Anda di halaman 1dari 154

PERILAKU ORANG DENGAN HIV AIDS (ODHA), STIGMA DAN

DISKRIMINASI DI RUMAH SINGGAH MODERAMEN GBKP


KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO
TAHUN 2014

TESIS

Oleh

DEWI SARTIKA MUNTHE


127032114/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


PERILAKU ORANG DENGAN HIV AIDS (ODHA), STIGMA DAN
DISKRIMINASI DI RUMAH SINGGAH MODERAMEN GBKP
KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO
TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI SARTIKA MUNTHE


127032114/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : PERILAKU ORANG DENGAN HIV AIDS
(ODHA), STIGMA DAN DISKRIMINASI DI
RUMAH SINGGAH MODERAMEN GBKP
KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN
KARO TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Dewi Sartika Munthe
Nomor Induk Mahasiswa : 127032114
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes)
Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 27 Agustus 2014

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji
Pada Tanggal : 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M


Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes
2. Drs. Eddy Syahrial, M.S
3. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PERILAKU ORANG DENGAN HIV AIDS (ODHA), STIGMA DAN


DISKRIMINASI DI RUMAH SINGGAH MODERAMEN GBKP
KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO
TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Dewi Sartika Munthe


127032114/IKM

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Orang yang positif terinfeksi HIV AIDS disebut dengan Orang dengan HIV
AIDS atau ODHA. ODHA mengetahui bahwa penyakit yang mereka alami adalah
penyakit yang mematikan dan belum ada obatnya, hal ini meyebabkan rasa sedih,
putus asa dan ingin mengakhiri hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku Orang Dengan HIV AIDS
(ODHA), stigma dan diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif dengan cara wawancara mendalam
dan observasi. Informan pada penelitian ini adalah ODHA yang berjumlah 7 orang
sebagai informan utama dan 2 orang staf Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP
sebagai informan pendukung.
Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan informan utama (ODHA)
menyatakan bahwa HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan dan dapat ditularkan
kepada orang lain. Informan utama mengetahui gejala terinfeksi HIV berdasarkan
dari apa yang mereka alami. Terdapat stigma dan diskriminasi yang dialami informan
utama (ODHA) seperti ditolak dalam keluarga, dijauhin, dianggap menjijikkan, dan
dipecat dalam pekerjaan. Ada beberapa hal yang dilakukan ODHA untuk mendapat
kesembuhan yaitu: patuh minum obat ARV, menjaga kesehatan dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dianggap dapat menaikkan CD4,
mencari tempat dan komunitas yang dapat menerima dan mendukung kesembuhan
mereka , melakukan aktivitas yang bermakna dan punya harapan akan masa depan.
Disarankan kepada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan lembaga sosial
Masyarakat (LSM) lainnya untuk terus melakukan sosialisasi, edukasi dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan dan penularan HIV AIDS.

Kata Kunci: Perilaku Orang dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma, Diskriminasi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

People who are positive HIV AIDS are called People Living with HIV AIDS
(PLWHA). PLWHA know that their illness is deadly and no medicine can heal it, this
condition has made them sad, desperate and willing to comit suicide.
This objective of the research was to find out the behavior of people living
with HIV AIDS (PLWHA), stigma and discrimination at Moderamen GBKP Shelter
Home Berastagi. The research used Qualitative approach by conducting indepth
interviews and observations. The main informant were 7 people of PLWHA and 2
staffs of the HIV AIDS Commission and drug GBKP as supporting informants.
The results of the research showed that all informant stated that HIV AIDS
AIDS was a deadly disease and could be transmitted to others. The main informants
know the symptoms of HIV infection based on what they experience. There are stigma
and discrimination experienced by main informants (PLWHA) as rejected in the
family, avoided, considered disgusting, and fired in a job. There are a few things that
made main informants (PLWHA) to receive healing, namely: ARV adherence,
maintaining health by consuming foods and beverages that are considered to
increase CD4, looking for a place and community that can accept and support their
healing, meaningful activities and have hope for the future.
It is recommended to the National AIDS Commission (KPA) and others Non
Government Organizations (NGOs) to continue the program, education and
outreach to the community about prevention and the transmission of HIV AIDS

Keywords: Behavior of People Living with HIV AIDS (PLWHA), Stigma,


Discrimination

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat

dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Perilaku

Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma dan Diskriminasi Di Rumah Singgah

Moderamen GBKP Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2014. Tesis ini

dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis

untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Pembimbing I yang telah

memberi waktu, dan arahan dalam membimbing penulis selama penyusunan

tesis ini

Universitas Sumatera Utara


4. Drs. Alam Bakti Keloko M.Kes, selaku pembimbing II yang telah memberikan

waktu untuk berdiskusi, motivasi dan arahan dalam penyusuna tesis ini

5. Drs. Eddy Syahrial, M.S, selaku penguji I yang telah memberikan waktu dan

kritikan yang berguna untuk kesempurnaan tesis ini

6. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S, selaku penguji II yang telah memberikan waktu

dan kritikan serta masukan yang berguna untuk kesempurnaan tesis ini

7. Para Dosen yang telah membimbing selama bernaung di bawah bendera Ilmu

Kesehatan Masyarakat FKM-USU, para staff TU, perpustakaan, maupun

karyawan atas bantuan selama hampir 2 tahun mengenyam pendidikan di

kampus tercinta.

8. Pt. Tuah B. Barus selaku ketua Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP yang

memberikan ijin penelitian di Rumah Singgah Moderamen GBKP.

9. Pdt Monalisa Ginting selaku sekretaris Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP

dan Drs. Prisma Tarigan (bang Primus) yang menjadi sumber informasi dan

informan pendukung dalam penyusunan tesis ini, terimakasih buat waktu dan

arahan yang diberikan kepada penulis.

10. Dewita Sembiring sebagai sahabat penulis yang setia membantu penulis selama

penyusunan tesis dan seluruh ODHA yang ada di Rumah Singgah Moderamen

GBKP yang telah bersedia menjadi informan dalam penyususan tesis ini.

10. Orang tua penulis P Munthe dan S Sihombing dan seluruh keluarga tercinta

yang selalu memberi semangat, motivasi dan dukungan materil dalam

penyusunan tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


11. Teman-teman di PKIP 12 dan terkhusus buat Mastiur Sihombing, Lidya

Sinuhaji, Eka sihombing, Veronika, Masdelila dan Zuhrina serta teman teman

di Yayasan Pincala yang selalu mendukung dan memberikan motivasi selama

proses penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyususan tesis

ini, maka penulis mengharap kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi

tesis ini.

Medan, Oktober 2014

Dewi Sartika Munthe


127032114/IKM

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Dewi Sartika Munthe lahir pada tanggal 7 Desember 1981 di Sidikalang

Kabupaten Dairi. Anak ke enam dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak P.

Munthe dan Ibu U Sihombing. Dewi Sartika Munthe tinggal di Jalan Kemiri Ujung

No 2 Sukadono Tanjung Gusta Kabupaten Deli Serdang.

Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negeri 060871 Medan,

selesai tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 10 Medan, selesai

tahun 1997, dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 3 Medan, selesai tahun

2000. Menempuh pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat pemintan Kesehatan

Lingkungan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, selesai

tahun 2004 dan pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan pada program studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat minat studi Promosi kesehatan dan Ilmu perilaku (PKIP)

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sampai sekarang.

Pengalama kerja penulis sebagai Medical Representatif di PT Nufarindo tahun

2005 sampai dengan tahun 2006 dan sebagai tenaga pengajar di i-Homeschooling dari

tahun 2007 sampai dengan tahun 2013.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Karakteristik Informan Utama ................................................................ 54

3.2 Karakteristik Informan Pendukung ......................................................... 54

4.1 Jawaban Informan tentang HIV AIDS ................................................... 71

4.2 Jawaban Informan tentang Gejala Terinfeksi HIV ................................. 73

4.3 Jawaban Informan tentang Penularan HIV AIDS ................................... 74

4.4 Jawaban Informan Ketika Dinyatakan Positif HIV ................................ 76

4.6 Jawaban Informan tentang Minum Obat ARV ....................................... 81

4.7 Jawaban Informan tentang Alasan Informan Tinggal di Rumah


Singgah Moderamen GBKP ................................................................... 82

4.10 Jawaban Informan tentang Upaya Menjaga Kesehatan .......................... 85

4.11 Jawaban Informan tentang Aktivitas di Rumah Singgah Moderamen


GBKP .................................................................................................... 86

4.12 Jawaban Informan tentang Harapan Akan Masa Depan ......................... 90

4.8 Jawaban Informan tentang Stigma dan Diskriminasi yang Dialami ....... 91

4.9 Jawaban Informan tentang Sikap Informan terhadap Stigma dan


Diskriminasi ............................................................................................ 93

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Teori Perilaku S-O-R....................................................................... 10

2.3. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................................... 52

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara .................................................................................. 133

2. Surat Ijin Penelitian ..................................................................................... 136

3. Surat Balasan Selesai Penelitian ................................................................. 137

4. Foto Dokumentasi Penelitian ...................................................................... 138

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. PerumusanMasalah .......................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9


2.1. Perilaku ............................................................................................ 9
2.1.1. Pengetahuan ........................................................................... 11
2.1.2. Sikap....................................................................................... 15
2.1.3. Tindakan................................................................................. 17
2.2. Teori Perubahan Perilaku ................................................................. 18
2.3. HIV/AIDS dan ODHA ..................................................................... 22
2.3.1. Pengertian HIV dan AIDS ..................................................... 22
2.3.2. Pengertian ODHA .................................................................. 24
2.3.3. Epidemiologi .......................................................................... 24
2.3.4. Penularan HIV/AIDS ............................................................. 25
2.3.5. Aspek Gejala Klinis ............................................................... 29
2.3.6. Pencegahan HIV/AIDS .......................................................... 32
2.3.7. Pengobatan ............................................................................. 33
2.4. Stigma dan Diskriminasi ODHA ..................................................... 35
2.5. Moderamen GBKP ........................................................................... 42
2.5.1. Pengertian Moderamen .......................................................... 42
2.5.2. GBKP (Gereja Batak Karo Protestan).................................... 42
2.5.3. Sejarah Terbentuknya Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP 43
2.5.4. Visi Misi Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP ................... 46
2.5.5. Program Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP ..................... 46
2.5.6. Kepengurusan Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP............ 47
2.5.7. Rumah Singgah Moderamen GBKP ...................................... 48

Universitas Sumatera Utara


2.7. Landasan Teori ................................................................................. 50
2.8. Kerangka Pikir ................................................................................. 52

BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................... 52


3.1. Jenis Penelitian .............................................................................. 52
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 54
3.3. Informan ........................................................................................ 54
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 55
3.5. Metode Analisis Data .................................................................... 56

BAB 4. HASIL PENELITIAN .......................................................................... 57


4.1. Gambaran Rumah Singgah Moderamen GBKP ........................... 57
4.2. Hasil Penelitian ............................................................................. 59
4.2.1. Profil Informan 1 ................................................................. 62
4.2.2. Profil Informan 2 ................................................................. 63
4.2.3. Profil Informan 3 ................................................................. 65
4.2.4. Profil Informan 4 ................................................................. 66
4.2.5. Profil Informan 5 ................................................................. 67
4.2.6. Profil Informan 6 ................................................................. 69
4.2.7. Profil Informan 7 ................................................................. 70
4.3. Pengetahuan Informan ................................................................. 71
4.3.1. Pengetahuan Informan tentang HIV AIDS ......................... 71
4.3.2. Pengetahuan Informan tentang Gejala Terinfeksi HIV....... 73
4.3.3. Pengetahuan Informan tentang Penularan HIV AIDS ........ 74
4.4. Sikap Informan Ketika Dinyatakan Positif HIV ........................... 76
4.5. Kepatuhan Informan Minum Obat ARV ...................................... 81
4.6. Alasan Informan Tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP 82
4.7. Upaya Informan Menjaga Kesehatan ............................................ 85
4.8. Aktivitas Informan di Rumah Singgah Moderamen GBKP ......... 86
4.9. Harapan Informan Akan Masa Depan........................................... 90
4.10. Stigma dan Diskriminasi yang Dialami Informan ........................ 91
4.10.1. Bentuk Stigma dan Diskriminasi yang Dialami Informan 91
4.10.2. Sikap Informan terhadap Stigma dan Diskriminasi ......... 93

BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................... 96


5.1. Pengetahuan Informan tentang HIV AIDS ................................... 96
5.2. Sikap Informan Ketika Dinyatakan Positif HIV ........................... 102
5.3. Tindakan Informan (ODHA) Setelah Dinyatakan Positif HIV ..... 103
5.3.1. Kepatuhan Informan Minum Obat ARV ............................ 103
5.3.2. Upaya Informan Menjaga Kesehatan .................................. 106
5.3.3. Alasan Informan Tinggal di Rumah Singgah
Moderamen GBKP .............................................................. 109

Universitas Sumatera Utara


5.3.4. Memiliki Aktivitas yang Bermakna dan Harapan
Akan Masa Depan ............................................................... 112
5.4. Stigma dan Diskriminasi yang Dialami Informan ........................ 115

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 123


6.1. Kesimpulan ................................................................................... 123
6.2. Saran.............................................................................................. 126

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 129

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Orang yang positif terinfeksi HIV AIDS disebut dengan Orang dengan HIV
AIDS atau ODHA. ODHA mengetahui bahwa penyakit yang mereka alami adalah
penyakit yang mematikan dan belum ada obatnya, hal ini meyebabkan rasa sedih,
putus asa dan ingin mengakhiri hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku Orang Dengan HIV AIDS
(ODHA), stigma dan diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif dengan cara wawancara mendalam
dan observasi. Informan pada penelitian ini adalah ODHA yang berjumlah 7 orang
sebagai informan utama dan 2 orang staf Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP
sebagai informan pendukung.
Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan informan utama (ODHA)
menyatakan bahwa HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan dan dapat ditularkan
kepada orang lain. Informan utama mengetahui gejala terinfeksi HIV berdasarkan
dari apa yang mereka alami. Terdapat stigma dan diskriminasi yang dialami informan
utama (ODHA) seperti ditolak dalam keluarga, dijauhin, dianggap menjijikkan, dan
dipecat dalam pekerjaan. Ada beberapa hal yang dilakukan ODHA untuk mendapat
kesembuhan yaitu: patuh minum obat ARV, menjaga kesehatan dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dianggap dapat menaikkan CD4,
mencari tempat dan komunitas yang dapat menerima dan mendukung kesembuhan
mereka , melakukan aktivitas yang bermakna dan punya harapan akan masa depan.
Disarankan kepada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan lembaga sosial
Masyarakat (LSM) lainnya untuk terus melakukan sosialisasi, edukasi dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan dan penularan HIV AIDS.

Kata Kunci: Perilaku Orang dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma, Diskriminasi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

People who are positive HIV AIDS are called People Living with HIV AIDS
(PLWHA). PLWHA know that their illness is deadly and no medicine can heal it, this
condition has made them sad, desperate and willing to comit suicide.
This objective of the research was to find out the behavior of people living
with HIV AIDS (PLWHA), stigma and discrimination at Moderamen GBKP Shelter
Home Berastagi. The research used Qualitative approach by conducting indepth
interviews and observations. The main informant were 7 people of PLWHA and 2
staffs of the HIV AIDS Commission and drug GBKP as supporting informants.
The results of the research showed that all informant stated that HIV AIDS
AIDS was a deadly disease and could be transmitted to others. The main informants
know the symptoms of HIV infection based on what they experience. There are stigma
and discrimination experienced by main informants (PLWHA) as rejected in the
family, avoided, considered disgusting, and fired in a job. There are a few things that
made main informants (PLWHA) to receive healing, namely: ARV adherence,
maintaining health by consuming foods and beverages that are considered to
increase CD4, looking for a place and community that can accept and support their
healing, meaningful activities and have hope for the future.
It is recommended to the National AIDS Commission (KPA) and others Non
Government Organizations (NGOs) to continue the program, education and
outreach to the community about prevention and the transmission of HIV AIDS

Keywords: Behavior of People Living with HIV AIDS (PLWHA), Stigma,


Discrimination

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

Deficiency Syndrom (AIDS) menjadi agenda penting baik dikalangan kedokteran

maupun dikalangan politisi pengambil keputusan, pemimpin agama dan masyarakat

dunia pada umumnya (Djoerban, 2000). Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah

menjadi salah satu penyebab utama pandemik yang mengkuatirkan dan menjadi

sebuah isu yang besar dalam sejarah. Selain menjadi masalah kesehatan yang besar,

HIV tekah mengancam tatanan ekonomi dan sosial dibanyak komunitas (SDKI,

2012).

Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) atau sindrom kehilangan

kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia

sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Djoerban, 2000).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit

terutama dengan merusak sisitem kekebalan tubuh. Virus ini dapat menginfeksi sel

sel manusia dengan target utamanya adalah limfosit CD4 dimana limfosit CD4 ini

bertanggungjawab untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus

yang lain, bakteri, jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker (Gallant, 2010).

Menurut data UNAIDS sampai dengan tahun 2012 terdapat 35.300.000 orang

yang hidup dengan HIV di dunia, dimana remaja dan orang muda yang berusia 10-24

Universitas Sumatera Utara


tahun berjumlah 5.400.000 orang. Diperkirakan remaja dan orang muda yang baru

terinfeksi sampai dengan tahun 2012 bekisar 780.000 orang (UNAIDS, 2013). Di

Indonesia semakin banyak ditemukan kasus HIV AIDS. Hasil laporan Ditjen PPM &

PL Kemenkes RI menyatakan jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai

dengan Maret 2014 sebanyak 134.053 kasus. Persentase HIV tertinggi dilaporkan

pada kelompok umur 25-49 tahun (72,3%) diikuti kelompok umur 20-24 tahun (15%)

dan kelompok 50 tahun (5 ,8%) dimana rasio HIV antara laki-laki dan perempuan

adalah 1:1. Persentase faktor resiko HIV tertinggi adalah hubungan sex beresiko pada

heteroseksual (55,6%), pengguna jarum suntik tidak steril pada penasun (7%) dan

lelaki sex lelaki LSL (14,7%). Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai

dengan Maret 2014 sebanyak 54.231 orang (KPA, 2014).

Kasus HIV/AIDS menyebar di 368 (72%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh

Provinsi di Indonesia. Kasus HIV tertinggi terdapat di DKI Jakarta,diikuti oleh Jawa

Timur, Papua, Jawa Barat dan Bali, sedangkan kasus AIDS tertinggi terdapat di

Papua, diikuti oleh Jawa Timur, Jawa Barat dan Bali (KPA, 2014).

Menurut Kadis Kesehatan Sumut, pertambahan kasus baru di Sumut cukup

tinggi. Setiap bulan, setidaknya ada 100-120 kasus baru yang ditemukan. Banyaknya

temuan ini karena sudah banyak klinik Voluntary Conseling and Testing (VCT) yang

dapat melayani masyarakat untuk konseling dan memeriksakan diri (Harian analisa,

2014). Data di Profil Sumut pada tahun 2012 menunjukkan Kota Medan sebagai kota

tertinggi pertama penderita baru HIV AIDS yaitu 506 orang dan tertinggi kedua

adalah Kabupaten Karo yaitu 347 orang (Profil Sumut, 2012). Jumlah kumulatif HIV

Universitas Sumatera Utara


di Sumatera Utara sampai dengan Maret 2014 mencapai 8316 orang dan AIDS 1468

orang (KPA, 2014).

Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) adalah sebutan bagi mereka yang secara

positif didiagnosa terinfeksi HIV. Belum adanya obat untuk menyembuhkan mereka

menjadi suatu ketakutan akan ancaman kematian. Reed dalam Taylor (1999) dalam

Tuapattinaja (2004) menyatakan bahwa menghadapi kemungkinan meninggal

merupakan stressor utama bagi ODHA yang menimbulkan depresi dan reaksi

mengisolasi diri dari orang lain. Obat ARV (Anti Retro Viral) yang tersedia hanya

untuk menghambat reproduksi virus HIV. Selain ketiadaan obat yang dapat

menyembuhkan mereka, stigma dan diskriminasi di lingkungan masyarakat juga

memperberat keadaan mereka. Masih banyak ODHA yang mengalami stigma dari

lingkungannya sehingga merahasiakan status HIV mereka dari keluarga dan

lingkungannya (Haroen dkk, 2009). Perlakuan negatif dan pembatasan-pembatasan

kesempatan mulai dari pergaulan sosial, kesempatan memperoleh pendidikan dan

pekerjaan, pelayanan kesehatan, bepergian dan lain-lain dapat mempengaruhi seluruh

aspek kehidupan ODHA.

Tingginya stigma masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS menyebabkan

banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal pekerjaan, perawatan, pengobatan,

pendidikan maupun dalam hal lainnya (Djoerban, 2000). Hal ini sejalan dengan

penelitian Siregar (2012) di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa

Kabupaten Deli Serdang dimana terdapat pengaruh stigma kesopanan (tindakan)

terhadap penerimaan masyarakat pada ODHA. Masyarakat Desa Buntu Bedimbar

Universitas Sumatera Utara


masih ada yang beranggapan bahwa ODHA adalah orang yang harus mendapatkan

hukuman sosial sehingga harus dikeluarkan atau diusir dalam kehidupan masyarakat.

Stigma yang ada dalam masyarakat dapat menimbulkan diskriminasi.

Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau

lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada

prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi

para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan

kepada ODHA, atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau

prasangka akan status HIV mereka, atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka

yang hidup dengan HIV/AIDS. Bentuk lain dari stigma berkembang melalui

internalisasi oleh ODHA dengan persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Stigma

dan diskriminasi yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi

yang berat tentang bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa

mendorong terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan.

Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang

takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau tidak, atau bisa pula

menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktek seksual yang tidak

aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka (Yusnita,

2012).

Pada tahun 2006 Kepengurusan Pusat GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)

yang disebut Moderamen yang ada di Kabupaten Karo membentuk komisi HIV/AIDS

dan NAPZA. Komisi ini dibentuk atas kepedulian tentang masalah HIV/AIDS yang

Universitas Sumatera Utara


ada di Tanah Karo. Kegiatan yang dilakukan masih sebatas sosialisasi HIV/AIDS.

Pada tahun 2009 kegiatan komisi ini semakin bertambah yaitu adanya kegiatan

pendampingan ODHA dan kerjasama dengan RS Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada bulan November 2011, Komisi HIV/AIDS dan NAPZA GBKP memberanikan

diri mengontrak satu rumah di belakang Rumah Sakit Adam Malik untuk dijadikan

sebagai rumah singgah. Adapun tujuan awal dari rumah singgah ini adalah untuk

membantu ODHA dan keluarganya agar tidak perlu khawatir akan tempat tinggal

sementara setelah opname di rumah sakit. Pada umumnya mereka yang baru

menerima ARV akan banyak mengalami efek samping, oleh karena itu, mereka harus

tetap tinggal di sekitar Rumah Sakit Adam Malik untuk dapat berkonsultasi dengan

dokter kapan saja (Moderamen GBKP, 2014).

Adapun yang menjadi prioritas pelayanan dalam program Komisi HIV/AIDS

dan NAPZA GBKP yaitu kegiatan pencegahan meliputi sosialisasi, edukasi dan

advokasi, kegiatan membantu/meringankan beban para ODHA/OHIDA dengan

mendirikan rumah singgah bagi ODHA. Kegiatan di Rumah Singgah Moderamen

GBKP meliputi Pastoral Counseling kepada ODHA dan OHIDA, pendampingan

dan kunjungan dokter setiap hari sabtu serta kegiatan rutin memberikan kebutuhan

beras, susu, vitamin dan obat-obatan tambahan diluar ARV. Sampai dengan akhir Juli

2013, ada 18 orang yang tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP terdiri dari

11 orang laki-laki, 5 orang perempuan dan 2 orang anak kecil (Barus, 2013).

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan, diketahui Rumah singgah

Moderamen GBKP sudah 2x pindah, yang pertama disebabkan jumlah ODHA yang

Universitas Sumatera Utara


terus bertambah membuat Rumah Singgah Moderamen GBKP yang ada di Jalan

Petunia Raya Perumahan BS No 36 Medan tidak memadai lagi dalam menampung

ODHA sehingga berpindah ke rumah yang lebih besar yang ada di Jalan Bunga Law

Gang Bunga Law No 1 Medan. Alasan kedua perpindahan Rumah Singgah dari Jalan

Bunga Law ke Berastagi adalah penduduk sekitar Rumah Singgah Moderamen

GBKP tersebut menolak keberadaan ODHA di daerah mereka, hal ini terkait dengan

stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Padahal Rumah Singgah tersebut sangat

membantu mereka dalam akses ke Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik , informasi

seputar HIV AIDS, pendampingan saat berobat ke Rumah Sakit Pusat Haji Adam

Malik dan layanan konseling spiritual yang dapat memotivasi mereka untuk tetap

semangat dalam menjalani pengobatan. Mereka merasa nyaman dan mendapat

dukungan materil maupun spiritual disana. Ada kehidupan saling menguatkan dan

saling mendukung sesama ODHA, mereka saling mengingatkan dalam kedisiplinan

minum obat dan hidup sehat.

Perpindahan rumah singgah ini membuat ODHA yang ada di rumah singgah

ini mengalami masalah baru, tempat yang jauh membuat mereka kesulitan mengakses

RSP H. Adam Malik, hingga beberapa ODHA memutuskan untuk tidak ikut pindah

ke Berastagi dan kembali kerumah masing- masing. Dari cerita seorang ODHA yang

awalnya tinggal dirumah singgah tersebut menyatakan kekecewaannya ketika rumah

singgah yang ada di Jalan Bunga Law ditutup dan memutuskan kembali ke

kampungnya, ia sekarang mengalami kesulitan mengakses obat, dan merasa

kehilangan teman-teman yang selama ini saling mengingatkan minum obat dan

Universitas Sumatera Utara


mendukung kesehatannya. Dari seorang kerabat yang mengenalnya, peneliti

mendapat kabar kalau kondisinya semakin menurun setelah keluar dari rumah

singgah tersebut. Meskipun demikian, ada 10 orang yang memutuskan untuk tetap

memilih pindah ke Rumah Singgah Moderamen GBKP yang ada di Berastagi.

Mereka menyatakan kalau Rumah Singgah tersebut adalah tempat yang bisa

menerima keberadaan mereka ketika mereka ditolak oleh keluarga dan sangat

terbantu dalam pemenuhan kebutuhan makanan, nutrisi dan obat obatan. ODHA yang

ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP ini telah kehilangan pekerjaan, sehingga

mereka sangat membutuhkan Rumah Singgah Moderamen GBKP tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana perilaku Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), stigma dan

diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP Kecamatan Berastagi Kabupaten

Karo?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku Orang Dengan HIV/AIDS

(ODHA), stigma dan diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan, sebagai bahan masukan dalam pengembangan program

kesehatan akan perlunya rumah singgah bagi ODHA untuk tempat tinggal

Universitas Sumatera Utara


sementara selama perawatan ketika ODHA ditolak oleh keluarga, lingkungan

ataupun masyarakat dan terus melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap

masyarakat dalam upaya penghapusan stigma dan diskriminasi ODHA.

2. Bagi LSM atau organisasi diluar pemerintah untuk mengetahui pentingnya

pendirian rumah singgah bagi ODHA sebagai sumber informasi dan tempat yang

nyaman bagi mereka selama perawatan.

3. Bagi Masyarakat, agar mengetahui pentingnya rumah singgah bagi ODHA

sehingga ketika masyarakat mengetahui ada rumah singgah untuk ODHA

disekitarnya, agar tidak melakukan pengusiran ataupun penolakan terhadap

keberadaan rumah singgah tersebut.

4. Bagi Peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan

HIV/AIDS.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner

ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon yang dapat

digambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Perhatian
Organisme
Stimulus
Pengertian
Penerimaan

Reaksi
(Perubahan Sikap)

Reaksi
(Perubahan Praktik)

Gambar 2.1. Skema Teori Perilaku S_O_R

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

1. Perilaku tertutup (convert behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan

sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain.

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat

luas. Menurut Benjamin Bloom dalam Notoatmodjo ( 2007), ranah perilaku terbagi

dalam 3 domain, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan

seseorang, sebab dari hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2010), pengetahuan dapat dibedakan

menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Awareness Knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan

keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis akan memotivasi individu untuk

belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada

ini inovasi diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti

tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat

tidak merasa memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk

menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media

massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih

cepat mengetahui keberadaan suatu inovasi.

b. How-to-Knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang

bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang

Universitas Sumatera Utara


pengetahuan jenis ini penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih

meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki

pengetahuan ini dengan cukup tentang penggunaan inovasi ini.

c. Principles-Knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip

keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat

bekerja.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat

(Notoatmodjo, 2010), yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara

benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

Universitas Sumatera Utara


3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi ril (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau pengunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesa (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu materi atau objek. Dengan kata

lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang

ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang di tentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau

Universitas Sumatera Utara


responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat disesuaikan

dengan tingkat tersebut di atas.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan adalah :

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga

yang dapat meningkatkan kualitas hidup, sebagaimana umumnya semakin tinggi

pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan semakin

pengetahuan yang dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara efektif

akan dapat melakukannya (Notoatmojo, 2007).

2. Sumber Informasi

Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu

keseluruhan makna yang menunjang pesan atau amanat. Pengetahuan diperoleh

melalui informasi yaitu kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri.

Informasi kesehatan biasanya berasal dari petugas kesehatan atau instansi

pemerintah atau media massa. Pada umumnya petugas kesehatan melakukan

pendekatan dengan ceramah atau penyuluhan kesehatan, sedangkan melalui

media massa dapat berupa elektronik seperti televisi, radio, dan lain-lain. Adapun

media cetak seperti majalah, koran, buku, dan lain-lain. Sumber informasi

kesehatan yang tepat mempunyai peran besar dalam meningkatkan pengetahuan

seseorang.

Universitas Sumatera Utara


3. Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang.

Sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan ekonomi baik tingkat

pendidikan akan tinggi, sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga.

4. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena

informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada

dan agama yang dianut (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,

baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari sikap yang

tertutup tersebut. Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang

yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo

(2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang

diberikan (Objek).

Universitas Sumatera Utara


2. Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan sebagai memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasanya dengan orang lain,

bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia

harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau

adanya risiko lain. Bertanggungjawab merupakan sikap yang paling tinggi

tingkatannya (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Azwar (2005) ada beberapa faktor yang memengaruhi sikap terhadap

obyek sikap antara lain :

1. Pengalaman pribadi, untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat karena itu, sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung

untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghargai

konflik dengan orang lain yang dianggap penting tersebut.

Universitas Sumatera Utara


3. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis yang

mengarahkan sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai

sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak

pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media masa dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif

cenderung dipengaruhui oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap

sikap konsumenya.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga

pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan, tidak

mengherankan jika pada giliranya konsep tersebut mempengaruhui sikap.

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkan sikap

menjadi sebuah perbuatan diperlukan menanamkan pengertian terlebih dahulu,

membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik serta

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain

fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 2007).

Adapun tingkatan dari tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktek yang pertama.

Universitas Sumatera Utara


2. Respon Terpimpin (Guide Response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh-contoh

adalah indikator tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis

atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan maka ia sudah mencapai tingkat ketiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Tindakan yang sudah berkembang dengan baik (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Teori Perubahan Perilaku

Beberapa teori determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku kesehatan antara lain:

1. Teori Lawrence Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,

yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-

fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


c. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

2. Teori Snehandu B. Kar (1983)

Kar mengidentifikasi adanya 5 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior itention).

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support). Didalam

kehidupan sesorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung

memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya.

c. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya

informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh

seseorang.

d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan

atau keputusan (personal autonomy).

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

Beberapa teori perubahan perilaku yaitu:

1. Teori Stimulus Organisme (S O R)

Didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku

tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan

organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi, misalnya kredibilitas,

kepemimpinan, gaya berbicara, sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku

Universitas Sumatera Utara


seseorang, kelompok atau masyarakat. Hosland, et al ( 1953) dalam Notoatmojo

(2007) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan

proses belajar. Teori ini mengatakan bahwa perilaku berubah hanya apabila stimulus

(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari rangsang semula. Rangsang

yang dapat melabihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat

meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini faktor reinforcement

memegang peranan penting.

2. Teori Festinger ( Dissonance Theory ) ( 1957 )

Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini

berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan ketidak seimbangan

psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai

keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka

berarti terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance

(keseimbangan). Ketidakseimbangan terjadi karena dalam diri individu terdapat dua

elemen kognisi yang saling bertentangan, yang dimaksud elemen kognisi adalah

pengetahuan, pendapat dan keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus

atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang

berbeda/bertentangan di dalam diri individu itu sendiri maka terjadilah dissonance.

Keberhasilan yang ditunjukkan dengan tercapainya keseimbangan menunjukkan

adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.

Universitas Sumatera Utara


3. Teori Fungsi

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu

tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat

mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti

dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz ( 1960 ) dalam Notoatmojo

(2007) perilaku dilatarbelakagi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan :

1) Perilaku memiliki fungsi instrumental. Artinya dapat berfungsi dan

memberikan pelayanan terhadap kebutuhan.

2) Perilaku berfungsi sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya

3) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti

4) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab

suatu situasi

Teori fungsi ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk

menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan

lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu di dalam kehidupan manusia

perilaku itu tampak terus menerus dan berubah secara relative

4. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan

yang seimbang antara kekuatan kekuatan pendorong dan kekuatan kekuatan

penahan. Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua

kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya

perubahan perilaku pada diri seseorang.

Universitas Sumatera Utara


a. Kekuatan kekuatan pendorong meningkat.

b. Kekuatan kekuatan penahan menurun

c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

2.3. HIV/AIDS dan ODHA

2.3.1. Pengertian HIV dan AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang merusak sistem

kekebalan tubuh yang menyebabkan AIDS. Virus ini dapat menginfeksi sel sel

manusia dengan target utamanya adalah limfosit CD4 dimana limfosit CD4 ini

bertanggungjawab untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus

yang lain, bakteri, jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker (Gallant, 2010).

CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel

darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.CD 4 pada orang dengan sistem

kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4

dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit

yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.

Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.

Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang

yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada

beberapa kasus bisa sampai nol). Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya

berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Disekitar kita banyak sekali

infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman.

Universitas Sumatera Utara


Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan

baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen

di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan

penyakit pada tubuh manusia (Runggu, 2014).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.

Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim

reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan

menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu

HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan

masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua

grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh

dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom) atau sindrom kehilangan

kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia

sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Djoerban, 2000).

Virus HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak. Secara

alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin

fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah mendapatkan

hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga lama kelamaan sel

kekebalan kita habis dan jumlah virus menjadi sangat banyak (Runggu, 2014).

Universitas Sumatera Utara


2.3.2. Pengertian ODHA

ODHA mengacu pada Orang dengan HIV dan AIDS. ODHA digunakan

sebagai pengganti istilah untuk seseorang yang dinyatakan positif terinveksi HIV.

ODHA mulai digunakan untuk menggantikan istilah pengidap, penderita, dan istilah

lain yang dinilai kurang manusiawi. Penggunaan kata ODHA diajurkan oleh Prof Dr

Antom M. Moeliono, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Dekdibdud, kepada aktivis YPI Al. Husein Habsy dan Alm Suzana Murni. Sekarang,

istilah ODHA sudah digunakan secara luas untuk menggantikan kata pengidap

(Kompasiana, 2013). Istilah ODHA untuk di dunia digunakan PLWHA yaitu

singkatan dari People Living With HIV AIDS.

2.3.3. Epidemiologi

Menurut data UNAIDS sampai dengan tahun 2012 terdapat 35.300.000 orang

yang hidup dengan HIV di dunia, dimana remaja dan orang muda yang berusia 10-24

tahun berjumlah 5.400.000 orang. Diperkirakan remaja dan orang muda yang baru

terinfeksi sampai dengan tahun 2012 bekisar 780.000 orang (UNAIDS, 2013) Hasil

laporan Ditjen PPM & PL Kemenkes RI menyatakan Jumlah kumulatif infeksi HIV

yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2014 sebanyak 134.053 orang.

persentase HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (72,3%)

diikuti kelompok umur 20-24 tahun (15%) dan kelompok 50 tahun (5 ,8%) dimana

rasio HIV antara laki-laki dan permpuan adalah 1:1. Persentase faktor resiko HIV

tertinggi adalah hubungan sex beresiko pada heteroseksual (55,6%), pengguna jarum

suntik tidak steril pada penasun (7%) dan lelaki sex lelaki LSL (14,7%). Jumlah

Universitas Sumatera Utara


kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dangan Maret 2014 dilaporkan sebanyak

54.231 orang, dimana persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok

umur 20-29 tahun (33,1%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (28,2%),

40-49 tahun (10,5%), 15-19 (3,1%), dan 50-59 tahun (3,2%). umur 30-39 tahun

(22,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (22,1%). Faktor risiko penularan terbanyak

melalui heteroseksual (60,8%), penasun (15,5%), diikuti penularan melalui perinatal

(2,7%), dan homoseksual (2,4%) (KPA, 2014).

Kasus HIV AIDS menyebar di 348 (70%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh

provinsi di Indonesia. Jumlah infeksi HIV tertinggi di Indonesia adalah DKI Jakarta

(27.207 ), diikuti oleh Jawa Timur (15.233), papua (12.767) dan Bali (7.922) dan

jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua (7.795), diikuti oleh DKI Jakarta

(6299), Jawa Barat (4.131) dan Bali (3.798) (KPA, 2014).

2.3.4. Penularan HIV AIDS

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS (2013) ada beberapa cara penularan

HIV yaitu :

1. Melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom sehingga memungkinkan

cairan mani atau cairan vagina yang mengandung virus HIV masuk ke dalam

tubuh pasangannya

2. Dari seorang ibu hamil yang HIV positif kepada bayinya selama masa kehamilan,

waktu persalinan dan/atau waktu menyusui.

3. Melalui transfusi darah/produk darah yang sudah tercemar HIV. Lewat

pemakaian alat suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa

Universitas Sumatera Utara


disterilkan, terutama terjadi pada pemakaian bersama alat suntik di kalangan

pengguna narkoba suntik (penasun).

Menurut penelitian Jacqueline Boles dan Kirk W Elifson (1994) untuk

melihat identitas seksual dan HIV melakukan penelitian terhadap 224 laki-laki

pekerja sex jalanan dimana 17,9% dari sampel mengidentifikasikan dirinya sebagai

homoseksual, 46 % heteroseksual dan 35% biseksual. Berdasarkan identitas seksual,

status HIV pada kelompok homoseksual sebesar 50%, kelompok biseksual sebesar

36,5% kelompok heteroseksual sebesar 18,5%. Perbedaan tingkat infeksi HIV pada

laki-laki dari setiap kategori identitas seksual secara signifikan berkaitan dengan

hubungan seks anal reseptif yang dilaporkan, jumlah pasangan seksual yang tidak

dibayar/membayar, pengguanaan kokain, penggunaan napza suntik, pengalaman

terinfeksi sipilis dan hepatitis.

Dari studi yang dilakukan oleh Endang Basuki, Ivan dkk, yang

dipublikasikan oleh tentang berbagai alasan bagi wanita pekerja seks di Indonesia

untuk tidak menggunakan kondom, mengungkapkan bahwa sekitar 53% hubungan

seksual dengan kondom dilakukan oleh para pekerja seks, dan 12% dari dari jumlah

ini, para wanita pekerja sekst tersebut harus berdebat terlebih dahulu dengan

pelanggan untuk bisa menggunakan kondom. Hanya 5,8% dari wanita pekerja seks

yang secara konsisten menggunakan kondom selama dua minggu observasi dan

jumlah ini menurun menjadi 1,4% selama empat minggu observasi. Berbagai alasan

untuk tidak menggunakan kondom dari sisi klien, menurut pengakuan wanita pekerja

seks, bahwa menggunakan kondom akan mengurangi kenikmatan dan keyakinan

Universitas Sumatera Utara


bahwa pelanggan yang sudah kenal dengan wanita pekerja seks tidak perlu

menggunakan kondom untuk menghindari penyakit menular seksual atau AIDS.

Pandangan ini tentu saja akan merugikan PSK tersebut, karna akan sangat beresiko

terhadap penularan HIV AIDS.

Penggunaan jarum suntik secara bergantian juga sangat beresiko terhadap

penularan HIV AIDS, akan tetapi penggunaannya masih sangat tinggi. Hal ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Pisani, Dadun dkk (2003),

studi yang dilakukan untuk melihat prevalensi paktek-praktek penyuntikan yang

berisiko terhadap penularan HIV pada kelompok pengguna napza suntik (penasun) di

Indonesia dan mengkaji risiko-risiko penularan HIV secara seksual dari penasun

kepada pasangan seksualnya.Data dikumpulkan melalui survai surveilans perilaku

pada kelompok penasun laki-laki di tiga kota. Sebanyak 650 penasun laki-laki

direkrut melalui beberapa gelombang dari berbagai lokasi yang secara sistematis

dipilih dengan mempertimbangkan variasi dari populasi ini. Pewawancara yang

terlatih, kebanyakan mantan penasun, melakukan wawacanra yang berfokus pada

praktek-praktek penyuntikan, perilaku seksual dan pengetahuan yang terkaitan

dengan HIV.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa hampir semua penasun tahu bahwa HIV

ditularkan melalui penggunaan jarum secara bergantian, tetapi 85% dari penasun

melaporkan bahwa mereka menggunakan jarum secara bergantian pada minggu

sebelumnya. Lebih dari dua pertiga penasun aktif secara seksual, 48% memiliki

banyak pasangan dan 40% berhubungan seks dengan wanita pekerja seks dalam 12

Universitas Sumatera Utara


bulan terakhir. Penggunaan kondom secara konsisten berkisar 10%. Potensi bagi

penyebaran HIV secara seksual dari penasun ke pasangan seksualnya sesungguhnya

sangat tinggi.Intervensi yang ada diharapkan sesegera mungkin bisa mengurangi

tingginya tingkat berbagi jarum suntik. Fokus pada pembersihan jarum dan

peningkatan penggunaan kondom juga merupakan hal yang sangat mendasar harus

dilakukan.

Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi (Maryunani A, 2009):

1. Selama kehamilan, ketika janin masih dalam kandungan ibu dengan resiko

kejadian 5-10%.

2. Selama persalinan, dengan resiko kejadian 10-20%, sebagian besar penularan

HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan ini. Hal ini disebabkan karena

pada saat proses persalinan, tekanan pada plasenta yang mengalami peradangan

atau terinfeksi meningkat menyebabkan terjadinya sedikit percampuran antara

darah ibu dengan darah bayi. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat pula terjadi

pada saat bayi terpapar oleh darah dan lendir ibu di jala lahir.

3. Selama menyusui, bayi tertular melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang

mengidap HIV dengan resiko kejadian 10-15%.

Berbeda dengan penyakit demam berdarah ataupun malaria, AIDS tidak

ditularkan melalui gigitan nyamuk. Cara penularan AIDS juga berbeda dari penularan

influenza dan tuberculosis. AIDS tidak ditularkan melalui bersin ataupun batuk.

AIDS juga tidak ditularkan melalui jabatan tangan, berenang di kolam renang,

Universitas Sumatera Utara


memakai telepon umum, nonton bioskop, tempat bekerja, saekolah, ataupun tinggal

serumah dengan penderita AIDS (Djoerban, 2000).

2.3.5. Aspek Gejala Klinis

Dalam tubuh penderita AIDS, partikel virus bergabung dengan DNA sel

penderita, sehingga satu kali seseorang terifeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap

terinfeksi. Untuk diketahui sel manusia yang terutama diserang oleh HIV adalah

limfosit subjenis T helper atau disebut juga sebagai limfosit CD4. Fungsi limfosit

CD4 dala system kekebalan tubuh amat penting, ia mengatur dan bekerjasama dengan

komponen system kekebalan yang lain. Bila jumlah limfosit CD4 berkurang, maka

system kekebalan tubuh orang yang bersangkutan akan rusak, sehingga mudah

dimasuki dan diserang oleh berbagai kuman penyakit.

Global Programme on AIDS dari badan Kesehatan Dunia (WHO) membagi

tingkat klinik infeksi HIV sebagai berikut:

Tingkat klinik 1 (Asimptomatik):

1. Tanpa gejala sama sekali

2. Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP) yakni pembesaran kelenjar getah

bening di beberapa tempat yang menetap.

Pada tingkatan ini pasien belum mempunyai keluhan dan dapat melakukan

aktivitasnya secara normal.

Universitas Sumatera Utara


Tingkat klinik 2 (Dini):

1. Penurunan berat badan kurang dari 10%

2. Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya dermatitis seboroika, prurigo,

infeksi jamur pada kuku, ulkus pada mulut berulang dan cheilitis angularis

3. Herpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.

4. Infeksi saluran napas bagian ats berulang, misalnya sinusitis.

Pada tingkatan ini pasien sudah menunjukkan gejalatetapi aktivitas tetap

normal.

Tingkat klinik 3 (menengah):

1. Penurunan berat badan >10% berat badan.

2. Diare kronik>1 bulan, penyebab tidak diketahui.

3. Panas yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul

maupun terus menerus.

4. Kandidiasis mulut.

5. Bercak putih berambut di mulut (hairy leukopklakia).

6. Tuberkulosis paru setahun terakhir.

7. Infeksi bakteri yang berat misalnya pneumonia.

Pada tingkat klinik ini, penderita biasanyaberbaring di tempat tidur lebih dari

12 jam sehari, selama sebulan terakhir.

Tingkat klinik 4 (lanjut):

Universitas Sumatera Utara


1. Badan menjadi kurus (HIV wasting syndrome), yaitu berat badan turun lebih dari

10% dan diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari satu bulan atau

keleamhan kronik dan panas tanpa diketahui sebabnya selama lebih ari satu bulan.

2. Pneumonia Pneumositis Karini

3. Toksoplasmosis otak

4. Kristopridiosis dengan diare. 1 bulan.

5. Kriptokokosis di luar paru.

6. Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali di limpa, hati atau kelenjar

getah bening

7. Infeksi virus herpes simpleksdi mukokutan lebih dari satu bulan atau di alat dalam

(visceral) lamanya tidak dibatasi.

8. Leukoensefalopati multifocal progresif.

9. Mikosis (infeksi jamur) apa saja (misalnya histoplasmosis, kokkidioidomikosis)

yang endemic, yang menyerang banyak organ tubuh (disseminata).

10. Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus, atau paru.

11. Mikobakteriosis atipik (mirip bakteri TBC), disseminate.

12. Septicemia salmonella non tifoid.

13. Tuberculosis di luar paru.

14. Limfoma

15. Sarkoma Kaposi

16. Ensefalopati HIV , sesuai criteria CDC yaitu: gangguan kognitif atau disfungsi

motorik yang menggannggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa

Universitas Sumatera Utara


minggu atau beberapa bulan, tanpa dapat ditemukan penyebabnya selain HIV

(Djoerban, 2000)

Walaupun AIDS yang sudah parah itu seringkali dapat didiagnosis secara

klinis, namun perlu dianjurkan menjalani tes serologik (Cock, 1996).

2.3.6. Pencegahan HIV AIDS

Ada beberapa cara mencegah penularan HIV AIDS yaitu:

1. Hindari Kontak dengan Darah yang terinfeksi HIV Cara yang paling umum untuk

menularkan HIV adalah melalui kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi

HIV. Transfusi, atau kontak dengan luka, dapat menyebabkan virus menyebar

dari satu orang ke orang lain. Transmisi dengan darah dapat dengan mudah

dihindari melalui tes darah dan menghindari kontak dengan luka jika seseorang

positif terinfeksi HIV, jika Anda harus berurusan dengan luka dari pengidap HIV/

AIDS, pastikan untuk memakai pakaian pelindung seperti sarung tangan karet.

2. Hati-hati dengan jarum suntik dan peralatan bedah obat infus, jarum suntik dan

peralatan tato dapat menjadi sumber infeksi HIV. Jarum tato, senjata, dan pisau

cukur adalah alat yang berpaparan langsung dengan darah orang yang terinfeksi.

Berikut adalah beberapa hal yang harus Anda perhatikan ketika menggunakan

jarum dan peralatan bedah:

a. Jangan menggunakan kembali alat suntik sekali pakai.

b. Bersihkan dan cuci peralatan bedah sebelum menggunakannya.

c. Jika Anda ingin tato, pastikan itu dilakukan oleh sebuah toko tato bersih dan

sanitasi.

Universitas Sumatera Utara


d. Hindari penggunaan obat-obat terlarang dan zat yang dikendalikan intravena.

3. Gunakan kondom cara lain untuk penularan HIV adalah melalui kontak seksual

tidak terlindungi. Kondom adalah baris pertama pertahanan Anda untuk

menghindari terinfeksi HIV. Hal ini sangat penting untuk menggunakan kondom

saat berhubungan seks, tidak hanya akan mengurangi kemungkinan terinfeksi

HIV, tetapi juga dapat melindungi diri dari infeksi menular seksual lainnya.

Kondom lateks adalah yang terbaik, tetapi Anda juga dapat menggunakan

kondom polyurethane. Jangan menggunakannya kembali dan pastikan bahwa

tidak ada yang rusak di hambatan saat menggunakannya.

4. Hindari Seks Bebas HIV dan AIDS yang lebih lazim untuk orang dengan banyak

pasangan seksual. Jika Anda hanya memiliki satu pasangan seksual, anda secara

dramatis dapat meminimalkan kemungkinan tertular HIV atau mendapatkan

AIDS. Namun itu tidak berarti bahwa Anda dapat berhenti menggunakan

kondom, Anda masih harus melakukan seks dilindungi bahkan jika Anda setia

pada pasangan seksual Anda (Dayong, 2014).

Menurut KPA (2013) ada 4 hal sederhana mencegah penularan HIV AIDS

yaitu program ABCD :

1. Abstinence Tidak berhubungan seks (selibat)

2. Be Faithful Selalu setia pada pasangan

3. Condom Gunakan kondom di setiap hubungan seks berisiko

4. Drugs Jauhi Napza

Universitas Sumatera Utara


2.3.7. Pengobatan

Hasil laporan Ditjen PPM & PL Kemenkes RI (2013) menyatakan jumlah

ODHA yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan sepetember

2013 sebanyak 36.483 orang. Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan

kondisi kesehatan para penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit

oportunistik lain yang berat dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus

menyebabkan penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi

pertumbuhan. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse

transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleotide

reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Obat-obat ini hanya berperan

dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah

berkembang (Djoerban,2000).

Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi

untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan

pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi

pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel

yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit

karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan

tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer

(Brooks, 2005).

ODHA menyambut gembira obat antiretroviral jenis Efavirenz yang

diproduksi oleh PT. Kimia Farma. Kehadiran obat ini diharapkan bisa memutus

Universitas Sumatera Utara


ketergantungan obat ARV yang selama ini diimpor.

Obat Efavirenz tersebut juga sudah mulai didistribusikan ke Rumah Sakit. Obat

Efavirenz ini adalah obat ARV jenis keempat yang bisa diproduksi oleh Kimia

Farma. Dua lainnya adalah jenis lamivudine, zidovudine dan nevirapine. Untuk jenis

lainnya dan juga obat ARV golongan lini 2 masih import.

Selama ini, mayoritas obat ARV yang dibutuhkan ODHA di Indonesia adalah obat

import dari India. Kerap kali dalam proses pembelian obat import ini mengalami

keterlambatan yang menyebabkan obat terlambat didistribusikan di rumah sakit

(Kompas, 2014).

2.4. Stigma dan Diskriminasi ODHA

Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena

pengaruh lingkungannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut Castro dan

Farmer (2005) dalam kajian literatur Tri Paryati dkk, stigma ini dapat mendorong

seseorang untuk mempunyai prasangka pemikiran, perilaku, dan atau tindakan oleh

pihak pemerintah, masyarakat, pemberi kerja, penyedia layanan kesehatan, teman

sekerja, para teman dan keluarga. Stigma membuat pembatasan pada pendidikan,

pekerjaan, perumahan dan perawatan kesehatan.Stigma dapat dialami sebagai rasa

malu atau bersalah, atau secara luas dapat dinyatakan sebagai diskriminasi. Hal ini

dapat menyebabkan penurunan percaya diri, kehilangan motivasi, penarikan diri dari

kehidupan sosial, menghindari pekerjaan, interaksi dalam kesehatan dan kehilangan

perencanaan masa depan (UNAIDS, 2013). Salah satu pesan hari AIDS sedunia pada

Universitas Sumatera Utara


1 Desember 2013 adalah melawan stigma. Stigma terhadap ODHA akan membuat

mereka merasa tidak nyaman dan akibatnya mereka akan menjauh dari layanan

kesehatan dan jika mereka menjauh dari layanan dan menjadi komunitas tertutup

maka akan sulit menerapkan program pencegahan penularan HIV kepada masyarakat

luas (Bangbuday, 2011).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diskriminasi adalah

pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit,

golongan, suku, ekonomi, agama, dsb). Menurut UNAIDS (2013), diskriminasi

terhadap penderita HIV digambarkan selalu mengikuti stigma dan merupakan

perlakuan yang tidak adil terhadap individu karena status HIV mereka, baik itu status

sebenarnya maupun hanya persepsi saja. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menekankan agar masyarakat Internasional agar bekerja lebih keras mengakhiri

stigma dan diskriminasi untuk menghentikan infeksi HIV baru dikalangan anak-anak,

dan untuk menjamin akses keperawatan dan pengobatan bagi semua orang yang

membutuhkan. Badan PBB dalam UNAIDS dengan tegas mengatakan bahwa

menghapus stigma dan diskriminasi mutlak diperlukan untuk mengakhiri epidemi

HIV (Redaksi editorial satuharapan, 2013).

Menurut Herek and Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma ODHA

lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

1. Stigma Instrumental ODHA yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal

yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

Universitas Sumatera Utara


2. Stigma Simbolis ODHA yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan

sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap

berhubungan dengan penyakit tersebut.

3. Stigma Kesopanan ODHA yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan

dengan issu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

Menurut Leslie Butt (2010) yang dikutip oleh Siregar N (2012) dari hasil

penelitian mereka di pegunungan Papua dengan 28 responden dari latar belakang

yang beragam, para responden mengungkapkan mereka mengalami stigma dari

berbagai sumber diantaranya:

1. Pengungkapan status mereka tanpa sepengetahuan mereka oleh orang-orang lain

2. Pengungkapan status mereka secara sukarela oleh orang-orang lain

3. Pengungkapan status mereka oleh seseorang yang berpengaruh seperti pemimpin

gereja atau petugas kesehatan

4. Pengungkapan status mereka oleh orang tua

5. Kesalahan dalam penyediaan layanan kesehatan

6. Kurangnya akses ke obat-obatan ARV atau akses yang diketahui orang lain

7. Kurangnya pengetahuan tentang HIV, transmisi dan ARV

8. Diskriminasi oleh kerabat jauh dan masyarakat

9. Pemahaman-pemahaman budaya dan praktek-praktek seputar penyakit keras

10. Nilai-nilai budaya yang berkenaan dengan kematian dan menjelang

kematian/sekarat

Universitas Sumatera Utara


a. Nilai-nilai budaya tentang pengasingan

b. Kondisi-kondisi politik yang menyebabkan rasisme

c. Tak adanya atau kurangnya layanan kesehatan

d. Penundaan dalam penyediaan berbagai layanan dasar

e. Stigmatisasi diri

Berikut beberapa issu mengenai stigma ODHA menurut kesehatan reproduksi

dalam Siregar (2012):

1. Dukungan Bagi ODHA dan Keluarga

ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya, sebuah proses yang

seharusnya mendorong pada penerimaan terhadap kondisi mereka. Namun,

masyarakat dan lembaga terkadang memberikan opini negatif serta

memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga masyarakat kelas dua. Hal

ini menyebabkan melemahnya kualitas hidup ODHA.

2. Tempat Layanan Kesehatan

Sering terjadi, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan dan dukungan,

pada kenyataannya merupakan tempat pertama orang mengalami stigma dan

diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu perawatan medis yang kurang baik,

menolak memberikan pengobatan, seringkali sebagai akibat rasa takut tertular

yang salah kaprah. Contoh dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah:

alasan dan penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa

didaftar berarti secara langsung telah ditolak), isolasi, pemberian label nama atau

metode lain yang mengidentifikasikan seseorang sebagai HIV positif, pelanggaran

Universitas Sumatera Utara


kerahasiaan, perlakuan yang negatif dari staf, penggunaan kata-kata dan bahasa

tubuh yang negatif oleh pekerja kesehatan, juga akses yang terbatas untuk fasilitas-

fasilitas rumah sakit.

3. Akses untuk Perawatan ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama

seperti masyarakat umum dan kebanyakan dari mereka juga tidak mempunyai

akses untuk pengobatan ARV mengingat tingginya harga obat-obatan dan

kurangnya infrastruktur medis di banyak negara berkembang untuk memberikan

perawatan medis yang berkualitas.Bahkan ketika pengobatan ARV tersedia,

beberapa kelompok mungkin tidak bisa mengaksesnya, misalnya karena

persyaratan tentang kemampuan mereka untuk mengkonsumsi sebuah zat obat,

yang mungkin terjadi pada kelompok pengguna narkoba suntikan.

4. Pendidikan

Hak untuk mendapat pendidikan bagi ODHA dan kelompok lain yang rentan

terkadang diremehkan melalui penolakan untuk memasukkan murid ke sekolah

dan universitas, penolakan untuk mengakses fasilitas sekolah, perlakuan yang

negatif dari teman sebaya dan lainnya di lingkungan sekolah, pengucilan di kelas,

dan tidak adanya keinginan untuk mengajak siswa mengikuti pemeriksaan

kesehatan, dll. Lebih jauh lagi, cara mengajar tanpa diskriminasi HIV/AIDS

seringkali tidak masuk dalam kurikulum.

5. Sistem Peradilan

Perilaku negatif atau prasangka terhadap ODHA dapat direfleksikan dengan

penolakan atau akses yang lebih sedikit untuk sistem peradilan dan penilaian

Universitas Sumatera Utara


menyangkut issu-issu seperti kerahasiaan status HIV dan perlindungan dalam

kasus perkosaan/penganiayaan. Sistem peradilan juga dapat meningkatkan

stigmatisasi, misalnya ketika kelompok yang rentan, misalnya pekerja seks dan

pengguna narkoba, dianggap bersalah ketimbang diberi dukungan untuk mencegah

penularan HIV.

6. Politik

Kalangan eksekutif yang tidak berbuat apa-apa di bidang HIV/AIDS dapat

melegitimasi stigma dan diskriminasi, khususnya ketika sikap diskriminasi

ditujukan kepada ODHA dan orang-orang di sekitarnya, ODHA atau kelompok

marjinal lainnya diabaikan dalam proses penegakan hukum, dan mereka yang

melakukan diskriminasi dibiarkan saja.

7. Organisasi Kepercayan

Pada beberapa kejadian, organisasi kepercayaan turut memberikan prasangka

buruk terhadap ODHA dan keluarganya. Ini secara khusus terlihat lewat perlakuan

terhadap issu seksualitas, seks dan penggunaan narkoba, penggunaan alat

kontrasepsi, pasangan seksual lebih dari satu, dan adanya kepercayaan bahwa

HIV/AIDS adalah merupakan kutukan dari Tuhan.

8. Media

Beberapa jurnalis tidak mempunyai pengetahuan yang cukup atau informasi dasar

ketika memberitakan situasi yang menyangkut kelompok rentan dan ODHA.

Kesalahan informasi bisa mendorong adanya komentar yang tidak pantas,

penggunaan istilah yang negatif, sensasionalisasi pelanggaran kerahasiaan dan

Universitas Sumatera Utara


terus berlangsungnya perlakuan negatif terhadap ODHA dan mereka yang terkena

dampaknya, seperti juga terhadap kelompok yang rentan.

9. Tempat Kerja

Kemampuan untuk membiayai hidup dan untuk dipekerjakan adalah merupakan

hak dasar manusia. Issu-issu yang berhubungan dengan HIV/AIDS menyangkut

pengangkatan dan pemecatan, keamanan karyawan, pemecatan yang tidak adil,

asuransi kesehatan, absen dari kerja untuk tujuan kesehatan, alokasi kerja,

lingkungan yang aman, gaji dan tunjangan, perlakuan atasan dan rekan kerja,

skining HIV untuk semua karyawan, promosi dan pelatihan. Seringkali pemikiran

di balik isu-isu terkait ini adalah adanya kepercayaan bahwa tidak ada gunanya

menginvestasi uang pada seseorang yang akhirnya toh akan meninggal. Tidak

adanya kebijakan perekrutan adalah kondisi rumit yang seringkali terabaikan.

Semakin banyak masyarakat yang sadar dan peduli akan HIV dan AIDS maka

AIDS akan bisa dihentikan melalui penghapusan stigma dan menghentikan

diskriminasi dengan memulainya dari diri kita sendiri. Beberapa tindakan keluarga

dan masyarakat yang diharapkan dalam membantu dan mendukung ODHA misalnya:

1. Family Concept, artinya lingkungan rumah atau suasana rumah diciptakan agar

pengidap HIV seperti merasa benar-benar berada di rumah, misalnya mendapat

kasih sayang, dan rasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

2. Role Model, adalah menggunakan orang yang pernah mengalami kejadian yang

serupa dengan pengidap HIV untuk menceritakan apa yang harus dikerjakan di

masa datang.

Universitas Sumatera Utara


3. Positive Peer Pressure, adalah saling bertukar pikiran dalam satu kelompok agar

saling menilai dan memotivasi diri, contohnya tidak kembali kepada

ketergantungan terhadap narkotika.

4. Theurapeutic Session, yaitu konsultasi, penyuluhan dan terapi .

5. Moral and Religius Session, yaitu mensyukuri anugerah Tuhan yang masih

menyayangi dengan memberikan ujian yang berat, agar lebih bisa mendekatkan

diri dengan-Nya.

Dengan memberikan perhatian terhadap ODHA, jangan pernah mengucilkan

ODHA dan ikut menyertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, dengan

begitu akan menambah semangat mereka untuk hidup dengan lebih baik. Contoh-

contoh kegiatan yang dapat dilakukan yaitu penyuluhan-penyuluhan kesehatan

(dalam kesempatan tersebut, ODHA diharapkan dapat menceritakan kisah mereka di

masa lalu dan mengingatkan bahaya AIDS supaya masyarakat tidak mengikuti jejak

yang telah mereka tempuh) (Mariani, 2013).

2.5. Moderamen GBKP

2.5.1. Pengertian Moderamen

Moderamen adalah Kepengurusan Pusat GBKP (Gereja Batak Karo

Protestan), atau yang lebih familiar sebagai Sinode.Sekertariat berada di Jalan kapten

Pala Bangun No 66 Kabanjahe Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


2.5.2. GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)

GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) adalah sebuah kelompok gereja

Protestan di Indonesia yang berdiri di Tanah Karo, Sumatera Utara dan melayani

masyarakat Karo. Bidang pelayanan yang ada di GBKP yaitu bidang Marturia,

Koinonia, Diakonia, Personalia/Sumber Daya Manusia dan Dana dan Usaha. Dalam

hai ini pelayanan yang manangani masalah HIV/AIDS ada dalam bidang diakonia

dengan membentuk komisi pelayanan HIV/AIDS dan Napza.

2.5.3. Sejarah Terbentuknya Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP

Kepedulian GBKP terhadap masalah HIV-AIDS sudah ada sejak lama,

bahkan sejak data resmi kasus HIV AIDS belum ada. Namun, pelayanan yang

dilakukan dalam menunjukkan kepedulian tersebut masih berkisar pada sosialisasi

yang dilakukan secara terpisah, artinya di setiap persekutuan Kategorial tingkat Pusat

seperti MORIA (Lembaga kaum Ibu), Permata (Lembaga Pemuda), KA-KR (lembaga

anak dan remaja) terdapat program tentang pelayanan terhadap masalah HIV-AIDS

khususnya dalam bentuk sosialisasi HIV-AIDS. Oleh karena setiap lembaga bekerja

sendiri-sendiri, maka muncullah ide untuk menyatukan pelayanan tersebut. Dengan

bersatunya dana dan program, maka diharapkan pelayanan ini akan lebih maksimal.

Berdasarkan pemikiran inilah maka dibentuk satu unit pelayanan di GBKP yang

dinamakan Komisi HIV-AIDS GBKP (Moderamen GBKP, 2014).

Pada awalnya Komisi ini bekerja dengan baik.Kegiatan yang masih berpusat

pada sosialisasi berjalan dengan lancar. Namun, oleh karena kurangnya dana, maka

kegiatan berhenti, bahkan Komisi HIV/AIDS tidak aktif lagi dalam beberapa tahun.

Universitas Sumatera Utara


Namun, berdasarkan undangan dari UEM (United Evangelical Mission) tentang

pelatihan HIV/AIDS, maka GBKP dituntut untuk segera mengaktifkan kembali

Komisi HIV/AIDS GBKP. Maka GBKP memutuskan kembali menunjukkan

kepedulian terhadap masalah HIV-AIDS dengan membentuk Komisi Pelayanan

HIV/AIDS dan NAPZA GBKP pada tahun 2006 yang diketuai oleh alm. dr. Petrus

Tarigan dan beranggotakan 7 orang. Dalam hal pendanaan, seluruh biaya kegiatan

Komisi ini diberikan oleh UEM sejumlah Rp. 60.000.000, akan tetapii 2 tahun

kemudian, dana ini dikurangi menjadi Rp. 30.000.000 karena program kerja Komisi

ini masih berkisar pada sosialisasi HIV/AIDS.

Kegiatan Komisi terus berjalan walaupun dengan dana yang terbatas.

Komitmen yang ada di setiap pengurus Komisi membuat dana bukanlah menjadi

hambatan untuk tetap melakukan pelayanan ini. Selain dari UEM, Komisi HIV/AIDS

berusaha mencari sumber dana yang lain. Tanpa henti, Komisi mendesak Moderamen

GBKP untuk menyediakan subsidi bagi Komisi yang berasal dari kas umum GBKP

dan mencari dana melalui donatur-donatur yang peduli akan pelayanan terhadap

masalah HIV/AIDS.

Pada akhirnya, Komisi mulai melakukan pendampingan kepada ODHA pada

tahun 2009. Namun pendampingan ini dilakukan masih sebatas mengunjungi ke

rumah ODHA. Pada tahun 2010, kerjasama Komisi HIV/AIDS dengan Rumah Sakit

Adam Malik semakin meningkat, dan banyak jemaat GBKP yang sudah mengetahui

keberadaan Komisi HIV/AIDS.Oleh karena itu, semakin banyak ODHA yang

Universitas Sumatera Utara


menghubungi Komisi HIV/AIDS untuk mencari informasi tentang HIV/AIDS dan

mencari bantuan/dukungan.

Pernah terdapat satu pengalaman dimana ada seorang anak yang berumur 2

tahun ternyata sudah terinfeksi HIV. Ayahnya sudah meninggal karena HIV, dan

ibunya pergi meninggalkan anak tersebut. Akhirnya anak itu di asuh oleh neneknya.

Kondisi anak tersebut sangat memprihatinkan. Seorang tetangga nenek tersebut yang

memberitahukan keadaan itu kepada Komisi HIV GBKP. Keesokannya Komisi HIV

langsung mengunjungi dan mengurus segala surat-surat yang dibutuhkan supaya anak

tersebut segera mendapatkan pertolongan di Rumah Sakit Adam Malik. Tanpa

mengalami hampatan yang berarti, anak tersebutpun langsung di rawat di Rumah

Sakit Adam Malik. Namun, 3 hari kemudian, anak tersebut dan neneknya keluar dari

rumah sakit tanpa sepengetahuan siapapun. Mereka kembali ke desanya. Setelah

Komisi HIV mencari informasi, ternyata nenek dan anak tersebut melarikan diri dari

Rumah sakit Adam Malik karena mereka tidak mampu membeli makanan sehari-hari

walaupun biaya pengobatan dan opname anak tersebut gratis. Dua hari setelah

kembali dari rumah sakit, anak tersebut pun akhirnya meninggal dunia. Pengalaman

ini sangat berarti bagi Komisi HIV/AIDS GBKP. Berdasarkan pengalaman ini, maka

pada bulan November 2011, Komisi HIV/AIDS memberanikan diri mengontrak satu

rumah di belakang Rumah Sakit Adam Malik Jalan Petunia Raya No 36 Medan

untuk dijadikan sebagai rumah singgah. Adapun tujuan awal dari rumah singgah ini

adalah untuk membantu ODHA dan keluarganya agar tidak perlu khawatir akan

tempat tinggal sementara setelah opname di rumah sakit. Karena pada umumnya

Universitas Sumatera Utara


mereka yang baru menerima obat ARV (Antiretroviral) akan banyak mengalami efek

samping. Oleh karena itu, mereka harus tetap tinggal di sekitar Rumah Sakit Adam

Malik untuk dapat berkonsultasi dengan dokter kapan saja (Moderamen GBKP,

2014).

2.5.4. Visi Misi Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP

A. Visi

Menghargai kemanusiaan.

B. Misi

1. Memberikan pemahaman yang benar bahwa semua manusia berharga baik

yang terinfeksi HIV maupun yang tidak melalui sosialisasi HIV, pelatihan,

dan kampanye kepada seuruh masyarakat.

2. Mencegah dan menghilangkan stigma, isolasi dan diskriminasi terhadap

ODHA dan OHIDA melalui pendekatan dan pendampingan kepada

masyarakat umum.

3. Melayani ODHA dan OHIDA secara menyeluruh melalui rumah singgah.

4. Memberdayakan ODHA dan OHIDA melalui pelatihan dan keterampilan

sebagai peningkatan ekonomi.

2.5.5. Program Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP

A. Jangka Pendek

1. Melakukan sosialisasi HIV-AIDS kepada masyarakat dan jemaat

2. Melakukan pelatihan-pelatihan tentang HIV-AIDS

3. Melakukan pelayanan ke rumah singgah secara rutin

Universitas Sumatera Utara


4. Melakukan advokasi dan pendekatan kepada Pemerintah

B. Jangka Menengah

1. Membentuk tenaga-tenaga relawan HIV-AIDS yang pada akhirnya akan

menjadi rekan sekerja Komisi HIV dalam melakukan berbagai kegiatan.

2. Mencari lahan untuk pembangunan rumah singgah yang permanen milik

GBKP.

C. Jangka panjang

Membangun rumah pelayanan terhadap ODHA yang dilengkapi klinik, dan

fasilitas-fasilitas yang mendukung pelayanan rumah singgah dan rumah

perawatan yang lengkap.

2.5.6. Kepengurusan Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP

1. Ketua : Pt. Tuah Bastari Barus

2. Wakil Ketua : dr. Frida Adelina br Ginting, SPPK.

3. Sekretaris : Pdt. Monalisa br Ginting, S. Si. (Teol)

4. Wakil Sekretaris : Haslinda Sinulingga, SPd.

5. Bendahara : M. Sukatendel

6. Anggota : 1. Dra. Lusia Sukatemdel, MAP

2. dr. Emminiate br Perangin-angin

3. dr. Hormat Surbakti

4. dr. Immanuel Sembiring

5. Drs. Perisma Tarigan

Universitas Sumatera Utara


6. Jonsarep Tarigan, SKM

7. Rupina br Purba

2.5.7. Rumah Singgah Moderamen GBKP

Rumah singgah Moderamen GBKP adalah rumah singgah sementara bagi

ODHA yang sedang menjalani pengobatan ARV. Syarat-syarat ODHA yang dapat

tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP adalah:

1. ODHA yang menjalani terapi ARV dan tempat tinggalnya jauh dari Medan.

Biasanya mereka yang baru menerima ARV dan harus menjalankan penyesuaian.

Jadi harus tinggal di sekitar Rumah sakit Adam Malik.

2. ODHA yang ditolak oleh keluarga atau masyarakat karena tingginya stigma dan

diskriminasi.

3. ODHA yang berasal dari keluarga tidak mampu atau ekonomi lemah, karena

ODHA membutuhkan asupan gizi yang tinggi.

Awal mulai adanya Rumah Singah Moderamen GBKP yaitu pada tahun 2011

dengan mengontrak rumah yang berada di Jalan Petunia Raya Perumahan BS No 36

Medan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan) , namun karena jumlah

ODHA yang semakin banyak dan tidak memadai lagi dalam menampung ODHA

maka pada bulan Oktober tahun 2013 berpindah ke rumah yang lebih besar yang ada

di Jalan Bunga Law Gang Bunga Law No 1 Medan. Namun pada pertengahan bulan

Desember tahun 2013 Rumah Singgah Moderamen GBKP yang berada di Jalan

Bunga Law ditutup, karena masyarakat sekitar rumah singgah tersebut menolak

keberadaan ODHA di daerah mereka, hal ini terkait dengan stigma dan diskriminasi

Universitas Sumatera Utara


terhadap ODHA. Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP sudah berusaha melakukan

sosialisasi dan advokasi kepada aparat pemerintah dan masyarakat setempat, tetapi

tidak berhasil. Akhirnya komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP memutuskan untuk

pindah ke Berastagi dan mendapat tempat di Gedung KWK jalan udara Berastagi

(Moderamen GBKP, 2014).

Jumlah ODHA yang tinggal di Rumah singgah moderamen GKBP Berastagi

sampai dengan bulan Juni tahun 2014 berjumlah 7 orang, 4 orang laki-laki dan 3

orang wanita dengan usia antara 25 sampai dengan 45 tahun. Pelayanan yang

disediakan di rumah singgah antara lain:

1. Menyediakan kebutuhan makanan sehari-hari seperti nasi, lauk pauk, sayur, susu

dsb.

2. Memberikan pelayanan konseling pastoral seminggu sekali.

3. Memberikan kegiatan keterampilan seperti membuat sabun cair.

4. Pendampingan ODHA.

Adapun sumber dana Rumah Singgah Moderamen GBKP diperoleh dari:

1. UEM (United Evangelical Mission) Jerman

2. Moderamen GBKP

3. Donatur

Rumah singgah Monderamen GBKP tidak memandang suku, agama dan latar

belakang ODHA.Kehadiran rumah singgah ini sangat membantu ODHA yang

mengalami penolakan dari keluarga dan lingkungannya (Moderamen GBKP, 2014).

Universitas Sumatera Utara


2.6. Landasan Teori

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner

ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon yang dapat

digambarkan sebagai berikut:

Perhatian
Organisme
Stimulus
Pengertian
Penerimaan

Reaksi
(Perubahan Sikap)

Reaksi
(Perubahan Praktik)

Gambar 2.2. Skema Teori Perilaku S_O_R

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

1. Perilaku tertutup (convert behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan

Universitas Sumatera Utara


sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain.

Landasan teori lain yang digunakan adalah Teori Snehandu B. Kar (1983),

Kar mengidentifikasi adanya 5 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior itention).

2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support). Didalam kehidupan

sesorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi

dari masyarakat sekitarnya.

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya

informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

4. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau

keputusan (personal autonomy).

5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

Menurut Herek and Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma ODHA

lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

1. Stigma Instrumental ODHA yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal

yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

Universitas Sumatera Utara


2. Stigma Simbolis ODHA yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan

sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap

berhubungan dengan penyakit tersebut.

3. Stigma Kesopanan ODHA yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan

dengan issu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

Peneliti memadukan ketiga teori tersebut dimana perilaku tertutup dalam hal ini yang

peneliti bahas adalah pengetahuan dan sikap ODHA terkait status HIV mereka, dan

adanya stigma dan diskriminasi yang ODHA alami yang mempengaruhi ODHA

untuk bertindak untuk memperoleh kesehatan terhadap penyakit yang mereka alami

(perilaku terbuka).

2.7. Kerangka Pikir

Perilaku ODHA:
- Pengetahuan
- Sikap

Tindakan
Stigma :
- Stigma instrumental
- stigma simbolis
- stigma kesopanan
Diskriminasi

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini mengenai perilaku orang dengan HIV AIDS (ODHA), stigma

serta diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan, pekerjaan dan

sebagainya. Menurut Polit dan Hungler (2001) penelitian kualitatif yang dilakukan

untuk memperoleh jawaban atas informasi yang mendalam tentang pendapat dan

perasaan seseorang yang memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat

tentang sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku individu (Saryono dan Anggraeni,

2010)

Menurut Sugiyono (2008) penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian

yang memungkinkan penulis memahami permasalahan individu secara lebih

mendalam dan kompleks, memberikan gambaran secara holistik, disusun dari kata-

kata, mendapatkan informasi rinci yang diperoleh dari informan dan berada dalam

setting alamiah. Merupakan metode yang didalam penelitiannya tidak mencari atau

menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi tetapi

menggambarkan pengamatan secara langsung dan melukiskan gejala berdasarkan

fakta-fakta yang ada dan bagaimana adanya.

Universitas Sumatera Utara


3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi

yang berada di Jalan udara No 64 Gedung KWK Berastagi Kabupaten Karo.

Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan Januari sampai Juli 2014.

3.3. Informan

Informan dalam penelitian ini terbagi 2 yaitu informan utama dan pendukung.

Informan utama adalah seluruh ODHA yang tinggal di Rumah Singgah Moderamen

GBKP Berastagi yaitu sebanyak 7 orang, dan informan pendukung 2 orang yang

merupakan Staf dari Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP.

Tabel 3.1 Karakteristik Informan Utama

Nama Umur Jenis Kelamin/ Pekerjaan


(Samaran) (Tahun) Status Pernikahan
1 Aldo 30 Laki-laki/ Menikah Preman Pasaran
2 Ijul 37 Laki-laki/ Menikah Supir Angkutan Umum
3 Cika 34 Perempuan/Menikah Salon
4 Ucok 29 Laki-laki/ Buruh Kasar
Belum Menikah
5 Dina 45 Perempuan/Menikah Berladang
6 Budi 25 Laki-laki/ Karyawan
Belum Menikah
7 Rani 35 Perempuan/Menikah Berladang

Tabel 3.2. Karakteristik Informan Pendukung

Nama Jenis Kelamin Jabatan di Komisi


HIV AIDS GBKP
1. Pdt Monalisa Ginting Perempuan Sekretaris
2. Prisma Tarigan (Bunda) Laki-laki Staf/ Pendamping
ODHA

Universitas Sumatera Utara


3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dari informan adalah

wawancara mendalam (indepth interview), pengamatan (observasi) dan dokumentasi.

Wawancara Mendalam (Indepth Interview) digunakan untuk memperoleh gambaran

yang lebih luas dan mendalam tentang perilaku (ODHA ), stigma dan diskriminasi di

Rumah Singgah Moderamen GBKP. Menurut Bogdan dan Taylor (1992) dalam

Basrowi dan Suwandi (2009), sebelum melakukan wawancara, peneliti harus

menjalin hubungan (rapport) terlebih dulu kepada informan. Peneliti harus berusaha

mendapatkan kepercayaan dari informan dengan cara menjalin hubungan baik dengan

mereka.

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur,

sehingga pewawancara bebas memfariasikan urutan dan kata-kata dalam setiap

pertanyaan, dan dapat menggali informasi lebih mendalam karena dapat mengajukan

pertanyaan tambahan guna mendapatkan jawaban yang lebih spesifik dan akurat.

Pertanyaan yang digunakan hanya sebagai pintu masuk untuk membuka wacana

sehingga informan bebas mengekspresikan diri, menentukan jenis dan banyaknya

informasi yang akan diberikan serta menyatakan apa yang mereka pikir penting dan

informasi penting yang sebelumnya tidak terpikir oleh penulis.

Observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat dan

mencatat fenomena yang muncul, sebagai bagian dari penelitian yang berlangsung

dalam konteks alamiah (Sugiyono, 2006). Beberapa informasi yang diperoleh dari

Universitas Sumatera Utara


hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian

atau peristiwa, waktu dan perasaan (Saryono dan Anggraeni, 2010).

3.5. Metode Analisis Data

Analisa data yang akan dilakukan peneliti adalah dilakukan secara kualitatif

menggunakan komputer untuk menyusun transkip data kualitatif yaitu mencatat

kembali hasil rekaman tape recorder atau handphone dengan cara manual dan yang

akhirnya akan dituangkan ke dalam hasil penelitian dalam bentuk narasi. Selanjutnya

data yang telah ditranskipkan dikelompokkan berdasarkan tema yang disesuaikan

dengan tujuan penelitian dengan menggunakan matriks. Data yang telah dikumpulkan

ataupun yang telah dinarasikan kedalam matriks penelitian akan dibahas dan

dianalisis dengan menggunakan teori teori yang mendukung dan pustaka yang ada

terkait dengan penelitian ini.

Untuk menjamin keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

credibility, transferbility, dan confirmability. Credibility dilakukan dengan triangulasi

sumber data, yaitu buku, jurnal dan hasil wawancara. Transferbility dilakukan

melalui penyediaan laporan penelitian dimana peneliti menyimpan semua data seperti

hasil rekaman wawancara, transkrip wawancara dan dokumentasi materi selama

proses penelitian. Sedangkan confirmability dilakukan dengan cara audit trial yaitu

jika terdapat hal-hal yang kurang jelas maka peneliti melakukan konfirmasi kepada

informan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Rumah Singgah Moderamen GBKP

Rumah Singgah Moderamen GBKP adalah rumah singgah sementara bagi

ODHA yang sedang menjalani pengobatan ARV. Awal mulai adanya Rumah

Singgah Moderamen GBKP yaitu pada tahun 2011 dengan mengontrak rumah yang

berada di Jalan Petunia Raya Perumahan BS No 36 Medan Kecamatan Medan

Tuntungan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan), namun karena jumlah

ODHA yang semakin banyak, dimana setiap hari terdapat pertambahan jumlah

ODHA dan saat itu sudah mencapai 20 orang, maka komisi HIV AIDS dan Napza

GBKP mencari rumah yang lebih besar lagi.

Rumah Singgah yang dijalan Petunia Raya ini tidak memadai lagi dalam

menampung ODHA maka pada bulan Oktober tahun 2013 berpindah ke rumah yang

lebih besar, dengan mengotrak sebuah rumah yang ada di Jalan Bunga Law Gang

Bunga Law No 1 Medan Kecamatan Medan Tuntungan yang letaknya tidak jauh dari

Rumah Sakit Adam Malik Medan. Namun pada pertengahan bulan Desember tahun

2013 Rumah Singgah Moderamen GBKP yang berada di Jalan Bunga Law ditutup,

karena masyarakat sekitar rumah singgah tersebut menolak keberadaan ODHA di

daerah mereka, hal ini terkait dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.

Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP sudah berusaha melakukan sosialisasi dan

advokasi kepada aparat pemerintah dan masyarakat setempat, tetapi tidak berhasil.

Universitas Sumatera Utara


Akhirnya pada Bulan Desember tahun 2013 komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP

memutuskan untuk memindahkan ODHA ke Berastagi dan mendapat tempat di

Gedung KWK Jalan Udara No 64 Berastagi. ODHA yang ikut pindah ke Rumah

Singgah Moderamen GBKP Brastagi pada saat itu hanya 10 orang, sedangkan

beberapa ODHA yang lain memilih untuk pulang ke kampung masing masing dan ke

rumah saudara yang dapat menerima mereka unutk sementara waktu.

Seiring berjalannya waktu, banyak ODHA yang awalnya tinggal di Rumah

Singgah Moderamen GBKP Medan mengalami masalah untuk berobat jalan ke

Rumah Sakit Adam Malik Medan, oleh karena tempat yang jauh dari rumah mereka

membutuhkan biaya perjalan yang besar, padahal mereka sedang mengikuti terapi

ARV yang mengharuskan ODHA berobat jalan (kontrol) 1x sebulan. Hal inilah yang

membuat Komisi HIV AIDS dan NAPZA GBKP membuat Rumah Singgah lagi di

Medan di tempat semula yaitu di Jalan Petunia Raya Perumahan BS No 36 Medan

Kecamatan Medan Tuntungan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan), hanya

saja Rumah Singgah Moderamen GBKP yang ada di Medan dikhususkan hanya bagi

ODHA yang kondisinya masih sangat lemah dan yang baru megikuti terapi ARV.

Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP sekarang memiliki 2 rumah singgah, di Medan

dan di Berstagi.

Jumlah ODHA yang tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi

sampai dengan bulan Juni berjumlah 7 orang, 3 orang wanita dan 4 orang pria.

Berkurangnya jumlah ODHA disebabkan beberapa ODHA sudah bisa pulang ke

kampung masing masing dimana keluarga sudah dapat menerima mereka dan karena

Universitas Sumatera Utara


kondisi yang sudah lebih sehat dan CD4 sudah diatas 400. Fasilitas yang ada di

rumah singgah moderamen GBKP yaitu 4 ruang kamar tidur dan 1 ruang belakang

yang dijadikan kamar tidur, 2 buah kamar mandi yang cukup besar, dapur, ruang

tamu, westafel, alat memasak dan alat kebersihan. Di setiap kamar tidur terdapat 2

buah kasur. (gambar setiap ruang ada pada lembar lampiran)

4.2. Hasil Penelitian

Sebelum melakukan penelitian terhadap ODHA dirumah Singgah Moderamen

pada bulan Juni 2014, peneliti sudah melakukan pendekatan terhadap ODHA di bulan

bulan sebelumya, dimana peneliti beberapa kali ikut dalan kunjungan ke Rumah

Singgah Moderamen GBKP Berastagi bersama sebuah yayasan yang peduli terhadap

ODHA. Sehingga ketika peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian di Rumah

Singgah Moderamen GBKP, dengan mengajukan surat survey pendahuluan dan surat

ijin penelitian ke Komisi HIV AIDS dan Napza langsung mendapatkan respon yang

baik dari sekretaris komisi yaitu ibu Pdt Monalisa Ginting St.

Pada tanggal 9 Mei 2014, peneliti menemui sekretaris Komisi HIV AIDS dan

Napza GBKP ibu Pdt Monalisa Ginting di kantor Moderamen yang ada di Jalan

Kapten Pala Bangun No 66 Kabanjahe dan ternyata pada waktu yang bersamaan akan

dilakukan rapat internal seluruh pengurus komisi HIV AIDS dan Napza, sehingga

peneliti dengan tak diduga dapat bertemu dengan beberapa anggota komisi dan

diantaranya adalah ketua komisi yaitu bapak Pt Tuah Bastari Barus. Maksud dari

kedatangan peneliti ke kantor moderaemn GBKP adalah untuk menyampaikan

Universitas Sumatera Utara


rencana peneliti ynag akan melakukan penelitian di bulan Juni kepada ODHA di

rumah singgah moderamrn GBKP berastagi dan menanyakan beberapa kegiatan yang

berhubungan dengan ODHA di rumah singgah tersebut.

Sebelum rapat komisi dilakukan, peneliti diberi waktu berbincang bincang

dengan bapak Pt Tuah Bastari Barus, saat itu bapak Pt Tuah Bastari Barus banyak

menyampaikan kegiatan komisi tentang peduli HIV AIDS di tanah Karo, kegiatan

sosialisasi, advokasi dan edukasi, pembuatan film yang menceritakan kehidupan

ODHA yang berjudul Ulih Perbahanen sampai dibuatnya rumah singgah untuk

ODHA. Bapak Pt Tuah Bastari Barus juga menceritakan upaya yang dilakukan

Komisi HIV AIDS dan Napza untuk mempertahankan agar Rumah Singgah

Moderamen GBKP yang ada di Jalan Bunga law tetap dapat ditempati dengan

melakukan sosialisasi pada masyarakat dan jemaat GBKP yang ada di sekitar Rumah

Sakit Adam Malik serta advokasi pada pemerintah setempat, tetapi upaya yang

dilakukan gagal, sehingga rumah singggah yang ada di Jalan Bunga law pun akhirnya

ditutup.

Pada pertemuan itu juga, sekretasris dan ketua komisi menceritakan beberapa

kegiatan yang dilakukan di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi. Peneliti

merasa senang sekali karena telah melakukan perbincangan yang panjang dan

bermanfaat bersama anggota komisi. Perbincanganpun berakhir kurang lebih 1 jam

karena rapat komisi akan dimulai dan peneliti pun permisi untuk meningalkan kantor

moderamen tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Pada tanggal 15 Mei 2014 peneliti menemui anggota komisi HIV AIDS dan

Napza yang bertugas sebagai pendamping ODHA yaitu Prisma Tarigan yang akrab

dipanggil dengan Bunda Primus dan sebagian orang lagi memanggil bang

Primus, peneliti sendiri suka memanggilnya bang primus. Peneliti sudah

melakukan janji bertemu lewat telpon 1 mingu sebelumnya. Peneliti bertemu dengan

bang primus di Rumah Sakit Adam Malik Medan, dan melakukan perbincangan di

sebuah rumah makan yang ada di depan Rumah Sakit Adam Malik Medan. Hari itu

bertepatan dengan hari libur nasional sehingga bang primus tidak terlalu sibuk

mendampingi ODHA yang akan berobat ataupun kontrol karena Rumah Sakit juga

libur. Peneliti menanyakan informasi seputar ODHA yang ada di Rumah Singgah

Moderamen GBKP Berastagi dan meminta tolong agar dibantu memberi penjelasan

bagi ODHA yang ada disana untuk dapat mewawancari ODHA tersebut. Bang

Primus pun menanggapi peneliti dengan senang hati dan akan membantu peneliti agar

ODHA yang ada di rumah singggah bersedia dan mau diwawancari selama

penelitian.

Pada tanggal 6 Juni 2014 peneliti mulai melakukan penelitian di Rumah

Singgah Moderaemn GBKP Berastagi. Peneliti sebelumnya sudah menyampaikan

rencana kedatangan peneliti lawat telpon kepada sekretaris komisi yaitu ibu Monalisa

Ginting dan bang primus, maksud peneliti menyampaikannya agar ODHA

dibetitahukan terlebih dahulu oleh ibu monalisa ginting dan bang Primus, ternyata

ketika peneliti sampai di rumah singgah, peneliti hanya bertemu 1 orang ODHA

sedangkan ODHA yang lain sedang pergi keluar rumah, ada yang kerja, ada yang

Universitas Sumatera Utara


jalan jalan ke Medan dan ada yang sedang pulang kampung. Ternyata ODHA tidak

tahu rencana kedatangan peneliti, sehingga ketika salah satu ODHA bertemu peneliti,

dia merasa terkejut melihat kedatangan peneliti yang seorang diri saja, karena

biasanya peneliti datang bersama team dari yayasan yang peneliti bergabung

didalamnya yang peduli terhadap ODHA.

4.2.1. Profil Informan 1

Informan I adalah Aldo (nama samaran), seorang pria yang berusia 30 tahun,

belum menikah, anak ketiga dari 3 bersaudara, bekerja sebagai preman pasaran di

kota Medan, dan bertempat tinggal di kota Medan. Kepada peneliti Aldo

menceritakan kehidupan nya di pasaran sebagai preman sejak umur 17 tahun, dan

sejak tahun 2001 melakukan sex bebas, pemakai narkoba dan menggunakan tato

dibeberapa bagian tubuh seperti tangan dan badan. Aldo mengetahui status HIV nya

pada tanggal 28 Februari tahun 2013. Awalnya tidak pernah terpikir untuk periksa/tes

HIV ke Rumah Sakit, hanya saja pada suatu saat Aldo sakit demam dan mencret dan

berobat ke dokter, diberi obat dan sembuh. Akan tetapi tidak lama kemudian Aldo

demam dan mencret lagi sampe tidak selera makan dan mengalami mual mual.

Informan berobat lagi dan sembuh. Tetapi tak lama kemudian berulang lagi dengan

gejala penyakit yang sama dan dokter mengira Aldo sakit tipus. Suatu waktu Aldo

makan quarker odd (makanan terbuat dari gandum) pakai gula karena tidak selera

makan dan ternyata setelah makan makanan tersebut ia melihat mulutnya penuh

dengan jamur. Aldo pergi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan dari pemeriksaan

dokter, dokter mencurigai kalau dia terinfeksi HIV dan menyarankannya untuk tes

Universitas Sumatera Utara


HIV di Rumah Sakit Adam Malik Medan. Hasil tes HIV ternyata positif. Aldo

merasa sedih sekali dan ingin mati saat itu. Perasaan Aldo diungkapkan sebagai

berikut:

Kata dokter aku kena HIV. itupun aku tak terima, mana mungkin kek gini
kek gini, sudah sempat nangis aku, karna orang tua awaklah, kakak awak
yang nahan awak karna kupikir dah mati awak nya ini

Aldo merasa putus asa, untung ada kakak dan mama nya yang menguatkan nya pada

saat itu. Pernah menderita TB tetapi sudah sembuh tetapi sampai sekarang masih

menderita hepatitis. Aldo berhenti memakai narkoba sejak mengetahui status HIV

akan tetapi masih merokok sampe hari ini 4-5 batang/ hari. Aldo menyatakan masih

merokok walau tahu kalau merokok itu tidak baik bagi kesehatannya. Aldo

menghilangkan suntuk dengan cara merokok.

4.2.2. Profil Informan 2

Informan 2 adalah Ijul (nama samaran), seorang pria yang berusia 37 tahun,

bekerja sebagai supir, anak ke lima dari 5 bersaudara, menikah pada tanggal 26 juli

tahun 2012 dan sempat mempunyai seorang anak akan tetapi pada usia 3 bulan anak

meninggal. Ijul tinggal di Kuta Gugung Tiga Panah. Ijul menceritakan masa lalunya

kepada peneliti kalau sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 tinggal di Jakarta,

bekerja sebagai seorang supir, suka pergi ke tempat hiburan malam seperti diskotik,

suka minuman keras, mengkonsumsi narkoba tapi bukan narkoba suntik dan

melakukan sex bebas. Pada tahun 2008 pulang ke Medan dan bekerja sebagi supir

salah satu angkutan umum di kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


Ijul mengetahui dirinya positif HIV pada akhir tahun 2012, informan

memeriksakan diri atas saran seorang mantri di kampungnya. Suatu saat Ijul sakit

demam, influenza dan diare berkepanjangan sampai berak darah dan opname 1

minggu di sebuah klinik di daerah kabanjahe, karena tidak sembuh juga maka di

sarankan cek darah di sebuah laboratoriun di kabanjahe, hasilnya positif. Akan tetapi

untuk memastikan lagi, Ijul disarankan tes HIV di Rumah Sakit Adam Malik Medan,

akan tetapi karena tidak ada uang dan takut mengeluarkan biaya yang besar , keluarga

memutuskan membawa informan kekampung selama 1 minggu. Kondisi Ijul semakin

parah dan tidak mengetahui kalau dia positif HIV dari hasil pemeriksaan laboratoriun

Kabanjahe. Selama di kampung dia selalu menjerit jerit kesakitan, Ijul

mengungkapkannya sebagai berikut:

saya dibawa dahulu pulang kekampung selama satu minggu. Selama di


kampung saya terus-menerus menjerit-jerit kesakitan, perasaan tidak enak,
panas-dingin, tidak bisa tenang. Pada waktu itulah kakak saya
memberitahukan bahwa saya positif HIV. Ketika saya mengetahui hal itu,
lima hari kemudian saya meminta agar saya dibawa ke RS Adam Malik agar
saya bisa meninggal dengan tenang. Namun saya tetap belum dibawa juga
karena uang belum ada, sampai-sampai saya ingin gantung diri, pada saat itu
pihak keluarga saya sedang mencoba mengurus Jamkesmas saya. Setelah 5
hari baru kartu itu selesai di urus. Waktu itu saya sudah sampai lumpuh,
sudah tidak bisa berjalan

Kepada peneliti, Ijul juga menyampaikan kekesalannya pada istri karena

istrinya telah meninggalkannya ketika istri mengetahui hasil laboratorium Kabanjahe

yang menyatakan informan positif HIV. Padahal kondisi istri pada saat itu sedang

hamil. Akhirnya informan dibawa ke Rumah Sakit Adam Malik Medan dan setelah di

Universitas Sumatera Utara


periksa ternyata hasilnya sama yaitu Ijul positif HIV. Ijul diopname selama 2 bulan.

Ijul merasa putus asa:

Saya opname di rumah sakit 2 bulan lamanya saya paling lama, biasanya
orang HIV 3 hari meninggal 4 hari meninggal, selama saya disana ada
paling tidak 15 orang sudah meninggal orang dengan HIV. Orang tua saya,
mama saya juga sampai heran kenapa saya tidak meninggal Seluruh pasien
dengan HIV yang dirawat hidup dalam tekanan dan putus asa, saya juga
sangat tertekan dan pernah berusaha menjatuhkan kepala kelantai agar
meninggal

Ijul merasa putus asa ketika melihat bayak pasien yang meninggal di Rumah Sakit

Adam Malik dan ingin mengakhiri hidupnya.

4.2.3. Profil Informan 3

Informan 3 adalah Cika (nama samaran) seorang wanita berusia 35 tahun.

Anak ke dua dari 5 bersaudara, tinggal di daerah Berastagi, sudah pernah 2 kali

menikah, suami yang pertama bercerai dan menikah lagi pada suami yang ke dua,

akan tetapi suami ke dua sudah meninggal pada bulan Maret tahun 2014, diduga

suami meninggal karena HIV, hanya saja belum sempat berobat dan memeriksakan

diri suami sudah meninggal dunia. Dari suami yang pertama Cika mempunyai 2

orang anak, akan tetapi tidak mempunyai anak dari suami yang kedua setalah 5 tahun

usia pernikahan mereka. Cika dan suami keduanya adalah pemakai narkoba jenis

sabu sabu. Cika memakai sabu sabu karena diajak oleh suami kedua nya. Cika

bekerja sebagai tukang salon di salonnya sendiri di daerah Berastagi.

Cika mengetahui status positif HIV pada bulan Maret tahun 2014 dari hasil

pemeriksaan di sebuah laboratorium di Kabanjahe. Awalnya Cika suka mencret dan

mulut berjamur, mencretnya dapat diatasi dengan minum jamu, akan tetapi jamur

Universitas Sumatera Utara


yang ada di mulutnya tidak sembuh. Akhirnya Cika berobat ke praktek dokter dan

dokter menyarankan nya cek darah ke laboratorium yang ditunjuk di kabanjahe dan

hasil pemeriksaan nya positif HIV. Cika merasa sedih sekali. Atas saran dokter,

informan disuruh periksa lagi ke Rumah Sakit Adam Malik Medan. Cika ditemanin

tetangganya berobat ke Rumah Sakit Adam Malik Medan dan melakukan

pemeriksaan darah disana, hasilnya Cika juga positif HIV. Menurut Cika, dia tertular

HIV dari suami kedua nya yang sudah meninggal beberapa bulan yang lalu dan

diduga juga HIV.

4.2.4. Profil Informan 4

Informan 4 adalah Ucok (nama samaran), seorang pria berusia 29 tahun,

tinggal di Samosir. Anak ke 11 dari 11 bersaudara. Belum menikah dan bekerja

sebagai buruh kasar sejak tahun 2007. Ucok menceritakan kalau dia suka minum

tuak, minum anggur merah yang nomor 1 dan suka pergi ke cafe yang didalam nya

terdapat wanita wanita penjajah sex. Di cafe tersebut, Ucok menyatakan beberapa kali

melakukan hubungan sex dengan bayaran yang bervariasi dari 50 ribu rupiah sampai

200 ribu rupiah.

Pada tahun 2010 Ucok pergi ke Bandung dan bekerja disana. Di bandung,

Ucok sering demam dan mencret dan sembuh jika sudah berobat. Pada tahun 2011

Ucok pulang kembali ke kampung ke samosir dan berencana menikah. Akan tetapi

Ucok gagal menikah sehingga mengulangi perbuatannya lagi yang suka melakukan

hubungan sex di cafe. Pada tahun 2012, Ucok mengalami mencret yang lebih parah

lagi, dalam 1 hari mencret 15-20 kali dalam sehari. Ucok mengalami mencret sampe

Universitas Sumatera Utara


3 bulan, sembuh dan kambuh berulang ulang selama 3 bulan sampai akhirnya

badannya menjadi kurus dan terlihat bungkuk. Atas saran seorang teman yang

ternyata terinfeksi HIV juga, meyarankan nya untuk periksa HIV ke Rumah Sakit

Umum Samosir. Dari hasi pemeriksaan diketahui bahwa Ucok positif HIV. Dokter di

Rumah Sakit Umum Samosir tesebut menyarankan agar Ucok periksa lagi ke RS

Adam Malik Medan untuk mendapatkan hasil dan pengobatan yang lebih baik.

Akhirnya Ucok yang ditemanin abangnya periksa ke Rumah Sakit Adam Malik

Medan, dan hasilnya sama yaitu informan positif HIV. Kondisi Ucok saat itu sangat

lemah dan di opname selama 5 minggu. Akan tetapi karena proses pengurusan surat

untuk mengurus Jamkesmas di kampung lama, maka menunggu pengurusan surat

selesai, Ucok diopname selama 4 bulan.

4.2.5. Profil Informan 5

Informan 5 adalah Dina (nama samaran). Seorang wanita berusia 45 tahun.

Tinggal di daerah Berassitepu. Anak pertama dari 6 bersaudara, sudah menikah dan

memiliki 2 orang anak yang sudah berusia 22 tahun dan 16 tahun. Pekerjaan

berladang. Mengetahui positif HIV pada awal tahun 2013. Awalnya Dina tidak

pernah menduga akan terinfeksi HIV, karena Dina dan suami adalah orang baik baik

yang aktif di gereja dan pekerjaan mereka adalah berladang. Pada tahun 2013 Dina

mengalami sering diare, gak seleara makan, batuk, dan tumbuh jamur di mulut serta

berat badan yang berkurang. Dina sudah berobat ke praktek dokter dan Rumah Sakit

Umum Kabanjahe. Dina disuruh periksa darah ke laboratorium dan ternyata hasilnya

positif HIV. Dina dan suami tidak bisa menerima hasil laboratorium tersebut karena

Universitas Sumatera Utara


menurut mereka penyakit HIV hanya disebabkan suka ganti ganti pasangan dalam

melakukan hubungan suami istri. Sementara Dina dan suami sama sama mengetahui

bahwa mereka tidak pernah melakukannya. Akhirnya dokter mengajukan beberapa

pertanyaan seperti yang diungkapkan berikut:

Terus ditanya Ibu dulu pernah pergaulan bebas katanya, apa kerja ibu?
Keladang saya bilang, ngga pernah pergaulan bebas? Ngga kubilang.
Suamikupun bilang, masa istriku kena penyakit itu dok, aku tahunya istriku
gimana dan akupun tidak pernah ke perempuan lain katanya, suami saya juga
udah mulai emosi dan tidak percaya. Lalu kemudian dokterpun bertanya, apa
ibu ini pernah transfusi darah? Udah lemaslah suamiku, perrnah tahun 2008
katanya. Memang sejak transfusi, udah mulai gampang sakit, ngga kuat lagi,
tenaga kurang. Karena berladang, saya pikir karena kecapean. Karena
transfusi itu rupanya kata suamiku, berobatlah kam ya Tapi aku bilang
udahlah kalau udah kena penyakit itu ga usah lagi aku berobat, pasti aku
mati, pulang kampung ajalah kita, kubilang.

Akhirnya dokter menyimpulkan kalau Dina terinfeksi HIV dari transfusi

darah yang pernah dilakukannya pada tahun 2008. Pada tahun 2008 Dina pernah sakit

dan harus dioperasi, pada saat itu dia membutuhkan darah, dan mendapatkan transfusi

darah sebanyak 2 kantong darah. Dina dan suami merasa sedih sekali, dan akhirnya

dibawa ke Rumah Sakit Adam Malik Medan dan diopname selama 3 minggu. Selama

opname suami dan kedua anaknya secara bergantian merawat Dina. Setelah 1,5 bulan

kemudian, informan menyuruh suami agar memeriksakan diri (tes HIV) dan ternyata

hasilnya positif HIV. Dina mengungkapkan kesedihannya sebagai berikut:

setelah 1,5 bulan kemudian sejak saya diopname baru dia mau cek,
ternyata dia juga positif. Tidak apa berobat aja kita aku bilang, lalu
berobatlah ke Adam Malik, dia diphoto ternyata kena paru dia, dikasih obat
TB dan obat virus. Satu minggu dia konsumsi obat, demam tinggi dia. Lalu
saya minta anak untuk mengoname suami saya, itu hari minggu. Besoknya dia
langusng diopname, tapi hari selasa malam meninggal dia

Universitas Sumatera Utara


Dina dan keluarga merasa sedih sekali, padahal Dina lah yang pertamakali

diketahui positif HIV akan tetapi suami yang meninggal terlebih dahulu. Dina pun

berusaha untuk semangat dan menguatkan diri karena Dina mengingat kedua anaknya

masih sangat membutuhkan dirinya setelah kehilangan seorang bapak.

4.2.6. Profil Informan 6

Informan 6 adalah Budi (nama samaran). Seorang pria berusia 25 tahun.

Tinggal di daerah Berastagi. Anak ke 4 dari 5 bersaudara, belum menikah. Pada tahun

2007 merantau ke Batam dan bekerja sebagai karyawan bagian pemasaran

perusahaan perkreditan selam 3 tahun. Pada tahun 2011 Budi pindah pekerjaan ke

Rumah Sakit Umum Kepuluan Riau sebagai kasir, yang mana abang Budi juga

adalah pegawai Rumah Sakit tersebut. Budi bekerja sebagi karyawan honor Rumah

Sakit Umum Kepulauan Riau.

Budi mengetahui positif HIV pada bulan Desember tahun 2012 setelah

melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Kepulauan Riau. Kepada peneliti,

Budi menceritakan kehidupan masa lalunya yang sudah bebrapa kali melakukan

hubungan sex (hubungan intim) dengan beberapa wanita, baik dengan pacar nya Santi

(nama samaran) saat di Berastagi maupun dengan wanita di Batam tempat dia

merantau. Menurut Budi, pacarnya yang bernama Santi ini adalah wanita tidak beres.

Di Batam Budi melakukan hubungan intim lagi dengan Santi saat Santi datang ke

Batam. Setahun setelah mereka melakukan hubungan intim itu, Budi mulai sering

sakit dan pada saat itu tepatnya pada tahun 2011 pacarnya sudah meninggal dengan

gejala yang mirip HIV, yaitu mengalami demam, mencret yang berkepanjangan, dan

Universitas Sumatera Utara


badan yang sangat kurus. Budi menduga kalau pacarnya terifeksi HIV. Budi pun

mulai sering menagalami sakit seperti demam, mencret dan batuk berekepanjangan.

Dalam 1 tahun Budi sudah 8 kali berobat ke dokter penyakit dalam dan opname,

sampai suatu saat dokter menyuruh nya periksa HIV karena dokter tesebut curiga

melihat keadaan Budi yang juga semakin kurus, hal ini diungkapkan Budi sebagai

berikut:

itupun saya udah berapa kali kalau saya hitung-hitung ada saya 8 kali
berobat ke penyakit dalam, dokter ini kan sekarang udah canggih kan, ceklah
coba darahnya katanya. Pas di tes positif gitudokterpun curiga gitu, kata
dokter. Saya sempat juga konseling keruangan dokter itu ditanyain saya,
pernah memakai jarum suntik katanya, nggak saya bilang, pernah ada tato
katanya, nggak ada saya bilang, terakhir jangan tersinggung katanya pernah
melakukan sex bebas katanya, ada empat hal satu pernah transfusi darah
katanya, ngga pernah saya bilang. Yang terakir itulah saya akui jujur,
karena berhubungan sex bebas. Jadi yang itu saya nggak bisa terbohongi kan,
pernah saya bilang

Ternyata hasil pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit Umum Kepri positif.

Budi terkejut mengetahui hasil pemeriksaan tersebut dan menduga kalau dia tertular

dari pacarnya Santi yang sudah meninggal karena mereka sering melakukan

hubungan sex (hubungan intim) selama berpacaran.

4.2.7. Profil Informan 7

Informan 7 adalah Rani (nama samaran), seorang wanita berusia 35 tahun,

anak ke 5 dari 5 bersaudara. Sudah menikah dan mempunyai seorang putri yang

sudah berusia 6 tahun dan pekerjaan bertani. Tinggal di daerah Lambar Simpang

Senaman Tiga Panah. Rani tidak pernah menduga kalau ia akan terinfeksi HIV karena

menurutnya ia tidak pernah transfusi darah, narkoba suntik dan melakukan hubungan

Universitas Sumatera Utara


sex (hubungan intim) selain dengan suaminya. Pada tanggal 5 Februari tahun 2014,

Rani positif terinfeksi HIV dari Rumah Sakit Graha Mandala, awalnya keluarga tidak

ada yang percaya akan hasil tesebut, sehingga Rani mengalami tes HIV 3 kali,

pertamakali di Rumah Sakit Graha Mandala, Rumah Sakit Umum Kabanjahe dan

Rumah Sakit Adam Malik Medan. Pada pemeriksaan yang ke 3 lah, keluarga Rani

akhirnya bisa menerima hasil tersebut.

Suami Rani sudah meninggal sekitar 4 tahun yang lalu dan setelah mengetahui

Rani terinfeksi HIV pada bulan Februari, besar dugaan keluarga kalau suami juga

meninggal akibat terinfeksi HIV. Rani pun yakin kalau dia tertular dari suami.

Menurut Rani, suaminya pada masa lajangnya suka ke Bandar baru, mungkin suami

juga terifeksi saat mealakukan hubungan sex di Bandar baru.

4.3. Pengetahuan Informan

4.3.1. Pengetahuan Informan tentang HIV AIDS

Matriks 4.1. Jawaban Informan tentang HIV AIDS

Informan Jawaban
Aldo Penyakit yang menyerang daya tahan tubuh hingga penyakit
penyakit lain dapat menyerang bagian-bagian tubuh hingga tak ada
lagi daya tahan tubuh, kalau AIDS udah komplikasi ibaratnya udah
penyakit-penyakit lain yang udah masuk gitu, itulah setahu aku

Ijul Penyakit yang berasal dari sex bebas, jarum narkoba suntik, dari
tato atau dari transfusi darah, kurang tahu saya kalau tentang
AIDS taunya cuma itu aja, mana duluan pun kurang tahu aku,
AIDS atau HIV gitu.

Universitas Sumatera Utara


Matriks 4.1. (Lanjutan)

Cika Nggak tahu, yang saya tahu itu penyakit mematikan, AIDS
katanya penyakit yang mematikan gitu aja.

Ucok Penyakit HIV penyakit yang ditularkan kepada sesama manusia,


anak, dan istri ketika berhubungan AIDS yang pernah kudengar
hanya cuman, penyakitnya udah parah, terus udah daya tahan
tubuhnya udah lemah, hanya itu saja AIDS ya, kemungkinan
besarnya susah tertolong, membuat semua badannya, daging
badannya tidak kelihatan, semua badannya menjadi tulang semua

Dalam tubuh AIDS itu kan udah apa, kek mana bilangnya
Dina ya,kayak IO, itu semua penyakit dalam tubuh itu termasuk AIDS,
yang udah kenak virus gitu kan

Budi Human Immunition Virus itu aja. Kemudian dia bisa ya, hanya
nyampe ke kawin dia menyerang ke sistem kekebalan tubuh, dan
HIV ini bukan istilahnya penyakit yang disitu kita lakukan disitu
istilahnya dia langsung mengetahui, bahkan bisa sampai bertahun-
tahun baru kelihatan. Kalau AIDS dia diatasan HIV juga, tapi
masih golongan HIV juga gitulah

Rani Yang saya tahu tentan HIV ya, bisa menular. (Menularnya dari
mana kak?) Melalui darah, terus hubungan sexsual. (Kalau AIDS?)
Apa nggak sama itu? (Oh menurut kakak sama ya?) ya

Masih banyak orang yang tidak mengetahui apa itu HIV AIDS, dan ODHA di

Rumah Singgah Moderamen GBKP juga belum sepenuhnya mengetahuinya dan

memiliki jawaban yang berbeda beda terhadap pertanyaan peneliti tentang apa

pengertian HIV AIDS, padahal mereka sendiri sudah terinfeksi HIV.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2. Pengetahuan Informan tentang Gejala Terinfeksi HIV

Matriks 4.2. Jawaban Informan tentang Gejala Terinfeksi HIV

Informan Jawaban
Aldo Karena demam demam aja, mual, gak selera makan, mencret
terus, minum obat, habis obat minum obat, sempat dikira gejala
tipus katanya. Makan gak selera jadi, eh jadi jamuran
mulutku...pergi ke dokter spesialis penyakit dalam. Diperiksanya,
ditengoknya mulutku berjamur, kata dokter aku kena HIV

Ijul Gejalanya demam tinggi, diare berkepanjangan, tenggorokan


sakit seperti influenza, walau minum obat tidak sembuh-sembuh;
walau udah minum obat diare tidak juga berhenti sampai berak
darah

Cika Memang aku udah mencret, makan jamu sembuh, jamur itu yang
tidak sembuh-sembuh, udah 2 minggu

Ucok Pertama-tama pusing, lemah, terus buang air besar sehari bisa
sampai 20 kalitidak sembuh sembuh udah 3 bulan

Dina Awal-awalnya diare, batuk, berat badan berkurang, gak selera


makan, tumbuh jamur dilidah

Budi Lama kelamaan badan saya makin kurus, tidak ada lagi, imun
tubuh pun udah tidak lagi fit. Orang pun mengatakan kok badan
kamu berbeda sekali dari badan sebelumnya. Memang saya batuk
gitu, batuk ya saya cek gitu kan, di cek positif memang paru-paru,
TB, pas itu udah 4 hari saya minum obat yang OAC itu yang merah
itu, akhirnya langsung diopname gitu. Karena kulit saya ini udah
pada gosong, kayak ular yang bersisik gitu, akhirnya saya
diopname, akhirnya lama-lama 2 minggu saya diopname itu
mencret demam, itupun saya udah berapa kali kalau saya hitung-
hitung ada saya 8 kali berobat ke penyakit dalam, setiap makan
mual demam

Rani Yang saya rasakan kemaren, sering keringat ditengah malam


terus mencret, gatal-gatal. Terus keringat dingin, siang-siang gitu
suka menggigil kedinginan gitu, terus sebentar-sebentar lagi udah
keringat

Universitas Sumatera Utara


Semua informan menjawab tentang gejala terinfeksi HIV berdasarkan apa

yang mereka alami. Dari seluruh jawaban informan, memiliki kemiripan jawaban

dimana mereka mengalami demam, mecret dan diare terus menerus, influenza dan

tumbuhnya jamur di mulut serta berat badan yang berkurang.

4.3.3. Pengetahuan Informan tentang Penularan HIV AIDS

Matriks 4.3. Jawaban Informan tentang Penularan HIV AIDS

Informan Jawaban
Aldo Gak tau lah, dari tahun 2001 aku dah mulai hidup sex bebas,
narkoba, tato

Ijul Penyakit yang berasal dari sex bebas, jarum narkoba suntik, dari
tato atau dari transfusi darah

Cika Dari darah, dari transfusi, air susu ibu. udah itu aja

Ucok Ditularkan kepada sesama manusia, anak, dan istri ketika


berhubungan, bila saya luka saya sangat menjaga diri saya agar
mereka jangan sampai terkena. Bila luka saya terkena besi, segera
saya bersihkan dan saya buang bekas elapnya. Saya sangat
menjaga jangan sampai orang lain tertular berhubungan sexbisa
kena lalu dari jarum suntik

Dina Dari jarum suntik, pergaulan bebas ganti ganti pasangan


hubungan sex, ibu menyusui sama anaknya, transfusi darah

Budi Itu dari jarum suntik, dari berhubungan sex bebas, dari darah,
baru dari ibu menyusui, terus transfusi

Rani Melalui darah, terus hubungan seksual

Awalnya sebelum ODHA terinfeksi HIV, mereka tidak tahu cara

penularannya, tetapi setelah mereka tertular dan sebagian lagi menularkan kepada

keluarganya barulah mereka tahu bagaimana penularan HIV tersebut. Aldo tidak

Universitas Sumatera Utara


mengetahui pasti dari mana dia bisa tertular apakah dari sex bebas yang dilakukannya

atau dari narkoba suntik dan tato. Ijul tidak menggunakan tato dan narkoba suntik,

jadi dia yakin kalau dia tertular dari sex bebas. Cika tertular dari suami, hal ini

diketahui setelah suami meninggal 2 bulan sebelum dia diperiksa dan dinyatakan

positif HIV.

Ucok sendiri mengetahui kalau dia tertular HIV dari hubungan sex bebas yang

sering dilakukannya di cafe cafe. Ucok juga suka bercerita kepada teman temannya

agar tidak berhubungan sex di cafe cafe supaya tidak tertular HIV, tetapi Ucok tidak

pernak menceritakan kalau dirinya sudah terinfeksi HIV. Dina tertular HIV melalui

transfusi darah yang pernah dilakukannya pada tahun 2008, karena belum tahu kalau

dia terifeksi HIV, dia tetap melakukan hubungan intim dengan suami dan akhirnya

pada tahun 2013 setelah Dina diketahui positif HIV, suami juga tertular dan

dinyatakan positif HIV tidak lama setelah Dina diketahui positif HIV. Setelah

diperiksa dan dinyatakan positif HIV, suami Dina mengikuti terapi ARV, akan tetapi

hanya dalam 2 minggu, suami pun meninggal dunia. Budi tertular HIV dari sex bebas

yang sering dilakukannya. Rani tertular dari suaminya, dia tidak pernah tahu

sebelumnya kalau suaminya terinfeksi HIV, dan diketahui setelah suami informan

meningal dunia.

Universitas Sumatera Utara


4.4. Sikap Informan Ketika Dinyatakan Positif HIV

Matriks 4.4. Jawaban Informan Ketika Dinyatakan Positif HIV

Informan Jawaban
Aldo Aku pun tak bisasaling diam lah kami, saling gak tahu lagi mau
ngomomg apa, cuma kubilang kuhabiskan ajalah hidupku ini (apa
kata orang tua?) jangan, jangan percayalah sama Tuhan (apakah
mereka menolak abang setelah tahu abang positif HIV?) gak,.

Ijul Pada waktu itulah kakak saya memberitahukan bahwa saya


positif HIV. Ketika saya mengetahui hal itu, lima hari kemudian
saya meminta agar saya dibawa ke RS Adam Malik agar saya bisa
meninggal dengan tenang, sampai-sampai saya ingin gantung
diri..

Cika Apalagi waktu setelah ada hasil dari klinik Anugerah, haduh.
senyumku pun udah senyum membawa luka. Yah udah ngga kayak
orang gila, pengen bunuh diri

Ucok Saya sadar saya yang berbuat dosa. Penyesalan pasti ada tapi
sudah tidak saya pikirkan lagitidak merasa minder

Dina kalau udah kena penyakit itu ga usah lagi aku berobat, pasti aku
mati pulang kampung ajalah pasti tidak ada yang selamat
kupikir. (Jadi Ibu langsung putus asa) Iyalah udah mati aja aku, ga
usah aku dibawa ke Adam Malik, biar mati dikampung aja

Budi Tapi saya menolak surat rujukannya itu, akibat apa, karena disitu
saya semua kawan gitu dibilang, bahkan direkturnya itupun bekas
bos abang ipar saya waktu dinkes di propinsi, jadi hanya bikin
mempermalukan, udahlah saya balik ke kampung aja pak berobat
di Medan aja saya bilang. Ya saya berpikir, karena saya orang
pendatang, kedua saya udah memalukan keluarga abang ipar saya
kan, ketiga penyakit ini belum semua rata-rata diterima
masyarakat, jadi saya balik ke medan

Rani Pusing saya, kok bisa kena penyakit ini pikir saya. Saya lemaslah,
ya karena itukan penyakit itu seumur hidup itu, belum ada obatnya
sampai sekarang, kok bisa kena penyakit ini pikir saya, anak pun
udah kasihan nggak sekolah lagi gara-gara saya sakit, padahal
kemaren udahnya dia sekolah

Universitas Sumatera Utara


Setiap orang ketika mengetahui dalam tubuhnya ada penyakit pastilah merasa

sedih apalagi ketika mengetahui bahwa penyakit itu dapat mematikan karena belum

ada obat nya. Hal yang sama dialami oleh ODHA yang ada di Rumah Singgah

Moderamen GBKP Berastagi, ketika mereka mengetahui hasil pemeriksaan yang

menyatakan mereka positif HIV timbul perasaan sedih, putus asa, ingin bunuh

diri/mati dan merasa tidak ada harapan lagi.

Pada saat perasaan sedih, putus asa, tidak punya harapan lagi dan keinginan

bunuh diri muncul dalam diri ODHA, disaat inilah mereka membutuhkan dukungan

keluarga dan orang orang terdekat mereka. Ketika mereka merasa didukung dan

diterima keluarga maka para ODHA punya semangat dalam menjalani pengobatan

ataupun terapi ARV.

Aldo meceritakan pada peneliti bagaimana mama dan kakaknya

memotivasinya selama pengobatan, membiayai kehidupannya karena Aldo tidak bisa

bekerja lagi. Mama dan kakak nya mengirim uang untuk biaya hidup nya selama di

Rumah Singgah dan sesekali datang menjenguk nya. Aldo selalu berpesan pada

keluarganya agar tidak memberitahukan penyakitnya pada orang lain, hal ini

diungkapkan Aldo sebagai berikut:

Kubilang jangan ada lagi yang tahu, kalian aja, malu nanti , keluarga jadi
malu, sementara itu kesalahan awak sendiri, biarlah awak yang nanggung
sendiri (jadi ada lagi keluarga yang tahu?) abang dan kakak ipar, kubilang
jangan ada lagi yang tahu, nanti dikucilkan keluarga kita, nanti dikucilkan
keluarga awak di pesta pesta adat, gara gara awak

Aldo malu dan takut kalau ada yang mengetahui status HIV nya, dia belum

siap open status, karena menurutnya ketika dia buka status maka orang lain akan

Universitas Sumatera Utara


mengucilkannya, jadi lebih baik orang lain tidak tahu sehingga suatu saat dia bisa

pulang kerumah tanpa penolakan. Aldo juga sudah pernah pulang kerumah dan

tetangganya tidak menolaknya, menurut Aldo hal itu karena tetangganya tidak ada

yang mengetahui kalau dia terinfeksi HIV.

Peneliti melihat kalo Aldo sangat takut orang lain mengetahui statusnya,

ketika peneliti mau mengambil fotonya, Aldo menolak padahal teman teman yang

lain masih mau difoto asalkan jangan terlalu dekat dan kalo difoto harus beramai

ramai dengan teman lain. Peneliti memahami perasaan Aldo sehingga peneliti juga

tidak memaksa agar Aldo ikut berfoto.

Lain hal nya dengan Ijul, awalnya dia tidak mengetahui kalau dia positif HIV,

sebab keluarga merahasiakannya. Ketika melakukan pemeriksaan laboratorium di

Kabanjahe, Ijul ditemanin kakaknya dan hasilnya tidak dibeitahukan pada Ijul.

Setelah mendapatkan hasil pemriksaan yang pada saat itu sudah positif HIV, Ijul

dibawa kekampung, padahal dokter saat itu menyuruh keluarga untuk membawanya

ke RS Adam Malik Medan, hal itu dikarenakan keluarga Ijul tidak punya uang untuk

berobat ke RS Adam Malik Medan. Melihat kondisi Ijul yang semakin parah dan

mencoba bunuh diri, maka keluarga mengurus Jamkemas dan membawa Ijul ke RS

Adam Malik Medan. Kondisi Ijul saat itu sudah lumpuh dan tidak berdaya lagi,

apalagi ketika istrinya mengetahui Ijul positif HIV, istrinya pun meninggalkan nya,

hal ini menambah kesedihan dan keputusasaan bagi Ijul. Ijul semakin putus asa dan

ingin bunuh diri saat dirawat di RS Adam Malik ditambah Ijul juga sering

menyaksikan ODHA (pasien 1 ruangan) yang meninggal, demikian diungkapkan Ijul:

Universitas Sumatera Utara


Selama saya disana ada paling tidak 15 orang sudah meninggal orang
dengan HIV. Orang tua saya, mama saya juga sampai heran kenapa saya
tidak meninggal. Seluruh pasien dengan HIV yang dirawat hidup dalam
tekanan dan putus asa, saya juga sangat tertekan dan pernah berusaha
menjatuhkan kepala kelantai agar meninggal, bahkan waktu itu karena sudah
sangat tidak tahan ada pasien dengan HIV yang ingin memotong urat nadinya
sendiri; untung waktu itu ada petugas dan pendamping yang lihat dan
mencegahnya

Ijul merasa rendah diri dan tidak bisa percaya diri lagi. Hanya saja Bang

Primus (salah satu anggota komisi HIV AIDS dan Napza GBKP yang bertugas

sebagai pendamping ODHA) sering menasehati dan memotivasinya sehingga Ijul

masih bersemangat dalam menjalani hidupnya. Ijul juga mendapat dukungan dari

mama dan kakak tertuanya, mereka lah yang membiayai kehidupan Ijul, hanya saja

Ijul hanya mendapat dukungan dari mama dan kakak tertuanya sementara saudaranya

yang lain tidak ada yang menolong bahkan menanyakan kabar pun tidak ada. Sudah 4

bulan Ijul tidak lagi mendapat bantuan dana dari keluarga karena kakak nya juga

mendapat musibah meletusnya Gunung Sinabung dan sedang mengungsi. Peneliti

melihat kesedihan Ijul saat menceritakan hal ini, Ijul juga becerita kalau istrinya ingin

kembali lagi saat ini setelah mengetahui kondisi Ijul membaik di Rumah Singgah,

tetapi Ijul tidak mau lagi menerima istrinya, Ijul sudah menutup hatinya untuk

istrinya.

Cika juga merasa sedih dan putus asa ketika mengetahui dirinya terinfeksi

HIV. Apalagi hal itu diketahui 2 bulan setelah kematian suaminya. Rasa ingin mati

pun muncul dalam dirinya. Awalnya Cika tidak mau tinggal di Rumah Singgah

Universitas Sumatera Utara


karena rumah Cika hanya berjarak 2 km dari Rumah Singgah Moderamen GBKP,

Cika takut dan malu kalau masyarakat jadi tahu kondisinya. Cika juga tidak

bersemangat dalam menjalani pengobatan sampai akhirnya dia mendapatkan

dukungan dari Ijul yang juga ODHA di Rumah Singgah tersebut. Ijul setiap hari

memberi semangat pada Cika seperti memasakkan air panas, mengingatkan untuk

mandi, makan dan minum obat. Cika pun mulai bersemangat dan mengalami

pemulihan dari hari ke hari bahkan ketika peneliti bertemu Cika pada bulan Juni

sangat berbeda dengan pada bulan Maret, Cika terlihat lebih segar, bersemangat dan

lebih gemuk.

Ucok lebih memilih berserah pada Tuhan ketika dia positif HIV, dia

menyadari kalau itu adalah dosa nya dan hasil dari perbuatannya dan bertekad tidak

mengulangi perbuatannya yang salah lagi. Budi juga menyampaikan hal yang sama,

merasa menyesal dan tidak akan mengulangi sex bebas lagi. Budi merasa malu dan

merasa telah mempermalukan keluarganya, dan merasa bersyukur juga karena masih

diberi kesempatan hidup. Budi menceritakan pada peneliti kalau ia sempat megalami

masa kritis dan tidak mengira masih bisa hidup sampai sekarang.

Makanya saya dibilang suatu mujijat jugalah gitukan, saya pikir pun saya
pasti menghadap ke Tuhan gitu, karena diantara ruangan itu yang saya lihat
pada meninggal semua gitu. Saya kalau dibilang cukup yang parah lah gitu,
kakak bisa tanya ama bang Primus gimana waktu masa-masa kritis saya,
saya pikirpun saya udah nggak ada harapan lagi
Rani tidak pernah menyangka akan terinfeksi HIV, karena dia merasa tidak pernah

menggunakan narkoba jarum suntik dan transfusi darah. Rani menduga kalau dia

Universitas Sumatera Utara


tertular dari suami dan suami sudah meninggal pada bulan oktober tahun 2013 dan

diduga juga meninggal akibat HIV.

4.5. Kepatuhan Informan Minum Obat ARV

Matriks 4.5. Jawaban Informan tentang Minum Obat ARV

Informan Jawaban
Aldo Minum obat dosis 1x seharihabis minum obat jantung deg deg
angelisah, (apa jadi abang putus obat gak?) kalo putus payah lah
kak, nanti jadi menghadap awak sama Tuhan (informan dan peneliti
tertawa terbahak bahak saat mengatakan menghadap sama Tuhan).
penyakit ini ngeri ini kak, 15 orang kurasa udah ada yang mati,
selama kami tinggal disini.

Ijul Kalo aku dosis 2x sehari,teraturlah, kalopun terlambat 5 menit aja,


takut lah kalo gak minum obat nanti drop lah

Cika Aku 1x sehari, jam 8 malam lah aku biasa minum, janganlah
terlambat, takut aku nanti jadi drop kalo gak minum obat, biasanya
kami saling ingatkan kalo dah jam 8 malam

Ucok Kadang ditempat kerja, kalau misalnya saya lupa bawa, saya segera
pulang ke rumah singgah, biar tetap teratur. Belum pernah bolong,
paling terlambat setengah jam.Dosis 1 kali sehari,kalau sering-sering
bolong bisa dipanggil Tuhantapi kalau cuma sekali ya belum

Dina Aku 2x sehari, jam 8 pagi dan jam 8 malam, kami saling
mengingatkan jangan sampe lupa..bahaya lah, kalo obatku habis,
kupinjam dari kawan dulu, nanti kuganti kalo obatku dah datang, gak
boleh bolong, takut aku

Budi Teratur, nggak pernah bolong, cuman kalau telat-telat 5, 10 menit


kalao bolong, bisa resisten, begitu kita makan obat itu, virus itu tidak
mempan lagi

Rani Minum 1x sehari, teratur lah, jam 8 malam aku minum. gak lupa,
kalo aku pergi aku bawa ditas, kemarin kupijam obat si aldo, karna
obatku habis, obat kami sama, tapi nanti kuganti, dah makin sehat aku
karna minum obat itu

Universitas Sumatera Utara


Setiap orang jika ingin cepat sembuh harus lah tepat dalam minum obat yang

diberikan oleh Dokter. Minum obat yang tepat dan benar yaitu waktu, cara dan dosis

obat harus tepat. ODHA yang menjalani terapi ARV harus lah mengetahui waktu,

cara dan dosis yang tepat dalam minum obat, sebab jika tidak tepat dan benar maka

obat tersebut tidak lah efektif dan dapat menimbulkan resistensi. Seluruh ODHA

sepertinya sudah tahu betul kalau mereka harus teratur dan tepat dalam minum obat

ARV. Mereka mengetahui akibat yang timbul jika mereka tidak teratur dan tepat

dalam minum obat. Jika mereka lalai dalam minum obat maka ancama kematian pun

akan ada didepan mereka. Peneliti juga beberapa kali melihat ODHA saling

mengingatkan jadwal minum obat. Peneliti melihat jam minum obat beberapa ODHA

adalah pukul 8 malam.

4.6. Alasan Informan Tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP

Matriks 4.6. Jawaban Informan tentang Alasan Tinggal


di Rumah Singgah Moderamen GBKP

Informan Jawaban
Aldo Karna supaya bisa pemulihan total, ada kawan kawan awak, jadi gak
kepikiran sendiri biar gak jadi stress, kadang kalo sendiri berat rasanya,
tapi kalo di rumah singgah ini malamnya bisa ketawa ketawa, gitulah,
dikuatkan, makin semangat awak (selain semangat apalagi?) berlomba
lomba awak untuk sehat, (apa abang makin sehat sekarang ini?)
makin.kek ginilah kadangpun nanti dikasih minum susu, masak, minum
vitamin, karna abang bunda itu dah lama berkecimpung di bidang ini
jadi lebih tau kek mana, kek gini dek kau makankek gini kau., kek gini
bikin, ,jadi semangat awak, makan sop, atau makan apa, diajarin mana
yang jangan dimakan , mana yang boleh dimakan, istirahat cukup
Ijul Waktu itu mama saya juga cukup menyetujui hal itu karena dia takut
saya diusir orang kampung. Masih lebih baik disini, karena dikampung
kan belum terima

Universitas Sumatera Utara


Matriks 4.6. (Lanjutan)

Cika Awalnya aku ga mau disuruh ke sini, karena rumah kami kan dekatnya.
Tapi malam-malam udah parah aku, demam tinggi, masuk angin jadi
takut aku. Pagi nya aku langsung ke sini. Kalau disini kan ada orang
yang bisa saya tanya, kalau begini gimana; gitulah.

Ucok Saya datangi dia dan menceritakan bahwa saya takut tidak akan
diterima keadaan saya dikeluarga. Akhirnya saya masuk ke Rumah
Singgah Sampai saat ini saya masih di Rumah Singgah karena kakak
saya yang tertua masi belum mengijinkan saya keluar dan dekat dengan
keluarga

Dina Yah, kan waktu itu, 3 hari harus balik lagi, 1 minggu balik lagi; rasanya
ga kuat juga harus bolak-balik; masyarakat pun belum menerima. Jadi
suami bilang kami tinggal di rumah singgah aja. Di Rumah Singgah ini
dengan adanya teman, kita juga makin semangat. Kalau tinggal dengan
masyarakat, saya merasa saya lemah sendiri, orang lain kuatkan. Kalau
disini, melihat yang lain makin sehat, saya juga termotivasi bisa begitu
juga, misalnya ada yang makin gemuk, saya juga termotivasi kalau saya
juga bisa gemuk. (Selain itu apa lagi?) Pelayananya juga, misalnya 1
kali seminggu datang pendeta, ada aja orang-orang yang datang untuk
kunjungin kami disini; sehingga semakin semangat

Atas inisiatif keluarga gitu kak, karena seperti yang saya bilang waktu
Budi saya pertama minum-minum obat virus itu ada efek-efek sampingnya
gitu, jadi kalau udah sesama kawan ini kan udah pengalaman apa efek-
efek obat gitu kan, jadi ya merekalah satu bendera dengan saya lah gitu
kak, jadi kan tau apa gitu, mereka pun ngasih semangat kepada saya gitu
kan, Jadi ya, memang ada juga kalau tinggal dirumah singgah ini kan
kita dibimbing dibina gitu

Kalau disini kan, penyakit kita entah ada keluhan, teman kita kan udah
tahu, misalnya ngomong aku entah sama Budi entah sama Aldo; kok gini
Rani do? Aldo kan ngasih masukan, oh gitu. Kalau di kampungkan orang itu
belum ngerti semua tentang penyakit ini.

Secara keseluruhan alasan informan tinggal di Rumah Singgah Moderamen

GBKP hampir sama, beberapa alasan diantaranya karena takut ditolak dikeluarga dan

lingkungan, ingin mendapatkan teman-teman yang saling menolong sesama ODHA,

Universitas Sumatera Utara


mendapatkan bantuan materi dan spiritual serta bimbingan dalam mengatasi penyakit

yang mereka alami. ODHA tidak lagi dapat bekerja dan mereka sangat membutuhkan

bantuan materi untuk kelangsungan hidup mereka dan motivasi yang dapat memberi

semangat bagi informan agar tidak putus asa dalam menghadapi penyakitnya.

Ada beberapa alasan informan tingggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP

diantaranya informan ditolak di kampungnya (tempat tinggal nya), ditolak keluarga,

ingin mendapatkan bantuan materi untuk kelangsungan hidup mereka karena mereka

sudah tidak bekerja lagi, mendapat bimbingan dan motivasi dari komisi HIV

Moderamen, dan mendapat teman sesama ODHA yang mengerti cara mengatasi sakit

yang dihadapi dan saling mendukung untuk cepat pulih. Dari pernyataan semua

informan, mereka semakin sehat selama tinggal di Rumah Singgah Moderamen

GBKP, hal ini dikarenakan saling membantu diantara sesama ODHA untuk cepat

pulih dan adanya pendampingan ODHA yang dilakukan, dimana mereka bisa

konseling dengan pendamping dan dokter dari komisi HIV AIDS GBKP yang suka

berkunjung dimana mereka diajarkan cara mengatasi efek samping obat, cara minum

obat yang tepat dan makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan sehingga kesehatan

mereka terpantau oleh pendamping ODHA. Jika mereka tiba-tiba sakit atau drop,

sesama ODHA sudah tahu apa yang harus dilakukan dan jika tidak sanggup

mengatasinya maka pendamping ODHA lah yang turun tangan dan biasanya

penangan yang tidak dapat ditangani di puskesmas, klinik ataupun Rumah Sakit

Umum Kabanjahe maka akan dibawa ke Rumah Sakit Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


4.7. Upaya Informan Menjaga Kesehatan

Matriks 4.7. Jawaban Informan tentang Upaya Menjaga Kesehatan

Informan Jawaban
Aldo Berpikir positif lah awak biar naik CD4 awak, tapi ini kayaknya
dah naik lagi, makan telur 2 x sehari, makan sop, biar gak drop,
pudinglah tiap hari, minum susu rajin rajinlah awak makan telur

Apa yang ada disini itulah yang saya makan. Kalau beras kan
Ijul tetap ada, kalau lauk ya itulah, apa yang ada. Telur yang ada ya
telur kami goreng. Setiap kamis dari Moderamen dikasi ikan dan
sayur. Tapi itu juga hanya untuk kebutuhan 2 hari

Cika Susu itu ajanya, sekali satu hari pasti kuminum, kadang yang ini,
Progdugen. kadang Ensure , aku gak makan, kalau telur muntah
aku kalau ku makan , makan vitamin

Ucok Kalau sekarang kurang, biasanya sebelum saya bekerja, 3 kali


sehari minum susu, bila tidak makan telur, makan soup babi,
Sekarang sudah tidak, karena dari moderamen menginfokan bahwa
bantuan sudah kurang, jadi susu sudah tidak ada. Telur dan beras
juga sudah agak berkurang

Dina Kalau sekarang minum susunya tidak seperti dulu lagi, kadang 2
kali satu hari. Buah juga. harus dijaga biar CD4 tidak turun. saya
jaga makanan, mana yang boleh dimakan mana yang tidak.
Misalnya supermi tidak boleh, ya saya tidak pernah makan itu.
Durian juga tidak boleh

Budi Makan telur dan minum susu tiap hari, aku gak merokok
lagi,makan makanan sehat lah biar naik CD4 ku

Rani Minum susu, makan telur tiap hari, makan buah lah biar sehat,
minum sop biar CD4 naik

Menurut pengamatan peneliti, informan hanya fokus dalam hal makan telur,

minum susu dan makan sop dalam upaya menjaga kesehatan agar CD4 bisa naik.

Menurut mereka jika CD4 naik maka mereka akan cepat pulih. Mereka juga

Universitas Sumatera Utara


menjauhkan makanan yang dipantangkan seperti makan mie instan, makanan yang

tidak matang, lalapan dan makanan lainnya. Komisi HIV AIDS dan napza

memberikan bantuan berupa beras, susu, obat dan lauk pauk untuk menunjang

kesehatan ODHA.

Hampir semua ODHA awalnya minum susu 2 kali sehari, makan telur 2-3

butir/hari, dan minup sop. Makanan ini adalah makanan wajib bagi ODHA agar dapat

meningkatkan CD4 mereka. Hal ini diberitahukan oleh pendamping dan tenaga medis

saat mereka dikonseling. Akan tetapi karena keterbatasan bantuan dari komisi HIV

GBKP dan keluarga ODHA, maka beberapa ODHA sudah berkurang dalam

mengkonsumsi susu, telur dan sop. Ada ODHA yang hanya makan nasi seadanya

saja dan hanya mengandalkan bantuan dari Komisi HIV GBKP karena sudah tidak

mendapat bantuan dari keluarganya lagi.

4.8. Aktivitas Informan di Rumah Singgah Moderamen GBKP

Matriks 4.8. Jawaban Informan tentang Aktivitas di Rumah Singgah


Moderamen GBKP

Informan Jawaban
Aldo Ke ladang, nanam nanam, bersihkan rumput, buat sabun
cair, membuat padat karya, setiap hari dilakukan?) gak juga,
(selain itu apalagi?) tidur, makan, dengar musik pake HP
(gak ada nonton TV?) gak, gak ada TV (penulis melihat ada
TV hanya saja tidak ada antenna jadi tidak ada siaran yang
masuk), kebaktian sekali seminggu"

Ijul Kemaren sempat buat polibag yang dari yayasan Pincala,


tapi sekarng kan sudah tidak lagi. (Jadi apa kegiatan setelah
bangun tidur?) Yah, paling beres-beres rumah, karena ada

Universitas Sumatera Utara


Matriks 4.8. (Lanjutan)

jadwal yang sudah kami buat. Selain itu ya tidak ada, paling
jalan-jalan ke pasar, pulang, tidur, yah begitulah

Cika Tidak ada. Yah bosan jugalah. (Ga ada rencana buka salon
kak?) Ngga lah, buka salonkan ngga gampang.

Ucok Sebelumnya ada 2 kali seminggu, tapi sekarang sudah jarang


sekali; sudah ada 2 bulan tidak ada kebaktian disini. (Senang
ada kebaktian?) Senang sekali, ketika mereka datang
kehadiran mereka dan bisa berkumpul. (Jadi sangat merasa
ingin ini tetap ada ya?) Iya benar. Kalau saya lagi suntuk
online, misalnya minggu kalau tidak ada kegiatan, pulang
kerja juga kadang-kadang saya online, Oh kemaren pernah
juga menanam tanaman seperti daun soup, membuat sunlight
biar ada kegiatan, (saya dengar abang sudah bekerja ya?)
Sejak April, sudah 1 bulan. Sudah gajian sekali. (Jam berapa
berangkat kerja) Dari sini jam 7 pagi, pulang kerja jam
setengah delapan malam. (Pulang kerja ga langsung pulang)
Ngga, saya cerita-cerita dulu. (Ga semakin capek?) Ngga
juga

Dina Kayak kemaren menanam daun soup, bunga, buat sunlight.


Tapi kalau sekarang sudah tidak ada lagi memang. (Jadi apa
kegiatan Ibu) Yah, tidak ada paling mencuci, masak, yah
gitulah. (Bosan ga?) kadang ya bosan (Kalau bosan Ibu buat
apa) Nyanyi-nyanyi rohani, dengar radio, bernyanyi bersama
teman-teman disini main gitar, kita ngga punya televisi.
Kadang ya jalan-jalan ke pasar beli buah, beli lauk; karena
udah sehat ya kadang saya pergi ke pesta

Budi Aktivitas sehari-hari kami udah mulai menanam bunga apa,


polybag-polybag seperti selada gitulah, tapi ya mungkin bagi
kami ya sebenarnya itu kuranglah gitu kak, (Kurang apa?)
Kurang lahanlah gitu. paling tidak kami bekerjalah untuk ada
kegiatan sehari-hari gitu suaya tidak jenuh kali gitu kan.
(Lanjut lagi nanamnya?) Tidak ada lagi lahan yang mau
dikerjakan. Kemaren kami sempat mau membuat sunlight
(Sabun cuci) apa gitu, tapi bahannya nggak ada gitu, alat
pembuatan sunligt itu. Berhenti karena bahannya nggak ada
gitu kan. Kalau seandainya ada itu ya, itu aja yang diurus

Universitas Sumatera Utara


Matriks 4.8. (Lanjutan)

setiap hari, uang belanja pun lepas gitu kan kak ya. Bangun
tidur gitu-gitu aja, kadang-kadang saya ikut bapak saya juga
ke ladang, tapi gara-gara ini belum aman kali gunung, ladang
kami kan dikampung gitu. Si Aldo pun sering juga saya bawa
ke ladang. (Jadi kebanyakan apa kegiatan abang?) Bangun
tidur gitu-gitu aja, masak, makan, nyiram-nyiram bunga,
dengar musik, berdoa gitu kan. (Abang sholat dimana?) Ini
Rani mesjid ini. (Tiap hari?) Kalau cuaca lagi mendung apa, saya
nggak tahan juga kedinginan

Kami nanam selada (Setelah itu ngapain lagi) Sekarang


belum lagi, lahannya pun belum ada. Kalau udah pergi
pengungsi, mau nanam cabe kata karo. (Ada lagi kegiatan
kakak?) Nggak (Bosan kak?) Bosan (Jadi kalau udah bosan,
ngapain?) Kalau bosan ya, kadang-kadang suka mengeluh
gitu, tapi ah ngapain saya gitu pikir saya. Bosan gitu, ya
kuajak karo, kayak kemaren pergi kami ke gundaling, jalan-
jalan naik kuda, karo, Donal itu bertiga kami berempat sama
Keni. Terus udah bosan lagi, yang dilihat, cuman beras,
kompor, tempat tidur kan bosan kita. Kemaren pergi lagi kami
ke Danau Toba itu, ke Tongging, pergi kami berempat,
Tadinya kita kan mau cari kerjaan, mau jualan di Seribu
Dolok itu,

Kondisi kesehatan ODHA di Rumah Singgah Moderamen GBKP sudah lebih

baik. Pada umumnya CD4 mereka sudah naik dan Infeksi Oportunistik (IO) seperti

penyakit TB, diare, sudah sembuh sehingga mereka sudah bisa beraktivitas kembali

walau tetap dijaga agar aktivitas yang dilakukan tidak terlalu berat. Secara

keseluruhan aktivitas ODHA di Rumah Singgah hampir sama, mereka sempat

berladang, menanan selada, daun sop dan bunga mawar (foto ada dilampiran), hanya

saja kegiatan ini tidak berkelanjutan karena polibag dan bibit nya sudah habis dan

lahan tidak ada lagi. Kegiatan lain seperti pembuatan sabun cuci (mirip sunlight) juga

Universitas Sumatera Utara


sempat rutin dilakukan akan tetapi berhenti karena bahan pembuatannya sudah habis.

Kebaktian yang biasanya rutin dilakukan 1x seminggu, sekarang sudah jarang

dilakukan. Selain itu ada juga pertemuan sesama ODHA yang dilakukan di Medan 2

bulan sekali. Keseluruhan informan sangat suka acara pertemuan ini karena mereka

dapat bertanya pada Dokter dan sesama ODHA tetang masalah kesehatan yang

mereka hadapi.

ODHA merasa bosan dan jenuh jika tidak memiliki kegiatan yang jelas.

Mereka merasa bosan jika hanya tidur, makan dan masak saja, mereka hanya bisa

mendengar musik dari HP dan tidak bisa menonton TV mengisi waktu karena tidak

adanya parabola. Beberapa ODHA juga mengisi waktunya dengan bermain Facebook

(FB) jika ada uang dan bernyanyi dengan diiringi gitar, jalan jalan ke ladang mereka

yang ada dikampung. Hanya ada 1 ODHA yang sudah bekerja karena sudah sanggup

dan CD4 nya sudah diatas 400 yaitu Ucok. ODHA yang lain hanya memiliki CD4

100-200. Menurut pendamping Rumah Singgah yaitu bang Primus Tarigan dan team

dari komisi HIV, ODHA akan boleh bekerja dan boleh keluar dari Rumah Singgah

jika CD4 mereka sudah diatas 400.

Kepada peneliti ODHA mengungkapkan keinginannya agar Komisi HIV

AIDS dan Napza GBKP membuat kegiatan atau menindaklanjuti kegiatan yang sudah

pernah ada agar ODHA dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang menghasilkan

sehingga mereka dapat uang dari kegiatan tersebut untuk biaya hidup mereka. Mereka

merasa semakin sehat jika ada kegiatan yang jelas sehingga merekapun terhindar dari

melamun (bengong) karena tidak ada aktivitas. Saat peneliti berada di Rumah

Universitas Sumatera Utara


Singgah Moderamen GBKP, siang hari selesai ODHA makan siang, peneliti melihat

ODHA hanya duduk duduk di ruang tamu, ada yang melamun ada yang dengar musik

dari radio, dan ada yang tidur siang. Kalau sudah sangat bosan dan suntuk, peneliti

melihat beberapa ODHA pergi keluar jalan jalan, ada yang merencanakan perjalanan

untuk refreshing tapi ada juga yang hanya sekedar keluar karena tidak memiliki uang

untuk bepergian jauh.

4.9. Harapan Informan Akan Masa Depan

Matriks 4.9. Jawaban Informan tentang Harapan akan Masa Depan

Informan Jawaban
Aldo Aku mau jadi penginjil

Ijul Kalau udah sehat CD4 udah 500 yah adalah. Karena kalau udah
berumah tanggakan jadi tambah semangat, untuk bekerja cari uang

Sekarang nggak ada niatku untuk menikah gitulah, tapi kalau apa nanti
Cika kan nggak tau kita. Tapi sekarang nggak, niatku sekarang mau kerja.
Mau kerja mau kumpulkan anakku, sama kami gitu

Yang terakhir pengen jadi penginjil, tapi udah malas. Karena udah
Ucok lama kali untuk menunggu waktunya, ga pernah jadi, udah saya batalkan
aja. Udah bosan. (Jadi mau jadi apa sekarang?) Lihat kedepannya lah

Gak terpikir menikah lagi lah, aku jg dah tua, anak anak dah besar,
biar sehat ajalah, bisa kerja
Dina
Pengen menikah, berharaplah kak, nggak mungkin lah saya selamanya
gini aja terus kan udah gitu saya pun memang berharap kalau memang
Budi saya udah sanggup bekerja, kenapa ngga kerja gitu kan. Seperti sales,
ataupun seperti mungkin kerja ditoko gitu, kasir.

Rani Untuk sekarang belum mau berumah tangga lagi, mau urus anak dulu
sehat, sekolah, kalau nanti dia udah jadi, bisa ngurus saya

Universitas Sumatera Utara


Sekalipun HIV belum ada obatnya dan tidak bisa disembuhkan, ODHA harus

tetap memiliki semagat dan harapan akan masa depannya. Memiliki harapan dapat

membuat mereka semangat dalam menjalani hidup dan berdampak baik bagi

kesehatan mereka. Jika mereka sudah lebih sehat dan CD4 sudah diatas 400 dan

mereka sudah bisa bekerja ada informan yang ingin jadi penginjil, supir, kasir dan

bahkan ada informan yang masih mau menikah.

4.10. Stigma dan Diskriminasi yang Dialami Informan

Sampai saat ini ODHA masih mengalami stigma dan diskriminasi dari

keluarga, lingkungan baik di tempat kerja, gereja maupun lingkungan rumah.

Kalaupun ada ODHA yang tidak mengalami stigma dan diskriminasi , hal itu karena

keluarga atau lingkungan tidak megetahuinya, karena masih ada ODHA yang belum

berani open status.

4.10.1. Bentuk Stigma dan Diskriminasi yang Dialami Informan

Matriks 4.10. Jawaban Informan tentang Stigma dan Diskriminasi yang Dialami

Informan Jawaban
Aldo Pernah mengalami penolakan dirumah lama yang dirumah
singgah itu, kalo di lingkugan gak ada karna orang itu gak tahu
kan

Ijul Tidak ada satupun orang yang mau menjenguk saya, bahkan
mama saya, waktu dia pergi ke kamar mandi umum dikampung,
bekas langkah mama saya disiram dengan air panas oleh
tetangga kami. Saya benar-benar dendam, kalau saya sehat
bahkan saya mau membacok orang itu. (Dari mana abang tau
kejadian itu?) Mama saya sendiri yang cerita, dia bahkan sampai
berkelahi dengan tetangga itu. Perlakuan orang benar-benar
sadis kepada saya, tapi jangankan saya, mama saya juga ikut

Universitas Sumatera Utara


Matriks 4.10. (Lanjutan)

dijauhi, ketika dia ke kamar mandi umum ataupun ke warung;


kakak saya juga mendapat imbasnya semua orang jadi menjauh

Pada waktu itu saya juga dibawa dengan ambulance dari


kampung karena tidak ada satu angkutan umum pun yang mau
membawa saya. (Kenapa tidak ada yang mau?) Karena istri saya
waktu itu memberitahukannya kepada salah satu warga kampung
dan berita itu langsung menyebar

Cika Tetangga itu aja, jadi takut, gak mau dekat lagi..(sampe diusir?)
ngga sih paling menjauh aja, awalnya mamak juga gak mau
jaga

Ucok Sampai saat ini saya masih di Rumah Singgah karena kakak
saya yang tertua masi belum mengijinkan saya keluar dan dekat
dengan keluarga. (Apa alasannya menurut abang tidak
mengijinkan abang pulang ke kampung, apa karena malu?)
Katanya, bila nanti kalau ada luka dibadan saya dan ada anak-
anak mereka juga luka bila saya gendong, dia takut bisa tertular

Dina Ada yang menerima ada yang nggak. Yah sebagian jijik dia,
takut menular. Ngga ngerti dia. Awalnya kan waktu suami saya
meninggal, kan diadati ke Jambur. Banyak yang datang, tapi ada
yang ngga mau salam saya, menegur saya juga tidak. Keluarga
dekat juga ada yang begitu. Sedih sekali rasanya, ada teman
dekat yang tidak mau salam. yang ngusir orang orang gereja
juga

Budi Karena saya ketika mengetahui udah positif langsung di pecat


oleh direktur, saya bekerja seperti semula rupanya sampai
dirumah sakit saya tidak diijinkan lagi bekerja gitu, udah ngapain
lagi kamu kerja kata kabid keuangan saya, saya pun udah kesal
juga. Ketika saya sampai situ udah ada digantikan saya gitu,
belum keluar SK Pemberhentian sayapun saya udah
diberhentikan gitu, kadang-kadang kita bersalaman aja pun ya
nggak diterima kadang-kadang kita lewat pun dia minggir gitu,
didekat rumah saya gitu, entah ke warung gitu, ga mau duduk
dekat

Rani gak ada aku dijauhin kelurgaku, semua mendukungku, bahkan


mereka yang biayain semua pengobatanku, kakak kakakku dan

Universitas Sumatera Utara


Matriks 4.10. (Lanjutan)

abangu semua nya membantu aku, lingkungan rumah kami


keluarga kami semua,waktu aku datang pun aku ke kampung
malah dipelukin pun diciumin, berarti gak takut dia kan

Bentuk stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA bervariasi pada

beberapa ODHA. Stigma dan diskriminasi yang informan alami antara lain: dijauhi

dari lingkungan dan keluarga, tidak mau disalam, ditolak dan dianggap menjijikkan

dan dipecat dalam pekerjaan. Lain halnya dengan Rani, ia tidak mengalami stigma

dan diskriminasi dari keluarga maupun lingkungannya, melainkan ia selalu

mendapatkan dukungan dari keluarganya.

4.10.2. Sikap Informan terhadap Stigma dan Diskriminasi

Matriks 4.11. Jawaban Informan tentang Sikap Informan terhadap Stigma dan
Diskriminasi

Informan Jawaban
Aldo aku gak suka lah, apalagi waktu di usir dari rumah singgah yang
di Medan..tapi kalo dilingkungan aku gak ngalami karena dah
kubilang sama keluarga ku jangan diberitahu orang lain, cukup
keluarga kita aja yang tahu kubilang.nanti malu kita kubilang.

Ijul Saya benar-benar dendam, kalau saya sehat bahkan saya mau
membacok orang itu.. Perlakuan orang benar-benar sadis kepada
saya

Cika gak suka sih kak kalo dijauhi tetangga apalagi mereka menjauh
dariku, tapi ya mau kekmana lagi, dah ini nasibku, mau bilang
apalagi.

Ucok Biasa saja. Saya sadar saya orang kotor, dan yang paling
membuat hati saya plong, saya sudah berserah kepada Tuhan

Dina Sedih sekali rasanya, ada teman dekat yang tidak mau salam,

Universitas Sumatera Utara


Matriks 4.11. (Lanjutan)

kecewalah, sedih kali rasanya, yang ngusir orang-orang gereja


juga

Budi Ya mungkin saya pikir itu kak, itu mungkin suatu diskriminasi
kepad saya, tapi apa boleh buat mereka pun mungkin belum
mengetahui gitu kan. Tapi ya mungkin ada juga kadang benarnya
dan baiknya mungkin seperti yang dibilang direktur itu saya butuh
istirahat yang total dan ada menjalani masa kritis gitu. Mungkin
bertanggapan dia pun baik juga kepada saya gitu, kalau nanti
seandainya nanti udah sehat, kerja lagi kerja lagi gitu. Tapi tak kan
mungkin lagi lah kerja kalau udah dipecat begini kan kak. Cara
halus aja itu menolaknya gitu.

Rani Gak ada aku dijauhin kelurgaku, semua mendukungku, bahkan


mereka yang biayain semua pengobatanku, kakak kakakku dan
abangu semua nya membantu aku, lingkungan rumah kami
keluarga kami semua,waktu aku datang pun aku ke kampung malah
dipelukin pun diciumin, berarti gak takut dia kan

Setiap orang tidak suka mengalami stigma dan diskriminasi dalam bentuk

apapun, hanya saja cara setiap orang dalam menyikapi stigma dan diskriminasi

berbeda-beda, ada yan bisa menerima dan ada juga yang tidak bisa menerima yang

menimbulkan rasa benci, kesal dan marah. Ada juga beberapa informan yang bisa

menerima stigma dan diskriminasi orang lain, informan merasa hal itu bisa terjadi

karena mereka tidak mengerti HIV, informan tidak mau pusing dengan perlakuan

orang lain terhadap mereka. Rani tidak mengalami stigma dan diskriminasi dari

keluarga maupun lingkungannya, dia merasa sangat didukung oleh keluarga selama

sakit, dan karena dukungan dari seluruh keluarga inilah yang membuat Rani cepat

Universitas Sumatera Utara


megalami pemulihan, kondisinya sudah lebih baik dan sudah bisa mengurus diri

sendiri.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengetahuan Informan tentang HIV AIDS

Dari hasil wawancara peneliti dengan informan diketahui bahwa masih

banyak informan yang belum mengetahui apa itu HIV dan AIDS, mereka hanya tahu

kalau HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan dan bisa ditularkan kepada orang

lain, akan tetapi informan tidak dapat megetahui bahwasanya HIV berbeda dengan

AIDS. Menurut Notaodmojo (2010) seseorang yang tingkat pengetahuannya sampai

pada memahami berarti dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan

terhadap objek yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Dalam hal

pengetahuan tentang gejala dan penularan HIV AIDS, pada umumnya seluruh

informan sudah tahu dan memahaminya. Hal ini terlihat dari cara informan

menjelasakannya. Peneliti melihat informan dapat memahami nya karena informan

telah mengalami gejala gejala HIV tesebut. Gejala yang dialami informan hampir

sama seperti demam, mencret (diare), batuk, selama berbulan bulan, berat badan

turun secara drastis dan beberapa informan mengalami tumbuh jamur di mulut.

Sama halnya dengan pengetahuan informan tentang penularan HIV AIDS,

awalnya mereka tidak tahu, tetapi ketika mereka mendapat konseling dari dokter dan

tenaga medis lainnya di Rumah Sakit Adam Malik Medan dan dari pendamping

ODHA, akhirnya mereka jadi mengetahuinya. Seluruhan informan sudah mengetahui

cara penularannya dan dari hasil penelitian diketahui seluruh informan laki laki yang

Universitas Sumatera Utara


berjumlah 4 orang tertular HIV dari sex bebas yang mereka lakukan. Dimana masa

lalu dari informan laki laki seluruhnya adalah suka melakukan sex bebas dengan

banyak wanita di kafe ataupun diskotik. Selama melakukan hubungan sex, informan

tidak ada menggunakan kondom, hal ini dikarenakan pada saat itu informan belum

mengetahui pentingnya memakai kondom dalam pencegahan penularan HIV. Padahal

mereka sangat beresiko terutular HIV, karena tidak ada yang bisa memastikan wanita

pekerja sex tesebut bebas dari HIV. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hounton et

al (2005) dan Nwokoji and Ajuwon (2004) dalam Laksana (2010) menunjukkan

bahwa partner seks yang banyak dan tidak memakai kondom dalam melakukan

aktivitas seksual yang berisiko merupakan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS.

Basuki E dkk (2002) dalam penelitannya yang berjudul berbagai alasan wanita

pekerja sex di Indonesia tidak menggunakan kondom menyatakan dari sisi klien

bahwa penggunaan kondom akan mengurangi kenikmatan dan keyakinan bahwa

pelanggan yang sudah dikenal tidak perlu mengguankan kondom untuk menghindari

penyakit menular seksual atau AIDS dan alasan wanita pekerja sex tidak

menggunakan kondom adalah keyakinan bahwa pacar dan pelanggan yang kelihatan

sehat dan tidak dapat menularkan penyakit menular seksual. Hal ini tentulah tidak

baik dan sangat berbahaya bagi penularan HIV baik bagi wanita penjajah sex dan

juga bagi pria yang menjadi kliennya.

Terdapat 2 informan wanita (Cika dan Rani) yang tertular dari suami.

Pengetahuan informan tertang cara penularan HIV AIDS tidak ada kaitannya dengan

tertularnya informan terhadap HIV AIDS. Cika Dan Rani tidak pernah mengetahui

Universitas Sumatera Utara


kalau suami mereka terinfeksi HIV, sehingga mereka tidak pernah melakukan

pencegahan penularan HIV tersebut. Hal ini disebabkan suami mereka tidak pernah

memberitahukan kondisi kesehatan mereka dan ketika suami sakit sudah pada

stadium tinggi dan tidak lama kemudian meniggal dunia. Hal ini sejalan dengan

pernyatan pada jurnal perempuan (2013) yang menyatakan sebab terinfeksinya

perempuan kerap bukan karena kurangnya pemahaman tentang penyakit tersebut, tapi

lebih dikarenakan perempuan tidak memiliki kekuatan sosial dan ekonomi serta

posisi tawar yang memadai untuk melindungi diri mereka. Contohnya adalah kasus

yang sering terjadi terhadap perempuan Papua. Mereka terinfeksi dari suami yang

sering pergi ke tempat prostitusi lalu menularkan kembali kepada anak mereka. Kaum

perempuan sering kali baru memeriksakan diri setelah sangat terlambat, ketika sudah

dalam kondisi sakit dan sudah pada fase AIDS. Demikian juga terkait akses

informasi, ketika ada sosialisasi HIV/AIDS kerap kali yang diprioritaskan

mendapatkan informasinya hanya kaum pria. Menyikapi hal ini perempuan

diharapkan lebih waspada, sadar, serta berhak mendapatkan informasi kesehatan

secara seimbang. Perempuan juga harus sensitif membaca keadaan lingkungan

termasuk perilaku suami mereka di luar (Jurnal Perempuan, 2013).

Terdapat 1 informan wanita (Dina) tertular lewat transfusi darah yang pernah

diterimanya pada tahun 2008. Kepada peneliti, Dina menyatakan kekecewaannya

terhadap Rumah Sakit yang mentransfusi nya dengan darah yang tercemar HIV,

tetapi Dina tidak bisa berbuat apa-apa karena Dina juga kurang mengerti proses

penerimaan darah tersebut dan kejadiannya sudah 5 tahun berlalu. Hal ini sangatlah

Universitas Sumatera Utara


merugikan pasien, seharusnya pasien mengalami kesembuhan setelah transfusi, bukan

sebaliknya menambah penyakit baru. Seharusnya Palang Merah Indonesia (PMI)

dapat memberikan jaminan terhadap darah yang bebas dari HIV sehingga pasien tidak

takut ketika menerima transfusi darah. Risiko tertular HIV melalui darah yang

terkontaminasi HIV lebih dari 90 persen. Oleh sebab itu setiap orang yang menerima

transfusi darah berhak mendapatkan darah yang bebas dari HIV. Pedoman

internasional dan Resolusi IPU (Inter-Parliamentary Union) Tahun 1998 juga

menghargai undang-undang tentang kesehatan masyarakat yang mengharuskan darah

untuk transfusi bebas dari HIV dan penyakit-penyakit yang dibawa darah.

Probabilitas penularan HIV melalui darah sangat tinggi. Tidak ada pilihan bagi UTD

(Unit Transfusi Darah) Palang Merah Indonesia (PMI) selain menskrining darah

(melakukan uji saring darah) yang akan ditransfusikan. PMI yang sudah ada sejak

tahun 1969 berdasarkan Keppres No 246/1969 mulai melakukan uji saring darah

donor dalam upaya penanggulangan AIDS sejak 1992 berdasarkan Kepmenkes No

622/VII/1992 (Harahap S, 2012).

Keseluruhan informan sudah mengetahui bahwa HIV AIDS tidak dapat

ditularkan dengan menggunakan kamar mandi bersama, gigitan nyamuk, salaman,

pelukan, penggunaan alat makan bersama dan keringat yang mana banyak ditakutkan

orang lain ketika bertemu ODHA. Pengetahuan ini mereka dapatkan dari pendamping

ODHA, dokter dan sesama ODHA di Rumah Singgah. Hal ini terlihat dari ungkapan

informan Ijul sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Kalau kita pelukan, bareng kita mandi, bareng minum satu gelas, bareng
makan satu piring, nggak menular itu kubilang

Informan (ODHA) yang ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP sudah

paham cara penularan HIV sehingga mereka tidak mau menularkan HIV tesebut

kepada orang lain, informan sangat menjaganya dengan cara tidak melakukan

hubungan sex bebas lagi dengan orang lain, kalau ada luka terbuka langsung

melapnya dan menjauhkan nya dari orang lain, seperti pernyataan informan sebagai

berikut:

Dan saya juga sangat menjaga, bila saya luka saya sangat menajaga diri
saya agar mereka jangan sampai terkena. Bila luka saya terkena besi, segera
saya bersihkan dan saya buang bekas elapnya. Saya sangat menjaga jangan
sampai orang lain tertular (Ucok)

Informan sudah memiliki pemahaman yang baik untuk tidak menularkan HIV

kepada orang lain. Mereka tidak ingin ada lagi orang yang tertular sehingga ketika

ada kesempatan untuk menyampaikan kepada orang lain, mereka akan

memberitahukan nya walau mereka tidak membuka status mereka.

Kalo aku ke posko seringnya aku apa, sama anak-anak muda itu, janganlah
pergaulan bebas, jarum suntik (Dina)

Jadi teman saya ditempat bekerja, bercerita kalau dia suka datang ke cafe;
saya ingatkan dia akan bahaya penyakit HIV, walau saya tidak cerita kalau
saya sudah terkena; saya ingatkan bahwa bila dia sudah terkena istri dan
anaknya juga bisa tertular...Misalnya ada juga anak muda yang belum
menikah karena ada masalah dengan pacarnya pergi ke cafe, lalu saya
ingatkan agar dia jangan berhubungan sex. Saya coba ingatkan tentang
penyakit HIV di tanah karo ini, dari situlah bisa kena lalu dari jarum suntik
juga bisa, saya peringatkan. (Ucok)

Kalau kam berhubungan sex bebas kubilang, sama perempuan yang udah
kena HIV kubilang, kam belum, pasti kam tertular kubilang. Cuman dari situ
jalannya tertular kubilang. Atau sakit kam, transfusi darah kam, tambah

Universitas Sumatera Utara


darah, mungkin darah itu tertular HIV disitu, masuk ke kam tertular
kubilang...Sama kawan saya yang supir-supir di Medan udah pernah juga
saya cerita gitu, kau jagalah itu kubilang (Ijul)

Menurut teori S-O-R Skinner dalam Notoadmojo (2003), perilaku merupakan

respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini Informan

menerima stimulus cara penularan HIV dari pendamping ODHA dan team komisi

HIV lainnya, sehingga muncul reaksi untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain

dan menjadi sebuah tindakan dimana informan menyampaikan cara penularan HIV

kepada orang lain dan menghimbau/mengajak agar orang lain agar tidak tertular

HIV. Hal ini dilakukan informan untuk mencegah penularan HIV lebih luas juga.

Menurut Resentock (1982) dalam Notoadmojo (2007) dalam teori Health Belief

Model disebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam

melakukan perilaku pencegahan karena adanya persepsi individu tentang besarnya

kegawatan suatu penyakit yang menyerangnya. Informan mengetahui bahwa

terinfeksi HIV itu sangat lah menyengsarakan mereka baik fisik maupun batin mereka

karena ancaman kematian yang selalu datang dikarenakan belum adanya obat yang

bisa menyembuhkan mereka. Seperti pernyataan informan sebagai berikut:

Nggak sanggup awak menjalani kek gini, karena yakinnya awak sama
Tuhan itu. Kalau nggak kan udah banyak orang balik lagi, toksho dan
matiIyalah, udah cukuplah awak aja, jangan lagi orang lain. Soalnya pun
ini penyakit ini kan, udah badan awak sakit, pikiran awak pun sakit kan,
ibaratnya lahir batin dia sakitnya (Aldo)

Mereka menyadari betapa menederitanya mereka ketika terinfeksi HIV, sehingga

berupaya untuk tidak menularkan kepada orang lain dan mereka berharap tidak ada

Universitas Sumatera Utara


lagi orang yang terinfeksi HIV. Perilaku ini sangat lah baik dan dapat menjadi salah

satu cara dalam mencegah penularan HIV.

5.2. Sikap Informan Ketika Dinyatakan Positif HIV

HIV adalah adalah virus yang menyebabkan penyakit dengan merusak

sisitem kekebalan tubuh kita (Djoerban 2000). Ketika virus ini merusak kekebalan

tubuh, maka timbullah penyakit seperti TB, Hepatitis dan berbagai jenis penyakit lain

yang disebut dengan infeksi oportunistik (IO). Setiap orang tidak ingin menderita

sakit penyakit apalagi terinfeksi HIV. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa

keseluruhan Informan (ODHA) merasa sedih, ingin mati/bunuh diri, depresi, putus

asa dan merasa bersalah ketika mengetahui diri mereka terinfeksi HIV, seperti

ungkapan salah satu informan sebagai berikut:

Ketika saya mengetahui hal itu, lima hari kemudian saya meminta agar saya
dibawa ke RS Adam Malik agar saya bisa meninggal dengan tenang. Namun
saya tetap belum dibawa juga karena uang belum ada, sampai-sampai saya
ingin gantung diri Seluruh pasien dengan HIV yang dirawat, hidup dalam
tekanan dan putus asa, saya juga sangat tertekan dan pernah berusaha
menjatuhkan kepala ke lantai agar meninggal (Ijul)

Hal ini sejalan dengan penelitian Thompson et al (1997) dalam Siste K (2010)

menyatakan pada kenyataannya orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak

hanya memiliki masalah dari segi fisik saja namun juga banyak studi telah

memperlihatkan bahwa mereka mengalami peningkatan kerentanan gejala putus asa

dan rasa bersalah. Wibowo (2004) menemukan data di RSCM menunjukkan dari 100

ODHA terdapat 68% dengan gangguan depresi, 41% dengan gangguan cemas

menyeluruh, 7% dengan gangguan panik dan 6 % dengan gangguan psikotik. Kurang

Universitas Sumatera Utara


lebih 5-10% masyarakat umum mengalami depresi. Namun angka depresi pada

ODHA dapat mencapai 60%. Perempuan terinfeksi HIV dua kali lebih mungkin

mengalami depresi dibandingkan laki-laki (Yayasan spiritia, 2013).

5.3. Tindakan Informan (ODHA) Setelah Dinyatakan Positif HIV

Dari hasil penelitian, peneliti menemukan beberapa tindakan yang dilakukan

informan utama (ODHA) untuk sembuh dari HIV antara lain :

1. Berupaya untuk patuh dalam minum obat ARV.

2. Berupaya untuk menjaga menjaga kesehatan lewat makanan dan minuman

yang dianggap dapat menaikkan CD4.

3. Mencari tempat dan orang yang dapat menerima dan mendukung kesembuhan

mereka.

4. Melakukan aktivitas yang bermakna dan punya harapan akan masa depan.

5.3.1 Kepatuhan Informan Minum Obat ARV

Dari hasil wawancara dan observasi, peneliti menyimpulkan kalau seluruh

informan sudah mengetahui aturan minum obat ARV. Mereka mengetahui akibat

yang timbul jika mereka tidak teratur minum obat ARV tersebut hal ini terlihat dari

jawaban informan sebagai berikut:

Kadang ditempat kerja, kalau misalnya saya lupa bawa, saya segera pulang
ke rumah singgah, biar tetap teratur. Belum pernah bolong, paling terlambat
setengah jam. Dosis 1 kali sehari, yah kalau sering-sering bolong bisa
dipanggil Tuhan, tapi kalau cuma sekali ya belum (Ucok)

Universitas Sumatera Utara


Teratur, nggak pernah bolong, cuman kalau telat-telat 5, 10 menit kalo suka
bolong, bisa resisten, begitu kita makan obat itu, virus itu tidak mempan lagi
(Budi)

Menurut informan untuk obat ARV yang dosis tunggal (dosis 1x1) biasanya

mereka minum pada pukul 8 malam setelah selesai makan malam. Peneliti juga sudah

beberapa kali melihat secara langsung bagaimana mereka saling mengingatkan untuk

minum obat jika sudah pukul 8 malam. Ada 4 orang informan yang minum obat dosis

tunggal dan 3 informan lain minum obat dosis 2x sehari. Untuk obat yang dosis 2 x

sehari, biasnya informan minum pukul 8 pagi dan 8 malam. Sehingga pada pukul 8

malam, seluruh informan serentak minum obat. Peneliti juga melihat kalau informan

pergi jalan jalan, maka mereka akan selalu membawa obat. Informan sangat takut jika

tidak minum obat ARV, karena menurut mereka jika tidak minum obat maka virus

akan terus berkembang dan akan mengakibatkan munculnya berbagai penyakit

infeksi oportunistik yang dapat mengancam kematian bagi mereka. Mereka juga

berupaya agar teratur minum obat, dan kalaupun telat biasnya hanya 10 sampai 30

menit, hal ini dilakukan supaya mereka tidak resisten terhadap obat ARV tersebut.

Hal ini sesuai dengan pernyataan dr Fonny J Silfanus, Deputi Program Komisi

Penanggulangan AIDS Nasional yang menyatakan terapi ARV ini harus diberikan

kepada orang yang tepat karena jika tidak patuh minum obat justru akan resisten

(Kompas, 2013). HIV dianggap resisten (kebal) terhadap obat antiretroviral (ARV)

tertentu bila virus itu terus menggandakan diri (bereplikasi) walaupun kita memakai

obat tersebut. Cara terbaik untuk mencegah resistansi adalah untuk mengendalikan

Universitas Sumatera Utara


HIV dengan memakai ARV yang manjur. Bila kita melupakan dosis obat, HIV akan

lebih mudah bereplikasi. Resistansi klinis dapat dilihat dalam peningkatan pada viral

load, penurunan jumlah CD4, berat badan menurun, dan kejadian baru atau

kambuhan infeksi oportunistik. Pakai semua dosis ARV persis sesuai dengan anjuran,

ini mengurangi risiko resistensi (Yayasan Spiritia, 2014).

Informan berupaya untuk patuh dalam minum obat ARV, mereka takut jika

tidak patuh minum obat ARV maka mereka akan drop dan bisa mengalami kematian,

sehingga mereka akan selalu saling mengingatkan agar tepat waktu saat minum obat.

Hal ini sesuai dengan pernyataan informan pendukung Bang Primus yang

menyatakan kalau ODHA di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi selalu

saling mengingatkan minum obat pada jam yang sama setiap hari nya. Bang Primus

juga memberitahukan informan (ODHA) untuk bisa saling menolong sesama ODHA

ketika efek samping obat muncul sehingga tidak takut dan panik menghadapinya.

Adanya dukungan dari sesama ODHA dan pendamping ODHA dan keinginan

sembuh membuat informan tetap teratur menjalani terapi ARV. Hal ini sejalan

dengan penelitian Yuyun dkk (2014) hasil analisis mengungkapkan bahwa faktor

faktor pendukung kepatuhan minum ARV yang berasal dari dalam diri sendiri yaitu

motivasi untuk hidup, keinginan sembuh/sehat, menganggap obat sebagai vitamin

dan keyakinan terhadap agama. Selain itu faktor ketersediaan obat ARV dan

dukungan sosial juga mendukung kepatuhan ODHA. Faktor dukungan sosial yaitu

dukungan keluarga, rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap anak, keinginan

menikah, dukungan teman-teman di KDS (Kelompok Dukungan Sebaya), LSM dan

Universitas Sumatera Utara


dari tokoh agama serta hubungan baik dengan tenaga kesehatan. Faktor internal perlu

ditingkatkan dengan memotivasi ODHA. Faktor eksternal ditingkatkan dengan

melibatkan peran keluarga, KDS, LSM dan tenaga kesehatan serta memperbaiki

akses, keterjangkauan dan edukasi kepada masyarakat.

5.3.2. Upaya Informan Menjaga Kesehatan

Dari hasil observasi, peneliti melihat kondisi kesehatan mereka sudah

membaik setelah mereka tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP. Hasil

penelitian menunjukkan bahwasanya upaya informan menjaga kesehatan hanya pada

memakan makanan sehat yang bisa menaikkan CD4 mereka. Jawaban seluruh

informan pada umumnya sama yaitu dalam menjaga kesehatan mereka harus makan

telur dan minum susu minimal 2 kali sehari, minum sop dan makan buah, tidak

memakan makanan yang dipantangkan seperti mie instan, makanan lalapan, makanan

yang tidak matang dan buah durian dan tidak bergadang di malam hari. Hal ini

sejalan dengan Ahyari (2011) yang menyatakan penting harus diperhatikan adalah

agar ODHA mengurangi kontaminasi dari bahan makanan dan minuman yang

berisiko keracunan atau tertular infeksi, seperti tidak makan makanan kaleng

kadaluarsa, hindari daging, ikan dan telur mentah, daging ayam termasuk unggas

setengah matang. Hindari konsumsi sayur mentah/lalapan, dan sedapat mungkin

hindari jajan.

Dari hasil observasi selama penelitian, peneliti melihat seluruh informan

(ODHA) sudah bisa beraktivitas dan melakukan kegiatannya sendiri. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan kondisi kesehatan mereksa sudah membaik sehingga dapat beraktivitas

secara mendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari yayasan Spiritia (2014)

mereka sebaiknya merawat diri sendiri sebisa mungkin dan selama mungkin. Dia

harus menjadi dan merasa mandiri. ODHA perlu mengatur rencananya sendiri,

membuat keputusan sendiri, dan melakukan apa yang diinginkan semampunya.

Dari pengamatan peneliti tidak melihat ada informan yang merencanakan

waktu khusus untuk berolah raga, mereka hanya sekedar melakukan aktivitas sehari

hari dalam mengisi waktunya. Padahal olahraga sangat lah penting buat kesehatan

mereka. Menurut Yayasan Spiritia (2014) olah raga bahkan dapat dilakukan ditempat

tidur. ODHA dapat melakukan olahraga tangan, lengan dan kaki yang sederhana. Ini

biasanya disebut sebagai olahraga latihan pergerakan. Olahraga ini membantu

mencegah persendian menjadi kaku, sakit sendi dan memperlancar peredaran darah.

Program olahraga dapat membantu menjaga berat badan dan kekuatan otot serta dapat

membuat Odha merasa lebih sehat jika disesuaikan dengan apa yang dia bisa lakukan.

Lebih baik jika orang yang terinfeksi HIV tidak minum minuman beralkohol,

merokok, atau memakai narkoba (Yayasan Spiritia, 2014).

Bagi informan yang dahulunya adalah perokok berusaha untuk tidak merokok

dan memakai narkoba lagi. Akan tetapi peneliti masih melihat ada 2 informan yang

masih merokok, dengan alasan merokok untuk membuang suntuk. Kedua informan

tersebut mengetahui kalau merokok tidak baik bagi kesehatan mereka dan mereka

berkata kalau mereka hanya merokok jika suntuk dan jumlahnya hanya 2-5 batang

Universitas Sumatera Utara


saja. Padahal ini tidak lah baik bagi kesehatan paru mereka, apalagi mereka sudah

pernah terkena TB. Hal ini sejalan dengan pernyataan yayasan spiritia (2014) lebih

baik jika orang yang terinfeksi HIV tidak merokok atau memakai narkoba lagi.

Kebersihan tempat tinggal juga menjadi pendukung untuk menjaga kesehatan

kita, jika tempat tinggal kita kotor maka akan manjadi tempat yang baik bagi kuman

penyebab penyakit. Dari hasil observasi selama penelitian, peneliti melihat suasana

Rumah Singgah yang masih jauh dari kebersihan, sampah bertumpuk di dapur

membuat lalat dan semut hinggap didapur. Lantai rumah juga kotor, padahal mereka

menyapu nya, menurut peneliti lantai kotor disebabkan setiap orang yang masuk

rumah bebas memakai sandal dan sepatu, padahal sepatu dan sandal tersebut kotor

karena baru dipakai dari luar rumah dan berpotensi membawa banyak kuman

penyakit. Hal ini tentulah tidak baik bagi kesehatan ODHA yang tinggal di rumah

singgah tersebut. Selain itu peneliti juga melihat air tergenang di lantai kamar mandi,

lantai licin dan beraroma bau. Pakaian juga banyak tergantung di kamar mandi dan

kamar tidur. Tempat seperti ini akan menjadi tempat berkembang biaknya vektor

penyebab penyakit seperti nyamuk, lalat dan kecoa. Ketika peneliti menanyakan

tentang siapa yang bertanggung jawab membersihkan rumah, informan mengatakan

sudah ada jadwal yang bertugas tetapi tidak semua informan mau mengerjakan

tugasnya seperti yang diungkapkan informan Budi sebagai berikut:

Konflik antara ya kebersihan gitulah. Ya kami berjalan aja terus kak, tapi ya
sebagian ada juga ya tidak mau kami diam aja, kalau orang jorok ngapain
kita ikutin jorok kan gitu, kalu saya ya ingin hidup sehat, ya berarti ingin
bekerja kan gitu. Kalau soal ngepel, nyapu, kami hanya Aldo ama Dina yang

Universitas Sumatera Utara


mau. Jadwal dibuat kak, tapi terkadang ada pun jadwalnya tidak
dilaksanakan kerjanya. Ya namanya serperti kita bilang kak masih bersyukur
masih ada yang mau menampung seperti ini tapi kita kenapa tidak mau
merawat

Beberapa informan mengetahui pentingnya menjaga kesehatan rumah akan tetapi

karena ada juga informan yang tidak mau mengerjakan tugasnya menjadi masalah

untuk menjaga kebersihan rumah. Selain itu kondisi fisik ODHA yang tidak selalu

prima juga menjadi hambatan dalam mengerjakan tugas kebersihan rumah tersebut.

Hal ini sejalan dengan pernyataan informan pendukung Bang Primus yang

menyatakan rumah singgah tersebut tidak akan bisa bersih seperti yang kita harapkan

kalau hanya mengandalkan mereka, karena kondisi kesehatan mereka yang belum

tentu prima setiap waktu dan efek obat yang muncul yang menggnggu aktivitas

mereka untuk membersihkan rumah singgah tersebut, jadi sangat dibutuhkan adanya

orang lain selain ODHA yang bisa membantu dalam kebersihan rumah tersebut.

Selain itu peneliti juga melihat ada banyak kucing yang berkeliaran bebas

disekitar rumah singgah tersebut. Hal ini tidak lah baik bagi kesehatan ODHA.

Yayasan Spiritia (2014) menyatakan seseorang yang kondisi kesehatannya kurang

baik kadang tidak boleh memelihara binatang. Resikonya adalah tertular virus,

bakteri atau parasit yang mungkin hidup pada binatang tersebut.

5.3.3. Alasan Tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP

Informan sangat membutuhkan dukungan sosial ataupun bantuan dari orang

lain. Sarafino (2011) dalam Diatmi dan Fridari (2014) menyatakan dengan adanya

dukungan sosial ini maka seseorang akan merasa dihargai, dicintai, dan merasa

Universitas Sumatera Utara


menjadi bagian dari masyarakat, sehingga ODHA tidak merasa didiskriminasi yang

nantinya dapat berdampak positif bagi kesehatannya. Dalam penelitian Diatmi dan

Fridari (2014) yang berjudul Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas

Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Di Yayasan Spirit Paramacitta

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan

kualitas hidup pada orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Yayasan Spirit

Paramacitta.

Dukungan Sosial yang diberikan Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP adalah

dengan adanya Rumah Singgah Moderamen GBKP. Informan mengetahui

keberadaan Rumah Singgah Moderamen GBKP sebagai rumah sementara untuk

ODHA dari keluarga dan dari pendamping ODHA yang merupakan staf dari Komisi

HIV dan Napza GBKP yaitu Prisma Tarigan yang akrab dipanggil bunda atau bang

primus. Bang Primus sering mengunjungi informan pada saat opname di RS Adam

Malik Medan. Hal inilah yang membuat beberapa informan mengenal bang Primus.

Menurut informan Cika, ketika dia drop dan mengalami efek dari obat, tidak

ada keluarga yang tahu cara menanganinya, tetapi ketika dia berada di Rumah

Singgah, ada banyak teman teman sesama ODHA yang tahu cara mengatasinya dan

membantunya, sehingga ia bisa melewatinya dan sekarang kondisnya sudah lebih

baik walau masih ada TB yang dideritanya dan sedang dalam pengobatan.

Keseluruhan informan menyatakan bahwa sejak mereka menjalani perawatan di

Rumah Singgah Moderaemn GBKP, kondisi mereka semakin baik, CD4 naik dan

Universitas Sumatera Utara


beberapa informan sudah sembuh dari infeksi Oportunistik seperti TB, jamur di

mulut, dan diare dan mereka sudah bisa beraktivitas lagi.

Peneliti menyimpulkan ada beberapa alasan informan memutuskan untuk

tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP selama perawatan adalah:

1. Ingin mengalami pemulihan total

2. Berlomba- lomba hidup sehat/ adanya motivasi untuk cepat sembuh

3. Adanya dukungan sesama ODHA (dukungan kelompok sebaya)

4. Mendapat arahan/ bimbingan dalam menjalani masa perawatan

5. Takut ditolak keluarga dikampung

6. Mendapat bantuan makanan dan susu

Setiap orang sakit akan mencari tempat/layanan kesehatan yang bisa

membantu mereka dlam mempercepat proses pemulihan/penyembuhan dari sakit

yang mereka alami. Tindakan individu intuk mencari pengobatan dan pencegahan

penyakitnya akan didorong pula oleh persepsi keseriusan penyakit tersebut

(Notoadmojo, 2010). Dalam hal ini informan mengetahui bahwa mereka sedang

mengalami penyakit yang serius dan belum ada obatnya sehingga mereka harus

bertindak untuk mendapatkan tempat dan orang orang yang bisa menolong mereka

agar bisa cepat sembuh. Mereka mengetahui bahwa Rumah Singgah Moderamen

GBKP ini adalah tempat yang tepat bagi mereka untuk sementara sampai kesehatan

mereka mulai membaik. Hal ini juga diungkapkan sekretaris Komisi HIV dan Napza

GBKP ibu Monalisa Ginting sebagai berikut;

Universitas Sumatera Utara


Dimana bahwa Rumah Singgah itu sebagai rumah pemulihan, jadi secara
umum kegiatannya itu adalah bagaimana agar mereka itu sehat. Khususnya
setelah mereka opname dari rumah sakit, mereka kan butuh istirahat yang
cukup, mereka terhindar dari setres mungkin akibat masalah-masalah
dikeluarga dan sebagainya. Jadi untuk sementara di Rumah Singgah kita
membuat mereka tenang dulu tanpa terbebani dengan masalah-masalah lain.
Ini tujuan pertama. Yang kedua, GBKP menyediakan kebutuhan namun tidak
100% artinya GBKP hanya sebatas membantu, tidak menyediakan
sepenuhnya jadi makanan, minuma, obat, susu, lauk-pauk, sayur-sayuran kita
hanya membantu. Walau ekonomi mereka terbatas, dengan bantuan ini
diharapkan dapat mengurangi beban mereka untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari

Bantuan yang diberikan Komisi HIV dan Napza GBKP ini sangat bermanfaat bagi

kesehatan ODHA. Setelah mereka keluar dari Rumah Sakit Adam Malik Medan,

mereka harus menjalani terapi ARV dan berobat jalan. Ada banyak hal penanganan

HIV ini yang tidak diketahui keluarga, ditambah ada keluarga yang takut mereka

ditolak lingkungan menjadikan penanganan HIV menjadi masalah yang kompleks

bagi keluarga dan ODHA itu sendiri. Ketika Rumah Singgah Moderaemn GBKP ini

ada dan membantu ODHA dalam perawatan dan pendampingan membuat ODHA

punya semangat dalam menjalani pengobatannya.

5.3.4. Memiliki Aktivitas yang Bermakna dan Harapan akan Masa Depan

Pendekatan psikologis pada ODHA sangat penting agar ODHA tidak jatuh

dalam kondisi stress, cemas, depresi, putus harapan yang pada gilirannya akan

menurunkan imunitasnya (kekebalan tubuh) yang amat penting dalam kehidupannya.

Pendekatan psikologis dapat dilakukan oleh pendamping ODHA, pendeta, ustad,

keluarga dan orang orang yang aktif dalam dukungan ODHA di LSM maupun

pemerintah. Di Rumah Singgah Moderamen GBKP ada kegiatan konseling dan

Universitas Sumatera Utara


kebaktian yang dilakukan 1 kali seminggu. Dalam konseling dan kebaktian biasanya

informan mendapat motivasi secara spiritual untuk tetap punya harapan di masa

depan. Mereka biasanya berupaya untuk memotivasi agar ODHA semangat dan tetap

punya harapan dalam menjalani kehidupannnya sehingga kehidupannya bermakna.

Dengan kehidupan yang bermakna akan menampilkan pribadi yang bersemangat,

tidak merasa bosan, tidak merasa hampa dan mempunyai tujuan hidup yang diketahui

baik jangka pendek atau jangka panjang sehingga kegiatan yang dilakukan terarah

dan juga dengan adanya tujuan hidup maka seseorang akan lebih mampu

mempertahankan hidupnya pada berbagai kondisi. Kehendak untuk hidup secara

bermakna merupakan motivasi utama pada diri manusia. Hasrat inilah yang

memotivasi orang untuk bekerja, berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan penting

yang lain dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara

bermakna (Bastaman, 2007).

Sama halnya dengan ODHA yang ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP,

mereka ingin beraktivitas dan bekerja untuk mengisi hari harinya dengan aktivitas

yang bermanfaat. Mereka merasa bosan jika tidak memiliki aktivitas. Seperti

pernyataan informan Budi sebagai berikut:

Paling tidak kami bekerjalah untuk ada kegiatan sehari-hari gitu suaya tidak
jenuh kali gitu kan. Tidak ada lagi lahan yang mau dikerjakan. Kemaren kami
sempat mau membuat sabun cuci apa gitu, tapi bahannya nggak ada gitu.
Berhenti karena bahannya nggak ada gitu kan. Kalau seandainya ada itu ya,
itu aja yang diurus setiap hari, uang belanja pun lepas gitu kan kak ya

Adapun aktivitas keseharian informan di Rumah Singgah Moderamen hampir

sama yaitu: menanan selada, daun sop dan bunga mawar; membuat sabun cair;

Universitas Sumatera Utara


kebaktian (khusus yang beragama Kristen), membersihkan rumah dan masak. Hanya

saja kegiatan bertanam dan membuat sabun cair terhenti karena kurang nya lahan

bertanam, polibag, bibit selada dan bahan pembuatan sabun cair sudah habis.

Akibatnya ODHA merasa jenuh, karena aktivitasnya hanya masak, makan, mandi dan

tidur. Kepada peneliti, informan menyatakan sangat senang jika ada aktivitas yang

menghasilkan, ketika mereka menanan selada, dan hasil panen mereka bisa jual ke

pasar, mereka merasa aktivitas mereka bermanfaat. Hal yang sama juga ketika

mereka membuat sabun cair, hasilnya di jual dan mereka mendapat penghasilan dari

penjualannya, walau sedikit tapi mereka merasa puas. Seluruh informan berharap

agar Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP memberikan aktivitas yang bisa

menghasilkan bagi mereka dan menindaklanjuti setiap kegiatan yang sudah ada.

Adanya harapan akan masa depan membuat ODHA di Rumah Singgah

Moderamen GBKP bersemangat bekerja dan menjalani pengobatan. Ada berbagai

harapan yang disampaikan oleh ketujuh informan kepada peneliti yaitu Aldo dan

Ucok ingin jadi penginjil, Ijul ingin menikah lagi dan kembali bekerja sebagai supir,

Budi ingin menikah dan kembali bekerja sementara Cika, Rani dan Dina ingin

mengurus dan menyekolahkan anak mereka dan dapat bekerja kembali dan belum ada

keingina untuk menikah lagi. Mereka masih optimis menjalani hidup dan meraih

setiap harapan dimasa depan walau mereka mengetahui bahwa tidak ada obat bagi

penyakit mereka. Hal sejalan dengan penelitian Mardhiati R (2014) yang

menunjukkan sebagian besar ODHA memiliki rencana untuk menikah (66,7%),

walaupun ODHA tersebut memiliki status janda atau duda. Kegiatan positif

Universitas Sumatera Utara


merupakan hal yang juga menjadi bagian dari mutu hidup ODHA. Ada 56,3% ODHA

yang memiliki aktifitas. ODHA yang masih menjalani hobi setelah mengetahui status

HIV ada 39,5%. Ditemukan juga ada sebagian ODHA yang melanjutkan sekolah

setelah mengetahui status (33,9%). ODHA yang merencanakan mengikuti kursus

juga ada 15,7%.

Rueda S dkk (2011 ) dalam Mardhiati (2014) mengevaluasi hubungan antara

status pekerjaan dan kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan pada orang dengan

HIV/AIDS. Mereka menemukan bahwa status bekerja memiliki dampak yang lebih

terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental. Hal ini sejalan dengan penelitian

Mirzawati (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek yaitu ODHA di

Bukit Tinggi mampu menghayati hidup penuh makna. Individu yang menghayati

hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dalam menjalani

kehidupan sehari-hari. Ketiga subjek menjalani hidup dengan lebih semangat. Ketika

individu memiliki serta mengetahui sebuah tujuan hidup atau untuk apa dia hidup, ia

akan sanggup dan tangguh didalam menghadapi hampir semua yang terjadi atas

dirinya serta kesulitan hidup sebesar apapun (Koeswara, 1992 ).

5.4. Stigma dan Diskriminasi yang Dialami Informan

Sampai hari ini ODHA masih mengalami stigma dan diskriminasi dari

keluarga dan lingkungan masyarakat. Informan memyatakan sikapnya saat

mengalami stigma seperti benci, kesal, marah dan dendam terhadap orang yang

memberikan stigma dan diskriminasi pada mereka. Tapi mereka tidak berdaya

Universitas Sumatera Utara


melawan stigma dan diskriminasi tersebut. Stigma dan diskriminasi ini seringkali

menyebabkan menurunnya semangat hidup ODHA yang kemudian membawa efek

dominan menurunnya kualitas hidup ODHA. Stigma dan diskriminasi yang informan

alami membuat mereka takut untuk open status kepada lingkungan seperti yang

diungkapkan Aldo sebagai berikut:

Kubilang jangan ada lagi yang tahu, kalian aja, malu nanti , keluarga jadi
malu, sementara itu kesalahan awak sendiri, biarlah awak yang nanggung
sendiri, abang dan kakak ipar, kubilang jangan ada lagi yang tahu, nanti
dikucilkan keluarga kita, nanti dikucilkan keluarga awak di pesta pesta adat,
gara gara awak

Aldo sangat takut jika orang lain mengetahui status HIV nya. Serovic (2001) dalam

Mardhiati R (2014) membuka status HIV akan dilakukan oleh ODHA, jika ada

jaminan keselamatan dan keamanan ketika membuka status HIV. Kemungkinan lain

yang juga mempengaruhi hal itu adalah adanya rasa ketakutan untuk ditolak oleh

keluarga dan tidak lagi dihormati di lingkungannya. Orang dengan HIV cenderung

untuk memberitahukan orang terdekatnya jika mereka merasa bahwa manfaat dari

membuka status HIV lebih besar daripada kerugian yang akan dialami.

Hal ini membuat Aldo menarik diri dari lingkungan sosial, tidak bergaul

dengan teman teman ditempat ia bekerja dan tidak mau pergi ke gereja karena takut

orang lain akan bertanya tentang penyakitnya dan mengetahuinya. Hal ini sejalan

dengan penelitian Rachmawati (2013) yang menunjukkan bahwa ODHA kurang

mengembangkan hubungan sosial dan kehidupan spiritualnya serta kurang

memperoleh dukungan sosial baik dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya yang

Universitas Sumatera Utara


menggambarkan bahwa stigma dan diskriminasi masih banyak yang dialami oleh

ODHA. Menurut Herek dan Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma yang

dialami ODHA dibagi atas 3 kategori yaitu stigma instrumental, stigma simbolis dan

stigma kesopanan. Beberapa bentuk stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA

yang ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP adalah dijauhi, ditolak dari

lingkungan dan keluarga, tidak mau disalam, tidak diijinkan menggunakan angkutan

umum, dianggap menjijikkan dan dipecat dalam pekerjaan. Herek dan Capitiano

(1999) dalam Paryati dkk (2013) mengatakan bahwa timbulnya stigma dan

diskminasi terhadap ODHA disebabkan oleh faktor resiko penyakit ini yang terkait

dengan perilaku seksual yang menyimpang dan penyalahgunaan narkotika dan obat

berbahaya atau narkoba. Padahal tidak semua ODHA itu adalah pelaku seksual

menyimpang dan pengguna napza, beberapa diantaranya adalah istri yang baik yang

tertular dari suami, anak yang tertular dari seorang ibu dan orang orang yang tertular

dari transfusi darah.

Berdasarkan jawaban informan terkait stigma yang mereka alami seperti yang

dialami Ijul yang diungkapkan sebagai berikut:

Tidak ada satupun orang yang mau menjenguk saya. Bahkan mama saya,
waktu dia pergi ke kamar mandi umum dikampung, bekas langkah mama saya
disiram dengan air panas oleh tetangga kami. Saya benar-benar dendam,
kalau saya sehat bahkan saya mau membacok orang itu. Mama saya sendiri
yang cerita, dia bahkan sampai berkelahi dengan tetangga itu. Perlakuan
orang benar-benar sadis kepada sayatapi jangankan saya, mama saya juga
ikut dijauhi, ketika dia ke kamar mandi umum ataupun ke warung; kakak saya
juga mendapat imbasnya semua orang jadi menjauh.

Universitas Sumatera Utara


Pada waktu itu saya juga dibawa dengan ambulance dari kampung karena
tidak ada satu angkutan umum pun yang mau membawa saya. Karena istri
saya waktu itu memberitahukannya kepada salah satu warga kampung dan
berita itu langsung menyebar
Pada saat orang lain tahu bahwa Ijul positif terinfeksi HIV maka tidak ada

orang yang mau menjenguknya bahkan mamanya pun ikut mengalami perlakuan

diskriminatif, bekas langkah kaki mamanya disiram tetangga dengan air panas. Selain

itu tak ada satu angkutan umum yang berani membawanya ke RS Adam malik

Medan. Tetangga Ijul takut kalau Ijul dan keluarga akan menularkan HIV kepada

mereka karena mereka menganggap penyakit HIV adalah penyakit yang mematikan.

Ini adalah bentuk stigma instrumental yang dihadapi Ijul dimana menurut Herek dan

Capitanio (1999) dalam Siregar N (2012) stigma instrumental ODHA adalah refleksi

ketakutan atas hal hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

Ketakutan yang berlebihan dari masyarakat adalah karena kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang cara penularan HIV AIDS. Tetangga Ijul berpikir dengan

bersentuhan, kena injak bekas langkah kaki dan menggunakan angkutan umum

bersama dapat menularkan HIV kepada mereka.

Selain stigma instrumental, terdapat juga stigma kesopanan yang dialami

informan antara lain dijauhin, dianggap menjijikkan, tidak boleh dekat dengan

keluarga, tidak boleh bersalaman, diusir dari lingkungan bahkan ada yang dipecat dari

pekerjaan. Menurut Herek dan Capitanio (1999) dalm Siregar N (2012) stigma

kesopanan ODHA adalah hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan issu

HIV AIDS atau orang yang positif HIV. Hukuman sosial ini sangat lah merugikan

Universitas Sumatera Utara


ODHA, hal ini membuat ODHA takut open status karena tidak siap dengan stigma

yang akan mereka alami.

Ada ODHA yang tidak mengalami stigma dan diskriminasi dari keluarga

maupun lingkungan nya seperti yang dialami Rani yang diungkapkannya sebagi

berikut:

Gak ada aku dijauhin kelurgaku, semua mendukungku, bahkan mereka yang
biayain semua pengobatanku, kakak kakakku dan abangu semua nya
membantu aku, lingkungan rumah kami keluarga kami semua,waktu aku
datang pun aku ke kampung malah dipelukin pun diciumin, berarti gak takut
dia kan

Rani menyatakan kalau dia tidak mengalami stigma dan diskriminasi dari keluarga

dan lingkungannya. Menurut peneliti hal ini disebabkan keluarga Rani dan

lingkungannya sudah sering mendapat penyuluhan HIV AIDS dari Moderamen

GBKP di gereja maupun di lingkungan. Jadi keluarga sudah tahu bagaimana

penularan HIV tersebut seperti pernyataan Rani sebagai berikut:

Waktu itu kekampung saya ke rumah mamak saya kan sama anak saya,
datang abang saya itu; kalau tenang kam dikampung, dikampung pun kam
nggak papa dek, dimana kam tenang disitu kam katanya. Terus penyakit ndu
itu nggaknya sembarangan menular katanya, melalui darahnya baru bisa
menular katanya. Oh berarti orang ini udah bisa menerima saya pikir saya,
ya udah semenjak itu udah mau saya ke rumahnya

Ketika masyarakat sudah tahu cara penularan HIV AIDS tersebut, maka

masyarakat tidak takut lagi untuk bersalaman, berpelukan bahkan tinggal serumah.

Siregar N (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan pada masyarakat Desa Buntu

Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa menyatakan bahwa masyarakat masih ada

Universitas Sumatera Utara


berstigma instrumental tinggi, hal ini disebabkan masyarakat masih ada yang

menganggap HIV/AIDS merupakan penyakit yang menakutkan dan menjijikkan

sehingga harus dijauhi dari masyarakat, ada anggapan bahwa menular jika kita

berbincang-bincang atau dekat dengan mereka bisa menularkan penyakitnya dengan

berjabat tangan atau makan bersama serta tidak layak tinggal berdekatan atau

serumah dengan orang lain karena menderita penyakit yang menjijikkan. Terkait

dengan stigma kesopanan, Siregar N (2012) juga menyatan bahwa pandangan

masyarakat Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa terhadap ODHA

bahwa ODHA adalah orang yang harus mendapat hukuman sosial setelah diketahui

positif HIV sehingga harus diasingkan dari kehidupan bermasyarakat dan aib bagi

masyarakat tersebut.

Dari keterangan informan, peneliti tidak menemukan stigma simbolis yang

dialami ODHA sperti dijauhi oleh karena penyakit yang dikaitkan dengan gaya hidup

atau perilaku yang menyimpang seperti sex bebas dan pecandu narkoba. Informan

hanya mendapat stigma instrumental dan kesopanan seperti yang diuraikan

sebelumnya.

Dalam menghapus stigma dan diskriminasi ODHA memanglah tidak mudah,

Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP terus berupaya melakukan sosialisasi, edukasi

kepada masyarakat walau meangalami beberapa kendala seperti yang diungkapkan

oleh Pdt Monalisa Gintining sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Selama ini yang kita lakukan, masih sosialisasi. Ternyata sosialisasi ini,
memang harus dianalisa. Karena masalah masyarakat cukup kompleks.
Setelah menajalani, saya merenung kembali saya pikir begini, walaupun kita
melakukan sosialisasi ke gereja-gereja; toh yang mendengar hanya segelintir
orang karena selesai kebaktian saja, untuk suruh tunggu untuk sosialisasi
mereka tidak mau. Itu sudah salah satu masalahnya, bagaimana kita
maksimal kalau kondisinya sudah seperti itu. Yang kedua kebanyakan yang
mendengar sosialisai adalah orang yang aktif di gereja saja, sedangkan
masyarakat umum tidak, jadi tidak tersentuh juga. Terus selanjutnya,
pemerintah; Program pemerintah saja tidak ada untuk itu, jadi ketika ingin
melibatkan seluruh masyarakat, tapi pemerintah ogah-ogahan untuk
mendukung. Jadi sangat kompleks masalahnya. Masyarakat mau mendengar
mau konsentrasi untuk masalah HIV/AIDS ketika orang terdekatnya terinfeksi
bila tidak, dia merasa itu bukan bagiannya. Itu kelemahan dalam hal
mengurangi stigma tadi.

Akan tetapi Komisi HIV AIDS dan Napza terus mencari jalan keluar agar ada cara

utuk mengurangi stigma dan diskriminasi ODHA. Kegiatan yang dilakukan dengan

mengadakan pelatihan pelatihan di sekolah, gereja dan di masyarakat dengan mencari

orang orang yang sunguh sungguh peduli dengan masalah HIV AIDS.

Melalui pelatihan-pelatihan, jadi melalui pelatihan ini kan lebih maksimal


artinya waktunya lebih lama, orangnya lebih konsentrasi. tapi kita mencari
orang yang betul-betul care atau komitmen dengan masalah ini; jadi kita
manfaatkan orang-orang yang sungguh-sungguh punya hati, kita latih mereka
kita berharap informasi tidak berhenti dimereka, minimal dikeluarga mereka,
mereka bisa sampaikan itu. Itu yang kemungkinan akan kami perbanyak ke
depannya. Kalau pendekatan ke pemerintah, untuk kesekian kalinya kami
harus bilang kami memang kecewa dengan pemerintah, karena kita sudah
datangi Bupati, datangi yang lain tapi nihil. Hanya saja terakhir kita bekerja
sama dengan BNN dan baru itu yang kita bisa kerja sama (Pdt Monalisa
Ginting)

Universitas Sumatera Utara


Informan (ODHA) juga merasaka hasil dari kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh

Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP, dimana sudah banyak orang yang mengetahui

tentang HIV AIDS sehingga sudah banyak masyarakat yang mulai berani bersalaman

dan bergaul dengan informan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Pengetahuan Informan utama (ODHA) di Rumah Singgah Moderamen GBKP

tentang HIV AIDS adalah sebatas penyakit yang mematikan dan menular.

2. Pengetahuan informan utama (ODHA) di Rumah Singgah Moderamen GBKP

tentang gejala terinfeksi HIV AIDS didasarkan atas gejala yang dialami

informan. Awalnya informan tidak mengetahui kalau apa yang mereka alami

selama ini adalah merupakan gejala terinfeksi HIV, sampai saat hasil

pemeriksaan menyatakan positif HIV dan mendapat penjelasan dari dokter

dan tenaga medis yang menangani mereka.

3. Pengetahuan informan utama (ODHA) di Rumah Singgah Moderamen GBKP

tentang penularan HIV AIDS sudah memadai hal ini terlihat dari jawaban

seluruh informan sudah benar dimana informan menyatakan kalau HIV AIDS

hanya bisa tertular lewat darah, hubungan sex bebas, pemakai narkoba

pengguna jarum suntik, transfusi darah dan dari ibu yang menyusui kepada

anaknya.

4. Sikap informan (ODHA) ketika dinyatakan positif HIV yaitu merasa sedih,

ingin mati/bunuh diri, depresi, putus asa dan merasa bersalah. Mereka tidak

pernah menyangka akan terinfeksi HIV. Terdapat 4 informan yang

keseluruhannya adalah pria (Aldo, Ijul, Ucok dan Budi) menduga kalau

Universitas Sumatera Utara


mereka terinfeksi HIV dari sex bebas yang mereka lakukan dengan banyak

wanita di cafe dan diskotik. Mereka merasa bersalah dan bisa menerimanya

karena akibat dari perilaku mereka sendiri. Ada 2 informan wanita (Cika dan

Rani) yang merasa sedih dan kecewa ketika mengetahui kalau mereka

terinfeksi HIV dari suami mereka yang sudah terlebih dahulu meninggal

dunia, dan 1 informan wanita (Dina) terinfeksi dari transfusi darah saat

menjalani operasi. Informan ini merasa sedih, kecewa dan sulit menerima

kenyataan kalau dia terinfeksi HIV hanya karena transfusi darah. Informan ini

(Dina) tanpa sepengetahuannya juga telah menularkan kepada suaminya yang

mengakibatkan suaminya meninggal dunia.

5. Tindakan informan utama (ODHA) untuk mendapat kesembuhan yaitu:

a. Berupaya untuk patuh dalam minum obat ARV.

b. Berupaya untuk menjaga menjaga kesehatan lewat makanan dan

minuman yang dianggap dapat menaikkan CD4.

c. Mencari tempat dan komunitas yang dapat menerima dan mendukung

kesembuhan mereka.

d. Melakukan aktivitas yang bermakna dan punya harapan akan masa

depan.

6. Informan Utama (ODHA) di Rumah Singgah Moderamen GBKP ada yang

merasa sedih, benci, kesal, marah dan dendam terhadap orang yang

memberikan stigma dan diskriminasi pada mereka dan ada juga yang bisa

menerimanya. Informan yang bisa menerima perlakuan stigma mengatakan

Universitas Sumatera Utara


kalau orang yang memberi stigma dan diskriminasi karena mereka tidak

mengetahui tentang HIV AIDS.

7. Ada 2 bentuk stigma yang dialami oleh informan (ODHA) yaitu stigma

instrumental dan stigma kesopanan. Stigma instrumental yaitu refleksi

ketakutan atas hal hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan

menular yang dialami ODHA seperti: orang lain tidak mau bersalaman,

dijauhi, tidak diijinkan menggunakan angkutan umum, dianggap menjijikkan,

dan disiram bekas langkah kaki orangtuanya. Stigma kesopanan yaitu

hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan issu HIV AIDS atau

orang yang positif HIV seperti ditolak dalam keluarga dan lingkungan,

dipecat dalam pekerjaan, dan dijauhin. Stigma dan diskriminasi yang dialami

ODHA membuat mereka takut untuk open status kepada orang lain.

8. Peranan Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP sangat lah besar dalam

pencegahan dan penularan HIV AIDS serta dalam mengurangi stigma di

masyarakat, khususnya di kabupaten Karo.

9. Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi sebagai rumah sementara bagi

ODHA dalam menjalani perawatan paskah opname dari Rumah Sakit sangat

membantu ODHA dalam proses pemulihan, terapi ARV dan pendampingan

ke Rumah Sakit, sehingga keberadaan Rumah Singgah ini sangat diharapkan

oleh ODHA.

Universitas Sumatera Utara


6.2. Saran

1. Bagi Komisi HIV AIDS dan Napza :

a) Perlu dilakukan edukasi kepada informan (ODHA) di Rumah Singgah

Moderamen GBKP untuk meningkatkan pengetahuannya tentang HIV

AIDS, gejala dan cara penularannya.

b) Menindaklanjuti (follow up) setiap kegiatan yang sudah ada seperti

pembuatan sabun cair dan bertanam dan menambah variasi kegiatan

prakarya lainnya sehingga ODHA mempunyai aktivitas/ kegiatan yang

bermakna dalam kehidupannya.

c) Meningkatkan penyuluhan, edukasi dan sosialisasi terkait HIV AIDS

kepada masyarakat SUMUT umumnya dan masyarakat Tanah Karo

khususnya di sekolah, gereja dan perkumpulan yang ada di

masyarakat.

d) Melibatkan ODHA yang mau dan bersedia menjadi penyuluh HIV

AIDS.

2. Bagi Pemerintah

a) KPA (Komisi Pengendalian AIDS) harus terus melakukan penyuluhan,

edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan HIV AIDS

agar stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dapat dihapuskan.

b) Palang Merah Indonesia (PMI) agar memberikan jaminan bebas HIV

dari produk darah yang diperoleh pasien saat transfusi sehingga pasien

tidak dirugikan.

Universitas Sumatera Utara


c) Pembuatan Rumah Singgah bagi ODHA yang mengalami penolakan

dalam keluarga ataupun lingkungan

d) Bekerjasama dengan organisasi non pemerintah yang peduli HIV

AIDS (Komisi HIV AIDS dan Napza GBKP, yayasan laik, Medan

Plus, Caritas dan sebagainya) dalam upaya pencegahan penularan HIV

AIDS.

e) Perlunya membuat program pemberdayaan ODHA agar hidup ODHA

dapat lebih berkualitas dan tidak hanya menanti kematian saja.

3. Bagi ODHA

a) Aktif dalam mencari informasi yang terkait dengan HIV AIDS dan

terlibat dalam pencegahan penularan HIV AIDS di masyarakat

b) Tetap patuh dalam menjalani terapi ARV seumur hidup dan

bersemangat dalam meraih harapan akan masa depan.

c) Meningkatkan kehidupan beragama dan senantiasa dekat dengan

Tuhan agar tetap kuat dalam menjalani kehidupan

4. Bagi Masyarakat

a) Tidak melakukan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA agar

ODHA berani untuk open status dan dapat mencegah penularan HIV

AIDS lebih meluas di keluarga dan masyarakat.

b) Tidak melakukan pengusiran terhadap rumah singgah yang dibuat

untuk ODHA.

Universitas Sumatera Utara


c) Mau berperan serta dalam penyuluhan HIV AIDS yang dilakukan

pemerintah maupun non pemerintah.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, 2011. http://taskurunahyari1111020063.wordpress.com/2011/11/19/gizi-


yang-baik-untuk-orang-dengan-hivaids-odha/ diakses 15 Juli 2014

Bangbuday,2011.http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&
sid=1438, diakses 23 februari 2014
Barus, B. T., http://www.gbkp.or.id/index.php/88-gbkp/berita/407-komisi-hiv-aids-
napza-gbkp-tingkatkan-pelayanan-di-rumah-singgah-dan-laksanakan-20-kali-
sosialisasi-pada-bulan-juni-oktober-2013 diakses 20 Februari 2014

Bastaman, (2007). Logoterapi:Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih


Hidup Bermakna, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Basuki, E., Wolffers, I., Deville, W., Erlaini, N,.Luhpuri, D., Hargono, R. 2002.
Berbagai Alasan Pekerja Seks di Indonesia Untuk Tidak Menggunakan
Kondom
http://aidsina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstra
ctcat=3 diakses 15 Juli 2014

Boles, J.; Elifson, K.W., 1994. Identitas Seksual dan HIV Pria Pekerja Sex, The
Journal of Sex Research Vol 31, http://www.aids-
ina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstractcat=7
diakses 28 februari 2014

Brooks, 2005. AIDS dan Lentivirus, Jakarta : Salemba Medika.

Cock, K. D., 1996. Petunjuk Penting AIDS edisi ketiga, Jakarta: Penerbit Buku
Kedoteran

Dayong., 2014. http://carakata.blogspot.com/2012/04/cara-mencegah-hiv-aids-secara-


efektif.html diakses 20 Maret 2014

Diatmi, K., Fridari, 2014. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup
ODHA di Yayasan Paramacitta, Program Studi Psikologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana. Jurnal diakses 18 Juli 2014

Djoerban, Z., 2000. Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan


ODHA,Yogyakarta: Galang Press.

Gallant, J., 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS, Jakarta: PT Indeks.

Universitas Sumatera Utara


Harahap, S., 2012. http://www.aidsindonesia.com/2012/08/hak-bebas-hiv-melalui-
transfusi-darah.html diakses 15 Juli 2014

Jurnal perempuan , 2013. https://www.jurnalperempuan.org/perempuan-lebih-rentan-


tertular-hivaids.html diakses 15 Juli 2014

Koeswara, 1992. Logoterapi : Psikoterapi Vicktor Frankl. Yogyakarta : Kanisius.

Kompas,2014.http://health.kompas.com/read/2014/08/19/144639623/Obat.HIV.AIDS
.Buatan.Kimia.Farma.Disambut.Gembira diakses 22 Agustus 2014

Kompas,2014http://health.kompas.com/read/2013/02/28/18011211/ARV.sebagai.Pen
cegahan.HIV.Mulai.Diuji.Coba diakses 22 Agustus 2014

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), 2013. Kliping Berita Nasional 7.875 Penderita
HIV dan AIDS di Sumut,;
http://www.aidsindonesia.or.id/news/6079/3/19/02/2014/7.875-Penderita-
HIV-dan-AIDS-di-Sumut#sthash.ay2cPGfn.dpbs diakses 19 Februari 2014

, 2013. Info HIV dan AIDS,


http://www.aidsindonesia.or.id/contents/37/78/Info-HIV-dan-
AIDS#sthash.xV5vpSwZ.dpbs diakses 20 Februari 2014

, 2014. Laporan Situasi Perkembangan


HIV/AIDS di Indonesia tahun 2013,
http://www.aidsindonesia.or.id/list/7/Laporan-Menkes. diakses 18 Agustus
2014

Laksana, D, 2010. Faktor Risiko Penularan AIDS


http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20mei%202010%20pdf/FAKT
OR-FAKTOR%20RISIKO%20PENULARAN%20HIV-
AIDS%20PADA%20LAKI-LAKI.pdf diakses 15 juli 2014

Mardhiati, R., 2014. Perbandingan Mutu Hidup Odha Berdasarkan Wilayah Dengan
Sistem Dukungan Sebaya Di Indonesia. lemlit.uhamka.ac.id/files/odha.pdf
diakses 20 Juli 2014

Mirzawati, N., 2013 Kebermaknaan Hidup Pada ODHA Wanita Di Kota Bukit Tinggi
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/download/603/362
diakses 15 Juli 2014

Universitas Sumatera Utara


Notoadmojo, S.,2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.

, 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta.

, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta: Rineka Cipta.

Paryati, T., Raksanagara, S., Afriandi, I.,2013. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Stigma dan Diskriminasi Pada ODHA oleh Petugas Kesehatan: Kajian
Literatur. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/02/Pustaka_unpad_Faktor_-Mempengaruhi_-
Stigma_ODHApdf.pdf diakses 15 Juli 2014

Pisani, E., Dadun., Purwa, K., Sucahya., Kamil, O., Jawan, S., 2003. Perilaku Seksual
Pada Pengguna Napza Suntik di 3 Kota Di Indonesia Berpotensi tinggi Bagi
Penularan HIV Kepada Pasangan Seksualnya, JAIDS, http://www.aids-
ina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstractcat=1
diakses 28 Februari 2014

Profil Sumut, 2012. Profil Kesehatan Profil Sumatera Utara Tahun


2012,;http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KES_PROVINSI_2012/
02_Profil_Kes_Prov.SumateraUtara_2012.pdf diakses 18 Februari 2014
Rachmawati,2013.http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/view/1348
diakses 18 Juli 2014

Redaksi editorial, http://www.satuharapan.com/read-detail/read/hadapi-hivaids-


hapus-stigma-dan-diskriminasi/ diakses 3 Maret 2014

Runggu,C.,http://www.aidsina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1
&categories=HIV-AIDS diakses 20 Februari 2014
Salusu, M. A. J., 2003 Pengambilan Keputusan Stratejik, Jakatra: Penerbit PT
Gramedia.

Saryono, Anggraini, M.D.,2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang


Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika

SDKI, 2012. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012, Jakarta.

Siregar, N., 2012. Pengaruh Stigma Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Terhadap
Penerimaan Masyarakat Desa Buntu Bedimbar Di Kecamatan Tanjung
Morawa Kabupaten Deli Serdang, Tesis

Universitas Sumatera Utara


Siste, K., 2010. http://pokdisusaids.wordpress.com/category/hivaids/opini/
Departemen Psikiatri RSCM 2010 diakses 15 Juli 2014

UNAIDS,2013http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/epid
emiology/2013/gr2013/UNAIDS_Global_Report_2013_en.pdf, diakses 28
februari 2014
Wibowo, 2004. http://pokdisusaids.wordpress.com/category/hivaids/opini/ diakses
16 iuli 2014

Yayasan Spiritia,2013.http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1051cMerawat
Odha di Rumah, diakses 23 juli 2014
,2014.http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=126 ARV_ Resistansi
terhadap Obat diakses 17 juli 2014

Yuyun, Handayani, Aryastami, 2014. Faktor Pendukung Kepatuhan Orang Dengan


HIV AIDS (Odha) Dalam Minum Obat Antiretroviral Di Kota Bandung dan
Cimahihttp://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman%20KT%20HIV%
20kawanua%20des%202013%20-%20rev%20290114%201-5.pdf diakses 22
juli 2014.

Zein, U., 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui,
Medan : USU Press.

Universitas Sumatera Utara


PEDOMAN WAWANCARA

PERILAKU ORANG DENGAN HIV AIDS (ODHA), STIGMA DAN


DISKRIMINASI DI RUMAH SINGGAH MODERAMEN GBKP
KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO
TAHUN 2014

Biodata Informan

Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
Tanggal wawancara :

Pertanyaan Untuk Informan Utama

I. Pengetahuan Informan

1. Apa yang anda ketahui tentang HIV/AIDS (pengertian, gejala, cara penularan,

pemeriksaan dan pengobatan)?

2. Kapan anda mengetahui status HIV anda?

3. Darimana anda bisa tertular virus HIV?

4. Siapa yang menemani/mendampingi saat anda tes HIV?

5. Apa yang menyebabkan anda melakukan tes HIV?

6. Darimana anda mengetahui adanya Rumah Singgah Monderamen GBKP

sebagai tempat untuk ODHA?

II. Sikap Informan

1. Apa respon anda ketika mengetahui status HIV anda?

Universitas Sumatera Utara


2. Bagaimana kehidupan anda setelah anda positif HIV?

3. Siapa yang pertama kali anda beritahu status positif HIV anda?

4. Apakah keluarga mengetahuinya status HIV anda?

5. Bagaimana respon keluarga ( orang tua, suami, istri, anak dan keluarga besar

lainnya) ketika mengetahui status HIV anda?

6. Siapa saja yang sudah mengetahui (lingkungan, tempat bekerja, gereja atau

tempat lainnya) status HIV anda?

7. Bagaimana dukungan keluarga, lingkungan anda ketika mengetahui status

HIV anda?

8. Bagaimana respon tempat/orang saat anda konseling/curhat?

9. Bagaimana sikap tenaga medis ketika mengetahui status HIV anda ketika

anda berobat?

10. Apa respon anda terhadap sikap negatif orang lain kepada anda?

11. Apa respon keluarga ketika anda memutuskan tinggal di Rumah Singgah

Moderamen GBKP?

III. Tindakan Informan

1. Kemana anda konseling/curhat tentang keadaan anda?

2. Dimana anda pertama kali berobat setelah mengetahui status HIV anda?

3. Mengapa anda mau tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP?

4. Apa perubahan positif yang anda rasakan ketika tinggal di Rumah Singgah

Moderamen GBKP?

Universitas Sumatera Utara


5. Bagaimana hubungan anda dengan sesama ODHA di Rumah Singgah

Moderamen GBKP?

6. Bagaimana anda menjalani aktivitas sehari-hari saat berada di Rumah

Singgah?

7. Apa yang anda lakukan dalam menjaga kesehatan anda?

Pertanyaan Untuk Informan pendukung

Peranan Rumah Singgah Moderamen GBKP

1. Apa saja kegiatan di Rumah singgah Moderamen GBKP?

2. Siapa saja yang terlibat dalam kehidupan ODHA di Rumah Singgah

Moderamen GBKP?

3. Bagaimana pendampingan terhadap ODHA di Rumah singgah Moderamen

GBKP?

4. Apa kegiatan yang diberikan Komisi Moderamen GBKP kepada ODHA

selama tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP?

5. Adakah bentuk kegiatan pemberdayaan ODHA dilakukan di Rumah Singgah

Moderamen GBKP?

6. Apa yang dilakukan untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi ODHA?

7. Sejauh mana keterlibatan Komisi HIV AIDS dan Napza dalam kehidupan

ODHA di rumah singgah?

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai