TESIS
Oleh
TESIS
Oleh
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes)
Ketua Anggota
Dekan
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Orang yang positif terinfeksi HIV AIDS disebut dengan Orang dengan HIV
AIDS atau ODHA. ODHA mengetahui bahwa penyakit yang mereka alami adalah
penyakit yang mematikan dan belum ada obatnya, hal ini meyebabkan rasa sedih,
putus asa dan ingin mengakhiri hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku Orang Dengan HIV AIDS
(ODHA), stigma dan diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif dengan cara wawancara mendalam
dan observasi. Informan pada penelitian ini adalah ODHA yang berjumlah 7 orang
sebagai informan utama dan 2 orang staf Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP
sebagai informan pendukung.
Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan informan utama (ODHA)
menyatakan bahwa HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan dan dapat ditularkan
kepada orang lain. Informan utama mengetahui gejala terinfeksi HIV berdasarkan
dari apa yang mereka alami. Terdapat stigma dan diskriminasi yang dialami informan
utama (ODHA) seperti ditolak dalam keluarga, dijauhin, dianggap menjijikkan, dan
dipecat dalam pekerjaan. Ada beberapa hal yang dilakukan ODHA untuk mendapat
kesembuhan yaitu: patuh minum obat ARV, menjaga kesehatan dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dianggap dapat menaikkan CD4,
mencari tempat dan komunitas yang dapat menerima dan mendukung kesembuhan
mereka , melakukan aktivitas yang bermakna dan punya harapan akan masa depan.
Disarankan kepada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan lembaga sosial
Masyarakat (LSM) lainnya untuk terus melakukan sosialisasi, edukasi dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan dan penularan HIV AIDS.
Kata Kunci: Perilaku Orang dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma, Diskriminasi
People who are positive HIV AIDS are called People Living with HIV AIDS
(PLWHA). PLWHA know that their illness is deadly and no medicine can heal it, this
condition has made them sad, desperate and willing to comit suicide.
This objective of the research was to find out the behavior of people living
with HIV AIDS (PLWHA), stigma and discrimination at Moderamen GBKP Shelter
Home Berastagi. The research used Qualitative approach by conducting indepth
interviews and observations. The main informant were 7 people of PLWHA and 2
staffs of the HIV AIDS Commission and drug GBKP as supporting informants.
The results of the research showed that all informant stated that HIV AIDS
AIDS was a deadly disease and could be transmitted to others. The main informants
know the symptoms of HIV infection based on what they experience. There are stigma
and discrimination experienced by main informants (PLWHA) as rejected in the
family, avoided, considered disgusting, and fired in a job. There are a few things that
made main informants (PLWHA) to receive healing, namely: ARV adherence,
maintaining health by consuming foods and beverages that are considered to
increase CD4, looking for a place and community that can accept and support their
healing, meaningful activities and have hope for the future.
It is recommended to the National AIDS Commission (KPA) and others Non
Government Organizations (NGOs) to continue the program, education and
outreach to the community about prevention and the transmission of HIV AIDS
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat
dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Perilaku
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma dan Diskriminasi Di Rumah Singgah
Moderamen GBKP Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2014. Tesis ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
3. Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Pembimbing I yang telah
tesis ini
waktu untuk berdiskusi, motivasi dan arahan dalam penyusuna tesis ini
5. Drs. Eddy Syahrial, M.S, selaku penguji I yang telah memberikan waktu dan
6. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S, selaku penguji II yang telah memberikan waktu
dan kritikan serta masukan yang berguna untuk kesempurnaan tesis ini
7. Para Dosen yang telah membimbing selama bernaung di bawah bendera Ilmu
kampus tercinta.
8. Pt. Tuah B. Barus selaku ketua Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP yang
9. Pdt Monalisa Ginting selaku sekretaris Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP
dan Drs. Prisma Tarigan (bang Primus) yang menjadi sumber informasi dan
informan pendukung dalam penyusunan tesis ini, terimakasih buat waktu dan
10. Dewita Sembiring sebagai sahabat penulis yang setia membantu penulis selama
penyusunan tesis dan seluruh ODHA yang ada di Rumah Singgah Moderamen
GBKP yang telah bersedia menjadi informan dalam penyususan tesis ini.
10. Orang tua penulis P Munthe dan S Sihombing dan seluruh keluarga tercinta
Sinuhaji, Eka sihombing, Veronika, Masdelila dan Zuhrina serta teman teman
ini, maka penulis mengharap kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi
tesis ini.
Kabupaten Dairi. Anak ke enam dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak P.
Munthe dan Ibu U Sihombing. Dewi Sartika Munthe tinggal di Jalan Kemiri Ujung
selesai tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 10 Medan, selesai
tahun 1997, dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 3 Medan, selesai tahun
tahun 2004 dan pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan pada program studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat minat studi Promosi kesehatan dan Ilmu perilaku (PKIP)
2005 sampai dengan tahun 2006 dan sebagai tenaga pengajar di i-Homeschooling dari
4.8 Jawaban Informan tentang Stigma dan Diskriminasi yang Dialami ....... 91
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
Orang yang positif terinfeksi HIV AIDS disebut dengan Orang dengan HIV
AIDS atau ODHA. ODHA mengetahui bahwa penyakit yang mereka alami adalah
penyakit yang mematikan dan belum ada obatnya, hal ini meyebabkan rasa sedih,
putus asa dan ingin mengakhiri hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku Orang Dengan HIV AIDS
(ODHA), stigma dan diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif dengan cara wawancara mendalam
dan observasi. Informan pada penelitian ini adalah ODHA yang berjumlah 7 orang
sebagai informan utama dan 2 orang staf Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP
sebagai informan pendukung.
Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan informan utama (ODHA)
menyatakan bahwa HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan dan dapat ditularkan
kepada orang lain. Informan utama mengetahui gejala terinfeksi HIV berdasarkan
dari apa yang mereka alami. Terdapat stigma dan diskriminasi yang dialami informan
utama (ODHA) seperti ditolak dalam keluarga, dijauhin, dianggap menjijikkan, dan
dipecat dalam pekerjaan. Ada beberapa hal yang dilakukan ODHA untuk mendapat
kesembuhan yaitu: patuh minum obat ARV, menjaga kesehatan dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dianggap dapat menaikkan CD4,
mencari tempat dan komunitas yang dapat menerima dan mendukung kesembuhan
mereka , melakukan aktivitas yang bermakna dan punya harapan akan masa depan.
Disarankan kepada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan lembaga sosial
Masyarakat (LSM) lainnya untuk terus melakukan sosialisasi, edukasi dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan dan penularan HIV AIDS.
Kata Kunci: Perilaku Orang dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma, Diskriminasi
People who are positive HIV AIDS are called People Living with HIV AIDS
(PLWHA). PLWHA know that their illness is deadly and no medicine can heal it, this
condition has made them sad, desperate and willing to comit suicide.
This objective of the research was to find out the behavior of people living
with HIV AIDS (PLWHA), stigma and discrimination at Moderamen GBKP Shelter
Home Berastagi. The research used Qualitative approach by conducting indepth
interviews and observations. The main informant were 7 people of PLWHA and 2
staffs of the HIV AIDS Commission and drug GBKP as supporting informants.
The results of the research showed that all informant stated that HIV AIDS
AIDS was a deadly disease and could be transmitted to others. The main informants
know the symptoms of HIV infection based on what they experience. There are stigma
and discrimination experienced by main informants (PLWHA) as rejected in the
family, avoided, considered disgusting, and fired in a job. There are a few things that
made main informants (PLWHA) to receive healing, namely: ARV adherence,
maintaining health by consuming foods and beverages that are considered to
increase CD4, looking for a place and community that can accept and support their
healing, meaningful activities and have hope for the future.
It is recommended to the National AIDS Commission (KPA) and others Non
Government Organizations (NGOs) to continue the program, education and
outreach to the community about prevention and the transmission of HIV AIDS
PENDAHULUAN
dunia pada umumnya (Djoerban, 2000). Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah
menjadi salah satu penyebab utama pandemik yang mengkuatirkan dan menjadi
sebuah isu yang besar dalam sejarah. Selain menjadi masalah kesehatan yang besar,
HIV tekah mengancam tatanan ekonomi dan sosial dibanyak komunitas (SDKI,
2012).
kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia
sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Djoerban, 2000).
terutama dengan merusak sisitem kekebalan tubuh. Virus ini dapat menginfeksi sel
sel manusia dengan target utamanya adalah limfosit CD4 dimana limfosit CD4 ini
yang lain, bakteri, jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker (Gallant, 2010).
Menurut data UNAIDS sampai dengan tahun 2012 terdapat 35.300.000 orang
yang hidup dengan HIV di dunia, dimana remaja dan orang muda yang berusia 10-24
terinfeksi sampai dengan tahun 2012 bekisar 780.000 orang (UNAIDS, 2013). Di
Indonesia semakin banyak ditemukan kasus HIV AIDS. Hasil laporan Ditjen PPM &
dengan Maret 2014 sebanyak 134.053 kasus. Persentase HIV tertinggi dilaporkan
pada kelompok umur 25-49 tahun (72,3%) diikuti kelompok umur 20-24 tahun (15%)
dan kelompok 50 tahun (5 ,8%) dimana rasio HIV antara laki-laki dan perempuan
adalah 1:1. Persentase faktor resiko HIV tertinggi adalah hubungan sex beresiko pada
heteroseksual (55,6%), pengguna jarum suntik tidak steril pada penasun (7%) dan
lelaki sex lelaki LSL (14,7%). Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai
Provinsi di Indonesia. Kasus HIV tertinggi terdapat di DKI Jakarta,diikuti oleh Jawa
Timur, Papua, Jawa Barat dan Bali, sedangkan kasus AIDS tertinggi terdapat di
Papua, diikuti oleh Jawa Timur, Jawa Barat dan Bali (KPA, 2014).
tinggi. Setiap bulan, setidaknya ada 100-120 kasus baru yang ditemukan. Banyaknya
temuan ini karena sudah banyak klinik Voluntary Conseling and Testing (VCT) yang
dapat melayani masyarakat untuk konseling dan memeriksakan diri (Harian analisa,
2014). Data di Profil Sumut pada tahun 2012 menunjukkan Kota Medan sebagai kota
tertinggi pertama penderita baru HIV AIDS yaitu 506 orang dan tertinggi kedua
adalah Kabupaten Karo yaitu 347 orang (Profil Sumut, 2012). Jumlah kumulatif HIV
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) adalah sebutan bagi mereka yang secara
positif didiagnosa terinfeksi HIV. Belum adanya obat untuk menyembuhkan mereka
menjadi suatu ketakutan akan ancaman kematian. Reed dalam Taylor (1999) dalam
merupakan stressor utama bagi ODHA yang menimbulkan depresi dan reaksi
mengisolasi diri dari orang lain. Obat ARV (Anti Retro Viral) yang tersedia hanya
untuk menghambat reproduksi virus HIV. Selain ketiadaan obat yang dapat
memperberat keadaan mereka. Masih banyak ODHA yang mengalami stigma dari
pendidikan maupun dalam hal lainnya (Djoerban, 2000). Hal ini sejalan dengan
hukuman sosial sehingga harus dikeluarkan atau diusir dalam kehidupan masyarakat.
lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada
para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan
prasangka akan status HIV mereka, atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka
yang hidup dengan HIV/AIDS. Bentuk lain dari stigma berkembang melalui
internalisasi oleh ODHA dengan persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Stigma
yang berat tentang bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa
Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang
takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau tidak, atau bisa pula
menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktek seksual yang tidak
aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka (Yusnita,
2012).
Pada tahun 2006 Kepengurusan Pusat GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)
yang disebut Moderamen yang ada di Kabupaten Karo membentuk komisi HIV/AIDS
dan NAPZA. Komisi ini dibentuk atas kepedulian tentang masalah HIV/AIDS yang
Pada tahun 2009 kegiatan komisi ini semakin bertambah yaitu adanya kegiatan
pendampingan ODHA dan kerjasama dengan RS Pusat Haji Adam Malik Medan.
Pada bulan November 2011, Komisi HIV/AIDS dan NAPZA GBKP memberanikan
diri mengontrak satu rumah di belakang Rumah Sakit Adam Malik untuk dijadikan
sebagai rumah singgah. Adapun tujuan awal dari rumah singgah ini adalah untuk
membantu ODHA dan keluarganya agar tidak perlu khawatir akan tempat tinggal
sementara setelah opname di rumah sakit. Pada umumnya mereka yang baru
menerima ARV akan banyak mengalami efek samping, oleh karena itu, mereka harus
tetap tinggal di sekitar Rumah Sakit Adam Malik untuk dapat berkonsultasi dengan
dan NAPZA GBKP yaitu kegiatan pencegahan meliputi sosialisasi, edukasi dan
dan kunjungan dokter setiap hari sabtu serta kegiatan rutin memberikan kebutuhan
beras, susu, vitamin dan obat-obatan tambahan diluar ARV. Sampai dengan akhir Juli
2013, ada 18 orang yang tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP terdiri dari
11 orang laki-laki, 5 orang perempuan dan 2 orang anak kecil (Barus, 2013).
Moderamen GBKP sudah 2x pindah, yang pertama disebabkan jumlah ODHA yang
ODHA sehingga berpindah ke rumah yang lebih besar yang ada di Jalan Bunga Law
Gang Bunga Law No 1 Medan. Alasan kedua perpindahan Rumah Singgah dari Jalan
GBKP tersebut menolak keberadaan ODHA di daerah mereka, hal ini terkait dengan
stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Padahal Rumah Singgah tersebut sangat
membantu mereka dalam akses ke Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik , informasi
seputar HIV AIDS, pendampingan saat berobat ke Rumah Sakit Pusat Haji Adam
Malik dan layanan konseling spiritual yang dapat memotivasi mereka untuk tetap
dukungan materil maupun spiritual disana. Ada kehidupan saling menguatkan dan
Perpindahan rumah singgah ini membuat ODHA yang ada di rumah singgah
ini mengalami masalah baru, tempat yang jauh membuat mereka kesulitan mengakses
RSP H. Adam Malik, hingga beberapa ODHA memutuskan untuk tidak ikut pindah
ke Berastagi dan kembali kerumah masing- masing. Dari cerita seorang ODHA yang
singgah yang ada di Jalan Bunga Law ditutup dan memutuskan kembali ke
kehilangan teman-teman yang selama ini saling mengingatkan minum obat dan
mendapat kabar kalau kondisinya semakin menurun setelah keluar dari rumah
singgah tersebut. Meskipun demikian, ada 10 orang yang memutuskan untuk tetap
Mereka menyatakan kalau Rumah Singgah tersebut adalah tempat yang bisa
menerima keberadaan mereka ketika mereka ditolak oleh keluarga dan sangat
terbantu dalam pemenuhan kebutuhan makanan, nutrisi dan obat obatan. ODHA yang
ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP ini telah kehilangan pekerjaan, sehingga
Karo?
kesehatan akan perlunya rumah singgah bagi ODHA untuk tempat tinggal
pendirian rumah singgah bagi ODHA sebagai sumber informasi dan tempat yang
HIV/AIDS.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner
ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon yang dapat
Reaksi
(Perubahan Sikap)
Reaksi
(Perubahan Praktik)
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas. Menurut Benjamin Bloom dalam Notoatmodjo ( 2007), ranah perilaku terbagi
indra, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan
seseorang, sebab dari hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada
ini inovasi diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti
massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih
bekerja.
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
2. Memahami (Comprehension)
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara
benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
dipelajari pada situasi atau kondisi ril (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
4. Analisa (Analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
tersebut, dan masih dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat
5. Sintesa (Synthesis)
ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau
1. Pendidikan
2. Sumber Informasi
melalui informasi yaitu kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri.
media massa dapat berupa elektronik seperti televisi, radio, dan lain-lain. Adapun
media cetak seperti majalah, koran, buku, dan lain-lain. Sumber informasi
seseorang.
4. Budaya
informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada
2.1.2. Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari sikap yang
tertutup tersebut. Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (Objek).
3. Menghargai (Valuing)
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasanya dengan orang lain,
harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau
Menurut Azwar (2005) ada beberapa faktor yang memengaruhi sikap terhadap
pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat karena itu, sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung
untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
4. Media masa dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media
sikap konsumenya.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga
2.1.3. Tindakan
Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkan sikap
membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik serta
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh-contoh
3. Mekanisme (Mechanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan maka ia sudah mencapai tingkat ketiga.
4. Adaptasi (Adaptation)
yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
seseorang.
(2007) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan
proses belajar. Teori ini mengatakan bahwa perilaku berubah hanya apabila stimulus
yang dapat melabihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini
psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai
berarti terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance
elemen kognisi yang saling bertentangan, yang dimaksud elemen kognisi adalah
atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz ( 1960 ) dalam Notoatmojo
4) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab
suatu situasi
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan
penahan. Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua
kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya
kekebalan tubuh yang menyebabkan AIDS. Virus ini dapat menginfeksi sel sel
manusia dengan target utamanya adalah limfosit CD4 dimana limfosit CD4 ini
yang lain, bakteri, jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker (Gallant, 2010).
darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.CD 4 pada orang dengan sistem
kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang
yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol). Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya
berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Disekitar kita banyak sekali
infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman.
baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen
di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan
Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim
reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua
grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh
kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia
sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Djoerban, 2000).
Virus HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak. Secara
alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin
fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah mendapatkan
hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga lama kelamaan sel
kekebalan kita habis dan jumlah virus menjadi sangat banyak (Runggu, 2014).
ODHA mengacu pada Orang dengan HIV dan AIDS. ODHA digunakan
sebagai pengganti istilah untuk seseorang yang dinyatakan positif terinveksi HIV.
ODHA mulai digunakan untuk menggantikan istilah pengidap, penderita, dan istilah
lain yang dinilai kurang manusiawi. Penggunaan kata ODHA diajurkan oleh Prof Dr
Dekdibdud, kepada aktivis YPI Al. Husein Habsy dan Alm Suzana Murni. Sekarang,
istilah ODHA sudah digunakan secara luas untuk menggantikan kata pengidap
2.3.3. Epidemiologi
Menurut data UNAIDS sampai dengan tahun 2012 terdapat 35.300.000 orang
yang hidup dengan HIV di dunia, dimana remaja dan orang muda yang berusia 10-24
tahun berjumlah 5.400.000 orang. Diperkirakan remaja dan orang muda yang baru
terinfeksi sampai dengan tahun 2012 bekisar 780.000 orang (UNAIDS, 2013) Hasil
laporan Ditjen PPM & PL Kemenkes RI menyatakan Jumlah kumulatif infeksi HIV
yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2014 sebanyak 134.053 orang.
persentase HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (72,3%)
diikuti kelompok umur 20-24 tahun (15%) dan kelompok 50 tahun (5 ,8%) dimana
rasio HIV antara laki-laki dan permpuan adalah 1:1. Persentase faktor resiko HIV
tertinggi adalah hubungan sex beresiko pada heteroseksual (55,6%), pengguna jarum
suntik tidak steril pada penasun (7%) dan lelaki sex lelaki LSL (14,7%). Jumlah
54.231 orang, dimana persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok
umur 20-29 tahun (33,1%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (28,2%),
40-49 tahun (10,5%), 15-19 (3,1%), dan 50-59 tahun (3,2%). umur 30-39 tahun
(22,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (22,1%). Faktor risiko penularan terbanyak
Kasus HIV AIDS menyebar di 348 (70%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh
provinsi di Indonesia. Jumlah infeksi HIV tertinggi di Indonesia adalah DKI Jakarta
(27.207 ), diikuti oleh Jawa Timur (15.233), papua (12.767) dan Bali (7.922) dan
jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua (7.795), diikuti oleh DKI Jakarta
HIV yaitu :
cairan mani atau cairan vagina yang mengandung virus HIV masuk ke dalam
tubuh pasangannya
2. Dari seorang ibu hamil yang HIV positif kepada bayinya selama masa kehamilan,
pemakaian alat suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa
melihat identitas seksual dan HIV melakukan penelitian terhadap 224 laki-laki
pekerja sex jalanan dimana 17,9% dari sampel mengidentifikasikan dirinya sebagai
status HIV pada kelompok homoseksual sebesar 50%, kelompok biseksual sebesar
36,5% kelompok heteroseksual sebesar 18,5%. Perbedaan tingkat infeksi HIV pada
laki-laki dari setiap kategori identitas seksual secara signifikan berkaitan dengan
hubungan seks anal reseptif yang dilaporkan, jumlah pasangan seksual yang tidak
Dari studi yang dilakukan oleh Endang Basuki, Ivan dkk, yang
dipublikasikan oleh tentang berbagai alasan bagi wanita pekerja seks di Indonesia
seksual dengan kondom dilakukan oleh para pekerja seks, dan 12% dari dari jumlah
ini, para wanita pekerja sekst tersebut harus berdebat terlebih dahulu dengan
pelanggan untuk bisa menggunakan kondom. Hanya 5,8% dari wanita pekerja seks
yang secara konsisten menggunakan kondom selama dua minggu observasi dan
jumlah ini menurun menjadi 1,4% selama empat minggu observasi. Berbagai alasan
untuk tidak menggunakan kondom dari sisi klien, menurut pengakuan wanita pekerja
Pandangan ini tentu saja akan merugikan PSK tersebut, karna akan sangat beresiko
penularan HIV AIDS, akan tetapi penggunaannya masih sangat tinggi. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Pisani, Dadun dkk (2003),
berisiko terhadap penularan HIV pada kelompok pengguna napza suntik (penasun) di
Indonesia dan mengkaji risiko-risiko penularan HIV secara seksual dari penasun
pada kelompok penasun laki-laki di tiga kota. Sebanyak 650 penasun laki-laki
direkrut melalui beberapa gelombang dari berbagai lokasi yang secara sistematis
dengan HIV.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa hampir semua penasun tahu bahwa HIV
ditularkan melalui penggunaan jarum secara bergantian, tetapi 85% dari penasun
sebelumnya. Lebih dari dua pertiga penasun aktif secara seksual, 48% memiliki
banyak pasangan dan 40% berhubungan seks dengan wanita pekerja seks dalam 12
tingginya tingkat berbagi jarum suntik. Fokus pada pembersihan jarum dan
peningkatan penggunaan kondom juga merupakan hal yang sangat mendasar harus
dilakukan.
1. Selama kehamilan, ketika janin masih dalam kandungan ibu dengan resiko
kejadian 5-10%.
HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan ini. Hal ini disebabkan karena
pada saat proses persalinan, tekanan pada plasenta yang mengalami peradangan
darah ibu dengan darah bayi. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat pula terjadi
pada saat bayi terpapar oleh darah dan lendir ibu di jala lahir.
3. Selama menyusui, bayi tertular melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk. Cara penularan AIDS juga berbeda dari penularan
influenza dan tuberculosis. AIDS tidak ditularkan melalui bersin ataupun batuk.
AIDS juga tidak ditularkan melalui jabatan tangan, berenang di kolam renang,
Dalam tubuh penderita AIDS, partikel virus bergabung dengan DNA sel
penderita, sehingga satu kali seseorang terifeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Untuk diketahui sel manusia yang terutama diserang oleh HIV adalah
limfosit subjenis T helper atau disebut juga sebagai limfosit CD4. Fungsi limfosit
CD4 dala system kekebalan tubuh amat penting, ia mengatur dan bekerjasama dengan
komponen system kekebalan yang lain. Bila jumlah limfosit CD4 berkurang, maka
system kekebalan tubuh orang yang bersangkutan akan rusak, sehingga mudah
Pada tingkatan ini pasien belum mempunyai keluhan dan dapat melakukan
2. Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya dermatitis seboroika, prurigo,
infeksi jamur pada kuku, ulkus pada mulut berulang dan cheilitis angularis
normal.
3. Panas yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul
4. Kandidiasis mulut.
Pada tingkat klinik ini, penderita biasanyaberbaring di tempat tidur lebih dari
10% dan diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari satu bulan atau
keleamhan kronik dan panas tanpa diketahui sebabnya selama lebih ari satu bulan.
3. Toksoplasmosis otak
6. Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali di limpa, hati atau kelenjar
getah bening
7. Infeksi virus herpes simpleksdi mukokutan lebih dari satu bulan atau di alat dalam
14. Limfoma
16. Ensefalopati HIV , sesuai criteria CDC yaitu: gangguan kognitif atau disfungsi
(Djoerban, 2000)
Walaupun AIDS yang sudah parah itu seringkali dapat didiagnosis secara
1. Hindari Kontak dengan Darah yang terinfeksi HIV Cara yang paling umum untuk
menularkan HIV adalah melalui kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi
HIV. Transfusi, atau kontak dengan luka, dapat menyebabkan virus menyebar
dari satu orang ke orang lain. Transmisi dengan darah dapat dengan mudah
dihindari melalui tes darah dan menghindari kontak dengan luka jika seseorang
positif terinfeksi HIV, jika Anda harus berurusan dengan luka dari pengidap HIV/
AIDS, pastikan untuk memakai pakaian pelindung seperti sarung tangan karet.
2. Hati-hati dengan jarum suntik dan peralatan bedah obat infus, jarum suntik dan
peralatan tato dapat menjadi sumber infeksi HIV. Jarum tato, senjata, dan pisau
cukur adalah alat yang berpaparan langsung dengan darah orang yang terinfeksi.
Berikut adalah beberapa hal yang harus Anda perhatikan ketika menggunakan
c. Jika Anda ingin tato, pastikan itu dilakukan oleh sebuah toko tato bersih dan
sanitasi.
3. Gunakan kondom cara lain untuk penularan HIV adalah melalui kontak seksual
menghindari terinfeksi HIV. Hal ini sangat penting untuk menggunakan kondom
HIV, tetapi juga dapat melindungi diri dari infeksi menular seksual lainnya.
Kondom lateks adalah yang terbaik, tetapi Anda juga dapat menggunakan
4. Hindari Seks Bebas HIV dan AIDS yang lebih lazim untuk orang dengan banyak
pasangan seksual. Jika Anda hanya memiliki satu pasangan seksual, anda secara
AIDS. Namun itu tidak berarti bahwa Anda dapat berhenti menggunakan
kondom, Anda masih harus melakukan seks dilindungi bahkan jika Anda setia
Menurut KPA (2013) ada 4 hal sederhana mencegah penularan HIV AIDS
ODHA yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan sepetember
2013 sebanyak 36.483 orang. Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan
kondisi kesehatan para penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit
oportunistik lain yang berat dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus
menyebabkan penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi
pertumbuhan. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Obat-obat ini hanya berperan
dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah
berkembang (Djoerban,2000).
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi
pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel
yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit
karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan
tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer
(Brooks, 2005).
diproduksi oleh PT. Kimia Farma. Kehadiran obat ini diharapkan bisa memutus
Obat Efavirenz tersebut juga sudah mulai didistribusikan ke Rumah Sakit. Obat
Efavirenz ini adalah obat ARV jenis keempat yang bisa diproduksi oleh Kimia
Farma. Dua lainnya adalah jenis lamivudine, zidovudine dan nevirapine. Untuk jenis
Selama ini, mayoritas obat ARV yang dibutuhkan ODHA di Indonesia adalah obat
import dari India. Kerap kali dalam proses pembelian obat import ini mengalami
(Kompas, 2014).
Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena
Farmer (2005) dalam kajian literatur Tri Paryati dkk, stigma ini dapat mendorong
seseorang untuk mempunyai prasangka pemikiran, perilaku, dan atau tindakan oleh
sekerja, para teman dan keluarga. Stigma membuat pembatasan pada pendidikan,
malu atau bersalah, atau secara luas dapat dinyatakan sebagai diskriminasi. Hal ini
dapat menyebabkan penurunan percaya diri, kehilangan motivasi, penarikan diri dari
perencanaan masa depan (UNAIDS, 2013). Salah satu pesan hari AIDS sedunia pada
mereka merasa tidak nyaman dan akibatnya mereka akan menjauh dari layanan
kesehatan dan jika mereka menjauh dari layanan dan menjadi komunitas tertutup
maka akan sulit menerapkan program pencegahan penularan HIV kepada masyarakat
perlakuan yang tidak adil terhadap individu karena status HIV mereka, baik itu status
stigma dan diskriminasi untuk menghentikan infeksi HIV baru dikalangan anak-anak,
dan untuk menjamin akses keperawatan dan pengobatan bagi semua orang yang
Menurut Herek and Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma ODHA
1. Stigma Instrumental ODHA yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal
sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap
3. Stigma Kesopanan ODHA yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan
Menurut Leslie Butt (2010) yang dikutip oleh Siregar N (2012) dari hasil
6. Kurangnya akses ke obat-obatan ARV atau akses yang diketahui orang lain
kematian/sekarat
e. Stigmatisasi diri
memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga masyarakat kelas dua. Hal
yang salah kaprah. Contoh dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah:
alasan dan penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa
didaftar berarti secara langsung telah ditolak), isolasi, pemberian label nama atau
tubuh yang negatif oleh pekerja kesehatan, juga akses yang terbatas untuk fasilitas-
3. Akses untuk Perawatan ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama
seperti masyarakat umum dan kebanyakan dari mereka juga tidak mempunyai
4. Pendidikan
Hak untuk mendapat pendidikan bagi ODHA dan kelompok lain yang rentan
negatif dari teman sebaya dan lainnya di lingkungan sekolah, pengucilan di kelas,
kesehatan, dll. Lebih jauh lagi, cara mengajar tanpa diskriminasi HIV/AIDS
5. Sistem Peradilan
penolakan atau akses yang lebih sedikit untuk sistem peradilan dan penilaian
stigmatisasi, misalnya ketika kelompok yang rentan, misalnya pekerja seks dan
penularan HIV.
6. Politik
marjinal lainnya diabaikan dalam proses penegakan hukum, dan mereka yang
7. Organisasi Kepercayan
buruk terhadap ODHA dan keluarganya. Ini secara khusus terlihat lewat perlakuan
kontrasepsi, pasangan seksual lebih dari satu, dan adanya kepercayaan bahwa
8. Media
Beberapa jurnalis tidak mempunyai pengetahuan yang cukup atau informasi dasar
9. Tempat Kerja
asuransi kesehatan, absen dari kerja untuk tujuan kesehatan, alokasi kerja,
lingkungan yang aman, gaji dan tunjangan, perlakuan atasan dan rekan kerja,
skining HIV untuk semua karyawan, promosi dan pelatihan. Seringkali pemikiran
di balik isu-isu terkait ini adalah adanya kepercayaan bahwa tidak ada gunanya
menginvestasi uang pada seseorang yang akhirnya toh akan meninggal. Tidak
Semakin banyak masyarakat yang sadar dan peduli akan HIV dan AIDS maka
diskriminasi dengan memulainya dari diri kita sendiri. Beberapa tindakan keluarga
dan masyarakat yang diharapkan dalam membantu dan mendukung ODHA misalnya:
1. Family Concept, artinya lingkungan rumah atau suasana rumah diciptakan agar
2. Role Model, adalah menggunakan orang yang pernah mengalami kejadian yang
serupa dengan pengidap HIV untuk menceritakan apa yang harus dikerjakan di
masa datang.
5. Moral and Religius Session, yaitu mensyukuri anugerah Tuhan yang masih
menyayangi dengan memberikan ujian yang berat, agar lebih bisa mendekatkan
diri dengan-Nya.
begitu akan menambah semangat mereka untuk hidup dengan lebih baik. Contoh-
masa lalu dan mengingatkan bahaya AIDS supaya masyarakat tidak mengikuti jejak
Protestan), atau yang lebih familiar sebagai Sinode.Sekertariat berada di Jalan kapten
Protestan di Indonesia yang berdiri di Tanah Karo, Sumatera Utara dan melayani
masyarakat Karo. Bidang pelayanan yang ada di GBKP yaitu bidang Marturia,
Koinonia, Diakonia, Personalia/Sumber Daya Manusia dan Dana dan Usaha. Dalam
hai ini pelayanan yang manangani masalah HIV/AIDS ada dalam bidang diakonia
bahkan sejak data resmi kasus HIV AIDS belum ada. Namun, pelayanan yang
yang dilakukan secara terpisah, artinya di setiap persekutuan Kategorial tingkat Pusat
seperti MORIA (Lembaga kaum Ibu), Permata (Lembaga Pemuda), KA-KR (lembaga
anak dan remaja) terdapat program tentang pelayanan terhadap masalah HIV-AIDS
khususnya dalam bentuk sosialisasi HIV-AIDS. Oleh karena setiap lembaga bekerja
bersatunya dana dan program, maka diharapkan pelayanan ini akan lebih maksimal.
Berdasarkan pemikiran inilah maka dibentuk satu unit pelayanan di GBKP yang
Pada awalnya Komisi ini bekerja dengan baik.Kegiatan yang masih berpusat
pada sosialisasi berjalan dengan lancar. Namun, oleh karena kurangnya dana, maka
kegiatan berhenti, bahkan Komisi HIV/AIDS tidak aktif lagi dalam beberapa tahun.
HIV/AIDS dan NAPZA GBKP pada tahun 2006 yang diketuai oleh alm. dr. Petrus
Tarigan dan beranggotakan 7 orang. Dalam hal pendanaan, seluruh biaya kegiatan
Komisi ini diberikan oleh UEM sejumlah Rp. 60.000.000, akan tetapii 2 tahun
kemudian, dana ini dikurangi menjadi Rp. 30.000.000 karena program kerja Komisi
Komitmen yang ada di setiap pengurus Komisi membuat dana bukanlah menjadi
hambatan untuk tetap melakukan pelayanan ini. Selain dari UEM, Komisi HIV/AIDS
berusaha mencari sumber dana yang lain. Tanpa henti, Komisi mendesak Moderamen
GBKP untuk menyediakan subsidi bagi Komisi yang berasal dari kas umum GBKP
dan mencari dana melalui donatur-donatur yang peduli akan pelayanan terhadap
masalah HIV/AIDS.
rumah ODHA. Pada tahun 2010, kerjasama Komisi HIV/AIDS dengan Rumah Sakit
Adam Malik semakin meningkat, dan banyak jemaat GBKP yang sudah mengetahui
mencari bantuan/dukungan.
Pernah terdapat satu pengalaman dimana ada seorang anak yang berumur 2
tahun ternyata sudah terinfeksi HIV. Ayahnya sudah meninggal karena HIV, dan
ibunya pergi meninggalkan anak tersebut. Akhirnya anak itu di asuh oleh neneknya.
Kondisi anak tersebut sangat memprihatinkan. Seorang tetangga nenek tersebut yang
memberitahukan keadaan itu kepada Komisi HIV GBKP. Keesokannya Komisi HIV
langsung mengunjungi dan mengurus segala surat-surat yang dibutuhkan supaya anak
Sakit Adam Malik. Namun, 3 hari kemudian, anak tersebut dan neneknya keluar dari
Komisi HIV mencari informasi, ternyata nenek dan anak tersebut melarikan diri dari
Rumah sakit Adam Malik karena mereka tidak mampu membeli makanan sehari-hari
walaupun biaya pengobatan dan opname anak tersebut gratis. Dua hari setelah
kembali dari rumah sakit, anak tersebut pun akhirnya meninggal dunia. Pengalaman
ini sangat berarti bagi Komisi HIV/AIDS GBKP. Berdasarkan pengalaman ini, maka
pada bulan November 2011, Komisi HIV/AIDS memberanikan diri mengontrak satu
rumah di belakang Rumah Sakit Adam Malik Jalan Petunia Raya No 36 Medan
untuk dijadikan sebagai rumah singgah. Adapun tujuan awal dari rumah singgah ini
adalah untuk membantu ODHA dan keluarganya agar tidak perlu khawatir akan
tempat tinggal sementara setelah opname di rumah sakit. Karena pada umumnya
samping. Oleh karena itu, mereka harus tetap tinggal di sekitar Rumah Sakit Adam
Malik untuk dapat berkonsultasi dengan dokter kapan saja (Moderamen GBKP,
2014).
A. Visi
Menghargai kemanusiaan.
B. Misi
yang terinfeksi HIV maupun yang tidak melalui sosialisasi HIV, pelatihan,
masyarakat umum.
A. Jangka Pendek
B. Jangka Menengah
GBKP.
C. Jangka panjang
5. Bendahara : M. Sukatendel
7. Rupina br Purba
ODHA yang sedang menjalani pengobatan ARV. Syarat-syarat ODHA yang dapat
1. ODHA yang menjalani terapi ARV dan tempat tinggalnya jauh dari Medan.
Biasanya mereka yang baru menerima ARV dan harus menjalankan penyesuaian.
2. ODHA yang ditolak oleh keluarga atau masyarakat karena tingginya stigma dan
diskriminasi.
3. ODHA yang berasal dari keluarga tidak mampu atau ekonomi lemah, karena
Awal mulai adanya Rumah Singah Moderamen GBKP yaitu pada tahun 2011
Medan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan) , namun karena jumlah
ODHA yang semakin banyak dan tidak memadai lagi dalam menampung ODHA
maka pada bulan Oktober tahun 2013 berpindah ke rumah yang lebih besar yang ada
di Jalan Bunga Law Gang Bunga Law No 1 Medan. Namun pada pertengahan bulan
Desember tahun 2013 Rumah Singgah Moderamen GBKP yang berada di Jalan
Bunga Law ditutup, karena masyarakat sekitar rumah singgah tersebut menolak
keberadaan ODHA di daerah mereka, hal ini terkait dengan stigma dan diskriminasi
sosialisasi dan advokasi kepada aparat pemerintah dan masyarakat setempat, tetapi
tidak berhasil. Akhirnya komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP memutuskan untuk
pindah ke Berastagi dan mendapat tempat di Gedung KWK jalan udara Berastagi
sampai dengan bulan Juni tahun 2014 berjumlah 7 orang, 4 orang laki-laki dan 3
orang wanita dengan usia antara 25 sampai dengan 45 tahun. Pelayanan yang
1. Menyediakan kebutuhan makanan sehari-hari seperti nasi, lauk pauk, sayur, susu
dsb.
4. Pendampingan ODHA.
2. Moderamen GBKP
3. Donatur
Rumah singgah Monderamen GBKP tidak memandang suku, agama dan latar
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner
ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon yang dapat
Perhatian
Organisme
Stimulus
Pengertian
Penerimaan
Reaksi
(Perubahan Sikap)
Reaksi
(Perubahan Praktik)
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat
Landasan teori lain yang digunakan adalah Teori Snehandu B. Kar (1983),
4. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
Menurut Herek and Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma ODHA
1. Stigma Instrumental ODHA yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal
sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap
3. Stigma Kesopanan ODHA yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan
Peneliti memadukan ketiga teori tersebut dimana perilaku tertutup dalam hal ini yang
peneliti bahas adalah pengetahuan dan sikap ODHA terkait status HIV mereka, dan
adanya stigma dan diskriminasi yang ODHA alami yang mempengaruhi ODHA
untuk bertindak untuk memperoleh kesehatan terhadap penyakit yang mereka alami
(perilaku terbuka).
Perilaku ODHA:
- Pengetahuan
- Sikap
Tindakan
Stigma :
- Stigma instrumental
- stigma simbolis
- stigma kesopanan
Diskriminasi
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengenai perilaku orang dengan HIV AIDS (ODHA), stigma
Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan, pekerjaan dan
sebagainya. Menurut Polit dan Hungler (2001) penelitian kualitatif yang dilakukan
untuk memperoleh jawaban atas informasi yang mendalam tentang pendapat dan
tentang sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku individu (Saryono dan Anggraeni,
2010)
mendalam dan kompleks, memberikan gambaran secara holistik, disusun dari kata-
kata, mendapatkan informasi rinci yang diperoleh dari informan dan berada dalam
setting alamiah. Merupakan metode yang didalam penelitiannya tidak mencari atau
3.3. Informan
Informan dalam penelitian ini terbagi 2 yaitu informan utama dan pendukung.
Informan utama adalah seluruh ODHA yang tinggal di Rumah Singgah Moderamen
GBKP Berastagi yaitu sebanyak 7 orang, dan informan pendukung 2 orang yang
yang lebih luas dan mendalam tentang perilaku (ODHA ), stigma dan diskriminasi di
Rumah Singgah Moderamen GBKP. Menurut Bogdan dan Taylor (1992) dalam
menjalin hubungan (rapport) terlebih dulu kepada informan. Peneliti harus berusaha
mendapatkan kepercayaan dari informan dengan cara menjalin hubungan baik dengan
mereka.
pertanyaan, dan dapat menggali informasi lebih mendalam karena dapat mengajukan
pertanyaan tambahan guna mendapatkan jawaban yang lebih spesifik dan akurat.
Pertanyaan yang digunakan hanya sebagai pintu masuk untuk membuka wacana
informasi yang akan diberikan serta menyatakan apa yang mereka pikir penting dan
mencatat fenomena yang muncul, sebagai bagian dari penelitian yang berlangsung
dalam konteks alamiah (Sugiyono, 2006). Beberapa informasi yang diperoleh dari
Analisa data yang akan dilakukan peneliti adalah dilakukan secara kualitatif
kembali hasil rekaman tape recorder atau handphone dengan cara manual dan yang
akhirnya akan dituangkan ke dalam hasil penelitian dalam bentuk narasi. Selanjutnya
dengan tujuan penelitian dengan menggunakan matriks. Data yang telah dikumpulkan
ataupun yang telah dinarasikan kedalam matriks penelitian akan dibahas dan
dianalisis dengan menggunakan teori teori yang mendukung dan pustaka yang ada
Untuk menjamin keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
sumber data, yaitu buku, jurnal dan hasil wawancara. Transferbility dilakukan
melalui penyediaan laporan penelitian dimana peneliti menyimpan semua data seperti
proses penelitian. Sedangkan confirmability dilakukan dengan cara audit trial yaitu
jika terdapat hal-hal yang kurang jelas maka peneliti melakukan konfirmasi kepada
informan.
HASIL PENELITIAN
ODHA yang sedang menjalani pengobatan ARV. Awal mulai adanya Rumah
Singgah Moderamen GBKP yaitu pada tahun 2011 dengan mengontrak rumah yang
Tuntungan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan), namun karena jumlah
ODHA yang semakin banyak, dimana setiap hari terdapat pertambahan jumlah
ODHA dan saat itu sudah mencapai 20 orang, maka komisi HIV AIDS dan Napza
Rumah Singgah yang dijalan Petunia Raya ini tidak memadai lagi dalam
menampung ODHA maka pada bulan Oktober tahun 2013 berpindah ke rumah yang
lebih besar, dengan mengotrak sebuah rumah yang ada di Jalan Bunga Law Gang
Bunga Law No 1 Medan Kecamatan Medan Tuntungan yang letaknya tidak jauh dari
Rumah Sakit Adam Malik Medan. Namun pada pertengahan bulan Desember tahun
2013 Rumah Singgah Moderamen GBKP yang berada di Jalan Bunga Law ditutup,
daerah mereka, hal ini terkait dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP sudah berusaha melakukan sosialisasi dan
advokasi kepada aparat pemerintah dan masyarakat setempat, tetapi tidak berhasil.
Gedung KWK Jalan Udara No 64 Berastagi. ODHA yang ikut pindah ke Rumah
Singgah Moderamen GBKP Brastagi pada saat itu hanya 10 orang, sedangkan
beberapa ODHA yang lain memilih untuk pulang ke kampung masing masing dan ke
Rumah Sakit Adam Malik Medan, oleh karena tempat yang jauh dari rumah mereka
membutuhkan biaya perjalan yang besar, padahal mereka sedang mengikuti terapi
ARV yang mengharuskan ODHA berobat jalan (kontrol) 1x sebulan. Hal inilah yang
membuat Komisi HIV AIDS dan NAPZA GBKP membuat Rumah Singgah lagi di
Kecamatan Medan Tuntungan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan), hanya
saja Rumah Singgah Moderamen GBKP yang ada di Medan dikhususkan hanya bagi
ODHA yang kondisinya masih sangat lemah dan yang baru megikuti terapi ARV.
Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP sekarang memiliki 2 rumah singgah, di Medan
dan di Berstagi.
sampai dengan bulan Juni berjumlah 7 orang, 3 orang wanita dan 4 orang pria.
kampung masing masing dimana keluarga sudah dapat menerima mereka dan karena
rumah singgah moderamen GBKP yaitu 4 ruang kamar tidur dan 1 ruang belakang
yang dijadikan kamar tidur, 2 buah kamar mandi yang cukup besar, dapur, ruang
tamu, westafel, alat memasak dan alat kebersihan. Di setiap kamar tidur terdapat 2
pada bulan Juni 2014, peneliti sudah melakukan pendekatan terhadap ODHA di bulan
bulan sebelumya, dimana peneliti beberapa kali ikut dalan kunjungan ke Rumah
Singgah Moderamen GBKP Berastagi bersama sebuah yayasan yang peduli terhadap
Singgah Moderamen GBKP, dengan mengajukan surat survey pendahuluan dan surat
ijin penelitian ke Komisi HIV AIDS dan Napza langsung mendapatkan respon yang
baik dari sekretaris komisi yaitu ibu Pdt Monalisa Ginting St.
Pada tanggal 9 Mei 2014, peneliti menemui sekretaris Komisi HIV AIDS dan
Napza GBKP ibu Pdt Monalisa Ginting di kantor Moderamen yang ada di Jalan
Kapten Pala Bangun No 66 Kabanjahe dan ternyata pada waktu yang bersamaan akan
dilakukan rapat internal seluruh pengurus komisi HIV AIDS dan Napza, sehingga
peneliti dengan tak diduga dapat bertemu dengan beberapa anggota komisi dan
diantaranya adalah ketua komisi yaitu bapak Pt Tuah Bastari Barus. Maksud dari
rumah singgah moderamrn GBKP berastagi dan menanyakan beberapa kegiatan yang
dengan bapak Pt Tuah Bastari Barus, saat itu bapak Pt Tuah Bastari Barus banyak
menyampaikan kegiatan komisi tentang peduli HIV AIDS di tanah Karo, kegiatan
ODHA yang berjudul Ulih Perbahanen sampai dibuatnya rumah singgah untuk
ODHA. Bapak Pt Tuah Bastari Barus juga menceritakan upaya yang dilakukan
Komisi HIV AIDS dan Napza untuk mempertahankan agar Rumah Singgah
Moderamen GBKP yang ada di Jalan Bunga law tetap dapat ditempati dengan
melakukan sosialisasi pada masyarakat dan jemaat GBKP yang ada di sekitar Rumah
Sakit Adam Malik serta advokasi pada pemerintah setempat, tetapi upaya yang
dilakukan gagal, sehingga rumah singggah yang ada di Jalan Bunga law pun akhirnya
ditutup.
Pada pertemuan itu juga, sekretasris dan ketua komisi menceritakan beberapa
merasa senang sekali karena telah melakukan perbincangan yang panjang dan
karena rapat komisi akan dimulai dan peneliti pun permisi untuk meningalkan kantor
moderamen tersebut.
Napza yang bertugas sebagai pendamping ODHA yaitu Prisma Tarigan yang akrab
dipanggil dengan Bunda Primus dan sebagian orang lagi memanggil bang
melakukan janji bertemu lewat telpon 1 mingu sebelumnya. Peneliti bertemu dengan
bang primus di Rumah Sakit Adam Malik Medan, dan melakukan perbincangan di
sebuah rumah makan yang ada di depan Rumah Sakit Adam Malik Medan. Hari itu
bertepatan dengan hari libur nasional sehingga bang primus tidak terlalu sibuk
mendampingi ODHA yang akan berobat ataupun kontrol karena Rumah Sakit juga
libur. Peneliti menanyakan informasi seputar ODHA yang ada di Rumah Singgah
Moderamen GBKP Berastagi dan meminta tolong agar dibantu memberi penjelasan
bagi ODHA yang ada disana untuk dapat mewawancari ODHA tersebut. Bang
Primus pun menanggapi peneliti dengan senang hati dan akan membantu peneliti agar
ODHA yang ada di rumah singggah bersedia dan mau diwawancari selama
penelitian.
rencana kedatangan peneliti lawat telpon kepada sekretaris komisi yaitu ibu Monalisa
dibetitahukan terlebih dahulu oleh ibu monalisa ginting dan bang Primus, ternyata
ketika peneliti sampai di rumah singgah, peneliti hanya bertemu 1 orang ODHA
sedangkan ODHA yang lain sedang pergi keluar rumah, ada yang kerja, ada yang
tahu rencana kedatangan peneliti, sehingga ketika salah satu ODHA bertemu peneliti,
dia merasa terkejut melihat kedatangan peneliti yang seorang diri saja, karena
biasanya peneliti datang bersama team dari yayasan yang peneliti bergabung
Informan I adalah Aldo (nama samaran), seorang pria yang berusia 30 tahun,
belum menikah, anak ketiga dari 3 bersaudara, bekerja sebagai preman pasaran di
kota Medan, dan bertempat tinggal di kota Medan. Kepada peneliti Aldo
menceritakan kehidupan nya di pasaran sebagai preman sejak umur 17 tahun, dan
sejak tahun 2001 melakukan sex bebas, pemakai narkoba dan menggunakan tato
dibeberapa bagian tubuh seperti tangan dan badan. Aldo mengetahui status HIV nya
pada tanggal 28 Februari tahun 2013. Awalnya tidak pernah terpikir untuk periksa/tes
HIV ke Rumah Sakit, hanya saja pada suatu saat Aldo sakit demam dan mencret dan
berobat ke dokter, diberi obat dan sembuh. Akan tetapi tidak lama kemudian Aldo
demam dan mencret lagi sampe tidak selera makan dan mengalami mual mual.
Informan berobat lagi dan sembuh. Tetapi tak lama kemudian berulang lagi dengan
gejala penyakit yang sama dan dokter mengira Aldo sakit tipus. Suatu waktu Aldo
makan quarker odd (makanan terbuat dari gandum) pakai gula karena tidak selera
makan dan ternyata setelah makan makanan tersebut ia melihat mulutnya penuh
dengan jamur. Aldo pergi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan dari pemeriksaan
dokter, dokter mencurigai kalau dia terinfeksi HIV dan menyarankannya untuk tes
merasa sedih sekali dan ingin mati saat itu. Perasaan Aldo diungkapkan sebagai
berikut:
Kata dokter aku kena HIV. itupun aku tak terima, mana mungkin kek gini
kek gini, sudah sempat nangis aku, karna orang tua awaklah, kakak awak
yang nahan awak karna kupikir dah mati awak nya ini
Aldo merasa putus asa, untung ada kakak dan mama nya yang menguatkan nya pada
saat itu. Pernah menderita TB tetapi sudah sembuh tetapi sampai sekarang masih
menderita hepatitis. Aldo berhenti memakai narkoba sejak mengetahui status HIV
akan tetapi masih merokok sampe hari ini 4-5 batang/ hari. Aldo menyatakan masih
merokok walau tahu kalau merokok itu tidak baik bagi kesehatannya. Aldo
Informan 2 adalah Ijul (nama samaran), seorang pria yang berusia 37 tahun,
bekerja sebagai supir, anak ke lima dari 5 bersaudara, menikah pada tanggal 26 juli
tahun 2012 dan sempat mempunyai seorang anak akan tetapi pada usia 3 bulan anak
meninggal. Ijul tinggal di Kuta Gugung Tiga Panah. Ijul menceritakan masa lalunya
kepada peneliti kalau sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 tinggal di Jakarta,
bekerja sebagai seorang supir, suka pergi ke tempat hiburan malam seperti diskotik,
suka minuman keras, mengkonsumsi narkoba tapi bukan narkoba suntik dan
melakukan sex bebas. Pada tahun 2008 pulang ke Medan dan bekerja sebagi supir
memeriksakan diri atas saran seorang mantri di kampungnya. Suatu saat Ijul sakit
demam, influenza dan diare berkepanjangan sampai berak darah dan opname 1
minggu di sebuah klinik di daerah kabanjahe, karena tidak sembuh juga maka di
sarankan cek darah di sebuah laboratoriun di kabanjahe, hasilnya positif. Akan tetapi
untuk memastikan lagi, Ijul disarankan tes HIV di Rumah Sakit Adam Malik Medan,
akan tetapi karena tidak ada uang dan takut mengeluarkan biaya yang besar , keluarga
parah dan tidak mengetahui kalau dia positif HIV dari hasil pemeriksaan laboratoriun
yang menyatakan informan positif HIV. Padahal kondisi istri pada saat itu sedang
hamil. Akhirnya informan dibawa ke Rumah Sakit Adam Malik Medan dan setelah di
Saya opname di rumah sakit 2 bulan lamanya saya paling lama, biasanya
orang HIV 3 hari meninggal 4 hari meninggal, selama saya disana ada
paling tidak 15 orang sudah meninggal orang dengan HIV. Orang tua saya,
mama saya juga sampai heran kenapa saya tidak meninggal Seluruh pasien
dengan HIV yang dirawat hidup dalam tekanan dan putus asa, saya juga
sangat tertekan dan pernah berusaha menjatuhkan kepala kelantai agar
meninggal
Ijul merasa putus asa ketika melihat bayak pasien yang meninggal di Rumah Sakit
Anak ke dua dari 5 bersaudara, tinggal di daerah Berastagi, sudah pernah 2 kali
menikah, suami yang pertama bercerai dan menikah lagi pada suami yang ke dua,
akan tetapi suami ke dua sudah meninggal pada bulan Maret tahun 2014, diduga
suami meninggal karena HIV, hanya saja belum sempat berobat dan memeriksakan
diri suami sudah meninggal dunia. Dari suami yang pertama Cika mempunyai 2
orang anak, akan tetapi tidak mempunyai anak dari suami yang kedua setalah 5 tahun
usia pernikahan mereka. Cika dan suami keduanya adalah pemakai narkoba jenis
sabu sabu. Cika memakai sabu sabu karena diajak oleh suami kedua nya. Cika
Cika mengetahui status positif HIV pada bulan Maret tahun 2014 dari hasil
mulut berjamur, mencretnya dapat diatasi dengan minum jamu, akan tetapi jamur
dokter menyarankan nya cek darah ke laboratorium yang ditunjuk di kabanjahe dan
hasil pemeriksaan nya positif HIV. Cika merasa sedih sekali. Atas saran dokter,
informan disuruh periksa lagi ke Rumah Sakit Adam Malik Medan. Cika ditemanin
pemeriksaan darah disana, hasilnya Cika juga positif HIV. Menurut Cika, dia tertular
HIV dari suami kedua nya yang sudah meninggal beberapa bulan yang lalu dan
sebagai buruh kasar sejak tahun 2007. Ucok menceritakan kalau dia suka minum
tuak, minum anggur merah yang nomor 1 dan suka pergi ke cafe yang didalam nya
terdapat wanita wanita penjajah sex. Di cafe tersebut, Ucok menyatakan beberapa kali
melakukan hubungan sex dengan bayaran yang bervariasi dari 50 ribu rupiah sampai
Pada tahun 2010 Ucok pergi ke Bandung dan bekerja disana. Di bandung,
Ucok sering demam dan mencret dan sembuh jika sudah berobat. Pada tahun 2011
Ucok pulang kembali ke kampung ke samosir dan berencana menikah. Akan tetapi
Ucok gagal menikah sehingga mengulangi perbuatannya lagi yang suka melakukan
hubungan sex di cafe. Pada tahun 2012, Ucok mengalami mencret yang lebih parah
lagi, dalam 1 hari mencret 15-20 kali dalam sehari. Ucok mengalami mencret sampe
badannya menjadi kurus dan terlihat bungkuk. Atas saran seorang teman yang
ternyata terinfeksi HIV juga, meyarankan nya untuk periksa HIV ke Rumah Sakit
Umum Samosir. Dari hasi pemeriksaan diketahui bahwa Ucok positif HIV. Dokter di
Rumah Sakit Umum Samosir tesebut menyarankan agar Ucok periksa lagi ke RS
Adam Malik Medan untuk mendapatkan hasil dan pengobatan yang lebih baik.
Akhirnya Ucok yang ditemanin abangnya periksa ke Rumah Sakit Adam Malik
Medan, dan hasilnya sama yaitu informan positif HIV. Kondisi Ucok saat itu sangat
lemah dan di opname selama 5 minggu. Akan tetapi karena proses pengurusan surat
Tinggal di daerah Berassitepu. Anak pertama dari 6 bersaudara, sudah menikah dan
memiliki 2 orang anak yang sudah berusia 22 tahun dan 16 tahun. Pekerjaan
berladang. Mengetahui positif HIV pada awal tahun 2013. Awalnya Dina tidak
pernah menduga akan terinfeksi HIV, karena Dina dan suami adalah orang baik baik
yang aktif di gereja dan pekerjaan mereka adalah berladang. Pada tahun 2013 Dina
mengalami sering diare, gak seleara makan, batuk, dan tumbuh jamur di mulut serta
berat badan yang berkurang. Dina sudah berobat ke praktek dokter dan Rumah Sakit
Umum Kabanjahe. Dina disuruh periksa darah ke laboratorium dan ternyata hasilnya
positif HIV. Dina dan suami tidak bisa menerima hasil laboratorium tersebut karena
melakukan hubungan suami istri. Sementara Dina dan suami sama sama mengetahui
Terus ditanya Ibu dulu pernah pergaulan bebas katanya, apa kerja ibu?
Keladang saya bilang, ngga pernah pergaulan bebas? Ngga kubilang.
Suamikupun bilang, masa istriku kena penyakit itu dok, aku tahunya istriku
gimana dan akupun tidak pernah ke perempuan lain katanya, suami saya juga
udah mulai emosi dan tidak percaya. Lalu kemudian dokterpun bertanya, apa
ibu ini pernah transfusi darah? Udah lemaslah suamiku, perrnah tahun 2008
katanya. Memang sejak transfusi, udah mulai gampang sakit, ngga kuat lagi,
tenaga kurang. Karena berladang, saya pikir karena kecapean. Karena
transfusi itu rupanya kata suamiku, berobatlah kam ya Tapi aku bilang
udahlah kalau udah kena penyakit itu ga usah lagi aku berobat, pasti aku
mati, pulang kampung ajalah kita, kubilang.
darah yang pernah dilakukannya pada tahun 2008. Pada tahun 2008 Dina pernah sakit
dan harus dioperasi, pada saat itu dia membutuhkan darah, dan mendapatkan transfusi
darah sebanyak 2 kantong darah. Dina dan suami merasa sedih sekali, dan akhirnya
dibawa ke Rumah Sakit Adam Malik Medan dan diopname selama 3 minggu. Selama
opname suami dan kedua anaknya secara bergantian merawat Dina. Setelah 1,5 bulan
kemudian, informan menyuruh suami agar memeriksakan diri (tes HIV) dan ternyata
setelah 1,5 bulan kemudian sejak saya diopname baru dia mau cek,
ternyata dia juga positif. Tidak apa berobat aja kita aku bilang, lalu
berobatlah ke Adam Malik, dia diphoto ternyata kena paru dia, dikasih obat
TB dan obat virus. Satu minggu dia konsumsi obat, demam tinggi dia. Lalu
saya minta anak untuk mengoname suami saya, itu hari minggu. Besoknya dia
langusng diopname, tapi hari selasa malam meninggal dia
diketahui positif HIV akan tetapi suami yang meninggal terlebih dahulu. Dina pun
berusaha untuk semangat dan menguatkan diri karena Dina mengingat kedua anaknya
Tinggal di daerah Berastagi. Anak ke 4 dari 5 bersaudara, belum menikah. Pada tahun
perusahaan perkreditan selam 3 tahun. Pada tahun 2011 Budi pindah pekerjaan ke
Rumah Sakit Umum Kepuluan Riau sebagai kasir, yang mana abang Budi juga
adalah pegawai Rumah Sakit tersebut. Budi bekerja sebagi karyawan honor Rumah
Budi mengetahui positif HIV pada bulan Desember tahun 2012 setelah
Budi menceritakan kehidupan masa lalunya yang sudah bebrapa kali melakukan
hubungan sex (hubungan intim) dengan beberapa wanita, baik dengan pacar nya Santi
(nama samaran) saat di Berastagi maupun dengan wanita di Batam tempat dia
merantau. Menurut Budi, pacarnya yang bernama Santi ini adalah wanita tidak beres.
Di Batam Budi melakukan hubungan intim lagi dengan Santi saat Santi datang ke
Batam. Setahun setelah mereka melakukan hubungan intim itu, Budi mulai sering
sakit dan pada saat itu tepatnya pada tahun 2011 pacarnya sudah meninggal dengan
gejala yang mirip HIV, yaitu mengalami demam, mencret yang berkepanjangan, dan
mulai sering menagalami sakit seperti demam, mencret dan batuk berekepanjangan.
Dalam 1 tahun Budi sudah 8 kali berobat ke dokter penyakit dalam dan opname,
sampai suatu saat dokter menyuruh nya periksa HIV karena dokter tesebut curiga
melihat keadaan Budi yang juga semakin kurus, hal ini diungkapkan Budi sebagai
berikut:
itupun saya udah berapa kali kalau saya hitung-hitung ada saya 8 kali
berobat ke penyakit dalam, dokter ini kan sekarang udah canggih kan, ceklah
coba darahnya katanya. Pas di tes positif gitudokterpun curiga gitu, kata
dokter. Saya sempat juga konseling keruangan dokter itu ditanyain saya,
pernah memakai jarum suntik katanya, nggak saya bilang, pernah ada tato
katanya, nggak ada saya bilang, terakhir jangan tersinggung katanya pernah
melakukan sex bebas katanya, ada empat hal satu pernah transfusi darah
katanya, ngga pernah saya bilang. Yang terakir itulah saya akui jujur,
karena berhubungan sex bebas. Jadi yang itu saya nggak bisa terbohongi kan,
pernah saya bilang
Budi terkejut mengetahui hasil pemeriksaan tersebut dan menduga kalau dia tertular
dari pacarnya Santi yang sudah meninggal karena mereka sering melakukan
anak ke 5 dari 5 bersaudara. Sudah menikah dan mempunyai seorang putri yang
sudah berusia 6 tahun dan pekerjaan bertani. Tinggal di daerah Lambar Simpang
Senaman Tiga Panah. Rani tidak pernah menduga kalau ia akan terinfeksi HIV karena
menurutnya ia tidak pernah transfusi darah, narkoba suntik dan melakukan hubungan
Rani positif terinfeksi HIV dari Rumah Sakit Graha Mandala, awalnya keluarga tidak
ada yang percaya akan hasil tesebut, sehingga Rani mengalami tes HIV 3 kali,
pertamakali di Rumah Sakit Graha Mandala, Rumah Sakit Umum Kabanjahe dan
Rumah Sakit Adam Malik Medan. Pada pemeriksaan yang ke 3 lah, keluarga Rani
Suami Rani sudah meninggal sekitar 4 tahun yang lalu dan setelah mengetahui
Rani terinfeksi HIV pada bulan Februari, besar dugaan keluarga kalau suami juga
meninggal akibat terinfeksi HIV. Rani pun yakin kalau dia tertular dari suami.
Menurut Rani, suaminya pada masa lajangnya suka ke Bandar baru, mungkin suami
Informan Jawaban
Aldo Penyakit yang menyerang daya tahan tubuh hingga penyakit
penyakit lain dapat menyerang bagian-bagian tubuh hingga tak ada
lagi daya tahan tubuh, kalau AIDS udah komplikasi ibaratnya udah
penyakit-penyakit lain yang udah masuk gitu, itulah setahu aku
Ijul Penyakit yang berasal dari sex bebas, jarum narkoba suntik, dari
tato atau dari transfusi darah, kurang tahu saya kalau tentang
AIDS taunya cuma itu aja, mana duluan pun kurang tahu aku,
AIDS atau HIV gitu.
Cika Nggak tahu, yang saya tahu itu penyakit mematikan, AIDS
katanya penyakit yang mematikan gitu aja.
Dalam tubuh AIDS itu kan udah apa, kek mana bilangnya
Dina ya,kayak IO, itu semua penyakit dalam tubuh itu termasuk AIDS,
yang udah kenak virus gitu kan
Budi Human Immunition Virus itu aja. Kemudian dia bisa ya, hanya
nyampe ke kawin dia menyerang ke sistem kekebalan tubuh, dan
HIV ini bukan istilahnya penyakit yang disitu kita lakukan disitu
istilahnya dia langsung mengetahui, bahkan bisa sampai bertahun-
tahun baru kelihatan. Kalau AIDS dia diatasan HIV juga, tapi
masih golongan HIV juga gitulah
Rani Yang saya tahu tentan HIV ya, bisa menular. (Menularnya dari
mana kak?) Melalui darah, terus hubungan sexsual. (Kalau AIDS?)
Apa nggak sama itu? (Oh menurut kakak sama ya?) ya
Masih banyak orang yang tidak mengetahui apa itu HIV AIDS, dan ODHA di
memiliki jawaban yang berbeda beda terhadap pertanyaan peneliti tentang apa
Informan Jawaban
Aldo Karena demam demam aja, mual, gak selera makan, mencret
terus, minum obat, habis obat minum obat, sempat dikira gejala
tipus katanya. Makan gak selera jadi, eh jadi jamuran
mulutku...pergi ke dokter spesialis penyakit dalam. Diperiksanya,
ditengoknya mulutku berjamur, kata dokter aku kena HIV
Cika Memang aku udah mencret, makan jamu sembuh, jamur itu yang
tidak sembuh-sembuh, udah 2 minggu
Ucok Pertama-tama pusing, lemah, terus buang air besar sehari bisa
sampai 20 kalitidak sembuh sembuh udah 3 bulan
Budi Lama kelamaan badan saya makin kurus, tidak ada lagi, imun
tubuh pun udah tidak lagi fit. Orang pun mengatakan kok badan
kamu berbeda sekali dari badan sebelumnya. Memang saya batuk
gitu, batuk ya saya cek gitu kan, di cek positif memang paru-paru,
TB, pas itu udah 4 hari saya minum obat yang OAC itu yang merah
itu, akhirnya langsung diopname gitu. Karena kulit saya ini udah
pada gosong, kayak ular yang bersisik gitu, akhirnya saya
diopname, akhirnya lama-lama 2 minggu saya diopname itu
mencret demam, itupun saya udah berapa kali kalau saya hitung-
hitung ada saya 8 kali berobat ke penyakit dalam, setiap makan
mual demam
yang mereka alami. Dari seluruh jawaban informan, memiliki kemiripan jawaban
dimana mereka mengalami demam, mecret dan diare terus menerus, influenza dan
Informan Jawaban
Aldo Gak tau lah, dari tahun 2001 aku dah mulai hidup sex bebas,
narkoba, tato
Ijul Penyakit yang berasal dari sex bebas, jarum narkoba suntik, dari
tato atau dari transfusi darah
Cika Dari darah, dari transfusi, air susu ibu. udah itu aja
Budi Itu dari jarum suntik, dari berhubungan sex bebas, dari darah,
baru dari ibu menyusui, terus transfusi
penularannya, tetapi setelah mereka tertular dan sebagian lagi menularkan kepada
keluarganya barulah mereka tahu bagaimana penularan HIV tersebut. Aldo tidak
atau dari narkoba suntik dan tato. Ijul tidak menggunakan tato dan narkoba suntik,
jadi dia yakin kalau dia tertular dari sex bebas. Cika tertular dari suami, hal ini
diketahui setelah suami meninggal 2 bulan sebelum dia diperiksa dan dinyatakan
positif HIV.
Ucok sendiri mengetahui kalau dia tertular HIV dari hubungan sex bebas yang
sering dilakukannya di cafe cafe. Ucok juga suka bercerita kepada teman temannya
agar tidak berhubungan sex di cafe cafe supaya tidak tertular HIV, tetapi Ucok tidak
pernak menceritakan kalau dirinya sudah terinfeksi HIV. Dina tertular HIV melalui
transfusi darah yang pernah dilakukannya pada tahun 2008, karena belum tahu kalau
dia terifeksi HIV, dia tetap melakukan hubungan intim dengan suami dan akhirnya
pada tahun 2013 setelah Dina diketahui positif HIV, suami juga tertular dan
dinyatakan positif HIV tidak lama setelah Dina diketahui positif HIV. Setelah
diperiksa dan dinyatakan positif HIV, suami Dina mengikuti terapi ARV, akan tetapi
hanya dalam 2 minggu, suami pun meninggal dunia. Budi tertular HIV dari sex bebas
yang sering dilakukannya. Rani tertular dari suaminya, dia tidak pernah tahu
sebelumnya kalau suaminya terinfeksi HIV, dan diketahui setelah suami informan
meningal dunia.
Informan Jawaban
Aldo Aku pun tak bisasaling diam lah kami, saling gak tahu lagi mau
ngomomg apa, cuma kubilang kuhabiskan ajalah hidupku ini (apa
kata orang tua?) jangan, jangan percayalah sama Tuhan (apakah
mereka menolak abang setelah tahu abang positif HIV?) gak,.
Cika Apalagi waktu setelah ada hasil dari klinik Anugerah, haduh.
senyumku pun udah senyum membawa luka. Yah udah ngga kayak
orang gila, pengen bunuh diri
Ucok Saya sadar saya yang berbuat dosa. Penyesalan pasti ada tapi
sudah tidak saya pikirkan lagitidak merasa minder
Dina kalau udah kena penyakit itu ga usah lagi aku berobat, pasti aku
mati pulang kampung ajalah pasti tidak ada yang selamat
kupikir. (Jadi Ibu langsung putus asa) Iyalah udah mati aja aku, ga
usah aku dibawa ke Adam Malik, biar mati dikampung aja
Budi Tapi saya menolak surat rujukannya itu, akibat apa, karena disitu
saya semua kawan gitu dibilang, bahkan direkturnya itupun bekas
bos abang ipar saya waktu dinkes di propinsi, jadi hanya bikin
mempermalukan, udahlah saya balik ke kampung aja pak berobat
di Medan aja saya bilang. Ya saya berpikir, karena saya orang
pendatang, kedua saya udah memalukan keluarga abang ipar saya
kan, ketiga penyakit ini belum semua rata-rata diterima
masyarakat, jadi saya balik ke medan
Rani Pusing saya, kok bisa kena penyakit ini pikir saya. Saya lemaslah,
ya karena itukan penyakit itu seumur hidup itu, belum ada obatnya
sampai sekarang, kok bisa kena penyakit ini pikir saya, anak pun
udah kasihan nggak sekolah lagi gara-gara saya sakit, padahal
kemaren udahnya dia sekolah
sedih apalagi ketika mengetahui bahwa penyakit itu dapat mematikan karena belum
ada obat nya. Hal yang sama dialami oleh ODHA yang ada di Rumah Singgah
menyatakan mereka positif HIV timbul perasaan sedih, putus asa, ingin bunuh
Pada saat perasaan sedih, putus asa, tidak punya harapan lagi dan keinginan
bunuh diri muncul dalam diri ODHA, disaat inilah mereka membutuhkan dukungan
keluarga dan orang orang terdekat mereka. Ketika mereka merasa didukung dan
diterima keluarga maka para ODHA punya semangat dalam menjalani pengobatan
bekerja lagi. Mama dan kakak nya mengirim uang untuk biaya hidup nya selama di
Rumah Singgah dan sesekali datang menjenguk nya. Aldo selalu berpesan pada
keluarganya agar tidak memberitahukan penyakitnya pada orang lain, hal ini
Kubilang jangan ada lagi yang tahu, kalian aja, malu nanti , keluarga jadi
malu, sementara itu kesalahan awak sendiri, biarlah awak yang nanggung
sendiri (jadi ada lagi keluarga yang tahu?) abang dan kakak ipar, kubilang
jangan ada lagi yang tahu, nanti dikucilkan keluarga kita, nanti dikucilkan
keluarga awak di pesta pesta adat, gara gara awak
Aldo malu dan takut kalau ada yang mengetahui status HIV nya, dia belum
siap open status, karena menurutnya ketika dia buka status maka orang lain akan
pulang kerumah tanpa penolakan. Aldo juga sudah pernah pulang kerumah dan
tetangganya tidak menolaknya, menurut Aldo hal itu karena tetangganya tidak ada
Peneliti melihat kalo Aldo sangat takut orang lain mengetahui statusnya,
ketika peneliti mau mengambil fotonya, Aldo menolak padahal teman teman yang
lain masih mau difoto asalkan jangan terlalu dekat dan kalo difoto harus beramai
ramai dengan teman lain. Peneliti memahami perasaan Aldo sehingga peneliti juga
Lain hal nya dengan Ijul, awalnya dia tidak mengetahui kalau dia positif HIV,
Kabanjahe, Ijul ditemanin kakaknya dan hasilnya tidak dibeitahukan pada Ijul.
Setelah mendapatkan hasil pemriksaan yang pada saat itu sudah positif HIV, Ijul
dibawa kekampung, padahal dokter saat itu menyuruh keluarga untuk membawanya
ke RS Adam Malik Medan, hal itu dikarenakan keluarga Ijul tidak punya uang untuk
berobat ke RS Adam Malik Medan. Melihat kondisi Ijul yang semakin parah dan
mencoba bunuh diri, maka keluarga mengurus Jamkemas dan membawa Ijul ke RS
Adam Malik Medan. Kondisi Ijul saat itu sudah lumpuh dan tidak berdaya lagi,
apalagi ketika istrinya mengetahui Ijul positif HIV, istrinya pun meninggalkan nya,
hal ini menambah kesedihan dan keputusasaan bagi Ijul. Ijul semakin putus asa dan
ingin bunuh diri saat dirawat di RS Adam Malik ditambah Ijul juga sering
Ijul merasa rendah diri dan tidak bisa percaya diri lagi. Hanya saja Bang
Primus (salah satu anggota komisi HIV AIDS dan Napza GBKP yang bertugas
masih bersemangat dalam menjalani hidupnya. Ijul juga mendapat dukungan dari
mama dan kakak tertuanya, mereka lah yang membiayai kehidupan Ijul, hanya saja
Ijul hanya mendapat dukungan dari mama dan kakak tertuanya sementara saudaranya
yang lain tidak ada yang menolong bahkan menanyakan kabar pun tidak ada. Sudah 4
bulan Ijul tidak lagi mendapat bantuan dana dari keluarga karena kakak nya juga
melihat kesedihan Ijul saat menceritakan hal ini, Ijul juga becerita kalau istrinya ingin
kembali lagi saat ini setelah mengetahui kondisi Ijul membaik di Rumah Singgah,
tetapi Ijul tidak mau lagi menerima istrinya, Ijul sudah menutup hatinya untuk
istrinya.
Cika juga merasa sedih dan putus asa ketika mengetahui dirinya terinfeksi
HIV. Apalagi hal itu diketahui 2 bulan setelah kematian suaminya. Rasa ingin mati
pun muncul dalam dirinya. Awalnya Cika tidak mau tinggal di Rumah Singgah
Cika takut dan malu kalau masyarakat jadi tahu kondisinya. Cika juga tidak
dukungan dari Ijul yang juga ODHA di Rumah Singgah tersebut. Ijul setiap hari
memberi semangat pada Cika seperti memasakkan air panas, mengingatkan untuk
mandi, makan dan minum obat. Cika pun mulai bersemangat dan mengalami
pemulihan dari hari ke hari bahkan ketika peneliti bertemu Cika pada bulan Juni
sangat berbeda dengan pada bulan Maret, Cika terlihat lebih segar, bersemangat dan
lebih gemuk.
Ucok lebih memilih berserah pada Tuhan ketika dia positif HIV, dia
menyadari kalau itu adalah dosa nya dan hasil dari perbuatannya dan bertekad tidak
mengulangi perbuatannya yang salah lagi. Budi juga menyampaikan hal yang sama,
merasa menyesal dan tidak akan mengulangi sex bebas lagi. Budi merasa malu dan
merasa telah mempermalukan keluarganya, dan merasa bersyukur juga karena masih
diberi kesempatan hidup. Budi menceritakan pada peneliti kalau ia sempat megalami
masa kritis dan tidak mengira masih bisa hidup sampai sekarang.
Makanya saya dibilang suatu mujijat jugalah gitukan, saya pikir pun saya
pasti menghadap ke Tuhan gitu, karena diantara ruangan itu yang saya lihat
pada meninggal semua gitu. Saya kalau dibilang cukup yang parah lah gitu,
kakak bisa tanya ama bang Primus gimana waktu masa-masa kritis saya,
saya pikirpun saya udah nggak ada harapan lagi
Rani tidak pernah menyangka akan terinfeksi HIV, karena dia merasa tidak pernah
menggunakan narkoba jarum suntik dan transfusi darah. Rani menduga kalau dia
Informan Jawaban
Aldo Minum obat dosis 1x seharihabis minum obat jantung deg deg
angelisah, (apa jadi abang putus obat gak?) kalo putus payah lah
kak, nanti jadi menghadap awak sama Tuhan (informan dan peneliti
tertawa terbahak bahak saat mengatakan menghadap sama Tuhan).
penyakit ini ngeri ini kak, 15 orang kurasa udah ada yang mati,
selama kami tinggal disini.
Cika Aku 1x sehari, jam 8 malam lah aku biasa minum, janganlah
terlambat, takut aku nanti jadi drop kalo gak minum obat, biasanya
kami saling ingatkan kalo dah jam 8 malam
Ucok Kadang ditempat kerja, kalau misalnya saya lupa bawa, saya segera
pulang ke rumah singgah, biar tetap teratur. Belum pernah bolong,
paling terlambat setengah jam.Dosis 1 kali sehari,kalau sering-sering
bolong bisa dipanggil Tuhantapi kalau cuma sekali ya belum
Dina Aku 2x sehari, jam 8 pagi dan jam 8 malam, kami saling
mengingatkan jangan sampe lupa..bahaya lah, kalo obatku habis,
kupinjam dari kawan dulu, nanti kuganti kalo obatku dah datang, gak
boleh bolong, takut aku
Rani Minum 1x sehari, teratur lah, jam 8 malam aku minum. gak lupa,
kalo aku pergi aku bawa ditas, kemarin kupijam obat si aldo, karna
obatku habis, obat kami sama, tapi nanti kuganti, dah makin sehat aku
karna minum obat itu
diberikan oleh Dokter. Minum obat yang tepat dan benar yaitu waktu, cara dan dosis
obat harus tepat. ODHA yang menjalani terapi ARV harus lah mengetahui waktu,
cara dan dosis yang tepat dalam minum obat, sebab jika tidak tepat dan benar maka
obat tersebut tidak lah efektif dan dapat menimbulkan resistensi. Seluruh ODHA
sepertinya sudah tahu betul kalau mereka harus teratur dan tepat dalam minum obat
ARV. Mereka mengetahui akibat yang timbul jika mereka tidak teratur dan tepat
dalam minum obat. Jika mereka lalai dalam minum obat maka ancama kematian pun
akan ada didepan mereka. Peneliti juga beberapa kali melihat ODHA saling
mengingatkan jadwal minum obat. Peneliti melihat jam minum obat beberapa ODHA
Informan Jawaban
Aldo Karna supaya bisa pemulihan total, ada kawan kawan awak, jadi gak
kepikiran sendiri biar gak jadi stress, kadang kalo sendiri berat rasanya,
tapi kalo di rumah singgah ini malamnya bisa ketawa ketawa, gitulah,
dikuatkan, makin semangat awak (selain semangat apalagi?) berlomba
lomba awak untuk sehat, (apa abang makin sehat sekarang ini?)
makin.kek ginilah kadangpun nanti dikasih minum susu, masak, minum
vitamin, karna abang bunda itu dah lama berkecimpung di bidang ini
jadi lebih tau kek mana, kek gini dek kau makankek gini kau., kek gini
bikin, ,jadi semangat awak, makan sop, atau makan apa, diajarin mana
yang jangan dimakan , mana yang boleh dimakan, istirahat cukup
Ijul Waktu itu mama saya juga cukup menyetujui hal itu karena dia takut
saya diusir orang kampung. Masih lebih baik disini, karena dikampung
kan belum terima
Cika Awalnya aku ga mau disuruh ke sini, karena rumah kami kan dekatnya.
Tapi malam-malam udah parah aku, demam tinggi, masuk angin jadi
takut aku. Pagi nya aku langsung ke sini. Kalau disini kan ada orang
yang bisa saya tanya, kalau begini gimana; gitulah.
Ucok Saya datangi dia dan menceritakan bahwa saya takut tidak akan
diterima keadaan saya dikeluarga. Akhirnya saya masuk ke Rumah
Singgah Sampai saat ini saya masih di Rumah Singgah karena kakak
saya yang tertua masi belum mengijinkan saya keluar dan dekat dengan
keluarga
Dina Yah, kan waktu itu, 3 hari harus balik lagi, 1 minggu balik lagi; rasanya
ga kuat juga harus bolak-balik; masyarakat pun belum menerima. Jadi
suami bilang kami tinggal di rumah singgah aja. Di Rumah Singgah ini
dengan adanya teman, kita juga makin semangat. Kalau tinggal dengan
masyarakat, saya merasa saya lemah sendiri, orang lain kuatkan. Kalau
disini, melihat yang lain makin sehat, saya juga termotivasi bisa begitu
juga, misalnya ada yang makin gemuk, saya juga termotivasi kalau saya
juga bisa gemuk. (Selain itu apa lagi?) Pelayananya juga, misalnya 1
kali seminggu datang pendeta, ada aja orang-orang yang datang untuk
kunjungin kami disini; sehingga semakin semangat
Atas inisiatif keluarga gitu kak, karena seperti yang saya bilang waktu
Budi saya pertama minum-minum obat virus itu ada efek-efek sampingnya
gitu, jadi kalau udah sesama kawan ini kan udah pengalaman apa efek-
efek obat gitu kan, jadi ya merekalah satu bendera dengan saya lah gitu
kak, jadi kan tau apa gitu, mereka pun ngasih semangat kepada saya gitu
kan, Jadi ya, memang ada juga kalau tinggal dirumah singgah ini kan
kita dibimbing dibina gitu
Kalau disini kan, penyakit kita entah ada keluhan, teman kita kan udah
tahu, misalnya ngomong aku entah sama Budi entah sama Aldo; kok gini
Rani do? Aldo kan ngasih masukan, oh gitu. Kalau di kampungkan orang itu
belum ngerti semua tentang penyakit ini.
GBKP hampir sama, beberapa alasan diantaranya karena takut ditolak dikeluarga dan
yang mereka alami. ODHA tidak lagi dapat bekerja dan mereka sangat membutuhkan
bantuan materi untuk kelangsungan hidup mereka dan motivasi yang dapat memberi
semangat bagi informan agar tidak putus asa dalam menghadapi penyakitnya.
ingin mendapatkan bantuan materi untuk kelangsungan hidup mereka karena mereka
sudah tidak bekerja lagi, mendapat bimbingan dan motivasi dari komisi HIV
Moderamen, dan mendapat teman sesama ODHA yang mengerti cara mengatasi sakit
yang dihadapi dan saling mendukung untuk cepat pulih. Dari pernyataan semua
GBKP, hal ini dikarenakan saling membantu diantara sesama ODHA untuk cepat
pulih dan adanya pendampingan ODHA yang dilakukan, dimana mereka bisa
konseling dengan pendamping dan dokter dari komisi HIV AIDS GBKP yang suka
berkunjung dimana mereka diajarkan cara mengatasi efek samping obat, cara minum
obat yang tepat dan makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan sehingga kesehatan
mereka terpantau oleh pendamping ODHA. Jika mereka tiba-tiba sakit atau drop,
sesama ODHA sudah tahu apa yang harus dilakukan dan jika tidak sanggup
mengatasinya maka pendamping ODHA lah yang turun tangan dan biasanya
penangan yang tidak dapat ditangani di puskesmas, klinik ataupun Rumah Sakit
Umum Kabanjahe maka akan dibawa ke Rumah Sakit Adam Malik Medan.
Informan Jawaban
Aldo Berpikir positif lah awak biar naik CD4 awak, tapi ini kayaknya
dah naik lagi, makan telur 2 x sehari, makan sop, biar gak drop,
pudinglah tiap hari, minum susu rajin rajinlah awak makan telur
Apa yang ada disini itulah yang saya makan. Kalau beras kan
Ijul tetap ada, kalau lauk ya itulah, apa yang ada. Telur yang ada ya
telur kami goreng. Setiap kamis dari Moderamen dikasi ikan dan
sayur. Tapi itu juga hanya untuk kebutuhan 2 hari
Cika Susu itu ajanya, sekali satu hari pasti kuminum, kadang yang ini,
Progdugen. kadang Ensure , aku gak makan, kalau telur muntah
aku kalau ku makan , makan vitamin
Dina Kalau sekarang minum susunya tidak seperti dulu lagi, kadang 2
kali satu hari. Buah juga. harus dijaga biar CD4 tidak turun. saya
jaga makanan, mana yang boleh dimakan mana yang tidak.
Misalnya supermi tidak boleh, ya saya tidak pernah makan itu.
Durian juga tidak boleh
Budi Makan telur dan minum susu tiap hari, aku gak merokok
lagi,makan makanan sehat lah biar naik CD4 ku
Rani Minum susu, makan telur tiap hari, makan buah lah biar sehat,
minum sop biar CD4 naik
Menurut pengamatan peneliti, informan hanya fokus dalam hal makan telur,
minum susu dan makan sop dalam upaya menjaga kesehatan agar CD4 bisa naik.
Menurut mereka jika CD4 naik maka mereka akan cepat pulih. Mereka juga
tidak matang, lalapan dan makanan lainnya. Komisi HIV AIDS dan napza
memberikan bantuan berupa beras, susu, obat dan lauk pauk untuk menunjang
kesehatan ODHA.
Hampir semua ODHA awalnya minum susu 2 kali sehari, makan telur 2-3
butir/hari, dan minup sop. Makanan ini adalah makanan wajib bagi ODHA agar dapat
meningkatkan CD4 mereka. Hal ini diberitahukan oleh pendamping dan tenaga medis
saat mereka dikonseling. Akan tetapi karena keterbatasan bantuan dari komisi HIV
GBKP dan keluarga ODHA, maka beberapa ODHA sudah berkurang dalam
mengkonsumsi susu, telur dan sop. Ada ODHA yang hanya makan nasi seadanya
saja dan hanya mengandalkan bantuan dari Komisi HIV GBKP karena sudah tidak
Informan Jawaban
Aldo Ke ladang, nanam nanam, bersihkan rumput, buat sabun
cair, membuat padat karya, setiap hari dilakukan?) gak juga,
(selain itu apalagi?) tidur, makan, dengar musik pake HP
(gak ada nonton TV?) gak, gak ada TV (penulis melihat ada
TV hanya saja tidak ada antenna jadi tidak ada siaran yang
masuk), kebaktian sekali seminggu"
jadwal yang sudah kami buat. Selain itu ya tidak ada, paling
jalan-jalan ke pasar, pulang, tidur, yah begitulah
Cika Tidak ada. Yah bosan jugalah. (Ga ada rencana buka salon
kak?) Ngga lah, buka salonkan ngga gampang.
setiap hari, uang belanja pun lepas gitu kan kak ya. Bangun
tidur gitu-gitu aja, kadang-kadang saya ikut bapak saya juga
ke ladang, tapi gara-gara ini belum aman kali gunung, ladang
kami kan dikampung gitu. Si Aldo pun sering juga saya bawa
ke ladang. (Jadi kebanyakan apa kegiatan abang?) Bangun
tidur gitu-gitu aja, masak, makan, nyiram-nyiram bunga,
dengar musik, berdoa gitu kan. (Abang sholat dimana?) Ini
Rani mesjid ini. (Tiap hari?) Kalau cuaca lagi mendung apa, saya
nggak tahan juga kedinginan
baik. Pada umumnya CD4 mereka sudah naik dan Infeksi Oportunistik (IO) seperti
penyakit TB, diare, sudah sembuh sehingga mereka sudah bisa beraktivitas kembali
walau tetap dijaga agar aktivitas yang dilakukan tidak terlalu berat. Secara
berladang, menanan selada, daun sop dan bunga mawar (foto ada dilampiran), hanya
saja kegiatan ini tidak berkelanjutan karena polibag dan bibit nya sudah habis dan
lahan tidak ada lagi. Kegiatan lain seperti pembuatan sabun cuci (mirip sunlight) juga
dilakukan. Selain itu ada juga pertemuan sesama ODHA yang dilakukan di Medan 2
bulan sekali. Keseluruhan informan sangat suka acara pertemuan ini karena mereka
dapat bertanya pada Dokter dan sesama ODHA tetang masalah kesehatan yang
mereka hadapi.
ODHA merasa bosan dan jenuh jika tidak memiliki kegiatan yang jelas.
Mereka merasa bosan jika hanya tidur, makan dan masak saja, mereka hanya bisa
mendengar musik dari HP dan tidak bisa menonton TV mengisi waktu karena tidak
adanya parabola. Beberapa ODHA juga mengisi waktunya dengan bermain Facebook
(FB) jika ada uang dan bernyanyi dengan diiringi gitar, jalan jalan ke ladang mereka
yang ada dikampung. Hanya ada 1 ODHA yang sudah bekerja karena sudah sanggup
dan CD4 nya sudah diatas 400 yaitu Ucok. ODHA yang lain hanya memiliki CD4
100-200. Menurut pendamping Rumah Singgah yaitu bang Primus Tarigan dan team
dari komisi HIV, ODHA akan boleh bekerja dan boleh keluar dari Rumah Singgah
AIDS dan Napza GBKP membuat kegiatan atau menindaklanjuti kegiatan yang sudah
pernah ada agar ODHA dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang menghasilkan
sehingga mereka dapat uang dari kegiatan tersebut untuk biaya hidup mereka. Mereka
merasa semakin sehat jika ada kegiatan yang jelas sehingga merekapun terhindar dari
melamun (bengong) karena tidak ada aktivitas. Saat peneliti berada di Rumah
ODHA hanya duduk duduk di ruang tamu, ada yang melamun ada yang dengar musik
dari radio, dan ada yang tidur siang. Kalau sudah sangat bosan dan suntuk, peneliti
melihat beberapa ODHA pergi keluar jalan jalan, ada yang merencanakan perjalanan
untuk refreshing tapi ada juga yang hanya sekedar keluar karena tidak memiliki uang
Informan Jawaban
Aldo Aku mau jadi penginjil
Ijul Kalau udah sehat CD4 udah 500 yah adalah. Karena kalau udah
berumah tanggakan jadi tambah semangat, untuk bekerja cari uang
Sekarang nggak ada niatku untuk menikah gitulah, tapi kalau apa nanti
Cika kan nggak tau kita. Tapi sekarang nggak, niatku sekarang mau kerja.
Mau kerja mau kumpulkan anakku, sama kami gitu
Yang terakhir pengen jadi penginjil, tapi udah malas. Karena udah
Ucok lama kali untuk menunggu waktunya, ga pernah jadi, udah saya batalkan
aja. Udah bosan. (Jadi mau jadi apa sekarang?) Lihat kedepannya lah
Gak terpikir menikah lagi lah, aku jg dah tua, anak anak dah besar,
biar sehat ajalah, bisa kerja
Dina
Pengen menikah, berharaplah kak, nggak mungkin lah saya selamanya
gini aja terus kan udah gitu saya pun memang berharap kalau memang
Budi saya udah sanggup bekerja, kenapa ngga kerja gitu kan. Seperti sales,
ataupun seperti mungkin kerja ditoko gitu, kasir.
Rani Untuk sekarang belum mau berumah tangga lagi, mau urus anak dulu
sehat, sekolah, kalau nanti dia udah jadi, bisa ngurus saya
tetap memiliki semagat dan harapan akan masa depannya. Memiliki harapan dapat
membuat mereka semangat dalam menjalani hidup dan berdampak baik bagi
kesehatan mereka. Jika mereka sudah lebih sehat dan CD4 sudah diatas 400 dan
mereka sudah bisa bekerja ada informan yang ingin jadi penginjil, supir, kasir dan
Sampai saat ini ODHA masih mengalami stigma dan diskriminasi dari
Kalaupun ada ODHA yang tidak mengalami stigma dan diskriminasi , hal itu karena
keluarga atau lingkungan tidak megetahuinya, karena masih ada ODHA yang belum
Matriks 4.10. Jawaban Informan tentang Stigma dan Diskriminasi yang Dialami
Informan Jawaban
Aldo Pernah mengalami penolakan dirumah lama yang dirumah
singgah itu, kalo di lingkugan gak ada karna orang itu gak tahu
kan
Ijul Tidak ada satupun orang yang mau menjenguk saya, bahkan
mama saya, waktu dia pergi ke kamar mandi umum dikampung,
bekas langkah mama saya disiram dengan air panas oleh
tetangga kami. Saya benar-benar dendam, kalau saya sehat
bahkan saya mau membacok orang itu. (Dari mana abang tau
kejadian itu?) Mama saya sendiri yang cerita, dia bahkan sampai
berkelahi dengan tetangga itu. Perlakuan orang benar-benar
sadis kepada saya, tapi jangankan saya, mama saya juga ikut
Cika Tetangga itu aja, jadi takut, gak mau dekat lagi..(sampe diusir?)
ngga sih paling menjauh aja, awalnya mamak juga gak mau
jaga
Ucok Sampai saat ini saya masih di Rumah Singgah karena kakak
saya yang tertua masi belum mengijinkan saya keluar dan dekat
dengan keluarga. (Apa alasannya menurut abang tidak
mengijinkan abang pulang ke kampung, apa karena malu?)
Katanya, bila nanti kalau ada luka dibadan saya dan ada anak-
anak mereka juga luka bila saya gendong, dia takut bisa tertular
Dina Ada yang menerima ada yang nggak. Yah sebagian jijik dia,
takut menular. Ngga ngerti dia. Awalnya kan waktu suami saya
meninggal, kan diadati ke Jambur. Banyak yang datang, tapi ada
yang ngga mau salam saya, menegur saya juga tidak. Keluarga
dekat juga ada yang begitu. Sedih sekali rasanya, ada teman
dekat yang tidak mau salam. yang ngusir orang orang gereja
juga
beberapa ODHA. Stigma dan diskriminasi yang informan alami antara lain: dijauhi
dari lingkungan dan keluarga, tidak mau disalam, ditolak dan dianggap menjijikkan
dan dipecat dalam pekerjaan. Lain halnya dengan Rani, ia tidak mengalami stigma
Matriks 4.11. Jawaban Informan tentang Sikap Informan terhadap Stigma dan
Diskriminasi
Informan Jawaban
Aldo aku gak suka lah, apalagi waktu di usir dari rumah singgah yang
di Medan..tapi kalo dilingkungan aku gak ngalami karena dah
kubilang sama keluarga ku jangan diberitahu orang lain, cukup
keluarga kita aja yang tahu kubilang.nanti malu kita kubilang.
Ijul Saya benar-benar dendam, kalau saya sehat bahkan saya mau
membacok orang itu.. Perlakuan orang benar-benar sadis kepada
saya
Cika gak suka sih kak kalo dijauhi tetangga apalagi mereka menjauh
dariku, tapi ya mau kekmana lagi, dah ini nasibku, mau bilang
apalagi.
Ucok Biasa saja. Saya sadar saya orang kotor, dan yang paling
membuat hati saya plong, saya sudah berserah kepada Tuhan
Dina Sedih sekali rasanya, ada teman dekat yang tidak mau salam,
Budi Ya mungkin saya pikir itu kak, itu mungkin suatu diskriminasi
kepad saya, tapi apa boleh buat mereka pun mungkin belum
mengetahui gitu kan. Tapi ya mungkin ada juga kadang benarnya
dan baiknya mungkin seperti yang dibilang direktur itu saya butuh
istirahat yang total dan ada menjalani masa kritis gitu. Mungkin
bertanggapan dia pun baik juga kepada saya gitu, kalau nanti
seandainya nanti udah sehat, kerja lagi kerja lagi gitu. Tapi tak kan
mungkin lagi lah kerja kalau udah dipecat begini kan kak. Cara
halus aja itu menolaknya gitu.
Setiap orang tidak suka mengalami stigma dan diskriminasi dalam bentuk
apapun, hanya saja cara setiap orang dalam menyikapi stigma dan diskriminasi
berbeda-beda, ada yan bisa menerima dan ada juga yang tidak bisa menerima yang
menimbulkan rasa benci, kesal dan marah. Ada juga beberapa informan yang bisa
menerima stigma dan diskriminasi orang lain, informan merasa hal itu bisa terjadi
karena mereka tidak mengerti HIV, informan tidak mau pusing dengan perlakuan
orang lain terhadap mereka. Rani tidak mengalami stigma dan diskriminasi dari
keluarga maupun lingkungannya, dia merasa sangat didukung oleh keluarga selama
sakit, dan karena dukungan dari seluruh keluarga inilah yang membuat Rani cepat
sendiri.
PEMBAHASAN
banyak informan yang belum mengetahui apa itu HIV dan AIDS, mereka hanya tahu
kalau HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan dan bisa ditularkan kepada orang
lain, akan tetapi informan tidak dapat megetahui bahwasanya HIV berbeda dengan
terhadap objek yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Dalam hal
pengetahuan tentang gejala dan penularan HIV AIDS, pada umumnya seluruh
informan sudah tahu dan memahaminya. Hal ini terlihat dari cara informan
telah mengalami gejala gejala HIV tesebut. Gejala yang dialami informan hampir
sama seperti demam, mencret (diare), batuk, selama berbulan bulan, berat badan
turun secara drastis dan beberapa informan mengalami tumbuh jamur di mulut.
awalnya mereka tidak tahu, tetapi ketika mereka mendapat konseling dari dokter dan
tenaga medis lainnya di Rumah Sakit Adam Malik Medan dan dari pendamping
cara penularannya dan dari hasil penelitian diketahui seluruh informan laki laki yang
lalu dari informan laki laki seluruhnya adalah suka melakukan sex bebas dengan
banyak wanita di kafe ataupun diskotik. Selama melakukan hubungan sex, informan
tidak ada menggunakan kondom, hal ini dikarenakan pada saat itu informan belum
mereka sangat beresiko terutular HIV, karena tidak ada yang bisa memastikan wanita
pekerja sex tesebut bebas dari HIV. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hounton et
al (2005) dan Nwokoji and Ajuwon (2004) dalam Laksana (2010) menunjukkan
bahwa partner seks yang banyak dan tidak memakai kondom dalam melakukan
aktivitas seksual yang berisiko merupakan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS.
Basuki E dkk (2002) dalam penelitannya yang berjudul berbagai alasan wanita
pekerja sex di Indonesia tidak menggunakan kondom menyatakan dari sisi klien
pelanggan yang sudah dikenal tidak perlu mengguankan kondom untuk menghindari
penyakit menular seksual atau AIDS dan alasan wanita pekerja sex tidak
menggunakan kondom adalah keyakinan bahwa pacar dan pelanggan yang kelihatan
sehat dan tidak dapat menularkan penyakit menular seksual. Hal ini tentulah tidak
baik dan sangat berbahaya bagi penularan HIV baik bagi wanita penjajah sex dan
Terdapat 2 informan wanita (Cika dan Rani) yang tertular dari suami.
Pengetahuan informan tertang cara penularan HIV AIDS tidak ada kaitannya dengan
tertularnya informan terhadap HIV AIDS. Cika Dan Rani tidak pernah mengetahui
pencegahan penularan HIV tersebut. Hal ini disebabkan suami mereka tidak pernah
memberitahukan kondisi kesehatan mereka dan ketika suami sakit sudah pada
stadium tinggi dan tidak lama kemudian meniggal dunia. Hal ini sejalan dengan
perempuan kerap bukan karena kurangnya pemahaman tentang penyakit tersebut, tapi
lebih dikarenakan perempuan tidak memiliki kekuatan sosial dan ekonomi serta
posisi tawar yang memadai untuk melindungi diri mereka. Contohnya adalah kasus
yang sering terjadi terhadap perempuan Papua. Mereka terinfeksi dari suami yang
sering pergi ke tempat prostitusi lalu menularkan kembali kepada anak mereka. Kaum
perempuan sering kali baru memeriksakan diri setelah sangat terlambat, ketika sudah
dalam kondisi sakit dan sudah pada fase AIDS. Demikian juga terkait akses
Terdapat 1 informan wanita (Dina) tertular lewat transfusi darah yang pernah
terhadap Rumah Sakit yang mentransfusi nya dengan darah yang tercemar HIV,
tetapi Dina tidak bisa berbuat apa-apa karena Dina juga kurang mengerti proses
penerimaan darah tersebut dan kejadiannya sudah 5 tahun berlalu. Hal ini sangatlah
dapat memberikan jaminan terhadap darah yang bebas dari HIV sehingga pasien tidak
takut ketika menerima transfusi darah. Risiko tertular HIV melalui darah yang
terkontaminasi HIV lebih dari 90 persen. Oleh sebab itu setiap orang yang menerima
transfusi darah berhak mendapatkan darah yang bebas dari HIV. Pedoman
untuk transfusi bebas dari HIV dan penyakit-penyakit yang dibawa darah.
Probabilitas penularan HIV melalui darah sangat tinggi. Tidak ada pilihan bagi UTD
(Unit Transfusi Darah) Palang Merah Indonesia (PMI) selain menskrining darah
(melakukan uji saring darah) yang akan ditransfusikan. PMI yang sudah ada sejak
tahun 1969 berdasarkan Keppres No 246/1969 mulai melakukan uji saring darah
pelukan, penggunaan alat makan bersama dan keringat yang mana banyak ditakutkan
orang lain ketika bertemu ODHA. Pengetahuan ini mereka dapatkan dari pendamping
ODHA, dokter dan sesama ODHA di Rumah Singgah. Hal ini terlihat dari ungkapan
paham cara penularan HIV sehingga mereka tidak mau menularkan HIV tesebut
kepada orang lain, informan sangat menjaganya dengan cara tidak melakukan
hubungan sex bebas lagi dengan orang lain, kalau ada luka terbuka langsung
melapnya dan menjauhkan nya dari orang lain, seperti pernyataan informan sebagai
berikut:
Dan saya juga sangat menjaga, bila saya luka saya sangat menajaga diri
saya agar mereka jangan sampai terkena. Bila luka saya terkena besi, segera
saya bersihkan dan saya buang bekas elapnya. Saya sangat menjaga jangan
sampai orang lain tertular (Ucok)
Informan sudah memiliki pemahaman yang baik untuk tidak menularkan HIV
kepada orang lain. Mereka tidak ingin ada lagi orang yang tertular sehingga ketika
Kalo aku ke posko seringnya aku apa, sama anak-anak muda itu, janganlah
pergaulan bebas, jarum suntik (Dina)
Jadi teman saya ditempat bekerja, bercerita kalau dia suka datang ke cafe;
saya ingatkan dia akan bahaya penyakit HIV, walau saya tidak cerita kalau
saya sudah terkena; saya ingatkan bahwa bila dia sudah terkena istri dan
anaknya juga bisa tertular...Misalnya ada juga anak muda yang belum
menikah karena ada masalah dengan pacarnya pergi ke cafe, lalu saya
ingatkan agar dia jangan berhubungan sex. Saya coba ingatkan tentang
penyakit HIV di tanah karo ini, dari situlah bisa kena lalu dari jarum suntik
juga bisa, saya peringatkan. (Ucok)
Kalau kam berhubungan sex bebas kubilang, sama perempuan yang udah
kena HIV kubilang, kam belum, pasti kam tertular kubilang. Cuman dari situ
jalannya tertular kubilang. Atau sakit kam, transfusi darah kam, tambah
respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini Informan
menerima stimulus cara penularan HIV dari pendamping ODHA dan team komisi
HIV lainnya, sehingga muncul reaksi untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain
dan menjadi sebuah tindakan dimana informan menyampaikan cara penularan HIV
kepada orang lain dan menghimbau/mengajak agar orang lain agar tidak tertular
HIV. Hal ini dilakukan informan untuk mencegah penularan HIV lebih luas juga.
Menurut Resentock (1982) dalam Notoadmojo (2007) dalam teori Health Belief
Model disebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
terinfeksi HIV itu sangat lah menyengsarakan mereka baik fisik maupun batin mereka
karena ancaman kematian yang selalu datang dikarenakan belum adanya obat yang
Nggak sanggup awak menjalani kek gini, karena yakinnya awak sama
Tuhan itu. Kalau nggak kan udah banyak orang balik lagi, toksho dan
matiIyalah, udah cukuplah awak aja, jangan lagi orang lain. Soalnya pun
ini penyakit ini kan, udah badan awak sakit, pikiran awak pun sakit kan,
ibaratnya lahir batin dia sakitnya (Aldo)
berupaya untuk tidak menularkan kepada orang lain dan mereka berharap tidak ada
sisitem kekebalan tubuh kita (Djoerban 2000). Ketika virus ini merusak kekebalan
tubuh, maka timbullah penyakit seperti TB, Hepatitis dan berbagai jenis penyakit lain
yang disebut dengan infeksi oportunistik (IO). Setiap orang tidak ingin menderita
sakit penyakit apalagi terinfeksi HIV. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
keseluruhan Informan (ODHA) merasa sedih, ingin mati/bunuh diri, depresi, putus
asa dan merasa bersalah ketika mengetahui diri mereka terinfeksi HIV, seperti
Ketika saya mengetahui hal itu, lima hari kemudian saya meminta agar saya
dibawa ke RS Adam Malik agar saya bisa meninggal dengan tenang. Namun
saya tetap belum dibawa juga karena uang belum ada, sampai-sampai saya
ingin gantung diri Seluruh pasien dengan HIV yang dirawat, hidup dalam
tekanan dan putus asa, saya juga sangat tertekan dan pernah berusaha
menjatuhkan kepala ke lantai agar meninggal (Ijul)
Hal ini sejalan dengan penelitian Thompson et al (1997) dalam Siste K (2010)
menyatakan pada kenyataannya orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak
hanya memiliki masalah dari segi fisik saja namun juga banyak studi telah
dan rasa bersalah. Wibowo (2004) menemukan data di RSCM menunjukkan dari 100
ODHA terdapat 68% dengan gangguan depresi, 41% dengan gangguan cemas
ODHA dapat mencapai 60%. Perempuan terinfeksi HIV dua kali lebih mungkin
3. Mencari tempat dan orang yang dapat menerima dan mendukung kesembuhan
mereka.
4. Melakukan aktivitas yang bermakna dan punya harapan akan masa depan.
informan sudah mengetahui aturan minum obat ARV. Mereka mengetahui akibat
yang timbul jika mereka tidak teratur minum obat ARV tersebut hal ini terlihat dari
Kadang ditempat kerja, kalau misalnya saya lupa bawa, saya segera pulang
ke rumah singgah, biar tetap teratur. Belum pernah bolong, paling terlambat
setengah jam. Dosis 1 kali sehari, yah kalau sering-sering bolong bisa
dipanggil Tuhan, tapi kalau cuma sekali ya belum (Ucok)
Menurut informan untuk obat ARV yang dosis tunggal (dosis 1x1) biasanya
mereka minum pada pukul 8 malam setelah selesai makan malam. Peneliti juga sudah
beberapa kali melihat secara langsung bagaimana mereka saling mengingatkan untuk
minum obat jika sudah pukul 8 malam. Ada 4 orang informan yang minum obat dosis
tunggal dan 3 informan lain minum obat dosis 2x sehari. Untuk obat yang dosis 2 x
sehari, biasnya informan minum pukul 8 pagi dan 8 malam. Sehingga pada pukul 8
malam, seluruh informan serentak minum obat. Peneliti juga melihat kalau informan
pergi jalan jalan, maka mereka akan selalu membawa obat. Informan sangat takut jika
tidak minum obat ARV, karena menurut mereka jika tidak minum obat maka virus
infeksi oportunistik yang dapat mengancam kematian bagi mereka. Mereka juga
berupaya agar teratur minum obat, dan kalaupun telat biasnya hanya 10 sampai 30
menit, hal ini dilakukan supaya mereka tidak resisten terhadap obat ARV tersebut.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dr Fonny J Silfanus, Deputi Program Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional yang menyatakan terapi ARV ini harus diberikan
kepada orang yang tepat karena jika tidak patuh minum obat justru akan resisten
(Kompas, 2013). HIV dianggap resisten (kebal) terhadap obat antiretroviral (ARV)
tertentu bila virus itu terus menggandakan diri (bereplikasi) walaupun kita memakai
obat tersebut. Cara terbaik untuk mencegah resistansi adalah untuk mengendalikan
lebih mudah bereplikasi. Resistansi klinis dapat dilihat dalam peningkatan pada viral
load, penurunan jumlah CD4, berat badan menurun, dan kejadian baru atau
kambuhan infeksi oportunistik. Pakai semua dosis ARV persis sesuai dengan anjuran,
Informan berupaya untuk patuh dalam minum obat ARV, mereka takut jika
tidak patuh minum obat ARV maka mereka akan drop dan bisa mengalami kematian,
sehingga mereka akan selalu saling mengingatkan agar tepat waktu saat minum obat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan informan pendukung Bang Primus yang
saling mengingatkan minum obat pada jam yang sama setiap hari nya. Bang Primus
juga memberitahukan informan (ODHA) untuk bisa saling menolong sesama ODHA
ketika efek samping obat muncul sehingga tidak takut dan panik menghadapinya.
Adanya dukungan dari sesama ODHA dan pendamping ODHA dan keinginan
sembuh membuat informan tetap teratur menjalani terapi ARV. Hal ini sejalan
dengan penelitian Yuyun dkk (2014) hasil analisis mengungkapkan bahwa faktor
faktor pendukung kepatuhan minum ARV yang berasal dari dalam diri sendiri yaitu
dan keyakinan terhadap agama. Selain itu faktor ketersediaan obat ARV dan
dukungan sosial juga mendukung kepatuhan ODHA. Faktor dukungan sosial yaitu
dukungan keluarga, rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap anak, keinginan
melibatkan peran keluarga, KDS, LSM dan tenaga kesehatan serta memperbaiki
memakan makanan sehat yang bisa menaikkan CD4 mereka. Jawaban seluruh
informan pada umumnya sama yaitu dalam menjaga kesehatan mereka harus makan
telur dan minum susu minimal 2 kali sehari, minum sop dan makan buah, tidak
memakan makanan yang dipantangkan seperti mie instan, makanan lalapan, makanan
yang tidak matang dan buah durian dan tidak bergadang di malam hari. Hal ini
sejalan dengan Ahyari (2011) yang menyatakan penting harus diperhatikan adalah
agar ODHA mengurangi kontaminasi dari bahan makanan dan minuman yang
berisiko keracunan atau tertular infeksi, seperti tidak makan makanan kaleng
kadaluarsa, hindari daging, ikan dan telur mentah, daging ayam termasuk unggas
hindari jajan.
(ODHA) sudah bisa beraktivitas dan melakukan kegiatannya sendiri. Hal ini
secara mendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari yayasan Spiritia (2014)
mereka sebaiknya merawat diri sendiri sebisa mungkin dan selama mungkin. Dia
harus menjadi dan merasa mandiri. ODHA perlu mengatur rencananya sendiri,
waktu khusus untuk berolah raga, mereka hanya sekedar melakukan aktivitas sehari
hari dalam mengisi waktunya. Padahal olahraga sangat lah penting buat kesehatan
mereka. Menurut Yayasan Spiritia (2014) olah raga bahkan dapat dilakukan ditempat
tidur. ODHA dapat melakukan olahraga tangan, lengan dan kaki yang sederhana. Ini
mencegah persendian menjadi kaku, sakit sendi dan memperlancar peredaran darah.
Program olahraga dapat membantu menjaga berat badan dan kekuatan otot serta dapat
membuat Odha merasa lebih sehat jika disesuaikan dengan apa yang dia bisa lakukan.
Lebih baik jika orang yang terinfeksi HIV tidak minum minuman beralkohol,
Bagi informan yang dahulunya adalah perokok berusaha untuk tidak merokok
dan memakai narkoba lagi. Akan tetapi peneliti masih melihat ada 2 informan yang
masih merokok, dengan alasan merokok untuk membuang suntuk. Kedua informan
tersebut mengetahui kalau merokok tidak baik bagi kesehatan mereka dan mereka
berkata kalau mereka hanya merokok jika suntuk dan jumlahnya hanya 2-5 batang
pernah terkena TB. Hal ini sejalan dengan pernyataan yayasan spiritia (2014) lebih
baik jika orang yang terinfeksi HIV tidak merokok atau memakai narkoba lagi.
kita, jika tempat tinggal kita kotor maka akan manjadi tempat yang baik bagi kuman
penyebab penyakit. Dari hasil observasi selama penelitian, peneliti melihat suasana
Rumah Singgah yang masih jauh dari kebersihan, sampah bertumpuk di dapur
membuat lalat dan semut hinggap didapur. Lantai rumah juga kotor, padahal mereka
menyapu nya, menurut peneliti lantai kotor disebabkan setiap orang yang masuk
rumah bebas memakai sandal dan sepatu, padahal sepatu dan sandal tersebut kotor
karena baru dipakai dari luar rumah dan berpotensi membawa banyak kuman
penyakit. Hal ini tentulah tidak baik bagi kesehatan ODHA yang tinggal di rumah
singgah tersebut. Selain itu peneliti juga melihat air tergenang di lantai kamar mandi,
lantai licin dan beraroma bau. Pakaian juga banyak tergantung di kamar mandi dan
kamar tidur. Tempat seperti ini akan menjadi tempat berkembang biaknya vektor
penyebab penyakit seperti nyamuk, lalat dan kecoa. Ketika peneliti menanyakan
sudah ada jadwal yang bertugas tetapi tidak semua informan mau mengerjakan
Konflik antara ya kebersihan gitulah. Ya kami berjalan aja terus kak, tapi ya
sebagian ada juga ya tidak mau kami diam aja, kalau orang jorok ngapain
kita ikutin jorok kan gitu, kalu saya ya ingin hidup sehat, ya berarti ingin
bekerja kan gitu. Kalau soal ngepel, nyapu, kami hanya Aldo ama Dina yang
karena ada juga informan yang tidak mau mengerjakan tugasnya menjadi masalah
untuk menjaga kebersihan rumah. Selain itu kondisi fisik ODHA yang tidak selalu
prima juga menjadi hambatan dalam mengerjakan tugas kebersihan rumah tersebut.
Hal ini sejalan dengan pernyataan informan pendukung Bang Primus yang
menyatakan rumah singgah tersebut tidak akan bisa bersih seperti yang kita harapkan
kalau hanya mengandalkan mereka, karena kondisi kesehatan mereka yang belum
tentu prima setiap waktu dan efek obat yang muncul yang menggnggu aktivitas
mereka untuk membersihkan rumah singgah tersebut, jadi sangat dibutuhkan adanya
orang lain selain ODHA yang bisa membantu dalam kebersihan rumah tersebut.
Selain itu peneliti juga melihat ada banyak kucing yang berkeliaran bebas
disekitar rumah singgah tersebut. Hal ini tidak lah baik bagi kesehatan ODHA.
baik kadang tidak boleh memelihara binatang. Resikonya adalah tertular virus,
lain. Sarafino (2011) dalam Diatmi dan Fridari (2014) menyatakan dengan adanya
dukungan sosial ini maka seseorang akan merasa dihargai, dicintai, dan merasa
nantinya dapat berdampak positif bagi kesehatannya. Dalam penelitian Diatmi dan
Fridari (2014) yang berjudul Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas
Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Di Yayasan Spirit Paramacitta
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan
kualitas hidup pada orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Yayasan Spirit
Paramacitta.
Dukungan Sosial yang diberikan Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP adalah
ODHA dari keluarga dan dari pendamping ODHA yang merupakan staf dari Komisi
HIV dan Napza GBKP yaitu Prisma Tarigan yang akrab dipanggil bunda atau bang
primus. Bang Primus sering mengunjungi informan pada saat opname di RS Adam
Malik Medan. Hal inilah yang membuat beberapa informan mengenal bang Primus.
Menurut informan Cika, ketika dia drop dan mengalami efek dari obat, tidak
ada keluarga yang tahu cara menanganinya, tetapi ketika dia berada di Rumah
Singgah, ada banyak teman teman sesama ODHA yang tahu cara mengatasinya dan
baik walau masih ada TB yang dideritanya dan sedang dalam pengobatan.
Rumah Singgah Moderaemn GBKP, kondisi mereka semakin baik, CD4 naik dan
yang mereka alami. Tindakan individu intuk mencari pengobatan dan pencegahan
(Notoadmojo, 2010). Dalam hal ini informan mengetahui bahwa mereka sedang
mengalami penyakit yang serius dan belum ada obatnya sehingga mereka harus
bertindak untuk mendapatkan tempat dan orang orang yang bisa menolong mereka
agar bisa cepat sembuh. Mereka mengetahui bahwa Rumah Singgah Moderamen
GBKP ini adalah tempat yang tepat bagi mereka untuk sementara sampai kesehatan
mereka mulai membaik. Hal ini juga diungkapkan sekretaris Komisi HIV dan Napza
Bantuan yang diberikan Komisi HIV dan Napza GBKP ini sangat bermanfaat bagi
kesehatan ODHA. Setelah mereka keluar dari Rumah Sakit Adam Malik Medan,
mereka harus menjalani terapi ARV dan berobat jalan. Ada banyak hal penanganan
HIV ini yang tidak diketahui keluarga, ditambah ada keluarga yang takut mereka
bagi keluarga dan ODHA itu sendiri. Ketika Rumah Singgah Moderaemn GBKP ini
ada dan membantu ODHA dalam perawatan dan pendampingan membuat ODHA
5.3.4. Memiliki Aktivitas yang Bermakna dan Harapan akan Masa Depan
Pendekatan psikologis pada ODHA sangat penting agar ODHA tidak jatuh
dalam kondisi stress, cemas, depresi, putus harapan yang pada gilirannya akan
keluarga dan orang orang yang aktif dalam dukungan ODHA di LSM maupun
informan mendapat motivasi secara spiritual untuk tetap punya harapan di masa
depan. Mereka biasanya berupaya untuk memotivasi agar ODHA semangat dan tetap
tidak merasa bosan, tidak merasa hampa dan mempunyai tujuan hidup yang diketahui
baik jangka pendek atau jangka panjang sehingga kegiatan yang dilakukan terarah
dan juga dengan adanya tujuan hidup maka seseorang akan lebih mampu
bermakna merupakan motivasi utama pada diri manusia. Hasrat inilah yang
yang lain dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara
Sama halnya dengan ODHA yang ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP,
mereka ingin beraktivitas dan bekerja untuk mengisi hari harinya dengan aktivitas
yang bermanfaat. Mereka merasa bosan jika tidak memiliki aktivitas. Seperti
Paling tidak kami bekerjalah untuk ada kegiatan sehari-hari gitu suaya tidak
jenuh kali gitu kan. Tidak ada lagi lahan yang mau dikerjakan. Kemaren kami
sempat mau membuat sabun cuci apa gitu, tapi bahannya nggak ada gitu.
Berhenti karena bahannya nggak ada gitu kan. Kalau seandainya ada itu ya,
itu aja yang diurus setiap hari, uang belanja pun lepas gitu kan kak ya
sama yaitu: menanan selada, daun sop dan bunga mawar; membuat sabun cair;
saja kegiatan bertanam dan membuat sabun cair terhenti karena kurang nya lahan
bertanam, polibag, bibit selada dan bahan pembuatan sabun cair sudah habis.
Akibatnya ODHA merasa jenuh, karena aktivitasnya hanya masak, makan, mandi dan
tidur. Kepada peneliti, informan menyatakan sangat senang jika ada aktivitas yang
menghasilkan, ketika mereka menanan selada, dan hasil panen mereka bisa jual ke
pasar, mereka merasa aktivitas mereka bermanfaat. Hal yang sama juga ketika
mereka membuat sabun cair, hasilnya di jual dan mereka mendapat penghasilan dari
penjualannya, walau sedikit tapi mereka merasa puas. Seluruh informan berharap
agar Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP memberikan aktivitas yang bisa
menghasilkan bagi mereka dan menindaklanjuti setiap kegiatan yang sudah ada.
harapan yang disampaikan oleh ketujuh informan kepada peneliti yaitu Aldo dan
Ucok ingin jadi penginjil, Ijul ingin menikah lagi dan kembali bekerja sebagai supir,
Budi ingin menikah dan kembali bekerja sementara Cika, Rani dan Dina ingin
mengurus dan menyekolahkan anak mereka dan dapat bekerja kembali dan belum ada
keingina untuk menikah lagi. Mereka masih optimis menjalani hidup dan meraih
setiap harapan dimasa depan walau mereka mengetahui bahwa tidak ada obat bagi
walaupun ODHA tersebut memiliki status janda atau duda. Kegiatan positif
yang memiliki aktifitas. ODHA yang masih menjalani hobi setelah mengetahui status
HIV ada 39,5%. Ditemukan juga ada sebagian ODHA yang melanjutkan sekolah
status pekerjaan dan kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan pada orang dengan
HIV/AIDS. Mereka menemukan bahwa status bekerja memiliki dampak yang lebih
terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental. Hal ini sejalan dengan penelitian
Mirzawati (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek yaitu ODHA di
Bukit Tinggi mampu menghayati hidup penuh makna. Individu yang menghayati
kehidupan sehari-hari. Ketiga subjek menjalani hidup dengan lebih semangat. Ketika
individu memiliki serta mengetahui sebuah tujuan hidup atau untuk apa dia hidup, ia
akan sanggup dan tangguh didalam menghadapi hampir semua yang terjadi atas
Sampai hari ini ODHA masih mengalami stigma dan diskriminasi dari
mengalami stigma seperti benci, kesal, marah dan dendam terhadap orang yang
memberikan stigma dan diskriminasi pada mereka. Tapi mereka tidak berdaya
dominan menurunnya kualitas hidup ODHA. Stigma dan diskriminasi yang informan
alami membuat mereka takut untuk open status kepada lingkungan seperti yang
Kubilang jangan ada lagi yang tahu, kalian aja, malu nanti , keluarga jadi
malu, sementara itu kesalahan awak sendiri, biarlah awak yang nanggung
sendiri, abang dan kakak ipar, kubilang jangan ada lagi yang tahu, nanti
dikucilkan keluarga kita, nanti dikucilkan keluarga awak di pesta pesta adat,
gara gara awak
Aldo sangat takut jika orang lain mengetahui status HIV nya. Serovic (2001) dalam
Mardhiati R (2014) membuka status HIV akan dilakukan oleh ODHA, jika ada
jaminan keselamatan dan keamanan ketika membuka status HIV. Kemungkinan lain
yang juga mempengaruhi hal itu adalah adanya rasa ketakutan untuk ditolak oleh
keluarga dan tidak lagi dihormati di lingkungannya. Orang dengan HIV cenderung
untuk memberitahukan orang terdekatnya jika mereka merasa bahwa manfaat dari
membuka status HIV lebih besar daripada kerugian yang akan dialami.
Hal ini membuat Aldo menarik diri dari lingkungan sosial, tidak bergaul
dengan teman teman ditempat ia bekerja dan tidak mau pergi ke gereja karena takut
orang lain akan bertanya tentang penyakitnya dan mengetahuinya. Hal ini sejalan
memperoleh dukungan sosial baik dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya yang
ODHA. Menurut Herek dan Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma yang
dialami ODHA dibagi atas 3 kategori yaitu stigma instrumental, stigma simbolis dan
stigma kesopanan. Beberapa bentuk stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA
yang ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP adalah dijauhi, ditolak dari
lingkungan dan keluarga, tidak mau disalam, tidak diijinkan menggunakan angkutan
umum, dianggap menjijikkan dan dipecat dalam pekerjaan. Herek dan Capitiano
(1999) dalam Paryati dkk (2013) mengatakan bahwa timbulnya stigma dan
diskminasi terhadap ODHA disebabkan oleh faktor resiko penyakit ini yang terkait
dengan perilaku seksual yang menyimpang dan penyalahgunaan narkotika dan obat
berbahaya atau narkoba. Padahal tidak semua ODHA itu adalah pelaku seksual
menyimpang dan pengguna napza, beberapa diantaranya adalah istri yang baik yang
tertular dari suami, anak yang tertular dari seorang ibu dan orang orang yang tertular
Berdasarkan jawaban informan terkait stigma yang mereka alami seperti yang
Tidak ada satupun orang yang mau menjenguk saya. Bahkan mama saya,
waktu dia pergi ke kamar mandi umum dikampung, bekas langkah mama saya
disiram dengan air panas oleh tetangga kami. Saya benar-benar dendam,
kalau saya sehat bahkan saya mau membacok orang itu. Mama saya sendiri
yang cerita, dia bahkan sampai berkelahi dengan tetangga itu. Perlakuan
orang benar-benar sadis kepada sayatapi jangankan saya, mama saya juga
ikut dijauhi, ketika dia ke kamar mandi umum ataupun ke warung; kakak saya
juga mendapat imbasnya semua orang jadi menjauh.
orang yang mau menjenguknya bahkan mamanya pun ikut mengalami perlakuan
diskriminatif, bekas langkah kaki mamanya disiram tetangga dengan air panas. Selain
itu tak ada satu angkutan umum yang berani membawanya ke RS Adam malik
Medan. Tetangga Ijul takut kalau Ijul dan keluarga akan menularkan HIV kepada
mereka karena mereka menganggap penyakit HIV adalah penyakit yang mematikan.
Ini adalah bentuk stigma instrumental yang dihadapi Ijul dimana menurut Herek dan
Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma instrumental ODHA adalah refleksi
ketakutan atas hal hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
masyarakat tentang cara penularan HIV AIDS. Tetangga Ijul berpikir dengan
bersentuhan, kena injak bekas langkah kaki dan menggunakan angkutan umum
informan antara lain dijauhin, dianggap menjijikkan, tidak boleh dekat dengan
keluarga, tidak boleh bersalaman, diusir dari lingkungan bahkan ada yang dipecat dari
pekerjaan. Menurut Herek dan Capitanio (1999) dalm Siregar N (2012) stigma
kesopanan ODHA adalah hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan issu
HIV AIDS atau orang yang positif HIV. Hukuman sosial ini sangat lah merugikan
Ada ODHA yang tidak mengalami stigma dan diskriminasi dari keluarga
maupun lingkungan nya seperti yang dialami Rani yang diungkapkannya sebagi
berikut:
Gak ada aku dijauhin kelurgaku, semua mendukungku, bahkan mereka yang
biayain semua pengobatanku, kakak kakakku dan abangu semua nya
membantu aku, lingkungan rumah kami keluarga kami semua,waktu aku
datang pun aku ke kampung malah dipelukin pun diciumin, berarti gak takut
dia kan
Rani menyatakan kalau dia tidak mengalami stigma dan diskriminasi dari keluarga
dan lingkungannya. Menurut peneliti hal ini disebabkan keluarga Rani dan
Waktu itu kekampung saya ke rumah mamak saya kan sama anak saya,
datang abang saya itu; kalau tenang kam dikampung, dikampung pun kam
nggak papa dek, dimana kam tenang disitu kam katanya. Terus penyakit ndu
itu nggaknya sembarangan menular katanya, melalui darahnya baru bisa
menular katanya. Oh berarti orang ini udah bisa menerima saya pikir saya,
ya udah semenjak itu udah mau saya ke rumahnya
Ketika masyarakat sudah tahu cara penularan HIV AIDS tersebut, maka
masyarakat tidak takut lagi untuk bersalaman, berpelukan bahkan tinggal serumah.
Siregar N (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan pada masyarakat Desa Buntu
sehingga harus dijauhi dari masyarakat, ada anggapan bahwa menular jika kita
berjabat tangan atau makan bersama serta tidak layak tinggal berdekatan atau
serumah dengan orang lain karena menderita penyakit yang menjijikkan. Terkait
bahwa ODHA adalah orang yang harus mendapat hukuman sosial setelah diketahui
positif HIV sehingga harus diasingkan dari kehidupan bermasyarakat dan aib bagi
masyarakat tersebut.
dialami ODHA sperti dijauhi oleh karena penyakit yang dikaitkan dengan gaya hidup
atau perilaku yang menyimpang seperti sex bebas dan pecandu narkoba. Informan
sebelumnya.
Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP terus berupaya melakukan sosialisasi, edukasi
Akan tetapi Komisi HIV AIDS dan Napza terus mencari jalan keluar agar ada cara
utuk mengurangi stigma dan diskriminasi ODHA. Kegiatan yang dilakukan dengan
orang orang yang sunguh sungguh peduli dengan masalah HIV AIDS.
Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP, dimana sudah banyak orang yang mengetahui
tentang HIV AIDS sehingga sudah banyak masyarakat yang mulai berani bersalaman
6.1. Kesimpulan
tentang HIV AIDS adalah sebatas penyakit yang mematikan dan menular.
tentang gejala terinfeksi HIV AIDS didasarkan atas gejala yang dialami
informan. Awalnya informan tidak mengetahui kalau apa yang mereka alami
selama ini adalah merupakan gejala terinfeksi HIV, sampai saat hasil
tentang penularan HIV AIDS sudah memadai hal ini terlihat dari jawaban
seluruh informan sudah benar dimana informan menyatakan kalau HIV AIDS
hanya bisa tertular lewat darah, hubungan sex bebas, pemakai narkoba
pengguna jarum suntik, transfusi darah dan dari ibu yang menyusui kepada
anaknya.
4. Sikap informan (ODHA) ketika dinyatakan positif HIV yaitu merasa sedih,
ingin mati/bunuh diri, depresi, putus asa dan merasa bersalah. Mereka tidak
keseluruhannya adalah pria (Aldo, Ijul, Ucok dan Budi) menduga kalau
wanita di cafe dan diskotik. Mereka merasa bersalah dan bisa menerimanya
karena akibat dari perilaku mereka sendiri. Ada 2 informan wanita (Cika dan
Rani) yang merasa sedih dan kecewa ketika mengetahui kalau mereka
terinfeksi HIV dari suami mereka yang sudah terlebih dahulu meninggal
dunia, dan 1 informan wanita (Dina) terinfeksi dari transfusi darah saat
menjalani operasi. Informan ini merasa sedih, kecewa dan sulit menerima
kenyataan kalau dia terinfeksi HIV hanya karena transfusi darah. Informan ini
kesembuhan mereka.
depan.
merasa sedih, benci, kesal, marah dan dendam terhadap orang yang
memberikan stigma dan diskriminasi pada mereka dan ada juga yang bisa
7. Ada 2 bentuk stigma yang dialami oleh informan (ODHA) yaitu stigma
ketakutan atas hal hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan
menular yang dialami ODHA seperti: orang lain tidak mau bersalaman,
hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan issu HIV AIDS atau
orang yang positif HIV seperti ditolak dalam keluarga dan lingkungan,
dipecat dalam pekerjaan, dan dijauhin. Stigma dan diskriminasi yang dialami
ODHA membuat mereka takut untuk open status kepada orang lain.
8. Peranan Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP sangat lah besar dalam
ODHA dalam menjalani perawatan paskah opname dari Rumah Sakit sangat
oleh ODHA.
masyarakat.
AIDS.
2. Bagi Pemerintah
dari produk darah yang diperoleh pasien saat transfusi sehingga pasien
tidak dirugikan.
AIDS (Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP, yayasan laik, Medan
AIDS.
3. Bagi ODHA
a) Aktif dalam mencari informasi yang terkait dengan HIV AIDS dan
4. Bagi Masyarakat
ODHA berani untuk open status dan dapat mencegah penularan HIV
untuk ODHA.
Bangbuday,2011.http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&
sid=1438, diakses 23 februari 2014
Barus, B. T., http://www.gbkp.or.id/index.php/88-gbkp/berita/407-komisi-hiv-aids-
napza-gbkp-tingkatkan-pelayanan-di-rumah-singgah-dan-laksanakan-20-kali-
sosialisasi-pada-bulan-juni-oktober-2013 diakses 20 Februari 2014
Basuki, E., Wolffers, I., Deville, W., Erlaini, N,.Luhpuri, D., Hargono, R. 2002.
Berbagai Alasan Pekerja Seks di Indonesia Untuk Tidak Menggunakan
Kondom
http://aidsina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstra
ctcat=3 diakses 15 Juli 2014
Boles, J.; Elifson, K.W., 1994. Identitas Seksual dan HIV Pria Pekerja Sex, The
Journal of Sex Research Vol 31, http://www.aids-
ina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstractcat=7
diakses 28 februari 2014
Cock, K. D., 1996. Petunjuk Penting AIDS edisi ketiga, Jakarta: Penerbit Buku
Kedoteran
Diatmi, K., Fridari, 2014. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup
ODHA di Yayasan Paramacitta, Program Studi Psikologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana. Jurnal diakses 18 Juli 2014
Gallant, J., 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS, Jakarta: PT Indeks.
Kompas,2014.http://health.kompas.com/read/2014/08/19/144639623/Obat.HIV.AIDS
.Buatan.Kimia.Farma.Disambut.Gembira diakses 22 Agustus 2014
Kompas,2014http://health.kompas.com/read/2013/02/28/18011211/ARV.sebagai.Pen
cegahan.HIV.Mulai.Diuji.Coba diakses 22 Agustus 2014
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), 2013. Kliping Berita Nasional 7.875 Penderita
HIV dan AIDS di Sumut,;
http://www.aidsindonesia.or.id/news/6079/3/19/02/2014/7.875-Penderita-
HIV-dan-AIDS-di-Sumut#sthash.ay2cPGfn.dpbs diakses 19 Februari 2014
Mardhiati, R., 2014. Perbandingan Mutu Hidup Odha Berdasarkan Wilayah Dengan
Sistem Dukungan Sebaya Di Indonesia. lemlit.uhamka.ac.id/files/odha.pdf
diakses 20 Juli 2014
Mirzawati, N., 2013 Kebermaknaan Hidup Pada ODHA Wanita Di Kota Bukit Tinggi
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/download/603/362
diakses 15 Juli 2014
Paryati, T., Raksanagara, S., Afriandi, I.,2013. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Stigma dan Diskriminasi Pada ODHA oleh Petugas Kesehatan: Kajian
Literatur. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/02/Pustaka_unpad_Faktor_-Mempengaruhi_-
Stigma_ODHApdf.pdf diakses 15 Juli 2014
Pisani, E., Dadun., Purwa, K., Sucahya., Kamil, O., Jawan, S., 2003. Perilaku Seksual
Pada Pengguna Napza Suntik di 3 Kota Di Indonesia Berpotensi tinggi Bagi
Penularan HIV Kepada Pasangan Seksualnya, JAIDS, http://www.aids-
ina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstractcat=1
diakses 28 Februari 2014
Runggu,C.,http://www.aidsina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1
&categories=HIV-AIDS diakses 20 Februari 2014
Salusu, M. A. J., 2003 Pengambilan Keputusan Stratejik, Jakatra: Penerbit PT
Gramedia.
Siregar, N., 2012. Pengaruh Stigma Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Terhadap
Penerimaan Masyarakat Desa Buntu Bedimbar Di Kecamatan Tanjung
Morawa Kabupaten Deli Serdang, Tesis
UNAIDS,2013http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/epid
emiology/2013/gr2013/UNAIDS_Global_Report_2013_en.pdf, diakses 28
februari 2014
Wibowo, 2004. http://pokdisusaids.wordpress.com/category/hivaids/opini/ diakses
16 iuli 2014
Yayasan Spiritia,2013.http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1051cMerawat
Odha di Rumah, diakses 23 juli 2014
,2014.http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=126 ARV_ Resistansi
terhadap Obat diakses 17 juli 2014
Zein, U., 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui,
Medan : USU Press.
Biodata Informan
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
Tanggal wawancara :
I. Pengetahuan Informan
1. Apa yang anda ketahui tentang HIV/AIDS (pengertian, gejala, cara penularan,
3. Siapa yang pertama kali anda beritahu status positif HIV anda?
5. Bagaimana respon keluarga ( orang tua, suami, istri, anak dan keluarga besar
6. Siapa saja yang sudah mengetahui (lingkungan, tempat bekerja, gereja atau
HIV anda?
9. Bagaimana sikap tenaga medis ketika mengetahui status HIV anda ketika
anda berobat?
10. Apa respon anda terhadap sikap negatif orang lain kepada anda?
11. Apa respon keluarga ketika anda memutuskan tinggal di Rumah Singgah
Moderamen GBKP?
2. Dimana anda pertama kali berobat setelah mengetahui status HIV anda?
4. Apa perubahan positif yang anda rasakan ketika tinggal di Rumah Singgah
Moderamen GBKP?
Moderamen GBKP?
Singgah?
Moderamen GBKP?
GBKP?
Moderamen GBKP?
7. Sejauh mana keterlibatan Komisi HIV AIDS dan Napza dalam kehidupan