Anda di halaman 1dari 74

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANGTUA

DENGAN KEJADIAN ISPA DI PUSKESMAS BATAKTE

SKRIPSI

OLEH

JOY SANTI TIIP


NIM: 139002719

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2023
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANGTUA
DENGAN KEJADIAN ISPA DI PUSKESMAS BATAKTE

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana
Keperawatan

OLEH

JOY SANTI TIIP


NIM: 139002719

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2023
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi Ini Adalah Hasil Karya Saya Sendiri, Dan Semua Sumber Baik
Dikutip Maupun Dirujuk Telah Saya Nyatakan Denman Benar

Nama : JOY SANTI TIIP

NIM : 139002719

Tanda Tangan :

Tangga :
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal ini diajukan oleh :


Nama : JOY SANTI TIIP
NIM : 139002719
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul Proposal : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP
ORANGTUA DENGAN KEJADIAN ISPA DI
PUSKESMAS BATAKTE

Telah Disetujui Oleh Pembimbing Dan Diterima Sebagai Bagian Persyaratan


Yang Diperlukan Untuk Memperoleh Gelar Serjana Keperawatan Pada Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maranatha Pada
Tanggal

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Emanuel S. B. Lewar , S.Kep.,Ns., M Kes Erlin Oktavia Tunliu S.Kep.,Ns


NIDN:0817068903
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal ini diajukan oleh :


Nama : JOY SANTI TIIP
NIM : 139002719
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul Proposal : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP

ORANGTUA DENGAN KEJADIAN ISPA DI

PUSKESMAS BATAKTE

Telah Disetujui Oleh Pembimbing Dan Diterima Sebagai Bagian Persyaratan


Yang Diperlukan Untuk Memperoleh Gelar Serjana Keperawatan Pada Program
Studi S1

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Fransita M, A Fiah, S.Kep., M.HKes ……………


NIDN:0810039302

Penguji I : Ns. Emanuel .S, B. Lewar , S.Kep., MKes ……………


NIDN: 0817068903

Penguji II : Erlin Oktavia Tunliu S.Kep.,Ns ……………

Mengetahui
Ketua STIKES Maranatha Kupang Ketua Prodi S1 Keperawatan

Ns.Stefanus M. Kiik, M.Kep.,Sp. Kep. Kom Juandri S. Tusi, S.Kep., Ns., M.T
NIDN: 0828058401 NIDN: 0801069001

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penukis panjatkan kehadirat Yuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul
“Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orantua dengan Kejadian ISPA di puskesmas
Batakte” dengan baik. Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S1) pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Stikes Maranatha Kupang.
Dengan terselesaiakannya proposal ini perkenankanlah saya Mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Ketua Yayasan Maranatha NTT, Bapak Alfred Sellan., Se atas dukungannya
2. Ketua Dewan Pembina Yayasan Maranatha Kupang, Bapak Drs Samuel
Sellan Atas Dukungannya
3. Bapak Stefanus M. Kiik, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom. Selaku Ketua
STIKes Maranatha Kupang
4. Fransita M, A Fiah, S.Kep., M.HKes Selaku Penguji yang telah
memfasilitasi Saya Dalam Penyusunan Proposal
5. Ns. Emanuel S. B. Lewar., S.Kep., M.Kes Selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis selama
penyusunan Skripsi
6. Erlin Oktavia Tunliu, S.Kep., Ns Selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis selama
penyusunan Skripsi
7. Muhamad Saleh Nuwa, S.Kep., Ns., M.Kes Selaku Ketua I, Pdt Guten A.K.
Selan, S.Th. Selaku Waket II, dan Rudolf N Selan, S.Kep., Ns., Kes Selaku
Waket III yang telah memfasilitasi keberlangsungan Skripsi ini
8. Ketua Program Studi S1 Keperawatan Bapak Juandri Seprianto Tusi, S.Kep.,
Ns., M.T yang telah memfasilitasi keberlangsungan Skripsi ini
9. Pembimbing Akademik saya Ibu Irlin F. Riti, S,Kep., Ns., M.Kes yang selalu
memotivasi saya dalam penyusunan Skripsi ini
10. Seluruh tenaga pengajar, bapak ibu dosen yang dengan di Stikes Maranatha
Kupang yang telah mentransfer ilmu dan keterampilannya
11. Seluruh Staf Akademik yeng telah memfasilitasi keberlangsungan Skripsi ini
12. Kedua orang tua tercinta Bapak Laboas Tiip dan Mama Yosinta Tiip untuk
setiap uraian dan doa, kasih sayang yang selalu memberi dukungan serta
motivasi dalam penyusunan Skripsi ini
13. Buat teman-teman angkatan 2019 kelas A, B, C yang sama-sama memberi
semangat dalam perjuangan menempuh derajat Serjana Keperawatan
14. Semua pihak yang telah membantu saya yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu. Akhir kata saya berharap Tuhan Yesus yang maha esa berkenan
membalas semua kebaikan yang telah membantu. Semoga Skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Kupang, September 2023

Penulis
ABSTRAK

Nama : Joy Santi Tiip

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul Penelitian : Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orangtua Dengan

Kejadian ISPA Di Puskesmas Batakte

Latar Belakang: Infeksi Saluran Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah yang dapat

menyebabkan berbagai macam penyakit dari infeksi ringan sampai berat dan
ISPA disebabkan oleh virus, jamur, Bakteri. ISPA adalah penyakit saluran

pernapasan akut yang disebabkan oleh agen Infeksius yang ditularkan dari

manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu

beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering

juga nyeri tenggorokkan, pilek, sesak nafas , menggigil atau kesulitan

bernafas.Tujuan : Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Dan Sikap

Orangtua dengan Kejadian ISPA di Puskesmas Batakte. Metode : Pada desain

penelitian ini yang digunakan survey analtik adalah survey atau penelitian

menggali bagaimana mengapa fenomena kesehatan terjadi dengan pendekatan

cross sectional untuk menegetahui apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap

orangtua dengan kejadian ISPA di Puskesmas Batakte. Populasi Dan Sampel :

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di wilayah kerja puskemas

batakte, Pada Bulan Oktober sampai Desember jumlah balita di wilayah kerja

Puskemas Batakte adalah 158 balita. Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil uji

statistic dengan uji Chi Square yang dilakukan oleh peneliti didapatkan nilai p-

value=0,003<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H0 di tolak dan H1 diteima

dengan demikian dapat dikatakan bahwa “Ada Hubungan Pengetahuan Sikap

Orangtua dengan kejadian ISPA Di Puskesmas Batakte. Kesimpulan : Ada

Hubungan Pengetahuan Sikap Orangtua dengan kejadian ISPA Di Puskesmas

Batakte

Kata kunci : ISPA, Pengetahuan, Sikap

ABSTRACT

Name : Joy Santi Tiip


Study program: Nursing Science

Research Title: The relationship between knowledge and attitudes of parents with

the incidence of ISPA at the Batakte Community Health Center

Background: Acute Tract Infections (ARI) is an acute infection involving the

upper and lower respiratory tract organs which can cause various types of

infectious diseasesmild to severe infections and ARI caused by viruses,

jamur,Bbacteria. ARI is a respiratory tract diseaseacute caused by agent Iinfected

persontransmitted from human to human.The onset of symptoms is usually rapid,

that is, in time befrom hours to days.GSymptoms include fever, cough, Andoften

also sore throat,have a cold,shortness of breath, shiveringatI'm having trouble

breathing.Objective:To knowRelationship between Knowledge and Attitudes of

Parents withISPA incident at Batakte Community Health

Center.Method:Ondesignthis research is used analytical survey is a survey or

research exploring why health phenomena occur with approach cross-sectional to

find out whether there is a relationship between parental knowledge and attitudes

with the incidence of ISPA at the Batakt Health Centere.Population and

Sample:The population in this study were all toddlers in the Batakte Community

Health Center working area. From October to December the number of toddlers

in the Batakte Community Health Center working area was 158

toddlers.Research result:Based on the resultsstatistical testwithChi Square

testcarried out by researchers obtained valuesp-value=0.003<0.05 then it can be

concluded that H0 is rejected and H1 is accepted, thus it can be said that "There

is a relationship between knowledge and attitudes of parentswith the incident of

ISPA at the Batakte Community Health Center.Conclusion:There is a


Relationship between Knowledge and Parental Attitudewith the incident of ISPA

at the Batakte Community Health Center

Keywords :ISPA, Knowledge, Attitude

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................ii
HALAMAN PERTANYAAN ORISINATALIS..........................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................v
KATA PENGANTAR...................................................................................vi
DAFTAR ISI.................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.........................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................xiii
1. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................1
1.2. Rumusan masalah................................................................................5
1.3. Tujuan..................................................................................................5
1.4. Manfaat penelitian...............................................................................5
1.5. Keaslian penelitian..............................................................................5
2. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................10
2.1. Konsep Teori Infeksi Pernapasan Akut..............................................10
2.1.1. Pengertian ISPA.......................................................................10
2.1.2 .Klasifikasi.................................................................................11
2.1.3. Etiologi.....................................................................................12
2.1.4. Tanda dan gejala.......................................................................13
2.1.5. Patiofisiologi............................................................................15
2.1.6. Pencegahan...............................................................................16
2.2. Konsep Pengetahuan...........................................................................18
2.2.1. Definisi Pengetahuan................................................................18
2.2.2. Tingkat Pengetahuan................................................................19
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan......................21
2.3. Konsep Sikap .....................................................................................23
2.3.1. Definisi Sikap ..........................................................................23
2.3.2. Tingkat Sikap............................................................................24
2.3.3. Faktor faktor yang mempengaruhi sikap..................................25
2.4. Konsep Balita.....................................................................................26
2.4.1.Definisi Balita............................................................................26
2.4.2.Karakteristik Balita....................................................................27
Kerangka Teori..........................................................................................28
3. METODOLOGI PENELITIAN................................................................29
3.1. Kerangka konsep................................................................................29
3.2. Hipotesis Penelitian............................................................................29
3.3. Desain Penelitian................................................................................30
3.4. Definisi Operasional...........................................................................30
3.5. Populasi dan Sampel...........................................................................31
3.6. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................32
3.7. Instrument penelitian..........................................................................33
3.8. Etika Penelitian...................................................................................33
3.9. Prosedur Penelitian.............................................................................35
3.10. Pengolahan Data dan Analisa Data.....................................................36
3.10.1.Teknik Analisa Data..........................................................................37
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................................39
4.1 Hasil Penelitian...................................................................................39
4.2 Pembahasan........................................................................................43
5. PENUTUP...................................................................................................51
5.1 Kesimpulan.........................................................................................51
5.2 Saran...................................................................................................51
57

Daftar Pustaka................................................................................................53
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian penelitian...........................................................................5


Tabel 2.1 Definisi Operasional.........................................................................30
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur...................................39
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin......................40
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan...........................40
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan.............................40
Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Orang Tua Tentang
Kejadian ISPA..................................................................................................41
Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap Orang Tua Tentang
Kejadian ISPA..................................................................................................41
Tabel 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian ISPA.....................42
Tabel 4.8 Analisis Responden Berdasarkan Pengetahuan Orang Tua Tentang
Kejadian ISPA..................................................................................................42
Tabel 4.9 Analisis Responden Berdasarkan Sikap Orang Tua Tentang Kejadian
ISPA..................................................................................................................43
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori.............................................................................28


Gambar 3.1 Karangka Konsep .........................................................................29
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Persetujuan Menjadi Responden


Lampiran 2: Kuisioner pengetahuan, sikap orangtua dan kejadian ISPA
Lampiran 3: Surat Ijin Pengambilan Data Awal
Lampiran 4: Lembar Konsultasi Proposal
Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian Dari STIKes Maranatha Kupang
Lampiran 6: Surat Ijin Penelitian Dari Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Nusa Tenggara Timur
Lampiran 7: Surat Ijin Penelitian Dari Pemerintahan Kabupaten Kupang
Lampiran 8 : Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari Puskesmas Batakte
Lampiran 9 : Dokumentasi
Lampiran 10 : Lembar Konsultasi Skripsi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ

saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah yang dapat menyebabkan

berbagai macam penyakit dari infeksi ringan sampai berat dan ISPA

disebabkan oleh virus, jamur, Bakteri. Penyakit ini menyerang saluran

pernapasan mulai dari hidung sampai alveoli termasuk indeksnya seperti

sinus, Rongga telinga, Pleura. Infeksi saluran ini menyebabkan empat dari

15 juta perkiraan kematian pada anak setiap tahunnya,sebanyak dua pertiga

kematian tersebut adalah bayi. Episode batuk pilek pada anak di Indonesia

diperkirakan 2-3 kali pertahun (WHO,epidemic-prone and pandemic-prone

acule respiratory diseases: infection prewenfion and cntrolin helalth-care

fasilities, 2018). (Lidya, 2021).

ISPA juga dapat disebabkan oleh debu, asap, kepadatan penduduk, vent

ilasi rumah, umur anak, gizi, berat badan lahir dan status imunisasi. Beberap

a faktor yang dapat berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas faktor

instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, Jenis

kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian

asi dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik seperti populasi udara, vent

ilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar. Kurangnya akses air bersih

dan lain-lain. Penyakit ISPA diawali dengan panas disertai satu atau lebih
gejala yaitu tenggorokkan sakit atau nyeri saat menelan, Pilek, Batuk kering

atau berdahak. Prevelense ISPA dihitung dalam kurun waktu satu bulan

terakhir (Admin & Sherly Widianti, 2020).

World health organization (WHO) menyebutkan insiden Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan angka kematian balita di atas 40

per 1000 kelahiran hidup atau 15%-20% pertahun balita. DiIndonesia kasus

ISPA masih menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok

bayi dan balita dengan prevelensi 25% dengan morbiditas gizi kurang

14,9%. ( Lidya, A. 2021).

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada

tahun 2018 angaka kejadian pneumonia pada balita usia <1 tahun sebanyak

158.970 orang dengan angka kematian sebanyak 201 orang. Sedangkan

angka kejadian pneumonia pada balita usia 1-4 tahun sebanyak 319.108

orang dengan angka kematian sebanyak 142 orang. Sedangkan kejadian

pneumonia di Provinsi Sumatera Selatan berdasarakn data tahun

2019, kejadian pneumonia pada balita usia 1-4 tahun sebanyak 7.610 orang

dengan angka kematian sebanyak 0 orang, Prevelensi ISPA tertinggi adalah

Provinsi Bengkulu yaitu sebesar 14,0%, Provinsi Jawa Timur 12,9% dan

posisi tertinggi ketiga adalah provinsi NTT yaitu sebesar 12,6% . (Admin &

Sherly Widianti, 2020)

Kejadian ISPA masih menjadi masalah Kesehatan utama di Indonesia,

dimana penyakit ini masih menjadi kunjungan pasien yang banyak di

Puskesmas. Pada tahun 2019,menunjukkan bahwa penyakit terbanyak di

Kota Kupang adalah penyakit ISPA pada balita dengan jumlah 24.108 kasus

dan presentasi persen sebesar 34,8% , Berdasarkan hasil study pendahuluan


yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 2022, didapatkan data dari

puskemas pembantu (pustu) Desa Kuanheun Kabupaten Kupang Kecamatan

Kupang Barat pada 3 bulan terakhir yaitu oktober, november, dan desember

tahun 2022 terdapat 206 balita (laki-laki 91 orang dan perempuan 115 orang

) dn penderita ISPA paling sering diderita oleh balita dengan jumlah kasus

48 penderita ISPA pada balita di Desa Kuanheun. Saat melakukan

wawancara terhadap 5 orang ibu yang balitanya ibu tersebut tidak

mengetahui tentang ISPA,apa gejala ISPA dan apa yang menyebabkan

balita terkena ISPA.

ISPA adalah penyebab utama morditibitas dan mortalitas penyakit

menular di dunia, setiap tahun hampir 4 juta orang yang meninggal akibat

ISPA, 98% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. (Arli

Febrianti, 2020). ISPA khususnya pneumonia masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia terutama pada balita ISPA dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain lainnya. (Arli

Febrianti, 2020) ISPA juga dapat disebabkan oleh debu, asap kepadatan

penduduk, ventilasi rumah umur anak, gizi, berat badan lahir dan status

Imunisasi. Pengetahuan adalah sesuatu yang di kemukakan seseorang yang

merupakan hasil dari tahu. Hal ini dapat terjadi setelah individu melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancra indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba dimana sebagian penginderaan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoadmodjo, 2020).

Menurut Araujo (2019), pengetahuan merupakan suatu hasil dari rasa

keingintahuan lewat proses sensoris, terutama pada mata dan telinga


terhadap objek tertentu. Pengetahuan ialah domain yang penting dalam

terjadinya perilaku terbuka (open behavior). Pengetahuan dan sikap ibu

tentang penyakit serta penanganan ISPA merupakan modal utama untuk

terbentuknya kebiasaan yang baik demi kualitas kesehatananak.

Pengetahuan ibu tentang penanganan ISPA sangat penting karena

akan mempengaruhi tindakan ibu dalam memberikan penanganan ISPA di

rumah, hal ini dilakukan dengan hasil penelitian. (Araujo, 2019)

Sikap merupakan kondisi mental dari kesiapan, yang diatur lewat

pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap

respon individu pada seluruh obyek dan situasi yang berkaitan dengannya

(Dewi Purnama Sari, D, 2020). Menurut Dewi Purnama Sari, D (2020),

sikap sebagai predisposisi atau kecendrungan yang dipelajari dari seorang

individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang

moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep atau orang lain. Ciri-

ciri Sikap. Sikap merupakan hal penting untuk menjadi perhatian dalam

penanganan penyakit ISPA di rumah. Sikap merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk melakukan tindakan dalam prilaku, sikap merupakan suatu

komponen yang dapat mempengaruhi penanganan ISPA (Dewi Purnama

Sari, D, 2020)

Peran aktif orang tua dalam menangani ISPA sangat penting. Orang tua

seringkali menganggap batuk pilek adalah penyakit yang tidak berbahaya

akan tetapi penyakiti ini bisa menjadi berat bila daya tahan tubuh menurun

dan tidak diobati. Jika anak yang terkena ISPA dibiarkan tidak diobati dapat

mengakibatkan penyebaran infeksi yang lebih luas sehingga infeksi

menyerang saluran nafas bagian bawah dan menyebabkan radang paru atau
pneumonia.( Dewi Purnama Sari, D, 2020). Berdasarkan uraian latar

belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Orangtua dengan Kejadian ISPA di Puskesmas

Batakte “.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

dapat merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu “Apakah ada Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Orangtua dengan Kejadian ISPA di Puskesmas

Batakte?”

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orangtua

dengan Kejadian ISPA di Puskesmas Batakte

1.3.2. Tujuan khusus

1. Teridentifikasi kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja

Puskemas Batakte

2. Teridentifikasi pengetahuan orangtua tentang kejadian ISPA

3. Teridentifikasi sikap orangtua tentang kejadian ISPA

4. Teranalisis sikap orangtua dengan kejadian ISPA

5. Teranalisis pengetahuan orangtua dengan kejadian ISPA

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya orangtua yang

memiliki balita mengenai penyakit ISPA


1.4.2. Manfaat program studi S1 Keperawatan

Sebagai tambahan referensi berbagai desain penelitian untuk

penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan upaya

pengetahuan dan sikap orangtua tentang kejadian ISPA

1.4.3. Bagi peneliti

Sebagai pengalaman yang nyata bagi peneliti dalam melakukan

penelitian dimasyarakat dan sebagai bekal untuk menghadapi berbagai

permasalahan dimasa akan datang


1.5. Keaslian Penelitian
Tabel.1.1 Keaslian Penelitian
No Nama Judul Metode penelitian Hasil penelitian
peneliti/tahun
1 Intan Silvia (2018) Hubungan Metode yang Berdasarkan hasil penelitian
pengetahuan ibu digunakan metode yang tinggal di PHTPT
tentang penyakit pendekatan muara angke jakarta utara
ISPA dengan deskriptif analitik, maka didapatkan hasil
perilaku dengan desain karakteristik berikut.umur
pencegahan ISPA penelitian cross ibu anatara <25 tahun
pada balita di sectional berjulah 9 orang (25,7%),
PHPT Muara umur ibu antara 25-35 tahun
Angke Jakarta berjumlah 19 orang
Utara tahun 2018 (53,3%) dan umur ibu > 35
tahun berjumlah 11 orang
(20%)
2 Serly windianti Penanganan ISPA Penelitian ini Dalam penelitiannya lebih
(2020) pada anak balita hanya memfokuskan mengangkat
(studi literatur) menggunakan masalah tentang bagaimana
teknik perawatan atau penanganan
membandingkan ISPA yang di lakukan oleh
(compare) orangtua terhadap anak
menjelaskan balitanya. Menekankan
mengenai untuk mengetahui
penaganan ISPA bagaimana sikap ibu dalam
pada anak balita penaganan ISPA pada anak
bagian dari isi balita karena dalam
penyakit ISPA dan penelitiannya didapatkan
berdasarkan teori- masih banyak ibu yang
teori maupun dari memiliki sikap negatif
jurnal terhadap penaganan ISPA
pada balita
3 Indah Wulaningsih, Hubungan Metode penelitian HASIL:
dkk (2018) pengetahuan orang kuantitatif, Hasil penelitian
tua tentang ISPA rancangan menunjukkan bahwa
dengan kejadian penelitian sebagian besar pengetahuan
ISPA pada balita deskriptif korelatif orang tua baik
di Desa Dawung dengan desain
Sari Kecamatan cross-secctional
Pegandon
Kabupaten Kendal
4. Analizzaina lea Gambaran faktor Penelitian ini Karakteristik responden
Ema febriyanti penyebab infeksimenggunakan berdasarkan status gizi
Simfrosa Olivia saluran pernapasan
metode cros anak dan status imunisasi
Trianista akut pada balitasectional anak, diwilyah kerja.
2022 (status gizi dan Berdasarkan yang
status imunisasi) di didapatkan 54 responden
wilayah kerja (54%)belum memiliki
status imunisasi lengkap
dan 46 responden (46%)
sudah memiliki status
imunisasi lengkap.
Didapatkan pula 67
responden (67%) memiliki
gizi baik dan 7 (7%)
responden memiliki status
gizi buruk.
5 Dewi Purnama Sari, Pendidikan Penelitian ini hasil analisis
dkk (2020) kesehatan menggunakan pengaruh pendidikan
meningkatkan metode penelitian kesehatan terhadap
tingkat kuantitatif dengan pengetahuan ibu mengenai
pengetahuan dan desain penelitian ISPA pada
sikap ibu dalm quasi experimental balita di Posyandu
merawat balita dengan Kelurahan Limo
dengan ISPA menggunakan one menunjukan perbedaan
grup pre test- post mean yaitu sebesar -1.019
test dengan
standar deviasi sebesar
1.770. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p-Value =
0,000 <0,05,
sehingga Ho ditolak. Hasil
analisis pengaruh
pendidikan kesehatan
terhadap sikap ibu
menunjukan adanya
perbedaan mean sebesar -
0.943 dengan SD sebesar
3.128.

Perbedaan Dan Persamaan Antara Penelitian

1) penelitian yang dilakukan oleh Intan Silviana (2018).

Perbedaan antara keduanya adalah tahun penelitian, tempat penelitian,

jumlah responden dan metode penelitian menggunakan metode deskriptf

analitik. Persamaan antara keduanya adalah desain penelitian menggunakan

desain cross sectional dan Teknik pengambilan sampel adalah orangtua.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Serly Windianti, 2020.


Perbedaan antara keduanya terletak pada metode penelitian yang

digunakan adalah compare atau membandingkan ,dimana peneliti

mengumpulkan teori-teori dari buku-buku ,jurnal dan pendapat dari dokter

perbedaan jumlah sampel dan tempat penelitian. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sherly Widianti adalah peneganan

ISPA pada anak balita yaitu pengetahuan dan sikap.

3) penelitian yang dilakukan Indah Wulaningsih dkk, (2018)

Perbedaan antara keduannya adalah tahun penelitian, tempat penelitian,

jumlah sampel dan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive

sampling. Persamaan antara keduannya adalah desain penelitian cross

sectional, dan alat pengambilan data menggunakan kuesioner

4) penelitian yang dilakukan oleh Analizza Ina Lea, Ema Febrianti , Simfrosa

Olivia Trianista, 2022.

Perbedaan antara keduanya terletak pada jenis metode penelitia yang

digunakan yaitu cros sectional sedangkan penelitian ini menggunakan metode

quasi eksperimen. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama mengunakan

kuesioner.

5) Penelitian yang di lakukan Dewi Purnama Sari, dkk (2020).

Perbedaan keduanya adalah tahun penelitian yang berbeda, tempat

penelitian, jumlah sampel dan responden, dan metode penelitian yang

digunakan adalah quasi eksperimen dan Analisa data menggunakan uji t-test

dependen. Persamaan antara kedannya adalah pengambilan sampel dilakukan

pada orangtua yang memiliki balita usia 1-5 tahun.


25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori Infeksi Pernapasan Akut

2.1.1. Pengertian ISPA

ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh

agen Infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala

biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.

Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorokkan,

pilek, sesak nafas , menggigil atau kesulitan bernafas (Intan Silvia, 2018).

Perawatan penyakit ISPA pada balita dirumah yang melibatakan

keluarga (orang tua balita) karena keluarga (orang tua) merupakan orang yang

pertama mengetahui tanda dan gejala ISPA, Demikian pula petugas puskemas

seperti perawat dan bidan yang merupakan tenaga kesehatan didaerah

tersebut. Peran serta orangtua, kader, kesehatan dan perawat serta bidan

Puskesmas sangat diperlukan untuk pencegahan dan perawatan penyakit

ISPA pada balita tersebut agar balita dapat beraktivitas kembali sehingga

tumbuh kembang tidak mengalami hambatan berjalan secara optimal (Indah

Wulaningsih, 2018).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah yang

dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dari infeksi ringan sampai

berat disebabkan oleh virus, jamur, bakteri. Penyakit ini dapa menyerang

saluran pernapasan mulai dari hidung sampai alveoli termasuk andeksnya

seperti sinus, rongga telinga, pleura. ISPA termasuk yang penularan

penyakitnya melaui udara (Indah Wulaningsih, 2018))

10
26

Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health Organization

/WHO) ISPA merupakan penyakit saluran akut yang disebabkan oleh agen

infeksius yang yang menimbulkan gejala dalam waktu beberapa jam sampai

beberapa hari . Penyakit ini ditularkan umumnya melalui droplet, namun

berkontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi juga dapat

menularkan penyakit ini. ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan

mortalitas penyakit menular didunia .hampir empat juta orang meninggal

akibat ISPA setiap tahunya selain itu ISPA penyebab utama konsultasi atau

rawat inap difalitas pelayanan anak. Hal yang serupa juga terjadi di

Indonesia (Intan Silvia, 2018)

2.1.2. Klasifikasi

Menurut (Viola, A., Ludiana, & Nia, R. D, 2022) klasifikasi ISPA

dapat di kelompok berdasarkan golongannya dan g golongan umur yaitu:

2.1.1.1. ISPA berdasarkan golongannya :

a) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paru-paru (alveoli)

b) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common

cold), radang tenggorokkan (pharyngitis), tonsilitisi dan infeksi

telinga (otomatis media).

2.1.1.2. ISPA dikelompokkan berdasarkan golongan umur yaitu :

a) Untuk anak usia 2-59 bulan :

1) Bukan pneumonia bila frekuensi pernapasan kurang dari 50 kali

permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali permenit untuk

usia 12-59 bulan ,serta tidak ada tarikan pada dinding dada
27

2) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi pernapasan

sama atau lebih dari 50 kali permenit usia 2-11 bulan dan frekuensi

pernapasan sama atau lebih dari 40 kali permenit untuk usia 12-59

bulan ),serta tidak ada tarikan pada dinding dada

3) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat (fast breathing)dan

tarikan dinding pada bagian bawah kearah dalam (servere chest

indrawing).

b) Untuk anak usia kurang dari dua bulan

1) Bukan pneumonia frekuensi pernapasan kurang dari 60 kali permenit

tidak dan tidak ada tarikan dada .

2) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernapasan sama atau lebih dari 60

kali permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding dada tanpa

nafas cepat.

2.1.3. Etiologi

ISPA adalah penyebab utama morditibitas dan mortalitas penyakit

menular di dunia,setiap tahun hampir 4 juta orang yang meninggal akibat

ISPA, 98% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah (Arli Febrianti,

2020). ISPA khususnya pneumonia masih menjadi masalah kessehatan

masyarakat di Indonesia terutama pada balita. ISPA dapat disebabkan

oleh bakteri, virus , mycoplasma, jamur dan lain lainnya. ISPA juga dapat

disebabkan oleh debu, asap, kepadatan penduduk, ventilasi rumah, umur

anak, gizi, berat badan lahir dan status imunisasi. (Arli Febrianti, 2020)

Beberapa faktor yang dapat berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi

atas faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi

umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi,
28

pemberian asi, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik seperti populasi u

dara, ventilasi, asap roko, penggunaan bahan bakar, kurangnya akses air

bersih dan lain-lain. Penyakit ISPA dengan panas disertai satu atau lebih

gejala yaitu tenggorokkan sakit atau nyeri saat menelan , pilek, batuk kering

atau berdahak. Prevelense ISPA di hitung dalam kurun waktu satu bulan

terakhir.

Menurut para ahli semakin rendah status gizi balita maka semakin rendah

pula daya tahan tubuh balita dan semakin rentan balita untuk terkena

infeksi, pada balita dengan status gizi baik cenderung menederita penyakit

infeksi ringan. Zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek

kuat untuk reaksi kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Status gizi

anak di pengaruhi oleh orangtua. Menurut orangtua berpengaruh terhadap

status gizi anak, dimana antara pendidikan orangtua dengan status gizi .

(Serly, W, 2020).

2.1.4.Tanda dan gejala

Menurut diagnose kesehatan ISPA merupakan infeksi saluran

pernapasan akut dan gejala demam, batuk kurang dari dua minggu, pilek atau

hidung tersumbat dan sakit tenggorokkan. Berbagai upaya telah dilakukan

dengan mengidentifikasi penyebab penularan ISPA, memodifikasi lingkungan

dan pendidikan kesehatan pada kelompok rentan atau di wilayah yang pada

penduduk

Kejadian ISPA sering kita temukan khususnya pada balita. Anak yang mengalami

penyakit ISPA memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah (Suganda, Siska,

I., Nengke, P. S., & Marita, S, 2022)


29

ISPA menyerang langsung kesaluran pernapasan bagian atas melalui mata,

mulut, hidung. Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang

terbawa dalam penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin . Proses

terjadinya penyakit setelah penyakit terhirup berlangsung dalam masa

inkubasi selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan menimbulkan ISPA.

Kualitas lingkungan udara juga dapat menentukan berbagai macam tramisi

penyakit . Gejala awal munculnya ISPA di awali dengan panas disertai gejala

seperti tenggorokkanterasa sakit atau nyeri saat menelan , pilek, batuk kering

dan berdahak (Ria Angelina, 2022)

Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat, yaitu dalam

beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit ISPA dapat menimbulkan

bermacam-macam tanda dan gejala ISPA seperti batuk , kesulitan bernapas ,

sakit tenggorokkan , pilek , sakit telinga dan demam. Menurut Menurut

(Viola, A., Ludiana, & Nia, R. D, 2022) gejala ISPA berdasarkan tingkatan

keparahan adalah sebagai berikut :

a. Gejala ISPA ringan

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau

lebih gejala –gejala sebagai berikut :

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada

waktu bicara atau menangis)

3) Pilek , yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

4) panas atau demam ,suhu badan lebih dari 37 derajat celsius

b. Gejala ISPA sedang


30

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari

ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala –gejala sebagai berikut :

1) Pernapasan cepat sesuai umur yaitu untuk kelompok umur kurang dari 2

bulan frekuensi nafas 60 kali permenit atau lebih untuk umur 2-5 tahun

2) Suhu tubuh lebih dari 39 °C

3) Tenggorokkan berwarna merah

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

6) berbunyi seperti mengorok (mendengur)

c. Gejala ISPA berat

Seorang bayi dinyatakan menderita ISPA jika dijumpai gejala ISPA ringan

atau ISPA sedang sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru

2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah

4) Nadi lebih cepat dari 160 kali permenit atau tidak teraba

5) Tenggorokkan berwarna merah

2.1.5. Patofisiologi

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal nafas infeksi oleh

bakteri, virus, jamur dapat merubah pola kolonosasi bakteri . Timbul

mekanisme pertahanan pada jalan napas seperti filtrasi udara , inspirasi

hidung, reflek batu, epiglotis , pembersihan mukosilier dan fagositosis.

Karena menurunya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat

melewati mekanisme pertahanan tersebut , akibatnya terjadi di daerah-daerah

saluran pernapasan atas maupun bawah (Intan Silvia, 2018) .


31

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,

bibit penyakit ke dalam tubuh melui pernapsan. Penularan melaui udara

dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan

penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar melaui udara

dapat pula menular melaui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit

yang besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung

unsur penyebab (Intan Silvia, 2018).

ISPA dapat menular melaui beberapa cara, yaitu (Dewi Purnama Sari. D,

2020)

a. Transmisi droplet

Droplet berasal dari orang (sumber) yang telah terinfeksi atau yang telah

menderita ISPA. Droplet dapat keluar selam terjadinya batuk, bersin dan

berbicara. Penularan terjadi bila droplet yang mengandung mikroorganism

e ini tersembur dalam jarak dekat (<1M) melalui udara dan terdeposit di

mukosa mata, mulut, hidung, tenggorokkan, atau faring orang lain, karena

droplet tidak terus melayang di udara

b. Kontak langsung

kontak langsung atau bersentuhan dengan bagian tubuh yang terdapat

pathogen , sehingga pathogen berpindah ke tubuh yang bersentuhan .

2.1.6. Pencegahan

Menurut Intan Silvia (2018) Imunisasi adalah upaya yang dengan

memberikan kekebalan (imunitas) pada balita sehingga terhindar dari

beberapa jenis penyakit infeksi bahkan dapat mencegah kematian akibat

penyakit-penyakit tersebut. Imunisasi merupakan upaya untuk meningkatakan

atau menimbulkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap


32

penyakit ,sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak

akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Intan Silvia, 2018).

Imunisasi terhadap jenis penyakit dilakukan dengan cara pemberian

vaksin yang terbuat dari sejumlah kecil bakteri atau virus yang justru menjadi

penyebab penyakit tersebut. Tubuh yang mendapatkan vaksin tersebut akan

mengalami rangsangan untuk membentuk antibodi yang memberikan efek

kekebalan terhadap penyakit tertentu (Darsini, D, Fahrrozi & Cahyono , E, A,

2019) pencegahan ISPA antara lain:

a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu mencegah atau

terhindar dari penyakit terutama antara lain penyakit ISPA . Misalnya

dengan mengomsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak

minum air putih, olaraga dengan teratur, serta istirahat yang cukup

semuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat , karena dengan tubuh

yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga

dapat mencegah bekteri penyakit yang masuk ke tubuh kita

b. Imunusasi

Pemberian Imunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun

orang dewasa Imunsasi untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak

mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus

atau bakteri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur atau asap rokok yang ada didalam rumah,

sehingga dapat mencegah seorang penyakit ISPA.


33

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus atau

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini

melalui udara yang tercemar dan masuk dalam tubuh bibit penyakit ini

biasanya berupa virus atau bakteri di udara umumnya berbentuk aerosol

(suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni droplet

(sisa dan sekresi saluran pernapasan yang dikeluarkan dari tubuh dan

melayang di udara) yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

2.2 Konsep Pengetahuan

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang di kemukakan seseorang yang

merupakan hasil dari tahu. Hal ini dapat terjadi setelah individu melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancra indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba dimana sebagian penginderaan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoadmodjo, 2020).

Menurut Araujo (2019), pengetahuan merupakan suatu hasil dari rasa

keingintahuan lewat proses sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap

objek tertentu. Pengetahuan ialah domain yang penting dalam terjadinya

perilaku terbuka (open behavior). Pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit

serta penanganan ISPA merupakanmodal utama untuk terbentuknya

kebiasaan yang baik demi kualitas kesehatananak. Pengetahuan ibu tentang

penanganan ISPA sangat penting karena akan mempengaruhi tindakan ibu


34

dalam memberikan penanganan ISPA di rumah, hal ini dilakukan dengan

hasil penelitian (Araujo, 2019)

2.2.2 Tingkat pengetahuan

Menurut Notoadmodjo, (2020) pengetahuan di dalam domain kognitif

terdiri dari 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk didalam pengetahuan. Tingkatan ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu

tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu

dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. Pada

keluarga yang mempunyai penderita hipertensi diharapkan dapat

mengetahui gejala-gejala dan penyebab lain dari penyakit hipertensi

kepada orang lain serta untuk dirinya sendiri.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,

dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Hal ini diharapkan

keluarga dapat menjelaskan alasan dari mengapa perlu adanya perilaku

perawatan pada penderita hipertensi.

3. Aplikasi (application)
35

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Pada

keluarga yang mempunyai penderita hipertensi diharapkan dapat

melakukan tindakan pencegahan apabila terjadi komplikasi.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja:

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya. Dimana keluarga dapat mengetahui

tentang perawatan pada penderita hipertensi sesuai dengan kondisi agar

taraf kesehatannya dapat terjaga dengan baik.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Dimana keluarga dapat

menyusun suatu program pengobatan yang merupakan bagian dari

perilaku perawatan dengan menyusun rencana menu, jadwal pemeriksaan,

agar tekanan darah dapat terkontrol.

6. Evaluasi (evaluation)
36

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengetahuan ibu mengenai

Pengetahuan Tentang Penyakit ISPA yaitu kurang baik Perilaku

Pencegahan Penyakit ISPA Pada balita yaitu Kurang Baik (Khomsan

,2021). pengetahuan orang tua tentang ISPA kategori kurang. Hal ini

disebabkankarena masih banyak orang tua balita yang pendidikannya

rendah dan kurangnyamendapatkan informasi mengenai ISPA. Selain itu,

hal ini terjadi karena orang tua belummemahami tentangpengertian ISPA,

penyebab ISPA, faktor resiko ISPA, tanda dan gejala ISPA,

penatalaksanaan ISPA, komplikasi ISPA dan pencegahan ISPA.

Pengetahuan orangtua baru sebatas mengetahui belum pada tahap

memahami (Khomsan , 2021).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Khomsan (2021), ada tujuh faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, yaitu:

1. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan seseorang agar dapat memahami suatu hal.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan

seseorang, semakin mudah orang tersebut menerima informasi.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana

diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan

semakin luas pengetahuannya.


37

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk

memenuhi kebutuhan setiap hari. Lingkungan pekerjaan dapat membuat

seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai tenaga

medis akan lebih mengerti mengenai penyakit dan pengelolaanya daripada

non tenaga medis.

3. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Dengan bertambahnya umur individu, daya tangkap dan pola pikir

seseorang akan lebih berkembang, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik.

4. Minat

Minat merupakan suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu hal.

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni, sehingga

seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang dialami seseorang pada

masa lalu. Pada umumnya semakin banyak pengalaman seseorang,

semakin bertambah pengetahuan yang didapatkan.

6. Lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada

didalam lingkungan tersebut. Contohnya, apabila suatu wilayah


38

mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin

masyarakat sekitarnya mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan.

7. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pada umumnya semakin mudah

memperoleh informasi semakin cepat seeorang memperoleh pengetahuan

yang baru.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, yang dimaksud

objek dalam pengetahuan adalah benda atau hal yang diselidiki oleh

pengetahuan sehingga tidak menimbulkan kecemasan pada individu itu

sendiri (Notoatmojo 2020).

2.3. Konsep Sikap

2.3.1. Definisi sikap

Sikap merupakan kondisi mental dari kesiapan, yang diatur lewat

pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap

respon individu pada seluruh obyek dan situasi yang berkaitan dengannya..

Menurut Dewi Purnama Sari (2020), sikap sebagai predisposisi atau

kecendrungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara

positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap

objek, situasi, konsep atau orang lain. Ciri-ciri Sikap. Sikap merupakan hal

penting untuk menjadi perhatian dalam penanganan penyakit ISPA di rumah.

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk melakukan tindakan dalam


39

prilaku, sikap merupakan suatu komponen yang dapat mempengaruhi

penanganan ISPA (Dewi Purnama Sari, 2020)

Peran aktif orang tua dalam menangani ISPA sangat penting. Orang tua

seringkali menganggap batuk pilek adalah penyakit yang tidak berbahaya

akan tetapi penyakiti ini bisa menjadi berat bila daya tahan tubuh menurun

dan tidak diobati. Jika anak yang terkena ISPA dibiarkan tidak diobati dapat

mengakibatkan penyebaran infeksi yang lebih luas sehingga infeksi

menyerang saluran nafas bagian bawah dan menyebabkan radang paru atau

pneumonia (Dewi Purnama Sari, 2020)

.2.3.2. Tingkat Sikap

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau kegiatan, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Perilaku merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek. Tingkat sikap menurut Notoatmodjo (2018)

adalah sebagai berikut:

a. Menerima (receiving), diartikan jika orang (subjek) bersedia dan

mencermati stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding), adalah bisa berupa memberikan jawaban apabila

ditanya, mengerjakan dan juga menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Menghargai (valuating), ialah dapat berupa mengajak orang lain untuk

mengerjakan ataupun mendiskusikan suatu kasus.

d. Bertanggungjawab (responsible) atas segala sesuatu yang sudah dipilihnya

Peran seorang ibu merawat balita sakit sangatlah penting karena

kebutuhan dasar balita masih bergantung dengan ibu. Ibu berperan sebagai

pendidik, pelindung anak dan pemberi perawatan pada keluarga yang sakit
40

terutama pada balita. Kejadian ISPA berulang pada balita dapat dipengarui

oleh salah satu faktor yaitu tingkat pengetahuan ibu terhadap penyakit ISPA.

Pengetahuan yang dimiliki, seorang ibu dapat membantu mencegah masalah

kejadian ISPA pada balita. Ibu akan lebih mewaspadai dan melindungi anak

dari ISPA karena pengetahuan yang dimilikinya Tinggi rendahnya tingkat

pengetahuan mengenai penyakit yang dimiliki orang tua mempunyai

pengaruh terhadap sikap orang tua. Pengetahuan yang meningkat diharapkan

dapat mengubah sikap orang tua dalam mengatasi penyakit ISPA. Sikap yang

perlu diterapkan orang tua antara lain sikap terhadap sakit dan penyakit, yaitu

bagaimana tanggapan terhadap tanda dan gejala, penyakit, penyebab, cara

penularan, penanganan dan lainnya Kenyataannya masih kurangnya tingkat

pengetahuan ibu terhadap penyakit. Salah satu upaya untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap orang tua dengan diadakannya pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan sangat penting dan merupakan suatu bagian peran dari

perawat profesional dalam upaya promosi kesehatan dan pencegahan

penyakit secara preventif (Dewi Purnamasari, 2020)

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Menurut Ria Angelina (2020), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

terhadap objek sikap antara lain:

1. Pengalaman pribadi. Sebagai dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi harus meninggalkan kesan yang mendalam, jika memiliki

pengalaman pribadi ini, sikap akan lebih mudah dibentuk dan terjadi

dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Secara umum, individu

cenderung memiliki sikap penurut atau sikap yang sejalan dengan sikap
41

orang yang dianggap penting. Hal ini termotivasi karena ingin berafiliasi

dan menghindari konflik dengan orang-orang yang dianggap penting

3. Pengaruh kebudayaan. Tanpa disadari kebudayaan sudah menanamkan

garis pengaruh sikap kita terhadap bermacam permasalahan. Kebudayaan

telah memberi warna sikap anggota masyarakatnya, karna kebudayaanlah

yang memberi corak pengalaman individu- individu masyarakat

asuhannya.

4. Media massa. Dalam pemberitaan surat kabar ataupun radio atau media

komunikasi yang lain, berita yang semestinya faktual disampaikan secara

objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis maupun konsumennya.

5. Lembaga pendidikan serta lembaga agama. Konsep moral dan ajaran yang

diperoleh dari lembaga pendidikan dan lembaga agama memberikan

pengaruh terhadap sikap dan sangat ditentukan dengan system keyakinan.

6. Faktor emosi. Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan

yang didasari emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi maupun

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.4. Konsep Balita

2.4.1. Definisi balita

Anak di bawah lima tahun atau sering disingkat anak balita. Balita adalah

anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun sampai lima tahun atau

biasa digunakan perhitungan bilan yaitu usia 0-59 bulan. Para ahli

menggolongkan usia balita sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup

rentan terhadap berbagai serangan penyakit ,termasuk penyakit yang di


42

sebabkan oleh keluarga atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu (Analisa,

I, L, Erna , F & Simfrosa, O, T, 2022).

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapatnya

kemauan dalam perkembangan motorik (gerakan dasar dan gerakan halus)

serta fungsi ekresi (pembuangan). Periode penting dalam tumbuh kembang

anak adalah pada masa balita karena akan memengaruhi dan menentukan

perkembangan anak selanjutnya. Setelah lahir, terutama pada tiga tahun

pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih

berlangsung, dan menjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabangnya

(Analisa, I, L, Erna , F & Simfrosa, O, T, 2022).

2.4.2.Karakteristik Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia

dibawah satu tahun juga termasuk golongan balita ini. Balita usia 1-5 tahun

dapat dibedakan menjadi dua yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga

tahun yang dengan balita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima

tahun yang dikenal dengan usia prasekolah. Karakteristik, balita terbagi

dalam dua kategori, yaitu anak usia 1-3 tahun (balita) dan anak usia

prasekolah anak 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak

menerima makanan dari apa yang disediakan oleh ibunya (Arli Febrianti,

2020).

Laju pertumbuhan masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah

sehingga diperkirakan jumlah makanan yang relatif besar . Pola makan yang

diberikan sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering karena perut

balita masih kecil sehingga tidak mampu menerima jumlah makanan dalam

sekali makan. Sedangkan pada usia pra sekolah anak menjadi konsumen
43

aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia

ini, anak mulai bergaul dengan lingkungan atau bersekolah playgroup

sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku (Arli

Febrianti,, 2020).

2.1. Kerangka Teori

Pengetahuan Sikap orangtua


 Pengertian  Pengertian
 Tingkat pengetahuan  Tingkat pengetahuan
 Faktor yang mempengaruhi

Konsep Balita

 Definisi Balita
 karakteristik

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANGTUA DENGAN


KEJADIAN ISPA DI PUSKEMAS BATAKTE

Gambar 2.1.Kerangka Teori

Di modifikasi dari Intan Silvia (2018), Indah Wulaningsih, dkk (2018, Dewi Purnama Sari, dkk

(2020)
44

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

PENGETAHUAN

 BAIK
 CUKUP
 KURANG
KEJADIAN
ISPA
SIKAP

 POSETIF
 NEGATIF

Keterangan :

: Diteliti

: Hubungan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesi penelitian ini adalah jawaban sementara dari penelitian yang

kebenarannya akan buktikan dalam penelitian (Notoadmodjo, 2018). Hipotesis


45

dalam penelitian adalah ada hubungan pengetahuan dan sikap orangtua dengan

kejadian ISPA

3.3. Desain Penelitian 29

Pada desain penelitian ini yang digunakan survey analtik adalah survey

atau penelitian menggali bagaimana mengapa fenomena kesehatan terjadi

dengan pendekatan cross sectional adalah sebagai jenis penelitian

observasional yang menganalis data variabel yang di kumpulkan pada satu titik

waktu tertentu di seluruh populasi sampel atau subset yang di tentukan

(Notoadmojo, 2020), untuk menegetahui apakah ada hubungan pengetahuan

dan sikap orangtua dengan kejadian ISPA di Puskesmas Batakte

3.4. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan batasan dari variabel-variabel yang akan

diteliti secara operasional atau aplikatif di lapangan. Manfaat definisi

operasional untuk mengarahkan pengukuran atau pengamatan terhadap

variable-variable yang diteliti serta digunakan juga untuk pengembangan

instrument penelitian. (Notoadmodjo, 2020).

Tabel.3.1.Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


Operasional variabel
Independen
1 Kejadian Suatu penyakit infeksi Kuisioner YA=1 Nominal
ISPA yang menyerang salurn TIDAK=0
pernafasan mulai dari Dengan kriteria:
hidung sampai paru- - ISPA:memiliki tanda
paru dan bersifat akut dan gejala ≥50%
- TIDAK ISPA:jika
memiliki tanda dan
gejala <50%
Dependen
46

2 Pengetahuan Segala susuatu yang di Kuesioner BENAR:1 Ordinal


ketahui orang tua SALAH:0
melalui pengindaran Dengan kriteria:
tentang kejadian ISPA pertanyaan benar –
pada balita di wilayah baik jika menjawab
kerja puskesmas batakte >76-100% - Cukup
jika menjawab benar
55-74% < jika kurang
dari 55%
3 Sikap orang Sikap merupakan Kuesioner Posetif :1 Nominal
tua hal penting untuk (menggunakan Negatif:2
menjadi prhatian skala likert) Dengan kategorik:
dalam penanganan -positif jika mean >3
penyakit ISPA di -negetif jika mean <3
rumah.

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi adalah wilayah genelisasi yang terdiri atas : objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya . (Notoadmodjo, 2020).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di wilayah kerja

puskemas batakte, Pada Bulan Oktober sampai Desember jumlah balita di

wilayah kerja Puskemas Batakte adalah 158 balita.

3.5.2.Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. (Notoadmodjo, 2020). Teknik pengambilan sampel adalah

random sampling dan ditentukan menggunakan rumus slovin yaitu:

N
n= 2
1+ N (d )

Keterangan :

N: Besar populasi

n: Besar sampel
47

d: Nilai presisi atau tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan

Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah:

158
n=
158. ( 0 , 1 ) ²+1 ¿
¿
158
¿
1+ 158 x ( 0 , 01 ) ¿
¿
158
¿
1, 58+1
158
¿ =61
2, 58
Jadi ,sampel yang diambildalam penelitian ini adalah 61 balita.

Dengan kriteria :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah ciri-ciri yang perluh di penuhi oleh anggota

populasi (Notoadmojo, 2018)

1) Bersedia menjadi responden

2) Orangtua yang memiliki balita

3) Bisa membaca dan menulis

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

di ambil sampel (Notoadmojo, 2018)

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Tidak bisa membaca dan menulis

3.6. Tempat dan waktu penelitian


48

Penelitian ini Telah dilakukan di Puskemas Batakte. Penelitian Telah

dilakukan pada bulan Agustus 2023

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat bantu yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematika dan lebih mudah dalam memperoleh data (Nursalam, 2020).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk

variabel pengetahuan dan sikap orang tua terhadap kejadian ISPA masing-

masing dengan jumlah 10 pertanyaan dikutip dari penelitian (SKhomsan

2021). Pada Kuisioner Pengetahuan dan Sikap Orangtua dengan kejadian

ISPA yang sudah di uji validasi dan rehabilitasinya. (Araujo, 2019 )

3.8. Etika Penelitian

Penelitian kesehatan pada umumnya menggunakan manusia sebagai

objek yang diteliti ,hal ini berati adanaya satuhubungan timbal balik antara

orang sebagai peneliti dan orang sebagai diteliti. Oleh sebab itu sebagai

prinsip etika dan moral seperti yang telah diuraikan, maka dalam pelaksanaan

penelitian kesehatan khususnya, harus di perhatikan hubungan antara kedua

bela pihak secara etika, atau biasanya disebut sebagai etika penelitian

(Nursalam, 2020) Dalam penelitian ini perlu diperhatikan masalah etika yang

meliputi:

1) Surat persetujuan (informed concent)

Informed concent merupakan suatu bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden peneliti dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed concent yang diberikan kepada subjek atau


49

responden sebelum subjek diberi kesempatan untuk diteliti maka penelliti

tidak bisa memaksa responden untuk diteliti dan menghormati hak dari

responden .

2) Tanpa nama (Anonminity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

umlah dalam penggunaan subjek/responden penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan. Dilakukan untuk menjaga kerahasiaan

responden sebagai peneliti , peneliti tidak mencantumkan nama responden

pada lembar kuisioner yang diisi oleh responden, peneliti hanya

memberikan nama inisial atau kode tertentu.

3) Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan subjek/responden dijaga oleh peneliti, baik informasi

maupun masalah –masalah lain yang diberikan oleh subjek atau responden

masalah ini merupakan masalah dengan memberikan jaminan

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset .

4) Keadilan (Justife)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian

dalam melakukan penelitian, peneliti selalu menjelaskan prosedur

penelitian dan menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh

perlakuan dan keuntungan yang sama.


50

5) Bermanfaat dan Tidak Merugikan (Beneficeence And nonmaleficence)

Dalam melakukan penelitian memperhatikan manfaat penelitian ini

bagi subjek penelitian. Selain itu peneliti juga harus mempertimbangkan

dan melihat kerugian yang ada pada setiap kegiatan penelitian. Oleh

karena itu peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan

keuntungan yang akan timbul.

3.9. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data adalah proses mendekati suatu subjek merupakan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian, tahapan

pengumpulan data tergantung desain dan teknologi instrument yang digunakan

dalam penelitian (Nursalam, 2020)

Dalam melakukan pengambilan data ada bebrapa langkah yang akan

digunakan peneliti adalah :

1. Mengurus izin penelitian dengan membawa surat persetujuan dari STIKES

Maranatha Kupang untuk diberikan kepada Kepala Puskesmas Batakte

2. Meminta izin kepada kepala Puskesmas Batakte

3. Setelah mendapatkan izin dari kepala puskesmas peneliti memberikan

penjelasan kepada responden tentang maksud dan tujuan penelitian

4. Setelah itu memberikan inform consent kepada responden untuk dijadikan

responden

5. Membagikan kuesioner kepada responden yang telah disiapkan.

Setelah semua data kuesioner telah terkumpul peneliti kemudian melakukan

analisa data

6. Menyusun hasil yang didapatkan dari responden


51

3.10. Pengolahan Data dan Analisa Data

3.10.1 Teknik Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis, data diolah terlebih dahulu dengan tujuan

mengubah data menjadi infomasi. Dalam statistik infomasi yang diperoleh

dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam

pengujian hipotesis. Tahapan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Editing

Peneliti melakukan pemeiksaan kembali kebenaran data yaitu dengan

memeriksa terlebih dahulu koisioner yang diserahkan oleh responden

b. Coding

Peneliti melakukan pengkodean berupa angka numerik pada data yang

telah peneliti tetapkan. Pengkodean ini penting terutama pengolahan data

yang peneliti lakukan menggunakan software komputer. Pengkodean

pengetahuan pada pernyataan positif jika responden menjawab Benar

maka mendapat nilai 1 dan jika reponden menjawab Salah maka

mendapat nilai 0 dengan menetapkan kriteria pengetahuan Baik jika

mendapat nilai 76-100%, pengetahuan Cukup Jika mendapat nilai 56-

75%, dan pengetahuan kurang jika mendapat nilai <56%.

c. Scoring (penetapan skor)

Setelah semua data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa, kemudian

setelahnya dilakukan tabulasi dan diberikan skor sesuai dengan kategori

dari data serta jumlah item pertanyaan dari setiap variable


52

d. Entri data

Peneliti melakukan data entri yaitu memasukkan data penelitian yang

selanjutnya peneliti tampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.

e. Cleaning data

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah dimasukkan ke dalam computer untuk memastikan data telah

bersih dari kesalahan sehingga data siap di analisa.

3.11. Teknik Analisa Data

3.11.1 Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi

frekuensi dan presentase dari karakteristik responden yaitu: usia, jenis

kelamin, dan tingkat pendidikan, dan variabel independen dan dependen

yaitu analisis univariat terdiri dari pengetahuan dan sikap orangtua dengan

kejadian ISPA. Data pada analisa univariat ini dijadikan dalam bentuk data

kategori dengan peringkasan data menggunakan distribusi frekuensi dengan

ukuran presentase (%).

3.11.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga saling

berhubungan (Notoadmojo, 2018). Analisa bivariat dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dan Sikap

Orangtua dengan Kejadian ISPA.

Untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut menggunakan uji Chi-

Square yaitu semua bentuk uji untuk melihat ada tidaknya hubungan antara
53

variabel bebas dengan variabel terikatnya. Dengan rumus sebagai berikut :

X² = Σ (0 − E)²
E
Keterangan :

x² = Nilai Chi Square

Σ = Jumlah

0 = Nilai observasi (hasil)

E = Frekuensi Eksfektasi

1) Jika p ≤ α 0,05 maka Ha diterima Ho ditolak, berarti ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

2) Jika p > α 0,05 maka Ha ditolak Ho diterima, berarti tidak ada hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat.


54

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran umum tempat penelitian

Pustu Kuanehun terletak di Desa Kuanehun Barat Kecamatan Kupang

Barat Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Desa Kuanehun

batas wilayah daerah pustu yaitu : pustu Aomina Selatan, pustu Tunas Baru

Barat, pustu sonaf dan melati timur, Selat Semau Timur kelurahan Batakte

Luas Wilayah Desa Kuanheun secara keseluruhan adalah 2.146Ha,

dimana luas tersebut dibagi menjadi delapan fungsi yaitu untuk pemukiman

seluas 658Ha, persawahan 280 Ha, perkebunan (p) 128Ha, kuburan 40Ha,

Pekerangan 740Ha dan lain-lain

4.1.2 Data umum

1. Karakterisitik Responden Berdasarkan Umur.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Orang Tua di


Puskesmas Batakte Kabupaten Kupang

Umur Frekuensi (n) Presentase (%)


26-35 19 31.1
36-45 27 44.3
>46 15 24.6
Total 61 100.0
Sumber : Data Primer 2023

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukan bahwa Sebagian besar

responden berumur 36-45 tahun berjumlah 27 orang (44,3%)


55

2. Karakterisitik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Orang Tua di


Puskesmas Batakte Kabupaten Kupang

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Presentase (%)


Laki-Laki 22 36.1
Perempuan 39 63.9
Total 61 100.0
Sumber : Data Primer 2023

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukan bahwa Sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 39 orang (63,9%)

3. Karakterisitik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Orang Tua di


Puskesmas Batakte Kabupaten Kupang

Pendidikan Frekuensi (n) Presentase (%)


SD 20 32.8
SMP 15 24.6
SMA 17 27.9
Sarjana 9 18.8
Total 61 100.0
Sumber : Data Primer 2023

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukan bahwa Sebagian besar

responden berpendidikan SD berjumlah 20 orang (32,8%)

4. Karakterisitik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Orang Tua di


Puskesmas Batakte Kabupaten Kupang

Pekerjaan Frekuensi (n) Presentase (%)


IRT 16 26.2
Petani 18 29.5
WiraSwasta 18 29.5
PNS 9 14.8
Total 61 100.0
Sumber : Data Primer 2023
56

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukan bahwa Sebagian besar

responden dengan pekerjaan Petani dan WiraSwasta berjumlah 18

orang (29,5)

5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Orang Tua tentang

Kejadian ISPA
57

Tabel 4.5 Distribusi Berdasarkan Pengetahuan Orang Tua di Puskesmas


Batakte Kabupaten Kupang
Pengetahuan Frekuensi (n) Presentase (%)
Baik 17 27.9
Cukup 29 47.5
Kurang 15 24.6
Total 61 100.0
Sumber: Data Primer 2023
Berdasarkan Tabel 4.5 Menunjukan bahwa Sebagian besar

responden memiliki pengetahuan dengan kejadian Ispa berkategori cukup

sebanyak 29 (47.5 %)

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap Orang Tua tentang Kejadian ISPA

Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Sikap Orang Tua di Puskesmas


Batakte Kabupaten Kupang
Sikap Frekuensi (n) Presentase (%)
Positif 12 2
Negatif 16 24
Total 33 100.0

Sumber: Data Primer 2023


Berdasarkan tabel 4.6 Menunjukan bahwa Sebagian besar responden

memiliki Sikap dengan Kejadian Isapa berkategori Cukup berjumlah 40

(65.6 %) dan sebagian kecil dengan kategori Kurang sebanyak 7 responden

(11,5 %) dari 61 responden

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian ISPA

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Kejadian Ispa di Puskesmas Batakte


Kabupaten Kupang
Kejadian Ispa Frekuensi (n) Presentase (%)
Ispa 33 54.1
Tidak Ispa 28 45.9
Total 61 100.0
Sumber: Data Primer 2023
Berdasarkan tabel 4.7 Menunjukan bahwa Sebagian besar responden

mengalami Kejadian Ispa berjumlah 33 orang (54.1%)

4.1.3 Data Khusus


58

1. Analisis Responden Berdasarkan Pengetahuan Orang Tua tentang

Kejadian ISPA

Tabel 4.8 Analisis Responden berdasarkan pengetahuan Orang Tua dengan

kejadian Ispa Di Puskesmas Batakte

Pengetahuan Kejadian Ispa


Ispa Tidak Ispa Total p-value

F % F % F %
Baik 14 25,3 3 25,5 17 37,2
Cukup 12 18,2 17 53,0 29 52,1 0,003
Kurang 7 12,4 8 5,8 15 19,9
Total 33 45,9 28 22,5 61 100,0
59

Sumber: Data Primer 2023


Berdasarkan tabel 4.8 Hasil uji Statistik Menggunakan Uji Chi-Square
didaptkan nilai pengetahuan Orang Tua dengan Kejadian ISPA p-
valuenya 0.003<0,05 Maka dapat disimpulkan bahwa “H0 ditolak dan
H1 diterima”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada “Ada
Hubungan Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian ISPA Di
Puskesmas Batakte

2. Analisis Responden Berdasarka Sikap Orang Tua tentang Kejadian ISPA

Tabel 4.9 Analisis Responden berdasarkan pengetahuan Orang Tua dengan

Kejadian Ispa Di Puskesmas Batakte

Sikap Kejadian Ispa


Ispa Tidak Ispa Total p-value

F % F % F %
Positif 12 25,3 2 15,5 17 37,2
Negatif 16 38,2 24 83,0 29 52,1 0,008
Total 33 45,9 28 22,5 61 100,0
Sumber: Data Primer 2023

Berdasarkan tabel 4.8 Hasil uji Statistik Menggunakan Uji Chi-Square

didapatkan nilai pengetahuan Orang Tua dengan Kejadian Ispa p-valuenya

0.008<0,05 Maka dapat disimpulkan bahwa “H0 ditolak dan H1 diterima”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada “Ada Hubungan Sikap

Orang Tua Dengan Kejadian Ispa Di Puskesmas Batakte

4.2 Pembahasan

4.2.1 Mengidentifikasi Pengetahuan Orang Tua tentang Kejadian ISPA

Berdasarkan hasil penelitian di atas di dapatkan tingkat pengetahuan

orang tua dengan kategori cukup sehingga menjadi salah satu pemicu

terjadinya kejadian Ispa karena kurangnya informasi atau pengetahuan


60

orang tua tentang penyakit Ispa dan kurangnya pemeliharaan kesehatan

terkhususnya kejadian Ispa

Menurut Sarah (2021) Pengetahuan tidak berhubungan dengan kejadian

ISPA dikarenakan faktor pengalaman pribadi dan pengaruh media.

Penegtahuan dalam mengetahui informasi sangat banyak akan tetapi factor

dari orang tua sendri yang kurang mencari informasi sehingga dapat

menggambarkan dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling

dekat

Pengetahuan sangat berperan penting dengan kejadian ISPA pada anak-

anak maupunorang Dewasa Pengetahuan penderita yang kurang tentang cara

bahaya penyakit, penularannya, dan cara pencegahan akan berpengaruh

terhadap sikap dan tindakan sebagai orang yang sakit dan akhirnya menjadi

sumber penular bagi sekelilingnya akan tetapi Dengan adanya pengetahuan

yang baik maka ibu akan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan anak

khususnya dalam pencegahan penyakit ISPA (Aderita, 2019).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2012 dalam purwani, 2022)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ibrahim,

2019) Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Terhadap Kejadian Ispa

Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang menyatakan

bahwa pengetahuan orang tua sangat rendah dalam berperan penting dalam
61

pencegahan tentang penyakit Ispa sehingga angka kejadian Ispa mengalami

peningkatan

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Septiana,

2020) Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Kejadian Ispa

Pada Balita menyatakan bahwa Pengetahuan orangtua tentang ISPA

mayoritas rendah sehingga dapat mempengaruhi dalam proses penyembuhan

penyakit pada penderita Ispa

Menurut peneliti berasumsi berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil

pengetahuan orang tua pada penderita Ispa masih tergolong rendah karena

kurangnya mendapatkan informasi baik dari pelayanan kesehatan mau pun

dari media social oleh karena perlu adanya dorongan dalam meningkatkan

pengetahuan orang tua sehingga dapat menurunkan angka kejadian Ispa

4.2.3 Mengidentifikasi Sikap Orang Tua Tentang Kejadian ISPA

Berdasarkan hasil penelitian di atas di dapatkan hasil perlikau orang tua

tentatng kejadian ISPA dengan perilaku negatif sehingga dengan kurangnya

menjaga kesehatan atau pemeliharaan kesehatan dapat cenderung beresiko

terjadinya angka kejadia ISPA menjadi meningkat oleh karena itu perlu

adanya penikatan nilai atau mencari informasi dalam pemeliharaan kesehatan

terutama kejadia ISPA

Sikap merupakan hal penting untuk menjadi perhatian dalam

penanganan penyakit ISPA di rumah. Sikap merupakan hal penting untuk

menjadi perhatian dalam penanganan penyakit ISPA di rumah. Orangtua yang

mempunyai sikap yang baik dalam melakukan tindakan ISPA dapat

mempengaruhi praktek penanganan ISPA pada balita (Azwar, 2021)


62

Sikap menjadi salah satu peranan penting Pada umumnya ibu cukup

mengetahui tentang penyakit ISPA, namunkadang kala mereka kurang

menyikapi upaya-upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA. Kondisi

ini disebabkan karena kurang memperhatikan upaya untuk hidup sehat dalam

rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga

dibutuhkan untuk hidup sehat dan bersih (Ashari, 2022).

Menurut Salim et al (2021) sikap tidak berhubungan dengan kejadian

ISPA dikarenakan faktor pengalaman pribadi dan pengaruh media. Sesuai

dengan teori WHO yang menyatakan bahwa sikap menggambarkan suka atau

tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman

sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap positif terhadap nilai-

nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Febrianti (2020) Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Ispa Dengan Perilaku

Pencegahan Ispa Pada Balita Di Phpt Muara Angke Jakarta Utara Hasil

penelitian tentang hubungan sikap orang tua dengan kejadian ISPA yang

dilakukan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Kartini, 2020) Hubungan

Antara Perilaku Orang Tua Tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa)

Dengan Kekambuhan Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas

Wukir menyatakan bahwa Perilaku ibu menjadi sangat penting karena

didalam merawat anaknya ibu sering kali berperan sebagai pelaksanaan dan

pengambilan keputusan dan pengasuhan anak yaitu dalam hal memberikan

makan, perawatan, kesehatan dan penyakit. Dengan demikian bila prilaku ibu
63

baik dalam pengasuhan makaan dapat mencegah dsan memberikan

pertolongan pertama pada anak balita yang mengalami ISPA dengan baik

Menurut peneliti berasumsi berdasarkan hasil penelitian didapatkan

bahwa sikap orang tua sebagian besar masih tergolong rendah dalam

pencegahan Isapa karena ketika kurangnya menjaga pola kesehatan dalam

keluarga dapat menyebakan angka kejadian Ispa sehingga perlunya

meningkatkan nilaik perilaku atau sikap orang tua dalam pemeliharaan

kesehatan

4.2.4. Mengidentifikasi kejadian ISPA

Berdasarkan hasil penelitian di atas di dapatkan hasil perlikau orang tua

tentatng kejadian ISPA kurangnya menjaga kesehatan atau pemeliharaan kesehatan

dapat cenderung beresiko terjadinya angka kejadia ISPA menjadi meningkat oleh

karena itu perlu adanya penikatan nilai atau mencari informasi dalam pemeliharaan

kesehatan terutama kejadia ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Merupakan Masalah Kesehatan

Yang Utama Terjadi Di Dunia Ataupun Di Indonesia. ISPA Ialah Penyakit Yang

Bisa Dirasakan Seluruh Usia, Yang Paling Utama Memiliki Daya Tahan Tubuh

Relatif Rendah Seperti Bayi Serta Lanjut Usia. Indikasi ISPA Mulai Dari Indikasi

Yang Ringan Hingga Berat. Tiap Tahun Indonesia Menyumbangkan Angka

Kematian Balita Serta Bayi Yang Diakibatkan Oleh ISPA. Penyakit Ini Menempati

Posisi Pertama Yang Dialami Balita Serta Bayi (Aryani & Syapitro, 2018).

ISPA Merupakan Permasalahan Kesehatan Yang Penting Sebab Terdapat 2

Juta Kematian Setiap Tahunnya. Insidensi ISPA Di Negeri Berkembang Menurut

Perkiraan WHO 0,29% Atau 151 Juta Jiwa (Savitri, 2018). Menurut WHO, Angka

Kematian Anak Di Dunia Memiliki Bawah 5 Tahun Sebanyak 920.136 Bayi.


64

Bersumber Pada Informasi Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017, Insiden ISPA

(Per 1000 Bayi) Di Indonesia Sebanyak 20,54%. Jumlah Kematian Akibat ISPA

Tahun 2016 Dan 2017 Sebanyak 0,22% Hingga 0,34% (Kementerian Kesehatan RI,

2017).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran

pernafasan atas maupun bawah. ISPA akan menyerang jika ketahanan tubuh

menurun, terutama pada balita. Anak usia 0- 5 tahun memiliki kekebalan tubuh

yang rentan terhadap berbagai penyakit. ISPA berlangsung sampai 14 hari yang

ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang

mengandung kuman, ISPA diawali dengan gejala seperti pilek biasa, batuk, demam,

bersin-bersin, sakit tenggorokan, sakit kepala, sekret menjadi kental, nausea,

muntah dan anoreksia (Wijayaningsih, 2018).

ISPA merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada balita.

Angka kejadian penyakit ISPA pada balita di Indonesia masih tinggi, kasus

kesakitan tiap tahun mencapai 260.000 balita. Tahun 2003, kasus kesakitan pada

balita akibat penyakit ISPA sebanyak lima dari 1000 balita. Penyakit ISPA juga

penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan yakni sebanyak 40%-60%

kunjungan berobat di puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat di rumah sakit

(Trisnawati & Juwarni, 2019).

4.2.5 Menganalisis Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan orangtua

dengan kejadian ISPA maka dapat disimpulkan bahwa H0 di tolak dan H1

diteima dengan demikian dapat dikatakan bahwa “Ada Hubungan

pengetahuan orangtua dengan kejadian ISPA


65

Permasalahan ISPA saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Hal

ini ditunjukkan dengan masih rendahnya pengetahuan Orang tentang kejadian

Ispa dapat menimbulkan resiko terjadinya penyakit Ispa Sebagian besar dari

infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan. Seperti batuk pilek sehingga

banyak kalangan orang tua menganggap enteng gejala flu disertai batuk pada

anak-anak. Padahal, kuman dan virus dengan cepat berkembang di dalam

saluran pernapasan yang akhirnya menyebabkan infeksi (Idai, 2019)..

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya Setyawan

(2021) Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Terhadap Kejadian

Ispa Pada Balita Usia 1- 4 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatinangor

Kabupaten Sumedang Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan

Orang Tua terdapat nilai signifikansinya adalah p = 0,003<0,5 Kesimpulan

ada Hubungan yang signifikan antara Pengetahuan orang Tua Dengan

Kejadian ISPA

Peneliti berasumsi bahwa Pentingnya pengetahuan tentang Penyakit

Ispa sehingga orang tua perlu mendapat informasi yang cukup, sehingga

remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan yang seharusnya

dihindari seperti menjaga pola hidup sehat pada keluarga terutama anak

didalam lingkungan rumah maupun diluar lingkungan rumah sehingga

keluarga tetap sehat dan tidak cenderung mengalami penyakit ISPA

4.2.6 Menganalisis Sikap Orang Tua Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Sikap orangtua dengan

kejadian ISPA maka dapat disimpulkan bahwa H0 di tolak dan H1 diteima

dengan demikian dapat dikatakan bahwa “Ada Hubungan Sikap Orangtua

dengan kejadian ISPA


66

Sikap menjadi salah satu peranan penting Pada umumnya ibu cukup

mengetahui tentang penyakit ISPA, namunkadang kala mereka kurang

menyikapi upaya-upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA. Kondisi

ini disebabkan karena kurang memperhatikan upaya untuk hidup sehat dalam

rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga

dibutuhkan untuk hidup sehat dan bersih (Ashari, 2022).

Sikap merupakan salah satu maslah besar dari infeksi saluran pernapasan

hanya bersifat ringan. Seperti batuk pilek sehingga banyak kalangan orang tua

menganggap enteng gejala flu disertai batuk pada anak-anak. Padahal, kuman

dan virus dengan cepat berkembang di dalam saluran pernapasan yang

akhirnya menyebabkan infeksi Jika telah terjadi infeksi maka anak akan

mengalami kesulitan bernapas dan bila tidak segera ditangani dan diobati,

penyakit ini bisa semakin parah menjadi pneumonia yang menyebabkan

kematian (Azaz, 2021)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Kartini, 2020) Hubungan

Antara Perilaku Orang Tua Tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa)

Dengan Kekambuhan Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas

Wukir Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan Orang Tua

terdapat nilai signifikansinya adalah p = 0,003<0,5 Kesimpulan ada

Hubungan yang signifikan antara Pengetahuan orang Tua Dengan Kejadian

ISPA

Peneliti berasumsi bahwa Pentingnya Sikap merupakan hal penting

untuk menjadi perhatian dalam penanganan penyakit ISPA di rumah.

Orangtua yang mempunyai sikap yang baik dalam melakukan tindakan


67

ISPA dapat mempengaruhi praktek penanganan ISPA pada balita sehingga

perlu adanya peranan dalam pemeliharaan kesehatan dalam keluarga

sehingga dapat mencegah penyakit ISPA

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Hubungan Pengetahuan Dan Sikap

Orang Tua Dengan Kejadian Ispa Di puskesmas Batakte Tahun 2023 Maka

Dapat Ditarik Kesimpulan Sebagai Berikut :

1. Berdasarkan penelitian Di puskesmas Batakte didapatkan bahwa dari 61

responden yang diteliti Kejadian Ispa terbanyak adalah yaitu 33 (54,1%)

dari 61 responden

2. Berdasarkan penelitian Di puskesmas Batakte didapatkan bahwa dari 61

responden yang diteliti Sikap Orang Tua Dalam dengan kejadian ISPA

berkategori cukup yaitu 40 (65.6 %) dari 61 responden

3. Berdasarkan hasil uji statistic dengan uji Chi Square yang dilakukan oleh

peneliti didapatkan nilai p-value=0,003<0,05 sehingga terdapat adanya


68

korelasi antara Sikap Orang Tua dengan Kejadian ISPA Di puskesmas

Batakte maka Ho ditolak dan Ha diterima

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis ingin memberikan saran kepada

beberapa pihak yaitu :

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan Peneliti dapat memeberikan informasi kepada

masyarakat khususnya orang tua yang memiliki balita mengenai

penyakit ISPA

2. Bagi Puskesmas

Diharapkan tenaga kesehatan tetap mempertahankan atau

meningkatkan pelayanan kesehatan didaerah setempat khususnya

mengenai Penyakit ISPA

3. Bagi Institusi

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi referensi untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya berkaitan dengan judul yang

telah diteliti oleh penulis dan menambah wawasan pembaca

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan memodifikasi

variabel penelitian menjadi lebih banyak lagi dan memperbanyak

wawasan informasi berkaitan dengan Penyakit ISPA


69

DAFTAR PUSTAKA

Admin, & Sherly Widianti. (2020). Penanganan Ispa Pada Anak Balita (Studi
Literatur). Jurnal Kesehatan Dan Pembangunan, 10(20), 79–88.
Https://Doi.Org/10.52047/Jkp.V10i20.81

Araujo. (2019). Kriteria Tingkat Pengetahuan. Kriteria Tingkat Pengetahuan, 6.

Arli Febrianti.(2020).Pengetahuan, Sikap Dan Pendidikan Ibu Dengan Kejadian


ISPA Pada Balita Di Puskesmas 7 Ulu Kota Palembang. (2020). Jurnal
Kesehatan, 3, 134 136.

Analizza, I. L., Erna, F., & Simfrosa, O. T. (2022). Gambaran Faktor Penyebab
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita (Status Gizi Dan Status
Imunisasi ) Di Wilayah Kerja Puskemas Sikumana. Nursing, 67-72.

Darsini, D., Fahrurrozi, F., & Cahyono, E. A. (2019). Pengetahuan. Jurnal


Keperawatan, 12(1), 13.

Dewi Purnama Sari, D. (2020). Pendidikan Kesehatan Meningkatkan Tingkat


Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dalam Merawat Balita Dengan Ispa. Artikel
Penelitian, Hal. 39-45.
70

Dindi Paizer, Dwi Apriani, R. (2020). Hubungan Antara Pengetahuan Orangtua


Tentang Ispa Dengan Kejadian Ispa Pada Balita. Jurnal Kesehatan, 10
Volume, 5.

Indah, W. (2018). Hubungan Pengetahuan Orangtua Tentang ISPA Dengan


Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Dawungsari Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal. Perawat, 5, 90-99.

Intan, S. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibutentang Penyakit ISPA Dengan


Perilaku Pencegahan ISPA Pada Balita Di PHPT Muara Angke Jakarta
Utara Tahun 2018. Perawat, 11, 402-411.

Khomsan, A. (2021). Teknik Pengukuran Pengetahuan. In Paper Knowledge . Toward A


Media History Of Documents (Vol. 3, Issue April).Lea, A. I., Febriyanti, E.,
Trianista, S. O., & Bangsa, C. (2018). 893-Article Text-1854-1-10-
20221129.

Lidya, A. (2021). Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada Balita Infeksi


Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Dengan Menggunakan Terapi Rebusan Jahe
Madu Di Margorejo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro. Jurnal
Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (Pkm), 4, 37–41.

Notoatmodjo, S. (2018).Metodologi Penelitian Kesehatan (Ketiga). Jakarata:


Pt Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S.( 2018). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo Rineka Cipta. 2020. Promosi Kesehatan Dan Ilmu


Perilaku. Jakarta.

Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


(Edisi5). Jakarta: Salemba Medik

Notoadmodjo. (2020). Definisi Pengetahuan. Journal Of Chemical Information And


Melingod, 53(9).
71

Notoatmodjo, S, (2014), Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta


Notoatmodjo. (2014). Notoatmodjo. Pengetahuan Sikap Dan Perilaku, 2(1).

Ratih Dwi Lestari Puji Utami, N. M. (2020). Hubungan Antara Pengetahuan Orang
Tua Tentang Phbs Dengan Perilaku Pencegahan Ispa. Jurnal Ilmiah
Keperawatan, 8, 50 -54.

Ria Angelina. (2022). Peran Dan Tindakan Orangtua Dalam Pencegahan Ispa
Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Kelurahan Babakan Asih Kota
Bandung. Jurnal Perawat Indonesian, 1161-1172.

Serly, W. (2020). Penanganan ISPA Pada Anak Balita (Studi Literatur).


Keperawatan, 80-86.

Suganda, Siska, I., Nengke, P. S., & Marita, S. (2022). Asuhan Keperawatan Pada
Balita Infeksi Saluran Pernapasan Akut Dengan Hipertermi Melalui
Pemberian Terapi Tepid Sponge. Ilmiah, 10, 139-142.

Viola, A., Ludiana, & Nia, R. D. (2022). Penerapan Pendidikan Kesehatan


Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskemas Ganjar Kecamatan Metro Barat. Cedekia Muda, 2, 602-605.
72
73
74

Anda mungkin juga menyukai