Koordinasi Kemahasiswaan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
NKK/BKK menjadi dua akronim yag menjadi momok bagi aktivis Gerakan Mahasiswa
tahun 1980-an. Istilah tersebut mengacu pada kebijakan keras rezim Presiden Soeharto
pada tahun 1978 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk
membungkam aksi kritis mahasiswa terhadap jalannya pembangunan dan kebijaksanaan
pemerintah saat itu.
Dan sejak 1978 itulah, ketika NKK/BKK diterapkan di kampus, aktivitas kemahasiswaan
kembali terkonsentrasi di kantung-kantung Himpunan Jurusan dan Fakultas. Mahasiswa
dipecah-pecah dalam disiplin ilmu nya masing-masing. Ikatan mahasiswa antar kampus
yang diperbolehkan juga yang berorientasi pada disiplin ilmunya, misalnya ada Ikatan
Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI), Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian
Indonesia (ISMPI) dan sebagainya.
Di ITB, kampus yang paling keras menolak kebijaksanaan tersebut, BKK nyaris tak
pernah jelas eksistensinya. Para dosen juga tampaknya enggan bermusuhan dengan para
yunior-nya, mahasiswa yang jelas menentang habis keberadaan BKK. Di UGM, de facto
BKK memang ada namun juga tidak berjalan. Tidak ada Senat Mahasiswa di tingkat
Fakultas yang peduli dengan lembaga tersebut. Yang ajaib di UII Yogyakarta. Di
Kampus Perguruan Tinggi Islam tertua di Indonesia itu, Dewan Mahasiswa memang
dibubarkan. Tetapi reinkarnasi menjadi BKK. Hanya saja Ketua BKK adalah mahasiswa
juga, jadi masih dalam format Dewan Mahasiswa juga.
Di Salatiga, Kampus Universitas Kristen Satya Wacana juga melakukan kreasi serupa.
Keberadaan BKK diakui namun pengurusnya berasal dari mahasiswa sendiri. Sedangkan
di ibukota negara, Universitas Indonesia memang memiliki BKK tetapi fungsi sehari-hari
dijalankan oleh Forum para Ketua Senat Mahasiswa Fakultas, dan dinamakan Forkom
UI.
Beberapa anggota DPR sempat mengusulkan pengajuan hak interpelasi oleh Syafi'i
Sulaiman dan kawan-kawan tentang NKK/BKK, pada tahun 1979. Pengusul adalah
anggota Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dari Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan
para 24 pengusul lainnya terdiri dari anggota F-PP dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
(F-PDI). Inilah satu-satunya usul interpelasi dalam era Orde Baru sejak pemilu 1977. [1].