Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah kesehatan tingkat
kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan
pusat pelayanan kesehatan strata pertama.1
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan,memberdayakan masyarakat dan keluarga, dan
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan
tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat mutlak perlu, yang sangat
dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan Puskesmas bersifat holistik,
komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.
Setiap kegiatan di Puskesmas memiliki dasar untuk menunjang
terwujudnya mutu pelayanan yang bertumpu pada standar operasional
prosedur. Saat ini mutu layanan kesehatan merupakan fokus utama bagi
masyarakat. Kesadaran dan kepedulian terhadap mutu memang semakin
meningkat. Hal-hal yang berkaitan dengan mutu salah satunya adalah tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
Pengertian mutu menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
adalah sebagai berikut : Mutu pelayanan kesehatan adalah kinerja yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu
pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya
sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.3

1
Salah satu upaya kesehatan di puskesmas adalah upaya pengobatan
penyakit. Berdasarkan data Puskesmas Kedungmundu didapatkan sepuluh
besar penyakit, salah satunya adalah Hipertensi. Berdasarkan data Puskesmas
Kedungmundu periode 1 Januari sampai 23 September 2013, hipertensi
menduduki peringkat kedua setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
sebanyak 4750 kasus. Untuk data bulan September 2013, didapatkan
Hipertensi berada pada peringkat ketiga setelah ISPA dan diagnosis terhadap
orang tanpa keluhan yaitu sebanyak 152 kasus Hipertensi.4
Berdasarkan data dari The National Health and Nutrition Examination
Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999 - 2000, insiden
hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-
65 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data
NHNES III tahun 1988 - 1991. Data yang didapat di Thailand sebanyak 17%,
Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9% sedagkan prevalensi
hipertensi di Indonesia berkisar 6 - 15%. 5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun
2007 prevalensi hipertansi pada penduduk usia >18 tahun berdasarkan
pengukuran sebesar 29,8%. Sebanyak 10 provinsi mempunyai prevalensi
hipertensi pada penduduk usia >18 tahun diatas prevalensi Nasional,
diantaranya Riau, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Barat. Secara Nasional 10 kabupaten atau kota dengan
prevalensi hipertensi pada penduduk >18 tahun tertinggi adalah Natuna
(53,3%), Mamasa (50,6%), Katingan (49,6%), Wonogiri (49,5%), Hulu Sungai
Selatan (48,2%), Rokan Hilir (47,7%), Kuwantan Sengingi (46,3%), Bener
Meriah (46,1%), Tapin (46,1%), dan kota Salatiga (45,2%). Sedangkang 10
kabupaten atau kota yang mempunyai prevalensi hipertensi pada penduduk
usia >18 tahun terendah adalah Jaya Wijaya (6,8%), Teluk Wondama (9,4%),
Bengkulu Selatan (11,0%), Kepulauan Mentawai (11,1%), Tolikara (12,5%),
Yahokimo (13,6%), Pegunungan Bintang (13,9%), Seluma (14,6%), Sarmi
(14,6%) dan Tulang Bawang (15,9%).6

2
Berdasarkan RISKESDAS provinsi Jawa Tengah tahun 2007
prevalensi hipertensi menurut hasil wawancara di provinsi Jawa Tengah
sebesar 8,2%, sedangkan menurut hasil pengukuran tekanan darah sebesar
37%, prevalensi tertinggi hipertensi menurut hasil pengukuran terdapat di
kabupaten Wonogiri (49,5%) dan terendah hasil pengukuran terdapat di
Demak (26,5%)6
Berdasarkan uraian diatas kami menyadari pentingnya manajemen
Puskesmas, maka dalam laporan ini kami kelompok Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Semarang periode 16 September 2013 sampai dengan 28 September 2013
akan membahas manajemen mutu pelayanan kesehatan tentang tatalaksana
pasien hipertensi di Puskesmas Kedungmundu.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dalam laporan ini kami kelompok
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang menyimpulkan suatu rumusan masalah
sebagai rendahnya mutu pelayanan kesehatan tentang tatalaksana pasien
Hipertensi di Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota
Semarang.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui, menganalisa dan mendeskripsikan pelaksanaan
manajemen mutu program dan pelayanan di Puskesmas Kedungmundu
serta memberikan alternatif pemecahan masalah dalam rangka upaya
perbaikan kinerja Puskesmas.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah manajemen mutu
pelayanan kesehatan tentang tatalaksana pasien Hipertensi yang ada di

3
Puskesmas Kedungmundu Periode 16 September 2013 sampai dengan
28 September 2013.
b. Mahasiswa mampu menentukan prioritas masalah tentang tatalaksana
pasien Hipertensi yang ditemukan di Puskesmas Kedungmundu 16
September 2013 sampai dengan 28 September 2013.
c. Mahasiswa mampu menganalisis penyebab masalah dari prioritas
masalah tentang tatalaksana pasien Hipertensi yang ada di Puskesmas
Kedungmundu Periode 16 September 2013 sampai dengan 28
September 2013.
d. Mahasiswa mampu membuat alternatif pemecahan masalah dari
masalah-masalah yang ditemukan dalam tatalaksana pasien Hipertensi
yang ada di Puskesmas Kedungmundu Periode 16 September 2013
sampai dengan 28 September 2013.
e. Mahasiswa mampu menentukan pengambilan keputusan dari alternatif
masalah dalam tatalaksana pasien Hipertensi yang ada di Puskesmas
Kedungmundu Periode 16 September 2013 sampai dengan 28
September 2013.
f. Mahasiswa mampu menyusun rencana kegiatan dari pemecahan
masalah yang terpilih dalam tatalaksana pasien Hipertensi yang ada di
Puskesmas Kedungmundu Periode 16 September 2013 sampai dengan
28 September 2013.

D. Manfaat Kegiatan
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan khususnya dalam
program Penegakan diagnosis penyakit Hipertensi.
1. Bagi Mahasiswa
Memberi masukan, pengetahuan, dan pengalaman mengenai
menejemen mutu pelayanan kesehatan terutama dalam tatalaksana pasien
Hipertensi.

4
2. Bagi Puskesmas
Menyadari pentingnya manajemen mutu dipuskesmas diharapkan
dalam penelitian kami ini dapat bermanfaat khususnya pada Puskesmas
Kedungmundu dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada pengunjung
puskesmas dan umumnya kepada masyarakat luas sehingga mereka
merasa terpuaskan akan pelayanan dari puskesmas, dan diharapkan
benturan-benturan negatif antara puskesmas dan masyarakat yang tidak
diinginkan tidak terjadi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat digunakan sebagai bahan referensi tambahan untuk
pengkajian yang lebih mendalam terhadap menejemen mutu pelayanan
kesehatan sehingga diharapkan dalam penelitian selanjutan didapatkan
hasil yang lebih maksimal.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi merupakan silent killer (pembunuh diam-diam) yang
secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum.
Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang
dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri
koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan
pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar
kemungkinannya terkena stroke.7
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana
stroke merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak
yang sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya.
Hipertensi sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke.
Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark otak
dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan
kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang
stroke iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan darah kurang 140
mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya
1,5 kali daripada normotensi.8,9
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah
kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi
berkurang. Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya
dimaksudkan akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi
antara lain mengurangi asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan
mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat
farmakologi.9
2. Etiologi

5
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan
persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen
maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.10
a)
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi
essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini
telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan
patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor
genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah
yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya
hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan
adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine,
pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan
angiotensinogen.7
b) Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah (lihat tabel 2.1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab
sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik secara langsung
ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat

6
pada tabel 2.1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka
dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati /
mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan
tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.8

Tabel 2.1 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.8


Penyakit Obat Obat
1. Penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. Hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
3. Penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
4. Sindroma cushing 3. NSAID, cox-2 inhibitor
5. Pheochromocytoma 4. Fenilpropanolamine dan analog
6. Koarktasi aorta 5. Cyclosporin dan tacrolimus
7. Penyakit tiroid atau paratiroid 6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)

3. Klasifikasi Hipertensi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2.2). 8

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7


Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 139 Atau 80 89
Hipertensi stadium 140 159 Atau 90 99
1
Hipertensi stadium 160 Atau 100
2
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik
4. Faktor Risiko Hipertensi

7
a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Hipertensi erat kaitannya dengan usia, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Usia lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya usia,
risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan
kematian sekitar 50 % diatas usia 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensi meningkat ketika
usia 50.8
Dengan bertambahnya usia, risiko terjadinya hipertensi
meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan
bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada
jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.9
2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata
terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa
Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk
wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4%
perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan)
didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.10
3) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga
yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat
keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi
primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita

8
mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60%.11
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti
dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada
kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel
telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi
primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi
terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya
berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.12
b) Faktor yang dapat dimodifikasi
1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara
rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak
dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung
pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu
pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada
mereka yang tidak merokok.4
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida
yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
proses aterosklerosis dan hipertensi.11
2) Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam
patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan
pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam
kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang
rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan
terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah.13
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan

9
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah
rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan
darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau
2400 mg/hari.11
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan
antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu.
Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan
yang meningkatkan volume darah.11
3) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi
lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal
dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.11
4) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak
yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam
seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun
beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh
berbeda, yakni terdiri dari beraneka Asam Lemak Jenuh (ALJ) dan
Asam Lemak Tidak Jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat
lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen
larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda
adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ
yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang
didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak
kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun

10
dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah
ALTJ.10
5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum
alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya
hipertensi belum diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum
alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang
lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum
sedikit.11
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai
karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan
dengan konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah
akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar
kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan
darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.11
6) Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa
tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen
dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam
darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan
air.10
Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal.
Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat
badan lebih.11
7) Olahraga

11
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita
hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang
yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.15
8) Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara
waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali.
Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan
darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan
hipertensi belum dapat dipastikan.11
9) Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara
epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah
tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari
penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan
bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.16

5. Patogenesis Hipertensi
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (Cardiac Output) dan
dukungan dari arteri (Peripheral Resistance). Fungsi kerja masing-masing
penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor
yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari
faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan
atau ketahanan periferal.17

12
Venous
constiction

Preload Contractability Structural


X PERIPHERAL RESISTANCE
hypertrophy
Hyper
And/or Increased PR
obesity insulinemia

BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUT


Hypertension = Increased CO

Autoregulation

Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang mempengaruhi tekanan darah.11

Fluid
volume

13
6. Gejala Klinis Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala
Decreased
Filtration surface
yang mencolok dan manifestasi Sympathetic
klinis timbul setelah mengetahui hipertensi
nervous Renin -
bertahun-tahun berupa : overactivity angiotensin Cell
a) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,
excess membrane
Exces sodium
Reduce akibat tekanan
intake
nephrone darah
number intrakranium.
stress Genetic alteration
Endotelium derived factors
alteration
b) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c) Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e) Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.8

7. Diagnosis Hipertensi
Renal sodium retention
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai
tiga tujuan :
a) Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b) Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,
Functional
beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
constriction
c) Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau
penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan
panduan pengobatan.7

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-
satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan
darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran
seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.7
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran
tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian
diperiksa ulang dengan kontralateral.11

14
8. Pengukuran Tekanan Darah
Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat
kolum air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam
millimeter. Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan
65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut
sphygmomanometer. Ada beberapa jenis sphygmomanometer, tetapi yang
paling umum terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan
yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi.
Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat ini,
udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet
tersebut dan menekan ekstremitas dan pembuluh darah yang ada
didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer
yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat
dibaca sesuai skala yang ada.12
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari
lengan dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan,
sementara tangan yang lain digunakan untuk mengembangkan manset
sampai suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah
stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan
tekanan pada manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan
katupnya. Ketika tekanan diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara,
namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan
(tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air
raksa didalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset
diturunkan, suara semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik
tercapai, karakter bunyi tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV).
Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi
menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada
saat menghilangnya karakter bunyi tersebut.12
Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

15
a) Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan
dengan santai.
b) Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka
yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun
selisihnya relatif kecil.
c) Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang
yang bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah.
Tekanan darah yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain
akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh
merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan
menyebabkan tekanan darah sedikit naik.
d) Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3
kali berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali
mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah
nilai yang terendah.
e) Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang
mengembang harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga
dari panjang lengan atas.13

Standar Operasional Pengukuran Tekanan Darah 13


Pemeriksaan tekanan darah diperoleh dari pengkuran pada sirkulasi
arteri. Aliran darah akibat pemompaan jantung menimbulkan gelombang
yaitu gelombang tinggi yang disebut tekanan sistolik dan gelombang pada
titik terendah yang disebut tekanan diastolik. Satuan Tekanan darah
dinyatakan dalam millimeter air raksa (mm hg).

Persiapan Alat :
1 Sphygmomanometer aneroid / air raksa
2 Stetoskop
3 APD (Alat Pelindung Diri)
4 Buku catatan
5 Alat tulis

16
Tujuan :
Mengukur tekanan darah Klien

Persiapan Pasien, Perawat, dan Lingkungan :


1 Perkenalkan diri anda pada klien, termasuk nama, jabatan atau peran,
dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.
2 Pastikan identitas klien
3 Jelaskan prosedur dan alasannya dilakukan tindakan tersebut, jelaskan
dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh klien.
4 Siapkan peralatan
5 Cuci tangan sebelum kontak dengan klien baru. Kenakan alat
pelindung diri
6 Yakinkan bahwa klien nyaman dan bahwa anda memiliki ruangan yang
cukup bagus dan memiliki pencahayaan yang cukup untuk
melaksanakan tugas tersebut.
7 Berikan privasi untuk klien, atau posisikan dan tutup klien sesuai
kebutuhan.
8 Istirahatkan pasien sedikitnya 5 menit sebelum pengukuran. Dan
pastikan pasien merasa santai dan nyaman.

Prosedur :
1 Mintalah pasien untuk membuka bagian lengan atas yang akan
diperiksa, sehingga tidak ada penekanan pada arteri brachialis.
2 Posisi pasien bisa berbaring, setengah duduk atau duduk yang nyaman
dengan lengan bagian volar diatas.
3 Gunakan manset yang sesuai dengan ukuran lengan pasien
4 Pasanglah manset melingkar pada lengan tempat pemeriksaan setinggi
jantung, dengan bagian bawah manset 2 3 cm diatas fossa kubiti dan
bagian balon karet yg menekan tepat diatas arteri brachialis.
5 Pastikan pipa karet tidak terlipat atau terjepit manset.
6 Hubungkan manset dengan sphymomanometer air raksa , posisi tegak
dan level air raksa setinggi jantung

17
7 Raba denyut arteri Brachialis pada fossa kubiti dan arteri Radialis
dengan jari telunjuk dan jari tengah ( untuk memastikan tidak ada
penekanan )
8 Pastikan mata pemeriksa harus sejajar dengan permukaan air raksa
( agar pembacaan hasil pengukuran tepat )
9 Tutup katup pengontrol pada pompa manset
10 Pastikan stetoskop masuk tepat kedalam telinga pemeriksa, palpasi
denyut arteri radialis
11 Pompa manset sampai denyut arteri radialis tak teraba lagi
12 Kemudian pompa lagi sampai 20 30 mm hg ( jangan lebih tinggi,
sebab akan menimbulkan rasa sakit pada pasien, rasa sakit akan
meningkatkan tensi )
13 Letakkan kepala stetoskop diatas arteri brachialis
14 Lepaskan katup pengontrol secara pelan-pelan sehingga air raksa turun
dengan kecepatan 2 3 mm hg per detik atau 1 skala perdetik
15 Pastikan tinggi air raksa saat terdengar detakan pertama arteri brachialis
adalah tekanan sistolik
16 Pastikan tinggi air raksa pada saat terjadi perubahan suara yang tiba-tiba
melemah Denyutan terakhir disebut tekanan diastolik
17 Lepaskan stetoskop dari telinga pemeriksa dan manset dari lengan
pasien.
18 Bersihkan earpiece dan diafragma stestokop dengan disinfektan.
19 Apabila ingin diulang tunggu minimal 30 detik.

Setelah Prosedur :
1 Ucapkan terima kasih kepada klien
2 Segera laporkan adanya temuan abnormal
3 Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan pada tempatnya
4 Buka Alat Pelindung Diri (APD) dan cuci tangan
5 Dokumentasikan hasil prosedur.

Standar Operasional Pengukuran Tekanan Nadi14


Denyut nadi adalah getaran/ denyut darah didalam pembuluh
darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Pada umumnya ada 10
tempat untuk merasakan denyut nadi yaitu frontalis, temporalis, karotid,
apikal (apeks cordis), brankialis, femoralis, radialis, poplitea, dorsalis
pedis dan tibialis posterior.

18
Persiapan Alat :
1 Jam tangan
2 Handscoon & Alat Pelindung Diri
3 Buku catatan
4 Alat tulis

Tujuan :
Mengukur nadi pasien dengan baik dan benar

Persiapan Pasien, Perawat dan Lingkungan :


1 Perkenalkan diri anda pada klien, termasuk nama, jabatan atau peran,
dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.
2 Pastikan identitas klien
3 Jelaskan prosedur dan alasannya dilakukan tindakan tersebutSiapkan
peralatan
4 Cuci tangan sebelum kontak dengan klien baru, kenakan APD
5 Berikan privasi untuk klien, atau posisikan dan tutup klien sesuai
kebutuhan.
6 Bila klien baru beraktivitas, tunggu 5-10 menit untuk memeriksa
denyut nadi.

Prosedur :
Pemeriksaan Frekuensi Denyut Arteri Radialis
1 Minta pasien untuk menyingsingkan baju yang menutupi lengan
bawah
2 Pada posisi duduk, tangan diletakkan pada paha dan lengan ekstensi.
Pada posisi tidur terlentang, kedua lengan ekstensi dan menghadap
atas.
3 Lakukan palpasi ringan arteri radialis dengan menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah ,lakukan palpasi sepanjang lekuk radial pada
pergelangan tangan
4 Rasakan denyut arteri radialis dan irama yang teratur
5 Hitung denyut tersebut selama satu menit

19
Pemeriksaan Frekuensi Denyut Arteri Brachialis
1 Menyingsingkan lengan baju pasien yang menutupi lengan atas
2 Pada posisi duduk, tangan diletakkan pada paha dan lengan ekstensi.
Pada posisi tidur terlentang, kedua lengan ekstensi dan menghadap
atas.
3 Lakukan palpasi ringan arteri dengan menggunakan jari telunjuk dan
jari tengah pada fossa kubiti (lekuk antara otot bisep dan trisep diatas
siku)
4 Rasakan denyut arteri brankialis dan irama yang teratur
5 Hitung jumlah denyut selama satu menit

Pemeriksaan Frekwensi Denyut Arteri Karotis


1 Minta pasien melepaskan baju sehingga bagian leher terlihat jelas
2 Pasien duduk dengan posisi tangan diistirahatkan diatas paha
3 Inspeksi kedua sisi leher untuk melihat denyut arteri karotis
4 Mintalah pasien untuk memalingkan kepala pada sisi arah yang
berlawanan dengan yang akan diperiksa
5 Kemudian lakukan palpasi dengan lembut, jangan terlalu keras untuk
menghindari rangsangan sinus karotid
6 Dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk palpasi sekitar otot
sternokleidomastoideus bagian medial
7 Perhatikan perubahan denyut pada saat menarik atau
menghembuskan napas

* Bila denyut teratur, hitung selama 30 detik lalu hasilnya dikalikan 2,


bila denyut tidak teratur hitung 1 menit penuh.
* Khusus pada anak-anak penghitungan dilakukan selama satu menit

Setelah Prosedur :
1 Ucapkan terima kasih kepada klien
2 Segera laporkan adanya temuan abnormal
3 Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan pada tempatnya
4 Buka APD dan cuci tangan
5 Dokumentasikan hasil prosedur

9. Penatalaksanaan Hipertensi
a) Penatalaksanaan Non Farmakologis

20
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal
sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu
diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan
pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat
membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena
itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan,
karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.11

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:


1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi
efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan
beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat
menurunkan risiko aterosklerosis.8
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian
eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan
berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3
mmHg per kg berat badan.11
2) Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga
teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan
tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.11
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan
perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat
menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa
olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.13

21
Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu
dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain :
Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa
atau dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga
tekanan darah sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah
diastolik tidak melebihi 100 mmHg.
Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat
informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih
jantung dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai
reaksi tekanan darah serta perubahan aktifitas listrik jantung
(EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik.
Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap
diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap
kenaikan beban.
Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan tidak menambah peningkatan darah.
Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah
latihan.
Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan
tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat
hipertensi.
Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada
kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping
olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian
emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.
Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka
dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan
penyesuaian (pengurangan).11
3) Perubahan pola makan
Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan
upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah

22
awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam
harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan
memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak
mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol
per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan,
memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah
diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara
tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi
asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan
pasien secara drastis.13
Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak
jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan
tekanan darah.12
Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko
terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan
magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak
konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak
mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium),
kacang-kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan
susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.11
4) Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir
atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya.
Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan

23
membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat
meringankan beban stres. Perubahan-perubahan itu ialah:
Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk
kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara
atau kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi
suatu janji atau aktifitas.
Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
Siapkan cadangan untuk keuangan
Berolahraga.
Makanlah yang benar.
Tidur yang cukup.
Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda
stres.
Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
Binalah hubungan sosial yang baik.
Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan
perasaan kritis atau negatif terhadap diri sendiri.
Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
Carilah humor.
Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. 15
b) Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis
hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7:
1) Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald
Ant)
2) Beta Blocker (BB)
3) Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
4) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5) Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/
blocker (ARB).8

Tabel 2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat


Antihipertensi.8

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung Gout Kehamilan

24
(Thiazide) kongestif, usia
lanjut, isolated
systolic
hypertension, ras
afrika

Diuretika (loop) Insufisiensi Gagal ginjal, Penyakit


ginjal, gagal hiperkalemia pembuluh darah
jantung kongestif perifer, intoleransi
glukosa, atlit atau
Diuretika (anti Gagal jantung Asma, penyakit pasien yang aktif
aldosteron) kongestif, pasca paru obstruktif secara fisik
penyekat infark menahun, A-V
miokardium block
Angina pectoris,
pasca infark
myocardium
gagal jantung
kongestif,
kehamilan,
takiaritmia

Calcium Usia lanjut, Takiaritmia, gagal


Antagonist isolated systolic jantung kongestif
(dihydropiridine hypertension,
) angina pectoris,
penyakit
pembuluh darah
perifer,
aterosklerosis A-V block,
Calcium karotis, gagal jantung
Antagonist kehamilan kongestif
(verapamil, Angina pectoris,
diltiazem) aterosklerosis
karotis, takikardia
supraventrikuler
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, hiperkalimea,
disfungsi stenosis arteri
ventrikel kiri, renalis bilateral
pasca infark
myocardium,
non-diabetik
Angiotensi II nefropati, Kehamilan,
reseptor nefropati DM tipe hiperkalemia,

25
antagonist (AT1- 1, proteinuria stenosis arteri
blocker) Nefropati DM renalis bilateral
tipe 2,
mikroalbumiuria
diabetic,
proteinuria,
hipertrofi
ventrikel kiri,
batuk karena
ACEI
-Blocker Hyperplasia Hipotensi Gagal jantung
prostat (BPH), ortostatis kongestif
hiperlipidemia

Tabel 2.4 Tatalaksana hipertensi menurut JNC7


Klasifika TDS TDD Perbai Tanpa indikasi Dengan
si (mmH (mmHg kan yang memaksa indikasi yang
Tekanan g) ) Pola memaksa
Darah Hidup
Normal < 120 Dan Dianju
<80 rkan
Prehiperte 120- atau ya Tidak indikasi Obat-obatan
nsi 139 80-89 obat untuk indikasi
yang memaksa
Hipertensi 140- Atau ya Diuretic jenis Obat-obatan
derajat 1 159 90-99 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang memaksa
kasus, dapat Obat
dipertimbangkan antihipertensi
ACEI, ARB, BB, lain (diuretika,
CCB, atau ACEI, ARB,
kombinasi BB, CCB)
sesuai
kebutuhan
Hipertensi 160 Atau ya Kombinasi 2 obat
derajat 2 100 untuk sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau
CCB

26
Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan
keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat
antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor sosio ekonomi
b. Profil faktor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien
untuk penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan
dalam menurunkan resiko kardiovaskular.8

Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan


hipertensi menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi
adalah penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas
obat antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang
menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan
untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan pengobatan, ada
pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus
(special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa
(compelling indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).8
Indikasi yang memaksa meliputi:
a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.2

Keadaan khusus lainnya meliputi :


a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolic
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer

27
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi.8

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara


bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam
beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi
dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis
obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis
obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai
target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatnya dosis obat
tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah. Efek
samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,
baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.2
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah :
a. ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretika
e. AB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

Diuretika

Bloker ARB

Bloker CCB

28
ACEI
Gambar 2.2 Kombinasi obat antihipertensi.8

B. Standar Operasional Prosedur


Standard Operating Procedure (SOP) adalah penetapan tertulis
mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana, dan oleh siapa. SOP
dibuat untuk menghindari terjadinya variasi dalam proses pelaksanaan kegiatan
yang akan mengganggu kinerja organisasi secara keseluruhan. SOP merupakan
mekanisme penggerak organisasi agar dapat berjalan atau berfungsi secara
efektif dan efisien.15
Dalam organisasi pemerintah, SOP diperlukan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan publik yang optimal dipercaya dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kondisi ini
memotivasi partisipasi sukarela masyarakat pada program pemerintah.
Manfaat dari SOP, antara lain :
1. Sebagai standard acuan yang digunakan oleh seluruh karyawan, baik
atasan maupun bawahan dalam melakukan tugas-tugasnya sehingga lebih
terarah dan tepat guna.
2. Sebagai alat untuk mengurangi faktor kesalahan dan ketidak disiplinan
karyawan dalam melakukan proses kerja.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas karyawan baik secara individu
maupun kelompok.
4. Meningkatkan kemandirian karyawan sehingga tidak selalu tergantung
pada manajemen/pimpinan dalam menjalankan tugasnya.
5. Menciptakan ukuran standar kerja yang dapat dipakai oleh karyawan
dalam mengevaluasi dan memperbaiki kemampuannya.
6. Memberikan informasi mengenai peningkatan kompetensi karyawan.
7. Menciptakan keseragaman proses kerja dan kualitas produk.

29
Setiap kegiatan di Puskesmas memiliki dasar untuk menunjang
terwujudnya mutu pelayanan yang bertumpu pada standar operasional
prosedur. Adapun standar operasional prosedur penanganan hipertensi di
Puskesmas Kedungmundu terlampir.

C. Analisis Pendekatan Sistem Puskesmas16


1. Model Sistem Puskesmas
Model Sistem Puskesmas menggunakan pendekatan komponen
Input, Proses dan Output atau biasa disingkat IPO kegiatan Program
Puskesmas.
a) Komponen Input

Komponen Input mencakup semua sumber daya (resources),


sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam proses pelayanan
(transformation) kesehatan di Puskesmas yaitu terdiri dari 6M+Time
penjelasannya adalah

1) Man yaitu Petugas (medis/paramedis dan non medis/paramedis).


Di Puskesmas petugas tersebut adalah Dokter Umum, Dokter Gigi,
Apoteker/Assisten Apoteker, Epidemiolog Kesehatan, Nutritionist,
beberapa Perawat, beberapa bidan, Sanitarian, Laboran dan petugas
kesehatan lainnya.
2) Money yaitu Sumber-sumber pembiayaan kesehatan diantaranya
APBD kabupaten/kota, APBD Propinsi, APBN dan beberapa sumber
dana lainnya
3) Material yaitu Bahan dan obat serta persediaan lainnya
4) Metode yaitu Prosedur kerja atau Standar Operasional Prosedur
(SOP) layanan kesehatan medik maupun masyarakat
5) Marketing yaitu Masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga dan
induvidu, serta penderita dalam Standar Pelayanan minimal
Kesehatan sasaran Populasi diwilayah kerja Puskesmas.

30
6) Machine yaitu Perlengkapan dan peralatan kesehatan Puskesmas
termasuk sarana kendaraan bermotor roda dua dan empat.
7) Time yaitu jadwal kegiatan/layanan kesehatan di Puskesmas yang
dibagi dalam jadwal harian, mingguan, bulanan, tribulan, smester dan
tahunan.

b) Komponen Proses
Komponen Proses mencakup penggunaan sumber daya (6M+Time)
yang dilakukan untuk menghasilkan mutu pelayanan puskesmas, terdiri
dari :
1) Proses kinerja petugas medis/paramedis dan non medis/paramedis
2) Proses penggunaan Bahan dan obat serta penyediaan lainnya
3) Proses penggunaan prosedur kerja/layanan kesehatan masyarakat atau
Standar Operasional Prosedur (SOP) layanan kesehatan medik
maupun masyarakat
4) Proses pencapaian layanan penderita dan pemenuhan kebutuhan
kesehatan masyarakat atau Standar Pelayanan Minimal Kesehatan
(SPM-Kesehatan) sasaran Populasi diiwlayah kerja Puskesmas.
5) Proses penggunaan perlengkapan dan peralatan kesehatan
6) Proses pendapatan dan penggunaan anggaran (penganggaran)
7) Proses pemanfaatan waktu atau waktu yang dibutuhkan dalam setiap
penggunan sumber daya Puskesmas.

c) Komponen Output

Komponen Output mencakup hasil pelayanan atau hasil kegiatan


yang dapat berupa cakupan pelayanan, pengadaan barang dan jasa yaitu
kualitas (mutu) pelayanan Kesehatan dasar oleh Puskesmas, baik yang
bersifat preventif- Promosi sebagai pelayanan kesehatan masyarakat
maupun bersidaf kuratif- rehabilitatif sebagai pelayanan medik dasar.

31
Dari adanya input, proses dan output sub sistem masing-masing
program dalam sistem puskesmas atau sub sistem kegiatan dalam sistem
program puskesmas, secara keseluruhan akan menghasilkan kualitas-Mutu
Pelayanan Puskesmas pada suatu lingkungan suprasistem (dinas kesehatan
kabupaten, rumah sakit pemerintah kabupaten termasuk rumah sakit swasta
serta suprasistem lainnya).

B. Manajemen mutu
1. Mutu pelayanan dalam bidang kesehatan16
Terdapat berbagai macam pengertian mutu yang disampaikan oleh
para ahli mutu, antara lain :
Menurut Ali Gufran, 2007; layanan bermutu dalam pengertian yang
luas diartikan sejauh mana realitas layanan kesehatan yang diberikan sesuai
dengan kriteria dan standar profesional medis terkini dan baik yang
sekaligus telah memenuhi atau bahkan melebihi kebutuhan dan keinginan
pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal. Abstrak mutu dapat dinilai
dan diukur dengan berbagai pendekatan. Pendekatan maupun metode
pengukuran yang digunakan dalam upaya meningkatkan mutu tersebut telah
tersedia baik dari dimensi input, proses dan output. Mutu memiliki
karakteristik melakukan pelayanan yang benar dengan cara yang benar,
pertama benar dan selanjutnya diharapkan benar.
Pengertian mutu menurut DepKes RI yaitu mutu pelayanan kesehatan
adalah kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, dimana pada satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap
pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak
lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik
profesi yang telah ditetapkan.
2. Langkah-Langkah Perbaikan Mutu
Shewhart dan Deming mengemukakan langkah-langkah perbaikan
mutu sebagai siklus pemecahan masalah yang meliputi : Plan, Do, Check,
dan Action.
a) Plan : perbaikan proses dapat dicapai pada tiap tingkat organisasi.
Perbaikan berfokus pada persyaratan yang diajukan oleh pelanggan
maupun input dari rekanan, pelanggan internal. Seluruh jajaran

32
karyawan dalam organisasi harus mampu mengatasi masalah yang ada
dalam sistem, oleh karena itu perlu bersama-sama menyusun
rencana perbaikan.
b) Do : Ketika inisiatif untuk melakukan perbaikan telah direncanakan,
maka inilah saatnya untuk melakukan uji coba dalam skala
kecil, segala perubahan yang terjadi diamati, dicatat, dan dianalisis
dengan alat-alat perbaikan mutu seperti flow chart, fishbone, pareto,
analisis trend, histogram, diagram pencar, diagram kendali, dan
sebagainya.
c) Check/Study : Hasil uji coba dianalisis dan didiskusikan bersama,
sehingga dapat dipahami keterkaitan antara masalah yang satu dengan
yang lain dan dapat memberikan rekomendasi yang perlu dilakukan
untuk perbaikan.
d) Action : Berdasarkan hasil uji coba dapat diambil keputusan untuk
melakukan adopsi perubahan, melakukan penyesuaian, atau
mengembangkan alternatif lain untuk diuji-coba lagi jika ternyata hasil
uji coba tidak menunjukkan adanya perbaikan.

Gambar 2.3 Langkah-langkah Perbaikan Mutu

3. Alat-alat Peningkatan Mutu (Quality Tools)

33
Berdasarkan berbagai asupan, antara lain keluhan pelanggan, hasil
audit internal, hasil surveilan kepuasan pelanggan, hasil tinjauan
manajemen, serta hasil studi kasus, dapat disimpulkan adanya berbagai
masalah atau adanya potensi terjadinya masalah yang harus dikoreksi atau
dicegah kemunculannya di kemudian hari. Sasaran mutu disusun
berdasarkan adanya hasil identifikasi masalah, baik yang telah terjadi
maupun yang potensial yang akan terjadi, dan peluang-peluang untuk
perbaikan yang diharapkan akan lebih memuaskan pelanggan 2,3.
Untuk menganalisis masalah, menetapkan sasaran mutu, menganalisis
masalah, dan menyusun rencana perbaikan digunakan berbagai alat
perbaikan mutu, baik menggunakan maupun tidak menggunakan metode
statistik. Alat-alat tersebut adalah:
a) Alat-alat mutu bukan statistik (Non-statistical tools)
Merupakan alat untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan, dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan.
Alat-alat tersebut meliputi:
1) curah pendapat
2) multivoting
3) matriks prioritas masalah
4) fishbone
b) Alat-alat mutu statistik (Statistical tools), yang meliputi:
1) lembar periksa (check sheet)
2) diagram kecendrungan (run chart)
3) diagram pencar
4) histogram
5) diagram Pareto
6) diagram kendali

Selanjutnya Juran menyampaikan trilogi dalam perbaikan


mutu, yaitu perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan
peningkatan mutu.
1) Perencanaan mutu : fokus dari perencanaan mutu adalah menjamin
bahwa tujuan mutu dapat dicapai melalui kegiatan operasional.
Perencanaan mutu meliputi:
Identifikasi pelanggan eksternal dan internal

34
Pengembangan gambaran/ciri/spesifikasi produk yang
merupakan respon keinginan dan kebutuhan pelanggan
Merumuskan tujuan mutu yang sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan pelanggan dengan pembiayaan yang efisien dan
rekanan sebagai mitra kerja
Merancang bangun proses untuk memproduksi produk
/jasa/pelayanan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan
Menunjukkan bahwa proses tersebut secara operasional
mampu untuk mencapai tujuan mutu yang telah ditetapkan.

2) Perbaikan/peningkatan mutu : untuk mencapai kinerja yang


optimal, proses operasional juga harus optimal. Kegiatan
peningkatan mutu meliputi :
Identifikasi proses spesifik untuk ditingkatkan
Bentuk tim untuk melakukan perbaikan proses tersebut
Lakukan diagnosis dan analisis untuk mencari penyebab dan
mengidentifikasi penyebab masalah yang utama
Kembangkan kegiatan-kegiatan korektif dan preventif
Lakukan uji coba dan berikan rekomendasi untuk
perbaikan yang efektif
3) Pengendalian mutu : tujuan dari pengendalian mutu adalah
dokumentasi dan sertifikasi bahwa tujuan mutu tercapai dalam
kegiatan operasional. Pengendalian mutu meliputi:
Menentukan apa yang akan dikendalikan
Menetapkan apa yang akan diukur
Memilih metoda dan menyusun instumen pengukuran
Melakukan pengukuran secara nyata
Memahami dan menganalisis varians, melakukan interpertasi
kenyataan dibandingkan standar

35
Melakukan tindaka koreksi terhadap adanya kesenjangan
antara kenyataan dan standar.

4. Quality Assurance, Total Quality Management15,16


Banyak pengertian tentang jaminan mutu baik yang dikemukakan
antara lain oleh Donabedian, Palmer, Schroeder, Brassard, dan Kelly, yang
dapat diambil esensinya sebagai berikut: Jaminan mutu adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk menetapkan melaksanakan dan memonitor
pelaksanaan standar, dan rangkaian peningkatan kinerja melalui upaya
perbaikan (proses) secara berkesinambungan sehingga pelayanan yang
diberikan memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan dan dilakukan
dengan efektif dan seaman mungkin.
Secara lebih operasional, berikut ini adalah pengertian menurut
DepKes RI : Jaminan mutu adalah upaya yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang
telah ditetapkan dan selanjutnya menetapkan serta melaksanakan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, menilai
hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan.
Dalam upaya perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan, perlu diperhatikan empat kaidah jaminan mutu sebagai
berikut :
a. Jaminan mutu berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan harapan
pasien dan masyarakat
b. Jaminan mutu berfokus pada sistem dan proses
c. Jaminan mutu menggunakan data untuk menganalisis proses
penyediaan pelayanan
d. Jaminan mutu mendorong pendekatan tim untuk memecahkan masalah
dan memperbaiki mutu secara berkesinambungan.

36
simpel problem

C. Kerangka Teori

Gambar 2.4 Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep
Lingkungan
simpel problem
Fisik: -
Non fisik: evaluasi dan monitoring oleh dinas

Proses
P1: SOP
P2: kepatuhan petugas laboratorium terhadap SOP
P3: daftar tilik penilaian kerja

Input
Man: kepala puskesmas, dokter BP, perawat BP, petugas laboratorium
Money: APBD, BOK
Material: -
Method: SOP
Marketing: kerjasama lintas program dan lintas
37 sektor
Gambar 2.5 Kerangka Konsep

38
BAB III
METODOLOGI PENGUMPULAN DATA

A. Ruang Lingkup Pengamatan


Penelitian tentang manajemen dan mutu pelayanan Puskesmas ini
dilakukan pada tanggal 21 23 September 2013, bertempat di Puskesmas
Kedungmundu, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Penelitian ini
ditujukan kepada petugas Puskesmas yaitu dokter, perawat, Petugas Gizi dan
petugas laboratorium yang bertanggung jawab terhadap pelayanan penanganan
Hipertensi sesuai dengan Standard Operational Prosedur (SOP). Pengambilan
data dilakukan selama dua hari pada tanggal 21 23 September 2013. Jumlah
pasien Hipertensi yang diamati sebanyak 25 pasien.

B. Bahan dan Alat Pengumpulan Data


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan
pertanggungjawaban Puskesmas Kedungmundu tahun 2010, untuk
mengetahui sepuluh teratas penyakit tidak menular yang ada di Puskesmas
Kedungmundu. Kemudian didapatkan sepuluh penyakit teratas hasil dari
rekapitulasi dan dipilihlah penyakit Hipertensi. Berdasarkan data Puskesmas
Kedungmundu periode 1 Januari sampai 23 September 2013, hipertensi
menduduki peringkat kedua setelah ISPA sebanyak 4750 kasus. Untuk data
bulan September 2013, didapatkan Hipertensi berada pada peringkat ketiga
setelah ISPA dan Diagnosis terhadap orang tanpa keluhan yaitu sebanyak 152
kasus Hipertensi.
Data primer diperoleh dari hasil observasi kepada staf Puskesmas,
untuk memperoleh informasi mutu pelayanan penegakan diagnosis Hipertensi
di Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Data
primer juga diperoleh dari hasil pengamatan pada proses jalannya pelayanan
kesehatan terhadap pasien dengan diagnosis Hipertensi dengan menggunakan
daftar tilik pertanyaan tertutup yang mengacu pada SOP pelayanan
penanganan Hipertensi di Puskesmas Kedungmundu.

41
C. Cara Kerja Pengamatan
Pengamatan dilakukan di Balai Pengobatan, Bagian Gizi dan Bagian
Laboratorium. Hasil dari pengamatan ditulis ke dalam daftar tilik. Masalah
didapatkan jika nilai angka kepatuhan (Compliance Rate) dari SOP (Standar
Operational Prosedur) pelayanan tatalaksana Hipertensi kurang dari 80%.
Setelah dilakukan penentuan masalah, dilakukan konfirmasi kepada kepala
Puskesmas mengenai masalah yang akan dicari penyebabnya. Kemudian
dilakukan analisis penyebab masalah dengan menggunakan analisis
pendekatan sistem. Setelah itu analisis faktor penyebab masalah tersebut
dimasukkan ke dalam Fish Bone Analyze. Penyebab masalah yang ada
kemudian diprioritaskan dengan paired comparison. Penyebab masalah yang
telah terpilih kemudian dicari alternatif pemecahan masalahnya dengan cara
brainstorming kemudian dilakukan pengambilan keputusan mengenai
pemecahan masalah dengan menggunakan kriteria mutlak dan keinginan
selanjutnya dibuat Plan of Action (POA).

42
BAB IV
GAMBARAN UMUM MUTU PELAYANAN TATA LAKSANA
PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS

A. Input
1. Man
a) Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab dan mengkoordinir
pelaksanaan SOP Penegakan Diagnosis Pasien Hipertensi
b) Dokter sebagai petugas kesehatan yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan SOP Penegakan Diagnosis Pasien Hipertensi
c) Perawat sebagai petugas kesehatan yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan SOP Penegakan Diagnosis Pasien Hipertensi
d) Petugas Gizi sebagai petugas kesehatan yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan SOP Penegakan Diagnosis Pasien Hipertensi
e) Petugas laboratorium sebagai petugas kesehatan yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan SOP Penegakan Diagnosis Pasien
Hipertensi

2. Money
a) APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)
b) BOK (Bantuan Operasional Kesehatan)

3. Method
SOP (Standard Operational Prosedur) Tatalaksana Pasien Hipertensi

4. Material
a) Tensimeter
b) Stetoskop
c) Timbangan berat badan
d) Pengukur tinggi badan
e) Senter

43
f) Thermometer
g) Kartu rekam medis dan kartu resep
h) Peralatan laboratorium

5. Marketing
a) Kerjasama Lintas Program : Gizi, Laboratorium, Promkes
b) Kerjasama lintas sektoral : Posyandu

B. Proses
1. P 1 (Perencanaan)
Sudah terdapat SOP Tatalaksana Pasien Hipertensi.

2. P 2 (Penggerakan, Pelaksanaan)
a) Kepatuhan petugas BP, gizi dan laboratorium terhadap SOP
b) Kegiatan pelaksanaan pelayanan Hipertensi dilakukan setiap hari kerja
di bagian pengobatan. Jika ada indikasi maka dirujuk ke bagian Gizi
dan laboratorium.

3. P 3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian)


Daftar tilik penilaian kinerja petugas BP, Gizi dan Laboratorium bulanan.

C. Output
Cakupan penyakit Hipertensi menempati urutan kedua teratas dari 10
besar penyakit tidak menular di Puskesmas Kedungmundu Bulan Januari
September tahun 2013.

D. Outcome
Setiap hari ada kunjungan pasien dengan diagnosis Hipertensi.

44
E. Impact
Berdasarkan data Puskesmas Kedungmundu periode 1 Januari
sampai 23 September 2013, hipertensi menduduki peringkat kedua setelah
ISPA sebanyak 4750 kasus. Untuk data bulan September 2013, didapatkan
Hipertensi berada pada peringkat ketiga setelah ISPA dan Diagnosis terhadap
orang tanpa keluhan yaitu sebanyak 152 kasus Hipertensi.

45
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi masalah mutu Simple Problem


Dalam menilai mutu pelayanan puskesmas yang dilakukan dengan
simple problem, kami menggunakan kuesioner dan observasi berdasarkan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Penegakan Diagnosis pasien Hipertensi.

Tabel 5.1. Daftar Tilik Tentang Penegakan Diagnosis Pasien Hipertensi


NO PERTANYAAN YA TIDAK TIDAK CR KET
BER- (%)
LAKU
1 Apakah pelayanan puskesmas dimulai 7 100 Ya
jam 07.30 WIB?

2 Apakah tersedia:
a. Sphygmomanometer 25 100 Ya
b. Stetoskop 25 100 Ya
c. Timbangan Berat Badan 25 100 Ya
d. Pengukur Tinggi Badan
25 100 Ya
e. Meja Periksa
f. Kursi Periksa 25 100 Ya
g. Tempat Tidur 25 100 Ya
h. Kartu Rekam Medis 25 100 Ya
i. Kertas Resep 25 100 Ya
j. Ballpoint 25 100 Ya
k. Senter 25 100 Ya
25 100 Ya

3 Apakah petugas BP umum ada dokter dan 25 100 Ya


perawat?

Perawat
4 Apakah perawat mempersiapkan alat alat 25 100 Ya
yang digunakan untuk memeriksa pasien?

5 Apakah perawat menerima status rawat 25 100 Ya


jalan dari loket pendaftaran?

6 Apakah perawat memanggil pasien 25 100 Ya


dengan jelas sesuai urutan kartu rekam
medis?

7 Apakah perawat BP umum melakukan


pemeriksaan:
a. Anamnesa awal 24 1 96 Ya

46
b. Tekanan darah 25 100 Ya
c. Nadi 25 0 Tdk
d. Frekuensi napas 25 0 Tdk
e. Suhu 25 0 Tdk

8 Apakah perawat memeriksa tekanan 6 19 24 Tdk


darah dengan Sphygmomanometer air
raksa?

9 Apakah perawat mengembalikan status 25 100 Ya


rawat jalan ke loket pendaftaran?

Dokter
10 Apakah dokter menanyakan faktor 25 100 Ya
risiko?

11 Apakah dokter menanyakan keluhan 25 100 Ya


utama pasien seperti pusing, sakit
kepala, rasa lelah?
12 Apakah dokter BP umum melakukan
anamnesa secara lengkap meliputi :
a. Riwayat Penyakit Sekarang 25 100 Ya
pada semua pasien?
b. Riwayat Penyakit Dahulu pada 3 0 100 Ya
pasien baru?
c. Riwayat Penyakit Keluarga pada 3 0 100 Ya
pasien baru?
d. Riwayat Sosial Ekonomi pada
3 0 100 Ya
pasien baru?

13 Apakah dokter BP umum melakukan


informed consent dan pemeriksaan fisik
yang meliputi :
a. Inspeksi 25 100 Ya
b. Palpasi 2 23 8 Tdk
c. Perkusi 25 0 Tdk
d. Auskultasi
14 11 56 Tdk

14 Apakah dokter BP umum merujuk ke


bagian lain bila ada indikasi:
a. Gizi 8 17 100 Ya
b. Laboratorium 4 21 100 Ya
c. Eksternal ( Rumah Sakit ) 25

15 Apakah dokter BP umum membuat 25 100 Ya


diagnosa berdasarkan kriteria hipertensi
JNC-7?

16 Apakah dokter BP umum memberikan


resep obat sesuai dengan :

47
a. Klasifikasi hipertensi? 25 100 Ya
b. obat yang tersedia dipuskesmas? 25 100 Ya

17 Pada kasus baru dengan tekanan darah


diatas normal :
a. apakah dokter BP umum 25
memberi terapi non farmakologi
terlebih dahulu pada hipertensi
ringan?
b. apakah dokter BP umum 3 22 100 Ya
menganjurkan pasien untuk
kontrol ulang pada 1 - 2 minggu
berikutnya?

18 Apakah dokter BP umum mencatat 25 100 Ya


semua hasil pemeriksaan meliputi
identitas, tanggal, tanda dan gejala,
diagnosis, terapi, dan paraf di status
pasien?

19 Apakah dokter BP umum memberi 25 100 Ya


nasihat dan saran yang berhubungan
dengan penyakit pasien?
a. Pengendalian berat badan?
b. Diet rendah garam ( kecuali bila
mendapat HCT )?
c. Mengurangi makan berlemak?
d. Menghentikan kebiasaan
merokok dan atau meminum
alkohol?

Petugas Gizi
20 Apakah terdapat petugas gizi di bagian 25 100 Ya
gizi?

21 Apakah terdapat alat timbangan berat 25 100 Ya


badan dan pengukur tinggi badan di
ruang gizi?

22 Apakah petugas gizi melakukan 25 100 Ya


pengukuran status gizi?

23 Apakah petugas gizi memberi konseling 25 100 Ya


gizi kepada pasien hipertensi?

Petugas Laboratorium
23 Apakah pasien diperiksa oleh petugas 4 21 100 Ya
laboratorium yang merupakan lulusan
analisis kesehatan?

48
25 Apakah petugas laboratorium memeriksa
alat sebelum digunakan seperti :
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung 4 100 Ya
c. Torniquet 4 100 Ya
d. Spuit
4 100 Ya
e. Tisu gulung
f. Safety box 4 100 Ya
g. Plester 4 100 Ya
h. Kapas gulung kecil-kecil 4 100 Ya
i. Kapas alkohol 4 100 Ya
j. Alkohol 70% 4 100 Ya
k. Reagen 4 100 Ya
4 100 Ya
4 100 Ya

25 Apakah petugas laboratorium


menggunakan alat pelindung diri (APD)
secara benar meliputi:
a) jas lab 4 21 0 Tdk
b) handscoond 1 3 21 25 Tdk
c) masker 4 21 0 Tdk

26 Apakah petugas laboratorium melakukan 4 21 100 Ya


informed consent terhadap pasien untuk
diambil sampel?

27 Apakah petugas laboratorium mengambil 4 100 Ya


sampel dengan baik dan benar?

28 Apakah petugas laboratorium menulis 4 100 Ya


interprestasi hasil pemeriksaan
laboratorium secara lengkap meliputi
tanggal, identitas pasien, hasil, dan tanda
tangan/paraf?

29 Apakah petugas laboratorium melaporkan 4 100 Ya


hasil pemeriksaan kepada dokter
pengirim atau dibawa oleh pasien?
30 Apakah petugas laboratorium melakukan 4 100 Ya
pencucian alat, pembuangan sampah
medis pembersihan tempat kerja,
penyimpanan alah setelah selesai
pemeriksaan?
Hasil Simple Problem yang didapat adalah :
1. Perawat BP umum tidak melakukan pemeriksaan nadi, Respiratory Rate
dan suhu pada 25 pasien (CR = 0%)

49
2. Perawat BP umum tidak menggunakan sphygmomanometer air raksa untuk
memeriksa tekanan darah sejumlah 19 pasien (CR = 24%)
3. Dokter BP umum tidak melakukan pemeriksaan palpasi sejumlah 23 pasien
(CR = 8%)
4. Dokter BP umum tidak melakukan pemeriksaan perkusi sejumlah 25 pasien
(CR = 0%)
5. Dokter BP umum tidak melakukan pemeriksaan auskultasi sejumlah 11
pasien (CR = 56%)
6. Petugas laboratorium tidak menggunakan jas lab sejumlah 4 pasien (CR =
0%)
7. Petugas laboratorium tidak menggunakan handscoon sejumlah 3 pasien (CR
= 25%)
8. Petugas laboratorium tidak menggunakan masker sejumlah 4 pasien ( CR =
0%)

Jumlah Ya
Nilai CR= x 1 00
Jumlah Ya dan Tidak

55
x 100
55+15

55
x 100
70

78,57

Standart nilai CR adalah ( 80% )


Berdasarkan nilai Compliance Rate didapatkan kepatuhan petugas
terhadap SOP Tatalaksana Hipertensi di Puskesmas Kedungmundu adalah
78,57% dan menjadi masalah (simple problem).

B. Prioritas masalah
Setelah dilakukan identifikasi masalah, didapatkan masalah pada bagian
BP umum dan laboratorium dimana petugas yang bermasalah yaitu dokter BP

50
umum, perawat BP umum dan petugas laboratorium. Berdasarkan hasil
observasi berupa cheklist didapatkan 8 masalah kemudian dikonfirmasikan
kepada Kepala Puskesmas. Dari hasil konfirmasi tersebut di prioritaskan
masalah yaitu pada ketidakpatuhan perawat BP umum dalam penggunaan
sphygmomanometer air raksa untuk pengukuran tekanan darah.

C. Penyebab masalah dan Prioritas penyebab masalah


Untuk menganalisa penyebab masalah manajemen mutu secara
menyeluruh, digunakan analisis pendekatan sistem yang meliputi input,
proses, output, outcome, dampak dan lingkungan. Pola pemecahan masalah
berdasarkan sistem tersebut dapat ditelusuri ke belakang hal-hal yang
menyebabkan munculnya permasalahan.

51
Tabel. 5.2. Kemungkinan penyebab Ketidakpatuhan Perawat BP Umum
terhadap SOP Tatalaksana Pasien Hipertensi di Puskesmas
Kedungmundu
Komponen Kemungkinan Penyebab
Man 1. Kuranganya perhatian perawat BP umum tentang
kondisi pasien yang dapat mempengaruhi tekanan darah.
2. Kurangnya perhatian perawat BP umum terhadap
validitas dan penerapan alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan darah sesuai SOP.
Money Kurangnya dana untuk kaliberasi alat (spygmomanomenter air
raksa)
Input Method -
Material -
Marketing -

P1 -
Proses P2 Waktu pemeriksaan terbatas
P3 Kurangnya evaluasi kepatuhan perawat BP umum terhadap
SOP Tatalaksana pasien hipertensi

Lingkungan Jumlah pasien yang banyak

Asumsi / kemungkinan penyebab simple problem :


1. Kuranganya perhatian perawat BP umum tentang kondisi pasien yang dapat
mempengaruhi tekanan darah.
2. Kurangnya perhatian perawat BP umum terhadap validitas dan penerapan alat
yang digunakan untuk mengukur tekanan darah sesuai SOP.
3. Kurangnya dana untuk kaliberasi alat (spygmomanomenter air raksa)
4. Waktu pemeriksaan terbatas
5. Kurangnya evaluasi kepatuhan perawat BP umum terhadap SOP Tatalaksana
pasien hipertensi
6. Jumlah pasien yang banyak
Kemungkinan penyebab masalah yang telah disusun lalu dikonfirmasikan
kepada Kepala Puskesmas. Hasil konfirmasi penyebab masalah manajemen
Puskesmas adalah :

Tabel 5.3. Hasil Konfirmasi Kemungkinan Penyebab Masalah dengan


pendekatan sistem

52
NO Asumsi / kemungkinan penyebab Benar Tidak
1 Kuranganya perhatian perawat BP umum tentang
kondisi pasien yang dapat mempengaruhi tekanan
darah.
2 Kurangnya perhatian perawat BP umum terhadap
validitas dan penerapan alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan darah sesuai SOP.
3 Kurangnya dana untuk kaliberasi alat
(spygmomanomenter air raksa)
4 Waktu pemeriksaan terbatas

5 Kurangnya evaluasi kepatuhan perawat BP umum


terhadap SOP Tatalaksana pasien hipertensi
6 Jumlah pasien yang banyak

Hasil konfirmasi Kemungkinan Penyebab Masalah dengan pendekatan sistem :


A. Kuranganya perhatian perawat BP umum tentang kondisi pasien yang
dapat mempengaruhi tekanan darah.
B. Kurangnya perhatian perawat BP umum terhadap validitas dan penerapan
alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah sesuai SOP.
C. Kurangnya dana untuk kaliberasi alat (spygmomanomenter air raksa).
D. Kurangnya evaluasi kepatuhan perawat BP umum terhadap SOP
Tatalaksana pasien hipertensi.

53
E. Gambar 5.1 Fish Bone Analisis

54
F. Setelah didapatkan 4 (empat) penyebab masalah, kemudian
MAN
ditentukan prioritas penyebab masalah. Untuk menentukan prioritas penyebab
masalah digunakan Metode Paired Comparation.
Kuranganya perhatian perawat BP umum tentang kondisi pasien yang dapat mempengaru
G.
Kurangnya e
H. I. J. K. L. M. Total
A B C D horizonta
l
N. A O. P. Q. R. S. 1
Kurangnya perhatian perawat BP umum terhadap validitas dan penerapan alat yang digunakan untuk men
B A D
T. B U. V. W. X. Y. 2
B B
Z. C AA. AB. AC. AD. AE. 0
D
AF.D AG. AH. AI. AJ. AK. 0

AL. Tota AM. AN. AO. AP. AQ.


l vertikal 0 1 0 2
AR. Tota AS. AT. AU. AV. AW.
l horizontal 1 2 0 0
Kurangnya dana untuk kaliberasi alat (spygmomanomente
AX. Tota AY. AZ. BA. BB. BC.
l 1 3 0 2

BD. Berdasarkan analisa penyebab masalah dengan Metode Paired


Comparation didapatkan urutan prioritas penyebab masalah sebagai berikut :
1. Kurangnya perhatian perawat BP umum terhadap validitas dan penerapan MON
alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah sesuai SOP.
2. Kurangnya evaluasi kepatuhan perawat BP umum terhadap SOP
Tatalaksana pasien hipertensi.
3. Kuranganya perhatian perawat BP umum tentang kondisi pasien yang
dapat mempengaruhi tekanan darah.
4. Kurangnya dana untuk kaliberasi alat (spygmomanomenter air raksa).
BE.
BF. Berdasarkan nilai total diatas dalam menyelesaikan suatu
masalah maka dipilih satu masalah dengan skor tertinggi yaitu kurangnya
perhatian perawat BP umum terhadap validitas dan penerapan alat yang
digunakan untuk mengukur tekanan darah sesuai SOP.
BG.
D. Alternatif pemecahan masalah

55
BH. Untuk menyelesaikan masalah berdasarkan Metode paired comparation
tentang Kurangnya perhatian perawat BP umum terhadap validitas dan
penerapan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah sesuai SOP,
dapat diambil alternatif pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Tell : mengingatkan petugas secara langsung melalui apel pagi tiap
minggu atau loka karya mini bulanan.
2. Job aid : menempelkan tatacara pemeriksaan tanda vital khususnya
tekanan darah sesuai dengan prosedur baku di meja perawat atau dinding
BP Umum.
3. Magang : melakukan Training Service Excellence yaitu kegiatan untuk
membangun kesadaran setiap pegawai untuk memberikan pelayanan
terbaik. Metode yang digunakan yaitu secara interaktif seperti diskusi atau
studi kasus sesama petugas atau oleh trainer yang lebih ahli misalnya
perawat senior dan dokter.
4. Pembinaan : mengikutsertakan perawat untuk seminar-seminar yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan hipertensi.
BI.
BJ.Tabel 5.4. Alternatif Pemecahan Masalah
BK. Alternatif pemecahan BL. Tujuan BM.
Sasaran
BN. Tell : mengingatkan petugas BO. Meningkatkan kesadaran BQ. Per
secara langsung melalui apel tentang pentingnya awa
pagi tiap minggu atau loka pemeriksaan tekanan t
karya mini bulanan. darah dengan BP
menggunakan Um
spymomanometer air um
raksa.
BP.
BR. Job aid : menempelkan BS. Meningkatkan kesadaran BU. Per
tatacara pemeriksaan tanda tentang pentingnya awa
vital khususnya tekanan pemeriksaan tekanan t
darah sesuai dengan darah dengan BP
prosedur baku di meja menggunakan Um
perawat atau dinding BP spymomanometer air um
Umum. raksa.
BT.
BV. Magang : melakukan BX. Agar petugas dapat BZ. Per
Training Service memahami pentingnya awa
Excellence yaitu kegiatan pemeriksaan tekanan t

56
untuk membangun darah dengan BP
kesadaran setiap pegawai menggunakan Um
untuk memberikan sphygmomanometer air um
pelayanan terbaik. Metode raksa sebagai dasar
yang digunakan yaitu secara diagnosis hipertensi.
interaktif seperti diskusi atau BY.
studi kasus sesama petugas
atau oleh trainer yang lebih
ahli misalnya perawat senior
dan dokter.
BW.
CA. Pembinaan : CB. Meningkatkan CC. Per
mengikutsertakan perawat pengetahuan dan awa
untuk seminar-seminar yang penerapan ilmu baru t
berhubungan dengan asuhan yang berhubungan BP
keperawatan hipertensi. dengan hipertensi Um
um
E. Pengambilan keputusan
CD. Setelah didapatkan 4 (empat) alternatif masalah dari
brainstorming kemudian alternatif-alternatif tersebut diuji dalam matrik
kriteria mutlak dan kriteria keinginan sebagai berikut :
CE.
CF.Tabel 5.5. Kriteria Mutlak
CH.Kriteria Mutlak
CG.Alterna CM. Pus
CL. Dana CI. L/TL
tif CK.SDM kesmas CN.
minimal
sanggup
CP. 1 CQ. 1 CR. 1 CS. 1 CT. CU. L
CV. 2 CW.1 CX. 1 CY. 1 CZ. DA. L
DB. 3 DC. 1 DD. 1 DE. 1 DF. DG. L
DH. 4 DI. 1 DJ. 1 DK. 1 DL. DM. L
DN. L= Lulus TL= Tidak Lulus
DO.
DP.Tabel 5.6. Kriteria Keinginan
DQ.Kriteria DR. Bo DS. Alternatif
bot DV. 1 DW. DX. 3 DY. 4
2
DZ. Memanfaatkan EB. 40 EC. 5x EE. 6 EG. 5 EI. 4
sumber daya yang 40 x40 x40 x40
sudah tersedia ED. 20 EF. 2 EH. 2 EJ. 1
EA. 0 40 00 60
EK. Melibatkan pihak EL. 30 EM.5x EO. 6 EQ. 5 ES. 4
terkait 30 x30 x30 x30
EN. 15 EP. 1 ER. 1 ET. 1
0 80 50 20
EU.

57
EV. Pelaksanaan EW.20 EX. 3x EZ. 6 FB. 3 FD. 2
berkesinambungan 20 x20 x20 x20
EY. 60 FA. 2 FC. 6 FE. 4
0 0 0
FF.
FG. Biaya pelaksanaan FH. 10 FI. 4x FK. 5 FM. 2 FO. 2
murah 10 x10 x10 x10
FJ. 40 FL. 5 FN. 2 FP. 2
0 0 0
FQ.
FR. Jumlah FS. 45 FT. 4 FU. 4 FV. 3
0 90 30 40
FW.
FX. Berdasarkan kriteria mutlak
dan keinginan, maka diambil keputusan sementara berdasarkan urutan skor,
yaitu:
1. Menempelkan tatacara pemeriksaan tanda vital khususnya tekanan darah
sesuai dengan prosedur baku di meja perawat atau dinding BP Umum.
2. Mengingatkan petugas secara langsung melalui apel pagi tiap minggu atau
loka karya mini bulanan.
3. Melakukan Training Service Excellence yaitu kegiatan untuk
membangun kesadaran setiap pegawai untuk memberikan pelayanan
terbaik. Metode yang digunakan yaitu secara interaktif seperti diskusi atau
studi kasus sesama petugas atau oleh trainer yang lebih ahli misalnya
perawat senior dan dokter.
4. Mengikutsertakan perawat untuk seminar-seminar yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan hipertensi.
FY.
FZ. Dari 4 alternatif pemecahan masalah diatas, kemudian dibuat
inventarisasi faktor pendorong dan penghambat.
GA. Tabel 5.7. Keputusan Sementara
GB. Alternatif GC.Faktor GD.Faktor
Pendorong Penghambat
GE. Menempelkan a) Biaya yang GF. -
tatacara dikeluarkan tidak
pemeriksaan terlalu mahal
tanda vital b) Mudah dilaksanakan
khususnya
tekanan darah

58
sesuai dengan
prosedur baku di
meja perawat atau
dinding BP
Umum.
GG. Mengingatkan a) Mudah dilaksanakan GH. Harus dilakukan
petugas secara b) Tanpa membutuhkan berulang kali
langsung melalui biaya Karena
apel pagi tiap pemberitahuannya
minggu atau loka hanya bersifat
karya mini lisan.
bulanan. GI.
GJ. Melakukan GL. Trainer a. Membutuhkan waktu
Training Service merupakan khusus untuk
Excellence yaitu perawat senior pelaksanaan kegiatan
kegiatan untuk atau dokter yang b. Membutuhkan alokasi
membangun bekerja di dana khusus.
kesadaran setiap puskesmas GO.
pegawai untuk tersebut. GP.
memberikan GM.
pelayanan GN.
terbaik. Metode
yang digunakan
yaitu secara
interaktif seperti
diskusi atau studi
kasus sesama
petugas atau oleh
trainer yang lebih
ahli misalnya
perawat senior
dan dokter.
GK.
GQ. Mengikutsertakan GR. Perawat lebih a. Membutuhkan dana
perawat untuk memahami teknik khusus
seminar-seminar pemeriksaan b. Karena keterbatasan
yang tekanan darah perawat sehingga harus
berhubungan sesuai dengan membutuhkan perawat
dengan asuhan prosedur. pengganti
keperawatan GS.
hipertensi.
GT.
GU. Berdasarkan keputusan
sementara dan inventarisasi faktor pendorong dan penghambat, maka diambil
keputusan tetap yaitu : menempelkan tatacara pemeriksaan tanda vital

59
khususnya tekanan darah sesuai dengan prosedur baku di meja perawat atau
dinding BP Umum.
GV.
F. Penyusunan POA
GW. Berdasarkan keputusan
sementara dan inventarisasi faktor pendorong dan penghambat, maka diambil
keputusan tetap yaitu : menempelkan tatacara pemeriksaan tanda vital
khususnya tekanan darah sesuai dengan prosedur baku di meja perawat atau
dinding BP Umum.

60
GX. Tabel 5.8. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Menempelkan Tatacara Pemeriksaan Tanda Vital Khususnya Tekanan
Darah Sesuai dengan Prosedur Baku di Meja Perawat atau Dinding BP Umum.
GY.
GZ. HA. HB. HC. HD. HE. HF.Bia HG. HH. I
Kegiatan Tujuan Sasaran Tempat Pelaksan Wakt ya Metode ndikator
a u
HI. Peren HL.Tersele HO. HP. Ruan HS. Kepal HU. M HW. D HY.Rap IA. Terselen
canaa nggaran Perawat g a in ana at ggaranya
n: ya BP rapat Puske gg BO koor penyamp
HJ. Memb kegiata Um HQ. smas u K dina aian
uat n um HR. Kedu pe (Ba si informasi
lemba HM. ngmu rt ntu HZ. yang
r Penyampai ndu a an lebih
tataca an HT. m Op baik
ra informa a era tentang
pemer si bu sio tatacara
iksaan tentang la nal pemeriks
tanda tatacara n Kes aan tanda
vital pemeri O eha vital
khusu ksaan kt tan) khususny
snya tanda ob HX. a tekanan
tekana vital er darah
n khusus 20 sesuai
darah nya 13 prosedur
sesuai tekanan HV. baku.
prose darah IB.
dur sesuai
baku. prosedu
HK. r baku.

61
HN.

IC. Pelaks IG. mengin II. Pera IJ. Meja IK. Peraw IL. M IO. Da IQ. Pen IR. Perawat
anaan gatkan wat pera at BP in na emp BP
: perawat BP wat Umu gg BO elan umum
ID. Melet tentang Um atau m u K lem melakuk
akkan penting um dindi ke (Ba bar an
lemba nya ng -2 ntu terse prosedur
r menera BP bu an but pemeriks
tataca pkan umu la Op di aan tanda
ra tatacara m n era tem vital
pemer pemeri O sio pat secara
iksaan ksaan kt nal yan benar
tanda tanda ob Kes g IS.
vital vital er eha mud
khusu khusus 20 tan) ah
snya nya 13 IP. dan
tekana tekanan IM. jelas
n darah IN. untu
darah sesuai k
sesuai prosedu dilih
prose r baku. at
dur IH.
baku..
IE.
IF.
IT. Penga IW. Memast IY. Pera IZ. Di JA. Kepal JB. M JC. - JD. Pen JE. Perawat
wasan ikan wat ruan a in gam BP
: setiap BP g BP puske gg atan Umum
penge perawat Um Umu smas u lang patuh
ndalia BP um m dan ke sung terhadap

62
n, umum dokter -3 den tatacara
dan melaku yang bu gan pemeriks
penila kan bertug la met aan tanda
ian prosedu as di n ode vital
IU. r BP O insp khususny
IV. pemeri Umu kt eksi a tekanan
ksaan m ob men darah
tanda er dada sesuai
vital 20 k prosedur
secara 13 baku.
benar
IX.
JF.

63
JG. BAB VI
JH. KESIMPULAN DAN SARAN

JI.

A. Kesimpulan
JJ. Penilaian mutu pelayanan puskesmas Kedung mundu dilakukan
dengan metode simple problem. Identifikasi masalah diperoleh melalui hasil
observasi dan pengisian kuesioner berdasarkan Standar Operasional Prosedur
(SOP) Tatalaksana Pasien Hipertensi. Hasil simple problem didapatkan 3
(tiga) masalah pada dokter BP umum, perawat BP umum dan petugas
laboratorium. Dari ketiga masalah tersebut diprioritaskan dengan cara
konfirmasi dengan kepala puskesmas. Dari hasil konfirmasi diprioritaskan
masalah yaitu pada perawat BP Umum. Setelah ditemukan masalah pada
perawat BP Umum dilakukan analisis penyebab masalah dengan analisis
pendekatan sistem dan fishbone analyze. Dari hasil observasi berdasarkan
daftar tilik didapatkan CR (compliance rate) 78,57 %, CR (compliance rate )
< 80 % menunjukan kurangnya kepatuhan petugas terhadap SOP (Standar
Operasional Prosedur) Tatalaksana Pasien Hipertensi. Kemudian didapatkan 6
asumsi / kemungkinan penyebab, dan dikonfirmasikan kepada kepala
puskesmas. Untuk menentukan prioritas penyebab masalah digunakan metode
paired comparation didapatkan prioritas penyebab masalah yaitu kurangnya
perhatian perawat BP umum terhadap validitas dan penerapan alat yang
digunakan untuk mengukur tekanan darah sesuai SOP, didapatkan 4 alternatif
pemecahan masalah dari brainstorming. Dari ke empat alternatif pemecahan
masalah dimasukkan kedalam kriteria mutlak dan keinginan dan didapatkan
keputusan sementara. Keputusan tetap didapatkan setelah konfirmasi kepada
kepala puskesmas yaitu menempelkan tatacara pemeriksaan tanda vital
khususnya tekanan darah sesuai dengan prosedur baku di meja perawat atau
dinding BP Umum. Dari keputusan tetap dibuat POA (Plan of Action).
JK.
JL.

64
B. Saran
JM. Guna meningkatkan kepatuhan petugas laboratorium terhadap SOP
(Standar Operasional Prosedur) Tatalaksana Pasien Hipertensi di Puskesmas
Kedungmundu, maka kami menyarankan kepada pihak Puskesmas untuk
membuat lembar tatacara pemeriksaan tanda vital khususnya tekanan darah
sesuai dengan prosedur baku yang ditempatkan di meja perawat atau dinding
BP Umum dengan tujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan kesadaran
pentingnya tatacara pemeriksaan tanda vital khususnya tekanan darah sesuai
dengan prosedur baku guna meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas
khususnya pada pasien hipertensi.

65
C. DAFTAR PUSTAKA

D.

1. Kemkes RI. Visi dan Misi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2010-
2014. Jakarta: Kemmetrian Kesehatan Republik IndonesiaI. Disitasi tanggal
27 Agustus 2013. Available at: www.depkes.go.id/index.php/profil/visi-
misi.html.
2. Suyono S. Penegakan Diagnosis Pasien Hipertensi Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007; Hal 7-14
3. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran,
Universitas Gadjah Mada. Modul Spesifik Dinas Kesehatan 3. Diunduh pada
tanggal 26 Agustus 2013. Available at: http://www.manajemen-
pelayanankesehatan.net/papua/images/ringkasan/A4-3.pdf
4. Data Penyakit Tidak Menular. Puskesmas Kedungmundu 2013.
5. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jilid III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006.
6. Riskesdas. 2007
7. Subekti I (2004). Penegakan Diagnosis Pasien Hipertensi terpadu. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 217-
23.
8. Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2006; Hal 1860-3.
9. Gustaviani Reno. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006;
1857-9.
10. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Hipertensi Di
Indonesia. Semarang: 2006.
11. Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid 2. Perhimpunan
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: 2005; Hal 1974-80.
12. Puskesmas Kedungmundu. Standar Operasional Prosedur Hipertensi. 2013.

66
13. Bates, B. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Tekanan Darah. EGC. Jakarta
2007.
14. Bates, B. Pemeriksaan Fisik : Prosedur Pemeriksaan Tekanan Nadi. EGC.
Jakarta 2007.
15. Rizanda, Machmud. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Staf Pengajar
PSIKM FK Unand : 2008
16. Ali, Arsad Rahim. Berkerja dengan Sistem Puskesmas. Gramedia, Jakarta:
2008

67

Anda mungkin juga menyukai