Anda di halaman 1dari 190

TESIS

ANALISIS DAMPAK SOSIAL, EKONOMI, DAN


PSIKOLOGIS PENDERITA HIV AIDS
DI KOTA DENPASAR

DEWA PUTU YUDI PARDITA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

TESIS

ANALISIS DAMPAK SOSIAL, EKONOMI, DAN


PSIKOLOGIS PENDERITA HIV AIDS
DI KOTA DENPASAR

DEWA PUTU YUDI PARDITA


NIM 1291461031

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

ANALISIS DAMPAK SOSIAL, EKONOMI, DAN PSIKOLOGIS


PENDERITA HIV AIDS DI KOTA DENPASAR

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister


pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana

DEWA PUTU YUDI PARDITA


NIM 1291461031

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 7 JULI 2014

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE., SU.


NIP. 19481231 197302 1 001

Dr. A. A. I. N. Marhaeni, SE., MS.


NIP. 19621231 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi


Magister Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana
Universitas Udayana

Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana

Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE., MS.


NIP. 19530730 198303 1 001

Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K)


NIP. 19590215 198510 2 001

Tesis Ini Telah Diuji pada


Tanggal 4 Juli 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana


No : 1844/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 25 Juni 2014

Ketua
: Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE., SU.
Anggota :
1. Dr. A. A. I. N. Marhaeni, SE., MS.
2. Dr. N. Yuliarmi, SE., MP.
3. Dr. Dra. Ida Ayu Nym. Saskara, Msi.
4. Dr. I B Purbadharmaja, SE., MS.

Surat Pernyataan Bebas Plagiat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama
NIM
Program Studi
Judul Tesis

:
:
:
:

Dewa Putu Yudi Pardita


1291461031
Magister Ilmu Ekonomi
Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Psikologis
Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka Saya bersedia
menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 7 Juli 2014


Yang membuat pernyataan

(Dewa Putu Yudi Pardita)

UCAPAN TERIMA KASIH


Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjuknya, tesis ini
dapat penulis selesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE., SU sebagai
Pembimbing I dan Dr. A. A. I. N. Marhaeni, SE., MS sebagai Pembimbing II
yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan,
dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD., KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga
penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima
kasih kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, S.E., M.S sebagai Dekan
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan. Pada kesempatan
ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ketua Program Magister
Ilmu Ekonomi Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE., MS, Sekretaris Program
Dr. A. A. I. N. Marhaeni, SE., MS atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti Program Magister. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula
kepada para penguji tesis ini, yaitu Dr. N. Yuliarmi, SE., MP sebagai Penguji I,
Dr. Dra. Ida Ayu Nyoman Saskara, Msi sebagai Penguji II, dan Dr. I B
Purbadharmaja, SE., MS sebagai Penguji III yang telah memberikan saran,
sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Penulis juga
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yayasan Kerti
Praja yang telah memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh penulis
sehingga mempermudah penulis menyelesaikan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu dosen, staf,
beserta rekan-rekan angkatan XXII Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
yang telah banyak membantu dan memfasilitasi penulis selama proses
perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu
tercinta, yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada Penulis. Semoga
Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmatnya kepada semua pihak
yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Dalam kesederhanaan, penulis
berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada
pemerintah, swasta, dan seluruh lapisan masyarakat.

Denpasar, Juli 2014


Penulis

ANALISIS DAMPAK SOSIAL, EKONOMI, DAN PSIKOLOGIS


PENDERITA HIV AIDS DI KOTA DENPASAR

ABSTRAK
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya berkesinambungan
yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Pembangunan
kesehatan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Kemajuan teknologi di bidang kesehatan tidak serta merta mampu memecahkan
masalah ini, karena masih ada beberapa penyakit yang tidak dapat disembuhkan
karena belum ditemukan obatnya, salah satu diantaranya adalah penyakit HIV
AIDS. Jumlah penderita HIV AIDS di dunia mengikuti fenomena gunung es,
karena jumlah penderita yang sesungguhnya lebih besar daripada data yang
tersedia. Penderita HIV AIDS menimbulkan stigma tersendiri bagi masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak sosial, ekonomi, psikologis,
dan karakteristik penderita HIV AIDS di Kota Denpasar. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari metode pengumpulan
secara observasi, kuesioner, dan wawancara mendalam. Sampel yang digunakan
berjumlah 86 responden penderita HIV AIDS di Kota Denpasar dengan metode
penentuan sampel, yaitu aksidental sampel. Kemudian data diolah dengan Uji
McNemar untuk menganalisis dampak sosial, ekonomi, psikologis responden
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada indikator sosial, variabel yang mengalami perubahan
setelah terkena penyakit HIV AIDS adalah intensitas rapat, intensitas berkunjung
ke rumah keluarga atau kerabat, intensitas gotong royong, dan intensitas
menghadiri undangan adat. Indikator ekonomi, variabel yang mengalami
perubahan setelah terkena penyakit HIV AIDS hanya jam kerja, sedangkan
indikator psikologis, yaitu stress, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan,
rasa malu, dan berduka mengalami perubahan setelah responden terkena penyakit
HIV AIDS. Penyebaran HIV AIDS dapat ditekan dengan kesadaran penderita
untuk berobat demi memperpanjang usia dan selalu berperilaku positif, dalam
artian menjaga diri dan tidak berniat menyebarkan penyakit ini ke orang lain.
Kata kunci: dampak ekonomi, dampak psikologis, dampak sosial, HIV AIDS

ABSTRACT
National development is a series of continuous effort that covers the entire
life of the community, the nation and the state. Health development in Indonesia
is an integral part of national development. Advances in technology in the health
sector are not necessarily able to solve this problem, because there are some
diseases that can not be cured because it has not found a cure, one of them is HIV
AIDS. The number of HIV AIDS sufferers in the world just like the iceberg
phenomenon, because the number of patients who are actually much larger than
the available data. The HIV AIDS sufferers have made their own stigma for the
community. This study aims to analyze the impact of social, economic,
psychological, and characteristics of HIV AIDS patients in the city of Denpasar.
The data used in this study was obtained from the primary data collection method
is observation, questionnaires, and in depth interviews. The samples used were 86
respondents with HIV AIDS in Denpasar with the sampling method, the sample is
accidental. Then the data is processed by the McNemar test to analyze the social,
economic, psychological respondents before and after HIV AIDS disease. The
findings of the research indicate that in terms of the social indicators, variables
that experienced changes after getting infected with HIV AIDS disease are the
intensity of the meeting, the intensity of visiting their family or relatives, the
intensity of mutual cooperation, and the intensity of attending the invitation of
traditional gatherings. In terms of economic indicators, the variables that
experienced changes after getting infected with HIV AIDS disease is only affected
on the working hours, while on the psychological indicators, namely stress,
frustration, anxiety, anger, denial, shyness, and grief also experienced changes
after the respondents were infected with HIV AIDS. The spread of HIV AIDS can
be reduced with the awareness of HIV AIDS sufferers to seek for medication in
order to prolong their lives and to always behave positively, that is, to take care of
themselves and not intend to spread the disease to others.
Keywords: the economic, psychological, and social impacts, HIV AIDS

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ...........................................................................................................

PRASYARAT GELAR .................................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................

iv

SURAT PERNYATAAN ..............................................................................

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................

vi

ABSTRAK .....................................................................................................

vii

ABSTRACT ...................................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ...............................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xvii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN .......................................................................

1.1 Latar Belakang ......................................................................

1.2 Rumusan Masalah .................................................................

12

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................

12

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................

13

1.5 Sistematika Penulisan ...........................................................

13

KAJIAN PUSTAKA ..................................................................

15

2.1 Konsep-konsep dan Definisi .................................................

15

2.1.1 Pengertian Pembangunan .............................................

15

2.1.3 Indeks Pembangunan Manusia ....................................

17

2.1.4 Dampak Sosial .............................................................

20

2.1.5 Dampak Ekonomi ........................................................

24

2.1

2.1.6 Dampak Psikologis ......................................................

26

2.1.7 Sejarah HIV AIDS .......................................................

30

2.1.8 Pengertian HIV AIDS ..................................................

37

2.1.9 Pencegahan, Penularan, Tes, dan Penanganan

BAB III

BAB IV

BAB V

HIV AIDS ....................................................................

50

2.2 Teori-teori yang Relevan .......................................................

59

2.2.1 Teori Kesejahteraan .....................................................

59

2.2.2 Pembangunan Kesehatan .............................................

61

2.2.3 Teori Human Capital ....................................................

61

2.2.4 Teori Alokasi Waktu ....................................................

63

2.3 Keaslian Penelitian ................................................................

65

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS


PENELITIAN .............................................................................

74

3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian ............................

74

3.2 Hipotesis Penelitian ...............................................................

77

METODE PENELITIAN ..........................................................

78

4.1 Rancangan Penelitian .............................................................

78

4.2 Lokasi Penelitian ....................................................................

80

4.3 Identifikasi Variabel Penelitian ..............................................

80

4.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...............................

80

4.5 Jenis dan Sumber Data ...........................................................

82

4.6 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel ................

83

4.7 Metode Pengumpulan Data ....................................................

84

4.8 Teknik Analisis Data ..............................................................

86

DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ............

90

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .....................................

90

5.1.1 Letak Geografis Kota Denpasar ...................................

90

5.1.2 Jumlah Penduduk di Kota Denpasar ............................

92

5.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian ............................................

93

5.3 Karakteristik Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar ..........

98

5.4 Keadaan Sosial Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar ......

99

5.4.1 Intensitas Komunikasi .................................................

99

5.4.2 Intensitas Keikutsertaan Dalam Rapat Adat ................

100

5.4.3 Intensitas Keikutsertaan Dalam Sembahyang/Ibadah .

101

5.4.4 Intensitas Berkunjung ke Rumah Keluarga


atau Kerabat .................................................................

103

5.4.5 Interaksi Dengan Keluarga ..........................................

104

5.4.6 Intensitas Keikutsertaan Gotong Royong ....................

105

5.4.7 Intensitas Kehadiran Dalam Undangan Adat ...............

107

5.5 Keadaan Ekonomi Penderita HIV AIDS


di Kota Denpasar ...................................................................

108

5.5.1 Status Bekerja/Tidak ....................................................

108

5.5.2 Lapangan Pekerjaan .....................................................

109

5.5.3 Status Pekerjaan ...........................................................

110

5.5.4 Pendapatan ...................................................................

111

5.5.5 Jam Kerja .....................................................................

112

5.6 Keadaan Psikologis Penderita HIV AIDS


di Kota Denpasar ...................................................................

114

5.6.1 Stress ............................................................................

114

5.6.2 Frustasi .........................................................................

115

5.6.3 Kecemasan ...................................................................

116

5.6.4 Kemarahan ...................................................................

117

5.6.5 Penyangkalan ...............................................................

118

5.6.6 Rasa Malu ....................................................................

119

5.6.7 Rasa Berduka ...............................................................

121

5.7 Pembahasan Hasil Penelitian ................................................

122

5.7.1 Interpretasi Keadaan Sosial Penderita HIV AIDS


di Kota Denpasar .........................................................
5.7.2 Interpretasi Keadaan Ekonomi Penderita HIV AIDS

122

di Kota Denpasar .........................................................

126

5.7.3 Interpretasi Keadaan Psikologis Penderita HIV AIDS


di Kota Denpasar .........................................................

133

5.8 Keterbatasan Penelitian .........................................................

136

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................

137

6.1 Simpulan ...............................................................................

137

6.2 Saran ......................................................................................

138

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

141

LAMPIRAN ...................................................................................................

145

BAB VI

DAFTAR TABEL

No. Tabel
1.1

Halaman

Jumlah Kumulatif Kasus HIV AIDS Berdasarkan Provinsi di


Indonesia Tahun 1987-2012 ...................................................................

Jumlah Kumulatif Kasus HIV AIDS Berdasarkan Kabupaten di


Provinsi Bali Tahun 1987-2012 .............................................................

Kasus Kumulatif HIV AIDS di Provinsi Bali Menurut Kelompok


Resiko Tahun 1987-2012 .......................................................................

11

2.1

Tahapan Reaksi Psikologis Penderita HIV AIDS ..................................

28

2.2

Pengertian HIV Menurut Beberapa Pakar di Dunia ...............................

39

5.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................

93

5.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur .........................................

94

5.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan ....................

95

5.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak .............................

95

5.5

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir .................

97

5.6

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ..................................

97

5.7

Uji McNemar Indikator Sosial ...............................................................

123

5.8

Uji McNemar Indikator Ekonomi ..........................................................

127

5.9

Uji McNemar Indikator Psikologis ........................................................

134

1.2
1.3

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar

Halaman

1.1 Human Immunodeficiency Virus .............................................................

2.1 Perkembangbiakan HIV Dalam Tubuh Manusia .....................................

38

2.2 Sistem Tahapan Infeksi HIV ....................................................................

42

2.3 Gejala dan Komplikasi AIDS ..................................................................

44

3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Analisis Dampak Sosial, Ekonomi,


dan Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar ...........................

75

3.2 Kerangka Konsep Penelitian Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan


Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar .................................

76

4.1 Rancangan Penelitian Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan


Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar .................................

79

5.1 Peta Kota Denpasar ..................................................................................

91

5.2 Piramida Penduduk Kota Denpasar Tahun 2012 .....................................

92

DAFTAR SINGKATAN ATAU LAMBANG

SINGKATAN
AIDS

: Acquired Immune Deficiency Syndrome

ARV

: Antiretroviral

AZT

: Zidovudine

CDC

: Centers for Disease Control

EBV

: Epstein Barr Virus

FDA

: Food and Drug Administration

GMHC

: Gay Mens Health Crisis

GRID

: Gay Related Immune Deficiency

HAART

: Highly Active Antiretroviral Therapy

HAM

: Hak Asasi Manusia

HIV

: Human Immunodeficiency

HPV

: Virus Papiloma Manusia

IO

: Infeksi Oportunistik

KPA

: Komisi Penanggulangan HIV AIDS

KS

: Sarkoma Kaposi

KSHV

: Virus Herpes Sarkoma Kaposi

KTT

: Konferensi Tingkat Tinggi

LSM

: Lembaga Swadaya Masyarakat

NARTI

: Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitor

NCI

: National Cancer Institute

NNRTI

: Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

ODHA

: Orang dengan HIV AIDS

PCP

: Pneumocystis Carinii

PCP

: Pneumonia Pneumocystis

PEP

: Post Exposure Prophylaxis

PERDA

: Peraturan Daerah

PSK

: Pekerja Seks Komersial

SFAF

: San Francisco AIDS Foundation

TBC

: Tuberkulosis

UNAIDS : United Nations Acquired Immune Deficiency Syndrome


WHO

: World Health Organization

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

Halaman

Kuesioner Penelitian ................................................................................

145

Data Responden .......................................................................................

154

Data Indikator Sosial ................................................................................

156

Data Indikator Ekonomi ...........................................................................

159

Data Indikator Psikologis .........................................................................

162

Hasil Analisis Indikator Sosial .................................................................

165

Hasil Analisis Indikator Ekonomi ............................................................

168

Hasil Analisis Indikator Psikologis ..........................................................

170

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya berkesinambungan

yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk


melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Pengertian pembangunan harus
dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis yang selama ini sering
dianggap sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya
adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir (Irawan, 2008).
Development is not a static concept. It is continuously changing. Artinya juga
dapat dikatakan bahwa pembangunan itu sebagai never ending goal.
Proses pembangunan sebenarnya merupakan suatu perubahan sosial budaya.
Pembangunan diharapkan menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas
kekuatan sendiri tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi, bukan
hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan
tergantung dari suatu innerwill, proses emansipasi diri, dan suatu partisipasi
kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses
pendewasaan (Irawan, 2008). Indonesia, sebagai kelompok negara berkembang
pada umumnya melakukan dan sedang di dalam proses perubahan-perubahan
sosial yang besar. Proses atau usaha perubahan sosial tersebut dapat berarti suatu

proses dan usaha

pembangunan. Pada pokoknya suatu usaha perubahan dan

pembangunan dari suatu keadaan atau kondisi kemasyarakatan yang dianggap


lebih baik dan lebih diinginkan. Artinya ada perubahan dari yang ada sekarang
dengan segala kekurangannya menjadi lebih baik, minimal ada progress dari
kondisi yang sekarang ini, maka melalui pembangunan kesehatan yang ingin
dicapai demi mewujudkan Indonesia sehat sesuai dengan pembukaan UUD 1945
alinea ke-4, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia juga untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa maka diselenggarakan program

pembangunan

secara

berkelanjutan, terencana dan terarah untuk mencapai perubahan tersebut.


Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan
adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
kesehatan setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Namun tidak mudah untuk mencapai tujuan ini, karena seiring perkembangan
zaman berbagai macam penyakit muncul yang dapat menghambat pembangunan
kesehatan (Mubarak, 2008). Kemajuan teknologi di bidang kesehatan tidak serta
merta mampu memecahkan masalah ini, karena masih ada beberapa penyakit yang
tidak dapat disembuhkan karena belum ditemukan obatnya, salah satu diantaranya
adalah penyakit HIV AIDS.
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan
kumpulan dari gejala dan infeksi atau biasa disebut sindrom yang diakibatkan
oleh kerusakan sistem kekebalan tubuh manusia karena virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus). HIV adalah virus yang dapat melemahkan kekebalan


tubuh pada manusia. Jika seseorang terkena virus semacam ini akan mudah
terserang infeksi oportunistik atau mudah terkena tumor. Sampai saat ini, penyakit
HIV AIDS belum dapat disembuhkan dan belum ditemukan obatnya, kalau pun
ada itu hanya menghentikan atau memperlambat perkembangan virusnya saja.
Berikut ini Gambar 1.1 adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ
vital sistem kekebalan manusia.

Gambar 1.1 Human Immunodeficiency Virus

Sumber : World Health Organization, 2011


Virus HIV dan virus-virus sejenisnya seperti SIV, FIV dan lain-lain
biasanya tertular melalui kontak langsung antara aliran darah dengan cairan tubuh
yang di dalamnya terkandung HIV, yakni darah, air mani, cairan vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan virus ini sering terjadi pada saat seseorang
berhubungan intim, jarum suntik yang terkontaminasi, transfusi darah, ibu yang
sedang menyusui, dan berbagai macam bentuk kontak lainnya dengan cairan-

cairan tubuh tersebut. Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa HIV AIDS
berasal dari Afrika Sub-Sahara, kini HIV AIDS telah menjadi wabah penyakit
yang menakutkan. Di Indonesia sendiri, HIV AIDS dikhawatirkan telah menjadi
sebuah epidemi baru. Kekhawatiran itu rasanya tidaklah terlalu berlebihan, jika
merujuk kepada fakta lapangan yang ada seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1
mengenai jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS menurut provinsi.
Jumlah penderita yang sebenarnya diperkirakan datanya tidak terekam pada
berbagai sarana pelayanan kesehatan jauh lebih banyak. Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO), di sejumlah negara tes HIV belum merata dilakukan
karena berbagai sebab, maka untuk setiap HIV positif yang terdeteksi berarti di
masyarakat ada orang yang sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi. Inilah
yang dikenal dengan fenomena gunung es, bagian es yang muncul di permukaan
air hanyalah sebagian saja dibandingkan bagian es yang terletak di bawah
permukaan air. Jika menggunakan perhitungan fenomena gunung es ini, maka
jumlah penderita HIV AIDS di Indonesia diperkirakan melebihi data yang
tersedia. Berdasarkan Tabel 1.1 DKI Jakarta memempati posisi pertama jumlah
kasus HIV sedangkan untuk kasus AIDS, jumlah penderita terbanyak ada di
Provinsi Papua. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa penderita HIV di Indonesia saat
ini lebih banyak daripada AIDS yang diyakini jumlahnya lebih banyak dari data
yang tersedia karena penyakit ini mengacu pada fenomena gunung es, dan
dikhawatirkan jumlah penderita HIV AIDS akan terus meningkat setiap tahunnya
yang akan memberikan dampak negatif bagi penderita beserta orang-orang di
sekelilingnya.

Tabel 1.1 Jumlah Kumulatif Kasus HIV AIDS Berdasarkan Provinsi di


Indonesia Tahun 1987-2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
Papua
Jawa Timur
DKI Jakarta
Jawa Barat
Bali
Jawa Tengah
Kalimantan Barat
Sulawesi Selatan
Banten
Riau
Sumatera Barat
DI Yogyakarta
Sulawesi Utara
Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Kepulauan Riau
Jambi
Kalimantan Timur
Sumatera Selatan
Maluku
Bangka Belitung
Lampung
Papua Barat
Sulawesi Tenggara
Bengkulu
Kalimantan Selatan
Maluku Utara
NAD
Sulawesi Tengah
Kalimantan Tengah
Gorontalo
Sulawesi Barat
Total

HIV (Orang)
10.113
12.862
22.925
7.157
6.380
4.641
3.610
2.972
2.677
1.321
701
1.690
1.779
6.364
1.322
540
2.976
434
1.732
1.199
951
332
750
1.896
126
157
192
152
85
161
135
25
33
98.390

Sumber : Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2013

AIDS (Orang)
7.795
6.900
6.299
4.098
3.344
2.815
1.699
1.446
851
827
802
782
652
515
420
379
375
358
332
322
312
244
192
178
161
155
134
123
118
109
93
54
3
42.887

Efek jangka panjang endemi HIV AIDS yang telah meluas seperti yang
telah terjadi di Papua adalah dampaknya pada indikator demografi. Tingginya
jumlah penderita, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan
hidup, karena semakin banyak orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu
yang lebih pendek, kontribusi yang diharapkan dari penderita HIV AIDS pada
ekonomi nasional dan perkembangan sosial menjadi semakin kecil dan kurang
dapat diandalkan. Hal ini menjadi masalah yang penting karena hilangnya
individu yang terlatih dalam jumlah besar tidak akan mudah dapat digantikan.
Biaya

yang berhubungan

dengan kehilangan seperti

itu menyebabkan

meningkatnya pekerja yang tidak hadir, meningkatnya biaya pelatihan,


pendapatan yang berkurang, dan sumber daya yang seharusnya dipakai untuk
aktivitas produktif terpaksa dialihkan pada perawatan kesehatan, waktu yang
terbuang untuk merawat anggota keluarga yang sakit, dan lainnya, juga akan
meningkat.
Carlos Avila-Figueroa dan Paul Delay (2009), menyatakan bahwa krisis
ekonomi global yang terjadi diperparah dengan keadaan empat juta penderita
berpenghasilan rendah dan menengah menerima pengobatan antiretroviral.
Keadaan

ini

menyebabkan

meningkatnya

pengangguran,

mengurangi

kesejahteraan penderita HIV AIDS, khususnya di negara-negara miskin dengan


penderita HIV AIDS yang tinggi, sedangkan bagi negara maju Produk Domestik
Bruto yang dimiliki diproyesikan menyusut rata-rata 3.8 persen untuk pengobatan
antiretroviral ini. IMF memproyesikan bahwa pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang akan turun dari 6.1 persen di tahun 2008 menjadi 1.6 persen

pada 2009, sehingga hal ini mengharuskan pemerintah mengurangi ruang fiskal
untuk pengeluaran dalam bidang kesehatan. Dana yang diperlukan bagi negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah untuk terapi bagi penderita HIV
AIDS diperkirakan akan terus bertambah walaupun mendapat bantuan bilateral
dari negara lain atau dari IMF. HIV AIDS akan memberikan dampak negatif
terhadap GDP dan GDP perkapita. Penelitian yang dilakukan dari rentang 19922001 pada berbagai negara berkembang dengan prevalensi penderita yang cukup
tinggi, didapat variasi dampak negatif HIV AIDS terhadap GDP berada dalam
kisaran

0.6-3 persen. Walaupun data estimasi dampak HIV AIDS terhadap

pertumbuhan GDP Indonesia belum tersedia hingga saat ini, namun diyakini
bahwa di masa depan epidemi HIV AIDS akan meningkatkan dan memperdalam
tingkat kemiskinan masyarakat. Hal ini didukung oleh sejumlah penelitian yang
menegaskan bahwa perkembangan HIV AIDS sangat tinggi di negara
berkembang dibanding negara maju.
Tingginya tingkat penyebaran HIV dan AIDS pada kelompok manapun
berarti bahwa semakin banyak orang menjadi sakit, dan membutuhkan jasa
pelayanan kesehatan. Perkembangan penyakit yang lamban dari infeksi HIV
berarti bahwa pasien sedikit demi sedikit menjadi lebih sakit dalam jangka waktu
yang panjang, membutuhkan semakin banyak perawatan kesehatan. Biaya
langsung dari perawatan kesehatan tersebut semakin lama akan menjadi semakin
besar. Diperhitungkan juga adalah waktu yang dihabiskan oleh anggota keluarga
untuk merawat pasien, dan tidak dapat melakukan aktivitas yang produktif. Waktu
dan sumber daya yang diberikan untuk merawat pasien HIV dan AIDS sedikit

demi sedikit dapat mempengaruhi program lainnya dan menghabiskan sumber


daya untuk aktivitas kesehatan lainnya.
Penularan HIV AIDS melalui perilaku berisiko perlu dihindari. Pencegahan
positif dan kesadaran diri sendiri adalah cara yang paling sederhana dan tepat
untuk mengurangi penyebaran HIV AIDS, karena tidak dapat dipungkiri lagi
penyakit ini merupakan epidemik yang sampai saat ini belum ditemukan obat
untuk menyembuhkannya dan akan terus menyebar serta memberikan dampak
yang buruk, tidak hanya berdampak pada penurunan kualitas kesehatan penderita,
terdapat juga akibat yang ditimbulkan HIV AIDS di dalam lingkungan, salah satu
dampak yang paling terlihat adalah pemberlakuan hukuman sosial bagi para
penderita HIV AIDS, seperti tindakan penghindaran, pengasingan, penolakan, dan
diskriminasi pada penderita HIV AIDS. Terkadang hukuman sosial ini juga
ditimpakan pada orang-orang yang diduga terinfeksi HIV dan bahkan pada
petugas kesehatan atau relawan yang terlibat dalam perawatan ODHA.
Akibat yang ditimbulkan HIV di dalam lingkungan juga termasuk dampak
di kalangan rumah tangga. Penderita HIV AIDS tidak dapat melakukan
pekerjaannya secara maksimal, atau bahkan harus kehilangan pekerjaan karena
kondisi fisiknya yang kurang baik, sehingga berpotensi kehilangan pendapatan. Di
samping itu, penderita HIV AIDS harus mengeluarkan biaya yang cukup besar
untuk perawatan medis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan biaya tersebut,
beberapa di antara penderita HIV AIDS harus mengalihkan anggaran dari pos
pengeluaran lainnya, hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas kehidupan
rumah tangga penderita HIV AIDS.

Provinsi Bali termasuk dalam lima besar penderita HIV AIDS di Indonesia,
hal ini tentu akan mencoreng nama baik Bali sebagai Pulau Dewata yang menjadi
salah satu primadona tujuan wisata di Indonesia. Pada Tabel 1.2 jumlah kumulatif
kasus HIV AIDS berdasarkan kabupaten di Provinsi Bali tahun 1987-2012.
Berdasarkan Tabel 1.2 di Kota Denpasar dilaporkan kasus kumulatif HIV AIDS
tahun 1987-2012 mencapai 2611. Penyebaran HIV AIDS di Kota Denpasar
mengikuti pola gunung es karena ada penduduk yang sudah mengidap HIV AIDS
tetapi tidak terdeteksi, penderita ini dapat berjenis kelamin laki-laki atau
perempuan. Laki-laki akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal
antar penduduk, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan
di luar nikah sedangkan yang perempuan dapat menularkan HIV kepada bayi
yang dikandungnya secara vertikal.

Tabel 1.2 Jumlah Kumulatif Kasus HIV AIDS Berdasarkan Kabupaten di


Provinsi Bali Tahun 1987-2012
Kabupaten

Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Tabanan
Total

AIDS
(Orang)
L
P
309
116
28
8
392
191
885
407
106
33
173
98
61
26
63
25
126
73
2143 977

Jumlah

425
36
583
1292
139
271
87
88
199
3120

HIV
Jumlah Total Persen
(Orang)
(%)
L
P
312
120
432
857
13,19
74
28
102
138
2,12
436
256
692
1275 19,62
807
512
1319
2611 40,19
208
123
331
470
7,23
56
55
111
382
5,88
70
41
111
198
3,05
48
23
71
159
2,45
131
77
208
407
6,26
2142 1235
3377
6497 100,00

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013

Reaksi yang muncul terhadap penemuan kasus HIV AIDS yang terus terjadi
salah satu diantaranya adalah merancang Peraturan Daerah tentang pencegahan
dan penanggulangan HIV AIDS, tetapi karena PERDA itu dirancang dengan
pijakan moral, maka PERDA itu tidak bisa dijadikan patokan untuk
penanggulangan HIV AIDS, seperti Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 1
Tahun 2008, tanggal 19 Mei 2008 tentang Penanggulangan HIV AIDS ini sama
sekali tidak menyentuh akar persoalan. Pasal 9 disebutkan Setiap orang yang
melakukan hubungan seksual berisiko wajib melakukan upaya pencegahan
dengan memakai kondom. Peraturan Daerah ini mempunyai beberapa
kelemahan. Pertama, tidak ada penjelasan tentang perilaku seksual berisiko.
Kedua, tidak ada penjelasan mengenai dimana saja orang wajib melakukan
pencegahan. Ketiga, kalau kewajiban berlaku di Kabupaten Badung, maka
penduduk bisa saja melakukan perilaku berisiko tanpa terikat kewajiban memakai
kondom di luar wilayah Kabupaten Badung. Keempat, di dalam PERDA tidak ada
penjelasan yang rinci tentang mekanisme pemantauan kewajiban memakai
kondom.
Upaya nyata telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi penyebaran
penyakit HIV AIDS, namun kenyataannya jumlah penderita terus meningkat.
Pencegahan positif nampakya menjadi solusi yang ampuh untuk memerangi
penyakit ini. Tujuan utama pencegahan positif adalah untuk meningkatkan mutu
hidup ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) dan memotong rantai penularan HIV.
Pencegahan positif menuntut tanggung jawab bersama dalam upaya menurunkan
tingkat penularan. Keterbukaan, informasi, komunikasi tentang seksualitas dan

hubungan seksual bisa menjadi cara untuk menurunkan penyebaran HIV lebih
lanjut kepada pasangan atau orang lain.
Pencegahan dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab terhadap
perilaku yang berisiko karena perilaku inilah yang menjadi rantai penyebaran HIV
AIDS. Berikut dapat dilihat pada Tabel 1.3 kasus HIV AIDS di Provinsi Bali
menurut kelompok resiko.

Tabel 1.3 Kasus Kumulatif HIV AIDS di Provinsi Bali Menurut Kelompok
Resiko Tahun 1987-2012
Kelompok
Resiko
Biseksual
Heteroseksual
Homoseksual
Jarum Suntik
Perinatal
Tato
Tidak Diketahui
Total

AIDS
Jumlah
HIV
Jumlah Total Persen
(Orang)
(Orang)
(%)
L
P
L
P
11
11
5
5
16
0,25
1470 877
2347
1439 1086
2525
4872 74,91
114
3
117
133
4
137
254
3,91
389 26
415
363
27
390
805
12,38
62
50
112
39
46
85
197
3,03
1
1
1
1
2
0,03
99
24
123
162
73
235
358
5,50
2146 980
3126
2142 1236
3378
6504 100,00

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013


Perilaku heteroseksual merupakan kelompok dengan resiko tertinggi
penyebab dan penularan HIV AIDS. Hal ini dapat terjadi karena laki-laki dewasa
yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam
dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti Pekerja
Seks Komersial (PSK). Misalnya secara langsung dengan PSK di jalanan, cafe,
pub, tempat hiburan, panti pijat, lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan
hotel berbintang, dan PSK tidak langsung serta perempuan pelaku kawin cerai.
Kesadaran masyarakat dengan tidak melakukan kegiatan berisiko menyebarkan

HIV AIDS merupakan hal mutlak yang harus dilaksanakan karena HIV AIDS
berdampak sangat luas di lingkungan, antara lain berdampak sosial, ekonomi,
psikologis yang sampai saat ini belum tersedia data dan informasi mengenai
dampak tersebut di Kota Denpasar pada khususnya, sehingga hal ini yang
mendasari penelitian tentang dampak dari HIV AIDS ini dilakukan.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan pokok

permasalahan sebagai berikut :


1) Bagaimana karakteristik penderita HIV AIDS di Kota Denpasar ?
2) Apakah ada perbedaan kondisi sosial, ekonomi, psikologis responden
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar ?

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut :
1) Untuk mengetahui karakteristik penderita HIV AIDS di Kota Denpasar.
2) Untuk menganalisis perbedaan kondisi sosial, ekonomi, psikologis
responden sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar.

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan

baik secara akademik maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1) Manfaat Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan penemuan baru atau
mendukung hasil penemuan sebelumnya yang berguna bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, pembuktian teori pembangunan, alokasi waktu, dan
teknologi pada umumnya serta dapat menambah wawasan mahasiswa dan
mengaplikasikan ilmu yang diterima di bangku perkuliahan pada khususnya.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi Pemerintah Kota Denpasar
dalam hal menentukan kebijakan untuk mengurangi penyebaran penyakit
HIV AIDS melalui perilaku beresiko serta bekerja sama dengan LSM, Dinas
Kesehatan, dan KPA dalam melindungi ODHA akibat dari dampak yang
ditimbulkan penyakit ini.

1.5

Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penyajian dari penulisan ini adalah sebagai

berikut.
Bab I

: Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, pokok


masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.

Bab II

: Tinjauan pustaka, menguraikan tentang konsep, teori-teori yang


relevan, dan keaslian penelitian yang berkaitan dengan permasalahan
yang hendak diteliti.

Bab III : Menjelaskan tentang kerangka berpikir, kerangka konsep, dan hipotesis
yang sesuai dengan masalah penelitian.
Bab IV : Metode penelitian yang berkaitan dengan rancangan penelitian, lokasi
penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel
penelitian, jenis dan sumber data, populasi, sampel, metode
pengumpulan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis
data.
Bab V : Pembahasan yang berisi gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi
hasil penelitian, jawaban terhadap tujuan penelitian, pembahasan, dan
keterbatasan penelitian.
Bab VI : Merupakan bab penutup yang terdiri dari simpulan dari permasalahan
yang dibahas dan saran-saran dari penulis.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Konsep-konsep dan Definisi

2.1.1 Pengertian Pembangunan


Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang
dilakukan secara terus-menerus oleh suatu Negara untuk menciptakan masyarakat
yang lebih baik. Setiap individu (society) atau Negara (state) akan selalu bekerja
keras untuk melakukan pembangunan demi kelangsungan hidupnya untuk masa
ini dan masa yang akan datang. Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya
terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu Negara
untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, dan merupakan proses dinamis
untuk mencapai kesejahtraan masyarakat. Proses kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Tiap-tiap Negara selalu mengejar pembangunan dengan tujuan semua orang turut
mengambil bagian, sedangkan kemajuan ekonomi adalah suatu komponen
esensial dari pembangunan itu, walaupun bukan satu-satunya, hal ini disebabkan
pembangunan itu bukanlah semata-mata fenomena ekonomi. Dalam pengertian
yang paling mendasar, bahwa pembangunan itu haruslah mencakup masalahmasalah materi dan financial dalam kehidupan. Pembangunan seharusnya
diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi dan
reorientasi dari semua sistem ekonomi dan sosial (Todaro, Michael P dan Stephen
C. Smith, 2006).

2.1.2 Pengertian dan Teori Pembangunan Ekonomi


Pembangunan ekonomi merupakan proses atau kegiatan yang dilaksanakan
oleh suatu Negara dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi untuk
meningkatkan

kesejahtraan

masyarakat

khususnya

di

bidang

ekonomi.

Pembahasan tentang masalah pembangunan ekonomi memang bukanlah suatu


perkembangan baru dalam ilmu ekonomi karena studi tentang pembangunan
ekonomi tersebut telah menarik perhatian para pakar ekonomi sejak zaman kaum
merkantilis, kaum klasik, sampai Marx dan Keynes, ahli-ahli ekonomi tersebut
telah mengemukakan teorinya tentang pembangunan ekonomi. Adam Smith
misalnya, yang terkenal dengan bukunya An Iquiry into The Nature and Cause
The Wealth of Nation (1776) mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi suatu
Negara sangat bergantung pada kemampuan Negara tersebut dalam menabung dan
berinvestasi. Smith juga memperhatikan ukuran pasar yang dimiliki suatu Negara
sebab luar pasar sangat mempengaruhi volume produksi yang akhirnya tergantung
pada tingkat pendapatan (Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith, 2006).
Ukuran pasar dapat mempengaruhi produktivitas dan pada gilirannya akan
mempengaruhi tingkat pendapatan. Tinggi rendahnya tingkat pendapatan sangat
berpengaruh pada tingkat kemampuan untuk menabung dan dorongan
berinvestasi. Selain itu, dalam bukunya yang berjudul The Progress of Wealth
(Buku II) yang dikembangkan dari bukunya berjudul Principles of Political
Economy (1820), Thomas Robert Malthus mengemukakan salah satu gagasannya
mengenai konsep pembangunan, khususnya bidang ekonomi bahwa pembangunan

ekonomi dapat dicapai dengan meningkatkan kesejahteraan penduduk suatu


negara (Irawan, 2008).
Kesejahteraan suatu negara sebagian bergantung pada kuantitas produk
yang dihasilkan oleh tenaga kerjanya dan sebagian lagi pada nilai atas produk
tersebut. Malthus mendefenisikan masalah pembangunan ekonomi sebagai
sesuatu yang menjelaskan perbedaan Gross National Product potensial
kemampuan menghasilkan kekayaan dan Gross National Product aktual
kekayaan aktual. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan ekonomi yang
diwujudkan dalam berbagai kebutuhan, secara umum adalah sebagai berikut.
1) Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dana pertumbuhan
produksi nasional yang cepat secara bersamaan.
2) Mencapai tingkat kestabilan harga yang mantap dengan kata lain
mengendalikan tingkat inflasi yang terjadi di perekonomian.
3) Mengatasi masalah-masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja
bagi seluruh angkatan kerja.
4) Pendistribusian pendapatan yang lebih merata dan adil.

2.1.3 Indeks Pembangunan Manusia


UNDP

(United

Nation

Development

Programme)

mendefinisikan

pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan


bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan
akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai
sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya

tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah
produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara
ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Produktivitas
Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan
berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah.
Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari
model pembangunan manusia.
2) Pemerataan
Penduduk harus memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk
mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial.
Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses
tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil menfaat dari
kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang
dapat meningkatkan kualitas hidup.
3) Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan social harus dipastikan tidak
hanya untuk generasi-generasi yang aka datang. Semua sumber daya fisik,
manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.
4) Pemberdayaan
Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan
menentukan (bentuk atau arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi
dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.

Paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai disana. Pilihanpilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti
kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampai kesempatan untuk menjadi kreatif
dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan
jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigm tersebut. Dengan
demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama
berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan,
pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka
untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial dan politik. Jika
kedua sisi itu didak seimbang maka hasilnya adalah frustasi masyarakat.
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih baik dari
pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model
pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan
kesejateraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model
pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi
nasional (GNP). Pembangunan manusia teruatama sebagai input dari proses
produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat
manusia sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan
dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara
atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan, yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali),
dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang

layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat
jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Dampak dari krisis
ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan
ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan
kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai
akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata
yang dialami penduduk dalam jangka pendek (Todaro, Michael P dan Stephen C.
Smith, 2006).

2.1.4 Dampak Sosial


Para ahli kesehatan sepakat bahwa berdasarkan sifat-sifat dan dampaknya,
HIV AIDS tergolong unik (Peter Piot and Per Pinstrup Andersen : 2002).
Beberapa keunikan itu, antara lain :
1) HIV AIDS membunuh kelompok masyarakat yang paling produktif dan
aktif bereproduksi.
2) HIV AIDS

secara

sosial

tidak terlihat,

namun

kerusakan

yang

ditimbulkannya nyata di mana-mana. Sementara itu ketabuan seks dan pola


budaya, menyebabkan 90 persen para penderitanya tidak terakses oleh
pelayanan kesehatan. Hal ini tentu merupakan hambatan besar dalam upaya
pencegahan dan pengurangannya.
3) HIV memiliki masa inkubasi yang panjang, di mana selama rentang waktu
antara masa infeksi sampai

timbulnya gejala penyakit, virusnya dapat

menyebar. Dengan sifatnya yang tidak terlihat, maka kemungkinan


transmisinya akan semakin tinggi.
4) HIV AIDS dapat menyerang berbagai

strata demografi dan sosial

masyarakat baik pria-wanita, kaya-miskin, desa-kota, dan negara majuberkembang. Namun jelas bahwa kelompok masyarakat miskinlah yang
paling menderita dampaknya. Bagi kelompok masyarakat ini, AIDS
memperpanjang dan memperdalam kemiskinan sehingga mereka semakin
terjebak di dalamnya.
5) Sisi lain, walaupun HIV dapat menimpa jenis kelamin pria dan wanita,
namun penyakit ini tidaklah netral gender. Wanita, terutama kelompok usia
muda, secara biologis lebih cendrung terkena HIV dibanding pria dalam
suatu hubungan seksual.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia
terhadap pengidap HIV AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakantindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang
diduga terinfeksi HIV, diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan
terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya, dan penerapan karantina
terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV (UNAIDS : 2006). Kekerasan atau
ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes
HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh
perawatan, sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat
dikendalikan menjadi hukuman mati dan menjadikan meluasnya penyebaran

HIV AIDS. Menurut Herek GM (2002), stigma HIV AIDS lebih jauh dapat dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu :
1) Stigma instrumental, yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal
yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
2) Stigma simbolis, yaitu penggunaan HIV AIDS untuk mengekspresikan
sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap
berhubungan dengan penyakit tersebut.
3) Stigma kesopanan, yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan
dengan isu HIV AIDS atau orang yang positif HIV.
Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama
yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan
penggunaan

narkoba

melalui

suntikan.

Banyak

negara maju, terdapat

penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang


berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikapsikap anti homoseksual. Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan
antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan
terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi.
Kemensos (2011) menyatakan, seseorang yang terjangkit HIV AIDS dapat
berdampak sangat luas dalam hubungan sosial, dengan keluarga, hubungan
dengan teman-teman, relasi dan jaringan kerja akan berubah baik kuantitas
maupun kualitas. Orang-orang yang terjangkit HIV AIDS secara alamiah
hubungan sosialnya akan berubah. Dampak yang paling berat dirasakan oleh
keluarga dan orang-orang dekat lainnya. Perubahan hubungan sosial dapat

berpengaruh positif atau negatif pada setiap orang. Reaksi masing-masing orang
berbeda, tergantung sampai sejauh mana perasaan dekat atau jauh, suka dan tidak
suka seseorang terhadap yang bersangkutan.
Upaya kuratif pada aspek sosial harus diterapkan kepada pengidap HIV
AIDS, hal itu dengan melihat bahwa pengidap HIV AIDS mengalami proses
labelling oleh masyarakat dimana mereka mendapatkan label buruk sebagai
orang-orang yang tidak berguna. Upaya kuratif pada aspek sosial difokuskan
dalam upaya mendorong pengidap HIV AIDS agar menjadi produktif dan punya
kontribusi terhadap masyarakat, maka secara tidak langsung akan mengurangi
stigma buruk di masyarakat. Selain hal-hal seperti yang disebutkan di atas, ada hal
lain yang perlu diperhatikan akibat dari kurangnya pengetahuan dan pemahaman
terhadap penyakit HIV AIDS, kebanyakan masyarakat berasumsi ODHA itu
berbahaya, pembawa sial, orang hina, tidak berguna, dan segala caci maki yang
menusuk hati. Oleh karena itu, sangat perlu sosialisai tentang penyakit HIV AIDS
pada masyarakat umum, terutama pada masyarakt desa. Sosialisasi itu perlu agar
masyarakat bisa sadar dari persepsi buruk mereka terhadap ODHA, dan yang
terpenting adalah menghindari perilaku-perilaku yang bisa menyebarluaskan
epidemi HIV AIDS terhadap masyarakat luas.
Nursalam (2005) menjelaskan bahwa seorang penderita HIV AIDS
setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi
dukungan sosial meliputi tiga hal, yaitu :
1) Emotional support, meliputi perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan
diperhatikan.

2) Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat.


3) Materials support, meliputi bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang
dalam mengatasi suatu masalah.

2.1.5 Dampak Ekonomi


Dampak HIV AIDS di bidang ekonomi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
dampak secara langsung dan secara tidak langsung. Dampak ini dimulai dari
tingkat individu, keluarga, masyarakat dan akhirnya pada negara dan mungkin
dunia.
1) Dampak ekonomi secara langsung
Epidemi HIV AIDS akan menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak
penderita maupun pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan obat penyembuh
yang belum ditemukan, sehingga biaya harus terus dikeluarkan hanya untuk
perawatan dan memperpanjang usia penderita. Orang-orang yang terjangkit
HIV AIDS akan mengalami perubahan keuangan akibat penyakitnya. Dana
yang diperlukan untuk keperluan pengobatan dan perawatan semakin lama
semakin besar, sementara penghasilan menetap atau bahkan mungkin
semakin menurun. Kemungkinan besar akhirnya akan mengalami kesulitan
untuk memperoleh dana. Perubahan ini dapat terjadi karena kehilangan
mata pencaharian, habisnya tabungan, hilangnya sumber-sumber bantuan
keluarga, dan lain-lain, maka dari itu penelitian harus terus menerus
dilakukan dan biaya lainnya sangat dibutuhkan seperti biaya untuk upayaupaya pencegahan.

2) Dampak ekonomi secara tidak langsung


HIV

AIDS

memperlambat

pertumbuhan

ekonomi

dengan

menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human


capital), tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di
negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban
AIDS. Penderita HIV AIDS tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga
akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Daerah yang
terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang
dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua (Greener, R : 2002).
Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan
menyebabkan

mengecilnya

populasi

pekerja

dan

mereka

yang

berketerampilan.
Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda,
dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga
produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat
anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi
produktivitas.

Mortalitas

yang

meningkat

juga

akan

melemahkan

mekanisme produksi dan investasi sumber daya manusia (human capital)


pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya para
orang tua. Penyakit HIV AIDS dapat melemahkan populasi pembayar pajak,
mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang
tidak berhubungan dengan AIDS karena banyak orang dewasa muda yang

meninggal karena penyakit ini. Keadaan ini akan memberikan tekanan pada
keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin
terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang
sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya
sakit, serta perawatan yatim piatu korban HIV AIDS. Hal ini terutama
mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa
menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga
kepada pemerintah, untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.
Peningkatan pengeluaran untuk hal-hal di atas tentu akan menguras
tabungan pemerintah atau minimal sebagian dari tambahan pengeluaran
akan diambil pendapatan yang seharusnya akan ditabung. Rendahnya
tingkat tabungan akan memperburuk iklim investasi karena rendahnya
ekspektasi keuntungan atau tingginya ketidakpastian perekonomian dan
berkurangnya kemampuan pembiayaan investasi.

2.1.6 Dampak Psikologis


Pengidap HIV AIDS pada umumnya berada dalam situasi yang membuat
penderita merasakan menjelang kematian dalam waktu dekat. Individu yang
dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan karakter
psikososial. Pasien yang didiagnosis dengan HIV akan mengalami masalah fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual. Masalah psikologis yang timbul adalah :

1) Stres yang ditandai dengan menolak, marah, depresi, dan keinginan untuk
mati. Individu yang terinfeksi HIV AIDS atas pemberitahuan dokter,
biasanya mengalami shock, bisa putus asa karena shock berat. Penderita
mengalami depresi berat, sehingga menyebabkan penyakit semakin lama
semakin berat, timbul berbagai infeksi opotunistik, dan penderita semakin
tersiksa. Biaya pengobatan tambah besar, macam penyakit tambah banyak,
obat yang diberi harus tambah banyak dan tambah keras, dengan berbagai
efek samping, yang memperparah keadaan penderita.
2) Keyakinan diri yang rendah pada penderita HIV AIDS akan menyebabkan
penderita

mengalami

hypochondria,

dimana

penderita

seringkali

memikirkan mengenai kehilangan, kesepian dan perasaan berdosa di atas


segala apa yang telah dilakukan sehingga menyebabkan penderita kurang
menitik beratkan langkah-langkah penjagaan kesehatan dan kerohanian.
Seorang pasien yang telah didiagnosis HIV positif dan mengetahuinya,
menyebabkan kondisi mental penderita akan mengalami fase yang sering
disingkat SABDA (Shock, Anger, Bargain, Depressed, Acceptance).
3) Kecemasan akan HIV AIDS berkorelasi negatif dengan Psychological Well
Being (kesejahteraan psikologis), ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat kecemasan pada penderita HIV AIDS, maka Psychological Well
Being (kesejahteraan psikologis) pada penderita HIV AIDS akan semakin
rendah.
Pengalaman suatu penyakit akan membangkitkan berbagai perasaan, reaksi
stres, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka, dan

ketidakpastian menuju pada adaptasi terhadap penyakit yang merupakan bentuk


dari reaksi psikologis penderita. Berikut Tabel 2.1 mengenai tahapan reaksi
psikologis penderita HIV AIDS.

Tabel 2.1 Tahapan Reaksi Psikologis Penderita HIV AIDS


Reaksi

Proses Psikologis
Perilaku Penderita
Shock
Merasa bersalah, marah, Rasa takut, hilang akal,
tidak berdaya
frustrasi, rasa sedih, susah,
acting out
Mengucilkan diri
Merasa cacat dan tidak Khawatir
menginfeksi
berguna, menutup diri
orang lain, murung
Membuka
status Ingin tahu reaksi orang lain, Penolakan,
stres,
secara terbatas
pengalihan
stres,
ingin konfrontasi
dicintai
Mencari orang lain Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan,
campur
yang HIV positif
kepercayaan,
penguatan, tangan, tidak percaya pada
dukungan sosial
pemegang rahasia dirinya
Status khusus
Perubahan
keterasingan Ketergantungan, dikotomi
menjadi manfaat khusus, kita dan mereka (semua
perbedaan menjadi hal yang orang
dilihat
sebagai
istimewa, dibutuhkan oleh terinfeksi HIV dan direspon
yang lainnya
seperti
itu),
over
identification
Perilaku
Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan
mementingkan
kelompok,
kepuasan kompensasi
yang
orang lain
memberi
dan
berbagi, berlebihan
perasaan sebagi kelompok
Penerimaan
Integrasi status positif HIV Apatis, sulit berubah
dengan
identitas
diri,
keseimbangan
antara
kepentingan orang lain
dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan
kondisi
seseorang
Sumber : Nursalam, 2005
Motivasi sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan penderita HIV AIDS
baik berupa motivasi ekstrinsik (dukungan orang tua, teman dan sebagainya)

maupun motivasi intrinsik (dari individu sendiri). Dukungan sosial mempengaruhi


kesehatan dan melindungi seseorang terhadap efek negatif stress berat (Nursalam :
2005). Motivasi terhadap penderita HIV AIDS dapat juga berupa terapi yang
mempunyai tujuan sebagai berikut :
1) Membantu penderita mempertahankan kontrol akan hidupnya dan
membantu menemukan mekanisme pertahanan yang sehat, termasuk sikap
yang selalu positif dalam menghadapi begitu banyak tantangan dan stres
dalam perjalanan penyakitnya.
2) Membantu penderita menghadapi perasaan bersalah, penyangkalan, panik,
dan putus asa.
3) Bekerja bersama penderita menciptakan perasaan self respect (menghormati
diri sendiri) dan menyelesaikan konflik penderita jika ada (misalnya
homoseksualitas, penggunaan obat-obat terlarang, dan sebagainya).
4) Membantu penderita berkomunikasi dengan keluarga, pasangan hidup dan
teman-teman mengenai penyakitnya dan rasa takut akan penolakan serta
ditinggalkan, juga membantu membina hubungan interpersonal yang
memuaskan.
5) Membantu penderita membangun strategi untuk berhadapan dengan krisis
nyata yang mungkin terjadi, baik dalam kesehatan maupun sosioekonomi,
dan hal-hal dalam kehidupan lainnya.

2.1.7 Sejarah HIV AIDS


Gambaran tentang sejarah penyakit HIV AIDS dilaporkan oleh UNAIDS
yang menjelaskan asal mula penyakit ini dan penyebaranya adalah sebagai berikut
(UNAIDS : 2006).
1) Tahun 1926
Beberapa ilmuwan menganggap HIV menyebar dari kera ke manusia antara
1926-1946. Penelitian sekarang menunjukkan bahwa HIV kemungkinan
pertama meloncat dari simpanse ke manusia pada tahun 1675 tetapi jenis
virus itu tidak menetapkan diri sebagai epidemi hingga tahun 1930.
2) Tahun 1959
Seorang laki-laki meninggal dunia di Kongo dengan apa yang dianggap
peneliti sebagai kematian AIDS pertama yang terbukti.
3) Tahun 1978
Laki-laki gay di AS dan Swedia serta laki-laki heteroseksual di Tanzania
dan Haiti mulai menunjukkan tanda apa yang nantinya akan disebut gejala
AIDS.
4) Tahun 1980
Kematian karena AIDS di AS sebanyak 31 orang.
5) Tahun 1981
Sarkoma Kaposi (KS) adalah bentuk kanker kulit yang jarang dan umumnya
relatif tidak ganas, yang cenderung dialami hanya oleh orang lanjut usia,
tetapi pada bulan Maret sedikitnya delapan kasus yang lebih ganas sudah
dilaporkan di antara laki-laki muda yang gay di New York, Amerika

Serikat. Seorang teknisi obat di Centers for Disease Control (CDC)


mencatat sejumlah permintaan yang luar biasa tinggi untuk obat pentamidin,
obat yang dipakai untuk mengobati pneumonia Pneumocystis Carinii (PCP),
ini mengakibatkan laporan ilmiah tentang PCP yang luar biasa pada lima
laki-laki gay dari Los Angeles. Penelitian yang dimulai mencari penyebab
PCP di Los Angeles dan KS di New York. Calon utama penyebab yang
timbul adalah popper atau penghirup nitrat. Penyebab lain yang mungkin
adalah unsur menular, ada berbagai teori mengenai kemungkinan penyebab
kasus infeksi oportunistik (IO) ini, tetapi karena hanya sangat sedikit yang
diketahui mengenai penyakit baru ini, ada kekhawatiran mengenai daya
menularnya, dan apakah penyakit dapat disebarkan oleh orang tanpa gejala.
Pengetahuan mengenai penyakit ini berubah begitu cepat sehingga asumsi
yang diambil sering dibuktikan salah setelah hanya beberapa bulan. Bulan
Juli CDC beranggapan bahwa orang bukan gay tidak rentan terhadap
penyakit ini. Namun, sebelum akhir tahun, kasus PCP pertama tampak di
antara pengguna narkoba, pada saat yang sama, kasus pertama dilaporkan
dari Inggris.
6) Tahun 1982
Penyakit ini masih belum diberi nama, dengan berbagai kelompok memakai
istilah yang berbeda-beda. CDC AS umumnya mengacunya dengan nama
IO, contohnya limfadenopati, walau kadang dipakai istilah Kaposis
Sakoma and Opportunistic Infections. Sebaliknya beberapa kelompok
masih mengkaitkan penyakit ini dengan kejadian pertama di antara laki-laki

gay, dengan surat pada The Lancet memakai nama Gay Compromise
Syndrome, yang lain memakai nama GRID (Gay Related Immune
Deficiency), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan
kaum gay, AID (Acquired Immunodeficiency Disease), kanker gay atau
Community Acquired Immune Dysfunction. Pada bulan Juni, ada laporan
mengenai sekelompok kasus di antara laki-laki gay di California Selatan,
yang memberi kesan bahwa penyakit disebabkan oleh suatu unsur yang
menular melalui hubungan seks. Laporan pertama muncul mengenai
penyakit yang terjadi di antara orang Haiti, serta juga orang dengan
hemofilia, ada yang menganggap bahwa ini adalah bukti bahwa epidemi
berawal dari Haiti. Kejadian penyakit pada orang non-gay berarti nama
seperti GRID tidak cocok lagi.
Bulan Juli, akronim AIDS, kependekan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome dianjurkan pada pertemuan di AS. Istilah SIDA
dipakai dalam bahasa Prancis dan Spanyol. Pada bulan Agustus, nama
AIDS mulai dipakai oleh surat kabar dan jurnal ilmiah, tetapi sindrom baru
didefinisikan secara resmi oleh CDC pada September. Beberapa organisasi
layanan AIDS sukarela mulai didirikan di AS, termasuk San Francisco
AIDS Foundation (SFAF), serta Gay Mens Health Crisis (GMHC) di New
York. Bulan November, organisasi AIDS pertama didirikan di Inggris, yaitu
Terrence Higgins Trust, yang mengenang orang pertama yang diketahui
meninggal karena AIDS di negara itu.

Pada bulan Desember, seorang bayi berusia 20 bulan meninggal


karena infeksi terkait AIDS, setelah menerima beberapa transfusi darah.
Kasus ini memberi bukti jelas bahwa AIDS disebabkan oleh unsur menular
dalam darah, dan menimbulkan kekhawatiran mengenai keamanan transfusi
darah. CDC juga melaporkan kasus pertama penularan yang kemungkinan
terjadi dari ibu ke bayi, oleh karena beberapa kasus ini, semakin banyak
orang mulai sadar terhadap penyakit baru ini, karena semakin jelas bahwa
kelompok orang yang terpengaruh jauh lebih luas.
7) Tahun 1983
Pada bulan Januari, mulai muncul laporan mengenai AIDS di antara
perempuan tanpa faktor risiko lain, yang memberi kesan bahwa penyakit
dapat menular melalui hubungan heteroseksual. AIDS Candlelight Memorial
pertama dilaksanakan di San Francisco, AS. Bulan Mei, para dokter di
Institute Pasteur di Prancis memisahkan sebuah virus baru yang mungkin
penyebab

AIDS.

Virus

ini

disebut

virus

terkait

Limfadenopati

(Lymphadenopathy Associated Virus). Contoh dikirim ke CDC dan National


Cancer Institute (NCI) di AS. Di Eropa, ada dua epidemi AIDS, satu
berhubungan dengan Afrika, sementara yang lain berhubungan dengan lakilaki gay yang pernah mengunjungi AS.
Laporan resmi pertama tentang AIDS di Inggris dibuat oleh
Departemen Kesehatan Inggris, tiga orang di Inggris telah meninggal.
Kematian orang Australia pertama karena AIDS dicatat di Melbourne. Pada
saat ini, dokter yang bekerja di bagian Zambia dan Zaire mengamati

munculnya bentuk KS yang sangat ganas. Kanker ini adalah endemik di


Afrika Tengah, tetapi sebelumnya hanya berlanjut secara perlahan dan
menanggapi pengobatan dengan baik, sementara kasus baru tampaknya jauh
berbeda, dan sering mematikan. CDC AS mengumumkan bahwa penyebab
AIDS tidak diketahui, tetapi kemungkinan besar disebabkan oleh unsur
yang disebarkan oleh hubungan seks dan melalui jarum suntik yang
tercemar. Tidak ada bukti bahwa AIDS dapat menyebar melalui udara, atau
melalui kontak sehari-hari. Dalam tahun ini, jumlah anak AIDS meningkat,
dan ada kesepakatan bahwa anak itu memperoleh infeksi dari ibunya di
dalam rahim atau saat persalinan, juga jelas virus penyebab AIDS dapat
disebarkan melalui transfusi darah. Konferensi AS pertama tentang AIDS
dilaksanakan di Denver pada Juli. Sekelompok aktivis dengan AIDS masuk
konferensi tersebut tanpa undangan, dan menyatakan pernyataan yang
sekarang diketahui sebagai Asas Denver. Asas mulai dengan desakan agar
Kami menolak ditandai sebagai korban. Bulan September, CDC
menerbitkan anjuran pertamanya mengenai kewaspadaan untuk petugas
layanan kesehatan untuk mencegah penyebaran AIDS. Di Inggris, orang
yang mungkin rentan terhadap AIDS diminta agar tidak mendonasi darah.
8) Tahun 1984
April, pemerintah AS mengumumkan bahwa Dr. Robert Gallo di NCI telah
memisahkan retrovirus penyebab AIDS dan itu diberi nama HTLV-III.
Diumumkan bahwa sebentar lagi akan tersedia tes darah yang dapat
menemukan antibodi terhadap virus. Sekretaris Health and Human Service

AS, Margareth Heckler, meramalkan secara yakin bahwa epidemi akan


cepat selesai. Dia berkata akan ada vaksin dalam beberapa tahun dan obat
yang menyembuhkan AIDS sebelum 1990. Kemungkinan besar bahwa
HTLV-III adalah sama dengan LAV yang ditemukan oleh Pasteur Institute.
9) Tahun 1985
Food and Drug Administration (FDA) di AS menyetujui tes diagnosis AIDS
dari Gallo yang didasarkan teknik Western Blot. Segera setelah itu
perangkat tes antibodi komersial pertama disetujui. Tahun ini Institute
Pasteur mengajukan tuntutan perkara melawan NCI, menuntut pembagian
royalti dari tes darah AIDS yang telah dipatenkan oleh NCI. Ada
kekhawatiran mengenai beberapa masalah sosial dan etika terkait tes baru,
terutama adalah masalah terkait kerahasiaan dan artinya dampak hasil tes
yang positif. Konferensi internasional pertama tentang AIDS dilaksanakan
di Atlanta, AS, dihadiri oleh 2.000 peserta. Segera setelah konferensi ini,
WHO melakukan pertemuan internasional untuk membahas pandemi AIDS
dan memulai tindakan sedunia yang terkordinasi. WHO memakai definisi
AIDS pertama yang dikembangkan di AS pada 1982 untuk surveilans, tetapi
definisi ini membutuhkan sarana laboratorium yang tidak tersedia di
sebagian besar negara di Afrika, jadi pada 1985 definisi klinis baru dari
World Health Organization (WHO) tentang AIDS di Afrika disetujui,
disebut sebagai definisi Bangui. Pada tahun ini, pengetahuan mengenai cara
penularan berkembang lagi, dengan laporan pertama mengenai penularan
dari ibu ke bayi melalui menyusui.

10) Tahun 1986


Seorang wanita berusia 25 tahun, meninggal dunia di RSCM, tes darahnya
memastikan bahwa dia terinfeksi HTLV-III, dan dengan gejala klinis yang
menunjukkan AIDS. Kasus ini tidak dilaporkan oleh Depkes, menjadi jelas
virus LAV dan HTLV-III sebenarnya sama. Suatu panitia internasional
menyatakan bahwa kedua nama tersebut sebaiknya dibatalkan dan diganti
dengan nama baru, yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada
Konferensi AIDS Internasional kedua di Paris, Prancis, ada laporan awal
tentang penggunaan obat Zidovudine (AZT) untuk mengobati AIDS, tetapi
Direktur WHO melaporkan pada konferensi bahwa sampai 10 juta orang di
seluruh dunia mungkin sudah terinfeksi HIV. WHO meluncurkan strategi
AIDS sedunia, pada pertemuan WHO mengenai penyebaran AIDS di antara
pengguna narkoba, dianjurkan penyediaan jarum suntuk yang steril pada
pengguna narkoba sebaiknya di antara tindakan pencegahan oleh negaranegara sendiri untuk mencegah penyebaran AIDS.
11) Tahun 1987
FDA di AS menyetujui AZT sebagai obat Antiretroviral (ARV) pertama
untuk dipakai sebagai pengobatan AIDS. CDC di AS mengubah definisi
AIDS untuk lebih menekankan status infeksi HIV.
12) Tahun 1988
Sebagaimana penggerakan global terhadap AIDS diteruskan, Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) para menteri kesehatan sedunia dilakukan di London,
Inggris untuk membahas strategi AIDS bersama. KTT yang dihadiri oleh

utusan dari 148 negara tersebut tersebut, mengutamakan pencegahan AIDS.


Satu hasil dari KTT tersebut adalah Deklarasi London mengenai
Pencegahan AIDS, yang menekankan pendidikan, pertukaran informasi dan
pengalaman secara bebas, dan kebutuhan untuk melindungi hak asasi
manusia.

Direktur-Jenderal

WHO

mengambil

kesempatan

untuk

mengumumkan bahwa WHO bermaksud untuk menetapkan Hari AIDS


Sedunia tahunan, yang akan dilaksanakan pertama kali pada 1 Desember
1988.

2.1.8 Pengertian HIV AIDS


HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV adalah
nama virus yang menyebabkan AIDS, jadi dapat dikatakan bahwa HIV adalah
penyebab dan AIDS adalah akibatnya. Secara rinci, Human, berarti virus hanya
dapat menginfeksi manusia. Immuno Deficiency, yakni membuat tubuh manusia
turun sistem kekebalannya, sehingga tubuh gagal melawan infeksi dan Virus,
karaktersitiknya mereproduksi diri sendiri di dalam sel manusia.
HIV ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia karena merusak sel darah
putih atau HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan
tubuh manusia dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang
akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Berikut Gambar 2.1 HIV yang
menyerang sistem kekebalan dan mereproduksi diri sendiri di dalam sel manusia.

Gambar 2.1 Perkembangbiakan HIV Dalam Tubuh Manusia

Sumber : World Health Organization, 2011


Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang
kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap
berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak
mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai Infeksi Oportunistik karena
infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
Penurunan imunitas pada tubuh manusia membuat para ahli mendefinisikan
beberapa pengertian HIV. Berikut Tabel 2.2 yang menjelaskan beberapa
pengertian HIV menurut beberapa pakar di dunia.

Tabel 2.2 Pengertian HIV Menurut Beberapa Pakar di Dunia


Nama Ahli

Chris Brooker

Mitchel, Kumar, Abbas &


Fausto

Lydia Harlina Martono & Satya


Joewana

Tan Hoan Tjay & Kirana


Rahardja
Ahmad Shams Madyan

Ida Bagus Gede Manuaba

Komkat Kwi

Geri Morgan & Carloe


Hamilton

Pengertian HIV
HIV adalah retrovirus, yang
berarti
bahwa
virus
ini
mengandung
RNA
yang
membentuk salinan DNA virus
RNA tersebut dengan Enzim
Reverse Transcriptase.
HIV merupakan Retrovirus
Sitopatik Nontransforming yang
menimbulkan Imunodefisiensi
lewat destruksi sel - sel T yang
menjadi target.
HIV adalah kependekan dari
Human
Immunodeficiency
Virus. Artinya virus yang hanya
dapat menginfeksi manusia,
memperbanyak diri dalam sel
manusia, sehingga menurunkan
kekebalan manusia terhadap
penyakit infeksi.
HIV adalah virus RNA yang
termasuk kelompok retrovirus.
HIV
adalah
virus
yang
menyerang manusia, sedangkan
AIDS adalah sebutan bagi tahap
akhir dari infeksi HIV.
HIV merupakan penyakit yang
diibaratkan gunung es, dimana
pangkalnya jauh lebih besar dari
ujungnya yang tampak pada
permukaan.
HIV adalah singkatan dari
Human
Immunodeficiency
Virus. Virus ini secara pelanpelan mengurangi kekebalan
tubuh manusia.
HIV merupakan retrovirus yang
menurunkan kemampuan sistem
imun. Sekali terjangkit, HIV
menghasilkan suatu spektrum
penyakit yang akan berkembang
dalam kebanyakan kasus, mulai
dari laten yang bersifat klinis
atau status asimtomatik sampai

kondisi AIDS, ditandai dengan


hitung sel CD4 < 200 atau
adanya infeksi oportinistik,
tanpa memerhatikan hitung sel
CD4.
Sumber : Komisi Penanggulangan AIDS Bali, 2012
Tubuh manusia mempunyai sel darah putih yang disebut sel CD4+. Fungsi
CD4+ merupakan pengatur kegiatan kekebalan tubuh, tergantung ada atau
tidaknya kuman yang harus dihancurkan HIV yang masuk ke dalam tubuh
menulari sel itu, dan kemudian menjadikannya tempat untuk membuat miliaran
virus, ketika proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk
ke CD4+ yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak, jika sel ini hancur, maka
sistem kekebalan tubuh akan kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh
manusia dari berbagai penyakit. Setelah perjalanan awal infeksi oleh HIV,
penggandaan virus sangat cepat, ini berarti virus yang ada didalam darah atau
yang disebut Virus Load menjadi sangat tinggi.
Umumnya dalam tiga bulan sistem kekebalan tubuh diaktifkan, sistem
kekebalan tubuh membuat antibodi untuk HIV dan Virus Load mulai menurun.
Proses ini disebut Serokonversi, dan pada waktu itu gejala-gejala klinik dapat
muncul berupa demam, kelenjar getah bening membengkak, ruam pada kulit dan
sakit kepala yang bertahan 10-14 hari dan hilang sendiri, mesikpun demikian tidak
semua orang mengalami Gejala Infeksi HIV Primer yang muncul pada tahap
permulaan terinfeksi HIV. Setelah ini masa laten mulai, pada masa ini bertahuntahun orang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala. Masa HIV tanpa gejala
rata-rata 7-10 tahun tanpa pengobatan, meskipun tanpa gejala HIV sangat aktif

menggandakan diri dan merusak sel sistem kekebalan tubuh. Pada masa ini Virus
Load biasanya sangat rendah karena sistem kekebalan masih menghancurkan
virus yang baru, namun akhir masa ini penggandaan lebih cepat dari pada
kemampuan menghancurkan sistem kekebalan dan Virus Load meningkat lagi.
HIV dapat hidup di luar tubuh dalam waktu yang singkat, ini tergantung dari
cairan dan suhu tempat hidup virus diluar tubuh tersebut. HIV tidak dapat hidup
jika terkena oksigen dan dapat hancur hanya pada suhu 56 derajat celcius. Setelah
HIV menyerang 5-10 tahun atau lebih pada tubuh seseorang, sistem kekebalan
tubuh dapat menjadi lemah dan satu atau lebih penyakit akan timbul atau lebih
parah dari biasanya, sehingga tahap terjangkit HIV menjadi memasuki tahap
AIDS.
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan
epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health
Organization tentang AIDS tahun 1994, namun demikian, kedua sistem tersebut
sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan
tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun
spesifik. Negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk
infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium, sementara
di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control
(CDC) Amerika Serikat.
Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak
memiliki nama resmi untuk penyakit ini, sehingga AIDS dirujuk dengan nama

penyakit Limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS
dengan nama virus tersebut. CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan
September tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini. Tahun 1993, CDC
memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang
jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per L darah atau 14% dari seluruh limfositnya
sebagai pengidap positif HIV. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan,
walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per L darah setelah
perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh. Berikut
Gambar 2.2 yang menunjukan hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+
pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat
bervariasi tiap orang. Jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm) jumlah RNA HIV per
mL plasma.

Gambar 2.2 Sistem Tahapan Infeksi HIV

Sumber : World Health Organization, 2011

Tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai


infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien
yang terinfeksi dengan HIV. Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun
2005, kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah
ditangani pada orang sehat. Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :
Stadium 1 : Infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium 2 : Manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan
atas yang berulang
Stadium 3 : Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis
Stadium 4 : Toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator
AIDS
Gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi
oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsurunsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum
didapati pada penderita AIDS. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien
AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di

wilayah geografis tempat hidup pasien. Berikut Gambar 2.3 gejala-gejala utama
AIDS akibat dari infeksi oportunistik tersebut.

Gambar 2.3 Gejala dan Komplikasi AIDS

Sumber : Centers for Disease Control, 2011


HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh, biasanya penderita AIDS
memiliki gejala infeksi sistemik, seperti demam, berkeringat (terutama pada
malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan
berat badan. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti
sarkoma kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut
limfoma.

1) Pneumonia Pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang


memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang
yang terinfeksi HIV. Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis
Jirovecii, sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan
rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera
menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih
merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites,
walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah
CD4+ kurang dari 200 per L (Feldman, C : 2005).
2) Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya
yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat
(Imunokompeten) melalui rute pernapasan. TBC dapat dengan mudah
ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV,
serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi
TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit
ini, meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah
berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan
metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negaranegara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium
awal infeksi HIV (jumlah CD4+ > 300 sel per L), TBC muncul sebagai
penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, TBC sering muncul
sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya
(Tuberkulosis Ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak

spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat. TBC yang
menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran
kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (Nodus Limfa
Regional), dan sistem syaraf pusat. Dengan demikian, gejala yang muncul
mungkin

lebih

berkaitan

dengan

tempat

munculnya

penyakit

ekstrapulmoner (Decker, C. F. and Lazarus, A : 2000).


3) Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (Esofagus), yaitu jalur
makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV,
penyakit ini terjadi karena infeksi Jamur Kandidiasis, Virus Herpes
Simpleks-1, Virus Sitomegalo, dan Mikobakteria, meskipun kasusnya
langka (Zaidi, S. A. and Cervia, J. S : 2002).
4) Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi
karena berbagai penyebab, antara lain infeksi bakteri dan parasit yang
umum (Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia
Coli),

serta

infeksi

oportunistik

yang

tidak

umum

dan

virus

(Kriptosporidiosis, Mikrosporidiosis, Mycobacterium Avium Complex, dan


Virus Sitomegalo yang merupakan penyebab kolitis). Pada beberapa kasus,
diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk
menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu
sendiri, selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik
yang digunakan untuk menangani bakteri diare (Clostridium Difficile). Pada
stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk
terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta

mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang


berhubungan dengan HIV (Guerrant, R. L : 1990).
5) Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena
gangguan pada syaraf (Neuropsychiatric Sequelae), yang disebabkan oleh
infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai
akibat langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplasmosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh parasit bersel satu, yang disebut Toxoplasma Gondii.
Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut
(Toksoplasma Ensefalitis), namun penyakit ini juga dapat menginfeksi dan
menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru (Luft, B. J. and Chua, A :
2000).
6) Meningitis Kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi
otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus Neoformans.
Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah.
Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak
ditangani dapat mematikan.
7) Leukoensefalopati Multifokal Progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu
penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi
serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf.
Penyakit ini disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di
tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya
ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien
AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar

(multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu


sebulan setelah diagnosis (Sadler, M. and Nelson, M. R : 1997).
8) Kompleks Demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental
(demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak
(Ensefalopati Metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV dan didorong
pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada
otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.
Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan
kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi
HIV terjadi, hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T
CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah (Gray, F : 2001).
9) Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi
terhadap terjadinya beberapa kanker, hal ini karena infeksi oleh virus DNA
penyebab mutasi genetik, yaitu terutama Epstein Barr Virus (EBV), Virus
Herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan Virus Papiloma Manusia (HPV).
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang
terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual
tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini
disebabkan oleh virus dari subfamili Gammaherpesvirinae, yaitu Virus
Herpes Manusia-8 yang juga disebut Virus Herpes Sarkoma Kaposi
(KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keunguunguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran
pencernaan, dan paru-paru.

10) Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang
menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening,
seperti Limfoma Burkitt (Burkitt's Lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's
Like Lymphoma), Diffuse Large B-cell Lymphoma, dan limfoma sistem
syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV.
Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk.
Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini
sebagian besar disebabkan oleh Virus Epstein Barr atau Virus Herpes
Sarkoma Kaposi.
11) Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama
AIDS, kanker ini disebabkan oleh Virus Papiloma Manusia.
12) Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti
Limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (Rectum), dan kanker anus.
Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara
dan kanker usus besar (Colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada
pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus
yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai
kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang
sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada
pasien yang terinfeksi HIV (Bonnet, F : 2004).
13) Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak
spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi
oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium Avium Intracellulare dan

Virus Sitomegalo. Virus Sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang


pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan
radang pada

retina

mata (Retinitis

Sitomegalovirus),

yang dapat

menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium


Marneffei, atau disebut Penisiliosis, ini adalah infeksi oportunistik ketiga
yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang
positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara (Skoulidis, F : 2004).

2.1.9 Pencegahan, Penularan, Tes, dan Penanganan HIV AIDS


Pencegahan positif adalah upaya-upaya pemberdayaan ODHA yang
bertujuan untuk meningkatkan harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan serta
diimplementasikan di dalam suatu kerangka etis yang menghargai hak dan
kebutuhan ODHA dan pasangannya (Yayasan Spiritia, 2012). Tiga pilar
pencegahan positif adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan mutu hidup ODHA
2) Menjaga diri untuk tidak tertular HIV maupun infeksi lain dari orang lain
3) Menjaga diri untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain
Pada dasarnya, pencegahan positif bertujuan untuk memotong rantai
penularan HIV dan meningkatkan mutu hidup ODHA. Pencegahan positif
didukung oleh banyak pihak di seluruh dunia, baik oleh organisasi ODHA
maupun oleh organisasi pemerintah dan LSM yang bekerja di bidang AIDS.
Namun belum ada kesepakatan yang luas mengenai definisi pencegahan positif,
setiap orang, komunitas maupun negara bisa membuat definisi sesuai dengan

keadaan dan kebutuhan sendiri. Dengan demikian, inti pemahaman pencegahan


positif diartikan sebagai upaya menyatukan pencegahan, pengobatan, dukungan
dan perawatan agar kesehatan dan mutu hidup ODHA menjadi lebih baik.
Djoerban, Zubairi (2000) menjelaskan bahwa secara umum penularan HIV
AIDS melalui tiga cara yaitu :
1) Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara
sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat
kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual
reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif
tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko
hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tidak berisiko
karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.
Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena
pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV. Penyakit menular
seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat
kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV
(limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Transmisi HIV
bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan
bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang.

Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa
beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali
penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81 persen
peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1
karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang
terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih
mematikan.
2) Kontaminasi pantogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik,
penderita Hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi
dan menggunakan kembali jarum suntik (Syringe) yang mengandung darah
yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen),
tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga Hepatitis
B dan Hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab
sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50 persen infeksi Hepatitis C di
Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi
dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang
terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post Exposure Prophylaxis
dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja
fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain)
juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga
terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.

Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak
mencukupi. WHO memperkirakan 2.5 persen dari semua infeksi HIV di
Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan
yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong
negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah
penularan HIV melalui fasilitas kesehatan. Resiko penularan HIV pada
penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju,
pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses
terhadap darah yang aman, antara 5 persen dan 10 persen infeksi HIV dunia
terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi.
3) Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero)
selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan, bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25 persen. Namun demikian, jika
sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan
dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1 persen.
Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus
pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi
risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4 persen.

Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western
Blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan
mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan
berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (Window Period)
bagi setiap orang dapat bervariasi, inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 36 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes
komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang
dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi, meskipun metode-metode tersebut tidak
disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara
rutin di negara-negara maju.
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV AIDS. Metode satusatunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak
dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah
kontak dengan virus secara signifikan, disebut Post Exposure Prophylaxis (PEP).
PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP
juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak
badan, mual, dan lelah (Smith, D. K : 2005). Secara umum penanganan terhadap
HIV AIDS dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat
aktif (Highly Active Antiretroviral Therapy) disingkat HAART. Terapi ini
sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996,

yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan Protease Inhibitor.


Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat
(koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (kelas) bahan
antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah Nucleoside
Analogue Reverse Transcriptase Inhibitor (NARTI) dengan Protease
Inhibitor, atau dengan Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
(NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anakanak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun
lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.
Negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART,
seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan
berkurangnya CD4+, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu
memulai perawatan awal. Perawatan HAART memungkinkan stabilnya
gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien,
tetapi tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya.
HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan
gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan, lagi pula, dibutuhkan
waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV
dengan menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV
mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup
mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan
(morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV. Tanpa
perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan

kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan


selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan.
Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien
selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya
mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan
hasil jauh dari optimal, hal ini karena adanya efek samping atau dampak
pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak
efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan
ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan
utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari
penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat
dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isu-isu psikososial yang
utama ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan
sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat.
Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi
jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus
dijalankan secara rutin. Berbagai efek samping yang juga menimbulkan
keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain Lipodistrofi,
Dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular,
dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Obat anti-retrovirus
berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidak memiliki
akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut
(Montessori, V : 2004).

2) Penanganan eksperimental dan saran


Terdapat pendapat bahwa hanya vaksin yang sesuai untuk menahan
epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya
pengobatan

lainnya,

sehingga

negara-negara

berkembang

mampu

mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian, namun


setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang
sulit bagi vaksin. Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan
termasuk usaha mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi
obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan
kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan
infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien
dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas Hepatitis A dan B disarankan
untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi
(Laurence J : 2006). Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh
yang besar juga disarankan mendapatkan terapi pencegahan (Propilaktik)
untuk Pneumonia Pneumosistis, demikian juga pasien Toksoplasmosis dan
Kriptokokus Meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari
terapi propilaktik tersebut (Ferrantelli F : 2004).
3) Pengobatan alternatif

Pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah


arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi
beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (Peripheral Neuropathy)
seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri, namun tidak menyembuhkan
infeksi HIV. Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu
menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat
tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah
kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang serius (Liu JP :
2005). Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan
mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang
dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat
kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki
status nutrisi yang baik.
Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki
beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat
menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada
jumlah CD4+. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping
terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas (Irlam JH :
2005). Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan
alternatif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas
penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang
mengidap AIDS (Gore Felton C : 2002). Manfaat-manfaat psikologis dari

beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling


penting dari pemakaiannya, namun oleh penelitian yang mengungkapkan
adanya Simtoma Hipotiroksinemia pada penderita AIDS yang terjangkit
virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon
tiroksin. Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme
basal sel eukariota dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria
(Hurwitz BE : 2007).

2.2

Teori-teori yang Relevan

2.2.1 Teori Kesejahteraan


Kesejahteraan adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga
dan membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut juga
diperlukan
masyarakat.

untuk

meminimalkan

Selanjutnya

terjadinya

percepatan

kecemburuan

pertumbuhan

sosial

ekonomi

dalam

masyarakat

memerlukan kebijakan ekonomi atau peranan pemerintah dalam mengatur


perekonomian sebagai upaya menjaga stabilitas perekonomian. Ekonom Italia,
Vilveredo Pareto, telah menspesifikasikan suatu kondisi atau syarat terciptanya
alokasi sumberdaya secara efisien atau optimal, yang kemudian terkenal dengan
istilah syarat atau kondisi pareto (Pareto Condition).
Kondisi pareto adalah suatu alokasi barang sedemikian rupa, sehingga bila
dibandingkan dengan alokasi lainnya, alokasi tersebut tidak akan merugikan pihak
manapun dan salah satu pihak pasti diuntungkan. Atas kondisi pareto juga dapat
didefinisikan sebagai suatu situasi dimana sebagian atau semua pihak individu

tidak mungkin lagi diuntungkan oleh pertukaran sukarela. Berdasarkan kondisi


pareto inilah, kesejahteraan sosial (Social Welfare) diartikan sebagai kelanjutan
pemikiran yang lebih utama dari konsep-konsep tentang kemakmuran (Welfare
Economics). Berdasarkan pada pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat
kesejahteraan seseorang dapat terkait dengan tingkat kepuasan (Utility) dan
kesenangan (Pleasure) yang dapat diraih dalam kehidupannya untuk mencapai
tingkat kesejahteraannya yang diinginkan. Maka dibutuhkan suatu perilaku yang
dapat memaksimalkan tingkat kepuasan sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
Kesejahteraan hidup seseorang dalam realitanya, memiliki banyak indikator
keberhasilan yang dapat diukur. Kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah
dapat

direpresentasikan

dari

tingkat

hidup

masyarakat

ditandai

oleh

terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat


pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat.
Kesemuanya itu merupakan cerminan dari peningkatan tingkat pendapatan
masyarakat golongan menengah kebawah. Todaro (2006) secara lebih spesifik
mengemukakan bahwa fungsi kesejahteraan W (Welfare) dengan persamaan
sebagai berikut :
W = W (Y, I, P)(1)
Keterangan :
W = Kesejahteraan (Welfere)

Y = Pendapatan Perkapita

I = Ketimpangan

P = Kemiskinan Absolut

Ketiga variabel ini mempunyai signifikan yang berbeda-beda, dan


selayaknya

harus

dipertimbangkan

secara

menyeluruh

untuk

menilai

kesejahteraan di Negara-negara berkembang. Berkaitan dengan fungsi persamaan


kesejahteraan diatas, diasumsikan bahwa kesejahteraan sosial berhubungan positif
dengan pendapatan perkapita, namun berhubungan negatif dengan kemiskinan.
2.2.2 Pembangunan Kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 3 mengenai asas dan tujuan
pembangunan kesehatan menyatakan bahwa, pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-setingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia secara sosial dan
ekonomis. Menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 pasal 1, dijelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Selain itu terdapat pula sumber
daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, pembekalan
kesehatan, kesediaan farmasi, dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan
kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Menurut Muninjaya (2004), sehat adalah suatu keadaan yang optimal, baik
fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya terbatas pada keadaan bebas dari
penyakit atau kelemahan saja. Tujuan sehat yang ingin dicapai oleh sistem
kesehatan adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.

2.2.3 Teori Human Capital


Hasil penelitian Gary Becker memberikan gagasan bahwa perilaku individu
di sejumlah daerah yang berbeda-beda. Model penjelasan yang sama juga
demikian, menurut Becker dalam menganalis aspek perilaku manusia sangat
beragam. Model penjelasan yang Becker pilihkan bahwa untuk bekerja dengan
didasarkan dengan pendekatan ekonomi yang telah diterapkan ke daerah satu
demi satu. Pendekatan ini dicirikan oleh kenyataan bahwa setiap pelaku terlepas
dari apakah mereka rumah tangga, perusahaan atau organisasi lainnya yang
dianggap bersikap rasional, yaitu sengaja dan bahwa perilaku mereka dapat
digambarkan seolah-olah mereka memaksimalkan fungsi objektif spesifik, seperti
utilitas atau kekayaan. Gary Becker telah menerapkan prinsip rasional,
mengoptimalkan perilaku ke daerah-daerah yang mana sebelumnya diasumsikan
peneliti bahwa perilaku kebiasaan dan sering benar-benar tidak rasional. Becker
telah meminjam pepatah dari Bernard Shaw untuk menggambarkan filosofi
metodologis Ekonomi adalah seni membuat sebagian besar kehidupan.
Aplikasi model Becker dasar untuk jenis perilaku manusia dapat
dipertanggungjawabkan dengan membedakan antara empat bidang penelitian,
yaitu investasi dalam modal manusia, perilaku keluarga atau rumah tangga,
termasuk distribusi karya dan alokasi waktu dalam keluarga, kejahatan dan
hukuman, dan diskriminasi di pasar tenaga kerja dan barang.
Kontribusi Gary Becker yang paling penting adalah pada modal manusia,
yaitu manusia kompetensi, dan konsekuensi dari investasi di kompetensi manusia.
Teori modal manusia jauh lebih tua dari pada Becker yang bekerja dalam bidang

ini. Prestasinya yang terpenting adalah telah dirumuskan dan diformalkan teori
dasar mikroekonomi. Dalam melakukannya, Becker telah mengembangkan
pendekatan modal manusia ke dalam teori umum untuk menentukan distribusi
pendapatan tenaga kerja. Prediksi teori mengenai struktur upah telah dirumuskan
dalam apa yang disebut fungsi manusia, modal, penghasilan yang menentukan
hubungan antara laba dan modal manusia. Kontribusi-kontribusi ini pertama kali
disajikan dalam beberapa artikel di awal 1960-an dan dikembangkan lebih lanjut,
baik secara teoritis maupun empiris, dalam bukunya, Human Capital, ditulis pada
tahun 1964.
Teori modal manusia telah menciptakan kerangka analitis seragam dan
umumnya berlaku untuk belajar tidak hanya kembali pada pendidikan dan
pelatihan, tetapi juga upah perbedaan dan upah profil dari waktu ke waktu.
Aplikasi lainnya, dikejar oleh berbagai ekonom, termasuk kerusakan ke dalam
komponen faktor yang mendasari pertumbuhan ekonomi, migrasi, serta investasi
dan penghasilan di sektor kesehatan. Pendekatan modal manusia juga membantu
menjelaskan pola perdagangan di seluruh Negara, pada kenyataannya, perbedaan
dalam pasokan modal manusia antara negara-negara telah ditunjukkan untuk
memiliki lebih banyak kekuatan penjelas dari perbedaan dalam penyediaan modal
nyata. Aplikasi praktis dari teori modal manusia secara dramatis telah dibantu
oleh peningkatan ketersediaan mikrodata, misalnya, panel data, upah dan
karakteristik yang berbeda dari tenaga kerja. Perkembangan ini juga dirangsang
oleh studi Becker secara teoritik dan empirik.

2.2.4 Teori Alokasi Waktu


Setiap rumah tangga masing-masing memiliki alokasi waktu yang berbeda.
Reynolds (1978) menyatakan bahwa selain keadaan sosial ekonomi keluarga,
alokasi waktu seseorang juga dipengaruhi oleh karakteristik yang melekat pada
setiap anggota rumah tangga yang dicirikan dengan faktor umur, tingkat
pendidikan atau keahlian yang dimiliki. Becker (1976) mengasumsikan, bahwa
ada tiga pilihan kegiatan dalam hubungan dengan penggunaan waktu, yaitu
consumption, labor force participation dan investment in human capital.
Pertama,

seseorang

memerlukan

waktu

untuk

keperluan

pokok

(consumption), seperti tidur, makan, istirahat dan semua waktu yang diperlukan
untuk berbagai kegiatan yang tidak termasuk dalam kegiatan pasar (non labor
force participation) disebut non market consumption activity. Kedua, individu
memerlukan waktu untuk keperluan pasar (labor force participation). Jumlah jam
kerja yang dicurahkan oleh setiap individu di pasar kerja cukup bervariasi. Jumlah
ini sangat dipengaruhi oleh tingkat upah dan beberapa faktor lain dari masingmasing individu sebagai upaya untuk mencapai tingkat utility tertinggi. Dalam
teori ini diasumsikan, banyaknya waktu yang dicurahkan individu untuk kegiatan
pasar kerja dipengaruhi oleh initial endowment dan tingkat upah di pasar kerja.
Semakin tinggi tingkat upah di pasar kerja pada suatu batas tertentu, semakin
besar jumlah waktu yang dialokasikan untuk pasar kerja. Pengalokasian waktu itu
harus mempertimbangkan kendala, bahwa satu hari hanya terdiri dari 24 jam.
Bersama kendala yang lain, kendala waktu dan selera rumah tangga terhadap
leisure akan menentukan kombinasi antara leisure dan komoditi pasar yang

mengoptimalkan kepuasan individu atau rumah tangga. Apabila individu


mengalokasikan seluruh waktunya untuk pasar kerja, maka total penghasilan yang
diperoleh dari kegiatan ini disebut labor income. Sebaliknya income yang tidak
diperoleh dari bekerja disebut non labor income. Sedangkan total dari dua
pendapatan di atas disebut full income (full wealth).
Ketiga, individu perlu waktu investasi dalam modal manusia (investment
in human capital). Pada bagian ketiga ini, individu berhadapan dengan dua
alternatif, memasuki pasar kerja atau tidak. Bila seseorang tidak memasuki pasar
kerja berarti sejumlah waktunya dikorbankan untuk memperoleh sejumlah
pendapatan. Namun dengan pilihan tersebut berarti akumulasi human capitalnya
menjadi lebih besar. Akumulasi kapital ini pada akhirnya akan meningkatkan
tingkat upah. Berkaitan dengan curahan waktu pada dasarnya rumah tangga
mengalokasikan waktunya untuk tiga kategori kegiatan, yaitu waktu untuk
aktivitas pasar, baik untuk usaha sendiri maupun diupah, waktu untuk aktivitas
rumah tangga, dan waktu untuk santai.

2.3

Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya dapat menjadi acuan pada penelitian ini, baik sebagai

pembanding dan hipotesis bagi penelitian tentang HIV AIDS. Latri Mumpuni
(2001) dengan judul penelitiannya Perilaku Sosial Penderita HIV AIDS Dalam
Menghadapi Reaksi Masyarakat menjelaskan bahwa HIV AIDS bukanlah
sekedar masalah lokal tetapi telah mewabah ke seluruh Indonesia. Sekalipun
belum ditemukan data yang lebih valid dan reliabel namun dipastikan virus ini

sudah mengarah menjadi masalah sosial. Persoalannya masih relatif kecil studi
tentang HIV AIDS dari kajian ilmu sosial.
Penelitian ini menggambarkan suatu fenomena sosial yang bersifat khusus
mengenai perilaku sosial penderita HIV AIDS sebagai diskriminan dalam
menghadapi reaksi masyarakat, dimana penderita terus-menerus melakukan
proses adaptasi sosial. Penelitian ini menunjuk pada kasus langka yang
melibatkan delapan orang informan penderita HIV AIDS yang tersebar di
berbagai penjuru Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi, serta enam belas orang
informan berasal dari masyarakat yang ada di seputar penderita. Pendekatan
kualitatif menjadi pilihan dalam melakukan penelitian, karena pendekatan ini bisa
menjelaskan fakta-fakta dalam menunjukkan makna sosiologis yang sebenarnya.
Penelitian ini berpijak dari kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar
dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya. Keberagaman makna
penderita dalam menghayati dunia, sakitnya akan waktu, Tuhan, lingkungan
sosial, pekerjaan, dan masa depan.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa perilaku sosial penderita
menunjukkan perilaku yang berubah-ubah dan sangat situasional, mengalami
kesulitan

melaksanakan

adaptasi

sosial

terhadap

lingkungannya.

Ketidakmampuan melaksanakan penyesuaian sosial terhadap lingkungan berpijak


pada dua aspek, yaitu perilaku situasional yang dilakukannya menyebabkan yang
bersangkutan

tidak

berkemampuan

untuk

menyesuaikan

diri

dengan

lingkungannya dan ketidakmampuan masyarakat untuk melakukan penyesuaian


sosial terhadap penderita. Penemuan lain dalam penelitian ini, terjadi perubahan

perilaku yang sedemikian cepat oleh para penderita. Perilaku yang ditampilkan
tergantung pada kemampuannya untuk menafsirkan stimuli yang berasal dari
lingkungannya, jika lingkungan memberikan dukungan, maka yang terjadi adalah
penampilan perilaku secara konstruktif dan optimistik. Sebaliknya, jika menurut
penafsirannya, ternyata lingkungan menolak, maka penderita akan menampilkan
dirinya sebagai orang yang menarik diri, mengasingkan diri dan bahkan disertai
dengan sikap menutup diri terhadap lingkungan sosialnya.
Gejala sosial yang muncul pada dirinya adalah terbentuknya sikap kurang
percaya diri, stereotype negatif terhadap lingkungan sosial, fatalistik, pesimistik,
serta keputusasaan sehingga fungsi sosialnya terganggu, pada akhirnya akan
makin melemahkan daya tahan tubuhnya. Sebelum yang bersangkutan dinyatakan
terkena HIV AIDS, akan menampilkan sikap maupun perilaku sebagaimana
bentuk perilaku sosial lainnya. Namun, ketika dinyatakan sebagai penderita HIV
AIDS, maka terjadi beberapa kecenderungan perilaku situasional terutama dalam
menyikapi dirinya terhadap waktu, Tuhan, lingkungan sosial, pekerjaan, dan masa
depannya. Faktor yang mempengaruhi perilaku sosial penderita antara lain reaksi
masyarakat terhadap dirinya, proses pembelajaran diri terhadap lingkungan sosial,
pengalaman traumatik yang menyebabkan terbentuknya penghayatan sesuai
dengan sikap prasangkanya. Reaksi penyangkalan begitu keras diberikan
penderita untuk mengembalikan keberadaan dirinya didalam masyarakat.
Penyangkalan ini merupakan upaya menjadikan dirinya ada dalam masyarakat,
sementara proses penyesuaian diri terhambat karena perilaku situasional yang
terus-menerus dilakukan penderita, ditunjang ketidakmampuan masyarakat dalam

melakukan penyesuaian sosial terhadap penderita HIV AIDS. Hal ini berarti
bahwa begitu besar pengaruh reaksi sosial pada perilaku sosial penderita. Perilaku
yang sebenarnya akan muncul ketika penderita mampu mengendalikan realitas
sosial secara sadar yang dihayatinya sebagai kehidupan sosial yang dianggap
wajar dan normatif. Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan indikator sosial sebagai variabel yang diteliti, sedangkan
perbedaannya pada penelitian ini hanya menggunakan variabel sosial, pada
penelitian yang diteliti sekarang menggunakan variabel sosial, ekonomi, dan
psikologis.
Rudy Wenarta (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Perlindungan
Hukum Orang dengan HIV AIDS (ODHA) dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia
(HAM) dan Hukum Kesehatan menjelaskan bahwa perlindungan hukum bagi
ODHA dapat diartikan sebagai suatu jaminan yang diberikan oleh negara dalam
bentuk peraturan perundang-undangan kepada ODHA. Perlindungan ODHA bila
dikaitkan dengan HAM juga telah diberikan oleh pemerintah dalam bentuk
landasan hukum undang-undang yang sudah ada sekarang ini, tetapi sampai
sejauh mana manfaat, fungsi dan penerapan Undang-Undang tersebut bagi ODHA
yang menjadi pertanyaan saat ini.
Perlindungan hukum ODHA ini belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia,
disebabkan belum ada undang-undang yang secara khusus yang menjamin hak
ODHA terutama hak atas pelayanan kesehatan. Landasan undang-undang yang
ada saat ini menjamin hak Warga Negara Indonesia termasuk ODHA secara
umum, dan pada pelaksanaannya hanya formalitas semata karena tidak didukung

tindakan lebih lanjut dari pemerintah. Pengawasan dan perlindungan secara


berkesinambungan dan berkelanjutan perlu dilakukan untuk menunjukkan sikap
serius pemerintah terhadap ODHA. Penerapan perlindungan dari undang-undang
yang ada juga hanya merupakan sekedar wacana, disebabkan tidak adanya hasil
yang nyata dari pemerintah, karena tidak tercapainya tujuan dari program yang
sudah direncanakan. Bila dikaitkan dengan HAM juga, masih sering terjadi
pelanggaran atas hak ODHA pada seluruh aspek kehidupannya, baik itu di bidang
kesehatan, pendidikan maupun lingkungan sekitar mereka bekerja. Perlu adanya
tindakan nyata dan perhatian yang lebih serius dari pemerintah untuk menjamin
hak ODHA, terutama hak atas pelayanan kesehatan di kemudian hari.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif (Doctrinal
Legal Approach), yaitu suatu cara meneliti dalam penelitian hukum yang
dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder belaka dan dengan
menggunakan metode berpikir deduktif serta kriterium kebenaran koheren, yang
dimaksud dengan metode berpikir deduktif adalah cara berpikir dalam penarikan
kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan
bahwa itu benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus.
Sedangkan yang dimaksud dengan kebenaran koheren (The Coherence Theory of
Truth), adalah suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis
dianggap benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi,
atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan
proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Pembahasan dalam penelitian ini
yang dibicarakan adalah perlindungan hukum terhadap ODHA dewasa.

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu


membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta, sifat dan hubungan antar fenomena atau gejala yang diteliti sambil
menganalisisnya, yaitu mencari sebab akibat dari suatu hal dan menguraikannya
secara konsisten dan sistematis serta logis. Jenis data yang dipergunakan dalam
penelitian ini, yaitu data sekunder, dalam penelitian hukum, data sekunder
tersebut meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier. Oleh karena data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang bersifat kualitatif, maka metode pengumpulan data yang
dipergunakan adalah studi kepustakaan. Metode Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif normatif. Metode kualitatif normatif
ini digunakan karena penelitian ini tidak menggunakan konsep-konsep yang
diukur atau dinyatakan dengan angka atau rumusan statistik.
Tuti Susilowati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-faktor
Resiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian HIV AIDS di Semarang dan
Sekitarnya

menjelaskan

bahwa

faktor-faktor

resiko

yang diperkirakan

meningkatkan angka kejadian HIV AIDS antara lain, lingkungan sosial ekonomi
khususnya kemiskinan, latar belakang kebudayaan/etnis, keadaan demografi.
Kelompok masyarakat yang berpotensi punya risiko tinggi HIV AIDS adalah
status donor darah (penerima transfusi darah, pendonor darah jika alat tidak
steril), bayi dari ibu yang dinyatakan menderita HIV AIDS (proses kehamilan,
kelahiran dan pemberian ASI), pecandu narkotik (khususnya IDU), tindik dengan
alat yang terpapar HIV AIDS, mereka yang mempunyai banyak pasangan seks

pramuria (baik di diskotik atau bar, WPS, waria, panti pijat, homo dan
heteroseks), pola hubungan seks, status awal berhubungan seks, orang yang
terpenjara, keluarga dengan penderita HIV AIDS positif (pasangan penderita
suami/istri) yang tidak menggunakan pelindung, pemakai alat suntik (pecinta
tatto).
Penelitian ini termasuk observasional analisis dengan metode kasus kontrol
yaitu suatu rancangan studi epidemiologi yang dimulai dengan seleksi beberapa
individu, lalu dimasukkan dalam kelompok sakit (kasus) dan kelompok tidak sakit
(kontrol) serta penyebab sakitnya sedang diselidiki, kemudian kelompok
kelompok itu diperbandingkan dalam hal adanya penyebab atau pengalaman masa
lalu yang relevan dengan penyebab penyakit. Kasus (penderita HIV AIDS) dan
kontrolnya bukan penderita HIV AIDS yang diketahui sejak awal penelitian
kemudian diteliti secara retrospektif faktor-faktor resiko yang berpengaruh
terhadap kejadian HIV AIDS. Kelompok studinya, responden yang dinyatakan
sakit HIV AIDS oleh RSUP dr. Kariadi Semarang serta pengunjung PMI Cabang
Jawa Tengah. Adapun jumlah sampel minimalnya sebanyak 76 kasus dan 76
kontrol. Populasi kasus adalah seluruh penderita HIV AIDS dan mengambil obat
di rawat jalan atau rawat inap, kooperatif dengan memeriksakan pada layanan
medis di RSUP dr. Kariadi. Sampel kasus adalah semua penderita dengan semua
kelompok umur yang telah didiagnosa HIV AIDS oleh RSUP dr. Kariadi
khususnya yang mengambil obat secara rutin baik di rawat jalan ataupun rawat
inap. Sampel kontrol adalah semua pendonor darah dari PMI Cabang Semarang.

Analisa datanya meliputi deskripsi variabel penelitian, analisa OR, analisa


bivariat dan berakhir dengan analisa multivariat. Analisa hubungan dua variabel
dengan menggunakan uji statistik Chi Square untuk mengetahui hubungan antara
beberapa faktor serta pengaruhnya digunakan uji regresi logistik. Sampel
penelitian diambil secara random. Analisis data dengan menggunakan uji regresi
logistik dengan metode forward stepwise pada tingkat keyakinan 95%
menggunakan software SPSS for window 15.
Penyakit menular Seksual (PMS) diduga dapat meningkatkan kejadian HIV
AIDS. Dalam penelitian ini, berdasarkan hasil analisis multivariat OR 2.676, 95
persen CI 1.252-5.720, p value 0.011 sehingga penyakit menular seksual
dinyatakan mempunyai risiko 2.676 kali lebih besar berpengaruh terhadap
kejadian HIV AIDS dengan p value 0.011 dinyatakan bermakna.
Riwayat status sakit dalam keluarga adalah status di dalam keluarga tersebut
sudah ada yang dinyatakan menderita sakit HIV AIDS. Penularan terbanyak
karena hubungan heteroseksual dalam keluarga, hubungan transmisi non seksual
seperti transplasental, dengan adanya riwayat keluarga terdapat penderita HIV
AIDS, dengan ibu berstatus reaktif, jika hamil serta melahirkan maka akan lebih
berpotensi untuk menularkan HIV AIDSnya pada janin. Untuk ibu rumah tangga
dalam penelitian ini banyak ditemukan menderita AIDS karena suami yang
dinyatakan reaktif lebih dahulu sehingga menularkan pada patnernya. Dari hasil
analisis multivariat (OR=2.592, p value 0.033 dan 95 persen CI 1.078<OR<6.233)
jadi dinyatakan riwayat status sakit dalam keluarga berpengaruh terhadap kejadian
HIV AIDS.

Tingkat pendidikan seseorang relevansinya akan mempengaruhi dalam


memahami suatu informasi atau pengetahuan yang didapatkan. Biasanya semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih mudah menangkap dan memahami
informasi yang didapat. Hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin baik pengetahuannya.
Berdasarkan uji multivariat OR: 4.709, 95 persen CI 2.117-10.474, p value 0.001
sehingga tingkat pendidikan yang rendah dinyatakan berpengaruh terhadap
kejadian HIV AIDS.
Penggunaan narkoba suntik secara analisis multivariat dinyatakan bermakna
secara statistik. Penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik dimungkinkan
karena adanya pemakaian jarum secara bersamaan dengan orang yang sudah
dinyatakan reaktif. Beberapa alasan bagi pengguna narkoba dalam menggunakan
jarum bersama antara lain, sulit mencari jarum suntik baru, ada rasa takut terjaring
razia polisi, mencari praktisnya dalam penggunaan narkoba, mengurangi beban
pembelian, dan keadaan yang mengakibatkan tidak berpikir panjang. Analisis
multivariatnya Exp B= 4.515, p value 0.001 dengan 95 persen CI
1.940<OR<10.507 sehingga dinyatakan bermakna.

BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1

Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian


Kerangka berpikir merupakan hasil abstraksi dan sistesis teori dari kajian

pustaka yang dikaitkan dengan masalah penelitian yang dilakukan. Kerangka


berpikir disusun berdasarkan studi teoritik dengan proses berpikir deduktif dan
studi empirik yang merupakan hasil penelitian terdahulu. Proses berpikir deduktif
mengkaji teori yang bersifat universal artinya berlaku umum dan studi empirik
bersifat induktif mengkaji sesuatu bersifat khusus untuk digeneralisasi guna
memperoleh kesimpulan umum. Penelitian ini memaparkan bahwa masyarakat
umum menganggap HIV AIDS adalah suatu penyakit yang menakutkan dan
merupakan isyarat atau vonis kepada penderita penyakit tersebut dengan tidak
mengabaikan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa telah dipastikan akibatnya akan
meninggal, karena sampai saat ini penyakit HIV AIDS belum ada obatnya dan
belum ada vaksin pencegahnya.
Orang yang terjangkit penyakit HIV AIDS akan mengalami berbagai
permasalahan besar, karena mempunyai dampak luas baik masalah medis, sosial,
ekonomi,

maupun

psikologis.

Dampaknya

bukan

hanya

kepada

yang

bersangkutan tetapi juga dengan keluarga, orang-orang terdekat, dan seluruh


masyarakat. Permasalahan yang paling mendasar adalah pemahaman orang
terhadap penyakit HIV AIDS sangat kurang, keadaannya sangat tertutup karena
perlakuan orang terhadap ODHA masih sangat tidak manusiawi, seperti

mendapatkan isolasi sosial, kehilangan pekerjaan, menjadi korban diskriminasi,


korban kekerasan dalam keluarga, dan dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah
seperti Gambar 3.1 dibawah ini.

Kajian Teoritis :
1. Dampak Sosial
2. Dampak Ekonomi
3. Dampak Psikologis

Kajian Empirik :
1. Latri Mumpuni (2001)
2. Rudy Wenarta (2012)
3. Tuti Susilowati (2009)

Rumusan Masalah

Hipotesis

Uji McNemar

Hasil Pengujian

Simpulan

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Analisis Dampak Sosial, Ekonomi,


dan Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan pada Gambar 3.1


kemudian disusun konsep yang menjelaskan hubungan antar variabel dalam
penelitian ini. Kerangka konsep adalah terminologi teknis yang merupakan

komponen-komponen dari kerangka teori yang akan dijelaskan pada Gambar 3.2
berikut ini.

Dampak Sosial

Komunikasi

Intensitas Berkunjung ke Rumah Keluarga/Kerabat

Intensitas Menghadiri Undangan Adat


Intensitas Rapat
Intensitas Gotong Royong
Intensitas Sembahyang
Interaksi dengan Keluarga

Dampak Ekonomi

HIV
AIDS

Status Pekerjaan
Lapangan Pekerjaan
Pendapatan
Jam Kerja

Stress

Penyangkalan
Kemarahan

Dampak Psikologis

Rasa Malu
Kecemasan

Frustasi

Berduka

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Analisis Dampak Sosial, Ekonomi,


dan Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar

3.2

Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan pernyataan ilmiah yang dilandasi oleh kajian teoritik

dan empiris yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang


dihadapi untuk diuji kebenarannya berdasarkan data empiris yang akan
dikumpulkan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Ada perbedaan kondisi sosial, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS di Kota Denpasar.
2) Ada perbedaan kondisi ekonomi, sebelum dan sesudah terkena penyakit
HIV AIDS di Kota Denpasar.
3) Ada perbedaan kondisi psikologis, sebelum dan sesudah terkena penyakit
HIV AIDS di Kota Denpasar.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur riset yang mengarahkan

proses dan hasil riset sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efisien, dan efektif
(Jogiyanto Hartono : 2007). Rancangan penelitian memberi alur penelitian dan
mempersiapkan data penelitian, menguji hipotesis yang pada akhirnya
memberikan kesimpulan yang sesuai dengan hasil yang diperoleh, rumusan
masalah, dan hipotesis penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan dampak sosial,
ekonomi, psikologis seseorang sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS
di Kota Denpasar. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan hipotesis
maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, yaitu
jumlah obyek yang diteliti, didesain secara spesifik untuk mengetahui obyek
tertentu atau benar-benar fokus pada permasalahannya yang ditindaklanjuti
melalui observasi, wawancara (interview), kuesioner (angket), dan wawancara
mendalam (indepth interview) kepada penderita HIV AIDS di Kota Denpasar
dengan metode insidental sampling dari populasi yang ada. Gambar 4.1
menjelaskan rancangan dari penelitian dampak sosial, ekonomi, dan psikologis
penderita HIV AIDS di Kota Denpasar.

Penderita HIV AIDS


di Kota Denpasar

Data sekunder

Observasi awal

Jenis dan sumber data


Observasi

Merumuskan masalah

Data
primer

Wawancara
Kuesioner

Hipotesis

Wawancara
mendalam
Metode penelitian
Teknik sampling
Pengolahan data

Pembahasan

Aksidental
sampling

Teknik analisis data

McNemar test
Simpulan dan saran

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan


Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar

4.2

Lokasi Penelitian
Pulau Bali yang dijuluki Pulau Dewata merupakan primadona daerah tujuan

wisata terpopuler di Indonesia, konon nama Bali lebih dikenal daripada


Indonesia. Denpasar adalah Ibu Kota dari Provinsi Bali yang menjadi pusat
pemerintahan, namun sampai saat ini ada beberapa masalah yang belum dapat
dipecahkan Pemerintah Kota Denpasar, salah satu diantaranya adalah masalah
HIV AIDS. Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar karena jumlah kumulatif
penderita HIV AIDS tertinggi di Provinsi Bali saat ini di tempati oleh Kota
Denpasar, selain itu penelitian ini dilakukan karena belum ada informasi yang
memadai tentang dampak sosial, ekonomi, dan psikologis penderita HIV AIDS.

4.3

Identifikasi Variabel Penelitian


Penelitian ini mengidentifikasi dampak sosial, ekonomi, dan psikologis

penderita HIV AIDS di Kota Denpasar. Variabel yang dianalisis adalah dampak
sosial, ekonomi, dan psikologis seseorang sebelum dan sesudah terkena penyakit
HIV AIDS. Perubahan sangat signifikan terjadi bagi seseorang yang divonis
terkena HIV AIDS, sehingga dapat dikatakan penyakit ini menyebabkan banyak
dampak bagi penderita, keluarga, dan lingkungannya.

4.4

Definisi Operasional Variabel Penelitian


Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada

suatu variabel dengan cara memberi arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun
memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.

Berdasarkan identifikasi terhadap variabel-variabel yang digunakan untuk


menghindari kesalahan dalam mengartikan variabel yang diteliti, berikut ini
dijelaskan definisi operasional dari masing-masing variabel.
1) Dampak sosial dapat diartikan adanya perlakuan diskriminasi atau
pengasingan dari masyarakat kepada penderita HIV AIDS di Kota
Denpasar. Diskriminasi atau pengasingan dari masyarakat kepada penderita
HIV AIDS dapat berupa penolakan dalam bergaul, bersentuhan secara fisik,
dan keengganan masyarakat menerima penderita HIV AIDS di lingkungan
sekitarnya. Indikator dampak sosial yang digunakan dalam penelitian ini
adalah intensitas komunikasi, intensitas keikutsertaan dalam rapat di
lingkungan

tempat

tinggal,

intensitas

sembahyang/ibadah

bersama

masyarakat, intensitas berkunjung ke rumah keluarga/kerabat, interaksi


dengan anggota keluarga, intensitas menghadiri undangan adat, dan
keikutsertaan dalam gotong royong.
2) Dampak ekonomi dalam penelitian ini adalah perubahan pendapatan dalam
sebulan yang diperoleh seseorang setelah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar. Perubahan pendapatan penderita HIV AIDS disebabkan
oleh jam kerja yang berkurang, status pekerjaan, lapangan pekerjaan,
ataupun karena kehilangan pekerjaan akibat menderita HIV AIDS.
3) Dampak psikologis dalam penelitian ini adalah reaksi yang timbul karena
terkena penyakit HIV AIDS, antara lain stress, frustasi, kecemasan,
kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka, dan ketidakpastian menuju
pada adaptasi terhadap penyakit.

4.5

Jenis dan Sumber Data


Sugiyono (2007) menjelaskan jenis data berdasarkan sifatnya dapat

dikelompokan menjadi dua, yaitu :


1) Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka dan dapat dihitung
dengan satuan hitung. Dalam penelitian ini data yang digunakan seperti
kasus kumulatif HIV AIDS di Indonesia menurut provinsi, kasus kumulatif
HIV AIDS di Bali menurut kabupaten, dan kasus kumulatif HIV AIDS di
Bali menurut kelompok resiko.
2) Data kualitatif adalah data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka
dan tidak memiliki satuan hitung, melainkan keterangan yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti seperti keadaan sosial, ekonomi, dan
psikologis penderita HIV AIDS di Kota Denpasar.
Sugiyono (2007) juga menjelaskan jenis data menurut sumbernya dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti baik
melalui wawancara, observasi, kuisioner, maupun dengan wawancara secara
mendalam. Contohnya data dampak sosial, ekonomi, dan psikologis
penderita HIV AIDS di Kota Denpasar.
2) Data sekunder adalah data yang sudah lebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh orang lain dari luar peneliti sendiri. Data sekunder yang
dikumpulkan, antara lain bersumber dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali,
Komisi Penanggulangan HIV AIDS Provinsi Bali, dan yayasan terkait
kepedulian terhadap penyakit HIV AIDS.

4.6

Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono : 2007). Populasi
bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi
juga bukan sekedar jumlah yang ada pada subyek atau obyek yang dipelajari,
tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyebutkan bahwa populasi
penderita HIV AIDS di Kota Denpasar pada tahun 2012 mencapai 604 orang,
dengan rincian 294 orang positif HIV dan 310 orang sudah memasuki tahap
AIDS. Jumlah ini cukup besar dan tidak mungkin mempelajari semua yang ada
dalam populasi karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu sehingga dapat
digunakan sampel yang diteliti dalam populasi tersebut (Husein : 2003). Sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono : 2007). Ukuran sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
menggunakan rumus Slovin (Husein : 2003), sebagai berikut.
n=

N
1 Ne 2

...(1)

Keterangan :
n : Ukuran sampel
N : Ukuran populasi
e : Nilai kritis

Dengan menggunakan rumus diatas, maka didapat jumlah sampel untuk


mengidentifikasi dampak sosial, ekonomi, dan psikologis penderita HIV AIDS di
Kota Denpasar adalah sebagai berikut.
n=

604
1 (604)(10%) 2

n=

604
7.04

n = 85.79 dibulatkan menjadi 86


Jadi, jumlah sampel yang harus dicari dalam penelitian ini adalah 86 orang
penderita HIV AIDS di Kota Denpasar dengan menggunakan metode penentuan
sampel, yaitu aksidental sampel. Aksidental sampel adalah metode penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja secara kebetulan bertemu dengan
peneliti dapat digunakan sebagai sempel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok sebagai sumber data.

4.7

Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif, kedua jenis

data ini diperoleh melalui penelitian lapangan sehingga keduanya termasuk data
primer. Penelitian tentang identifikasi dampak sosial, ekonomi, dan psikologis
penderita HIV AIDS di Kota Denpasar menghasilkan kedua jenis data tersebut,
untuk memperolehnya digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut.
1) Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiyono : 2007).

Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan


langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa
ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir : 2009).
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini seperti melihat lingkungan
penderita, kondisi fisik penderita, dan yayasan tempat penderita berobat.
2) Alat lain untuk mengumpulkan data adalah daftar pertanyaan, yang sering
disebut secara umum dengan nama kuesioner. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya
(Sugiyono : 2007). Data yang diperoleh dari teknik ini seperti umur, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan terakhir penderita, dan lain-lain.
3) Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara penanya atau
pewawancara dengan penjawab atau responden (Nazir : 2009). Metode
pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri
atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan
pribadi (Sugiyono : 2007). Wawancara dalam penelitian ini menghasilkan
data seperti gambaran keadaan sosial, ekonomi, dan psikologis penderita
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS.
4) Wawancara mendalam (indepth interview) adalah proses percakapan yang
berbentuk tanya jawab dengan tatap muka disertai menggali informasi lebih
mendalam dari kehidupan responden (Sugiyono : 2007). Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan berpartisipasi

dalam penyuluhan, sosialisasi, dan memberikan bantuan kepada penderita


HIV AIDS sehingga diharapkan memperoleh informasi secara mendalam
mengenai ODHA, seperti penyebab terkena penyakit ini, aktifitas seharihari, dan lain-lain.

4.8

Teknik Analisis Data


Data yang sudah terkumpul, dianalisis dengan menggunakan uji statistik

McNemar Test sesuai dengan kerangka berpikir penelitian. Alat analisis yang
dipakai adalah statistik nonparametrik dengan bantuan program SPSS (Statistic
Programe of Social Sience). Uji McNemar biasa digunakan pada penelitian yang
skala datanya berbentuk nominal atau diskrit. Pengujian dengan mengunakan uji
McNemar menekankan tipe sampel yang dependen. Sampel yang dependen
dimaksudkan adalah tipe sampel yang dalam pengukuran satu variabel terkait
dengan pengukuran variabel lainnya. Pengunaan uji McNemar menekankan pada
aspek pengujian sebelum dan sesudah perlakuan. Keadaan ini yang lebih
memungkinkan desain eksperimen untuk digunakan dalam uji McNemar.
1) Uji McNemar tentang kondisi sosial responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan kondisi sosial responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.

H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan kondisi sosial responden, sebelum


dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan

A D 1

AD

...(2)

Keterangan :
2 : Nilai Chi Square
A : Jumlah kasus yang mengalami perubahan pada sel A tabel
D : Jumlah kasus yang mengalami perubahan pada sel D tabel
e) Kesimpulan
Ho ditolak apabila nilai probabilitas kurang dari tingkat signifikansi
0.05, sebaliknya Ho diterima apabila nilai probabilitas lebih dari atau
sama dengan tingkat signifikansi 0.05
2) Uji McNemar tentang kondisi ekonomi responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan kondisi ekonomi responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.

H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan kondisi ekonomi responden,


sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan

A D 1

AD

...(3)

Keterangan :
2 : Nilai Chi Square
A : Jumlah kasus yang mengalami perubahan pada sel A tabel
D : Jumlah kasus yang mengalami perubahan pada sel D tabel
e) Kesimpulan
Ho ditolak apabila nilai probabilitas kurang dari tingkat signifikansi
0.05, sebaliknya Ho diterima apabila nilai probabilitas lebih dari atau
sama dengan tingkat signifikansi 0.05
3) Uji McNemar tentang kondisi psikologis responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya

tidak

ada

perbedaan

kondisi

psikologis

responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV


AIDS di Kota Denpasar.

H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan kondisi psikologis responden,


sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan

A D 1

AD

...(4)

Keterangan :
2 : Nilai Chi Square
A : Jumlah kasus yang mengalami perubahan pada sel A tabel
D : Jumlah kasus yang mengalami perubahan pada sel D tabel
e) Kesimpulan
Ho ditolak apabila nilai probabilitas kurang dari tingkat signifikansi
0.05, sebaliknya Ho diterima apabila nilai probabilitas lebih dari atau
sama dengan tingkat signifikansi 0.05

BAB V
DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

5.1

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Letak Geografis Kota Denpasar


Kota Denpasar resmi berdiri pada tahun 1992. Wilayah ini sebelumnya
adalah ibukota dari Kabupaten Badung yang kemudian mengalami pemekaran
wilayah dan berdiri sendiri sebagai pemerintahan daerah tingkat II. Pada awal
berdiri, Kota Denpasar terdiri atas 3 kecamatan yaitu Denpasar Barat, Denpasar
Timur, dan Denpasar Selatan. Sejak tahun 2006, terjadi penambahan jumlah
kecamatan dengan berdirinya Denpasar Utara sebagai kecamatan baru yang
merupakan gabungan dari sebagian wilayah Denpasar Barat dan Denpasar Timur.
Saat ini Kota Denpasar memiliki 4 kecamatan dengan 43 desa/kelurahan.
Luas wilayah Kota Denpasar adalah 127,78 km 2 atau sebesar 2,27 persen
dari total wilayah Provinsi Bali, dengan luas wilayah tersebut, Kota Denpasar
menjadi daerah tingkat II dengan luas wilayah terkecil di Provinsi Bali. Secara
geografis Kota Denpasar berada pada 83531 - 84449 Lintang Selatan dan
1151023 - 1151627 Bujur Timur. Kota Denpasar berbatasan dengan Selat
Badung di sebelah selatan dan timur, Kabupaten Badung di sebelah barat, serta
Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Gianyar di sebelah utara.

Gambar 5.1 Peta Kota Denpasar

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2012


Wilayah Denpasar yang tidak terlalu luas menjadikan keempat kecamatan
ini memiliki kondisi geografis yang cenderung sama. Dari keempat kecamatan
tersebut, berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Denpasar Selatan memiliki
wilayah terluas yaitu 49,99 km2 (39,12 persen). Adapun kecamatan dengan
wilayah terkecil yaitu Kecamatan Denpasar Timur dengan luas wilayah 22,31 km 2
(17,46 persen). Wilayah Kota Denpasar berada pada ketinggian antara 0 sampai
75 meter diatas permukaan laut, ini berarti bahwa seluruh wilayah Kota Denpasar
termasuk dalam kategori dataran rendah. Hal ini menyebabkan Denpasar memiliki
suhu dan kelembaban udara yang relatif tinggi.

5.1.2 Jumlah Penduduk di Kota Denpasar


Hasil proyeksi penduduk tahun 2012, jumlah penduduk Kota Denpasar
adalah sebanyak 833.900 jiwa, dengan jumlah penduduk sebesar itu, kepadatan
penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2012 mencapai 6.526 jiwa per kilometer
persegi. Sebagai sebuah kota besar, pertambahan penduduk Kota Denpasar
memang tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan alami penduduk. Daya tarik
sebuah kota besar yang dimiliki Kota Denpasar menyebabkan tingginya arus
migrasi ke Kota Denpasar, hal ini menjadi penyebab terus meningkatnya
kepadatan penduduk di Kota Denpasar.

Gambar 5.2 Piramida Penduduk Kota Denpasar Tahun 2012

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2013

Seperti diketahui, penduduk yang besar merupakan modal yang sangat


potensial dalam sebuah pembangunan. Akan tetapi, disisi lain jumlah penduduk
yang besar juga menjadi tugas tersendiri mengingat bahwa tujuan utama dari
pembangunan adalah pembangunan manusia itu sendiri. Oleh karena itu,
diperlukan kerjasama yang menyeluruh dari seluruh pihak agar pertumbuhan
penduduk di Kota Denpasar tidak hanya dari segi kuantitas tapi juga dari segi
kualitas.

5.2

Deskripsi Data Hasil Penelitian


Responden pada penelitian ini adalah penderita HIV AIDS di Kota

Denpasar. Data yang diperoleh kemudian dibagi berdasarkan karakteristik


responden penelitian yang dibedakan menurut jenis kelamin, umur, status
perkawinan, jumlah anak, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Berikut Tabel 5.1
yang menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


No
1
2

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Responden (Orang)
35
51
86

Persentase (%)
40.69
59.31
100

Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan Tabel 5.1 karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
didominasi oleh perempuan, hal ini diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya,
dalam penelitian ini banyak responden perempuan yang melakukan perilaku
berisiko tertular HIV AIDS. Virus ini tidak memandang umur, jika melakukan

perilaku yang berisiko maka akan lebih rentan untuk tertular dari usia muda
sampai tua sekalipun. Berikut Tabel 5.2 karakteristik responden berdasarkan
umur.

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur


No
1
2
3
4
5

Umur (Tahun)
20
21 30
31 40
41 50
> 50
Total

Responden (Orang)
1
23
37
20
5
86

Persentase (%)
1.16
26.74
43.02
23.25
5.83
100

Sumber : Lampiran 2
Virus HIV AIDS menyerang semua kelompok umur tanpa terkecuali,
berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, penderita terbanyak pada
usia produktif. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius dan perlu mendapatkan
perhatian lebih dari semua pihak tanpa melihat perbedaan suku, ras, dan agama
karena semua perilaku berisiko akan rentan terkena virus HIV AIDS tersebut.
Kesadaran seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan untuk menghentikan
penyebaran virus ini, hal yang paling sederhana yang dapat dilakukan adalah
jangan berganti-ganti pasangan. Berikut Tabel 5.3 karakteristik responden
berdasarkan status perkawinan.

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan


No
1
2
3
4
5

Status Perkawinan
Kawin
Janda
Duda
Belum Kawin
Cerai
Total

Responden (Orang)
50
14
2
15
5
86

Persentase (%)
58.13
16.27
2.32
17.44
5.84
100

Sumber : Lampiran 2
Perilaku berisiko dengan berganti-ganti pasangan akan rentan terkena virus
HIV AIDS. Data pada Tabel 5.3 menunjukkan penderita HIV AIDS terbanyak
masih berstatus kawin. Kegemaran kawin cerai, atau kegemaran ke tempat
hiburan malam oleh beberapa kaum laki-laki yang sudah menikah pada penelitian
ini tentu merugikan pasangan dan anak-anak yang dilahirkan, karena virus ini
dapat menular melalui proses persalinan dari ibu yang tertular terhadap anaknya.
Tabel 5.4 menguraikan karakteristik responden berdasarkan jumlah anak.

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak


No
1
2
3
4

Jumlah Anak
Tidak Punya Anak
<2
24
5
Total

Responden (Orang)
30
31
24
1
86

Persentase (%)
34.88
36.04
27.90
1.18
100

Sumber : Lampiran 2
Istilah banyak anak, banyak rejeki menjadi dilema bagi penderita HIV
AIDS, hal tersebut yang menyebabkan penderita HIV AIDS dalam penelitian ini
mempunyai sedikit anak yang ditunjukkan oleh Tabel 5.4 jumlah anak responden
< 2 orang yang mendominasi. Penderita yang melahirkan akan rentan menularkan

virus HIV AIDS terhadap anaknya melalui proses persalinan secara normal,
namun hal ini bisa dicegah melalui persalinan secara cesar yang akan mengurangi
risiko sang cabang bayi tertular virus HIV AIDS oleh Ibunya. Hal ini juga
ditegaskan dengan wawancara mendalam kepada dr. I.G.A. Satriani Aryawangsa,
pada tanggal 26 Juni 2014 di Yayasan Kerti Praja.
Penularan HIV AIDS dari Ibu Kepada bayi yang akan dilahirkannya dapat
melalui tiga cara, yaitu pada saat bayi tersebut dalam kandungan, saat
melahirkan, dan pada proses menyusui. Namun hal ini bisa dicegah untuk
memperkecil resiko menularnya HIV AIDS kepada bayi tersebut. Tindakan
yang harus dilakukan adalah dengan memprogram kelahiran, artinya jika
pasangan suami istri tertular HIV AIDS diharapkan tetap rutin
mengkonsumsi obat ARV (obat yang menekan virus HIV AIDS dalam
tubuh manusia) sehingga pada saat bayi dalam kandungan tidak ikut tertular
penyakit ini, namun ada catatan bagi Ibu hamil karena ada beberapa jenis
obat ARV yang tidak boleh dikonsumsi akibat dari kerasnya obat ini,
sehingga dikhawatirkan menyebabkan bayi terlahir cacat. Dalam hal ini
sangat jelas bahwa penyebab bayi yang dilahirkan cacat oleh penderita HIV
AIDS disebabkan oleh kesalahan dalam mengkonsumsi obat, bukan karena
HIV AIDS, maka dari itu penderita HIV AIDS yang ingin mempunyai
keturunan harus program terlebih dahulu dan dikonsultasikan dengan
dokter. Selain itu penderita HIV AIDS yang ingin mempunyai anak atau
sedang mengandung harus mengecek jumlah CD4+ dalam tubuh untuk
mengetahui kekebalan tubuhnya. Pada saat melahirkan, diharuskan proses
persalinan dengan cara cesar untuk memperkecil resiko penularan HIV
AIDS dari Ibu ke bayi. Proses persalinan dengan cara cesar dapat
mengurangi gesekan pada saat bayi dilahirkan dibandingkan dengan proses
persalinan secara normal, misalnya pada saat bayi ditarik, divakum, atau
dijepit. Seperti apa yang Saya jelaskan tadi, dengan proses ini banyak
penderita HIV AIDS yang melahirkan anaknya tanpa tertular virus
tersebut.
Pengetahuan tentang virus HIV AIDS untuk mengurangi penyebarannya
sangat berguna bagi penderita yang dapat diperoleh melalui pendidikan formal
atau non formal. Berikut Tabel 5.5 karakteristik responden berdasarkan
pendidikan terakhir.

Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir


No
1
2
3
4
5
6
7

Pendidikan Terakhir
Tidak Tamat SD
SD
SMP
SMA
SMK
Diploma
Sarjana
Total

Responden (Orang)
2
21
16
33
3
2
9
86

Persentase (%)
2.32
24.41
18.60
38.37
3.48
2.32
10.50
100

Sumber : Lampiran 2
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa persentase pendidikan terakhir sebagai
sarjana mempunyai nilai yang cukup besar, artinya pengetahuan yang didapatkan
di lingkungan sekolah atau di perguruan tinggi tentang virus HIV AIDS perlu
ditingkatkan karena virus ini dapat menyerang siapa saja. Pendidikan yang tinggi
juga menentukan jenis pekerjaan yang didapatkan pada penelitian ini, berikut
Tabel 5.6 karakteristik responden berdasarkan pekerjaan.

Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Pekerjaan
Tidak Bekerja
Buruh
WTS
Petani
Security
Supir
Wiraswasta
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
Pengacara
Guru
Polisi
Total

Sumber : Lampiran 2

Responden (Orang)
5
7
12
2
1
5
38
11
1
1
2
1
86

Persentase (%)
5.86
8.13
13.95
2.32
1.16
5.86
44.18
12.74
1.16
1.16
2.32
1.16
100

Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa semua jenis pekerjaan dapat
tertular virus HIV AIDS, karena virus ini dapat datang darimana saja terlebih lagi
jika melakukan pekerjaan yang berisiko seperti WTS. Peran serta seluruh lapisan
masyarakat

sangat

diperlukan

melalui

sosialisasi

untuk

meningkatkan

pengetahuan tentang virus HIV AIDS dan cara menanggulanginya.

5.3

Karakteristik Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar


HIV AIDS dapat menyerang siapa saja yang melakukan perilaku berisiko,

dalam penelitian ini didapatkan data responden yang beragam dari jenis kelamin,
umur, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.
Penderita dalam penelitian ini didominasi oleh perempuan dengan persentase
sebesar 59.31 persen dari 86 responden, untuk tingkat umur penderita terbanyak
ada pada kisaran umur 31 40 tahun yang merupakan usia produktif.
Data yang bervariasi juga didapatkan dari status perkawinan dengan
persentase terbanyak status kawin yang menentukan jumlah anak yang dimiliki
responden penelitian ini, karena seorang penderita HIV AIDS yang melahirkan
anak dengan proses persalinan normal lebih berisiko menularkan virusnya kepada
anak dibandingkan dengan proses persalinan cesar. Persentase jumlah anak
responden terbanyak adalah kurang dari dua anak sebesar 36.04 persen dari
berbagai tingkat pendidikan orangtuanya dan jenis pekerjaan yang digeluti. Salah
satu pekerjaan yang sangat berisiko menyebarkan virus HIV AIDS adalah sebagai
WTS dengan menempati posisi kedua persentase terbanyak dalam penelitian ini.
Berikut kutipan wawancara mendalam yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret

2014 di Yayasan Kerti Praja dengan Ira, penderita HIV AIDS yang bekerja
sebagai WTS.
Saya dulu bekerja di Jakarta sebagai Baby Siter, tidak lama kemudian saya
pindah ke Bali karena dijanjikan pekerjaan yang berpenghasilan lebih besar
oleh teman saya, tanpa berpikiran panjang akhirnya saya pun berangkat ke
Bali. Namun apa yang dibayangkan tidak sesuai dengan kenyataan, saya
harus bekerja sebagai WTS, pekerjaan ini akhirnya saya jalani untuk
mencukupi kebutuhan ekonomi dan bertahan hidup walau saya tau
pekerjaan sebagai WTS sangat berisiko tertular virus HIV AIDS, seperti
yang saya alami saat ini.

5.4

Keadaan Sosial Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar

5.4.1 Intensitas Komunikasi


Uji McNemar tentang intensitas komunikasi responden, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
f) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan intensitas komunikasi
responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan intensitas komunikasi responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
g) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
h) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

i) Perhitungan
Data hasil penelitian kemudian diolah dengan Uji McNemar diperoleh
nilai probabilitas variabel intensitas komunikasi sebesar 0.125
j) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.125 lebih dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya tidak ada perbedaan intensitas komunikasi responden, sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Dari 86
responden, hanya 4 orang yang mengalami perubahan intensitas
komunikasi setelah terkena penyakit HIV AIDS.

5.4.2 Intensitas Keikutsertaan Dalam Rapat Adat


Uji McNemar tentang intensitas keikutsertaan dalam rapat adat di
lingkungan sekitar tempat tinggal responden, sebelum dan sesudah terkena
penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan intensitas keikutsertaan
dalam rapat adat di lingkungan sekitar tempat tinggal
responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan intensitas keikutsertaan dalam
rapat adat di lingkungan sekitar tempat

tinggal

responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV


AIDS di Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel intensitas keikutsertaan dalam rapat adat di
lingkungan sekitar tempat tinggal sebesar 0.016
e) Kesimpulan
Data hasil penelitian yang diolah dengan Uji McNemar memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.016 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya ada perbedaan intensitas keikutsertaan dalam rapat adat di
lingkungan sekitar tempat tinggal responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah responden yang
mengalami perubahan intensitas keikutsertaan dalam rapat adat setelah
terkena penyakit HIV AIDS adalah 7 orang.

5.4.3 Intensitas Keikutsertaan Dalam Sembahyang/Ibadah


Uji McNemar tentang intensitas keikutsertaan dalam sembahyang/ibadah
bersama keluarga atau masyarakat, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS di Kota Denpasar.

a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan intensitas keikutsertaan
dalam

sembahyang/ibadah

bersama

keluarga

atau

masyarakat, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV


AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan intensitas keikutsertaan dalam
sembahyang/ibadah bersama keluarga atau masyarakat,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel intensitas keikutsertaan dalam sembahyang/ibadah
bersama keluarga atau masyarakat sebesar 0.250
e) Kesimpulan
Hasil penelitian yang diolah dengan Uji McNemar memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.250 lebih dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya

tidak

ada

perbedaan

intensitas

keikutsertaan

dalam

sembahyang/ibadah bersama keluarga atau masyarakat, sebelum dan


sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah reponden

yang

mengalami

perubahan

intensitas

keikutsertaan

dalam

sembahyang/ibadah bersama keluarga atau masyarakat adalah 3 orang,


hal ini menunjukkan HIV AIDS tidak menjadi penghalang bagi
responden untuk tetap bersembahyang atau beribadah.

5.4.4 Intensitas Berkunjung ke Rumah Keluarga atau Kerabat


Uji McNemar tentang intensitas berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan intensitas berkunjung ke
rumah keluarga atau kerabat, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan intensitas berkunjung ke rumah
keluarga atau kerabat, sebelum dan sesudah terkena
penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel intensitas berkunjung ke rumah keluarga atau
kerabat sebesar 0.016

e) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.016 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya ada perbedaan intensitas berkunjung ke rumah keluarga atau
kerabat, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar. Jumlah responden yang mengalami perubahan intensitas
berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat setelah terkena penyakit HIV
AIDS adalah 7 orang.

5.4.5 Interaksi Dengan Keluarga


Uji McNemar tentang interaksi dengan keluarga, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan interaksi dengan keluarga,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan interaksi dengan keluarga,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Data hasil penelitian dihitung dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel interaksi dengan keluarga sebesar 0.625
e) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.625 lebih dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya tidak ada perbedaan interaksi dengan keluarga, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Keluarga
merupakan orang terdekat bagi penderita HIV AIDS, hal ini yang
menjadi alasan hanya 3 orang responden yang mengalami perubahan
interaksi dengan keluarga setelah terkena penyakit HIV AIDS.

5.4.6 Intensitas Keikutsertaan Gotong Royong


Uji McNemar tentang intensitas keikutsertaan gotong royong di lingkungan
sekitar tempat tinggal, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan intensitas keikutsertaan
gotong royong di lingkungan sekitar tempat tinggal,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan intensitas keikutsertaan gotong
royong di lingkungan sekitar tempat tinggal, sebelum

dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota


Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas

variabel

intensitas

keikutsertaan

gotong

royong di

lingkungan sekitar tempat tinggal sebesar 0.002


e) Kesimpulan
Hasil penelitian yang diolah dengan Uji McNemar memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.002 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya ada perbedaan intensitas keikutsertaan gotong royong di
lingkungan sekitar tempat tinggal, sebelum dan sesudah terkena penyakit
HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah responden yang mengalami
perubahan intensitas keikutsertaan gotong royong di lingkungan sekitar
tempat tinggal setelah terkena penyakit HIV AIDS adalah sebanyak 10
orang, sedangkan 76 responden lainnya tidak mengalami perubahan
intensitas keikutsertaan gotong royong di lingkungan sekitar tempat
tinggal karena penyakit HIV AIDS.

5.4.7 Intensitas Kehadiran Dalam Undangan Adat


Uji McNemar tentang intensitas kehadiran dalam undangan adat, sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan intensitas kehadiran dalam
undangan adat, sebelum dan sesudah terkena penyakit
HIV AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan intensitas kehadiran dalam
undangan adat, sebelum dan sesudah terkena penyakit
HIV AIDS di Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dengan Uji
McNemar diperoleh nilai probabilitas variabel intensitas kehadiran dalam
undangan adat sebesar 0.004
e) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.004 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya ada perbedaan intensitas kehadiran dalam undangan adat,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.

Jumlah responden yang mengalami perubahan intensitas kehadiran dalam


undangan adat setelah terkena HIV AIDS adalah 9 orang, sedangkan 77
responden tidak mengalami perubahan.

5.5

Keadaan Ekonomi Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar

5.5.1 Status Bekerja/Tidak


Uji McNemar tentang status bekerja atau tidak, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
f) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan status bekerja atau tidak,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan status bekerja atau tidak, sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar.
g) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
h) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

i) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel status bekerja atau tidak sebesar 0.500

j) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.500 lebih dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya tidak ada perbedaan status bekerja atau tidak, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Dari 86
responden, hanya 2 orang mengalami perubahan dari yang awalnya
bekerja menjadi tidak bekerja setelah terkena penyakit HIV AIDS, 80
responden tetap bekerja, sedangkan 4 responden tidak bekerja baik
sebelum atau sesudah terkena penyakit HIV AIDS.

5.5.2 Lapangan Pekerjaan


Uji McNemar tentang lapangan pekerjaan, sebelum dan sesudah terkena
penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan lapangan pekerjaan, sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan lapangan pekerjaan, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel lapangan pekerjaan sebesar 1.000
e) Kesimpulan
Hasil penelitian yang dihitung dengan Uji McNemar memperoleh nilai
probabilitas sebesar 1.000 lebih dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya tidak ada perbedaan lapangan pekerjaan, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Sebelum atau sesudah
terkena penyakit HIV AIDS responden tetap bekerja pada sektor non
pertanian sebanyak 85 orang, sedangkan sisanya 1 orang tetap pada
sektor pertanian.

5.5.3 Status Pekerjaan


Uji McNemar tentang status pekerjaan, sebelum dan sesudah terkena
penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan status pekerjaan, sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan status pekerjaan, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)

c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Data hasil penelitian dihitung dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel status pekerjaan sebesar 1.000
e) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 1.000 lebih dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya tidak ada perbedaan status pekerjaan, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah responden yang
tetap bekerja pada sektor formal setelah terkena penyakit HIV AIDS
adalah 7 orang, 76 responden tetap bekerja pada sektor non formal,
sedangkan 3 responden mengalami perubahan status pekerjaan setelah
terkena penyakit HIV AIDS.

5.5.4 Pendapatan
Uji McNemar tentang pendapatan, sebelum dan sesudah terkena penyakit
HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan pendapatan, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.

H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan pendapatan, sebelum dan sesudah


terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel pendapatan sebesar 0.109
e) Kesimpulan
Data yang diperoleh dihitung dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.109 lebih dari tingkat signifikansi 0.05 yang
artinya tidak ada perbedaan pendapatan, sebelum dan sesudah terkena
penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah responden yang
mengalami penurunan pendapatan setelah terkena penyakit HIV AIDS
adalah 8 orang, 2 orang mengalami kenaikan pendapatan, sedangkan 76
orang menerima pendapatan tetap baik sebelum atau sesudah terkena
penyakit HIV AIDS.

5.5.5 Jam Kerja


Uji McNemar tentang jam kerja, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS di Kota Denpasar.

a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan jam kerja, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan jam kerja, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel jam kerja sebesar 0.031
e) Kesimpulan
Hasil penelitian yang diolah dengan SPSS melalui Uji McNemar
meperoleh nilai probabilitas sebesar 0.031 kurang dari tingkat
signifikansi 0.05 yang artinya ada perbedaan jam kerja, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah
responden yang mengalami penurunan jam kerja setelah terkena penyakit
HIV AIDS adalah 6 orang, sedangkan 44 responden tetap bekerja 35 jam
atau lebih dalam seminggu, dan 36 responden tetap bekerja kurang dari
35 jam dalam seminggu.

5.6

Keadaan Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar

5.6.1 Stress
Uji McNemar tentang tingkat stress responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
b) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan tingkat stress responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan tingkat stress responden, sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota
Denpasar.
c) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
d) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

e) Perhitungan
Data hasil penelitian dihitung dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel stress sebesar 0.000
f) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.000 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 sehingga
Ho ditolak yang artinya ada perbedaan tingkat stress responden, sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah

responden yang mengalami perubahan tingkat stress setelah terkena


penyakit HIV AIDS adalah 73 orang, sedangkan 13 orang tidak
mengalami perubahan.

5.6.2 Frustasi
Uji McNemar tentang tingkat frustasi responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan tingkat frustasi responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan tingkat frustasi responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel frustasi sebesar 0.000

e) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.000 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 sehingga
Ho ditolak yang artinya ada perbedaan tingkat frustasi responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
Jumlah responden yang mengalami perubahan tingkat frustasi setelah
terkena penyakit HIV AIDS adalah 73 orang, sedangkan 13 orang tidak
mengalami perubahan.

5.6.3 Kecemasan
Uji McNemar tentang tingkat kecemasan responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya

tidak

ada

perbedaan

tingkat

kecemasan

responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV


AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan tingkat kecemasan responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel kecemasan sebesar 0.000
e) Kesimpulan
Hasil penelitian yang dihitung dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.000 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 sehingga
Ho ditolak yang artinya ada perbedaan tingkat kecemasan responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
Jumlah responden yang mengalami perubahan tingkat kecemasan setelah
terkena penyakit HIV AIDS adalah 74 orang, sedangkan 12 orang tidak
mengalami perubahan.

5.6.4 Kemarahan
Uji McNemar tentang tingkat kemarahan responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya

tidak

ada

perbedaan

tingkat

kemarahan

responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV


AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan tingkat kemarahan responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)

c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel kemarahan sebesar 0.000
e) Kesimpulan
Data hasil penelitian yang diolah dengan Uji McNemar memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.000 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 sehingga
Ho ditolak yang artinya ada perbedaan tingkat kemarahan responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
Jumlah responden yang mengalami perubahan tingkat kemarahan setelah
terkena penyakit HIV AIDS adalah 63 orang, sedangkan 23 orang tidak
mengalami perubahan.

5.6.5 Penyangkalan
Uji McNemar tentang tingkat penyangkalan responden, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan tingkat penyangkalan
responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS di Kota Denpasar.

H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan tingkat penyangkalan responden,


sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Data hasil penelitian dihitung dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel penyangkalan sebesar 0.000
e) Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.000 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 sehingga
Ho ditolak yang artinya ada perbedaan tingkat penyangkalan responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
Jumlah responden yang mengalami perubahan tingkat penyangkalan
setelah terkena penyakit HIV AIDS adalah 66 orang, sedangkan 20 orang
tidak mengalami perubahan.

5.6.6 Rasa Malu


Uji McNemar tentang tingkat rasa malu responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.

a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan tingkat rasa malu responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan tingkat rasa malu responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel rasa malu sebesar 0.000
e) Kesimpulan
Hasil penelitian yang dihitung dengan Uji McNemar menunjukkan nilai
probabilitas sebesar 0.000 kurang dari tingkat signifikansi 0.05 sehingga
Ho ditolak yang artinya ada perbedaan tingkat rasa malu responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
Jumlah responden yang mengalami perubahan tingkat rasa malu setelah
terkena penyakit HIV AIDS adalah 66 orang, sedangkan 20 orang tidak
mengalami perubahan.

5.6.7 Rasa Berduka


Uji McNemar tentang tingkat rasa berduka responden, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.
a) Rumusan hipotesis
Ho : 1 = 2 ; artinya tidak ada perbedaan tingkat rasa berduka
responden, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS di Kota Denpasar.
H1 : 1 2 ; artinya ada perbedaan tingkat rasa berduka responden,
sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di
Kota Denpasar.
b) Tingkat keyakinan 95 % ( = 5 %)
c) Kriteria pengujian
Ho diterima jika : Nilai Probabilitas 0.05
Ho ditolak jika

: Nilai Probabilitas < 0.05

d) Perhitungan
Berdasarkan perhitungan SPSS dengan Uji McNemar diperoleh nilai
probabilitas variabel rasa berduka sebesar 0.000
e) Kesimpulan
Hasil penelitian dengan Uji McNemar menunjukkan nilai probabilitas
sebesar 0.000 kurang dari tingkat signifikan 0.05 sehingga Ho ditolak
yang artinya ada perbedaan tingkat rasa berduka responden, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Jumlah
responden yang mengalami perubahan tingkat rasa berduka setelah

terkena penyakit HIV AIDS adalah 65 orang, sedangkan 21 orang tidak


mengalami perubahan.

5.7

Pembahasan Hasil Penelitian

5.7.1 Interpretasi Keadaan Sosial Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar


Nilai probabilitas indikator sosial penderita HIV AIDS di Kota Denpasar
yang kurang dari tingkat signifikan 0.05 adalah variabel intensitas keikutsertaan
dalam rapat, intensitas berkunjung kerumah keluarga atau kerabat, intensitas
keikutsertaan gotong royong di lingkungan sekitar tempat tinggal, dan intensitas
menghadiri undangan adat. Artinya ada perbedaan intensitas keikutsertaan dalam
rapat, intensitas berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat, intensitas
keikutsertaan gotong royong di lingkungan sekitar tempat tinggal, dan intensitas
menghadiri undangan adat, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS.
Nilai probabilitas indikator sosial penderita HIV AIDS di Kota Denpasar yang
lebih dari tingkat signifikan 0.05 adalah variabel komunikasi, intensitas
sembahyang/ibadah bersama keluarga atau masyarakat, dan interaksi dengan
keluarga. Artinya tidak ada perbedaan komunikasi, intensitas sembahyang/ibadah
bersama keluarga atau masyarakat, dan interaksi dengan keluarga, sebelum dan
sesudah terkena penyakit HIV AIDS. Seperti data yang ditunjukkan pada Tabel
5.7 Uji McNemar Indikator Sosial.

Tabel 5.7 Uji McNemar Indikator Sosial


No Indikator
1
Komunikasi (Before) & Komunikasi
(After)
2
Intensitas Rapat (Before) & Intensitas
Rapat (After)
3
Intensitas Sembahyang (Before) &
Intensitas Sembahyang (After)
4
Intensitas Berkunjung (Before) &
Intensitas Berkunjung (After)
5
Interaksi Keluarga (Before) &
Interaksi Keluarga (After)
6
Intensitas Gotong Royong (Before) &
Intensitas Gotong Royong (After)
7
Menghadiri Undangan Adat (Before)
& Menghadiri Undangan Adat (After)

N Exact Sig. (2-tailed) Keterangan


86
.125a
Tidak
Signifikan
86
.016a
Signifikan
86

.250a

86

.016a

86

.625a

86

.002a

Tidak
Signifikan
Signifikan

86

.004a

Signifikan

Tidak
Signifikan
Signifikan

Sumber : Lampiran 6
Kesejahteraan adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga
dan membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut juga
diperlukan

untuk

meminimalkan

terjadinya

kecemburuan

sosial

dalam

masyarakat. Tingkat kesejahteraan seseorang dapat terkait dengan tingkat


kepuasan (Utility) dan kesenangan (Pleasure) yang dapat diraih dalam
kehidupannya untuk mencapai tingkat kesejahteraannya yang diinginkan. Maka
dibutuhkan suatu perilaku yang dapat memaksimalkan tingkat kepuasan sesuai
dengan sumber daya yang tersedia. Berdasarkan teori kesejahteraan tersebut dapat
diartikan bahwa kesejahteraan seseorang setelah terkena HIV AIDS akan
berkurang sebagai akibat dari dampak sosial penyakit ini.
Seiring kemajuan teknologi obat untuk penderita HIV AIDS telah
ditemukan, walaupun tidak dapat menyembuhkannya tetapi obat yang
dikomsumsi dapat membuat penderita hidup normal kembali layaknya sebelum

terkena penyakit ini, seperti kutipan wawancara mendalam berikut pada tanggal 8
Mei 2014 di Yayasan Kerti Praja dengan Tetik Sarahdita Adhityas, seorang
penderita HIV AIDS yang sekarang aktif di salah satu yayasan HIV AIDS.
Pekerjaan yang saya geluti dulu menyebabkan saya tertular virus HIV
AIDS, sebelum saya mengetahui ada obat untuk bertahan mengahadapi
virus ini kondisi tubuh saya sangat drop. Berat badan saya turun drastis dan
sakit-sakitan, saya hampir berniat untuk bunuh diri, namun karena
mengingat saya mempunyai seorang anak yang harus saya besarkan, jadi
saya mengurungkan niat untuk bunuh diri. Akhirnya tidak lama berselang,
teman saya yang bekerja di sebuah bar dan aktif juga sebagai relawan HIV
AIDS memberi tau saya tentang obat HIV AIDS, sehingga sampai sekarang
saya terus rutin mengkonsumsi obat tersebut, tubuh saya kembali normal
seperti sediakala. Saya kira anak saya mengetahui saya terjangkit virus HIV
AIDS, karena dialah yang selalu mengingatkan saya untuk meminum obat
saat alarm berbunyi. Hal itu tidak menjadi hambatan bagi saya dalam
menjaga hubungan kepada keluarga dan teman-teman saya.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan
konsep yang ada mengenai dampak sosial penderita HIV AIDS. Kemensos (2011)
menyatakan, seseorang yang terjangkit HIV AIDS dapat berdampak sangat luas
dalam hubungan sosial, dengan keluarga, hubungan dengan teman-teman, relasi
dan jaringan kerja akan berubah baik kuantitas maupun kualitas. Orang-orang
yang terjangkit

HIV

AIDS

secara alamiah hubungan sosialnya akan

berubah. Dampak yang paling berat dirasakan oleh keluarga dan orang-orang
dekat lainnya. Perubahan hubungan sosial dapat berpengaruh positif atau negatif
pada setiap orang. Reaksi masing-masing orang berbeda, tergantung sampai
sejauh mana perasaan dekat atau jauh, suka dan tidak suka seseorang terhadap
yang bersangkutan.
Penelitian sebelumnya juga berbanding terbalik dengan hasil penelitian ini.
Latri Mumpuni (2001) dengan judul penelitiannya Perilaku Sosial Penderita

HIV AIDS Dalam Menghadapi Reaksi Masyarakat menjelaskan bahwa perilaku


sosial penderita menunjukkan perilaku yang berubah-ubah dan sangat situasional,
mengalami kesulitan melaksanakan adaptasi sosial terhadap lingkungannya.
Ketidakmampuan melaksanakan penyesuaian sosial terhadap lingkungan berpijak
pada dua aspek, yaitu perilaku situasional yang dilakukannya menyebabkan yang
bersangkutan

tidak

berkemampuan

untuk

menyesuaikan

diri

dengan

lingkungannya dan ketidakmampuan masyarakat untuk melakukan penyesuaian


sosial terhadap penderita.
Teknologi yang semakin berkembang dengan ditemukan obat yang bisa
menekan perkembangan virus HIV AIDS memberi harapan baru kepada penderita
HIV AIDS untuk hidup normal kembali seperti sebelum terkena penyakit ini.
Kondisi fisik penderita HIV AIDS yang telah mengkonsumsi obat ini akan normal
kembali, hal ini yang membantu seseorang penderita bebas dari diskriminasi
sosial. Masyarakat akan sulit untuk percaya kepada penderita HIV AIDS yang
sudah mengkonsumsi obat karena penampilan fisiknya yang normal.
Penderita HIV AIDS perlu mendapat dukungan dan semangat dari
masyarakat beserta orang-orang terdekat, dalam hal ini adalah keluarga. Hasil
penelitian lain (Sheung-Tak Cheng dan Benjamin Siankam, 2009) menjelaskan
bahwa 13.5 persen dari orang tua berusia 60 tahun atau lebih hidup dengan cucucucu yang belum dewasa. Negara-negara yang mempunyai penderita HIV AIDS
tinggi memiliki rumah tangga dengan sedikit orang di dalamnya, atau dalam kata
lain hanya hidup dengan pasangannya saja tanpa mengajak keluarga lain atau

kerabat. Dukungan keluarga dapat mengurangi dampak sosial dan ekonomi bagi
penderita HIV AIDS di Negara Sub-Sahara Afrika.
Adebola A. Adedimeji, dkk (2010) menyatakan bahwa ketersediaan terapi
antiretroviral di negara-negara maju mengubah kesejahteraan penderita HIV
AIDS. Namun, di negara-negara berkembang transformasi tersebut belum terjadi
karena masalah sosial, ekonomi, kendala sistemik, dan lingkungan. Penelitian ini
menguji dampak dari faktor-faktor sosial, ekonomi, psikologis, dan lingkungan
terhadap kesehatan dan kesejahteraan ODHA yang tinggal di barat daya Nigeria.
Penemuan menyoroti beberapa faktor, selain obat antiretroviral, penurunan
kesejahteraan ODHA di barat daya Nigeria diperparah dengan memburuknya
kesehatan fisik keluarga, kesejahteraan anak-anak, tekanan keuangan, dan
kegagalan sistemik. Dukungan psikologi dan struktur sosial dapat memberikan
kontribusi untuk meningkatkan kesehatan di antara ODHA sehingga memperbaiki
kualitas hidup penderita HIV AIDS.

5.7.2 Interpretasi Keadaan Ekonomi Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar


Nilai probabilitas indikator ekonomi yang kurang dari tingkat signifikan
0.05 adalah variabel jam kerja dengan nilai signifikansi sebesar 0.031 artinya ada
perbedaan jam kerja, sebelum dan sesudah terkena HIV AIDS di Kota Denpasar,
sedangkan nilai signifikansi indikator ekonomi yang lebih dari tingkat signifikan
0.05 adalah variabel keadaan bekerja atau tidak, lapangan pekerjaan, status
pekerjaan, dan pendapatan. Artinya tidak ada perbedaan keadaan bekerja atau
tidak, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, dan pendapatan, sebelum dan sesudah

terkena HIV AIDS di Kota Denpasar. Hasil penelitiannya seperti yang


ditunjukkan pada Tabel 5.8 Uji McNemar Indikator Ekonomi.

Tabel 5.8 Uji McNemar Indikator Ekonomi


No Indikator
1 Bekerja Atau Tidak (Before) &
Bekerja Atau Tidak (After)
2 Lapangan Pekerjaan (Before)
& Lapangan Pekerjaan (After)
3 Status Pekerjaan (Before) &
Status Pekerjaan (After)
4 Pendapatan
(Before)
&
Pendapatan (After)
5 Jam Kerja (Before) & Jam
Kerja (After)

N
86

Exact Sig. (2-tailed)


.500a

86

1.000a

86

1.000a

86

.109a

86

.031a

Keterangan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Signifikan

Sumber : Lampiran 7
Teori alokasi waktu menyebutkan bahwa individu memerlukan waktu untuk
keperluan pasar (labor force participation). Jumlah jam kerja yang dicurahkan
oleh setiap individu di pasar kerja cukup bervariasi. Jumlah ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat upah dan beberapa faktor lain dari masing-masing individu sebagai
upaya untuk mencapai tingkat utility tertinggi. Dalam teori ini diasumsikan,
banyaknya waktu yang dicurahkan individu untuk kegiatan pasar kerja
dipengaruhi oleh initial endowment dan tingkat upah di pasar kerja. Semakin
tinggi tingkat upah di pasar kerja pada suatu batas tertentu, semakin besar jumlah
waktu yang dialokasikan untuk pasar kerja. Pengalokasian waktu itu harus
mempertimbangkan kendala, bahwa satu hari hanya terdiri dari 24 jam. Bersama
kendala yang lain, kendala waktu dan selera rumah tangga terhadap leisure akan
menentukan kombinasi antara leisure dan komoditi pasar yang mengoptimalkan

kepuasan individu atau rumah tangga. Apabila individu mengalokasikan seluruh


waktunya untuk pasar kerja, maka total penghasilan yang diperoleh dari kegiatan
ini disebut labor income. Sebaliknya income yang tidak diperoleh dari bekerja
disebut non labor income. Sedangkan total dari dua pendapatan di atas disebut full
income (full wealth).
Berdasarkan Tabel 5.8 jam kerja responden mengalami perubahan setelah
terkena penyakit HIV AIDS karena penderita HIV AIDS mengurangi alokasi
waktu untuk bekerja dengan berobat atau beristirahat, tetapi kondisi ini tidak
mengakibatkan pendapatan responden mengalami perubahan. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perubahan jenis pekerjaan, absensi saat
bekerja, dan pendapatan yang diperoleh diluar dari hasil bekerja (non labor
income), seperti bantuan dana untuk usaha dari pemerintah atau pihak swasta.
Berikut wawancara mendalam kepada relawan HIV AIDS atas nama Bapak
Komang Gede, pada tanggal 26 Juni 2014 di Sesetan.
Sudah banyak penderita HIV AIDS yang menerima bantuan barang seperti
susu, sembako, dan kebutuhan pokok lainnya. Bantuan ini diperoleh dari
sumbangan atau donatur lokal dan internasional. Bantuan lokal berasal dari
pengusaha-pengusaha hotel di Nusa Dua sedangkan bantuan dari luar negeri
berasal dari Amerika, Australia. Bantuan berupa uang tunai juga diberikan
oleh Dinas Sosial Provinsi Bali kepada penderita HIV AIDS yang ingin
berwirausaha, hal ini merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah
Provinsi Bali untuk meningkatkan kualitas hidup penderita HIV AIDS
disamping juga bertujuan untuk menekan penyebaran penyakit ini.
Teknologi yang berkembang secara terus menerus turut serta memberikan
kontribusi dengan ditemukanya obat bagi penderita HIV AIDS, yaitu obat yang
bisa melawan virus ini, namun tidak bisa mematikannya. Hal inilah yang menjadi
faktor utama penderita HIV AIDS di Kota Denpasar tidak mengalami perubahan

keadaan ekonomi, sebelum dan sesudah terkena virus HIV AIDS. Penderita HIV
AIDS masih bisa bekerja secara normal dengan catatan harus selalu
mengkonsumsi obat tersebut setiap hari. Berikut kutipan wawancara mendalam
pada tanggal 15 April 2014 di Sesetan dengan Gusti Made Winten, penderita HIV
AIDS yang sempat berhenti bekerja karena penyakit ini.
Saya sangat senang apabila ada anak muda yang bertanya tentang HIV
AIDS, memang saya menjadi korban dari virus ini, namun karena saya
terkena makanya saya belajar mengenai virus HIV AIDS agar bisa
melawannya. Dahulu saya bekerja di Gapura Angkasa Bandara Ngurah Rai,
setelah saya tau terkena virus HIV AIDS kemudian saya berhenti bekerja
disana, karena takut teman-teman kerja mengdiskriminasikan saya,
kekhawatiran itu muncul karena melihat kondisi fisik saya yang drop.
Setelah lama berselang saya tau ada obat yang bisa melawan virus ini dari
teman saya yang bekerja sebagai relawan HIV AIDS, pada awal mulanya
saya ragu dan takut karena harus siap mengkonsumsi obat ini seumur hidup,
namun akhirnya saya mulai mengkonsumsi obat ini secara teratur hingga
saat ini saya selalu membawa obat kemanapun saya berpergian. Saya
sekarang sering memberikan sosialisasi tentang HIV AIDS dan aktif juga
berwirausaha, pendapatan yang sekarang saya dapatkan bisa dibilang lebih
dari cukup untuk membiayai enam anak saya. Sekarang saya mengakui
kepada semua keluarga atau teman-teman bahwa saya terkena HIV AIDS
tetapi mereka tidak ada yang mempercayai saya, karena mereka mungkin
melihat kondisi fisik saya yang kekar dan berpikir tidak mungkin saya
terkena HIV AIDS.
Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan konsep mengenai dampak
ekonomi bagi penderita HIV AIDS yang menyatakan bahwa epidemi HIV AIDS
akan menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak penderita maupun pihak rumah
sakit. Hal ini dikarenakan obat penyembuh yang belum ditemukan, sehingga biaya
harus terus dikeluarkan hanya untuk perawatan dan memperpanjang usia
penderita.

Orang-orang

yang

terjangkit

HIV

AIDS

akan

mengalami

perubahan keuangan akibat penyakitnya. Dana yang diperlukan untuk keperluan


pengobatan dan perawatan semakin lama semakin besar, sementara penghasilan

menetap atau bahkan mungkin semakin menurun. Kemungkinan besar akhirnya


akan mengalami kesulitan untuk memperoleh dana. Perubahan ini dapat terjadi
karena kehilangan mata pencaharian, habisnya tabungan, hilangnya sumbersumber bantuan keluarga, dan lain-lain, maka dari itu penelitian harus terus
menerus dilakukan dan biaya lainnya sangat dibutuhkan seperti biaya untuk
upaya-upaya pencegahan.
Keadaan ekonomi penderita, sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV
AIDS tidak mengalami perubahan secara signifikan karena dalam penelitian ini
responden penderita HIV AIDS menyatakan bahwa obat yang dikonsumsi
membuat mereka bisa mengembalikan kondisi fisik menjadi normal kembali
sehingga mereka bisa bekerja secara rutin untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya. Disamping itu, obat yang diberikan kepada penderita HIV AIDS
oleh pemerintah dan bantuan asing adalah obat gratis, sehingga penderita HIV
AIDS tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memebeli obat ini. Hal ini
merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dan perhatian pemerintah beserta
donator asing terhadap penderita HIV AIDS.
Hasil penelitian ini berbanding lurus dengan Xiulan Zhang, dkk (2012) yang
menyatakan bahwa rumah tangga ODHA yang bekerja pasca diagnosis memiliki
tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga ODHA
yang berhenti bekerja pasca diagnosis. Pendapatan per kapita rumah tangga
berhubungan dengan status perkawinan, karena status kawin dapat memberikan
penghasilan tambahan secara signifikan. Penemuan lain adalah penderita yang
penyakitnya masih dalam tahap HIV secara signifikan lebih kaya daripada

penderita yang sudah memasuki tahap AIDS. Penderita HIV AIDS yang
menerima pengobatan ART dapat terus bekerja untuk mendukung keuangan
rumah tangganya, tahap tanpa gejala dapat bertahan selama sepuluh tahun, dan
hasilnya ODHA dapat mendatangkan pendapatan dalam jumlah besar dari waktu
ke waktu, bahkan ketika pekerjaan yang dilakukan dirasakan semakin berat bagi
penderita HIV AIDS yang menyebabkan penderita mengubah lokasi kerja, posisi
dalam pekerjaan atau penurunan intensitas pekerjaan. Pekerjaan sebagai
wiraswasta dan petani adalah pekerjaan yang dapat membuat penderita HIV AIDS
tetap bekerja dengan melawan tuntutan fisik dan pengurangan jam kerja karena
gangguan fisik akibat penyakit HIV AIDS.
Christine U. Oramasionwu, dkk (2011) menyatakan bahwa HIV AIDS
sudah menjadi pandemi di Sub-Sahara Afrika. Pandemi HIV AIDS secara
perlahan menyebabkan berkurangnya tenaga kerja, mengurangi produktifitas
pertanian, meningkatkan kemiskinan, dan mengubah struktur piramida penduduk
di Afrika. Penyebaran HIV AIDS menimbulkan perubahan dalam dinamika
populasi di Sub-Sahara Afrika karena meluasnya kematian terkait HIV AIDS akan
menyebabkan penurunan pertumbuhan penduduk bagi negara-negara di Afrika.
Perubahan dinamika populasi juga mengakibatkan penurunan jumlah usia
produktif, kesenjangan gender, dan pada akhirnya berdampak pada kehilangan
pekerjaan. Dinamika perubahan tersebut menyebabkan penderita HIV AIDS yang
kehilangan pekerjaan akan mengeksploitasi lingkungan alam, penggunaan lahan
secara berkelanjutan, dan memanfaatkan sumber daya yang dilindungi sebagai
sarana utama untuk memperoleh pendapatan.

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Dawn C. Parker, dkk
(2009) yang mengeksplorasi keterkaitan antara HIV AIDS dengan ketersediaan
tenaga kerja, produktifitas pertanian, sumber daya rumah tangga, konsumsi
makanan, dan status kesehatan di tenggara pedesaan Uganda. Penyakit HIV AIDS
berdampak negatif pada keadaan ekonomi, sosial, dan lingkungan di seluruh SubSahara Afrika pada umumnya dan di tenggara pedesaan Uganda pada khususnya.
HIV AIDS menyebabkan peningkatan janda, anak yatim, berkurangnya tenaga
kerja karena sakit, dan hilangnya kepemilikan aset tanah. Masalah kompleks
muncul karena HIV AIDS memberi beban sosial dan ekonomi bagi anggota
rumah tangga yang terinfeksi awal sampai tahap AIDS.
Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi kebijakan tertentu, seperti
membantu rumah tangga mengembangkan portofolio lebih tangguh dari kegiatan
pertanian, dapat membantu melindungi rumah tangga yang rentan terhadap
beberapa guncangan akibat dari HIV AIDS. Namun ada hambatan yang signifikan
untuk pembangunan berkelanjutan di masyarakat yang terpengaruh oleh HIV
AIDS karena sumber daya dalam komunitas ini terus berkurang, rumah tangga
yang tidak memiliki hak aman ke tanah dan properti lainnya, tenaga kerja yang
berkurang, hilangnya ketahanan pangan, kemiskinan, dan bahkan runtuhnya
rumah tangga. Penemuan ini mengisyaratkan bahwa intervensi kebijakan yang
langsung menangani kerentanan ini mungkin paling efektif dalam komunitas
penderita HIV AIDS. Masyarakat setempat harus terlibat dalam mengidentifikasi
dan merancang sesuai program yang efektif untuk mengatasi tantangan lokal.

Penderita HIV AIDS harus bekerja tidak dalam isolasi tetapi bergandengan tangan
dengan LSM dan pemerintah untuk mengatasi masalah ini.
Penelitian mengenai dampak ekonomi dari HIV AIDS dipertegas oleh
Carlos Avila-Figueroa dan Paul Delay (2009), yang menyatakan bahwa krisis
ekonomi global yang terjadi diperparah dengan keadaan empat juta penderita
berpenghasilan rendah dan menengah menerima pengobatan antiretroviral.
Keadaan

ini

menyebabkan

meningkatnya

pengangguran,

mengurangi

kesejahteraan penderita HIV AIDS, khususnya di negara-negara miskin dengan


penderita HIV AIDS yang tinggi, sedangkan bagi negara maju Produk Domestik
Bruto yang dimiliki diproyesikan menyusut rata-rata 3.8 persen untuk pengobatan
antiretroviral ini. IMF memproyesikan bahwa pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang akan turun dari 6.1 persen di tahun 2008 menjadi 1.6 persen
pada 2009, sehingga hal ini mengharuskan pemerintah mengurangi ruang fiskal
untuk pengeluaran dalam bidang kesehatan. Dana yang diperlukan bagi negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah untuk terapi bagi penderita HIV
AIDS diperkirakan akan terus bertambah walaupun mendapat bantuan bilateral
dari negara lain atau dari IMF.

5.7.3 Interpretasi Keadaan Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar


Nilai probabilitas seluruh indikator psikologis pada Tabel 5.9 kurang dari
tingkat signifikansi 0.05 artinya ada perbedaan psikologis, sebelum dan sesudah
terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar. Reaksi psikologis penderita
muncul ketika mengetahui dirinya terinfeksi HIV AIDS untuk pertama kalinya

sehingga timbul rasa stress, frustasi, cemas, marah, penyangkalan, malu, dan
berduka. Obat yang dikonsumsi oleh penderita HIV AIDS mampu melawan virus
HIV AIDS tetapi tidak dapat mematikannya, hal inilah yang kemudian menjadi
tekanan psikologis tersendiri bagi penderita untuk mengkonsumsi obat tersebut
seumur hidupnya. Hasil penelitiannya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 Uji
McNemar Indikator Psikologis

Tabel 5.9 Uji McNemar Indikator Psikologis


No Indikator
1 Stress (Before) & Stress
(After)
2 Frustasi (Before) & Frustasi
(After)
3 Kecemasan
(Before)
&
Kecemasan (After)
4 Kemarahan
(Before)
&
Kemarahan (After)
5 Penyangkalan (Before) &
Penyangkalan (After)
6 Rasa Malu (Before) & Rasa
Malu (After)
7 Berduka (Before) & Berduka
(After)

N
86

Asymp. Sig.
.000

Keterangan
Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

Sumber : Lampiran 8
Indikator psikologis dalam penelitian ini dirasakan ketika penderita HIV
AIDS mengetahui dirinya terkena HIV AIDS untuk pertama kalinya. Berdasarkan
data yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan kondisi psikologis
seseorang, sebelum dan setelah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar,
seperti wawancara mendalam berikut pada tanggal 5 Mei 2014 di Sesetan dengan

Bapak Ngurah, penderita HIV AIDS yang juga mempunyai usaha tempat
prostitusi.
Awal saya mengetahui tertular virus HIV AIDS karena saya sering
melakukan perilaku berisiko dan saya memang mengelola tempat prostitusi,
maka dari itu saya memberanikan diri untuk tes darah. Setelah hasilnya
keluar ternyata hasilnya positif, kondisi fisik saya langsung drop dan stress
berkepanjangan. Akhirnya saya memutuskan untuk mengkonsumsi obat
untuk HIV AIDS, walaupun obat ini tidak bisa menyembuhkan penyakit
saya, setidaknya obat ini mampu mengurangi stress saya. Perasaan stress,
frustasi, malu pasti ada tetapi apa mau dikata hidup harus terus berjalan,
apalagi sekarang kondisi saya sudah normal kembali karena obat yang saya
konsumsi.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi psikologis dirasakan secara
signifikan oleh responden setelah terkena penyakit HIV AIDS. Konsultasi dengan
dokter, pengobatan, dan terapi adalah salah satu cara responden untuk mengurangi
dampak psikologis akibat dari penyakit ini. Dukungan keluarga, teman, dan
masyarakat lainnya juga diharapkan dapat meringankan beban psikologis yang
dirasakan penderita HIV AIDS. Kemajuan teknologi melalui ditemukannya obat
yang dapat menekan penyebaran HIV AIDS belum sepenuhnya menyentuh
fenomena gunung es penderita HIV AIDS karena sampai saat ini obat tersebut
hanya terdapat di Rumah Sakit Pemerintah, Puskesmas yang terletak di kota, dan
Yayasan HIV AIDS. Hal inilah yang menjadi kendala bagi penderita HIV AIDS
yang tinggal jauh dari pusat kota untuk mendapatkan obat tersebut.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara
atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan, yaitu angka harapan
hidup 85 tahun. Penderita HIV AIDS yang mengkonsumsi obat secara rutin dapat
menekan penyebaran virus tersebut sehingga diharapkan tercapai sasaran angka
harapan hidup 85 tahun. Penemuan obat antivirus ini merupakan kemajuan

teknologi yang sangat bermanfaat bagi penderita HIV AIDS, namun demikian
pencegahan tetap lebih baik daripada pengobatan. Pencegahan harus dilakukan
semua lapisan masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Perubahan kondisi psikologis ini tetap ada walaupun sudah mengkonsumsi
obat untuk HIV AIDS karena penderita harus beradaptasi dengan penyakit ini dan
siap mengkonsumsi obat seumur hidup. Susan E. Varni, dkk (2012) menyatakan
bahwa stigma yang terkait dengan HIV AIDS merupakan tantangan psikologis
kepada orang-orang yang hidup dengan HIV AIDS. Stigma terkait stress pada
kesejahteraan psikologis akan tergantung pada cara penderita HIV AIDS
mengatasi perasaan tersebut. Stigma yang dirasakan mulai dari depresi,
kecemasan, penurunan harga diri, kekhawatiran dengan sikap publik, masalah
citra diri yang negatif, dan pengungkapan. Dua ratus penderita HIV AIDS dalam
penelitian ini melaporkan cara-cara mengatasi dampak psikologis akibat HIV
AIDS dengan cara terapi untuk mengembalikan kesejahteraan psikologis.

5.8

Keterbatasan Penelitian
Penelitian tentang penyakit HIV AIDS di bidang sosial, ekonomi, dan

psikologis merupakan penelitian bagus untuk dikembangkan, namun penelitian ini


termasuk penelitian yang baru sehingga terdapat kesusahan dalam mendapatkan
penelitian sebelumnya sebagai pembanding. Dalam penelitian ini, untuk
menentukan sampel dari populasi yang ada digunakan = 10 persen karena
adanya keterbatasan yang dimiliki peneliti baik dari segi waktu, tenaga, maupun
biaya.

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1

Simpulan
Penelitian dampak sosial, ekonomi, dan psikologis penderita HIV AIDS di

Kota Denpasar ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain :


1) Karakteristik penderita HIV AIDS di Kota Denpasar berdasarkan jenis
kelamin, persentase perempuan lebih banyak daripada laki-laki, usia
produktif antara 31 40 tahun, untuk status perkawinan persentase
terbanyak adalah status kawin dengan persentase jumlah anak kurang
dari dua anak, serta penderita berasal dari berbagai tingkat pendidikan
dalam hal ini persentase terbanyak tingkat pendidikan terakhir penderita
adalah SMA. Jenis pekerjaan penderita HIV AIDS di Kota Denpasar
beragam, salah satunya adalah pekerjaan sebagai WTS yang berisiko
tertular dan menularkan penyakit HIV AIDS menempati posisi kedua
persentase terbanyak, sedangkan pekerjaan yang paling banyak digeluti
penderita adalah sebagai wiraswasta.
2) Indikator sosial yang mengalami perubahan setelah responden terkena
penyakit HIV AIDS adalah intensitas keikutsertaan dalam rapat,
intensitas berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat, intensitas
keikutsertaan gotong royong di lingkungan sekitar tempat tinggal, dan
intensitas menghadiri undangan adat. Sedangkan indikator sosial yang
tidak mengalami perubahan setelah responden terkena HIV AIDS adalah

variabel komunikasi, intensitas sembahyang/ibadah bersama keluarga


atau masyarakat, dan interaksi dengan keluarga.
3) Indikator ekonomi yang mengalami perubahan setelah responden terkena
penyakit HIV AIDS adalah variabel jam kerja, artinya ada perbedaan jam
kerja, sebelum dan sesudah terkena HIV AIDS di Kota Denpasar.
Sedangkan indikator yang tidak mengalami perubahan setelah responden
terkena penyakit HIV AIDS adalah variabel keadaan bekerja atau tidak,
lapangan pekerjaan, status pekerjaan, dan pendapatan.
4) Ada perbedaan kondisi psikologis responden yaitu stress, frustasi,
kecemasan, kemarahan, penyangkalan, berduka, dan rasa malu sebelum
dan sesudah terkena penyakit HIV AIDS di Kota Denpasar.

6.2

Saran
HIV AIDS merupakan penyakit yang disebarkan melalui virus, pola

penyebarannya seperti gunung es sehingga sangat sulit untuk menentukan jumlah


penderita sesungguhnya di Kota Denpasar, maka dari itu diperlukan kesadaran
dari berbagai lapisan masyarakat untuk mengurangi penyebaran penyakit ini.
Saran dari peneliti adalah :
1) Kesadaran penderita HIV AIDS untuk berobat demi memperpanjang usia
dan selalu berperilaku positif, dalam artian menjaga diri dan tidak berniat
menyebarkan penyakit ini ke orang lain.
2) Masyarakat harus menghargai dan menghormati penderita HIV AIDS
dengan cara tidak mengucilkan atau mendiskriminasi, karena pada

hakikatnya penderita HIV AIDS tetap merupakan mahluk ciptaan Tuhan


yang berhak hidup, dengan itu diharapkan para penderita HIV AIDS ini
menemukan kembali semangat hidupnya dan kembali berkarya untuk
bangsa.
3) Pemerintah, swasta, dan tokoh agama harus berperan aktif memberikan
pencerahan kepada penderita HIV AIDS untuk taubat berobat dan
membangkitkan semangat hidup untuk mengurangi dampak psikologis
akibat dari penyakit ini. Disamping itu, seluruh lapisan masyarakat juga
harus

terus-menerus

memberikan

sosialisasi

tentang

pentingnya

pengetahuan mengenai HIV AIDS serta bagaimana menanggulanginya


dengan tujuan menekan penyebaran virus HIV AIDS.
4) Pembangunan tempat berobat gratis lebih banyak lagi oleh pemerintah
atau swasta yang diharapkan mampu menyentuh seluruh penderita HIV
AIDS sampai ke wilayah pedesaan.
5) Jumlah penderita HIV AIDS mengikuti fenomena gunung es, yaitu
penderita yang sebenarnya jauh lebih banyak dari data yang tersedia.
Pencegahan adalah salah satu cara yang diharapkan mengurangi pola
penyebaran virus HIV AIDS melalui kesadaran diri sendiri, sosialisasi
tentang penyakit HIV AIDS oleh swasta, dan penerapan kebijakan oleh
pemerintah yang diharapkan mampu memutus rantai penyebaran HIV
AIDS. Kebijakan yang harus dilakukan pemerintah seperti pengetatan
ijin pendirian lokalisasi yang merupakan salah satu sarang penyebaran
virus HIV AIDS, razia secara rutin terhadap WTS yang sering beroperasi

secara liar, dan memberi sanksi tegas kepada oknum pemerintah yang
menerima suap atas ijin pendirian lokalisasi atau tempat-tempat hiburan
malam yang berpotensi menjadi sarang penyebaran HIV AIDS.
6) Penderita HIV AIDS yang ingin mempunyai keturunan diharuskan
melakukan program terlebih dahulu agar bayi yang dilahirkan tidak
tertular HIV AIDS. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi
obat ARV sesuai petunjuk dokter untuk menekan virus ini, sehingga bayi
terlindungi dari infeksi HIV AIDS pada saat bayi dalam kandungan.
Dalam proses persalinan harus dilakukan secara cesar dengan tujuan
menghindari gesekan bayi saat dilahirkan terhadap ibunya sehingga
memperkecil kemungkinan bayi tertular HIV AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Adebola A. Adedimeji., Olayemi O Alawode and Oluwole Odutolu. 2010. Impact


of Care and Social Support on Wellbeing Among People Living with
HIV/AIDS in Nigeria. Iranian J Publ Health, Vol. 39, No.2, 2010,
pp.30-38.
Bonnet,

F. 2004. Malignancy Related Causes of Death in Human


Immunodeficiency Virus Infected Patients in The Era of Highly Active
Antiretroviral Therapy.

Carlos Avila-Figueroa and Paul Delay. 2009. Impact of The Global Economic
Crisis on Antiretroviral Treatment Programs. HIV Ther. 3(6), 545
548.
Centers for Disease Control. 2011. Update on Acquired Immune Deficiency
Syndrome. United States.
Christine U. Oramasionwu., Kelly R. Daniels., Matthew J. Labreche and
Christopher R. Frei. 2011. The Environmental and Social Influences
of HIV/AIDS in Sub-Saharan Africa: A Focus on Rural Communities.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 8,
2967-2979; doi:10.3390/ijerph8072967. [diunduh: 2 April 2013].
Dawn C. Parker., Kathryn H. Jacobsen and Maction K. Komwa. 2009. A
Qualitative Study of the Impact of HIV/AIDS on Agricultural
Households in Southeastern Uganda. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 6, 2113-2138;
doi:10.3390/ijerph6082113. [diunduh: 2 April 2013].
Decker, C. F. and Lazarus, A. 2000. Tuberculosis and HIV Infection: How to
Safely Ttreat Both Disorders Concurrently. Postgrad Med.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2013. Laporan Akhir Tahun 2012.
Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2013. Laporan Triwulan Oktober-Desember
2012.
Djoerban, Zubairi. 2000. Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA.
Yogyakarta: Galang Press.
Feldman, C. 2005. Pneumonia Associated with HIV Infection.

Ferrantelli F. 2004. Nonstructural HIV Proteins as Targets for Prophylactic or


Therapeutic Vaccines. Biotechnol.
Gore Felton C. 2002. HIV: Effectiveness of Complementary and Alternative
Medicine.
Gray,

F.

2001. Neuropathology and Neurodegeneration in Human


Immunodeficiency Virus Infection: Pathogenesis of HIV Induced
Lesions of The Brain, Correlations with HIV Associated Disorders
and Modifications According to Treatments.

Greener, R. 2002. AIDS and Macroeconomic Impact. State of The Art: AIDS and
Economics. IAEN.
Guerrant, R. L. 1990. Diarrhea in Developed and Developing Countries:
Magnitude, Special Settings, and Etiologies.
Herek GM. 2002. HIV Related Stigma and Knowledge in The United States:
Prevalence and Trends 19911999. Public Health.
Hurwitz BE. 2007. Suppression of Human Immunodeficiency Virus Type 1 Viral
Load with Selenium Supplementation: A Randomized Controlled
Trial.
Husein. 2003. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Cetakan Kedua.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Irawan. 2008. Ekonomika Pembangunan. Edisi Keenam. BPFE: Yogyakarta.
Irlam JH. 2005. Micronutrient Supplementation in Children and Adults with HIV
Infection. Cochrane Database.
Jogiyanto Hartono. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan
Pengalaman-pengalaman. Yogyakarta: BPFE.
Kemensos. 2011. Bahan Interaktif Kementerian Sosial dalam Rangka Peringatan
Hari AIDS Sedunia. Jakarta.
Komisi Penanggulangan AIDS Bali. 2012.
Latri Mumpuni. 2001. Perilaku Sosial Penderita HIV AIDS Dalam Menghadapi
Reaksi Masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia.
Laurence J. 2006. Hepatitis A and B Virus Immunization in HIV Infected Persons.
AIDS Reader.

Liu JP. 2005. Herbal Medicines for Treating HIV Infection and AIDS. Cochrane
Database.
Luft, B. J. and Chua, A. 2000. Central Nervous System Toxoplasmosis in HIV
Pathogenesis, Diagnosis, and Therapy.
Montessori, V. 2004. Adverse Effects of Antiretroviral Therapy for HIV Infection.
Mubarak. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Apikasi. Gresik: Salema
Medika.
Muninjaya. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Nazir. 2009. Metode Penelitian. Darussalam. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nursalam. 2005. Model Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV AIDS. Surabaya.
Peter Piot and Per Pinstrup Andersen. 2002. AIDS and Food Security. Reprinted
from IFPRIs 2001-2002 Annual Report.
Rudy Wenarta. 2012. Perlindungan Hukum Orang dengan HIV AIDS (ODHA)
dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum Kesehatan
(tesis). Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Sadler, M. and Nelson, M. R. 1997. Progressive Multifocal Leukoencephalopathy
in HIV.
Sheung-Tak Cheng and Benjamin Siankam. 2009. The Impacts of the HIV/AIDS
Pandemic and Socioeconomic Development on the Living
Arrangements of Older Persons in Sub-Saharan Africa: A CountryLevel Analysis. Am J Community Psychol, 44:136147; DOI
10.1007/s10464-009-9243-y. [diunduh: 2 April 2013].
Skoulidis, F. 2004. Penicillium Marneffei: A Pathogen on Our Doorstep.
Smith, D. K. 2005. Antiretroviral Postexposure Prophylaxis After Sexual,
Injection Drug Use, or Other Nonoccupational Exposure to HIV in
The United States.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Susan E. Varni., Carol T. Miller., Tara McCuin and Sondra Solomon. 2012.
Disengagement and Engagement Coping with HIV/AIDS Stigma and
Psychological Well-Being of People with HIV/AIDS. Journal of Social
and Clinical Psychology, Vol. 31, No. 2, 2012, pp. 123-150.

Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. (Haris


Munandar dan Puji A.L, Pentj). Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga.
Tuti Susilowati. 2009. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian
HIV AIDS di Semarang dan Sekitarnya.
UNAIDS. 2006. The Impact of AIDS on People and Societies. Report on The
Global AIDS Epidemic.
2011. UNAIDS World AIDS Day Report.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan.
WHO. 2011. Global HIV AIDS Response: Epidemic Update and Health Sector
Progress Towards Universal Access.
Xiulan Zhang., Yurong Zhang., Tamara Aleong., Tobi Baker and Esme FullerThomson. 2012. Factors Associated with the Household Income of
Persons Living with HIV/AIDS in China. Global Journal of Health
Science Vol. 4, No. 3; 2012. www.ccsenet.org/gjhs. [diunduh: 2 April
2013].
Yayasan Spiritia. 2012. Pedoman dan Modul Pencegahan Positif. The AIDS.
Zaidi, S. A. and Cervia, J. S. 2002. Diagnosis and Management of Infectious
Esophagitis Associated with Human Immunodeficiency Virus
Infection. Physicians AIDS Care.

LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Dewa Putu Yudi Pardita


NIM

: 1291461031

Identitas Pasien
Nama

......................................................................
Jenis Kelamin

: .... L/P

Umur

: Tahun

Agama

: .. (Pilih Salah Satu)


1. Islam
2. Hindu
3. Budha
4. Kristen

Status Perkawinan

: .. (Pilih Salah Satu)


1. Kawin
2. Janda/Duda
3. Belum Kawin
4. Cerai

Jumlah Anak

: .. Orang

Pendidikan Terakhir : .. (Pilih Salah Satu)


1. Tidak Tamat SD
2. SD
3. SMP
4. SMA/SMK
5. Diploma
6. Sarjana
Pekerjaan

: .. (Pilih Salah Satu)

1. Wiraswasta
2. Petani
3. Buruh
4. Lainnya Sebutkan .

Pertanyaan
Indikator Sosial
a. Komunikasi
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Berkomunikasi dengan bukan penderita HIV AIDS lebih atau
sama dengan 10 orang yang berbeda dalam seminggu
1 = Berkomunikasi dengan bukan penderita HIV AIDS kurang dari
10 orang yang berbeda dalam seminggu
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Berkomunikasi dengan bukan penderita HIV AIDS lebih atau
sama dengan 10 orang yang berbeda dalam seminggu
1 = Berkomunikasi dengan bukan penderita HIV AIDS kurang dari
10 orang yang berbeda dalam seminggu
Jawaban Anda . (0 atau 1)
b. Intensitas keikutsertaan dalam rapat di lingkungan tempat tinggal
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Intensitas keikutsertaan dalam rapat di lingkungan sekitar lebih
atau sama dengan 4 kali dalam sebulan
1 = Intensitas keikutsertaan dalam rapat di lingkungan sekitar
kurang dari 4 kali dalam sebulan
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Intensitas keikutsertaan dalam rapat di lingkungan sekitar lebih
atau sama dengan 4 kali dalam sebulan

1 = Intensitas keikutsertaan dalam rapat di lingkungan sekitar


kurang dari 4 kali dalam sebulan
Jawaban Anda . (0 atau 1)
c. Intensitas sembahyang/ibadah bersama masyarakat
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Intensitas sembahyang/ibadah bersama masyarakat sekitar lebih
atau sama dengan 4 kali dalam sebulan
1 = Intensitas sembahyang/ibadah bersama masyarakat sekitar
kurang dari 4 kali dalam sebulan
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Intensitas sembahyang/ibadah bersama masyarakat sekitar lebih
atau sama dengan 4 kali dalam sebulan
1 = Intensitas sembahyang/ibadah bersama masyarakat sekitar
kurang dari 4 kali dalam sebulan
Jawaban Anda . (0 atau 1)
d. Berkunjung ke rumah keluarga/kerabat
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
e. Intensitas interaksi dengan keluarga
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)

0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
f. Intensitas gotong royong
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
g. Menghadiri undangan adat
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Sering
1 = Jarang
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Indikator Ekonomi
a. Bekerja atau tidak
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Bekerja
1 = Tidak bekerja
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Bekerja
1 = Tidak bekerja
Jawaban Anda . (0 atau 1)

b. Lapangan pekerjaan
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Pertanian
1 = Non pertanian
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Pertanian
1 = Non pertanian
Jawaban Anda . (0 atau 1)
c. Status pekerjaan
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Formal
1 = Non formal
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Formal
1 = Non formal
Jawaban Anda . (0 atau 1)
d. Pendapatan
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Pendapatan lebih atau sama dengan Rp 1.561.000 / bulan
1 = Pendapatan kurang dari Rp 1.561.000 / bulan
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Pendapatan lebih atau sama dengan Rp 1.561.000 / bulan
1 = Pendapatan kurang dari Rp 1.561.000 / bulan
Jawaban Anda . (0 atau 1)
e. Jam kerja
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jam kerja lebih atau sama dengan 35 jam dalam seminggu

1 = Jam kerja kurang dari 35 jam dalam seminggu


Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jam kerja lebih atau sama dengan 35 jam dalam seminggu
1 = Jam kerja kurang dari 35 jam dalam seminggu
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Indikator Psikologis
a. Stress
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
b. Frustasi
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
c. Kecemasan
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)

0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
d. Kemarahan
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
e. Penyangkalan
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
f. Rasa Malu
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)

g. Berduka
Sebelum Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)
Setelah Anda terkena HIV AIDS (Pilih salah satu, 0 atau 1)
0 = Jarang
1 = Sering
Jawaban Anda . (0 atau 1)

Kode
Nama
Pasien
1
Wayan Tusan

Jenis
Kelamin
L

Umur
Agama
(Tahun)
52
Hindu

Status
Perkawinan
Cerai

Jumlah
Anak
0

Pendidikan
Pekerjaan
Terakhir
SMA
Supir

Kadek Sulasmi

35

Hindu

Janda

SD

Pedagang Ikan

Sina

38

Islam

Janda

SMP

WTS

Dina

22

Islam

Kawin

SMP

WTS

Dewi

40

Islam

Kawin

SD

WTS

Arimba Putra

43

Islam

Kawin

Sarjana

Pengacara

Made Tirta

51

Hindu

Kawin

SD

Wiraswasta

Ketut Darmada

44

Hindu

Duda

SMP

Peternak Babi

I Wayan Sudi Wardana

30

Hindu

Kawin

Sarjana

Security

10

Nyoman Artini

29

Hindu

Kawin

SMA

Wiraswasta

11

Ketut Sudiarsa

42

Hindu

Kawin

SMP

Petani

12

Sulis

29

Islam

Janda

SD

Wiraswasta

13

Puspareni

45

Islam

Janda

SMP

Pegawai Yayasan

14

D.A Made Arua Lukitasari

33

Hindu

Janda

SMK

Wiraswasta

15

Ni Wayan Martini

39

Hindu

Kawin

Sarjana

Wiraswasta

16

Susan

32

Islam

Kawin

SD

Wiraswasta

17

Ni Luh Suandani

36

Hindu

Janda

Sarjana

Guru

18

Yanti

36

Islam

Kawin

SD

WTS

19

I Ketut Sukarta

31

Hindu

Kawin

SMA

Kondektur

20

Alex

28

Islam

Belum Kawin 0

SMA

Wiraswasta

21

Nuratiani Ni Wayan

28

Hindu

Kawin

SMA

IRT

22

Trisna Damayanti Komang

26

Hindu

Janda

SMA

Pegawai Swasta

23

Wayan Suweni

34

Hindu

Kawin

SD

Wiraswasta

24

Ketut Kardiasa

33

Hindu

Kawin

SD

Wiraswasta

25

Ketut Sudastra

29

Hindu

Belum Kawin 0

SMA

Pegawai Swasta

26

I Wayan Sudana

33

Hindu

Belum Kawin 0

SMK

Satpol PP

27

Nengah Setiani

44

Hindu

Kawin

SMP

Wiraswasta

28

Nengah Karya

46

Hindu

Kawin

SMA

Wiraswasta

29

Komang Satria

29

Hindu

Belum Kawin 0

SMA

Sales Susu

30

Dian

32

Islam

Cerai

SD

WTS

31

Dion

34

Islam

Cerai

SMA

Massage Keliling

32

Ine

30

Kristen

Kawin

SMP

IRT

33

Gusti Ayu Ketut Astiti

44

Hindu

Kawin

SMP

Tukang Sapu

34

Ni Wayan Ganti

45

Hindu

Janda

SMP

Wiraswasta

35

Ni Ketut Setriasih

28

Hindu

Kawin

SMA

Wiraswasta

36

Made Sujana

44

Hindu

Duda

SMP

Supir

37

Wihayati

32

Islam

Kawin

SD

Pemilik Caf

38

I Wayan Jeniarta

28

Hindu

Belum Kawin 0

SMA

Wiraswasta

39

I Made Antayasa

50

Hindu

Kawin

SMA

Supir

40

I Nyoman Pica

35

Hindu

Kawin

SD

Supir Taxi

41

Agastya Surya Ketut

37

Hindu

Kawin

SMA

Polisi

42

Era

21

Hindu

Belum Kawin 0

Tidak Tamat SD
PRT

43

Putu Wiryani

47

Hindu

Kawin

SMA

Penjahit

44

Diana

19

Islam

Kawin

SD

WTS

45

Sudiarti Ni Ketut

33

Hindu

Kawin

SMK

IRT

46

Wayan Sutarwi

42

Hindu

Kawin

SD

IRT

47

Titin

42

Islam

Janda

SMP

WTS

48

Gek Ani

39

Islam

Cerai

Tidak Tamat SD
Wiraswasta

49

Desak Ayu Riani

31

Hindu

Janda

SMA

Wiraswasta

50

Bella

23

Islam

Kawin

SMA

WTS

51

Putu Wibawa

33

Hindu

Kawin

SD

Wiraswasta

52

Tetik Sarahdita Adhityas

33

Islam

Kawin

SMA

Pegawai Yayasan

53

Ketut Lilik Suryani

25

Hindu

Kawin

SMA

Pegawai Swasta

54

I Gede Sudarma

27

Hindu

Kawin

SMA

Wiraswasta

55

Bagiastra Pande Made

52

Hindu

Kawin

D III

Pegawai Koperasi

56

Pak Ngurah

45

Hindu

Kawin

SD

Pengusaha

57

Gusti Made Winten

41

Hindu

Kawin

SMP

Pengusaha

58

Yuli

32

Islam

Cerai

SD

WTS

59

Siti Fatimah

36

Islam

Kawin

SD

WTS

60

Budiyanto

34

Islam

Belum Kawin 0

SMP

Supir

61

Ketut Widiati

28

Hindu

Janda

Sarjana

Wiraswasta

62

Fadliah Aini

37

Islam

Janda

SMA

Wiraswasta

63

Luh Wangi

43

Hindu

Kawin

SMA

Wiraswasta

64

Gede Wayan Sudarsa

58

Hindu

Kawin

D III

Pensiunan PNS

65

Wardiyah

43

Islam

Kawin

SMA

Guru TK

66

Supriyo

46

Islam

Kawin

SMA

Pegawai Swasta

67

Rahmawati

31

Islam

Belum Kawin 0

Sarjana

Wiraswasta

68

Dewi Riptama

30

Islam

Kawin

Sarjana

Wiraswasta

69

Agung Andi Kristiana

32

Islam

Kawin

SMP

Wiraswasta

70

Gino

37

Islam

Belum Kawin 0

SMA

Pegawai Salon

71

Herudidiat

41

Islam

Belum Kawin 0

SMA

Pegawai Salon

72

Noriata

31

Hindu

Kawin

SD

Wiraswasta

73

Ni Luh Anggreni

26

Hindu

Kawin

SD

Buruh

74

Lenny Indrawaty

32

Budha

Janda

SMA

Wiraswasta

75

Hermawan Putu

28

Hindu

Belum Kawin 0

SMA

Wiraswasta

76

Agus Sugiantara

29

Budha

Belum Kawin 0

Sarjana

Wiraswasta

77

Iin

26

Islam

Belum Kawin 0

SD

WTS

78

I Gusti Made Wiratmaja

40

Hindu

Kawin

SMA

Buruh

79

Sukarti Ningsih

35

Islam

Janda

SMA

Wiraswasta

80

Luh Parwati

31

Hindu

Kawin

Sarjana

Wiraswasta

81

Ketut Lodri

63

Hindu

Kawin

SMA

Wiraswasta

82

Ade Tirta Rahayu

25

Islam

Belum Kawin 0

SMA

Wiraswasta

83

Wayan Adnyani

33

Hindu

Kawin

SMA

Wiraswasta

84

Ni Wayan Rustini

32

Hindu

Belum Kawin 0

SMP

Buruh

85

Komang Widiasih

49

Hindu

Kawin

SMP

Buruh

86

Ira

35

Islam

Kawin

SD

WTS

Kode
Pasien

Komunikasi

Intensitas
Rapat

Indikator Sosial
Intensitas
Intensitas
Berkunjung ke
Sembahyang
Keluarga/Kerabat
B
A
B
A

Interaksi
Dengan
Keluarga
B
A

Intensitas
Gotong
Royong
B
A

Menghadiri
Undangan
Adat
B
A

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

Kode
Pasien

Bekerja atau
Tidak
B
A

Lapangan
Pekerjaan
B
A

Indikator Ekonomi
Status
Pendapatan
Pekerjaan
B
A
B
A

Jam Kerja
B

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

Indikator Psikologis
Kode
Pasien

Stress

Frustasi

Kecemasan

Kemarahan

Penyangkalan

Rasa Malu

Berduka

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

LAMPIRAN 6
HASIL ANALISIS INDIKATOR SOSIAL

Crosstabs
Komunikasi (Before) &
Komunikasi (After)
Komunikasi
(After)
Komunikasi
(Before)
0
1
0

82

Intensitas Rapat (Before)


& Intensitas Rapat
(After)
Intensitas Intensitas Rapat
(After)
Rapat
(Before)
0
1
0

48

31

Intensitas Sembahyang
(Before) & Intensitas
Sembahyang (After)
Intensitas
Sembahyang
Intensitas
(After)
Sembahyang
(Before)
0
1
0

67

16

Intensitas Berkunjung
(Before) & Intensitas
Berkunjung (After)

Intensitas
Berkunjung
(Before)

Intensitas
Berkunjung
(After)
0

61

18

Interaksi Keluarga
(Before) & Interaksi
Keluarga (After)
Interaksi
Interaksi
Keluarga
(After)
Keluarga
(Before)
0
1
0

76

Intensitas Gotong Royong


(Before) & Intensitas
Gotong Royong (After)
Intensitas
Intensitas
Gotong Gotong Royong
(After)
Royong
(Before)
0
1
0

34

10

42

Menghadiri Undangan
Adat (Before) &
Menghadiri Undangan
Adat (After)

Menghadiri
Undangan
Adat
(Before)

Menghadiri
Undangan
Adat (After)
0

55

22

Test Statisticsb
No Indikator
1
Komunikasi (Before) & Komunikasi
(After)
2
Intensitas Rapat (Before) & Intensitas
Rapat (After)
3
Intensitas Sembahyang (Before) &
Intensitas Sembahyang (After)
4
Intensitas Berkunjumg (Before) &
Intensitas Berkunjung (After)
5
Interaksi Keluarga (Before) &
Interaksi Keluarga (After)
6
Intensitas Gotong Royong (Before) &
Intensitas Gotong Royong (After)
7
Menghadiri Undangan Adat (Before)
& Menghadiri Undangan Adat (After)
a. Binomial distribution used.

N Exact Sig. (2-tailed) Keterangan


86
.125a
Tidak
Signifikan
86
.016a
Signifikan
86

.250a

86

.016a

86

.625a

86

.002a

Tidak
Signifikan
Signifikan

86

.004a

Signifikan

b. McNemar Test

LAMPIRAN 7

Tidak
Signifikan
Signifikan

HASIL ANALISIS INDIKATOR EKONOMI

Crosstabs
Bekerja Atau Tidak
(Before) & Bekerja Atau
Tidak (After)

Bekerja Atau
Tidak
(Before)

Bekerja Atau
Tidak (After)
0

80

Lapangan Pekerjaan (Before)


& Lapangan Pekerjaan (After)

Lapangan
Pekerjaan
(Before)

Lapangan
Pekerjaan (After)
0

85

Status Pekerjaan (Before) &


Status Pekerjaan (After)

Status
Pekerjaan
(Before)

Status Pekerjaan
(After)
0

76

Pendapatan (Before) &


Pendapatan (After)

Pendapatan
(After)

Pendapatan
(Before)

49

27

Jam Kerja (Before) &


Jam Kerja (After)

Jam
Kerja
(Before)

Jam Kerja
(After)
0

44

36

Test Statisticsb
No Indikator
1 Bekerja Atau Tidak (Before) &
Bekerja Atau Tidak (After)
2 Lapangan Pekerjaan (Before)
& Lapangan Pekerjaan (After)
3 Status Pekerjaan (Before) &
Status Pekerjaan (After)
4 Pendapatan
(Before)
&
Pendapatan (After)
5 Jam Kerja (Before) & Jam
Kerja (After)
a. Binomial distribution used.

N
86

Exact Sig. (2-tailed)


.500a

86

1.000a

86

1.000a

86

.109a

86

.031a

b. McNemar Test

LAMPIRAN 8

Keterangan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Signifikan

HASIL ANALISIS INDIKATOR PSIKOLOGIS

Crosstabs
Stress (Before) & Stress
(After)
Stress (After)

Stress
(Before)

12

73

Frustasi (Before) &


Frustasi (After)
Frustasi
(Before)

Frustasi (After)
0

13

73

Kecemasan (Before) &


Kecemasan (After)

Kecemasan
(Before)

Kecemasan
(After)
0

12

74

Kemarahan (Before) &


Kemarahan (After)

Kemarahan
(Before)

Kemarahan
(After)
0

23

63

Penyangkalan (Before) &


Penyangkalan (After)
Penyangkalan
(After)
Penyangkalan
(Before)
0
1
0

20

66

Rasa Malu (Before) &


Rasa Malu (After)

Rasa
Malu
(Before)

Rasa Malu
(After)
0

20

66

Berduka (Before) &


Berduka (After)

Berduka
(Before)

Berduka (After)
0

21

65

Test Statisticsb
No Indikator
1 Stress (Before) & Stress
(After)
2 Frustasi
(Before)
&
Frustasi (After)
3 Kecemasan (Before) &
Kecemasan (After)
4 Kemarahan (Before) &
Kemarahan (After)
5 Penyangkalan (Before) &
Penyangkalan (After)
6 Rasa Malu (Before) &
Rasa Malu (After)
7 Berduka (Before) &
Berduka (After)
a. Continuity Corrected
b. McNemar Test

N
86

Asymp. Sig.
.000

Keterangan
Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

86

.000

Signifikan

Anda mungkin juga menyukai