْ َر ة َ ق َ ا لَ ك َ ا َن َر س ُ و ل ُ ه‬
ِ ‫َّللا‬
‫ح‬ ْ َ ‫َّللا ُ ع َ ل َ ي ْ هِ َو س َ ل ه م َ ي َ ق ُ و ل ُ ال ل ه ه ُ م ه أ‬
ْ ِ‫ص ل‬ ‫صَ ل ه ى ه‬
‫ح‬
ْ ِ‫ص ل‬ َ
ْ ‫ص َم ة أ ْم ِر ي َو أ‬َ ُ ْ ‫ع‬ ِ ‫ل ِي ِد ي ن ِي ا ل ه ِذ ي ه ُ َو‬
‫ح ل ِي‬ ْ ِ‫ص ل‬ ْ َ ‫ش ي َو أ‬ ِ َ َ ‫اي ا ل ه ت ِي ف ِي هَ ا‬
‫ا‬ ‫ع‬ ‫م‬ َ َ ‫ل ِي د ُ ن ْ ي‬
َ‫ح يَاة‬ ْ
َ ‫آخِ َر ت ِي ا ل ه ت ِي ف ِي هَ ا َم ع َ ا ِد ي َو ا ْج ع َ لْ ا ل‬
َ ‫خ ي ٍْر َو ا ْج ع َ لْ ا ل ْ َم ْو‬
‫ت‬ َ ِ ‫ِز ي َ ا د َ ة ً ل ِي ف ِ ي ك ُل‬
‫ح ة ً ل ِي ِم ْن ك ُل ِ ش ٍَر‬ َ ‫َر ا‬
dan hadis Riwayat Muslim dari
Mustaurid bin Syaddad

: ‫ع ْنهُ َقا َل‬ َ ُ‫شدها ٍد َر ِض َي هللا‬ َ ‫بن‬ِ ‫ست َ ْور ِد‬ ْ ‫َوع َْن ال ُم‬
‫ َما ال ُّد ْنيَا‬: ‫سله َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫َقا َل َر س ُ و ل ُ هللاِ صَلى هللا‬
‫صبُ َعهُ فِي ا ْل َي ِم‬ ُ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫د‬‫ح‬ َ
ْ ْ ُ َ ‫في اآلخِ َر ِة ِإاله مِ ثْ ُل َما َي ْج َع ُل‬
‫أ‬ ‫أ‬
ُ ‫ َف ْليَ ْن‬.
‫ظ ْر بِ َم يَ ْر ِج ُع؟‬

KI 4 Keterampilan
Semester Ganjil
4.1 Mempraktikkan hukum bacaan
mad 'iwaḍ, mad layyin dan mad
'ariḍ lissukun dalam al-Qur‘an
surah pendek pilihan
4.2.1 Mendemonstrasikan hafalan QS.
Al-Fajr (89): 15-18, QS. Al-
Baqarah (2): 254 dan 261
4.2.2 Menyimpulkan keterkaitan
kandungan QS. Al-Fajr (89): 15-
18 dan QS. Al-Baqarah (2): 254
dan 261 dengan fenomena sosial
tentang infak dan sedekah dan
menyajikannya dalam bentuk
lisan atau tulisan
4.3 Menyajikan hasil analisis
tentangkeutamaan orang yang
berinfak sesuai pemahaman hadis
riwayat Bukhari Muslim dari Abu
Hurairah dan hadis Riwayat
Bukhari dari Hakim bin Hizam
4. Mengolah, menyaji, dan menalar
dalam ranah konkret
Semester Genap
(menggunakan, mengurai,
4.4 Mempraktikkan hukum bacaan
merangkai, memodifikasi, dan
mad ṣilah, mad badal, mad tamkin,
membuat) dan ranah abstrak
dan mad farqi dalam al-Qur‘an
(menulis, membaca, menghitung,
surah pendek pilihan
menggambar, dan mengarang)
4.5.1 Mendemonstrasikan hafalan Q.S.
sesuai dengan yang dipelajari di
Al-A‘la (87): 14-19, Q.S. Al-
sekolah dan sumber lain yang sama
Qaṣaṣ (28): 77 dan Q.S. Ali
dalam sudut pandang/teori
Imran (3): 148
4.5.2 Menyimpulkan keterkaitan
kandungan Q.S. Al-A‘la (87):
14-19, Q.S. Al-Qaṣaṣ (28): 77
dan Q.S. Ali Imran (3): 148
dengan kesalahan gaya hidup
materialistik,hedonis dan
konsumtif pada zamanakhir
4.6.1 Mendemontrasikan hafalan hadis
riwayat Muslim dari Abu
Hurairah dan hadis riwayat
Muslim dari Mustaurid tentang
adanya hubungan kehidupan
dunia dan akhirat
4.6.2 Mengomunikasikan kandungan
hadis riwayat Muslim dari Abu
Hurairah dan hadis riwayat
Muslim dari Mustaurid tentang
hubungan kehidupan dunia dan
akhirat
5. Analisis kurikulum Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits Kelas VIII di MTs 9
Majalengka
a. Analisis Urutan Materi
Secara umum urutan materi yang disajikan dalam buku pembelajaran Al-Quran
dan Al-Hadits kelas VIII Madrasah Tsanawiyah sudah cukup baik. Kronologi materi
tersusun dimulai dari yang umum ke yang khusus. Adapun rinciannya sebagai berikut
ini :
1) Materi pertama, membaca Al-Qur’an dengan tepat berdasarkan kaidah tajwid,
penjelasannya mencakup hukum bacaan mad iwaḍ, mad Layyin, dan mad 'ariḍ
lissukun.
2) Materi kedua, berkaitan dengan materi Infak dan Sedekah dengan Ikhlas,
penjelasannya mencakup isi kandungan QS. Al-Fajr (89): 15-18, QS. Al-
Baqarah (2): 254 dan 261.
3) Materi ketiga, mengkuatkan iman melalui beramal saleh, penjelasannya
mencakup hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah dan Hadis Riwayat
Bukhari dari Hakim Bin Hizam.
4) Materi keempat, membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar berdasar kaidah
Tajwid, penjelasannya mencakup, Hukum bacaan mad ṣilah, mad badal, mad
tamkin, dan mad farqi.
5) Materi kelima, meraih kehidupan akhirat dengan menjauhi gaya hidup
Materialistik, Hedonis, dan Konsumtif, penjelasannya mencakup Isi Kandungan
QS. Al-A‘la (87): 14-19, QS. Al-Qaṣaṣ (28): 77 dan QS. Ali Imran (3): 148.
6) Materi keenam, menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat dengan usaha
dan Ibadah, penjelasannya mencakup Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah
dan Hadis Riwayat Muslim dari Mustaurid.
b. Analisis Relevansi Materi Dengan Kompetensi Inti
Secara umum materi yang dirumuskan dalam kompetensi dasar sudah sesuai
dengan (KI-1) untuk Kompetensi Inti sikap spiritual, (KI-2) untuk Kompetensi Inti
sikap sosial, (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan (pemahaman konsep). Namun
menurut peneliti (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan belum tertuang dalam
kompetensi dasar, yaitu siswa diharapkan mampu membaca dengan baik dan
menghafal ayat-ayat pendek dan hadits terkait dengan materi yang disajikan yaitu
Hukum Bacaan Mad ‘Iwaḍ, Mad Layyin, dan Mad 'Ariḍ Lissukun, QS. Al-Fajr (89):
15-18, QS. Al-Baqarah (2): 254 dan 261, Hadis Riwayat Bukhari Muslim dari Abu
Hurairah dan Hadis Riwayat Bukhari dari Hakim Bin Hizam, Hukum bacaan mad ṣilah,
mad badal, mad tamkin, dan mad farqi, QS. Al-A‘la (87): 14-19, QS. Al-Qaṣaṣ (28):
77 dan QS. Ali Imran (3): 148, Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan Hadis
Riwayat Muslim dari Mustaurid.
c. Analisis Relevansi Materi dengan Kebutuhan Siswa
Materi yang disajikan dalam buku pembelajaran Al-Quran dan Al-Hadits untuk
siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah sudah sesuai dengan kebutuhan siswa di zaman
globalisasi saat ini. Sudah selayaknya remaja muslim diarahkan untuk memahami dan
membaca Al-Quran dengan ilmu tajwid, nilai-nilai islam melalui ayat-ayat Al-Quran
dan Hadits-Hadist Rasulullah SAW, memahami Al-Quran dengan membaca, bersikap
sosial terhadap sesama melalui infak, sedekah, mengajarkan keiklasan, mempertebal
keimanan, menjauhi gaya hidup materialistic, hedonis, konsumtif, adanya
keseimbangan antara dunia dan akhirat untuk menjadi dasar dalam mengarungi
kehidupan yang fana ini. serta aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat, juga
diarahkan agar mencintai Al-Quran dan Al-Hadits.
Namun demikian peniliti melihat bahwa alokasi waktu yang dikhusukan untuk
pembelajaran Al-Quran dan Al-Hadits pada kelas VIII Madrasah Tsanawiyah yang
hanya berdurasi 2 jam dalam seminggu [K1- 4], tidak cukup memenuhi kebutuhan
siswa untuk menguasai dan memahami materi-materi yang disampaikan dengan baik.
Menurut penulis siswa masih perlu mendapat tambahan jam pelajaran untuk mata
pelajaran Al-Quran dan Al-Hadits, terutama dalam memenuhi (KI-4) untuk kompetensi
inti keterampilan.
d. Analisis Ketepatan Materi Pokok dengan Materi Pendukung
Menurut peneliti materi pokok yang ada dalam buku pembelajaran Al-Quran
dan Al-Hadits untuk siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah sudah cukup baik. Seperti
pada pelajaran ketiga yang membahas ayat Al-Qur’an tentang Tauhid, di dukung
penjelasannya hadis yang riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah dan hadis riwayat
Bukhari dari Hakim Bin Hizam, membahas tentang penguatan tauhid dengan amal
shaleh dan di perkuat dengan Al-Quran dan sesuai dengan fenomena kehidupan
manusia.
e. Analisis terhadap Evaluasi Belajar
Instrumen evaluasi belajar yang disajikan dalam buku ini hanya soal dalam
bentuk pilihan berganda, kerja kelompok dan essay. Instrumen tersebut sudah cukup
bagus. Soal-soal tersebut kebanyakan ditujukan untuk mengingat kembali atau
mengenal kembali tentang nama, istilah, ide dan sebagainya tanpa mengaharap
kemampuan untuk menggunakannya. Namun begitu, ada beberapa soal yang ditujukan
mengukur kemampuan siswa sampai level sintesis.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan


sebagai berikut :

1. Materi Quran-Hadits untuk kelas VIII Madrasah Tsanawiyah secara umum sudah
baik dalam rangka memberikan pemahaman dan pengetahuan dasar Quran-Hadits
yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar tauhid.
2. Khusus untuk Kompetensi Inti (KI-4) belum terpenuhi dalam rumusan pencapaian
kompetensi dasar mata pelajaran Quran-Hadits.
3. Alokasi waktu pembelajaran materi Quran-Hadits yang hanya 2 jam dalam
seminggu, belum cukup memenuhi kebutuhan siswa untuk menguasai dan
memahami dengan baik seluruh materi yang tercakup dalam mata pelajaran Quran-
Hadits
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Yasir & Ade Jamaruddin. 2016. Studi Al-Qur’an, Pekan Baru. CV. Asa
Riau.
Karman. 2018. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
A.Hamid Syarief, Pengembanga Kurikulum, Bandung:...
Abdullah Idi, 2007. Pengembangan Kurikulum, teori & praktek , yoyakarta, arr ruzz
media,
Ngalim Purwanto, 1995. Ilmu Pendidikan, Teoritis dan praktis, Bandung;Rosdakarya,
Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam dalam Perspektif Pendidikan Nilai, Jurnal TAMADDUN-FAI
UMG.Vol. XIX. No. 2/Juli 2018.

Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Jakarta,Rosdakarya.


Agama, D. (2008). Peraturan Menteri Agama RI. In Peraturan Pemerintah Agama (p.
27).
Arifin, Z. (2018). Manajemen Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam: Teori Dan
Praktik. UIN Press.
Fadillah, M. (2012). Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI,
SMP/MTS, & SMA/MA. Ar-Ruzz Media.
Fatoni, A. (2004). Metodologi Pendidikan Agama Islam. Bina Ilmu.
Hermawan, Y. C., Juliani, W. I., & Widodo, H. (2020). Konsep Kurikulum Dan
Kurikulum Pendidikan Islam. Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian
Pendidikan Agama Islam, 10(1), 34.
https://doi.org/10.22373/jm.v10i1.4720
Purwadhi, P. (2019). Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran Abad XXI.
Mimbar Pendidikan, 4(2), 103–112.
https://doi.org/10.17509/mimbardik.v4i2.22201
Sugiono. (2010). Statistika Pendidikan. Alfabeta.
Widyastono, H. (2014). Pengembangan kurikulum di Era Otonomi Daerah. Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai