Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN FAKTOR KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT ISPA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTARAJA


KELURAHAN WAHNO KOTA JAYAPURA

PROPOSAL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

BOBY ISAI WAJA


2019071014399

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KERJA


JURUSAN/PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA 2023
LEMBAR PERSETUJUAN
Proposal ini telah disetujui untuk diajukan dalam ujian proposal pada Program Studi Strata Satu (S1) Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih. Pada

Hari/Tanggal :

Tempat/Ruang : Ruang Sidang Fakultas Kesehatan Masyarakat

Tim Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Novita Medyati, SKM, M.Kes Anton Mambraw, S.K.M, M.Sc NIP. 19761126 200112 2 001
NIP.

Mengetahui
Ketua Jurusan IKM/FKM

Dr. Novita Medyati, SKM, M.Kes


NIP. 19761126 200112 2 001
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... 1

DAFTAR ISI...................................................................................................................3
DAFTAR TABEL...........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................5
A. Latar Belakang.........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah....................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian......................................................................................................7
D. Manfaat Penelitian...................................................................................................8
E. Keaslian Penelitian...................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................11
A. Tinjauan Teori........................................................................................................11
B. Kerangka Teori.......................................................................................................18
C. Kerangka Konsep...................................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................20
A. Jenis dan rancangan penelitian..............................................................................20
B. Waktu dan Lokasi Penelitian..................................................................................20
C. Populasi dan sampel Penelitian..............................................................................20
D. Hipotesis Penelitian...............................................................................................21
E. Variabel,Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran...........................................22
F. Alat dan Cara Pengukuran.....................................................................................24
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data....................................................................25

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Keaslian Penelitian .............................................................................................. 9


Tabel 2 Definisi Operasional .......................................................................................... 22
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) ke dalam organ saluran pernafasan yang
berlangsung selama 14 hari. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
kematian terbesar pada anak di negara berkembang. Bahaya penyakit ISPA pada Balita antara lain
dapat mengakibatkan gagal napas dan gagal jantung. ISPA menyebabkan empat dari lima belas juta
perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun setiap tahunnya, sebanyak dua pertiga
kematian tersebut adalah bayi (Depkes RI, 2007).

Menurut World Health Organization (WHO, 2007), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini
disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,
terutama pada bayi dan balita. Di Amerika Serikat, pneumonia menempati peringkat ke-6 dari semua
penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol, angka kematian
akibat pneumonia mencapai 25 %, sedangkan di Inggris dan Amerika Serikat mencapai 12 %
sedangkan angka kematian akibat ISPA dan pneumonia pada tahun 2001 untuk negara Jepang yaitu
10 %, Singapura sebesar 10,6 %, Thailand sebesar 4,1 %, Brunei sebesar 3,2 % dan Philipina tahun
2002 sebesar 11,1 %.

Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016 di Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang
kejadian yaitu sekitar 17,5 % - 41,4 % dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas
angka nasional. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2016 menempatkan ISPA sebagai penyebab
kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari seluruh kematian balita.

Pada Tahun 2020 di Puskesmas Kotaraja data capaian penemuan ISPA Lakilaki 1.375,
Perempuan 2.251, dengan Total 3.626, Data dari puskesmas Kotaraja pada tahun 2021 jumlah rumah
sehat di kelurahan Wahno yang diperiksa sebanyak 374 rumah, dengan jumlah rumah yang
memenuhi syarat sebanyak 233 dan jumlah rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 141.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama
pada anak bayi dan balita di negara berkembang. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2003, menunjukkan bahwa 21,2 % kematian bayi dan 30,0 % kematian anak balita di sebabkan ISPA
(Depkes RI, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain:
Faktor Host (Manusia), jenis kelamin anak balita, berat badan lahir, pendidikan ibu, Faktor
Environment (Lingkungan), ventilasi, jenis lantai rumah, jenis bahan bakar untuk memasak,
kebiasaan merokok anggota keluarga, penyuluhan dan Faktor Agent (Penyebab Penyakit),
Mikoroorganisme Virus, Bakteri, Jamur (Bustan, 2006), Kemudian Kondisi rumah menjadi salah satu
faktor penyebab terjadinya penyakit ISPA.

Hasil penelitian Agusriyani, 2019 dengan judul Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan
kejadian Penyakit ISPA di Desa Ambeua Raya Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatobi diketahui
adanya hubungan kuat antara ventilasi dengan kejadian ISPA, adanya hubungan sedang antara
pencahayaan dengan kejadian ISPA, adanya hubungan antara sedang pengetahuan dengan kejadian
ISPA, adanya hubungan antara sedang kepadatan hunian dengan kejadian ISPA. Penelitian Septi Lia
Ana Pratiwi, 2021 dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA di Wilayah
Kerja Puskesmas Perawatan Satui Tahun 2021, Terdapat Ada hubungan keberadaan debu dalam
ruangan p-value=0,003, kepadatan hunian kamar p-value=0,007, penggunaan APD masker saat
keluar rumahp-value=0,001, ventilasi p-value=0,000 dan kebiasaan merokokp-value=0,007 dengan
kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Satui. Diharapkan masyarakat wajib penggunaan
masker saat keluar rumah serta memperhatikan lingkungan rumah, mengurangi kebiasaan merokok
agar terhindari dari kejadian ISPA.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul
“Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit ISPA di Wilayah kerja Puskesmas
Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura”.

Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hubungan kondisi Sanitasi rumah dengan
Kejadian Penyakit ISPA di Wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian penyakit
ISPA di wilayah kerja puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi Fisik
Rumah dengan Kejadian ISPA di Wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota
Jayapura.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran luas ventilasi, kepadatan hunia kamar, jenis dinding, jenis lantai di
wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
b. Mengetahui prevalensi kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Kelurahan
Wahno Kota Jayapura.
c. Mengetahui hubungan antara Luas ventilasi dengan kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
d. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
e. Mengetahui hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Kotaraja Kelurahan wahno Kota Jayapura.
f. Mengetahui hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini di harapkan sebagai bahan masukan dan informasi tambahan tentang
hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja
Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
2. Bagi Puskesmas
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan dan menambah wawasan bagi tenaga
kesehatan di Puskesmas Kotaraja dalam menyikapi masalah penyakit ISPA di Puskesmas
Kotaraja dan bersama-sama dengan masyarakat berupaya guna menurunkan angka kejadin
penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk memperluas wawasan
tentang hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
4. Bagi Ilmu Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain mengenai penyakit ISPA
di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
5. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan ilmiah dan masukan juga sebagai bahan bacaan dan sumber informasi guna
menambah pemahaman masyarakat mengenai penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Kotaraja Kelurahan Wahno Kota Jayapura.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1 Keaslian Penelitian
No Judul/Peneliti/Lokasi Tahun Desain Hasil Penelitian
1 Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan 2019 Cross-Sectional Adanya hubungan kuat antara ventilasi dengan
kejadian ISPA, adanya hubungan sedang antara
kejadian Penyakit ISPA di Desa Ambeua
pencahayaan dengan kejadian ISPA, adanya
Raya Kecamatan Kaledupa hubungan antara sedang pengetahuan dengan
Kabupaten Wakatobi kejadian ISPA, adanya hubungan antara sedang
kepadatan hunian dengan kejadian ISPA
Faktor-Faktor yang Berhubungan Ada hubungan keberadaan debu dalam dengan Kejadian ISPA di Wilayah ruangan p-
value=0,003, kepadatan hunian
Kerja Puskesmas Perawatan Satui kamar p-value=0,007, penggunaan APD
masker saat keluar rumahp-value=0,001,
ventilasi p-value=0,000 dan
kebiasaan merokokp-value=0,007 dengan
kejadian ISPA
2 2021 Cross Sectional
di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Satui.
Diharapkan masyarakat wajib penggunaan
masker saat keluar rumah serta memperhatikan
lingkungan rumah, mengurangi kebiasaan
merokok agar terhindari dari kejadian ISPA.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Puskesmas
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitative yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
masyarakat (Permenkes, 2014).
Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas adalah
fasilitas kesehatan masyarakat yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes, 2014).
Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan
upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diteerima dan
terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang
dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan
yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Permenkes,
2014).
2. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran yang terjadi pada
pernapasan bagian atas yang meliputi mulut, hidung, tenggorokan, laring (kotak suara)
dan trakea (batang tenggorokan). Gejala dari penyakit ini antara lain : sakit
tenggorokan, beringus (rinorea), batuk, pileks, sakit kepala, mata merah, suhu tubuh
meningkat 4-7 hari lamanya (Mumpuni, 2016).
Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan cepat sembuh
dengan sendirinya dalam waktu suhu sampai dua minggu, tetapi penyakit ini dapat
menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika dibiarkan dan tidak segera ditangani.
3. Penyebab Terjadinya ISPA
Penyebab ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri Penyebab
ISPA antara lain Diploccus pneumonia, Pneumococcus, Stertococcus, Pyeogenes,
Taphylococcus aureus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA
antara lain Aspergilus sp, Candida Albicans, dan Histoplasma (Wahyono, 2008).
4. Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Klasifikasi ISPA dapat dikelompokan berdasarkan lokasi anatomi (Depkes RI,
2012) adalah sebagai berikut :
a. Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis
media, faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglottis atau laring sampai dengan
alfeoli, dinamaka sesuai dengan organ saluran napas, seperti epiglottitis, laryngitis,
laringotrakeitis, bronchitis, bronkiolitis, pneumonia.
5. Tanda dan Gejala
Dalam pelaksanaan program pembertaan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk
mengggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan adanya
batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekuensi napas
(napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan
atas dua kelompok yaitu umur kurrang 2 bulan dan umur sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi peneumonia berat didasarkan adanya batuk atau kesukaran
pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
(Chest Indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang 5 tahun. Untuk kelompok
umur kurang dari 2 bulan didiagnosi pneumonia berat ditandai dengan adanya napas
cepat (fast breathing) dimana frekuensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau
adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest
indrawing). Bukan pneumonia apabila ditandai dengan nafas cepat tetapi tidak disertai
tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita
dengan bentuk pilek biasa yang ditemukan adanya gejala peningkatan frekuensi napas
dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah keadaan (Dinkes, 2011).

6. Cara Penularan
ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air conditioner),
droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan
faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis
maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus
yang dapat menghasilkan super infeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-
bakteri pathogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).
7. Konsep Rumah Sehat
a. Pengertian Rumah Sehat

Rumah sehat adalah rumah yang harus dapat memenuhi kebutuhan baik
jasmani dan rohani bagi anggota keluarga dan rumah sebagai tempat perlindungan
terhadap penyakit (Untari, 2017).
Rumah adalah pusat kesehatan keluarga karena rumah merupakan tempat
dimana anggota keluarga berkumpul dan saling berhubungan. Seluruh anggota
keluarga serta kebiasan hidup sehari-harinya merupakan suatu ketentuan yang
berhubungan erat. itulah sebabnya kesehatan harus dimulai dari rumah, untuk
iturumah dan pengaturanya harus memenuhi syarat-syarat kesehatan (Koes Irianto,
2014).
Menurut Notoatmodjo (2011), rumah adalah suatu persyaratan pokok bagi
kehidupan manusia. Factor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu
rumah :
1) Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan social.
Maksudnya dalam membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana
rumah itu didirikan.
2) Tingkat kemampuan ekonomis masyarakat, hal ini dimaksud rumah dibangun
berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan
setempat yang murah missal bamboo, kayu atap rumbia dan sebagainya adalah
merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa
mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat iitu saja, namun
diperlukan pemeliharaan seterusnya (Mundiatun dan Daryanto 2015).
Kusnoputranto (2000) merumuskan, persyaratan rumah yang sehat adlah
memenuhi kebutuhan fisiologis, Kebutuhan fisiologis yaitu :
1) Bahan bangunan
Bahan bangunan sebaiknya tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat
yang dapat membahayakan kesehatan seperti asbes dan juga tidak terbuat dari
bahan yang dapat menjadi tumbuh dan kembangnya
mikroorganisme pathogen.
2) Ventilasi yang baik
a) Ventilasi yang baik berukuran 10%
b) 20% dari luas lantai
c) Suhu optimum 22-24℃
d) Kelambapan 60%
3) Pencahayaan yang cukup
Memberi kesempatan cahaya matahari masuk yang cukup, minimal cahaya
matahari 60 Lux dan tidak menyilaukan, sehingga cahaya matahari mampu
membunuh kuman-kuman pathogen dan jika penyahayaan kurang sempurna akan
mengakibatkan ketenangan mata.
4) Bebas dari kebisingan
Tingkat kebisingan maksimal diperumahan adalah 55 dBA, tingkat kebisingan
yang ideal diperumahan adalah 40-50 dBA, Dampak kebisingan akan mengakibatkan
gangguan kenyamanan, gangguan aktifitas, keluhan stress.
5) Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2
orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun.
6) Memenuhi kebutuhan psikologis
a) Kesempatan dan kebebasan untuk kehidupan keluarga kecara normal
b) Hubungan serasi antara orang tua dn anak
7) Memberi pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit dan penularan dari :
a) Vertor penyakit
b) Air
c) Limbah
d) Tersedianya fasilitas untuk menyimpan makanan
8) Memberi perlindungan atau pencahayaan terhadap bahaya kecelakaan dalam
rumah.
a) Konstruksi rumah yang kuat, sebaiknya tidak menggunakan asbes
b) Menghindari bahaya kebakaran
c) Pencegahan kemungkinan kecelakaan, misalnya jatuh atau kecelakaan
mekanik lainya.
b. Komponen Fisik Rumah Sehat

a. Ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengarahan udara atau dari
ruangan baik secara alami atau mekanis.
Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut sejuk.


2) Untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri pathogen karena disitu
selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.
3) Untuk menjaga agar ruangan rumah selalu dalam kelembapan (humidity) yang
optimal.
Ada dua macam ventilasi, yaitu :

a) Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara
almiah melalui jendela, pintu, lubang angina, lubang-lubang dinding dan
sebagainya.
b) Ventilasi buatan, yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan
udara kedalam rumah, misalnya kipas angina, dan mesin penghisap uadara
(Notoatmodjo, 2011). Perlu diperhatikan disini bahwa system pembuatan
ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi harus mengalir,
Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999
tentang peraturan rumah sehat menetapkan bahwa luas ventilasi alamiah yang
permanen yaitu lebih dari satu sama dengan 10% dari luas lantai rumah,
sedangkan tidak memenuhi syarat jika kurang dari 10% luas lanntai rumah.

b. Pencahayaan

Pencahayaan yang masuk kedalam rumah berfungsi untuk mengatasi


perkembangan bibit penyakit, namun jika terlalu menyilaukan akan dapat merusak
mata. Cahaya dibedakan berdasarkan sumbernya menjadi dua yaitu cahaya alami dan
buatan. Sehingga ventilasi dapat menjadi faktor penting dalam mendukung
kehidupan mikroorganisme dalam rumah.
Menurut notoatmodjo (2011) cahaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri pathogen dalam rumah, misalnya bakteri TBC, Oleh
Karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Seyogianya jalan masuk cahaya luasnya sekurang-kurangnya 15-20% dari luas
lantai yang terdapat dalam ruangan rumah.
2) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti
lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.
c. Jenis Lantai
Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah, Lantai rumah dari semen atau ubin,
keramik, atau cukup tanah biasa didapatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak
berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim huja.
Lantai yang basa dan berdebu merupakan sarang penyakit.

d. Jenis Dinding
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi daerah tropis khususnya
di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu, dan bamboo hal ini disebabkan
masyarakat pedesaan ekonominya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat
seperti papan, kayu, dan bamboo dapat menyebabkan penyakit pernapasan.
Dinding diruang tidur, ruang keluarga harus dilengkapi dengan ventilasi untuk
pengaturan sirkulasi udara. Kemudian dinding di kamar mandi dan tempat cuci
harus kedap air dan mudah dibersihkan.
e. Kepadatan Hunian Rumah
Kepadatan hunian yang dimaksud perbandingan antara luar kamar dengan
anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang
sangat relative tergantung kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia, untuk
perumahan sederhana, minimum 8m² orang. Untuk kamar tidur diperlukan
minimum 2 orang, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali suami istri
dan anak di bawah 2 tahun.
f. Kepemilikan Lubang Asap
Pembakaran yang terjadi di dapur rumah merupakan aktifitas manusia yang
menjadi sumber pengotoran atau pencemaran udara. Pengaruh terhadap kesehatan
akan tampak apabila kadar zat pengotor meningkat sedemikian rupa sehingga
timbul penyakit. Pengaruh zat kimia ini pertama-tama akan ditemukan pada system
pernapasan dan kulit serta selaput lender, selanjutnya apbila zat pencemar dapat
memasuki peredaran darah, maka efek sistemik tak dapat dihindari. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Kesehatan Perumahan dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur.
Diperkotaan dapur sudah dilengkapi dengan penghisap asap. Lubang asap dapur
menjadi penting artinya karena asap dapat mempunyai dampak terhadap kesehatan
manusia terutama penghuni didalam rumah atau masyarakat pada umumnya
(Dinkes Prov.
Jateng, 2005).

Lubang asap dapur tidak memenuhi persyaratan menyebabkan :

1) Gangguan terhadap pernapasan dan mungkin dapat merusak alat-alat


pernapsan.
2) Lingkungan rumah menjadi kotor
3) Gangguan terhadap penglihatan atau mata menjadi pedih
4) Dapur tanpa lubang asap akan menimbulkan banyak polusi asap kedalam rumah
yang dapurnya menyatu dengan rumah dan kondisi ini akan berpengaruh
terhadap kajadian ISPA, seperti hasil penulisan penelitian Suparman (2004) yang
membuktikan adanya hubungan terhadap kejadian ISPA di rumah yang banyak
mendapat polusi asap dapur dan tidak.

B. Kerangka Teori
Host Faktor Host

( Manusia) 1. Umur
2. Jenis Kelamin

Faktor Agent

Bakteri

Streptococcus Kejadian ISPA

Staphylococcus

Haemophilus

Luas ventilasi

Kepadatan hunian kamar


Lingkungan

( Environment)
Jenis dinding

Jenis lantai

Sumber : Teori Epidemiologi oleh John Gordon


C. Kerangka Konsep
Luas ventilasi

Kepadatan hunian kamar


Kejadian ISPA

Jenis dinding

Jenis lantai

Ket : Variabel Independent

: Variabel Dependent

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan rancangan penelitian


Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian studi observasional dengan
desain case control. Studi kasus kontrol merupakan studi yang mempelajari hubungan
antara paparan (faktor risiko) dan efek (masalah kesehatan atau penyakit), dengan cara
membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparan.
(Sutriyawan. 2021).

B. Waktu dan Lokasi Penelitian


Adapun lokasi dan waktu pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lokasi : Puskesmas Kotaraja Kota Jayapura Provinsi Papua


2. Waktu : Desember 2022

C. Populasi dan sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua yang datang berobat di Puskesmas
Kotaraja terhitung dari bulan januari-desember 2020 sebanyak 1.606 pasien.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti
dapat menggunakan sampel yang di ambil dari populasi tersebut (Sugiyono, 2011).
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah simple random sampling dikatakan
simple karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Langkahlangkah dengan cara sebagai
berikut :
1. Mendaftar semua anggota populasi
2. Kemudian masing-masing populasi diberi nomor dalam kertas kecil digulung,
dan dimasukan kedalam wadah dapat berupa botol atau kaleng.

3. Peneliti mengambil gulungan kertas tersebut satu per satu sampai diperoleh
sejumlah sampel yang diperlukan, dilebihkan 3 sebagai cadangan untuk sampel
yang masuk kriteria eksklusi.

D. Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012), hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu
penelitian. Hipotesis merupakan pernyataan atau dugaan tentang hubungan antara dua
variable atau lebih. Berdasarkan permasalahan, tinjauan pustaka, dan kerangka
konseptual, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis alternative sebagai
berikut :
Ha : Ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Kotaraja.
Ho : Tidak ada hubungan antara laus ventilasi dengan kejadian ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Kotaraja.
Ha : Ada hubungan antara Kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA di
wilayah kerja Puskesmas Kotaraja.
Ho : Tidak ada hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA
di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja.
Ha : Ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Kotaraja.
Ho : Tidak ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Kotaraja.
Ha : Ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Kotaraja.
Ho : Tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Kotaraja.
E. Variabel,Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Pengukuran Kriteria Skala
1 ISPA Penyakit infeksi saluran Berdasarkan buku Kasus : Semua pasien yang di diagnose Nominal
pernapasan yang bersifat akut rekam medic ISPA berdasarkan rekam medic
dengan adanya batuk, pilek,
serak, demam baik disertai pasien ISPA.
maupun tidak disertai sesak Control : Apabila negatif menderita ISPA
napas, yang berlangsung selama berdasarkan hasil
14 hari. pemeriksaan di puskesmas.

2 Luas Ventilasi yaitu proses penyediaan Observasi dan 1 : Tidak memenuhi syarat, apabila luas Nominal
udara atau pengarahan udara dari
Ventilasi Pengukuran ventilasi <10% dari luas lantai
ruangan baik secara alami atau
(rollmeter)
mekanis. 2 : Memenuhi syarat jika apabila luas
ventilasi ≥10% dari luas lantai
3 Kepadatan Jumlah anggota keluarga yang Membagi luas kamar 1 : Tidak memenuhi syarat, apabila Nominal Hunian tinggal dalam rumah
responden (menggunakan jumlah penghuni >2 orang
rollmeter) dengan dewasa untuk ukuran luas kamar jumlah anggota tidur
8m²
keluarga . 2 : Memenuhi syarat jika apabila
jumlah penghuni ≤2 orang dewasa
untuk ukuran luas kamar tidur 8m²

4 Jenis Dinding Salah satu elemen bangunan Observasi 1 : Tidak memenuhi syarat jika terbuat Nominal
yang berfungsi sebagai dari kayu

penutup atau pembatas ruangan 2 : Memenuhi syarat jika terbuat dari

batu bata
5 Jenis Lantai Bagian alas bawah atau alas Observasi 1 : Tidak memenuhi syarat jika Nominal dasar suatu ruangan atau
seluruh lantai terbuat dari tanah bangunan 2 : Memenuhi syarat jika lantai terbuat dari ubin/keramik/plester
F. Alat dan Cara Pengukuran
Sebagai perangkat yang digunakan untuk memperoleh data dan kemudian diolah
dan dianalisis. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan
alat ukur.
1. Alat

a. Lembar observasi
Pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada
objek penelitian. Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan pada luas ventilasi,
kepadatan hunia, jenis dinding, jenis lantai.
b. Rollmeter untuk mengukur luas ventilasi dan luas lantai kamar
c. Laptop dengan program SPSS Untuk menganalisis data
d. Alat bantu penelitian
1) Kamera adalah instrument penelitian yang digunakan untuk memotret hasil
observasi selama pengambilan data
2) Alat tulis dan semua perlengkapan yang dipakai untuk mengisilembar observasi
2. Cara Penelitian
a. Luas ventilasi

Kriteria venntilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi lebih dari atau sama
dengan 10% luas lantai dan tidak memenuhi syarat apabila luas ventilasi kurang dari
10% luas lantai. Cara pengukuranya yaitu dengan membandingkan luas ventilasi
dengan luat lantai rumah. b. Alat dan pengukur kepadatan hunian
Kriteria kepadatan yang memenuhi syarat adalah jika per ≥8m²dihuni oleh 2 orang,
dan tidak memenuhi syarat jika ≤8m² dihuni oleh anggota keluarga. Berikut cara
menghitung kepadatan hunian kamar :
1. Hitung berapa penghuni kamar
2. Hitung luas lantai dengan cara rentangkan rollmeter, ukur panjang dan lebar
kamar kemudian kalikan
3. Bandingkan antara jumlah kamar dengan luas lantai kamar, jika luas kamar
≥8m² untuk 2 orang maka memenuhi syarat.

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Metode Pengolahan data di lakukan dengan menggunakan leptop melalui langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Editing
Hasil dari lapangan harus dilakukan penyutingan (editing) terlebih dahulu.
Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan. Apabila
ada data-data yang belum lengkap, jika memungkinkan perlu dilakukan pengambilan
data ulang untuk melengkapi data-data tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan,
maka data yang tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukan dalam pengolahan
“data missing” (Nugroho, 2012).
b. Coding
Coding adalah merupakan kode-kode untuk memudahkan proses pengolahan
data. Pengkodean dalam penelitian ini sesuai dengan definisi operasional.
c. Skoring
Peneliti memberi skor untuk penderita ISPA

d. Entry Data
Merupakan kegiatan memasukan data yang sudah dilakukan pengkodean
kedalam program leptop spss.
e. Cleaning
Yaitu mengecek kembali data yang sudah dimasukan untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, kelengkapan, dan kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
f. Tabulating
Yaitu mengelompokan data sesuai variable yang akan diteliti guna
memudahkan analisis data.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan dengan menganalisis tiap variable
hasil penelitian. Pada analisis ini data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data
disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik.
Jika data mempunyai distribusi normal, maka mean dapat dapat digunakan sebagai
ukuran pemusatan dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika data
berdistribusi tidak normal maka menggunakan median sebagai ukuran pemusatan dan
minimum-maksimum sebagai ukuran penyebaran (Saryono, 2013). Analisis univariat
dilakukan menggunakan rumus berikut :
F
P= x 100%
N
Keterangan :

P = presentase alternative jawaban tiap responden

F = distribusi frekuensi jawaban responden

N = jumlah keseluruhan jawaban

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariate adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2011). Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan yang signifikan dari kedua variabel, yaitu variabel dependen dan
variabel independen, yang di analisis dengan uji chisquare dan besarnya resiko dengan
Odd Rasio (OR) menggunakan SPSS dengan tingkat kemaknaan a=0,05 Odd Ratio (OR)
yaitu penilaian berapa sering terkena paparan pada kasus dibandingkan dengan control
(Sastroasmoro dan Issmael, 2002).
Tabel 3.2 Analisis Bivariat
EFEK

Faktor Resiko Kasus Kontrol Jumlah


Ya a b a+b
Tidak c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Hasil uji chi-square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan proporsi


antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya
hubungan antara dua variabel kategorik. Dengan demikian uji chisquare dapat
digunakan untuk mencari hubungan dan tidak dapat untuk melihat seberapa besar
hubungannya atau tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih
besar (Sujarweni, 2015).

Anda mungkin juga menyukai