Anda di halaman 1dari 11

A.

    Riwayat Ibnu Taimiyah

Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Hakim bin Taimiyah, lahir di kota
Harran wilayah syiria, lima tahun setelah baghdad dikuasai oleh pasukan Mongol dibawah
Hulagu Khan. Beliau lahir pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awal 661 H/ 22 Januari 1263 M.
Dan wafat di damaskus malam senin, 20 Dzulqa’idah 728 H/26 September 1328 M.
Ayahnya bernama Syihab ad-Din al-Halim Ibn ‘Abd Salam (627-672 H) seorang faqih
bermazhab Hambali. Telah disebutkan bahwa keluarga Ibn Taimiyah berpegang teguh pada
mazhab Hambali. Hal tersebut sangat mempengaruhi pemikiran Ibn Taimiyah, maka pusaran
ide-idenya tertuju pada pemurnian islam dengan semboyan ar-Ruju’ ila al-Quran wa as-Sunnah.
Konsekuensi dari pusaran ide-idenya ialah kritiknya terhadap mantiq dan filsafat.
Pemikiran dan pandangan Ibn Taimiyah dapat dijumpai dalam karya-karyanya yang menurut
perkiraan para peneliti berkisar antara 300-500 buah, dalam jilid besar dan kecil.
Ibnu Taimiyah sejak kecil dikenal sebagai seorang anak yang mempunyai kecerdasan otak
luar biasa, tinggi kemauan dan kemampuan serta tegas dan teguh dalam menyatakan dan
mempertahankan pendapat (pendirian). Kecerdasan otak dan kepribadian yang baik Ibn
Taimiyah yang dikenal dengan wara’, zuhud dan tawadhu’nya ternyata mampu mengantarkan
dirinya menjadi seorang ulama besar yang menguasai banyak ilmu dan pengalaman.

Pendidikan dan Karyanya

Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu
diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia
dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-
Qur’an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia
telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam
menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits)
baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus
Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah atau dalil, ia memiliki
kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para
mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu ‘ushul sambil mengomentari
para filusuf . Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat
berbagai pendapatnya dalam bidang syari’ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi
bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu’
Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam

B.   Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah


Pemikiran Ibn Taimiyah dalam bidang pendidikan dapat dibagi kedalam pemikirannya dalam
bidang filsafah pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum, hubungan pendidikan dengan
kebudayaan. Seluruh pemikirannya itu ia bangun berdasarkan keterangan yang jelas
sebagaimana terdapat dalam Al-Quran dan as-sunnah melalui pemahaman yang mendalam dan
enerjik.

1.      Falsafah Pendidikan


Dasar atau asas yang digunakan sebagai acuan falsafah pendidikan oleh Ibn Taimiyah adalah
ilmu yang bermanfaat sebagai asas bagi kehidupan yang cerdas dan unggul. Selanjutnya Ibn
Taimiyah mengatakan bahwa ilmu yang bermanfaat yang didasarkan atas asas kehidupan yang
benar dan utama adalah ilmu yang mengajak kepada kehidupan yang benar dan utama adalah
ilmu yang mengajak kepada kehidupan yang baik yang diarahkan untuk berhubungan dengan al-
Haq(Tuhan) serta dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan makhluk serta memperteguh rasa
kemanusiaan. Hal ini menurutnya dapat dibangun atas dua hal, yaitu :
1)   At- Tauhid (mengesakan Allah)
Tauhid yang menjadi asas pendidikan itu menurut Ibn Taimiyah dapat dibagi menjadi 3,
yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma dan sifat. Yang dimaksud dengan tauhid
rububiyah adalah meyakini seyakin-yakinnya bahwa Allah itu Esa, yang menciptakan semua
makhluk, mengatur dan membimbingnya. Sedangkan yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah
adalah meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan yang pantas disebut Tuhan, ditaati dan
dipatuhi segala perintah-Nya dan dijauhi segala larangan-Nya. Sementara yang dimaksud tauhid
asma dan sifat adalah meyakini bahwa segala yang berjalan dalam kenyataan dialam raya ini
merupakan perbuatan dan aturan Tuhan. Segala sesuatu berasal dari-Nya dan akan berakhir
kepada-Nya.
2)   Tabi’at Insaniyah (kemanusiaan)
Menurut Ibn Taimiyah bahwa manusia dikaruniai tabi’at atau kecenderungan mengesakan
Tuhan (tauhid) sebagaimana terkadung dalam falsafah pendidikan. Manusia diciptakan Allah dan
didalam dirinya terdapat kecenderungan beribadah hanya kepada Allah tanpa menyekutukannya,
sebagaimana jasmani yang membutuhkan makan dan minum.

Selanjutnya Ibn Taimiyah mengatakan bahwa seseorang tidak akan dapat mencapai
pengembangan kecenderungan tauhidnya itu dengan sempurna kecuali melalui pendidikan dan
pengajaran. Dengan demikian terdapat ar-risalah dan ar-Rasul. Yang dimaksud dengan ar-
risalah adalah pendidikan yang tujuannya membuka hati manusia agar mau menerima sesuatu
yang bermanfaat dan menolak sesuatu yang merusak. Sedangkan yang dimaksud ar-Rasul atau
as-syari’ adalah cahaya yang dilimpahkan Tuhan kepada akal manusia sehingga dapat dia
gunakan untuk menimbang sesuatu yang bermanfaat dan menolak sesuatu yang berbahaya.

2.      Tujuan Pendidikan


Menurutnya tujuan pendidikan dapat dibagi kepada tiga bagian sebagai berikut.
a.     Tujuan Individual
Pada bagian ini tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu
seseorang yang berfikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap
waktu sejalan dengan apa yang diperintah Al-Quran dan As-sunnah.
b.     Tujuan Sosial
Pada bagian ini Ibn Taimiyah mengataka bahwa pendidikan juga harus diarahkan pada
terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan Al-Quran dan As-sunah.
c.     Tujuan Da’wah Islamiyah
Tujuan ketiga yang harus dicapai oeh pendidikan menurutnya adalah mengarahkan umat agar
siap dan mampu memikul tugas dakwah islamiyah keseluruh dunia.
3.      Kurikulum
Menurut Ibn Taimiyah kurikulum atau materi pelajaran yang utama yang harus diberikan
kepada anak didik adalah mengajarkan putera-puteri kaum muslimin sesuai yang diajarkan Allah
kepadanya, dan mendidiknya agar selalu patuh dan tunduk kepada Allah dan RasulNya. Ibn
Taimiyah mencoba menjelaskan kurikulum dalam arti materi pelajaran dalam hubungannya
dengan tujuan yang ingin dicapainya, yang secara ringkas dapat dikemukakan melalui 4 tahap :
Pertama, kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan Tuhan (ayat-ayat Allah yang ada
dalam kitab suci Al-Quran dan ayat-ayatNya yang ada dijagad raya dan diri manusia sendiri).
Kedua, kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam terhadap ilmu-
ilmu Allah.
Ketiga, kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang mendorong manusia mengetahui
secara mendalam terhadap kekuasaan Allah.
Keempat, kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang mendorong untuk mengetahui
perbuatan-perbuatan Allah.

Ilmu-ilmu yang dapat Menyempurnakan Agama dan Akal


Sejalan dengan dengan pandangannya, Ibn Taimiyah membagi ilmu kepada dua bagian:
Pertama, ilmu yang berkaitan dengan mendidik, mengajar dan membimbing manusia tentang
akidah, kecakapan individual dan kemasyarakatan, yang semuanya ini dinamai ilmu samiyat,
Kedua, ilmu yang berhubungan dengan pembinaan fisik dan akal, seperti ilmu kedokteran,
matematika, fiska, dan astronomi. Semua ini termasuk ilmu yang bersifat aqliyah
(intelektualistik).

Ruang Lingkup Kurikulum


Berdasarkan pembagian ilmu tersebut, Ibn Taimiyah membagi ruang lingkup kurikulum ke
dalam tiga bagian sebagai berikut:
1.     Ilmu agama, ilmu ini oleh Ibn Taimiyah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Ilmu Ijbariyah (ipada
lmu yang dipaksakan) dan ilmu ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan).
2.    Ilmu Aqliyah. Agama menilai cukup dengan dalil kemudian menyerahkannya kepada akal dan
panca indera untuk membahasnya. Ilmu ini mencakup ilmu matematika, kedokteran, biologi,
fisika, sosial dan lain sebagainya. Tujuan ilmu ini adalah untuk menyaksikan ayat-ayat Allah
yang terdapat di jagad raya.
3.    Ilmu askariyah. Ilmu ini diajukan Ibn Taimiyah dalam rangka menjawab kebutuhan zaman dan
memenuhi para peneliti yang menghendaki agar pendidikan tetap sejalan dengan perkembangan
masyarakat.

3.    Metode Pengajaran


Menurut Ibn Taimiyah pada garis besarnya metode pengajaran dapat dibagi kepada dua
bagian, yaitu metode ilmiyah dan metode iradiyah.
1). At- Thariqah al-‘Ilmiyah (Metode Ilmiyah)
Ibn Taimiyah menamai metode ilmiyah karena dengan metode itulah akan dijumpai
pemikiran yang lurus dalam memahami dalil, argumen dan sebab-sebab yang menyampaikan
pada ilmu, dan orang yang menyampaikan cara tersebut dinamai at-thalib(penuntut ilmu).
Sementara an-nadzr (perenungan) di bawahnya terdapat unsur hak dan bathil, terpuji dan tercela.
Metode ilmiyah ini didasarkan pada tiga hal, yaitu (1) benarrnya alat untuk mencapai ilmu, (2)
penguasaan secara menyeluruh terhadap seluruh proses belajar, dan (3)mensejajarkan antara
amal dan pengetahuan.

2). At-Thariqah al-Iradah


Ibn Taimiyah menamai metode al-Iradiyah, karena metode itu merupakan metode yang
mengantarkan seseorang pada pengamalan ilmu yang diajarkannya. Tujuan utama metode ini
adalah mendidik kemauan seorang pelajar sehingga ia tidak tergerak hatinya untuk melakukan
sesuatu perbuatan kecuali yang diperintahkan Allah swt.

. Pemikiran ibnu taimiyah tentang pendidikan islam

Ibnu Taimiyah atau sering disebut sebagai bapak tajdid atau reformasi, mempunyai andil
besar dalam meletakkan dasar-dasar pembaruan Islam. Pintu ijtihat yang seolah-olah sudah
ditutup pada waktu itu didodrak Ibnu Taimiyah sambil menegaskan bahwa rekontruksi Islam
hanya dapat dilakukan dengan menghidupkan semangat ijtihat. Ibnu Taimiyah berpendapat
bahwa manusia harus memahami kehendak Allah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul.
Ajaran Ibnu Taimiyah ialah mengembalikan pangkalan tempat bertolak fikiran dan
pandangan muslimin tauhid yang bersih. Sebagai seorang tokoh pembaruan, dia selalu
berorientasi kepada kemajuan umat manusia, dengan penuh kesungguhan dan keberanian untuk
menegakkan kesalehan. Ibnu Taimiyah menginginkan zaman keemasan dan perdamaian itu
bangkit kembali seperti diajarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sebagai cermin Islam yang
berfungsi rahmatan lil alamin. Dengan demikian Islam memiliki watak dinamis. Artinya bahwa
Islam harus difahami sebagai proses yang notabene membutuhkan terbukanya pintu ijtihad
dengan lebar dan tumbuhnya semangat keterbukaan yang berimplikasi pada wujud Islam yang
universal.
Yang menarik dari rangkaian pemikiran Ibnu Taimiyah adalah benang merah keadilan
sosial dan penekanan tugas manusia sebagai makhluk sosial yang mengemban kewajiban
kolektif untuk menciptakan kesejahteraan bersama, bukan sekedar makhluk individu dengan
tugas-tugas individualnya. Gagasan-gagasan pembaruan Ibnu Taimiyah adalah jelas sekali
menembus dan melampaui Islam sejarah (historial Islam) dalam arti Islam sebagaimana
dipratekkan oleh umat Islam yang disana-sini telah mengalami distorsi, deviasi dan bahkan
degenerasi, dan kembali pada ajaran-ajaran Islam yang orisinal (Ideal Islam) seperti yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Ibnu Taimiyah menyadari benar bahwa Islam adalah akidah dan amal, yaitu beri’tikad
dan beriman, dengan tulus tanpa ragu-ragu kepada Allah, wahid dan ahad, pemilik segala
perkara, langit, bumi dan seisinya. Bersama itu juga mengamalkan perintah wajib untuk sampai
kepada i’tikad tersebut, melaksanakan syari’ah, ajaran agama bermoral dan beradab.
Ibnu Taimiyah menimba berbagai ilmu. Dalam usia muda ia sudah hafal Al-Qur’an , suatu
kelebihan yang di berikan oleh Allah ialah bahwa dia mudah hafal dan sukar lupa. Sebagaimana
ulama dan para sahabatnya mengatakan bahwa tak satu huruf pun dari Al-Qur’an dan Hadits atau
sesuatu ilmu yang dihafal lalu lupa.
Ibnu Taimiyah terus belajar dan mengadakan studi dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan agama, antara lain : Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih,
dan lain-lain. Bahkan ia katakan sebagai sosok yang lebih mengetahui ilmu Fiqih daripada yang
hidup pada zamannya. Selain menulis, aktifitas ilmiah yang ditekuni kurang lebih 20 tahun,
adalah mengajar dan memberi fatwa-fatwa. Ibnu Taimiyah juga berguru pada ayahnya dan
pamannya sendiri, dan masih banyak lagi guru tempat dia menimba ilmu, bahkan ada yang
mengatakan bahwa guru Ibnu Taimiyah lebih dari 200 orang.
Perhatian Ibnu Taimiyah tentang Pendidikan Islam sejalan dengan filsafat relegius, yaitu
harus ditanamkan terlebih dahulu rasa keimanan atau keyakinan terhadap anak didik. Dia juga
telah meletakkan dasar Pendidikan Islam yang searah dengan isi Al-Qur’an dan Hadits, dan juga
telah membuat metode-metode Pendidikan Islam dan bentuknya. Di dalam memberikan harus
mengetahui tingkat kemampuan anak didik, dan diantara guru dan murid harus ada hubungan
timbal balik yang harmonis. Seorang anak didik haruslah secara tulus dan ikhlas menuntut ilmu,
karena yang demikian itu wajib bagi seorang Muslim. Ibnu Taimiah juga menerangkan bahwa
pendidikan itu tiada lain adalah suatu proses kerja yang melibatkan tabiat fitrah manusia dengan
berbagai lingkungan yang mempengaruhi. Menurutnya, ilmu pengetahuan haruslah
direalisasikan, artinya bahwa ilmu pengetahuan itu harus merupakan sintesis antara teori dan
praktek, supaya antara keduanya terjadi keselarasan, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
Spesifikasi Pendidikan Islam, adalah sifat moral relegiusnya yang jelas dalam tujuan,
yaitu tujuan yang ingin dicapai dengan mengabaikan persoalan yang bersifat duniawi. Secara
umum, pendapat Ibnu Taimiyah sesuai dengan orientasi pendidikan islam, yakni pencapaian
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Memang pendidikan haruslah bertujuan menimbulkan pertumbuhan seimbang dari seluruh
kepribadian menusia melalui pelatihan spiritual, rasional, intelektual dan tekanan emosional.
Oleh karena itu pendidikan, mesti menyediakan jalan bagi pertumbuhan menusia bagi segala
aspeknya yang memotivasi semuanya untuk mencapai dalam kesempurnaan. Menurut Ali
Ashraf, tujuan akhir pendidikan Islam adalah realisi penyerahan diri secara mutlak pada Allah,
pada tingkat individual, masyarakat dan manusia pada umumnya.
Itulah sebetulnya makna pendidikan yang sesungguhnya, yaitu terbentuknya manusia
yang berilmu guna, yang oleh Ibnu Taimiyah dianggap sebagai dasar hidup yang tangguh dan
benar tanpa berbekal dengan ilmu guna tersebut, manusia akan terperosok dalam kesesatan,
karena ia akan mengerjakan sesuatu yang senantiasa dibimbing oleh nafsu tanpa didasari ilmu.
Oleh sebab itu, mencari ilmu adalah ibadah mengetahuinya adalah taqwa mengkajinya
adalah jihad dan mengajarkannya adalah sedekah. Karena dengan itu semua manusi dapat
mengerti Allah, mengagungkan-Nya, lalu meng-Esakan-Nya dan kemudian mengabdikan diri
kepada-Nya.
Melalui ilmulah Allah menciptakan peradaban manusia-manusia. Dalam hal ini, Ibnu
Taimiyah berkomentar oleh sebab itu mencari ilmu manfaat, setelah melaksanakan kewajiban
pokok agama, itu lebih utama daripada dzikir. Ibnu Taimiyah memilki banyak pengagum tetapi
juga banyak yang memusuhi dan membencinya, bahkan di fitnah sampai beberapa kali keluar
masuk penjara, karena fatwa fatwanya dan ijtihadnya yang sangat berani melawan arus
cukup banyak pendapatnya yang berlawanan dengan ulama’ pada masanya.
Upaya Ibnu Taimiyah menghidupkan kembali sinar ijtihad yang pada masanya secara umum
dapat dikatakan berhasil dan berpengaruh bagi proses kebangkitan kejayaan islam pada masa
berikutnya, sungguhpun tidak seluas yang dicapai oleh para Mujtahid yang lain.
Gerakan reformasi Islam pada masa pasca Ibnu Taimiyah, yakni pada abad 17,18, dan 19,
menunjukkan karakteristik yang sama dengan gagasan pokok Ibnu Taimiyah yakni kembali pada
Al-Qur’an dan Al-Hadits serta membuka kembali ijtihad, termasuk didalamnya adakah masa
pendidikan. Sebagai proses/aktivitas yang berlandaskan universalitas Islam, maka tentunya
Pendidikan Islam mengandung pesan dan pemikiran yang masih relevan dengan kondisi
sekarang dan sesuai dengan universalitas Islam itu sendiri. 
Ada beberapa dominan yang terpenting dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam. Ibnu
Taimiyah menunjukkan bahwa dalam pendidikan Islam perlu ada metode pendidikan, bahasa
pengajaran dan kedudukan murid dan guru serta hubungannya, yang kesemuanya berakar pada
nilai-nilai Islam. Pentingnya ini diharapkan bahwa hasil dari sebuah proses pendidikan sampai
pada kesempurnaan ilmu pengetahuan, yaitu keterpaduan antara teori dan praktek. Disamping
keterpaduan antara teori dan praktek, pendidikan Islam membentuk manusia yang bisa akan
menyatukan antara kebutuhan dunia akhirat.
Metode itu hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam mencapai
pendidikan yang diinginkan, maka diperlukan metode yang benar-benar tepat. Sebagaimana
firman Allah :
”Hai orang-orang yang beriman kepada Allah takutlah kepada Allah dan carilah jalan atau
metode kepada-Nya, mudah-mudahan kamu mendapat kemenangan”. (Q.S. Al-Maidah 35)
Implikasi ayat tersebut dalam pendidikan Islam adalah dalam proses pelaksanaan pendidikan
Islam dibutuhkan adanya metode yang tepat, guna menghantarkan tercapainya tujuan yang
dicita-citakan. Fungsi dari pemahaman metode pendidikan Islam oleh seorang pendidik dapat
memahami hakekat metode dan relevansi dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu
terbentuknya pribadi beriman yang senantiasa siap mengabdi kepada Allah SWT. Disamping itu,
Pendidikan juga perlu juga memahami metode intruksional yang aktual dan yang tercantum
dalam Al-Qur’an, yang bertujuan sebagai motivasi dalam disiplin ilmu pengetahuan. Dalam Al-
Qur’an disebut pemberian ganjaran atau tsawab dan hukuman atau ’iqab. Oleh sebab itu menurut
Ibnu Taimiyah, metode pendidikan itu terbagi menjadi dua, yaitu: metode ilmiah dan metode
iradah.
Metode ilmiah adalah kebenaran pemikiran atas dalil-dalil dan sebab-sebab yang meyakinkan
adanya ilmu pengetahuan, penglihatan. Metode ilmiah terdiri dari atas tiga hal, yaitu:
pembenahan media pengajaran, pemahaman yang sempurna terhadap obyek pengajaran dan
memperbaiki kesempatan praktek.
Sesungguhnya alat ilmu itu adalah hati, dan kerjanya bisa disempurnakan melalui pendengaran
dan penglihatan.

Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.(QS. Al isro’; 36)

Dasar dari metode ilmiah adalah adanya kesempatan untuk praktek bekerja bagai pelajar, maka
tidak boleh hanya mencukupkan dan mendahulukan pengetahuan dan pemikiran saja tanpa
memberikan kesempatan untuk berlatih dan bekerja, karena seorang pelajar yang hanya diberi
oleh guru yang berupa teori tanpa praktek ataupun sebaliknya akan mneghasilkan kesimpulan
kesimpulan yang negative. Yaitu kesimpulan yang terhimpun dari asumsi para pelajar dan jauh
dari maksud yang diinginkan oleh para ahli. Jadi jelasnya antara teori dan praktek dari ilmu
pengetahuan harus dipadukan dan diselaraskan agar ada keseimbangan diantara keduanya.
Ada metode iradah, Ibnu Taimiyah mendefinisikan dengan kehendak yang mengharuskan
upaya keras yang dilakukan oleh pelajar atau murid. Pangkal utama dari pembahasan kali ini
adalah mendidik kemauan pelajar sehingga ia mampu meningkatkan daya kreasinya. Dengan
metode iradah diharapkan memotivasi para pendidik untuk selalu tanpa ragu untuk
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Ibnu Taimiyah lebih menekankan bahwa dalam
metode iradah dengan memotivasi anak didik agar tetap bertindak sesuai dengan perintah Allah.
Sehingga murid-murid selalu bercita cita dan berkeinginan pada sebuah harapan yang selalu di
ridlai oleh Allah.
Dalam metode iradah, pendidik dalam memberikan arahan atau motivasi kepada para
peserta didik dengan menumbuhkan motivasi untuk membangun dirinya sesuai dengan bakat
akan daya kreasinya. Motivasi merupakan salah satu unsur kekuatan yang mendorang pelajar
untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Kekuatan untuk melakukan
sesuatu tersebut pada dasarnya didorong oleh berbagai macam kebutuhan dan keinginannya yang
hendak dipenuhi.
Motivasi merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar hal ini
disebabkan oleh karena motivasi memberi semangat terhadap pelajar dalam kegiatan belajar dan
motivasi memberi petunjuk pada tingkah laku serta motivasi memberikan keyakinan dalam
memilih sebuah tindakan.
Pengertian iradah menurut Ibnu Timiyah adalah kuatnya keinginan dan ikhtiar manusia
akan berkreasi untuk mencari arah cita cita yang pasti dan mantap. Kehendak itu juga merupakan
hasil dari tiga kekuatan sumber daya yaitu: kekuatan akal, amarah, dan syahwat. Barang siapa
yang syahwatnya lebih kuat daripada akalnya menurut Ibnu Taimiyah maka lebih hina dari
binatang.
Pendidikan iradah mempunyai tujuan yang sesuai dengan kedudukan manusia, dipandang
dari segi-segi makhluk yang lain. Manusia itu seharusnya mengetahui asal mula diciptakan dan
tujuan apa pula ia hidup di dunia, agar metode iradah itu dapat terwujud dengan baik, maka
lembaga pendidikan harus saling tolong menolong, bahu membahu, dan bangun-membangun.
Yang pokok dan mendasar dalam metode ini ialah, bahwa setiap manusia termasuk di dalamnya
pelajar, haruslah tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama yang telah digariskan oleh Allah
dan menghindari sejauh mungkin kemaksiatan. Bentuk bentuk metode ilmiah yang lain adalah
sebagai berikut : Hikmah, Nasihat yang baik, dan Perdebatan yang baik.
Penerapan metode ilmiah yang berbentuk hikmah, nasehat yang baik dan perdebatan
yang baik dapat dilaksanakan dengan berbagai cara:
Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan nabawi. 
Mendidik dengan kisah-kisah Al Qur’ani dan nabawi. 
Mendidik dengan perumpamaan Al Qur’ani dan nabawi. 
Mendidik dengan berbagai landasan. 
Mendidik dengan pembiasaan diri. 
Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mu’idah (peringatan). 
Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).
Dengan cara-cara tersebut diatas dapat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan membangkitkan
semangat. Metode-metode tersebut mampu menggugah dan mengubah hati manusia untuk dapat
menerima pelajaran dan pengetahuan

Anda mungkin juga menyukai