Anda di halaman 1dari 2

Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan

Koordinasi Kemahasiswaan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK)


adalah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan
melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan
Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan
pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).

NKK/BKK menjadi dua akronim yag menjadi momok bagi aktivis Gerakan Mahasiswa
tahun 1980-an. Istilah tersebut mengacu pada kebijakan keras rezim Presiden Soeharto
pada tahun 1978 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk
membungkam aksi kritis mahasiswa terhadap jalannya pembangunan dan kebijaksanaan
pemerintah saat itu.

[sunting] Latar belakang


Simbol institusi perlawanan mahasiswa saat itu adalah Dewan Mahasiswa, organisasi
intra kampus yang berkembang di semua kampus. Karena Dewan Mahasiswa menjadi
pelopor gerakan mahasiswa dalam menolak pencalonan Soeharto pasca pemilu 1977,
kampus dianggap tidak normal saat itu dan dirasa perlu untuk dinormalkan. Lahirlah
kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) sekaligus pembubaran dan pelarangan
organisasi intra universitas di tingkat perguruan tinggi yaitu Dewan Mahasiswa.

Dan sejak 1978 itulah, ketika NKK/BKK diterapkan di kampus, aktivitas kemahasiswaan
kembali terkonsentrasi di kantung-kantung Himpunan Jurusan dan Fakultas. Mahasiswa
dipecah-pecah dalam disiplin ilmu nya masing-masing. Ikatan mahasiswa antar kampus
yang diperbolehkan juga yang berorientasi pada disiplin ilmunya, misalnya ada Ikatan
Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI), Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian
Indonesia (ISMPI) dan sebagainya.

[sunting] Penolakan Pembentukan BKK


Perjalanan upaya realisasi organisasi kemahasiswaan terpusat dalam kemahasiswaan di
kampus-kampus Indonesia berjalan sangat beragam. Pemerintah memang mengganti
keberadaan Dewan Mahasiswa (Universitas) dengan Badan Koordinasi Kemahasiswaan
(BKK). Menurut peraturan menteri, Ketua BKK adalah dosen yaitu Pembantu Rektor III.
Bayangkan absurd-nya dan aneh-nya peraturan itu. Sebuah Lembaga Kemahasiswaan,
tetapi Ketua nya Dosen.

Di ITB, kampus yang paling keras menolak kebijaksanaan tersebut, BKK nyaris tak
pernah jelas eksistensinya. Para dosen juga tampaknya enggan bermusuhan dengan para
yunior-nya, mahasiswa yang jelas menentang habis keberadaan BKK. Di UGM, de facto
BKK memang ada namun juga tidak berjalan. Tidak ada Senat Mahasiswa di tingkat
Fakultas yang peduli dengan lembaga tersebut. Yang ajaib di UII Yogyakarta. Di
Kampus Perguruan Tinggi Islam tertua di Indonesia itu, Dewan Mahasiswa memang
dibubarkan. Tetapi reinkarnasi menjadi BKK. Hanya saja Ketua BKK adalah mahasiswa
juga, jadi masih dalam format Dewan Mahasiswa juga.

Di Salatiga, Kampus Universitas Kristen Satya Wacana juga melakukan kreasi serupa.
Keberadaan BKK diakui namun pengurusnya berasal dari mahasiswa sendiri. Sedangkan
di ibukota negara, Universitas Indonesia memang memiliki BKK tetapi fungsi sehari-hari
dijalankan oleh Forum para Ketua Senat Mahasiswa Fakultas, dan dinamakan Forkom
UI.

Beberapa anggota DPR sempat mengusulkan pengajuan hak interpelasi oleh Syafi'i
Sulaiman dan kawan-kawan tentang NKK/BKK, pada tahun 1979. Pengusul adalah
anggota Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dari Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan
para 24 pengusul lainnya terdiri dari anggota F-PP dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
(F-PDI). Inilah satu-satunya usul interpelasi dalam era Orde Baru sejak pemilu 1977. [1].

Anda mungkin juga menyukai