Anda di halaman 1dari 56

HUBUNGAN STIGMA MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL

PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS

DI KOTA KUPANG

PROPOSAL

OLEH :

NOVIANUS LUAN

NIM : 114302715

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2020
HUBUNGAN STIGMA MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL

PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS

DI KOTA KUPANG

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

OLEH :

NOVIANUS LUAN

NIM : 114302715

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2020

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Proposal ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Novianus Luan

NIM : 114302715

Tanda Tangan :

Tanggal :

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal ini diajukan oleh :


Nama : Novianus Luan
Program Studi : SI Ilmu Keperawatan
Nim : : 1143 02715

Judul Proposal : Hubungan Stigma Masyarakat Dengan Interaksi


Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota
kupang.

Telah disetujui oleh pembimbing dan diterima sebagai bagian persyaratan


yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Maranatha pada tanggal 21 februari 2020.

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Ferdinandus Suban Hoda S,Kep, M.Kes Priska Ketriani Lette S, Kep, Ns


NIDN. 0807068802 NIDN. 0807068802

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal ini diajukan oleh :


Nama : Novianus Luan
Program Studi : SI Ilmu Keperawatan
Nim : 1143 02715

Judul Proposal : Hubungan Stigma Masyarakat dengan Interaksi


Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota
kupang.

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi SI Ilmu Keperawatan, Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Maranatha pada tanggal 21 februari 2020.

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Serly Sani Mahoklory, S,Kep, Ns., M.Kep ........................


Nidn. 0804109202

Penguji I : Ferdinandus Suban Hoda, S,Kep, M.Kes ........................


Nidn. 0807068802

Penguji Ii : Priska Ketriani Lette, S,Kep., Ns ........................


Nup. 9908430578

Mengetahui

Ketua STIKES Maranatha Kupang Ketua Program Studi SI Keperawatan

Mery L. F. Tumeluk.SST., MPH Erdianus Mbanga, S.Kep., Ns.,M.kep


v
NIK. 012080703 NUP : 9908431046
   
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas Rahmat-Nyalah, maka saya dapat menyelesaikan Proposal dengan judul
“Hubungan Stigma Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada Orang
Dengan Hiv/Aids Di Kota Kupang” dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan limpah terimakasih kepada:
1. Ketua Yayasan Maranatha Kupang, Alfriets Sellan, atas dukungannya
2. Mery L. F. Tumeluk, SST, MPH, selaku Ketua STIKes Maranatha Kupang
beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada STIKes Maranatha
Kupang.
3. Ferdinandus Suban Hoda S,Kep, M.Kes selaku dosen pembimbing utama
yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan motivasi kepada penulis.
4. Priska Ketriani Lette S,Kep., Ns selaku dosen pembimbing pendamping yang
telah banyak memberikan masukan, saran dan motivasi kepada penulis.
5. Serly Sani Mahoklory, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan, saran untuk perbaikan penulisan skripsi ini
6. Waket I, II, III STIKes Maranatha Kupang, yang telah memfasilitasi
kelancaran perkuliahan pada program studi S1 Keperawatan
7. Erdianus Mbanga, S.Kep., Ns.,M.kep selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Maranatha Kupang yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S1
Keperawatan.
8. Bapak dan Ibu dosen yang mengabdi di STIKes Maranatha Kupang, yang
telah dengan susah payah mengajar, membimbing, serta memotivasi selama
menjalani pendidikan di STIKes Maranatha Kupang.
9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan yang telah
memberikan ijin pengambilan data awal.
10. Bapak Dan Ibu Staf Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah
Selatan

vi
11. Bapak Rudolof Nino Selan, yang selalu memberi motivasi, dukungan dan
bantuan dalam penyusunan Proposal.
12. Kedua orang tua yang saya cintai, Bapak Tarsius Luan dan Ibu Rosana
Noronha yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan moril, doa dan
material dalam setiap perjuangan dan perjalanan hidup Ku.
13. Saudaraku Yang Tercinta : In Noronha, Santos Noronha, Ady Noronha, Maria
Imelda Luan, Cristina De Oliveira, yang senantiasa memberikan dukungan
dan doa kepada penulis.
14. Sahabatku Tercinta : david, elkim, beni, Muz, amalio, evo, arnol, Ferdy, Age,
Tony Oematan, fandy, upeng, moke, karan, Rofan, Yufen, Riky, alfin, Desna,
Willy, Allu, Afaty, onis, johan, ady, lijer yang telah memberi motivasi dan
dukungan kepada penulis.
15. Teman – temanku angkatan 2015 perawat A senantiasa memberikan dukungan
kepada penulis.
16. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
proposal ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan semua pihak yang
telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan penyusunan proposal ini. Penulis
menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala
masukan, saran demi perbaikan penulisan proposal ini penulis terima dengan
senang hati.

Kupang 21 februari 2020

Penulis

vii
DAFTAR ISI

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.4 Kerangka Teori Penelitian………………………………………..…


Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian………………………………………....

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional…………………………………………………..

x
DAFTAR SINGKATAN
TTS : Timor Tengah Selatan
HIV : Human Immunodeficiency virus
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
WHO : World Health Organization
VCT : Voluntary Counseling Test
IMS : Infeksi Menular Seksual
IO : Infeksi Opportunistic
PGL : Persistent Generalized Lymphadenopathy
ARC : Aids Related Complex

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Proposal

Lampiran 5 : Surat Izin Pengambilan Data Awal

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) menyerang sel darah putih (sel

CD4) sehingga menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia dan

mengakibatkan penderita sangat mudah terkena berbagai penyakit. Sekumpulan

gejala-gejala yang timbul karena menurunnya kekebalan tubuh disebut dengan

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dimana saat ini mendapat

perhatian sangat serius karena merupakan penyakit menular yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat di dunia sejak pertama kali dilaporkan pada 5 Juni

1981 oleh Centers for Disease Control and Preventiondan pertama kali

dilaporkan sebagai kematian terkait HIV/AIDS di Indonesia pada April tahun 1987

(Dewi, 2019).

Human Immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

Syndrome (AIDS) masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat secara

global. Walaupun insiden HIV telah menurun dari 0,40 per 1000 populasi yang

tidak terinfeksi menjadi 0,26 per 1000 populasi yang tidak terinfeksi di tahun

2016 (UNAIDS, 2018), namun kecenderungannya masih memprihatinkan. Hingga

akhir tahun 2017, World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat sekitar

36,9 juta orang dengan HIV/AIDS (ODHA), 940.000 kematian karena HIV, dan

1,8 juta orang terinfeksi baru HIV atau sekitar 5000 infeksi baru per harinya

(WHO, 2018).

Di Indonesia, insiden HIV mencapai 0,19 per 1000 penduduk (UNAIDS,

2018; World Health Statistics, 2018). Insiden tersebut masih di bawah angka

1
global (0,26 per 1000 penduduk), namun berada di atas angka rata-rata wilayah

Asia Tenggara (0,08 per 1000 penduduk) (World Health Statistics, 2018). Bahkan

Indonesia menempati urutan tertinggi ketiga jumlah ODHA serta kasus infeksi

baru wilayah Asia Pasifik setelah India dan China. Selain itu, kematian karena

AIDS di Indonesia juga dilaporkan meningkat hingga 68% di tahun 2016 (WHO,

2018). Kondisi ini menjadi tantangan berat Indonesia untuk mencapai tujuan

SDGs di tahun 2030.

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. Di Indonesia secara kumulatif kasus HIV & AIDS yang

dilaporkan sampai dengan Juni 2016 terdapat 208.920 orang yang hidup dengan

HIV dan 82.556 orang dengan AIDS. Sedangkan pada tahun 2017 telah ditemukan

dan dilaporkan sebanyak 242.699 orang dengan HIV dan 87. 152 orang dengan

AIDS. Ini menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya pada penderita HIV

maupun AIDS. Menurut Infodatin HIV/AIDS perkembangan dari tahun 2010

sampai 2017 presetanse HIV/AIDS dilaporkan berdasarkan jenis kelamin Oktober-

Desember Tahun 2017, untuk HIV laki-laki sebanyak 62% sedangkan perempuan

38% dan AIDS untuk laki-laki sebanyak 64% sedangkan perempuan sebanyak

36%. Menunjukkan bahwa adanya peningkatan pada laki-laki 2% sedangkan pada

perempuan mengalami penurunan 2%.

Menurut Profil Kesehatan Nusa Tenggara Timur Tahun 2017 Jumlah

kasus HIV-AIDS dari tahun 2014-2017 selalu ada kasus baru, pada tahun 2014

kasus baru HIV sebesar 219 dan AIDS sebesar 383 kasus, pada tahun 2015,

penderita HIV dan AIDS tidak dilaporkan, pada tahun 2016 kasus HIV sebesar 395

2
kasus dankasus AIDS sebesar 345 kasus dan pada tahun 2017 kasus baru HIV

mengalami peningkatan dengan jumlah 657 kasus dan AIDS berjumlah 354 kasus.

Berdasarkan peneliti melakukan pengambilan data awal pada tanggal 12

Desember 2019 menurut Dinas Kesehatan kabupaten Timor Tengah Selatan

jumlah penyebaran HIV/AIDS pada tahun 2017-2019 sebanyak 128 kasus. Jumlah

HIV 23,51% dan jumlah AIDS sebanyak 22.49%, menurut jenis kelamin HIV laki-

laki 45,52% perempuan 41,48% dan AIDS laki-laki 28,67% dan perempun

14,33%.

Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan

Human Imunnodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

(HIV/AIDS) di Indonesia adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi

terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mempemgaruhi self efficacy dan

interaksi sosial. Hal yang sama juga seperti yang dikemukakan oleh “Zahroh

Shahiyah, dkk, 2015 tentang Stigma Masyarakat Dengan Orang HIV/AIDS

Kabupaten Grobongan”. “Dearly, Sri Lestari, 2016 tentang Hubungan Antara Self

Efficacy dengan Subjektiv Well Being Pada Orang Dengan HIV/AIDS Di Jakarta”.

Pada kasus penderita HIV/AIDS stigma masyarakat dan interaksi sosial

sangat berpengaruh. Oleh karena itu stigma masyarakat sangat berdampak besar.

Stigma merupakan prasangka memberikan label sosial yang bertujuan untuk

memisahkan atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap

atau pandangan buruk. prakteknya stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi.

Stigma muncul karena tidak tahunya masyarakat tentang informasi yang benar

dan lengkap, khususnya dalam mekanisme penularan HIV, kelompok yang tertular

HIV dan cara pencegahan termasuk penggunaan kondom. Stigma merupakan

3
penghalang terbesar dalam pencegahan penularan dan pengobatan HIV,[ CITATION

Mah15 \l 1033 ].

Berdasarkan masalah dari uraian latar belakang diatas maka peneliti

tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Stigma Masyarakat dengan

Interaksi Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS”

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Ada Hubungan Stigma Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada

Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota Kupang.?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan Stigma Masyarakat Pada Orang Dengan HIV/AIDS

Di Kota Kupang.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi Stigma Masyarakat pada Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota

Kupang.

2. Mengidentifikasi Interaksi Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota

Kupang.

3. Menganalisis Hubungan Stigma Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada

Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota Kupang.

4
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh Stigma Masyarakat Dengan

Interaksi Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota Kupang. Sehingga dapat

digunakan sebagai referensi dalam masalah Hubungan Stigma Masyarakat

Dengan Interaksi Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS Di Kota Kupang.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan baca diperpustakaan atau sumber data bagi penelitian lain yang

memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan judul

yang sama demi menyempurnakan penelitian.

2. Bagi Peneliti

Untuk mengetahui salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program studi

S1 keperawatan dan menambah wawasan serta pengalaman bagi peneliti dalam

melakukan penelitian selanjutnya.

5
1.5 Keaslian Penelitian

No Nama Judul Tempat Metode Hasil

peneliti/ penelitian penelitian penelitian penelitian

tahun
1 Riniwaty Strategi Yayasan Kualitatif- Penelitian ini

Makmur Komunikasi Spiritia deskriptif menemukan

(2017) Orang Dengan dengan bahwa stigma

Hiv/ Aids metode dialami

(ODHA) studi kasus ODHA,

Menghadapi dengan pelaku

Stigma beragam

Masyarakat seperti

keluarga,

sekolah dan

pemuka

agama. Dalam

menghadapi

stigma, ada

ODHA yang

memilih tidak

berterus terang

untuk

melindungi

dirinya dan

6
keluarga, dan

ada juga yang

berterus terang

atau apa

adanya.
No Nama Judul Tempat Metode Hasil

peneliti/ penelitian penelitian penelitian penelitian

tahun
2 Galuh Proses interaksi Kota metode didapatkannya

niken sosial (ODHA) semarang deskriptif gambaran

anggraini Orang Dengan kualitatif tentang

(2016) HIV/AIDS yang Interaksi Sosial

dengan PKBI menggamba yang terjadi

Griya Asa Kota rkan secara antara PKBI

Semarang objektif Griya Asa

suatu proses Kota Semarang

interaksi dengan ODHA

sosial yang sudah

terjadi terlaksana

antara PKBI sesuai dengan

Griya Asa harapan. Hal

dengan ini terlihat dari

ODHA di adanya kerja

Kota sama yang

Semarang. dilakukan

7
PKBI Griya

Asa Kota

Semarang

dengan

melaksanakan

beberapa

kegiatan yaitu:

adanya layanan

VCT

(Voluntary

Counseling

Test),

Screening IMS

(Infeksi

Menular

Seksual),

mengadakan

Home visit

atau

kunjungan ke

rumah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep HIV/AIDS

8
2.1.1 Pengertian HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV

menyerang salah satu jenis sel darah putih (limfosit/sel-sel T4) yang bertugas

menangkal infeksi. Replikasi virus yang terus menerus mengakibatkan semakin

berat kerusakan sistem kekebalan tubuh dan semakin rentang terhadap Infeksi

Opportunistic (IO) sehingga akan berakhir dengan kematian (Widiayawati, 2018).

Menurut Hutapean, HIV menyerang sistem imun dengan menyerbu dan

menghancurkan jenis sel darah putih tertentu, yang sering disebut sel T4. Sel T4

ini juga diberi julukan sebagai panglima dari sistem imun. T4 mengenali Pathogen

yang menyerang dan memberi isyarat pada sel darah putih lainnya untuk segera

membentuk antibody yang dapat mengikat pathogen tersebut. Sesudah diikat,

pathogen itu dilumpuhkan dan diberi ciri untuk selanjutnya dihancurkan. Lalu T4

memangil lagi jenis sel darah putih lainnya untuk memusnahkan sel yang ditandai

tadi. HIV mampu melawan sel T4 dan mengalahkannya, sehingga HIV berhasil

melumpuhkan kelompok sel yang berfungsi membunuh virus HIV berserta

kuman-kuman jenis lainnya (Widiayawati, 2018).

Secara struktural morfologi, virus HIV sangat kecil sama halnya dengan

virus-virus lain, bentuk virus HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi

pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Dan pada pusat lingkaran terdapat

untaian RNA atau ribonucleic acid. Bedanya virus HIV dengan virus lain, HIV

dapat memproduksi selnya sendiri dalam cairan darah manusia, yaitu pada sel

9
darah putih. Sel-sel darah putih yang biasanya dapat melawan segala virus, lain

halnya dengan virus HIV, virus ini justru dapat memproduksi sel sendiri untuk

merusak sel darah putih. Menurut Gallant, HIV dapat menyebabkan sistem imun

mengalami beberapa kerusakan dan kehancuran, lambat laun sistem kekebalan

tubuh manusia menjadi lemah atau tidak memiliki kekuatan pada tubuhnya, maka

pada saat inilah berbagai penyakit yang dibawa virus, kuman dan bakteri sangat

mudah menyerang seseorang yang sudah terinfeksi HIV. Kemampuan HIV untuk

tetap tersembunyi adalah yang menyebabkannya virus ini tetap ada seumur hidup,

bahkan dengan pengobatan yang efektif. (Widiayawati, 2018).

2.1.2 Penyebab Penularan HIV/AIDS

Menurut harahap, ada empat cara dalam penularan HIV/AIDS, yaitu:

pertama, melalui hubungan seksual dengan seseorang pengidap HIV/AIDS tanpa

perlindungan. Hal tersebut dikarenakan saat berhubungan seksual sering terjadi

lecet-lecet yang ukurannya mikroskopis (hanya dapat dilihat dengan mikroskop).

Kedua, HIV/AIDS dapat menular melalui tranfunsi dengan darah yang sudah

tercemar HIV/AIDS. Ketiga, seorang ibu pengidap HIV/AIDS menularkan kepada

bayi yang ada dalam kandungan. HIV/AIDS bukan berarti penyakit keturunan,

karena ppenyakit keturunan berada di gen-gen manusia, tetapi HIV/AIDS menular

saat darah atau cairan vagina ibu membuat kontak dengan darah atau cairan

anaknya. Keempat, orang dapat terinfeksi melaui pemakaian jarum suntik,

akupuntur, jarum tindik, dan peralatan lain yang sudah dipakai oleh terinfeksi

HIV/AIDS. Infeksi melalui jarum suntik juga dapat terjadi apabila jarum yang

10
dipakai pencandu narkotika suntik yang mengidap HIV/AIDS dipakai temannya

(Widiayawati, 2018).

Perlu juga diketahui keadaan-keadaan dimana HIV/AIDS tidak dapat

ditularkan, agar dapat menghilangkan ketakutan dan keraguan terhadap orang

pengidap HIV/AIDS sehingga tidak menimbulkan stigma terhadap ODHA (orang

dengan HIV/AIDS). Telah terbukti bahwa virus HIV/AIDS tidak dapat ditularkan

melalui bersentuhan dengan ODHA, seperti berjabat tangan, berangkulan atas

bersinggungan tubuh. HIV/AIDS juga tidak dapat ditularkan melalui gigitan

nyamuk atau serangan serangga, hidup bersama ODHA seperti makan bersama, di

kolam renang bersama, duduk bahkan memakai alat mandi bersama (Widiayawati,

2018).

2.1.3 Penyebaran HIV/AIDS

Penemuan atau penyebaran HIV/AIDS untuk pertama kalinya ditemukan di

sub-Sahara Afrika pada abad kedua puluh tepatnya tahun1959. Virus ini

kemudian menyebar keluar Afrika, dan mulai memasuki Amerika Serikat antara

pertengahan dan Akhir tahun 70-an. Dari beberapa negara yang telah terinfeksi

virus HIV/AIDS, secara umum diperkirakan bahwa 10% penduduk di Afrika

Tengah mengidap HIV+ dalam kurun waktu hanya 5 tahun sejak mulai menyebar.

(Widiayawati, 2018)

Penyebaran virus HIV/AIDS di Afrika terjadi melalui perilaku

homoseksual. Penyebaran melalui homoseksual, cukup mengejutkan karena

11
angka-angka mengenai penyebaran virus HIV/AIDS berkembang dengan pesat.

Pada tahun 1980 selain dikalangan Homoseksual, baik yang disebabkan oleh

perilaku biseksual maupun karena kebiasaan berganti-ganti pasangan

(Widiayawati, 2018).

Menurut UNDP di Afrika negara terparah terserang AIDS adalah Zambia.

Di negara tersebut 16,5 persen masyarakat dalam kategori dewasa terjangkit HIV.

Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa anak-anak yang dilahirkan di Zambia

pada tahun 1999 bisa berharap hidup hinga usia rata-rata 47,6 tahun.

Diprediksikan, dua belas tahun kemudian anak-anak yang dilahirkan di negara itu

hanya bisa hidup hingga mencapai rata-rata 32,7 tahun (Widiayawati, 2018)

Penyebaran HIV/AIDS sangatlah cepat, hingga akhir 1993 di Indonesia

virus HIV/AIDS sudah menjangkau 12 Provensi. Namun masih banyak orang

indonesia beranggapan bahwa angka atau jumlah penderita yang terinfeksi

HIV/AIDS belum seberapa dibandingkan jumlah penduduk yang ada di Indonesia.

Tetapi dengan memperhatikan sifat AIDS yang seperti gunung es, di mana satu

orang mengidap HIV berpotensi untuk menyebarkan pada 100 orang lainnya,

maka dapat diperkirakan penderita terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia mencapai

17.500 orang. Sedangkan pada tahun 2000, penderita HIV/AIDS mengalami

peningkatan yang cukup pesat terdapat 5.000 pengidap HIV dan 5.000 penderita

AIDS (Widiayawati, 2018)

Menurut Nursalam, tanda dan gejala penderita yang terinfeksi HIV/AIDS

biasanya penderita mengalami berat badanya menurun lebih dari 10% dalam

12
waktu singkat, demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan), diare

berkepanjangan (lebih dari satu bulan), batuk perkepanjangan (lebih dari satu

bulan), kelainan kulit dan iritasi (gatal), infeksi jamur pada mulut dan

tenggorokan, serta pembengkakan kelenjar getah bening diseluh tubuh, seperti di

bawah telinga, leher, ketiak, dan lipatan paha (Widiayawati, 2018). Penderita yang

terinfeksi HIV dapat dikelompokan menjadi 4 golongan, yaitu:

a. Penderita asimtomatik, tanda gejala, yang terjadi pada masa inkubasiyang

berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanhya.

b. Persistent Generalized Lymphadenopathy (PGL) dengan gejala limfadenopati

umum.

c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan ganguan

sistemimun atau kekebalan.

d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat

berupa diare kronis, pneumonitis interstisial,hepatomegali, splenomegali, dan

kandidiasis oral yang disebebkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia

misalnya Sarkoma Kaposi. Penderita akhirnya meninggal dunia akibat

komplikasi penyakit infeksi sekunder.

2.1.4 Diagnosis gejala klinis HIV/AIDS sebagai berikut:

a. HIV stadium I: asimtomatis atau tejadi PGL (Persistent Generalized

lymphadenopathy).

b. HIV stadium II: berat badan menurun lebih dari 10%, ulkus ataujamur di mulut,

menderita herpes zoster 5 tahun terakhir, sinusitis rekuren.

13
c. HIV stadium III: berat badan menurun lebih dari 10%, diare kronis dengan

sebab tak jelas lebih dari 1 bulan.

d. HIV stadium IV: berat badan menurun lebih dari 10%, gejalagejala infeksi

pneumosistosis, TBC, kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai

komplikasi turunannya sistem imun (AIDS). Untuk menentukan diagnosis pasti

HIV/AIDS, virus penyebabnya dapat diisolasi dari limfosit darah tepi atau

dari sumsum tulang (Widiayawati, 2018)

Menurut kriteria WHO (dalam soedarto) gejala klinis AIDS untuk

penderita dewasa meliputi minimum 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.

Gejala mayor :

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dari pebulan.

b. Diare kronis lebih dari 1 bulan

c. Demam lama berlangsung lebih dari 1 bulan

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.

e. Tuberkolosis

f. Ensefalopati HIV

Gejala minor :

a. Batuk lebih dari 1 bulan

b. Pruritus dermatitis menyeluruh

c. Infeksi umum rekuren misalnya herpes zoster atau herpes simpleks

d. Limfadenopati generalisatae

e. Kandidiasis mulut dan orofaring

f. Ibu menderita AIDS (kriteria tambahan untuk AIDS anak)

14
Dampak dari HIV/AIDS tidak hanya pada segi fisik saja, tetapi juga pada

respons adaptif psikologis atau yang disebut dengan penerimaan diri yang

mengakibatkan munculnya berbagai reaksi dan perasaan yang muncul pada diri

ODHA.Tahapan penerimaan diri ODHA yaitu shock (kaget dan goncangan batin)

seperti merasa bersalah, marah dan tidak berdaya; mengucilkan diri seperti merasa

cacat, tidak berguna, dan menutup diri; membuka status secara terbatas seperti

ingin tahu reaksi orang lain,pengalihan stres, dan ingin dicintai; mencari orang

lain yang HIV/AIDS positif seperti berbagi rasa, pengenalan, kepercayaan,

penguatan, dan dukungan sosial; status khusus seperti perubahan keterasingan

menjadi manfaat khusus,perbedaan menjadi hal yang istimewa, dan dibutuhkan

orang yang lainnya; perilaku mementingkan orang lain seperti komitmen dan

kesatuan kelompok, kepuasaan dan berbagai, dan perasaan sebagai kelompok;

penerimaan seperti integrasi status positif HIV dengan identitas diri,

keseimbangan antara kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa

menyebutkan kondisi seseorang(Widiayawati, 2018)

2.1.5 Bahaya Penyakit HIV/AIDS

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, AIDS adalah penyakit yang amat

mengerikan, HIV/AIDS menimbulkan kepanikan di seluruh dunia, “mass

hysteria”. HIV/AIDS dalam kasus ini juga disebut penyakit terminal, yaitu

penyakit yang sudah tidak ada harapan sembuh terutama bagi mereka yang selalu

dijatuhkan atau di vonis mati. Penderita AIDS akan mengalami krisis afeksi pada

diri, keluarga, dan orang yang dicintainnya maupun pada masyarakat

(Widiayawati, 2018).

15
Dalam melakukan perawatan atau menangani penderita HIV/AIDS

memerlukan perlakuan yang sama dengan penderita lainnya, hendaknya para

penderita atau klien bahkan klien tidaklah diperlakukan secara diskriminatif.

Klien hendaknya tidak dipandang sebagai individu seorang diri, melainkan

seseorang anggota dari sebuah keluarga, masyarakat, dan lingkungan sosial

(Widiayawati, 2018).

2.1.6 Upaya Pencegahan dan Penularan HIV/AIDS

Upaya pencegahan suatu penyakit dan virus, termasuk pencegahan dan

penanggulangan HIV/AIDS selama ini banyak dilakukan oleh organisasi

pemerintah maupun non pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dalam

bentuk seminar, workshop, penyuluhan, pelatihan, penerbitan buku, bahkan

pamlet atau stiker tentang bahaya HIV/AIDS dan cara-cara pencegahannya.

Berbagai upaya pencegahannya bertujuan untuk:

1. Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru

2. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh AIDS

3. Menurunkan stigma diskriminasi terhadap ODHA

4. Meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan mengurangi dampak sosial

ekonomi dari penyakit HIV/AIDS pada individu, kelurga, dan masyarakat.

Sampai pengabdian saat ini, belum ada obat penyembuhan HIV/AIDS. Yang

ada hanya memperlambat perkembangan virus tersebut saja. Misalnya dengan

penggunaan obat anti-retrovirus dan vaksin serta pengobatan alternatif. Itu

16
sebabnya diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap penularan virus HIV yang

bisa menyebabkan penyakit AIDS.

2.1 Konsep Stigma Masyarakat tentang HIV/AIDS

2.1.1 Definisi Stigma

Stigma adalah prasangka memberikan label social yang bertujuan untuk

memisahkan atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap

atau pandangan buruk.Dalam prakteknya stigma mengakibatkan tindakan

diskriminasi[ CITATION Mah15 \l 1033 ].

Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang

menpercayai bahwa HIV/AIDS merupakan akibat dari perilaku tidak bermoral dan

tidak dapat di terima oleh masyarakat.Rentannya terhadap stigma dan diskriminasi

menimbulkan ketakutan maka membuat mereka enggan untuk melakukan tes

HIV/AIDS [ CITATION Lit17 \l 1033 ].

Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang

memercayai bahwa penyakit AIDS merupakan akibat dari perilaku amoral yang

tidak dapat diterima oleh masyarakat. Stigma terhadap ODHA tergambar dalam

sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan, dan pengalaman negatif

terhadap ODHA [ CITATION Zah15 \l 1033 ].

2.1.2 Klasifikasi stigma

17
KEMENKES RI (2012) membedakan stigmatisasi yang terjadi melalui

beberapa proses, seperti:

1. Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced) seperti

dibedakan atau disingkirkannya orang lain yang disebabkan tindakan nyata

yang dilakukan perorangan atau sekelompok orang secara verbal maupun

nonverbal.

2. Stigma potensial atau yang dirasakan (felt) merupakan tindakan stigma belum

terjadi tetapi ada tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung

tidak mau mengakses layanan kesehatan.

3. Stigma internal atau stigmatisasi diri, dimana seseorang menghakimi dirinya

sendiri sebagai orang yang tidak berhak dan tidak disukai oleh masyarakat.

2.1.3 Beberapa Aturan Berkomunikasi Bagi Orang-Orang Yang Distigma dalam

menghadapi orang-orang “normal”

Menurut Goffman (Crossman 2016), antara lain:

1. Seseorang harus mengasumsikan bahwa orang normal hanyalah tidak memiliki

informasi memadai dan bukan pembenci.

2. Tidak perlu merespon hinaan, dan orang yang distigma harus mengabaikan

atau dengan sabar menyangkal serangan atau pandangan yang melatar

belakanginya.

18
3. Orang-orang dengan distigma harus mencoba membantu mengurangi

ketegangan dengan berbasa-basi dan menggunakan lelucon, atau bahkan

“ejekan” terhadap diri sendiri

4. Orang-orang dengan stigma harus memperlakukan orang-orang “normal”

seakan-akan mereka mendapatkan kehormatan sebagai si bijaksana.

5. Orang-orang dengan stigma harus membiarkan pertanyaan-pertanyaan yang

mengganggu dan bersedia dibantu.

6. Orang-orang dengan stigma harus menggunakan taktik “waktu jeda” dalam

percakapan untuk pemulihan dari keterkejutan karena sesuatu yang mungkin

diucapkan oleh orang lain.

7. Orang-orang dengan stigma harus mengikuti etiket penyingkapan, misalnya

dengan menggunakan ketidakmampuan sebagai topik dalam percakapan serius

8. Seorang yang distigma harus melihat dirinya “normal” agar mudah

menghadapi orang “normal.”

Goffman mengatakan bahwa interaksi di antara orang-orang dengan stigma dan

orang-orang tanpa stigma sejatinya penuh tekanan, karena mereka harus

mengelola emosi-emosi yang kuat, pemikiran-pemikiran, dan tindakan-tindakan

yang terikat pada stigma (Smith, 2009: 933).

2.2 Konsep Interaksi Sosial

2.3.1 Pengertian Interaksi Sosial

Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, individu membentuk

hubungan sosial dengan individu lain. Hubungan interaksi sosial yang teratur

19
dapat terbentuk apabila terjadi hubungan yang sesuai dengan situasi dan kondisi

masyarakat. Individu juga memiliki kebutuhan dasar untuk melangsungkan

kehidupannya yaitu individu membutuhkan makan, minum untuk menjaga

kestabilan suhu tubuh dan keseimbangan organ tubuh yang lain atau kebutuhan

biologis (Siswanto, 2012: 16).

Dalam kehidupan bersama, antar individu satu sama lain dengan individu

lainnya terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Melalui

hubungan itu individu ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginan

masing-masing. Untuk mencapai keinginan tersebut biasanya diwujudkan dengan

tindakan melalui hubungan timbal balik, hubungan inilah yang disebut dengan

interaksi (Basrowi, 2005: 139).

Interaksi sosial menurut Gillin (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 55)

merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan

antara orang-orang,perorangan, antara kelompok - kelompok manusia, maupun

antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu,

interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan,

saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Pertemuan itu merupakan suatu

interaksi sosial.

Menurut Basrowi dalam pengantar sosiologi (2005: 141), “interaksi social

adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok

dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak

hanya bersifat kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk tindakan persaingan,

20
pertikaian dan sejenisnya. Berdasarkan pendapat beberapa tokoh dapat penulis

simpulkan bahwa, interaksi sosial adalah suatu proses hubungan sosial yang

dinamis baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok manusia sehingga

terjadi hubungan yang timbal balik antara individu atau kelompok yang satu

dengan yang lain untuk mencapai tujuan masing-masing dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup.

Interaksi sosial merupakan hubungan yang tertera dalam bentuk tindakan-

tindakan yang berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku

dalam masyarakat. Bila interaksi itu berdasarkan pada tindakan yang sesuai

dengan nilai dan norma yang berlaku, maka hubungan tersebut akan berjalan

dengan lancar.

2.3.2 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut

hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan

kelompok. Dua syarat terjadinya interaksi sosial

1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga

bentuk,yaitu antar individu, antarindividu dengan kelompok, antarkelompok.

Selain itu suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.

2. Adanya komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain,

perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang

yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin

disampaikan oleh orang tersebut. (Soerjono,2006: 62).

21
2.3.3 Faktor-Faktor Interaksi Sosial

Interaksi sosial tidak akan terjadi apabila manusia mengadakan hubungan

yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap

sistem syarafnya, sebagai akibat hubungannya. Menurut Soerjono Soekanto dalam

sosiologi suatu pengatar (2006: 57), berlangsungnya suatu proses interaksi sosial

didasarkan pada berbagai faktor, antara lain:

1) Faktor Imitasi

Faktor imitasi mempunyai peranan penting dalam proses interaksi sosial.

Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang

untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, imitasi

mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif di mana

misalnya, yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain

itu, imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan

daya kreasi seseorang.

2) Faktor Sugesti

Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan

atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.

Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima

terpengaruh oleh emosi, yang menghambat daya berpikir secara rasional.

Proses sugesti terjadi apabila orang yang memberikan pandangan adalah

orang yang berwibawa atau karena sifatnya yang otoriter. Sugesti juga

terjadi oleh sebab yang memberikan pandangan atau sikap merupakan

bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan atau masyarakat.

22
3) Faktor Identifikasi

Sebenarnya faktor identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan

dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi

sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang

dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi. Proses identifikasi dapat

berlangsung dengan sendirinya secara tidak sadar, maupun dengan disengaja

karena sering kali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal proses identifikasi

diawali oleh proses imitasi dan atau segesti.

4) Faktor Simpati

Proses simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik

pada orang lain. Di dalam proses ini perasaan berperan sangat penting,

walaupun dorongan utama dalam proses simpati ini adalah keinginan untuk

memahami dan menjalin kerja sama dengan orang lain. Perbedaan utama

antara identifikasi dengan simpati yaitu proses identifikasi didorong oleh

keinginan untuk belajar dari orang lain yang dianggap berkedudukan lebih

tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kelebihan atau kemampuan

tertentu yang patut untuk dijadikan contoh. Sedangkan proses simpati akan

dapat berkembang apabila ada rasa saling mengerti antara satu orang dengan

orang lainnya.

2.3.4 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Proses sosial timbul akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan

proses disosiatif. Proses asosiatif terdiri dari akomodasi, asimilasi dan

23
akulturasi, sedangkan proses disosiatif meliputi persaingan dan pertikaian yang

mencakup kontroversi dan konflik (Soerjono Soekanto, 2006 : 65).

2.3.5 Proses-Proses Asosiatif

1. Kerja Sama (Cooperation)

Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk

interaksi sosial yang pokok. Sebaliknya, sosiolog lain menganggap bahwa kerja

samalah yang merupakan proses utama. Golongan yang terakhir tersebut

memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk

interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat

dikembalikan pada kerja sama.

Misalnya, apabila dua orang berkelahi, mereka harus saling kerja sama

untuk saling bertinju. Pemberian arti semacam itu mengambil ruang lingkup yang

terlalu luas sehingga menimbulkan garis-garis kabur yang menyulitkan analisis.

Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang-

perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan

bersama (Soerjono Soekanto, 2006 ; 66).

Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok

manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa

kanak-kanak didalam kehidupan keluarg atau kelompok-kelompok kekerabatan.

Atas dasar itu, anak akan menggambarkan bermacam-macam pola kerja sama

setelah dia menjadi dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila

24
orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada

kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi

semua. Juga ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas

jasa yang akan diterima.

Dalam perkembangan selanjutnya,keahlian-keahlian tertentu diperlukan

bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana

dengan baik. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka

mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama pada saat yang bersamaan

mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk

memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut,kesadaran-kesadaran akan adanya

kepentingan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta

yang penting dalam kerja sama yang berguna (Soerjono Soekanto, 2006 :66).

2. Akomodasi (accomodation)

Akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog

untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang

sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh

ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di mana makhluk-makhluk

hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya (Gillin dan Gillin, dalam

Soerjono Soekanto 2006 : 69).

Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses di mana

orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling

bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan

25
ketegangan. Sebenarnya pengertian adaptasi menunjuk pada perubahan-perubahan

organis yang disalurkan melalui kelahiran,dimana makhluk-makhluk hidup

menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat mempertahankan

hidupnya.

3. Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut, ditandai dengan

adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan - perbedaan yang terdapat antara

orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia di samping itu juga meliputi,

usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental

dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan - tujuan bersama.

Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau

masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang

mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing.

Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasi dirinya dengan

kepentingan - kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Secara singkat proses

asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau

kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau

paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.

2.3.6 Proses- Proses Diasosiatif

Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, dan

dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya

26
ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan (Soerjono

Soekanto, 2006:81). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau

proses - proses disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut :

1. Persaingan (competition) Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai

proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang

bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Persaingan

mempunyai dua tipe umum, yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi.

2. Kontraversi (Contravertion) Kontraversi pada hakikatnya merupakan suatu

bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau

pertikaian. Kontraversi ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidak pastian

mengenai diri seseorang atau rencana dan perasaan tidak suka yang

disembunyikan, kebencian atau keragu - raguan terhadap kepribadian

seseorang. Atau, perasaan dapat pula berkembang terhadap kemungkinan,

kegunaan, keharusan atau penilaian terhadap suatu usul, buah pikiran,

kepercayaan, doktrin, atau rencana yang dikemukakan orang- perorangan atau

kelompok manusia lain.

Dalam bentuknya yang murni, kontravensi merupakan sikap mental yang

tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan

golongan tertentu. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian,

tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi

menurut (Leovard von Wiese dan Howard Becker ada lima dalam Soerjono

Soekanto, 2006 : 88), yaitu:

27
a. Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan,

perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan,

perbuatan kekerasan, dan mengacaukan pihak lain.

b. Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum,

memaki-maki melalui surat selembaran, mencerca, memfitnah, melemparkan

beban pembuktian kepada pihak lain, dan seterusnya.

c. Yang intensif mencakup, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak-

pihak lain, dan seterusnya.

d. Yang rahasia, umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan

khianat dan seterusnya,

e. Yang taktis,misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan

pihak lain, umpama dalam kampanye partai-partai politik dalam pemilihan

umum.

2.3.7 Tindakan Sosial

Biasanya seseorang akan mengambil tindakan sosial, yang merupakan hasil

dari keputusan pribadinya untuk melakukan sesuatu. Menurut Weber, keputusan

untuk bertindak itu biasanya diambil berdasarkan pertimbangan makna atau nilai

yang ada pada seseorang. Dengan demikian, tindakan sosial dipandu oleh norma,

nilai dan ide-ide dari kondisi situasional dan diarahkan untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Kalau ada orang yang tidak bertindak, maka dampak Modal Sosial

terhadap pertumbuhan tidak akan terjadi.

28
2.3 KERANGKA TEORI

Konsep HIV/AIDS
1. Pengertian HIV/AIDS
2. Penyebab Penularan HIV/AIDS
3. Penyebaran HIV/AIDS
4. Diagnosis gejala klinis HIV/AIDS
5. Bahaya Penyakit HIV/AIDS
6. Upaya Pencegahan dan Penularan HIV/AIDS

29
Konsep Konsep Interaksi Sosial
Stigma
Masyarakat 1. Pengertian Interaksi Sosial
2. Syarat Terjadinya Interaksi
1. Definisi Stigma Sosial
Masyarakat 3. Faktor-Faktor Interaksi
2. Klasifikasi Sosial
Stigma 4. Proses-Proses Asosoatif
3. Beberapa Aturan 5. Proses-Proses Diasosoatif
Berkomunikasi 6. Tindakan Sosial

Hubungan Stigma Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada Orang Dengan


HIV/AIDS Di Kota Kupang

Gambar. 1.1 Kerangka Teori


( Sumber : Sudoro, 2009, Hanif 2018, Siswanto, 2012: 16, Maharani, 2015)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

30
b
Interaksi Sosial Pada Baik
Stigma Masyarakat
(ODHA)
Dengan (ODHA)
Buruk

Keterangan :

: Diteliti

: Diteliti

31
3.2 Hipotesis

Notoadmojo (2012), menjelaskan bahwa hipotesis adalah suatu jawaban

sementara atas pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam perencanaan

penelitian. Hipotesis dalam pertanyaan ini adalah : Ada Hubungan Stigma

Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

3.3 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

desain studi korelasi yaitu untuk mencari hubungan antara Stigma Masyarakat

(Variabel Independen), Dan Interaksi Sosial (Variabel Dependen). Dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian

untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan

cara pendekatan atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,

2012).

32
3.4 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, atau tentang apa yang diukur oleh

variabel yang bersangkutan (Nursalam, 2013).

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Defenisi Alat ukur Skala Hasil ukur

Operasional
1. Stigma Stigma masyarakat Kuesioner Ordinal Setuju : 3
Masyarakat adalah suatu perasaan Kurang setuju: 2
bahwa seseorang atau Tidak setuju: 1
kelompok merasa Dengan kriteria :
mereka lebih unggul Baik : 76-100%
dari yang lain. Cukup : 56-75%
Kurang : <56%
(Arikunto 2010)

2. Interaksi Interaksi sosial Kuesioner Ordinal Selalu = 5


Sosial merupakan Sering = 4
hubungan- Kadang-kadang = 3

33
hubungan sosial Jarang = 2
yang dinamis yang Tidak pernah = 1
menyangkut Dengan kriteria:
hubungan antara Baik : 76-100%
Cukup : 56-75%
orang-orang,
Kurang : <56%
perorangan, antara
kelompok- (Arikunto, 2010)
kelompok
manusia, maupun
antara orang
perorangan dengan
kelompok
manusia.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti

(Notoadmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah orang dengan

HIV/AIDS di Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang

berjumlah 128 orang.

3.5.2 Sampel

a. Besar sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan subjek yang di teliti dan di anggap

mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2012). Sampel dalam penelitian ini

adalah orang dengan HIV/AIDS di Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah

Selatan (TTS)

b. Teknik sampling

34
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling dengan pengambilan sampel secara purposive didasarkan

pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh penelitian sendiri,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya

(Notoadmodjo, 2012).

Kriteria inklusi:

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Orang dengan HIV/AIDS.

b. ODHA yang bersedia menjadi responden

3.6 Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai

dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep dapat diteliti secara empiris dan

ditentukan tingkatnya. Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu

:Variabel Independen, merupakan variabel bebas yang mempengaruhi variabel

lain, variabel independen dalam penelitian ini adalah stigma masyarakat, variabel

Dependen merupakan variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel lain,

variabel dependen dalam penelitian ini adalah interaksi sosial (Nursalam, 2013).

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

35
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah

Selatan (TTS) pada 21 Februari 2020.

3.8 Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu dengan menggunakan kuesioner. Sebelum mengisi kuesioner responden

diberi penjelasan tentang cara pengisian dan jika ada responden yang mengalami

kesulitan untuk menulis atau membaca maka peneliti akan mengisikan atau

membacakan sesuai jawaban yang dipilih oleh responden, kemudian hasilnya

diambil saat itu juga.

3.9 Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2012). etika dalam penelitian ini dibagi menjadi 3

bagian yaitu:

3.9.1 Lembar persetujuan menjadi responden (Informed consent)

Subyek yang mau untuk diteliti (menjadi responden) harus mencantumkan

tanda tangan persetujuan menjadi responden. Sebelum diberikan kesempatan

membaca isi lembar permohonan dan persetujuan, jika subyek menolak untuk

diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati dan menghargai

hak subyek.

36
3.9.2 Tanpa nama (Anonymity)

Untuk tetap menjaga kerahasiaan subyek, peneliti tidak mencantumkan

nama responden. Pada lembar kuesioner yang diisi responden, peneliti hanya

memberikan kode tertentu.

3.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin

oleh peneliti, data tersebut hanya akan disajikan/dilaporkan pada pihak yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3.10 Prosedur Penelitian

3.10.1 Teknik Pengumpulan Data

Surat yang diterima dari kampus STIkes Maranatha Kupang dibawah ke

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, kemudian surat dibawah ke

Kantor Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Perijinan terpadu.

3.10.2 Metode pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer

37
Data yang diperoleh di tempat penelitian dengan menggunakan kuesioner

sebagai acuan. Kuesioner tersebut akan dibagikan kepada responden. Peneliti

juga mendampingi dan menjelaskan hal - hal yang tidak dipahami oleh

responden saat mengisi lembar kuesioner. Setelah diisi oleh para responden,

kuisioner akan dikembalikan pada peneliti untuk dianalisis.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data - data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Timor Temgah Selatan (TTS) dan buku - buku referensi yang

berhubungan dengan penelitian.

3.10.3 Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan akan diproses dengan langkah - langkah sebagai

berikut:

a. Editing

Kuesioner yang telah disisi oleh responden terlebih dahulu diedit untuk

mengecek kebenaran data berdasarkan pengisian kuesioner. Pada tahap ini

peneliti melakukan pengecekan kelengkapan data. Hal ini dilakukan untuk

memastikan apakah pertanyaan - pertanyaan yang disusun sedemikian rupa

telah sesuai dengan isi yang telah disadap melalui alat ukur kuisioner.

(Notoatmodjo, 2012).

b. Coding

38
Coding merupakan metode untuk mengoreksi data yang dikumpulkan selama

penelitian ke dalam simbol. Untuk memudahkan pengolahan data maka

setiap jawaban dari kuisioner yang telah disebarkan diberi kode dengan

karakter (Notoatmodjo, 2012).

c. Prossecing

Setelah dilakukan pengisian kuisioner terisi penuh dan benar dan sudah

melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar

dapat dianalisis. Pemprosesan dapat dilakukan dengan cara, mengentri data.

Entri data dilakukan dengan cara memasukan data kedalam computer

(Notoatmodjo, 2012).

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri apakah ada

kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat mengentri ke computer

(Notoatmodjo, 2012).

3.11 Analisa Data

3.11.1 Analisis Univariat

Analisis ini mendeskripsikan atau menggambarkan setiap variabel

penelitian, variabel pertama stigma masyarakat variabel kedua yang disajikan

dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.11.2 Analisis Bivariat

Yaitu analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada

39
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang di teliti

(Notoatmodjo, 2012). Jika angka korelasi makin mendekati 1 maka korelasi antara

dua variabel makin kuat dan terdapat hubungan, sedangkan jika angka korelasi

makin mendekati 0 maka korelasi antara dua variabel makin lemah. Analisis data

dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi

dengan menggunakan bantuan program Komputer SPSS dan program Excel,

peneliti menggunakan uji Korelasi Spearman Rank dikarenakan skala data

ordinal–ordinal. Rumus yang digunakan adalah :

Rumus uji korelasi spearman adalah

6∑2
d
r s=1− 2
n(n −1)

Keterangan :

rs = nilai korelasi Spearman Rank

d2 = Selisih setiap pasangan rank

n = jumlah pasangan rank untuk Sperman (5<n<30)

Rumus tersebut digunakan untuk mengetahui mengukur tingkat atau

eratnya antara variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk melihat hasil

kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05 sehingga

apabila hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai ρ < 0,05 maka di katakan

antara kedua variabel secara statistik terdapat hubungan yang tidak bermakna.

40
Sedangkan apabila nilai ρ > 0,05 maka secara statistik kedua variabel tersebut

terdapat hubungan yang bermakna.

41
DAFTAR PUSTAKA

KETERCAPAIAN, H. D. (2016). HIV/AIDS DALAM SUSTAINABLE DEVELOBMENT


GOALS (SDGS): INSIDEN PERMASALAHAN DAN UPAYA KETERCAPAIAN
DI INDONESIA. SRI UTAMI.
HERMAWATI, PIAN. 2011. HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP
STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA
ODHA. SKRIPSI. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA.
MASYARAKAT, S. K. (2017). STRATEGI KOMUNIKASI ORANG DENGAN HIV AIDS
(ODHA) MENGHADAPI STIGMA MASYARAKAT . RINIWATY MAKMUR.
PENYAKIT, K. K. (2017). KEMENTRIAN KESEHATAN REPOLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDRAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT.
GERMAS.

SEMARANG, I. S. (2016). INTERAKSI SOSIAL ODA (ORANG DENGAN HIV/AIDS)


DENGAN PKBI GRIA ASAL KOTA SEMARANG. GLUH NIKEN ANGGRAINI.

SEMARANG, P. D. (2017). PEMBERIAN DUKUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL


BAGI ORANG YANG TERINFEKSI HIV/AIDS DI LSM PEKA (PEDULI KASIH)
SEMARANG. EKA WIDIYAWATI.

WORLD HEALTH STATISTICS. (2018). MONITORING HEALTH FOR THE


SDG’S (SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS).GENEVA: WORLD
HEALTH ORGANIZATION DIAKSES MELALUI HTTP://APPS.WHO.IN
T/IRIS/BITSTREAM/HANDLE/10665/272596/978924156 5585ENG.PDF  
UA=1

ARIKUNTO, SUHARSIMI. 2010. PROSEDUR PENELITIAN : SUATU PENDE
KATAN PRAKTIK. JAKARTA : RINEKA CIPTA

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS. (2015). STRATEGI DAN RENCANA


AKSI NASIONAL 2015-2019 PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI
INDONESIA. JAKARTA. DIAKSES MELALUI HTTP://SIHA.DEPKES.G
O.ID/PORTAL/FILES_UPLOAD/SRAN_2015_2019_FINAL. PDF

NOTOADMOJO. S. 2010. ILMU PERILAKU KESEHATAN. JAKARTA: RINEKA


CIPTA.

NOTOADMODJO. S. 2012. PROMOSI KESEHATAN: TEORI & APLIKASI.


JAKARTA: RINEKA CIPTA.

NOTOADMODJO. S. 2012. METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN. JAKARTA:


RINEKA CIPTA

42
NURSALAM. 2011. KONSEP DAN PENERAPAN METODOLOGI PENELITIAN ILMU
KEPERAWATAN, PEDOMAN SKRIPSI, TESIS DAN INSTRUMEN
PENELITIAN KEPERAWATAN. JAKARTA: SALEMBA MEDIKA.

NURSALAM. 2013. METODOLOGI PENELITIAN ILMU KEPERAWATAN JAKARTA:


SALEMBA MEDIKA.

43
1

Anda mungkin juga menyukai