Anda di halaman 1dari 102

SKRIPSI

HUBUNGAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BAKUNASE KOTA KUPANG
TAHUN 2019

OLEH :

PUTRA A. UMBU RETANG


1507010066

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021

i
SKRIPSI

HUBUNGAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BAKUNASE KOTA KUPANG
TAHUN 2019

OLEH

PUTRA A. UMBU RETANG


1507010066

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Serjana

Kesehatan Masyarakat (S.KM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Nusa Cendana

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021

ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Skripsi ini dengan judul: Hubungan Perilaku Dengan Kejadian Demam


Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase Kota
Kupang Tahun 2019, oleh mahasiswa atas Nama: Putra A. Umbu Retang, NIM
: 1507010066 telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Skripsi pada
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Nusa Cendana pada tanggal 29 Juni 2021, dan disetujui untuk
diperbanyak sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat.

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Johny A. R. Salmun, M.Si Agus Setyobudi, S.KM.,M.Kes


NIP.19610426 198803 1 001 NIP. 19780926 200312 1 002

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Nusa Cendana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

Dr. Apris A. Adu, S.Pt.,M.Kes Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM.,M.Kes


NIP. 19760813 200112 1 001 NIP. 19710515 199403 2 001

iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi ini dengan judul: Hubungan Perilaku Dengan Kejadian Demam


Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase Kota
Kupang Tahun 2019, oleh mahasiswa atas Nama: Putra A. Umbu Retang, NIM
: 1507010066 telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Skripsi pada
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Nusa Cendana pada tanggal 29 Juni 2021, dan disetujui untuk
diperbanyak sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat

Tim Penguji

1. Drs. Johny A. R. Salmun, M.Si 1.

2. Agus Setyobudi, SKM., M.Kes 2.

3. Dr. Marylin Susanti Junias, ST, M.Kes 3.

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan Masyarakat


Universitas Nusa Cendana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

Dr. Apris A. Adu, S.Pt.,M.Kes Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM.,M.Kes


NIP. 19760813 200112 1 001 NIP. 19710515 199403 2 001

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

atas segala anugerah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul: “Hubungan Perilaku Dengan Kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase Kota

Kupang Tahun 2019”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Johny A. R.

Salmun, M.Si selaku Pembimbing I, Bapak Agus Setyobudi, SKM., M.Kes

selaku Pembimbing II dan Ibu Dr. Marylin Susanti Junias, ST, M.Kes selaku

Penguji yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis hingga

selesainya skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Apris A. Adu, S.Pt., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Nusa Cendana

2. Ibu Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana

3. Ibu Diana Aipipidely, S.Psi., MA selaku dosen penasehat akademik;

4. Ibu drg. Dian Sukmawati Arkiang selaku Kepala Puskesmas Bakunase beserta

staf yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian

5. Bapak Tay H. Ndima, Ibunda Kaita K. Humba, adik Asrini R. Ana dan Rambu

Imeldri T. Ina yang senantiasa mendukung dan menyemangati penulis

v
6. Teman-teman angkatan 2015 khususnya kelas B dan PKIP15 dan teristimewa

teman-teman Loyal Generation 15 yang telah bersama-sama memberikan

dukungan kepada penulis;

7. Semua pihak yang telah mendukung penulis baik secara langsung maupun

tidak langsung hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang memberikan berkat

atas segala jasa dan perhatian kita semua. Penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan dalam tulisan ini. Oleh karena itu, masukan sangat

diharapkan demi perbaikan ini. Semoga ini mampu memberikan manfaat bagi

pembaca.

Kupang, Juni 2021

Penulis

vi
ABSTRAK

HUBUNGAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH


DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKUNASE KOTA
KUPANG TAHUN 2019. Putra A. U. Retang, Johny A. R. Salmun, Agus
Setyobudi. x + 66 halaman + 8 lampiran

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti merupakan vektor yang paling utama, namun spesies lain seperti Aedes
albopictus juga dapat menjadi vektor penular. Beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya DBD antara lain rendahnya status kekebalan kelompok
masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat
perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Penyakit DBD
masih menjadi penyakit yang sering terjadi merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Kasus penyakit Demam Berdarah
Dengue di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 tercatat sebanyak 665 kasus,
tahun 2016 sebanyak 1.213 kasus, tahun 2017 sebanyak 542 kasus dan pada tahun
2018 ,meningkat sebanyak 1.603 kasus. Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota
Kupang pada tahun 2018 meningkat lagi menjadi 238 kasus dengan 4 kasus
meninggal, dan 25 diantaranya berasal dari Puskesmas Bakunase dan pada tahun
2019 Puskesmas Bakunase menjadi Puskesmas dengan peenderita terbanyak
setelah puskesmas Oesapa dengan Penderita sebanyak 43 kasus. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hubungan perilaku dengan kejadian penyakit
demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas bakunase kota kupang pada
tahun 2019. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengaan rancangan Case
control. Penelitian ini dilakukan pada pulan januari sampai februari tahun 2020.
Hasil peenelitian ini menunjukan bahwa tidak memiliki hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan kejadian penyakit DBD dengan nilai p-value (0,254) <
Alpha (0,05), Tidak memiliki hubungan yang signifikan antara sikap dengan
kejadian penyakit DBD dengan nilai p-value (0,464) < Alpha (0,05), dan Ada
hubungan yang signifikan antara tindakan dengan kejadian penyakit DBD dengan
nilai p-value (0,002) < Alpha (0,05). Kesadaran dan kemampuan masyarakat yang
meningkat dapat membantu penurunan penyakit DBD dengan memelihara dan
bersikap proaktif terhadap upaya-upaya pencegahan terjadinya resiko penyakit
DBD tersebut.

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue, Perilaku

Daftar Pustaka : 32 (2004 - 2020)

vii
ABSTRACT

BEHAVIOR RELATIONSHIP WITH DENGUE HEMORRHAGIC


FEVER IN THE WORK AREA OF THE BAKUNASE PUBLIC HEALTH
CENTER AT KUPANG CITY IN 2019. Putra A. U. Retang, Johny A. R.
Salmun, Agus Setyobudi. x + 66 pages + 8 attachments

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by the dengue virus which
is transmitted from person to person through the bite of the Aedes albopictus
mosquito which can also be a vector of transmission. Several factors that
influence the emergence of DHF include the low immune status of community
groups and the density of the mosquito population because of the large number of
breeding places for mosquitoes that usually occur during the rainy season. DHF is
still a disease that often occurs and is one of the main public health problems in
Indonesia. Dengue Hemorrhagic Fever cases in East Nusa Tenggara in 2015 were
665 cases, in 2016 there were 1.213 cases, in 2017 there were 542 cases and in
2018 there where 1.603 cases. Dengue hemorrhagic fever cases in Kupang City in
2018 increased again to 238 cases with 4 deaths, and 25 of them came from the
Bakunase Public Health Center and in 2019 the Bakunase Public Health Center
became the Public Helath Center with the most sufferes after Oesapa Public
Health Center with 43 cases. This study aims to analyze the behavior with the
incidence of dengue fever in the working area of the Bakunase Public Health
Center, Kupang City in 2019. This type of research is descriptive analytic with a
Case control design. This research was conducted from January to February 2020.
The results of this study indicate that there is no significant relationship between
knowledge and the incidence of DHF with p-value (0.254) < Alpha (0.05), there is
no significant relationship between attitudes and the incidence of DHF with a
value (0.464) < Alpha (0.05) and there is a significant relationship between the
action and the incidence of DHF with p-value (0.002) < Alpha (0.05). Increased
awareness and capacity of the community can help reduce DHF by maintaining
and being proactive in efforts to prevent the occurrence of the risk of DHF.

Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), behavior

Reference : 32 (2004 - 2020)

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan .................................................................. 5
1.4.2 Bagi Masyarakat ............................................................................. 5
1.4.3 Bagi Peneliti dan Penelitian Lain.................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 7
2.1 Tinjauan Tentang Penyakit DBD ............................................................. 7
2.1.1 Definisi penyakit DBD ................................................................... 7
2.1.2 Etiologi penyakit DBD ................................................................... 7
2.1.3 Vektor DBD .................................................................................... 8
2.1.4 Tanda dan Gejala DBD .................................................................. 13
2.1.5 Patogenesis DBD ........................................................................... 16
2.1.6 Pencegahan dan Pengendaliam DBD ............................................ 16
2.2 Tinjauan tentang Perilaku........................................................................ 22

ix
2.2.1 Pengetahuan ................................................................................... 22
2.2.2 Sikap............................................................................................... 25
2.2.3 Tindakan atau Praktik .................................................................... 28
2.3 Kerangka Konsep .................................................................................... 30
2.3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ......................................... 30
2.3.2 Kerangka konsep............................................................................ 31
2.4 Hipotesis ........ ......................................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 33
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 34
3.2.1 Lokasi Penelitian............................................................................ 34
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................ 34
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 34
3.3.1 Populasi .......................................................................................... 34
3.3.2 Sampel ........................................................................................... 34
3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ............................................. 36
3.5 Jenis Data, Teknik, dan Instrumen Pengumpulan Data .......................... 37
3.5.1 Jenis Data ....................................................................................... 37
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian.................... 38
3.6 Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data ................................... 38
3.6.1 Teknik Pengolahan Data ................................................................ 38
3.6.2 Analisis Data .................................................................................. 39
3.6.3 Penyajian Data ............................................................................... 39
BAB IV HASIL DAN BAHASAN ................................................................... 43
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 43
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 46
4.1.2 Gambaran Umum Karakteristik Responden .................................. 46
4.1.3 Analisis Hubungan Antar Variabel ................................................ 52
4.2 Bahasan ................................................................................................... 55
4.2.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Penyakit
DBD ............................................................................................... 55

x
4.2.2 Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Penyakit DBD ............. 57
4.2.3 Hubungan antara Tindakan dengan Kejadian Penyakit DBD ....... 59
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 62
5.1 Simpulan.................................................................................................. 62
5.2 Saran ........................................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64
LAMPIRAN ....................................................................................................... 64

xi
DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel III.1 Definisi Operasional....................................................... 36

Tabel III.2 Tabel Silang Kasus Kontrol dilihat Dari Faktor Risiko.. 41

Tabel IV.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita


DBD............................................................................... 46

Tabel IV.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelaamin


Penderita DBD di Puskesmas Bakunase Tahun
47
2019................................................................................

Tabel IV.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur...................... 48

Tabel IV.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin……………………………………................... 49

Tabel IV.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. 50

Tabel IV.6 Distribusi Responden Berdasarkan Wilayah Tempat


Tinggal............................................................................ 51

Tabel IV.7 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian DBD


di Puskesmas Bakunase Tahun
52
2019.........................................................................

Tabel IV.8 Hubungan Sikap Dengan Kejadian Penyakit DBD


di Puskesmas Bakunase Tahun
53
2019……........................................................................

Tabe IV.9 Hubungan Tindakan Dengan Kejadian DBD di


Puskesmas Bakunase Tahun
2019……….................................................................... 54

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman


Lampiran 1 Kuesioner Penelitian.................................................... 67
Lampiran 2 Hasil Uji Validita……................................................. 69
Lampiran 3 Hasil Analisi Bivariat….............................................. 72
Lampiran 4 Master Tabel Penelitian............................................... 78
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian............................................... 80
Lampiran 6 Sertifikat Kaji Etik....................................................... 81
Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian..................................................... 82
Lampiran 8 Surat Selesai Penelitian............................................... 84
Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup ............................................... 87

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ABJ : Angka bebas jentik


Ae. : Aedes
BTi : Bacillusthuringiensis israelensis
CFR : Case Fatality Rate
DBD : Demam Berdarah Dengue
Dpl : Dari permukaan laut
Hb : Hemoglobin
HI : Haemaglutination Inhibition
IGRs : Insect growh regulator
IR : Insidence Rate
NTT : Nusa Tenggara Timur
OR : Odds rasio
PCR : Polymerase chain reaction
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PSM : Peran serta masyarakat
PSN : Pemberantasan sarang nyamuk
RNA : Ribonucleic Acid
TBC : Tubercullosis
TPA : Tempat Penampungan Air
USG : Ultrasound Sonography
WC : Water Closed
WHO : World Health Organitation

xiv
2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh

virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti merupakan vektor yang paling utama, namun spesies lain seperti Aedes

albopictus juga dapat menjadi vektor penular. Nyamuk penular dengue ini

terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang memiliki

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD banyak

dijumpai terutama di daerah tropis dan sering menimbulkan kejadian luar biasa

(KLB). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD antara lain

rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi

nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya

terjadi pada musim penghujan (Kemenkes RI, 2011).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa jumlah kasus DBD

banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis. Negara-negara pada wilayah

tersebut mengalami peningkatan kasus DBD dari 2,2 juta di tahun 2010 hingga

3,2 juta di tahun 2015. Penyakit DBD menjadi wabah di wilayah Asia Tenggara

pada tahun 2015 dan tercatat lebih dari 169.000 kasus dsi Filipina serta 111.000

kasus terjadi di Malaysia. Tren kasus DBD tersebut mengalami peningkatan dari

16% menjadi 59,5% dari tahun sebelumnya (WHO, 2016).

Penyakit DBD masih menjadi penyakit yang sering terjadi merupakan salah

satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita

1
2

penyakit DBD semakin meningkat karena mobilitas penduduk dan kepadatan

penduduk yang terjadi. Kejadian penyakit DBD di Indonesia pada tahun 2015

kejadian penyakit DBD tercatat sebanyak 129.650 kasus, IR 50,75 per 100.000

penduduk, kasus meninggal sebanyak 1.071 kasus, CFR 0,83%; pada tahun 2016

mengalami peningkatan kasus sebanyak 204.171, IR 78,85 per 100.000 penduduk

dengan jumlah kematian sebanyak 1.598 kasus, CFR 0,78%; sedangkan pada

tahun 2017 mengalami kasus sebanyak 59,094 IR 22,55 per 100.000 penduduk

dengan jumlah kematian sebanyak 444 kasus, CFR 0,75%, dan pada tahun 2018

jumlah kasus sebanyak 65,602 IR 24,73 per 100.000 penduduk dengan jumlah

kematian sebanyak 462 kasus, CFR 0,70% (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Kasus penyakit Demam Berdarah Dengue di Nusa Tenggara Timur pada

tahun 2015 tercatat sebanyak 665 kasus, IR 13,0 per 100.000 penduduk dengan

kasus meninggal sebanyak 4 kasus, CFR 0,6%; pada tahun 2016 sebanyak 1.213

kasus, IR 23,3 per 100.000 penduduk dengan kasus meninggal 4 kasus, dengan

CFR 0,3%; pada tahun 2017 sebanyak 542 kasus, IR 10,3 per 100.000 penduduk

dengan jumlah sematian sebanyak 6 kasus, CFR 1,1 % dan pada tahun 2018

,meningkat sebanyak 1.603 kasus IR 29,8 per 100.000 penduduk dengan kasus

meninggal sebanyak 18 orang, CFR 1,1 % (Dinkes NTT, 2017).

Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Kupang pada tahun 2016 kasus

DBD sebanyak 381 kasus dengan IR 94,7 per 100.000 penduduk; tahun 2017

sebanyak 132 kasus dengan kasus meninggal sebanyak 3 kasus, IR 32,0 per

100.000 penduduk dan pada tahun 2018 meningkat lagi menjadi 238 kasus dengan

4 kasus meninggal, IR 56,2 per 100.000 penduduk. Rincian jumlah kasus DBD
3

tahun 2016 sampai dengan 2019 pada wilayah kerja Puskesmas Bakunase

sebanyak 150 kasus, (Dinas Kesehatan Kota Kupang, 2018).

Wilayah kerja Puskesmas Bakunase mencakup delapan kelurahan yaitu

Kelurahan Bakunase, Bakunase 2, Kuanino, Nunleu, Fontein, Naikoyen 1,

Naikoten 2 termasuk dalam kategori endemis kejadian penyakit DBD dalam

kurun waktu tiga tahun terakhir dengan kasus DBD pada tahun 2015 sebanyak 40

kasus dan tahun 2016 sebanyak 67 kasus, tahun 2017 sebanyak 15 kasus, tahun

2018 sebanyak 25 kasus (Dinas Kesehatan Kota Kupang, 2018). pada tahun 2019

sebanyak 43 kasus penderita DBD (Puskesmas Bakunase, 2019).

Wilayah kerja Puskesmas bakunase merupakan daerah endemis penyakit

DBD karena selalu ditemukan kasus penderita DBD di beberapa tahun terakhir,

dari hasil pengamatan dan wawancara dengan petugas kesehatan di Puskesmas

Bakunase mengatakan masih adanya tempat penampungan air yang di buat oleh

masyarakat seperti penampungan air untuk menyiram tanaman dan berpotensi

sebagai tempat peekembang biakan nyamuk, kondisi ini menunjukkan bahwa

perlu adanya pengendalian pencegahan DBD yang lebih maksimal lagi.

Salah satu faktor penting yang menyebabkan tingginya angka penderita

DBD adalah perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungannya,

peran aktif dari masyarakat diperlukan unruk mencegah penularan DBD seperti

3M Plus yaitu menutup, menguras, mengubur, penggunaan lotion dan obat anti

nyamuk, kelambu, pemasangan kasa pada ventilasi, dan lain-lain (Rinaldo, 2016).

Berdasarkan penelitan Rusmini di simpulkan juga adanya hubungan yang

signifikan antara perilaku sanitasi lingkungan dengan dengan kejadian DBD.


4

Perilaku sanitasi lingkungan yang buruk dapat terjadi karena kurangnya

pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi lingkungan dan kurangnya praktik

atau peran serta masyarakat dalam memperhatikan kebersihan atau sanitasi

lingkungan sekitar (Rusmini 2019)

Pengendalian penyakit DBD dapat dilakukan dengan upaya peningkatan

kemampuan masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat serta menjaga

kebersihan lingkungan khusunya pada daerah endemis. Kemampuan tersebut

dapat ditingkatkan melalui aspek pengetahuan, sikap dan peran aktif individu,

keluarga serta masyarakat sesuai sosial budaya setempat (Kementerian Kesehatan

RI, 2011). Kesadaran dan kemampuan masyarakat yang meningkat dapat

membantu penurunan penyakit DBD dengan memelihara dan bersikap proaktif

terhadap upaya-upaya pencegahan terjadinya resiko penyakit DBD tersebut.

Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “hubungan perilaku dengan kejadian penyakit

demam berdarah dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Bakunase Kota

Kupang tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara perilaku dengan kejadian penyakit

Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang

Tahun 2019?
5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan perilaku dengan kejadian Penyakit Demam

Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskemas Bakunase Kota Kupang Tahun

2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kejadian Penyakit DBD

di Wilayah Kerja Puskemas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019.

b. Menganalisis hubungan sikap dengan kejadian Penyakit DBD di

Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019.

c. Menganalisis hubungan tindakan dengan kejadian Penyakit DBD di

Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam melakukan

upaya kesehatan tentang penyakit DBD guna meningkatkan perilaku hidup

sehat masyarakat demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang

diharapkan.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Informasi tentang hubungan antara perilaku dengan kejadian penyakit

DBD dapat digunakan dalam upaya pencegahan secara dini agar terhindar dari

penyakit DBD.
6

1.4.3 Bagi Peneliti dan Peneliti Lain

Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit DBD dan aplikasi

pengetahuan yang telah didapat pada bangku kuliah serta pengalaman berharga

bagi peneliti dan juga dapat bermanfaat sebagai sumber, acuan dan referensi

penelitian dalam pengembangan penelitian tentang penyakit DBD.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Penyakit DBD

2.1.1 Definisi Penyakit DBD

Penyakit Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang

disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui

gigitan nyamuk Aedesaegypti merupakan vektor yang paling utama, namun

spesies lain seperti Aedesalbopictus juga dapat menjadi vektor penular.

Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,

kecuali di tempat yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas

permukaan laut. Penyakit DBD banyak dijumpai terutama di daerah tropis dan

sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Beberapa faktor yang

mempengaruhi munculnya DBD antara lain rendahnya status kekebalan

kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena

banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim

penghujan.(Kemenkes RI, 2011).

2.1.2 Etiologi Penyakit DBD

Penyebab penyakit dengue adalah arthrophod borne virus, famili

flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki

single standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk

kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein.

7
8

Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan

DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah

Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dengue-3 sangat

berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas

distribusinya disusul oleh dengue-2, dengue-1 dan dengue-4.

Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan

menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang

bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya

antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi

silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.1.3 Vektor DBD

Vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan,

memindahkan dan atau menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia, ada tiga

jenis nyamuk yang bisa menularkan virus dengue yaitu: Aedes aegypti, Aedes

albopictus, dan Aedes scutellaris. Seseorang yang di dalam darahnya

mengandung virus dengue merupakan sumber penular DBD. Virus dengue

berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

a. Morfologi

Morfologi tahapan nyamuk Ae. aegypti sebagai berikut:

1) Telur
9

Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval

yang mengapung satu persatu pada permukaan air jernih, atau

menempel pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan

sampai ± enam bulan di tempat kering.

2) Jentik

Ada empat tingkat (instar) jentik/ larva sesuai dengan pertumbuhan

larva tersebut, yaitu:

a) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm;

b) Instar II : 2,5-3,8 mm;

c) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II;

d) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm.

3) Pupa

Pupa berbentuk seperti ‘koma’. Bentuknya lebih besar namun lebih

ramping dibanding larva (jentik). Pupa Ae. Aegypti berukuran lebih

kecil dibanding dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

4) Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan

rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik

putih pada bagian badan dan kaki.

Sebenarnya yang dimaksud vektor DBD adalah nyamuk Ae. aegypti

betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk Ae. aegypti betina dan jantan

terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Ae. aegypti jantan memiliki


10

antena berbulu lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/ tidak lebat

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

b. Bioekologi

1) Siklus hidup

Nyamuk Ae. aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami

metamorfosis sempurna, yaitu: telur-jentik (larva) - pupa - nyamuk.

Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur

akan menetas menjadi jentik/ larva dalam waktu ± dua hari setelah telur

terendam air. Stadium jentik/ larva biasanya berlangsung enam sampai

delapan hari, dan stadium kepompong (pupa) berlangsung antara dua

sampai empat hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa

selama sembilan sampai sepuluh hari. Umur nyamuk betina dapat

mencapai dua sampai tiga bulan.

2) Habitat perkembangbiakan

Habitat perkembangbiakan Ae. aegypti ialah tempat-tempat yang

dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-

tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Ae. Aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,

seperti: drum, tangki recervoir, tempayan, bak mandi/ water

closed (wc), dan ember;

b) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari

seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut,


11

bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/

dispenser, barang-barang bekas (contoh: ban, kaleng, botol,

plastik, dan lain-lain);

c) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang

dan potongan bambu dan tempurung coklat/ karet, dan lain-

lain.

3) Perilaku nyamuk dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk

sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi

kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Ae.

aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk

keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk

betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada hewan (bersifat

antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat

menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan

telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan,

waktunya bervariasi antara tiga sampai empat hari. Jangka waktu

tersebut disebut dengan siklus gonotropik.

Aktivitas menggigit nyamuk Ae. aegypti biasanya mulai pagi dan

petang hari, dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan

16.00-17.00. Ae. aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah

berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi


12

lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif

sebagai penular penyakit.

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat

yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan

habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu

proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses

pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di

atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-

dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan

menetas menjadi jentik/ larva dalam waktu ± dua hari. Setiap kali

bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ± 100 butir.

Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ± enam bulan,

jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau

kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

4) Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk Ae. aegypti betina rata-rata 40 meter,

namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan

dapat berpindah lebih jauh. Ae. aegypti tersebar luas di daerah tropis

dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas di daerah luas

baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Ae. Aegypti dapat

hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl.

Pada ketinggian 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak

memungkinkan nyamuk berkembangbiak.


13

5) Variasi musiman

Pada musim hujan populasi Ae. aegypti akan meningkat karena

telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika

habitat perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan

alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan

populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan

penyakit dengue (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.1.4 Tanda dan Gejala Penyakit DBD

a. Demam

Demam tinggi mendadak, sepanjang hari, berlangsung dua sampai

tujuh hari. Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya setelah

hari ke tiga sampai enam, pada fase ini terjadi syok.

b. Tanda-tanda perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan pada

pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan. Jenis perdarahan yang

terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet positif, petekie,

purpura, ekimosis, dan perdarahan konjungtiva.

Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk

membedakannya perlu dilakukan penekanan pada bintik merah yang

dicurigai dengan kaca objek atau penggaris plastik transparan, atau dengan

merenggangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/

peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis,

perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah
14

mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang

dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.

Uji tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai

sebagai presumtif test (dugaan keras). Pada hari kedua demam, uji

tourniquet positif memiliki sensitivitas 90,6 % dan spesifisitas 77,8 % dan

pada hari ke tiga demam nilai sensitivitas 98,7 % dan spesifisitas 74,2 %.

Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari sepuluh petekie

pada area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian depan

(volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).

c. Pembesaran hati (hepatomegali)

Sifat pembesaran hati:

1) Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan

penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)

sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan di bawah

procesus xifoideus;

2) Proses pembesaran hati dari tidak teraba menjadi teraba, dapat

meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati

tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di

hipokondrium kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul

hati. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak

kecil.
15

d. Renjatan (syok)

Tanda-tanda renjatan:

1) Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari

tangan dan kaki;

2) Capillary refill time memanjang > 2 detik;

3) Penderita menjadi gelisah;

4) Sianosis di sekitar mulut;

5) Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba;

6) Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun sampai 20

mmHg (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Spektrum klinis DBD diklasifikasikan dalam empat derajat (WHO

dalam Departemen Kesehatan RI, 2004) yaitu:

1) Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet;

2) Derajat II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain;

3) Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan

lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau

hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab serta

tampak gelisah;

4) Derajat IV: syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur.
16

2.1.5 Patogenesis DBD

Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial. Teori

yang banyak dianut pada DBD adalah hipotesis infeksi sekunder yang

menyatakan bahwa secara tidak langsung pasien yang mengalami kedua

kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog, mempunyai risiko yang

lebih besar untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada

sebelumnya akan mengenai virus lain akan menginfeksi kemudian membentuk

kompleks antigen antibodi yang kemudian berkaitan dengan reseptor dari

membran sel lekosit terutama makrofag (Departemen Kesehatan RI, 2004).

2.1.6 Pencegahan dan Pengendalian DBD

Pengendalian penyakit DBD yang tepat adalah pemutusan rantai

penularan yaitu dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obat masih

dalam proses penelitian. Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor

risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan

vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara

vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit (Kementerian

Kesehatan RI, 2011).

Pengendalian vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan

memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di

masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD(PSN-

DBD) dalam bentuk kegiatan 3M Plus, untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,

kegiatan 3M Plus ini harus dilakukan secara luas/ serempak dan terus menerus/
17

berkesinambungan, kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan 3M Plus

antara lain:

1) Menguras TPA

Menguras TPA seperti bak mandi, bak WC, dan lain-lain perlu

dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali

dengan menyikat dan menggunakan sabun dalam pengurasannya

agar nyamuk tidak berkembang biak di tempat tersebut (Desniawati,

2014).

Selain itu, menguras TPA sekurang-kurangnya seminggu sekali

karena pertimbangan nyamuk Aedes harus dibunuh sebelum menjadi

nyamuk dewasa, karena periode pertumbuhan telur, jentik dan

kepompong selama 8-12 hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah

dikuras supaya nyamuk Aedes sudah mati sebelum menjadi nyamuk

dewasa (Aryati, 2015).

2) Menutup tempat penampungan air (TPA)

Perilaku menutup tempat-tempat penutup air (TPA) seperti drum,

kendi, tong air, dan lain sebagainya, agar tempat-tempat tersebut

tidak menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes (Kemenkes RI,

2016).

3) Mengubur barang bekas

Barang bekas seperti ban, botol, kaleng, drum, ember yang tidak

dapat dimanfaatkan atau dibiarkan menumpuk akhirnya dapat


18

menampung air terutama pada saat musim hujan, sehingga akan

menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti (Sari, 2014).

Barang-barang bekas tersebut dapat dikubur sahingga tidak

berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Selain itu

barang-barang bekas dapat didaur ulang sehingga dapat digunakan

kembali serta bernilai ekonomis. Barang bekas seperti ban bekas

yang dijadikan kursi dan meja, drum bekas yang dijadikan tempat

sampah atau botol bekas yang dijadikan pot bunga, dan lain

sebagainya.

Selain itu, pencegahan DBD juga dapat ditambah dengan cara

lainnya (plus) yaitu :

1) Menaburkan bubuk larvasida

Larvasida atau abate adalah suatu bahan yang digunakan untuk

mematikan hama serangga pada tingkat larva yang hidup didalam

air, sebelum mereka mencapai ukuran dewasa. Bubuk larvasida

dapat ditaburkan pada tempat-tempat penampungan air yang sulit

dibersihkan atau dikuras, dan di daerah sulit air. Dosis yang

digunakan adalah 10 gram (kurang lebih 1 sendok makan) untuk tiap

100 liter air (Depkes, 2005).

Keuntungan menaburkan bubuk larvasida adalah sudah terbukti

ampuh untuk membunuh jentik nyamuk Aedes jika digunakan

dengan dosis yang tepat. Namun bagi masyarakat yang tidak

mengetahui tentang cara penggunaan abate karena kurangnya


19

informasi, abate tersebut dapat berbahaya bagi kulit jika digunakan

dalam dosis yang melebihi batas. Begitupula sebaliknya penggunaan

dengan dosis yang kurang tidak akan efektif untuk membunuh jentik

nyamuk Aedes.

2) Menggunakan obat anti nyamuk

Banyak usaha yang dilakukan untuk menghindari gigitan

nyamuk, salah satunya dengan penggunaan obat anti nyamuk baik

dalam bentuk bakar, semprot, lotion, atau bentuk lainnya.

Penggunaan obat anti nyamuk sebaiknya perlu memperhatikan cara

penggunaannya agar tidak membahayakan penggunanya, karena

kebanyakan obat anti nyamuk mengandung senyawa kimia

berbahaya seperti propoxur, tranflutrin, bioleterin, diklorvos,

dalletherin, dan octahiorophil eter (Rianti, 2017).

Penggunaan obat anti nyamuk sangat mungkin untuk dilakukan

oleh masyarakat. Hal ini karena berbagai macam jenis obat anti

nyamuk sudah banyak dijual di kios-kios sekitar tempat tingal

masyarakat. Namun obat anti nyamuk juga dapat berbahaya bagi

seseorang jika tidak digunakan dengan baik. Misalnya seseorang

yang telah menggunakan obat anti nyamuk jenis oles, kemudian lupa

untuk mencuci tangannya, lalu lupa mencuci tangannya ketika

makan.
20

3) Menggunakan kelambu saat tidur

Penggunaan kelambu merupakan salah satu upaya pencegahan

penyakit DBD, baik itu kelambu yang sudah dicelup larutan

insektisida maupun tidak (Depkes, 2005).

Penggunaan kelambu sangat dianjurkan untuk mencegah penyakit

DBD. Namun kelambu hanya dapat digunakan untuk satu tempat

tidur. Untuk keluarga yang mempunyai banyak anggota keluarga

dengan jumlah kamar serta tempat tidur yang banyak tentunya juga

memerlukan jumlah kelambu yang banyak.

4) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk

Pemanfaatan ikan sebagai predator alami larva nyamuk adalah

salah satu cara pengendalian secara biologi yang mudah dilakukan

oleh masyarakat. Metode pengendalian ini juga tidak menimbulkan

dampak kesehatan bagi lingkungan.

Kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkan modal yang cukup

besar. Mulai dari menyiapkan kolam atau tempat untuk ikan, biaya

untuk membeli bibit ikan, serta biaya perawatan ikan.

5) Menanam tanaman pengusir nyamuk

Tumbuh-tumbuhan anti nyamuk kebanyakan dapat berfungsi

sebagai tanaman hias sehingga banyak diminati masyarakat jika

dibudidayakan dan dirawat dengan bagus. Tumbuh-tumbuhan

anti nyamuk ini antara lain: bunga lavender, zodia, rosemary,

geranium, dan sereh wangi. Budidaya tumbuhan anti nyamuk ini


21

diharapkan dapat memberikan manfaat ganda yaitu sebagai

tanaman hias yang dapat dikomersialkan dan sebagai tumbuhan

anti nyamuk (Marwati, 2011).

Kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkan keterampilan dan

perawatan khusus agar tanaman pengusir nyamuk tersebut dapat

tumbuh dan efektif untuk mengusir nyamuk.

6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah

Ventilasi dapat menjaga stabilitas suhu tubuh, mengatur suhu

ruangan, juga dapat mengurangi bau tak sedap dan mengurangi

kelembaban. Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat-tempat

yang agak gelap dalam ruang relatif lembab dengan intensitas

cahaya yang rendah. Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah

berkurangnya kadar gas CO2, adanya bau pengap, suhu udara ruang

naik dan kelembaban udara ruang bertambah (Rofika, 2016).

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian

Pakaian yang manggantung dalam ruangan merupakan tempat

yang disenangi nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat setelah

menghisap darah manusia. Setelah beristirahat pada saatnya akan

menghisap darah manusia kembali sampai nyamuk tersebut cukup

darah untuk pematangan sel telurnya. Jika nyamuk yang beristirahat

pada pakaian menggantung tersebut menghisap darah penderita

demam berdarah dan selanjutnya pindah dan menghisap darah orang


22

yang sehat maka orang yang sehat tersebut dapat tertular virus

dengue (Yunita, Mitra, & Susmaneli, 2012)

Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering

menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialiasi kepada masyarakat/

individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh

masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus

dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa,

serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya. Tujuannya mengendalikan

populasi nyamuk Ae. aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau

dikurangi. Ukuran keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur

dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%

diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

2.2 Tinjauan tentang Perilaku

Perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang

yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Benyamin

Bloom dalam Notoatmodjo (2013), membedakan ada tiga area, wilayah, ranah,

atau domain perilaku, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan

psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya, tiga tingkat ranah

perilaku adalah sebagai berikut:

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Proses pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut


23

sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran

(telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya

dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2013):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa

penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti, dan

sebagainya. Mengukur pengetahuan dapat menggunakan pertanyaan-

pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda kekurangan gizi, apa penyebab

penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang

nyamuk), dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

Misalnya orang yang memahami secara pemberantasan penyakit, demam

berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M Plus (mengubur,

menutup dan menguras) tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus

menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air

tersebut.
24

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah

paham pada proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan, ia

harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja

atau di mana saja. Orang yang paham metodologi penelitian, ia akan

mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/ atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi

bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah

apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,

mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas

objek tersebut, misalnya, dapat membedakan antara nyamuk aedes aegypti

dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup

cacing kremi, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-

komponen pengetahuan yang dimiliki. Sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.


25

Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat

sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat

kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya, seorang ibu

dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau

tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, dan

sebagainya.

2.2.2 Sikap

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Campbell dalam Notoadmodjo (2013) mendefinisikan sangat sederhana, yakni:

“An individual’s attitude is syndrome of response consitency with regard to

object.” Jadi jelas, di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau

kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu

melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain

(Notoatmodjo, 2013).

Menurut Allport dalam Notoadmodjo (2013), sikap itu terdiri dari tiga

komponen pokok, yaitu:


26

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang

terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit DBD misalnya, berarti

bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit

DBD.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

Artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi)

orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir tersebut, berarti

bagaimana orang menilai terhadap penyakit DBD, apakah penyakit yang

biasa saja atau penyakit yang membahayakan.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului

tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk

bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya, tentang contoh

sikap terhadap penyakit DBD di atas, adalah apa yang dilakukan seseorang

bila ia menderita penyakit DBD.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Pemegang peranan penting dalam sikap yang utuh ini

adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi. Contoh: seorang ibu

mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya,

cara pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu

untuk berpikir dan berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak kena

penyakit demam berdarah. Pemikiran ini komponen emosi dan keyakinan ikut
27

bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk

melakukan 3M agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini

mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan 3M) terhadap objek tertentu

yakni penyakit demam berdarah.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap

pemeriksaan gejala penyaki tDBD, dapat diketahui atau diukur dari

partisipasi seseorang untuk mendengarkan penyuluhan tentang DBD di

lingkungannya.

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi di sini diartikan memberi jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang

mengikuti penyuluhan DBD tersebut ditanya atau diminta menanggapi

oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan

orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan

orang lain merespons. Contoh butir di atas, seseorang mendiskusikan

pentingnya menjaga lingkungan agar terhindar dari DBD dengan anggota


28

keluarganya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan

penyuluhan DBD.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil

sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani ambil risiko

lain. Contoh tersebut di atas, seseorang yang sudah mau mengikuti

penyuluhan DBD, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau

mungkin kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena

meninggalkan rumah, dan sebagainya.

2.2.3 Tindakan atau Praktik

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu muncul dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau

sarana dan prasarana. Seorang yang sakit atau sedang menderita penyakit tertentu

sudah mempunyai niat (sikap) untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas

kesehatan. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan biaya

pengobatan, tenaga kesehatan, atau puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau

fasilitas tersebut mudah dicapainya. Apabila tidak kemungkinan ibu tersebut tidak

akan melakukan pemeriksaan segera (Notoatmodjo, 2013).

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut

kualitasnya, yaitu:
29

1. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih

tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. Misalnya, seorang

yang menderita penyakit DBD tetapi masih menunggu diingatkan oleh

orang lain. Seorang anak kecil menggosok gigi namun masih selalu

diingatkan oleh ibunya, adalah masih disebut praktik atau tindakan

terpimpin.

2. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan

sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

Misalnya, seorang yang menderita penyakt DBD selalu membawa anaknya

ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan, tanpa harus

menunggu perintah dari orang lain atau petugas kesehatan. Seorang anak

secara otomatis menggosok gigi setelah makan, tanpa disuruh oleh ibunya.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.

Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau meknisme saja,

tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang

berkualitas. Misalnya menggosok gigi, bukan sekedar menggosok gigi,

melainkan dengan teknik-teknik yang benar. Seorang ibu memasak

memilih bahan masakan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut

murah harganya.
30

2.3 Kerangka Konsep

2.3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab

akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia

(pejamu) dan berbagai sifat nya, (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan

antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment)

(Noor, 2008). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat di indonesia yang bersifat fatal karena dalam waktu yang relatif

singkat dapat merenggut nyawa penderitanya jika tidak ditangani secepatnya.

Penyebab penyebaran penyakit DBD pada faktor host, antara lain oleh perilaku

penderita DBD. Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah

pembentukan dan perubahan perilaku karena perubahan perilaku merupakan

tujuan dari pendidikan kesehatan. Perilaku meliputi tiga ranah yaitu ranah

pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan penderita DBD sangat erat hubungannya dengan perilaku

penderita DBD dalam mendukung pengendalian penyakit DBD dimana

penderita DBD yang memiliki pendidikan cukup akan memberikan pengetahuan

yang baik tentang penyakit DBD sehingga memungkinkan untuk melakukan

upaya pencegahan secara dini terhadap diri sendiri, keluarga maupun upaya

sosialisasi kepada orang lain.

Sikap penderita DBD dalam menjaga dirinya agar terhindar dari infeksi

penyakit DBD juga berpengaruh karena sikap penderita DBD menunjang

perilaku penderita DBD dalam menghadapi kejadian penyakit DBD. Sikap


31

penderita DBD adalah bagaimana penderita DBD menerima, merespon,

menghargai dan bertanggung jawab terhadap kejadian penyakit DBD sehingga

didapatkan sikap yang utuh dalam melakukan upaya pengendalian penyakit

DBD.

Tindakan penderita DBD merupakan perwujudan sikap penderita DBD

menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan merujuk pada persepsi penderita DBD

terhadap kejadian penyakit DBD kemudian meresponnya melalui pencegahan

yang sesuai dan mulai membiasakan diri dengan kebiasaan hidup bersih dan

sehat dengan tujuan meminimalkan risiko terjangkit infeksi penyakit DBD dan

pada akhirnya membuat suatu tindakan yang sudah termodifikasi dalam

pengendalian penyakit DBD.

2.3.2 Kerangka Konsep

a. Kerangka Konsep

Agent

Pengetahuan

Kejadian
Host Perilaku Sikap Penyakit DBD

Tindakan

Environment
32

Keterangan :

= Variabel independen yang diteliti

= Variabel independen yang tidak diteliti

= Variabel dependen yang diteliti

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Penyakit DBD di Wilayah

Kerja Puskemas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019.

2. Ada hubungan antara sikap dengan kejadian Penyakit DBD di Wilayah Kerja

Puskesmas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019.

Ada hubungan antara tindakan dengan kejadian Penyakit DBD di Wilayah Kerja

Puskesmas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analytic dengan rancangan

Case Control. Rancangan Case Control merupakan rancangan penelitian analitik

yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan

pendekatan retrospective, atau dengan kata lain efek (penyakit atau kasus

kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi ada

atau terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2012).

Faktor risiko +
Retrospektif Efek +
(Kasus)
Faktor risiko - Populasi
(Sampel)
Faktor risiko +
Retrospektif Efek -
(Kontrol)
Faktor risiko -

Gambar 3.1 Rancangan penelitian case control

Tahapan penelitian Case Control adalah sebagai berikut (Notoatmodjo,

2012):

a. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor risiko dan efek).

b. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel).

c. Pemilihan subjek kontrol.

d. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang) untuk melihat

faktor risiko.

33
34

e. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-

variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Bakunase Kota

Kupang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai Oktober

2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012).

a) Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh penderita DBD dan

berada di wilayah kerja Puskesmas Bakunase tahun 2019.

b) Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang

tidak menderita DBD dan berada di wilayah kerja Puskesmas

Bakunase tahun 2019.

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili sebagian

populasi (Notoatmodjo, 2012).


35

1. Kriteria sampel penelitian

a) Sampel kasus dalam penelitian ini adalah seluruh penderita DBD yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Bakunase berdasarkan rekam medik

Januari 2019 sampai Maret 2019.

b) Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah sebagian masyarakat yang

tidak menderita DBD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bakunase

pada kurun waktu Januari 2019 sampai Maret 2019.

Kriteria inklusi kelompok kasus:

a) Penderita DBD yang tercatat dalam buku rekam medik Puskesmas

Bakunase Januari 2019 sampai Maret 2019.

b) Mempunyai alamat lengkap yang jelas dan bersedia menjadi responden.

c) Penderita DBD yang masih hidup.

Kriteria inklusi kelompok kontrol:

a) Masyarakat yang tidak menderita DBD dan berada di wilayah kerja

Puskesmas Bakunase dalam kurun waktu Januari 2019 sampai Maret 2019.

b) Jarak rumah berdekatan dengan kelompok kasus sekurang-kurangnya dalam

radius 100 meter.

c) Mempunyai alamat lengkap yang jelas dan bersedia menjadi responden.

2. Teknik pengambilan sampel dan besar sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik sampling jenuh

dimana semua populasi dijadikan sampel dengan alasan jumlah populasi yang

kurang dari 100, sehingga populasi dijadikan sampel penelitian. Populasi kasus

sebesar 15 kasus, dengan sampel kasus sebanyak 15 sampel dan perbandingan


36

antara sampel kasus dan kontrol yaitu 1:2 sehingga total sampel sebanyak 45

sampel (Sugiyono, 2013).

3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Tabel III.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Kriteria Objektif Alat Ukur Skala


1. Kejadian Kejadian penyakit 1. Ya, menderita Rekam medik Nominal
DBD yang disebabkan oleh penyakit DBD.
virus dengue yang 2. Tidak, tidak
didiagnosis oleh menderita
dokter berdasarkan penyakit DBD.
gejala klinis dan
konfirmasi
laboratorium sebagai
penderita DBD di
Puskesmas Bakunase

2. Pengetahuan Pemahaman 1. Kurang Baik, Wawancara Nominal


responden tentang ( jika jawaban menggunakan
penyakit DBD benar kurang kuesioner
dari 50% dari
jumlah seluruh
pertanyaan).
2. Baik,( jika
jawaban benar
lebih dari 50%
dari jumlah
seluruh
pertanyaan).
(Sugiyono, 2013)
3. Sikap Respon atau reaksi 1. Sikap negatif, Wawancara Nominal
responden terhadap ( jika jawaban menggunakan
penyakit DBD benar kurang kuesioner
dari 50% dari
jumlah seluruh
pertanyaan).
2. Sikap Positif,
(jika jawaban
benar lebih
dari 50% dari
jumlah seluruh
pertanyaan).
(Sugiyono, 2013)
37

4. Tindakan Respon berupa 1. Tidak, ( jika Wawancara Nominal


tindakan yang jawaban benar menggunakan
merupakan kurang dari kuesioner dan
perwujudan dari sikap 50% dari dokumentasi
responden jumlah seluruh
pertanyaan).
2. Ya, (jika
jawaban benar
lebih dari 50%
dari jumlah
seluruh
pertanyaan).
(Sugiyono, 2013)

3.5 Jenis data, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

3.5.1 Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder.

1. Data primer

Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara

terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan

meliputi data tentang kejadian penyakit DBD serta perilaku masyarakat

terhadap kejadian penyakit DBD (pengetahuan, sikap, dan tindakan).

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data-data pendukung yang relevan dengan

penelitian seperti data yang dikumpulkan dari instansi-instansi terkait

seperti Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Dinas Kesehatan Kota Kupang dan

data dari Puskesmas Bakunase tentang kasus DBD.


38

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

1. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan

wawancara dan pengisian kuesioner. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner ini berisikan pertanyaan

pertanyaan seputar variabel yang diteliti. Data yang sudah dikumpulkan

kemudian diolah secara komputerisasi.

2. Instrumen penelitian

Meneliti pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran, untuk itu

membutuhkan alat ukur atau dinamakan instrumen penelitian (Sugiyono,

2013). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

terstruktur yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada

responden.

3.6 Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

3.6.1 Teknik Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Editing

Penyuntingan data dilakukan untuk melihat kembali setiap daftar

pertanyaan yang telah dijawab oleh responden. Editing meliputi

pemeriksaan kelengkapan diisi oleh responden.

2. Coding

Setelah melakukan penyuntingan, kemudian data diberi kode (coding).


39

3. Scoring

Pemberian nilai (scoring) data disesuaikan dengan skor yang telah

ditentukan.

4. Entry

Entry data yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

komputer sesuai dengan variabel yang ditetapkan.

3.6.2 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi. Analisis

yang dilakukan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2012) yaitu:

1. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi. Untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependen dan variabel independen.

Uji statistik yang dipilih adalah Chi square (X2 ). Uji statistik ini

bertujuan untuk menguji perbandingan namun acapkali digunakan untuk

membantu dalam analisis dan merupakan data kategorial, dimana data

kategorial itu sendiri terdiri atas data kualitatif (nominal) dan data

semikuantitatif (ordinal) (Syamruth, 2009). Chi square digunakan untuk

melihat kemaknaan dan besarnya hubungan antara variabel sedangkan

untuk melihat kejelasan tentang dinamika hubungan antara faktor risiko


40

dan faktor efek dilihat melalui nilai odds ratio (OR). OR dalam hal ini

adalah untuk menunjukkan antara banyaknya kasus yang terpapar dan

kasus tidak terpapar.

Ketentuan pemakaian Chi square (X2 ):

a) Data berbentuk frekuensi (bukan proporsi/ persentase)

b) Menghitung besar perbedaan antara nilai pengamatan (observed

frequencies = 0) dengan nilai harapan (expected frequencies = E)

1) Tidak ada sel dengan expected frequency < 1, dan

2) Banyak sel dengan expected frequency < 5, tidak lebih dari

20% dari banyak sel seluruhnya.

c) Besar sampel cukup. Cara menghitung expected frequencies (E)

subtotal baris X subtotal kolom


E=
grand total

d) Untuk kasus tabel 2 x 2 hendaknya dipertimbangkan syarat-syarat

berikut:

1) Jika besar sampel (n) > 40 gunakan X² koreksi Yate’s

2) Jika n ada di antara 20 sampai 40 dan semua nilai expected

frequencies (E) lima atau lebih gunakan X² dengan koreksi

Yate’s. Tetapi jika terdapat nilai E kurang dari lima gunakan

Fisher exact.

3) Jika n < 20 gunakan Fisher exact untuk kasus apapun.

Derajat kemaknaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah α =

5% (0,05) dengan demikian bila hasil penelitian menunjukkan p−value ≤ α

maka dikatakan bahwa kedua variabel tersebut berhubungan. Apabila nilai


41

rasio prevalen < 1, berarti faktor risiko yang diteliti justru mengurangi

faktor efek. Apablila nilai rasio revalen yang dihasilkan = 1 maka variabel

faktor risiko tidak berpengaruh terhadap faktor efek, sedangkan bila nilai

rasio prevalen >1 berarti faktor risiko menimbulkan faktor efek.

Kemaknaan hubungan selanjutnya dilihat melalui rentang (derajat)

kepercayaan. Bila derajat kepercayaan melingkupi 1 maka hubungan

antara variabel tadi menjadi tidak bermakna.

Rumus yang digunakan:

(O − E)²
X² = 𝛴
E

Keterangan: X² = chi square

O = nilai yang diobservasi

E = nilai yang diharapkan (Ekspetasi)

Derajat kemaknaan yang digunakan P ≤ 0,05

P> : menunjukkan hasil yang tidak bermakna

P≤ : menunjukkan hasil yang bermakna

Tabel III.2 Tabel silang kasus kontrol dilihat dari faktor risiko

Faktor risiko Kasus Kontrol Jumlah


Faktor risiko + A B a+b
Faktor risiko - C D c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d (N)
𝑎𝑑
OR = 𝑏𝑐

Interpretasi OR:

OR = 1 : tidak ada asosiasi antara faktor risiko dengan penyakit

(tidak ada hubungan)


42

OR > 1 : ada asosiasi positif antara faktor risiko dengan penyakit

(ada hubungan)

OR < 1 : ada asosiasi negatif antara faktor risiko dengan penyakit

(tidak ada hubungan/ mengurangi risiko)

Interval estimet OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan sebesar 95%

CI (Confident Interval).

3.6.3 Penyajian Data

Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi

berdasarkan variabel yang diteliti.


BAB IV

HASIL DAN BAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Bakunase merupakan salah satu Puskesmas di Kota Kupang

yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Tahun 1996, tanggal 25 April

1996. Puskesmas Bakunase terletak di Jalan Kelinci no. 04, RT 10, RW 04,

Kelurahan Bakunase Kecamatan Kota Raja Kota Kupang. Wilayah kerja

Puskesmas Bakunase sebelah utara berbatasan dengan wilayah kerja

Puskesmas Sikumana, sebelah selatan berbatasan dengan wilayah kerja

Puskesmas Naioni, sebelah barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas

Kupang Kota, dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas

Oebobo.

Luas wilayah kerja Puskesmas Bakunase adalah 6,1 km² dan terdiri dari

delapan Kelurahan yaitu Kelurahan Bakunase, Bakunase II, Naikoten I,

Naikoten II, Airnona, Nunleu, Kuanino, dan Fontein. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik (BPS) Kota Kupang tahun 2017, jumlah penduduk di wilayah

kerja Puskesmas Bakunase adalah sebanyak 53.666 jiwa.

a. Situasi Sumber Daya Kesehatan

1. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan terdiri dari Puskesmas, Puskesmas Pembantu,

Kelurahan Siaga, Pos Kesehatan Keluarga (Poskeskel) dan Upaya

Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM).

43
44

a) Puskesmas

Puskesmas dalam perkembangannya, dari tahun ke tahun diupayakan

agar pelayanan kesehatan terus meningkat dan dapat terjangkau oleh

semua masyarakat, serta merata sampai di daerah terpencil. Dalam

rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas yang

merupakan puskesmas rawat inap maka Puskesmas Bakunase telah

melakukan perubahan dengan penambahan satu Poskeskel.

b) Puskesmas Pembantu (Pustu)

Pustu didirikan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan

kesehatan yang diberikan pada unit pelayanan dan tuntutan dari

masyarakat atas pelayanan yang cepat dan terjangkau. Pustu di

Puskesmas Bakunase tersebar di empat wilayah, yaitu Pustu Labat,

Airnona, Fontein dan Naikoten 1.

c) Puskesmas Keliling dan Ambulance

Puskesmas Bakunase telah memiliki sarana transportasi pendukung

pelayanan puskesmas berupa Puskesmas Keliling (Pusling), ambulance

untuk puskesmas rawat inap, dan satu mobil operasional yang

diperuntukkan untuk Kepala Puskesmas. Dalam perkembangannya,

Pusling digunakan untuk mendukung berbagai jenis pelayanan rujukan

khusus untuk puskesmas rawat inap dan puskesmas dengan pelayanan

obstetri neonatal emergensi dasar (PONED).

d) Poskeskel
45

Poskeskel merupakan sarana kesehatan yang dibangun sebagai upaya

untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, yang jauh dari akses

pelayanan kesehatan. Pada Puskesmas Bakunase, terdapat satu poskeskel

yang berada di kelurahan Airnona.

2. Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat

Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di

masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di

antaranya adalah kelurahan siaga, dan Pos binaan terpadu (Posbindu).

Posyandu menyelenggarakan minimal lima program prioritas, yaitu

kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi,

imunisasi, dan penanggulangan diare. Upaya yang telah dilakukan untuk

memantau perkembangannya yaitu dengan mengelompokkan posyandu

ke dalam empat strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya,

Posyandu Purnama, dan Posyandu Mandiri. Perkembangan jumlah

posyandu di Puskesmas Bakunase dalam kurun waktu 2013-2017

mengalami peningkatan dimana jumlah posyandu 34 buah posyandu

tahun 2013, terus meningkat dimana pada tahun 2017 sudah mencapai 37

buah posyandu.

3. Tenaga Kesehatan

Pelaksanaan kegiatan sehari-hari tenaga kesehatan merupakan tenaga

yang dibutuhkan berdasarkan rasio standar. Kebutuhan tenaga ini

dikaitkan dengan rencana pengembangan fasilitas kesehatan, setiap


46

tingkat administrasi pelayanan mempunyai formasi pegawai bervariasi

sejalan dengan mobilisasi.

4.1.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 45 orang yang terdiri dari

kelompok kasus sebanyak 15 orang dan kelompok kontrol sebanyak 30

orang. Kelompok kasus yaitu orang yang tercatat menderita DBD di wilayah

kerja Puskesmas Bakunase pada awal tahun 2019, sedangkan kelompok

kontrol adalah orang yang tidak tercatat menderita DBD di wilayah kerja

Puskesmas Bakunase pada awal tahun 2019.

1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Penderita

DBD

a. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita DBD

Distribusi responden berdasarkan umur penderita DBD dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel IV.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Penderita


DBD di Puskesmas Bakunase Tahun 2019

Umur (Tahun) Jumlah Presentasi


11-20 0 0
21-30 7 46,67
31-40 4 26,67
>40 4 26,67
Total 15 100

Tabel IV.1 menunjukkan bahwa penderita DBD paling

banyak terdapat pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebanyak 7

orang (46,67%), sedangkan jumlah penderita DBD paling sedikit


47

terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun dan pada kelompok umur

>40 tahun yaitu masing-masing sebanyak 4 orang (26,67%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita

DBD

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin penderita

DBD dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel IV.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Penderita DBD di Puskesmas Bakunase Tahun
2019.

Jenis Kelamin Jumlah Presentasi

Laki-Laki 6 40
Perempuan 9 60
Total 15 100

Tabel IV.2 menunjukkan bahwa kejadian DBD paling banyak

terjadi pada orang dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak

9 orang (60%) .
48

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel IV.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di


Puskesmas Bakunase Tahun 2019

Umur (Tahun) Kasus Kontrol Total


n % n % n %
11-20 0 0 3 6,7 3 6,7

21-30 7 15,5 12 26,7 19 42,2

31-40 4 8,9 10 22,2 14 31,1

>40 4 8,9 5 11,1 9 20

Total 15 33,3 30 66,7 45 100

Tabel IV.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada

kelompok kasus terdapat pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu

sebanyak 7 orang (15,5%) dan paling sedikit terdapat pada kelompok

umur 31-40 tahun dan pada kelompok umur >40 tahun yaitu masing-

masing sebanyak 4 orang (8,9%). Pada responden kelompok kontrol

sebagian besar terdapat pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebanyak

12 orang (26,7%) dan paling sedikit pada kelompok umur 11-20

sebanyak 3 orang (6,7%).


49

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel IV.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di


Puskesmas Bakunase Tahun2019

Kasus Kontrol Total


Jenis Kelamin
n % n % n %
Laki-Laki 6 13,3 14 31,1 20 44,4
Perempuan 9 20 16 35,6 25 55,6
Total 15 33,3 30 66,7 45 100

Tabel IV.4 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus sebagian

besar respondennya berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 9

orang (20%). Pada kelompok kontrol sebagian besar respondennya juga

berjenis kelamin perempuan sebanyak 16 orang (35,6%).


50

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat

pada table berikut.

Tabel IV.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


di Puskesmas Bakunase Tahun 2019

Tingkat Kasus Kontrol Total


Pendidikan n % n % n %
SD 0 0 0 0 0 0
SMP 4 8,8 3 6,7 7 15,5
SMA 8 17,8 10 22,2 18 40
Sarjana 3 6,7 17 37,8 20 44,5
Total 15 33,3 30 66,7 45 100
Tabel IV.5 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus sebagian

besar respondennya memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 8

orang (17,8%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar

respondennya memiliki tingkat pendidikan sarjana yaitu sebanyak 17

orang (37,8%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal

Distribusi responden berdasarkan wilayah tempat tinggal dapat

dilihat pada table berikut


51

Tabel IV.6. Distribusi Responden Berdasarkan Wilayah Tempat


Tinggal di Puskesmas Bakunase Tahun 2019

Kelurahan Kasus Kontrol Total


n % N % n %
Bakunase I 3 6,7 6 13,3 9 20
Bakunase II 2 4,4 4 8,9 6 13,3
Airnona 3 6,7 6 13,3 9 20
Naikoten I 1 2,2 2 4,4 3 6,6
Naikoten II 2 4,4 4 8,9 6 13,3
Nunleu 3 6,7 6 13,3 9 20
Kuanino 1 2,2 2 4,4 3 6,6
Fontein 0 0 0 0 0 0
Total 15 33,3 30 66,7 45 100

Tabel IV.6 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus sebagian

besar respondennya paling banyak bertempat tinggal di wilayah

Kelurahan Bakunase 1, Kelurahan Airnona dan Kelurahan Nunleu yaitu

sebanyak masing-masing 3 kasus (6,7%) dan yang paling sedikit

bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Naikoten I dan Kelurahan

Kuanino sebanyak 1 kasus (2,2%) demikian juga pada kelompok

kontrolnya sebagian besar respondennya paling banyak bertempat tinggal

di wilayah Kelurahan Bakunase, Kelurahan Airnona dan Kelurahan

Nunleu sebanyak masing-masing 6 kasus (13,3%) juga pada kelompok

kontrolnya sebagian besar respondennya paling sedikit bertempat tinggal

di wilayah Kelurahan Naikoten I dan Kelurahan Kuanino masing-masing

sebanyak 3 kasus (4,4%)


52

4.1.3. Analisis Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian


Penyakit DBD

Hasil penelitian yang di lakukan mengenai hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan kejadian penyakit DBD yang dilakukan pada

wilayah kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang dapat di lihat pada

tabel berikut.

Tabel IV.7. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan


Kejadian Penyakit DBD di Puskesmas Bakunase
tahun 2019

Kasus Kontrol P- OR 95%CI


Tingkat
value
Pengetahuan
n % n %
TPengetahuan 13 28,9 29 64,4 0,254 4,462 0.371 –
Baik 53,704
a Pengetahuan 2 4,4 1 2,2
Buruk
T Total 15 33,3 30 66,7
abel IV.7 menjelaskan bahwa responden yang menderita penyakit

DBD dengan pengetahuan baik sebanyak 13 responden (28,9%) dan

responden yang memiliki pengetahuan buruk sebanyak 2 responden

(4,4%) sedangkan responden yang tidak menderita dengan

pengetahuan baik sebanyak 29 responden (64,4%) dan responden

dengan pengetahun buruk sebanyak 1 responden (1,1%). Hasil analisis

menggunakan uji Chi-square antara pengetahuan dengan kejadian

DBD diperoleh nilai P-value= 0,254 (P-value > 0,05) yang artinya

tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan


53

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang

Tahun 2019.

2. Hubungan Antara Sikap Dengan Kejadian Penyakit DBD

Hasil penelitian yang di lakukan mengenai hubungan antara sikap

dengan kejadian penyakit DBD yang dilakukan pada wilayah kerja

Puskesmas Bakunase Kota Kupang dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel IV.8. Hubungan Antara Sikap Dengan Kejadian Penyakit


DBD di Puskesmas Bakunase Tahun 2019

Kasus Kontrol P- OR 95%


Sikap value CI
n % n %
Sikap Baik 10 22,2 24 53,3 0,464 2,000 0,494-
Sikap Buruk 5 11,1 6 13,3 8,089

Total 15 33,3 44 66,7

Tabel IV.8. menjelaskan bahwa responden yang menderita penyakit

DBD dengan sikap baik sebanyak 10 responden (22,2%) dan

responden yang memiliki sikap buruk sebanyak 5 responden (11,1%)

sedangkan responden yang tidak menderita dengan sikap baik

sebanyak 24 responden (53,3%) dan responden dengan sikap buruk

sebanyak 6 responden (13,3%).Hasil analisis menggunakan uji Chi-

square antara sikap dengan kejadian DBD diperoleh nilai P-value=

0,464 (P-value > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang

bermakna antara sikap dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Bakunase Kota Kupang Tahun 2019


54

3. Hubungan Antara Tindakan Dengan Kejadian Penyakit DBD

Hasil penelitian yang di lakukan mengenai hubungan antara

tindakan dengan kejadian penyakit DBD yang dilakukan pada wilayah

kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang dapat di lihat pada tabel

berikut.

Tabel IV.9. Hubungan Antara Tindakan Dengan Kejadian


Penyakit DBD di Puskesmas Bakunase Tahun
2019
Kasus Kontrol P- OR 95%
Tindakan value CI
n % n % 2,445 –
Tindakan 2 4,4 20 44,4 0,002 13,00 69,131
Baik
Tindakan 13 28,9 10 22,2
T Buruk
Total 15 33,3 30 66,7
a

bel IV.9 menjelaskan bahwa responden yang menderita penyakit DBD

dengan tindakan baik sebanyak 2 responden (4,4%) dan responden

yang memiliki tindakan buruk sebanyak 13 responden (28,9%)

sedangkan responden yang tidak menderita dengan tindakan baik

sebanyak 20 responden (44,4%) dan responden dengan tindakan buruk

sebanyak 10 responden (22,2%) .Hasil analisis menggunakan uji Chi-

square antara tindakan dengan kejadian DBD diperoleh nilai P-

value= 0,002 (P-value < 0,05) yang artinya ada hubungan yang

bermakna antara tindakan dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Bakunase Kota Kupang, dengan nilai OR = 13,00.


55

4.2. Bahasan

4.2.1.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian Penyakit


DBD
Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Proses pengindraan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

(Notoatmodjo,2013).

Hasil analisis menggunakan uji Chi-square antara tingkat pengetahuan

dengan kejadian DBD diperoleh nilai P-value= 0,254 (P-value > 0,05), yang

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang.

Dari data hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa responden yang

menderita penyakit DBD dan yang tidak menderita lebih banyak yang memiliki

pengetahuan yang baik, hal ini dikarenakan masyarakat sudah sering mendapat

penyuluhan dan pembinaan oleh tenaga kesehatan dan juga dari berbagai media

penyebar informasi kesehatan lainnya mengenai faktor risiko kejadian


56

penyakit DBD sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD,

pengetahuan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya

pencegahan penyakit DBD. Namun dari tingkat pengetahuan responden yang

baik masih ditemukan adanya responden yang mempunyai perilaku yang tidak

sejalan dengan pengetahuannya yang baik dan tidak mendukung pencegahan

DBD itu sendiri, hal ini dilihat dari pengamatan pada saat wawancara dimana

masih ada responden yang tidak menutup tempat penampungan air yang ada,

dan didapati juga masih ada responden yang menggantung pakian setelah

dipakai.

Pengetahuan yang masih kurang dan tingkat kesadaran yang rendah

disinyalir memberikan dampak yang kurang baik terhadap kualitas kesehatan

masyarakat, kurangnya pengetahuan dengan indikasi rendahnya kesadaran

akan mengurangi perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan

terutama dalam upaya pencegahan DBD dan dari pengalaman terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka

tidak akan berlangsung lama (Riyanto, 2010).

Pemberian penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang DBD dimulai

dari penyebab, tanda dan gejala, vektor penularan, cara penularan, pola

penyebaran penyakit, pengobatan serta pencegahan terhadap penyakit DBD.

Peran tenaga kesehatan dan pemerintah dalam memberikan informasi

mengenai penyakit DBD diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat.
57

Peningkatan pengetahuan masyarakat dapat dilakukan dengan

menggunakan metode penyuluhan baik secara langsung maupun menggunakan

media elektronik dan media cetak, melalui program pemerintah berbasis

gerakan masyarakat seperti mengadakan kerja bakti bersama, lomba kebersihan

lingkungan dan sebagainya. Peran serta masyarakat dalam melakukan

pencegahan terhadap kejadian penyakit DBD harus didasari dengan

pengetahuan yang cukup tentang penyakit DBD itu sendiri sehingga

masyarakat memiliki modal pengetahuan yang cukup dan diharapkan dapat

mengambil sikap serta tindakan nyata dalam melakukan pemberantasan

penyakit DBD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aryati

(2012) tentang hubungan pengetahuan sikap dan tindakan masyarakat dengan

kejadian demam berdarah di Kelurahan Baler Bale Agung Kecamatan Negara

Tahun 2012 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

pengetahuan responden dengan kejadian penyakit DBD, hal ini dikarenakan

rata-rata pengetahuan ibu rumah tangga di Kelurahan Baler Bale Agung baik.

4.2.2. Hubungan Antara Sikap Dengan Kejadian Penyakit DBD

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu yang merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap dalam kata lain belum merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan) atau (reaksi tertutup) (Notoatmodjo, 2013).


58

Hasil analisis menggunakan uji Chi-square antara sikap dengan kejadian

DBD diperoleh nilai P-value= 0,464 (P-value > 0,05) yang artinya tidak ada

hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Bakunase Kota Kupang.

Hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap responden didapati

bahwa responden memiliki sikap yang positif terhadap pencegahan penyakit

DBD, hal ini berkaitan dengan responden sudah memiliki pengetahuan yang

baik, sikap positif atau negatif yang terbentuk dalam diri seseorang tergantung

dari segi manfaat atau tidaknya komponen pengetahuan, makin banyak manfaat

yang diketahui semakin banyak pula sikap yang terbentuk Akhmadi (2012).

Namun dari hasil wawancara yang ada masih didapati responden yang

mempunyai sikap yang tidak sejalan dengan pengetahuan yang didmiliki hal ini

terlihat dalam proses wawancara dimana masih ada responden yang tidak

melakukan pencegahan sesuai dengan sikap yang di berikan pada saat

wawancara seperti tidak menutup tempat penampungan air yang ada dan juga

perilaku menggantung pakian yang telah digunakan yang kemudian hal ini

akan menjadi tempat persinggahan nyamuk.

Terbentuknya perilaku baru (adopsi perilaku) pada seseorang dimulai

dari seseorang harus mengetahui terlebih dahulu apa arti dan manfaat perilak u

tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Dalam proses adopsi perilaku baru, di

dalam diri seseorang terjadi proses yang berturutan antara lain Awareness

(kesadaran) yaitu seseorang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus

(objek) terlebih dahulu, lalu berlanjut dengan Interest (ketertarikan) yaitu


59

seseorang mulai tertarik kepada stimulus, kemudian Evaluation (evaluasi) yaitu

seseorang menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap seseorang sudah lebih baik dari sebelumnya Sari

dan yulea (2019).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Rinaldo (2016) tentang hubungan pengetahuan dan

sikap masyarakat dengan tindakan pencegahan penyakit demam berdarah

dengue di kelurahan tuminting yang menyatakan bahwa tidak terdapat

hubungan antara sikap dengan tindakan pencegahan penyakit DBD.

4.2.3. Hubungan Antara Tindakan Dengan Kejadian Penyakit DBD

Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum

tentu muncul dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor

lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Seorang yang

sakit atau sedang menderita penyakit tertentu sudah mempunyai niat (sikap)

untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan. Agar sikap ini meningkat

menjadi tindakan, maka diperlukan biaya pengobatan, tenaga kesehatan, atau

puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut mudah dicapainya.

Apabila tidak kemungkinan ibu tersebut tidak akan melakukan pemeriksaan

segera (Notoatmodjo, 2013).

Hasil analisis menggunakan uji Chi-square antara tindakan dengan

kejadian DBD diperoleh nilai P-value= 0,002 (P-value < 0,05) yang artinya

ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian DBD di


60

wilayah kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang, dengan nilai OR = 13,00 dan

nilai CI = 2,445 – 69,131.

Tindakan dan kejadian penyakit DBD memiliki hubungan yang

signifikan pada penelitian ini karena proporsi responden dengan kategori

tindakan baik pada responden yang menderita penyakit DBD sebanyak 2

responden (4,4%) dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit DBD

sebanyak 20 responden (44,4%) dan proporsi responden dengan kategori

tindakan buruk pada responden yang menderita penyakit DBD sebanyak 13

responden (28,9%) dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit DBD

sebanyak 10 responden (22,2%). Hasil penelitian yang dilakukan

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tindakan dengan

kejadian DBD, dengan nilai P-value= 0,002 (P-value < 0,05) dan nilai OR =

13,00 dan niali CI = 2,445 – 69,131 menunjukkan bahwa variabel tindakan

merupakan faktor risiko kejadian DBD, responden dengan tindakan kategori

tidak melakukan tindakan berisiko 13,00 lebih besar menderita penyakit DBD.

Hasil wawancara yang telah dilakukan didapati bahwa responden masih

banyak yang memiliki tindakan yang buruk, sebagian besar responden tidak

menggunakan insektisida atau lotion pengusir nyamuk saat tidur dan juga tidak

menggunakan kelambu, dari hasil wawancara yang dilakukan responden

merasa risih dan tidak nyaman saat tidur menggunakan lotion atau kelambu.

Hasil wawancara yang telah dilakukan juga didapati bahwa responden

tidak menutup bak mandi dan tempat penampungan air yang ada dengan baik

hal ini terjadi karena responden merasa kurang praktis saat melakukan kegiatan
61

mandi atau mengambil air tapa harus membuka dan menutup tempat

penampungan ir tersebut, hal ini yang dapat menyebabkan nyamuk dapat

dengan mudah berkembang biak dengan baik di tempat penampungan air yang

terbuka. responden masih banyak juga menggantung pakian sebelum dicuci hal

ini terjadi karena responden beranggapan bahwa pakian yang baru dipakai

sekali masih bisa dipakai lagi, kebiasaan sepele menggantung pakian sebelum

dicuci dapat menjadi sarang nyamuk sebelum menularkan virus kepada

manusia.

Hal ini dikarenakan pengetahuan dan sikap yang baik tidak menjamin

tindakan yang baik pada seseorang hal ini dapat terjadi karena responden

belum sampai pada tahap mengaplikasikan pengetahuan dan sikap yang ia

punya dalam bertindak Akhmadi (2012).

Pengendalian DBD yang dicanangkan oleh pemerintah salah satunya

adalah meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan

pengendalina penyakit DBD. Sasaran yang paling dasar adalah tatanan rumah

tangga dengan maksud mayarakat mampu melakukan pencegahan secara dini

melalui tindakan-tindakan pencegahan dari dalam rumah tangga seperti

memperhatikan perilaku-perilaku yang mendukung terjadinya penyakit DBD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aryati

(2012) tentang hubungan pengetahuan sikap dan tindakan masyarakat dengan

kejadian demam berdarah di Kelurahan Baler Bale Agung Kecamatan Negara

Tahun 2012 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tindakan responden

dengan kejadian penyakit DBD (p-value < 0,05).


62

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas

Bakunase Tahun 2019 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian

penyakit DBD dengan nilai p-value (0,254) < Alpha (0,05) dan nilai Odds

Ratio (OR) = 4,462.

b. Tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kejadian penyakit

DBD dengan nilai p-value (0,464) < Alpha (0,05) dan nilai Odds Ratio (OR)

= 2,000.

c. Ada hubungan yang signifikan antara tindakan dengan kejadian penyakit

DBD dengan nilai p-value (0,002) < Alpha (0,05) dan nilai Odds Ratio (OR)

= 13,00.

5.2 Saran

a. Bagi Instansi Masyrakat

Diharapkan masyarakat lebih meningkatkan tindakan pencegahan

terhadap kejadian penyakit DBD seperti kegiatan 3M Plus secara mandiri


63

dan teratur serta lebih memaksimalkan penggunaan alat pencegahan yang

diberikan pemerintah seperti kelambu dan abate, kebiasaan membuang

sampah secara baik dan benar, sehingga bisa menurunkan risiko kejadian

penyakit DBD.

b. Bagi Instansi Kesehatan

Diharapkan pihak instansi Puskesmas Bakunase dan Dinas Kesehatan

Kota Kupang lebih meningkatkan tindakan preventif dan promotif kepada

masyarakat dalam hal pengendalian penyakit DBD serta membuat suatu

kebijakan mengenai pencegahan penyakit DBD yang sesuai dengan

kebutuhan yang diperlukan masyarakat sehingga dapat merubah perilaku

masyarakat terkait pengendalian penyakit DBD dapat terpantau.

c. Bagi Peneliti Lain

Melengkapi hal-hal yang menjadi kekurangan dalam penelitian ini

baik dari segi variabel yang belum diteliti yaitu variabel sosial ekonomi,

personal hygiene, keadaan lingkungan seperti keberadaan jentik sehingga

selain dapat memperjelas juga dapat memperkaya informasi berkaitan

dengan penyakit DBD.


64

DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, Ridha, M. R., Marlinae, L., & Setyaningtyas, D. E. (2012). Hubungan


Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Demam Berdarah
Dengue Di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Arsyad, R. M. (2020). Hubungan Antara Perilaku Sanitasi Lingkungan Dengan


Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas TarusKabupaten kota Kupang .

Aryati, I. S. (2015). Hubungan Antara Perilaku 3 M Plus dan Kemampuan


Mengamati Jentik Dengan Kejadian DBD di Kelurahan Tembalang.

Aryati, I. K. C., Sali, I. W., & Aryasih, I. G. A. M. (2012). Hubungan


Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat Dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Baler Bale Agung Kecamatan
Negara Tahun 2015.

Chandra, Budiman. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC

Depkes RI . 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 2005


Tentang Kesehatan.

. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Direktorat


Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Desniawati, F. (2014). Pelaksanaan 3 M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes


Aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Dinas Kesehatan Kota Kupang. 2016. Profil Kesehatan Kota Kupang Tahun
2015. Kupang: Dinas Kesehatan Kota Kupang.

Dinas Kesehatan Provinsi NTT. 2018. Profil Kesehatan Provinsi NTT Tahun
2017. Kupang: Dinas Kesehatan Provinsi NTT.

Kemenkes RI. 2016. Infodatin DBD. Jakarta: Kemenkes RI.


65

. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan.

. 2018. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta,


Kementrian Kesehatan RI.

Marwati, S. (2011). Pengenalan dan Pelatihan Budidaya Tumbuhan Anti Nyamuk


di Kelompok PKK Kricak Kidul Tegalrejo Yogyakarta.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo. 2011. Kesehatan Masyarakat (Ilmu & Seni). Jakarta : Rineka Cipta.

. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

. 2013. Promosi Kesehatan (Teori & Aplikasi). Jakarta : Rineka


Cipta.

Novita, B., Mutahar, R., & Purnamasari, I. 2017. Jurnal: Analisis Faktor Resiko
Kejadian DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Celikah

Pantouw, R. G., Siagian, I. E. T., & Lampus, B. S. (2016). Hubungan


Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit
Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Tuminting.

Permatasari, D. Y., Rumaningrum, G., & Novitasari, A. 2015. Jurnal: Hubungan


Status Gizi dan Jenis Kelamin Dengan Derajat Infeksi Dengue Pada Anak.

Putri, A. D., & Mustakin. 2018. Jurnal: Perbandingan Evektivitas Biaya vaksin
Dengue Dari Berbagai Negara.

Putri, R., & Naftassa, Z. 2016. Jurnal: Hubungan Tingkat Pendidikan Dan
Pengetahuan Masyarakat Dengan Perilaku Pencegahan DBD.

Puskesmas Bakunase Kota Kupang. 2019. Rekam Medik Distribusi Penyakit


Demam Berdarah Dengue tahun 2019. Kupang: Puskesmas Bakunase

Rianti, E. D. (2017). Mekanisme Paparan Obat Anti Nyamuk Elektrik dan Obat
Anti Nyamuk Bakar Terhadap Gambaran Paru Tikus. INIVASI Volume XIX,
Nomor 2.

Riyanto, B. C. (2010). Hubungan Tingkat Pendidikan Pengetahuan dan Sikap Ibu


Rumah Tangga Dengan Kegiatan 3M Demam Berdarah Dengue Di
Puskesmas Loa Ipuh Kabupaten Kutai Kartanegara.
66

Rofika, A. (2016). Kontribusi Faktor Lingkungan Terhadap Kejadian DBD di


Daerah Endemis Kabupaten Grobongan.

Rohim, A. 2017. Jurnal: Gambaran Kejadian DBD Berdasarkan Faktor


Lingkungan dan Host di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang.

Sari, T. W., & Yuliea, M. S. (2019). Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu
Rumah Tangga Tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di
Puskesmas Payung Sekaki Kota Pekanbaru.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Syamruth, Yendris K. 2009. Biostatistika Inferensial (Aplikasi Dalam Ilmu-Ilmu


Kesehatan). Kupang: Undana Press.

World Health Organization. 2016. Weekly Epidemiological Record. Geneva:


World Health Organization.

Yunita, J., Mitra, & Susmaneli, H. (2012). Pengaruh Perilaku Masyarakat dan
Kondisi Lingkungan terhadap Kejadian DBD. Jurnal Kesehatan Komunitas,
Vol.1, No.4, 193-198.
67

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM


BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKUNASE
KOTA KUPANG TAHUN 2019

A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama responden :

2. Desa/Kelurahan :

3. Umur responden :

4. Pendidikan Responden :

B. PENGETAHUAN

No. Pernyataan Benar Salah Skor

1. Nyamuk Aedes Aegypti adalah nyamuk pembawa virus yang


menyebabkan penyakit DBD
2. Jentik nyamuk pembawa penyakit DBD dapat hidup di semua
jenis air baik air bersih ataupun air kotor.
3. Nyamuk beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab.

4. Penyakit DBD ditandai dengan dengan demam tinggi yang


berlangsung selama 2-7 hari.
5. Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan pemberantasan
jentik nyamuk Aedes Aegypti
68

6. Penggunaan lotion anti nyamuk merupakan salah satu


tindakan agar terhindar dari gigtan nyamuk.
7. Penggunaan abate merupakan salah satu tindakan
pemberantasan sarang nyamuk.
8. Menggantung pakian merupakan salah satu factor pendukung
terjadinya penyakit DBD.
Total

C. SIKAP

No Pernyataan Ya Tidak Skor

1. Saya tidak menyukai keberadaan jentik nyamuk

2. Saya selalu mengindari kebiasaan menggantung pakian

3. Saya hanya akan menggunakan lotion anti nyamuk bila ada


keluarga saya yang menderita DBD saja
4. Saya akan menguras bak mandi jika sudah kotor saja

5. Saya menggunakan insektisida pengusir nyamuk agar


terhindar dari gigitan nyamuk
6. Saya hanya akan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
saat terjadi wabah DBD saja
Total

D. TINDAKAN

No. Pernyataan Ya Tidak Skor

1. Ventilasi di rumah saya terpasang kawat kasa.

2. Seminggu terakhir saya menguras bak mandi tempat


penampuangan air.
3. Tiga bulan terakhir saya menaburkan bubuk abate pada tempat
penampungan air setelah di kuras.
4. Saya selalu menutup rapat tempat penampungan air minum

5. Sebelum tidur saya selalu menggunakan insektisida pengusir


nyamuk
69

6. Saya biasa menggunakan lotion anti nyamuk saat bepergian.

7. Pakaian sebelum dicuci sering digantung di kamar.

8. Saya selalu ikut serta dalam kegiatan kerja bakti


membersihkan lingkungan.
Total

Lampiran 2. Uji Validitas Kuesioner

A. Uji Validitas Pengetahuan


Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.800 8

Item-Total Statistics
Corrected Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
5.60 3.214 .587 .766
P2 5.43 3.702 .376 .799
P3 5.30 3.872 .454 .787
P4 5.53 3.223 .614 .761
P5 5.40 3.490 .563 .770
P6 5.30 3.872 .454 .787
P7 5.50 3.293 .591 .765
P8 5.33 3.747 .481 .783

Scale Statistics
70

Mean Variance Std. Deviation N of Items


6.20 4.510 2.124 8

B. Uji Validitas Sikap


Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.718 6

Item-Total Statistics
Corrected Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
S1 4.60 .800 .531 .661
S2 4.47 1.085 .383 .699
S3 4.53 .947 .424 .692
S4 4.47 1.085 .383 .699
S5 4.47 1.016 .530 .662
S6 4.47 1.016 .530 .662

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
5.40 1.352 1.163 6

C. Uji Validitas Tindakan

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
71

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.779 8

Item-Total Statistics

Corrected Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
T1 4.43 4.806 .448 .761
T2 4.43 4.875 .414 .767
T3 4.43 4.806 .448 .761
T4 4.33 4.782 .507 .752
T5 4.37 4.723 .518 .750
T6 4.43 4.668 .519 .749
T7 4.37 4.723 .518 .750
T8 4.43 4.737 .483 .755

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
5.03 6.033 2.456 8
72

Lampiran 3. Hasil Analisis Bivariat

1. Pengetahuan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * Penderita
45 100.0% 0 .0% 45 100.0%
DBD

Pengetahuan * Penderita DBD Crosstabulation

Penderita DBD
Penderita Tidak
DBD DBD Total
Pengetahuan Pengetahuan Count
2 1 3
Buruk
% within Penderita
DBD 4.4% 2.2% 6.7%

Pengetahuan Baik Count


13 29 42

% within Penderita
28.9% 64.4% 93.3%
DBD
Total Count
15 30 45

% within Penderita
33.3% 66.7% 100.0%
DBD
73

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.607a 1 .205
Continuity Correctionb .402 1 .526
Likelihood Ratio 1.495 1 .221
Fisher's Exact Test .254 .254
Linear-by-Linear
1.571 1 .210
Association
N of Valid Casesb 45
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .186 .205
N of Valid Cases 45

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Pengetahuan (Pengetahuan
4.462 .371 53.704
Buruk / Pengetahuan
Baik)
For cohort Penderita DBD
2.154 .859 5.398
= Penderita DBD
For cohort Penderita DBD
.483 .096 2.423
= Tidak DBD
N of Valid Cases 45
74

2. Sikap

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap * Penderita DBD 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Sikap * Penderita DBD Crosstabulation


Penderita DBD
Tidak
Menderita
Penderita DBD DBD Total
Sikap Sikap Buruk Count 5 6 11
% within Penderita DBD 11.1% 13.3% 24.4%
Sikap Baik Count 10 24 34
% within Penderita DBD 22.2% 53.3% 75.6%
Total Count 15 30 45
% within Penderita DBD 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .963a 1 .327
Continuity Correctionb .376 1 .540
Likelihood Ratio .934 1 .334
Fisher's Exact Test .464 .266
Linear-by-Linear
.941 1 .332
Association
N of Valid Casesb 45
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,67.
75

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .963a 1 .327
Continuity Correctionb .376 1 .540
Likelihood Ratio .934 1 .334
Fisher's Exact Test .464 .266
Linear-by-Linear
.941 1 .332
Association
N of Valid Casesb 45
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,67.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .145 .327
N of Valid Cases 45

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sikap
(Sikap Buruk / Sikap 2.000 .494 8.089
Baik)
For cohort Penderita DBD
1.545 .673 3.547
= Penderita DBD
For cohort Penderita DBD
.773 .432 1.382
= Tidak Menderita DBD
N of Valid Cases 45
76

3. Tindakan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tindakan * Penderita
45 100.0% 0 .0% 45 100.0%
DBD

Tindakan * Penderita DBD Crosstabulation

Penderita DBD
Tidak
Penderita Menderita
DBD DBD Total
Tindakan Tindakan Count 13 10 23
Buruk
% within Penderita
28.9% 22.2% 51.1%
DBD
Tindakan Count 2 20 22
Baik
% within Penderita
4.4% 44.4% 48.9%
DBD
Total Count 15 30 45
% within Penderita
33.3% 66.7% 100.0%
DBD

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 11.383a 1 .001

Continuity Correctionb 9.349 1 .002

Likelihood Ratio 12.390 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .001


77

Linear-by-Linear
11.130 1 .001
Association

N of Valid Casesb 45

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,33.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .449 .001

N of Valid Cases 45

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Tindakan


(Tindakan Buruk / 13.000 2.445 69.131
Tindakan Baik)

For cohort Penderita DBD


6.217 1.581 24.447
= Penderita DBD

For cohort Penderita DBD


.478 .295 .776
= Tidak Menderita DBD

N of Valid Cases 45
78

Lampiran 4. Master Tabel Penelitian

No. ID JK Umur Tingkat DBD Pengetahuan Sikap Tindaka


Responden Pendidikan n

1 KS01 P 24 2 0 1 0 0

2 KT01A P 28 3 1 1 1 0

3 KT01B L 19 2 1 1 1 1

4 KS02 P 40 2 0 1 1 0

5 KT02A P 23 2 1 1 1 1

6 KT02B P 25 3 1 1 1 0

7 KS03 P 52 2 0 1 1 0

8 KT03A P 30 3 1 1 1 1

9 KT03B L 33 2 1 1 1 0

10 KS04 L 31 2 0 1 0 0

11 KT04A L 34 1 1 0 1 1

12 KT04B P 42 3 1 1 1 0

13 KS05 L 39 1 0 0 0 1

14 KT05A L 34 2 1 1 0 1

15 KT05B P 23 2 1 1 1 1

16 KS06 P 43 1 0 1 1 0
79

17 KT06A P 33 2 1 1 0 1

18 KT06B L 36 3 1 1 1 1

19 KS07 L 32 3 0 1 1 0

20 KT07A L 38 3 1 1 1 1

21 KT07B P 27 3 1 1 0 1

22 KS08 P 36 1 0 0 0 0

23 KT08A P 32 1 1 1 1 0

24 KT08B L 21 2 1 1 1 1

25 KS09 L 25 3 0 1 1 0

26 KT09A L 28 3 1 1 1 1

27 KT09B P 23 3 1 1 1 1

28 KS10 P 48 2 0 1 1 0

29 KT10A P 42 3 1 1 1 1

30 KT10B L 25 3 1 1 1 1

31 KS11 P 21 2 0 1 0 0

32 KT11A P 26 3 0 1 1 1

33 KT11B L 34 3 1 1 1 1

34 KS12 L 27 2 0 1 1 0

35 KT12A L 35 2 1 1 0 1

36 KT12B P 41 3 1 1 1 1

37 KS13 P 45 1 0 1 1 0

38 KT13A P 47 1 1 1 1 0

39 KT13B L 20 2 1 1 1 0

40 KS14 L 23 3 0 1 1 0
80

41 KT14A L 20 2 1 1 0 1

42 KT14B P 34 3 1 1 1 0

43 KS15 P 21 2 0 1 0 0

44 KT15A P 29 3 1 1 1 1

45 KT15B L 45 3 1 1 1 0

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 dan 2 : Puskesmas Bakunase dan wilayah kerja Puskesmas Bakunase

Gambar 3 dan 4 : Proses wawancara yang dilakukan terhadap responden


81

Gambar 4 dan 5 : kondisi tempat penampungan air tidak di tutup yang berpotensi
tempat nyamuk berkembang biak dan tempat penampungan yang ditutup.

Lampiran 6. Sertifikat Kaji Etik


82

Lampiran 7. Surat Ijin penelitian


83
84
85

Lampiran 8. Surat Selesai penelitian


86
87

Lampiran. 9 Riwayat Hidup Penulis

Nama Lengkap : Putra A. Umbu Retang

Nama Panggilan : Putra

Tempat Tanggal lahir : Waingapu, 05 Oktober 1997

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Oesapa Barat

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Orang Tua

Ayah : Tay Hamba Ndima

Ibu : Kaita Kamba Humba

Anak pertama (1) dari tiga (3)bersaudara

Riwayat Pendidikan
SD Inpres Umamapu (Tamat pada tahun 2009)
SMP Negeri 3 Waingapu (Tamat pada tahun 2012)

SMA Negeri 2 Waingapu (Tamat pada tahun 2015)

FKM Undana Kupang (2015 - sekarang)

Anda mungkin juga menyukai