DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
PERNh’ATAAN PERSETt:JU.4N
Skripsl ini telah dipertahankan dihadspan Tim Penguji Ujian Skripsi dan
disetujui untuk diperbanyfk sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Tim Penibitnbing
Pernbimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Kenia Departemen Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
A ti Ph.D
ii
PENGESA1L4N 11M PENtiLJI
Keschatan
Hniversitas Hasanuddin Makassar pada han Jum at. 25 Met
! 2018
Kes
Optimization Software'
iii
PE LUYATAAN KEASLI.4N SKRlPSI
NIM Kl l l || 042
Jtirusan Epidcmiologi
tulisan oranq lain j ang saya anibil d en s • n cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rans kaian kalimat atau simbol jang menunjukkan gagasan atau pendapat
Apabila say’a melakukan hal tersebut di atas. saya bersedia menerima sanksi
” .*
(Muh. Yusran Y unus)
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Epidemiologi
Muh. Yusran Yunus
“Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit TB Paru di
Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar (Wilayah Kerja Puskesmas
Rappokalling”
(xv + 87 Halaman + 13 Tabel + 3 Gambar + 10 Lampiran)
TB paru merupakan penyebab utama kematian diantara berbagai penyakit
infeksi dan menjadi masalah yang cukup besar terutama di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Kota Makassar memiliki angka prevalensi dan
insidensi tertinggi se-Sulawesi Selatan. Hal ini dikarenakan tingginya populasi
penduduk dan banyaknya pemukiman padat sehingga penularan penyakit TB
semakin meningkat tiap tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit TB paru di Keacamatan Tallo
Kota Makassar (wilayah kerja Puskesmas Rappokalling).
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain case
control study. Kasus adalah semua penderita TB paru BTA (+) yang tercatat di
rekam medik Puskesmas Rappokalling. Kontrol adalah suspek TB yang
merupakan anggota rumah tangga atau tetangga sekitar penderita TB yang pernah
mengalami gejala batuk lebih dari 2 minggu dan tidak menderita TB. Jumlah
samperl sebanyak 116 dengan rincian 58 kasus dan 58 kontrol.
Hasil analisis statistik menunjukkan kepadatan hunian (OR: 2,199; CI
95%: 1,036-4,666), keluarga miskin (OR: 5,164; CI 95%: 1,774-15,031),
perilaku
merokok (OR: 2,776; CI 95%: 1,044-7,377), dan riwayat kontak (OR: 15,892; CI
95%: 3,515-71,843) merupakan faktor risiko yang bermakna secara statistik
terhadap kejadian penyakit TB paru. Sedangkan jarak rumah ke fasilitas
pelayanan kesehatan (OR: 1,080; CI 95%: 0,500-2,335) merupakan faktor risiko
yang tidak bermakna secara statistik terhadap kejadian penyakit TB paru.
v
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
Rappokalling) ”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta bimbingan yang
sangat berharga dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materi sehingga
1. Bapak Prof. Dr. Ridwan A., SKM, M.Kes, MScPH selaku Pembimbing I dan
dan arahan kepada penulis dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.
2. Ibu Jumriani Ansar, SKM, M.Kes, Bapak Dr. Stang, M.Kes, dan Bapak Dr.
Agus Bintara Birawida, S.Kel, M.Kes, selaku tim penguji yang telah
vi
3. Bapak Alm. Prof. Dr. dr. H. Buraerah Abd. Hakim, M.Sc dan Ibu Dr. Dra.
4. Dekan beserta para Wakil Dekan yang telah memberikan kesempatan dan
sehingga pada akhirnya upaya belajar pada program studi S1 ini dapat
5. Ketua departemen Epidemiologi beserta para staf yang dengan tulus dan
disebut satu persatu atas dorongan dan semangat serta segala ilmu
Sulawesi Selatan beserta staff yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian ini.
8. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Makassar beserta staff yang
yang
vii
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.
viii
10. Kepala Puskesmas Rappokalling beserta semua staff yang telah memberikan
bantuan yang sangat berharga mulai dari pengambilan data sampai penelitian
selesai dilakukan.
11. Teristimewa kepada Ibunda Tanreang, saudara dan keluarga, yang telah
12. Special Thanks buat Risman A, Firmansah Thalib, Aswin Renaldy, Sri Wahyu
Ningsi, Rezki Elisafitri, Herul Zaman, Devika Saputri, Aris Setiawan, Muh.
Ilham Madjid, Ahmad Cekidot, Safrimuh, dan Alm. Arisandi yang telah
memberikan dorongan dan semangat serta menjadi teman diskusi yang baik
selama ini.
Jailani, Syahril, Satya, Momoy, dan Arga) yang telah menghiasi memori indah
selama ber”asrama”, serta Acong dkk yang telah menemani hari-hari terakhir
saya di Ramsis.
14. Bapak Drs. Mursalim, M.Si beserta staff pengelola Ramsis Unhas yang telah
“Himapid” tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
16. Teman-teman Posko PBL Kelurahan Lakkang, serta teman-teman posko KKN-
ix
17. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya yang telah banyak
balasan yang baik serta kesejahteraan dan mudah-mudahan karya tulis ini dapat
Penulis,
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.........................................iv
RINGKASAN.....................................................................................................v
KATA PENGANTAR.........................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN.........................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................8
C. Tujuan Penelitian..................................................................................8
D. Manfaat................................................................................................9
xi
BAB III KERANGKA KONSEP........................................................................41
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian...................................................41
B. Kerangka Konsep...............................................................................43
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif........................................44
D. Hipotesis Penelitian...........................................................................46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
ditularkan melalui udara. Tuberkulosis dapat menyebar dari satu orang ke orang
lain melalui transmisi udara (droplet dahak pasien penderita tuberkulosis). Pasien
sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara. Orang yang
dengan malaria dan HIV/AIDS, TB paru menjadi salah satu penyakit yang
infeksi. Penyakit ini menjadi masalah yang cukup besar bagi kesehatan
rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi dan buruknya
sanitasi lingkungan. Selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan
(WHO, 2005). India, Tiongkok, dan Indonesia berkontribusi > 50% dari seluruh
India dan Tiongkok (Depkes RI, 2008). Namun menurut laporan WHO tahun
dan Tiongkok yaitu hampir 700 ribu kasus, dengan angka kematian masih tetap 27
per
100.000 penduduk.
pembunuh utama penderita HIV. Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 10,4 juta
kasus baru (insidensi) TB di seluruh dunia, diantaranya 6,2 juta laki-laki, 3,2 juta
wanita, dan 1 juta adalah anak-anak. Dan diantara penderita TB tersebut, 10%
Nigeria, dan Afrika Selatan. Pada tahun yang sama, 1,7 juta orang meninggal
mencapai 13.000 kasus atau 5 per 100.000 penduduk, dan 32.000 kasus
diantaranya merupakan kasus TB paru yang resisten terhadap obat. Jumlah kasus
(294.000 usia produktif / 15 tahun keatas dan 28.000 usia anak-anak / dibawah
umur
3
baru TB/HIV
mecapai 1,02 juta orang (391 per 100.00 penduduk) diantaranya 323.000 wanita
(294.000 usia produktif / 15 tahun keatas dan 28.000 usia anak-anak / dibawah
umur
3
14 tahun) dan 698.000 laki-laki (666.000 usia produktif / 15 tahun keatas dan
per 100.000 penduduk. 4.330 penderita TB paru diketahui mengidap HIV positif
tersebut menerapkan panduan obat efektif dan konsep DOTS (Directly Observed
jangka pendek yang ampuh membunuh kuman tuberculosis paru dan diberikan
ketersediaan obat (Rizka Tri, 2013). Strategi ini telah membawa keberhasilan
dalam pengobatan TB paru dari 83% (2004) menjadi 91% (2005). Selain itu,
meningkat dari 272 per 100.000 penduduk pada tahun 2013. Angka insidensi
tahun 2014 sebesar 399 per 100.000 penduduk meningkat dari 183 per 100.000
penduduk pada tahun 2013. Demikina juga dnengan angka mortalitas pada tahun
2014 sebesar
2013 (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Pada tahun 2015 ditemukan jumlah
kasus
4
41 per 100.000 penduduk meningkat dari 25 per 100.000 penduduk pada tahun
2013 (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Pada tahun 2015 ditemukan jumlah
kasus
4
ditemukan pada tahun 2014 yang sebesar 324.539 kasus. Menurut jenis kelamin,
jumlah kasus pada laki-laki lebih itnggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali.
terdapat 156.723 kasus baru TB paru BTA positif yang terdiri dari 95.382 (61%)
laki-laki dan 61.341 (39%) wanita. 1.507 (0,96%) penderita TB BTA positif
merupakan anak usia 0-14 tahun, 117.474 (74,96%) penderita TB BTA positif
penemuan kasus baru TB di Indonesia di bawah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa
Tengah, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara, dengan jumlah 12.972 (7.613 laki-laki,
5.359 wanita) kasus, dengan penderita TB paru BTA positif sebanyak 7.139 kasus
(4.277 laki-laki, 2.862 wanita). Pada tahun 2015 jumlah kasus TB BTA positif di
kasus yaitu 1.205 (62,5%) pada laki-laki dan 723 (37,5%) pada wanita. Sedangkan
jumlah seluruh kasus TB di Kota Makassar sebesar 3.639 kasus yaitu 2.192
(60,24%) pada laki-laki dan 1.447 (39,76%) pada wanita. Kasus TB pada anak
umur 0-14 tahun di Kota Makassar sebesar 210 kasus. Angka kesembuhan (Cure
penderita TB paru BTA (+) yang tinggi di Kota Makassar. Pada tahun 2016
kejadian TB paru BTA (+) dari 46 puskesmas di Kota Makassar. Namun pada
perilaku, dan riwayat kontak dengan penderita TB paru. Penelitian oleh Butiop
HML dkk (2015) juga menunjukkan ada hubungan kontak serumah dengan
kejadian TB paru.
yang mempengaruhi kejadian TB yaitu kondisi lantai rumah yang berlantai semen
terjadinya penularan TB paru adalah tidak membuka jendela kamar tidur setiap
hari, dengan perbandingan 1,36 kali berisiko lebih besar dibanding yang
membuka jendela kamar tidur, serta perilaku yang tidak menjemur kasur sebesar
1,423 kali.
tujuh komponen kondisi fisik rumah yang diteliti, langit-langit dan ventilasi kamar
tidur yang terbanyak belum memenuhi persyaratan. Hasil tersebut sesuai dengan
penelitian lainnya, dimana hasil temuan Ahmad Dahlan (2001), ventilasi rumah
yang < 10% dari luas lantai mempunyai peluang menderita TB 4,56 kali
dibandingkan dengan rumah dengan ventilasi ≥ 10% dari luas lantainya. Faktor
lingkungan sangat berkaitan erat dengan faktor kondisi wilayah geografis dan
Dalam
wilayah yang sangat penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari
7
penelitian yang dilakukan oleh Dirhamsyah (2006), wilayah laut dan pesisir adalah
wilayah yang sangat penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari
7
kegiatan sumber daya laut dan pesisir (Dirhamsyah, 2006). Kondisis sosial
ekonomi yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam
jangka panjang tekanan terhadap sumber daya pesisir akan semakin besar guna
Wilayah pesisir merupakan salah satu tempat yang jauh dari akses
Pengalaman Belajar Lapangan FKM UNHAS, Buloa 2012). Letaknya yang jauh
dari pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas utama dengan jarak
merupakan salah satu penyakit berbasis wilayah yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengambil judul “Faktor Risiko
Rappokalling)”.
8
B. Rumusan Masalah
yaitu faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian penyakit TB paru
Rappokalling).
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
9
D. Manfaat
1. Manfaat Praktis
2. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan serta
3. Manfaat Peneliti
berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan pengetahuan serta dapat
padat agar berperilaku hidup sehat dan memiliki kebiasaan serta sanitasi yang
TINJAUAN PUSTAKA
merupakan suatu momen yang sangat penting dalam penemuan dan pengendalian
panyakit tuberculosis, walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak 8000 tahun
penatalaksanaannya lebih terarah dan pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar
X untuk membantu diagnosis yang lebih tepat. Penemuan ini jelas merupakan
pilar yang amat penting yang mengubah perjalanan kehidupan dan dunia
1. Pengertian
lebih dari 30 jenis, hanya tiga yang dikenal bermasalah dengan kesehatan
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya dan yang paling sering terkena adalah
organ paru (90%). Tuberkulosis yang menyerang paru disebut Tuberkulosis Paru
dan yang menyerang selain paru disebut Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis
paru dengan
10
11
2. Etiologi
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6
mikron dan digolongkan dalam Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri Mycobacterium
tuberculosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari,
matahari tetapi dapat bertahan hidup di tempat yang gelap dan lembab. Sebagian
besar bakteri ini terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat lebih tahan
asam. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan yang kaya oksigen.
Energi kuman ini didapat dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana,
pertumbuhan tampak setelah 2-3 minggu. Daya tahan kuman ini lebih besar
apabila dibandingkan dengan kuman lain karena sifat hidrofobik permukaan sel.
Pada sputum kering yang melekat pada debu dapat hidup 8-10 hari (Aditama,
2006).
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat tidur selama beberapa tahun
orang yang sering batuk, maka orang tersebut didiagnosis sebagai penderita TB
paru aktif dan memiliki potensi yang sangat berbahaya (Aditama, 2006).
e. Mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800 C, 20 menit
pada suhu 600 C, mudah mati dengan sinar matahari langsung, dapat
f. Tidak berspora.
atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet infection). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
udara dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Kemenkes
RI, 2011).
Basil TB paru tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang berada di sekitar
(TB) itu sangat berisiko dimana sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi
sakit TB. Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati setelah 5 tahun
diantaranya 50% akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya
tahan tubuh yang tinggi, 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
sampai ke alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif
respon daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB,
ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dorman (tidur).
penderita TB. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
Organisme yang melewati kelenjar getah bening dalam jumlah kecil akan
mencapai aliran darah yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
yang biasanya sembuh sendiri. Jenis penyebaran hemathogen yang lain adalah
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila
awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila
produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat
malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan, dan penurunan
lebih.
c. Lemah badan, kehilangan nafsu makan dan berat badan turun, rasa
tergantung dari organ yang terkena, nyeri dada Tuberkulosis pleura (Pleuritis),
6. Risiko Penularan
lebih besar dari pasien TB paru BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya
rata terjadi 1000 terinfeksi TB paru dan 10% diantaranya (100 orang)
c. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk
dengan sebutan passive promotif case finding (penemuan penderita secara pasif
Selain itu semua kontak penderita Tuberkulosis Paru BTA positif dengan
Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi hari pada hari kedua.
UPK.
dilakukan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS (Sewaktu-
Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS
(Sewaktu-Pagi-Sewaktu) diulang.
luas selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan namun gejala kinis tetap
4) Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
bahan yang diambil penderita misalnya dahak. Tetapi pada anak hal ini sulit dan
gambaran klinis, gambaran rontgen dada dan uji tuberkulin. Seorang anak harus
penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari) serta terdapat gejala klinis TB. Agar anak
terhindar dari penyakit TB maka perlu diberikan imunisasi BCG untuk kekebalan
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari)
berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai
Gambaran rontgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto
underdiagnosis.
1) Tuberkulosis paru
pada hilus.
21
positif. Spesimen dahak SPS hasilnya positif dan foto rontgen dada
buruk.
penyakitnya, yaitu:
22
kelenjar adrenal.
d. Tipe Penderita
1) Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
2) Kambuh (relaps)
a. Pengendalian Tuberkulosis
tahun 1990-an WHO dan International Union Against TB and Lung Diseases
terjamin mutunya.
yang efektif.
program.
utama adalah memberikan Obat Anti Tuberkulosis yang benar dan cukup, serta
dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko yang pada dasarnya
24
dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat. Pencegahan dilakukan
dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko yang pada dasarnya
24
baik dan seimbang. Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah
b. Pencegahan Tuberkulosis
dalam kaleng berisi Lysol, air sabun, spiritus, dan buang di lubang
8) Hindari rokok.
c. Pengobatan Tuberkulosis
merupakan suatu hal yang penting dalam upaya pengendalian penyakit TB paru.
25
Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Salah satu komponen dalam Directly Observed
(PMO) dan pemberian panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Jenis sifat dan
dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang akan dijelaskan pada bab ini adalah
yang tergolong untuk lini pertama. Secara ringkas Obat Anti Tuberkulosis
kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
Tuberkulosis (OAT)
26
lanjutan.
resistensi obat.
waktu 2 minggu.
b) Tahap lanjutan
kejadian penyakit. Pada dasarnya berbagai faktor risiko TB paru saling berkaitan
satu sama lain. Faktor risiko yang berperan dalam kejadian tuberkulosis adalah
lingkungan perumahan terdiri dari lingkungan fisik, biologis, dan sosial (Suyono,
2011).
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat
berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO
(APHA), syarat rumah sehat harus memenuhi kriteria (winslow) sebagai berikut:
yang mengganggu.
28
tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
jatuh tergelincir.
pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah
atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari
penghuninya.
dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuni rumah agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat,
sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota
dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relative bergantung dari
kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana yang
antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. kamar
tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan
anak di
30
bawah 2 tahun (Kepmenkes, 1999). Untuk menjamin volume udara yang cukup,
yang terbukti berpengaruh sebagai faktor risiko kejadian penyakit TB paru yaitu
konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status
gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin. Walaupun tidak berhubungan secara
langsung namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi
gizi memburuk, perumahan tidak sehat, dan kemampuan dalam akses pelayanan
bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan setahun
secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga (Ahmadi, 2005).
tangga lain.
terlindung/sungai/air hujan.
bakar/arang/minyak tanah.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas
lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan,
per bulan.
SD/hanya SD.
penetapan kriteria dan pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu menetapkan
bahwa fakir miskin dan orang tidak mampu berasal dari rumah tangga yang
4. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap
11. Mempunyai sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak
mulut bila batuk atau bersin, meludah sembarangan, merokok, dan kebiasaan
kronik, dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok juga meningkatkan risiko
untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di
Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah
2005). Prevalensi merokok pada hampir semua negara berkembang lebih dari 50%
Pada penelitian yang dilakukan oleh Made Agus Nurjana (2015) pada
Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Ardhitya dan Liena (2014)
karena jumlah responden yang merokok lebih sedikit dibandingkan yang tidak
merokok. Hal ini disebabkan responden yang diteliti pernah merokok namun
sudah berhenti ketika terkena TB paru dan tidak merokok kembali. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang menyatakan bahwa status kebiasaan merokok setiap hari
Semarang Utara (Widyaswari, 2011). Hal ini dapat dianggap sebagai bias
penelitian karena pada beberapa kasus penelitian lainnya riwayat merokok (pernah
merokok dan sudah berhenti) maupun status perokok pasif tidak dicantumkan
TB paru adalah riwayat kontak dengan penderita TB. Hal ini memang sering
ditemui karena faktor utama seseorang dapat terinfeksi adalah setelah menghirup
udara yang mengandung droplet yang mengandung kuman yang ditularkan oleh
penderita TB paru BTA positif (Depkes RI, 2005). Riwayat kontak yang dimaksud
35
memungkinkan droplet kuman TB yang keluar lewat bersin atau batuk penderita
dapat terhirup bersama dengan oksigen di udara dalam rumah oleh anggota
Namun tidak semua yang mendapat riwayat kontak akan terjangkit TB paru,
tergantung pada seberapa kuat daya tahan tubuh seseorang serta dapat pula kuman
tuberkulosis.
kelompok kasus atau penderita TB paru mempunyai riwayat kontak atau tinggal
serumah sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada (0%). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Eka Fitriani (2013) menunjukkan ada hubungan antara riwayat
penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita dapat menularkan kepada 2-3
rumah tangga dengan penderita lebih dari satu orang adalah 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya satu orang penderita TB paru di
dalamnya.
TB paru BTA (+). Mereka yang tinggal serumah dengan kontak berisiko
menderita tuberculosis 3,16 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang
tidak ada kontak serumah. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya,
penelitian di Palembang kontak serumah berisiko 41,8 kali lebih besar daripada
mereka yang
36
tanpa kontak serumah. Penelitian di Kabupaten Majalengka 8,59 kali lebih besar
dibandingkan dengan mereka yang tidak ada kontak serumah. Kontak erat dengan
Kesehatan
jauh lintasan yang ditempuh responden menuju tempat pelayanan kesehatan yang
jenis, dan kualitas pelayanan yang tersedia. Aksesibilitas dapat dihitung dari
kesehatan, seperti jenis pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan yang tersedia, dan
Jarak dan waktu tempuh yang terlalu jauh juga memungkinkan penderita
pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Hal ini bisa terjadi
karena
37
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bertin (2011) menunjukkan nilai rata-
rata jarak tempat asal pasien ke fasilitas pengobatan adalah 56,98 km. Pasien terus
diberikan edukasi dan motivasi oleh petugas kesehatan sehingga mereka memiliki
keinginan yang kuat untuk sembuh dan rela menempuh jarak yang jauh untuk
berobat di fasilitas kesehatan yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa
walaupun fasilitas pelayanan kesehatan berada dalam jarak yang dekat namun
apabila fasilitas atau tenaga kesehatannya memiliki kinerja dengan kualitas yang
buruk hal itu dapat mempengaruhi tingkat keinginan penderita untuk datang
ditemukan pada jarak dekat atau ≤ 5 km dari puskesmas yaitu 75,8%. Hal ini
dikarenakan pada penderita TB paru yang jarak rumahnya jauh atau > 5 km tidak
memeriksakan diri dan berobat di puskesmas sehingga tidak tercatat dalam rekam
medik puskesmas. Hal ini terjadi jika jarak yang ditempuh terlalu jauh dan tenaga
Perairan pesisir adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat
dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air
laut. Potensi besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena
(Dirhamsyah, 2006).
peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line),
maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yaitu batas yang sejajar
dengan garis pantai dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai. Menurut
adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat
mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang
surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua. Menurut UU No. 27 Tahun
administrasi daratan dan ke arah perairan laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis
pantai ke arah garis laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan (Dirhamsyah,
2006).
39
sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas
masih belum tertata dengan baik, dan terkesan kumuh. Kondisi sosial ekonomi
yang berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang
tekanan terhadap sumber daya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan
H. Kerangka Teori
Faktor Karakterist
risiko ik individu:
Pender Penderi
it a TB lingkungan 1. Umur ta TB
paru
: 2. Jenis kelamin
BTA paru
1. Kepadat 3. Pendidikan
an 4. Pekerjaan
hunian 5. Kebiasa
2. Pencahayaan an
3. ventilasi merokok
4. Suhu 6. Sosial ekonomi
5. Kelembaban (keluarga
6. Jenis lantai miskin)
KERANGKA KONSEP
1. Kepadatan hunian
dalam hal penularan penyakit TB, karena kuman TB memiliki daya tahan hidup
yang sangat kuat dan bertahun-tahun. Salah satu kondisi rumah yang dapat
kepadatan hunian. Luas lantai bangunan harus cukup dan disesuaikan dengan
jumlah penghuninya. Jika terjadi overload hal itu tidak sehat karena disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi seperti TB paru, akan mudah menular kepada anggota
2. Keluarga miskin
suatu penyakit terutama yang berkaitan dengan penyakit infeksi yaitu status gizi.
Status gizi sangat berkaitan dengan pemenuhan jumlah nutrisi yang harus
dikonsumsi oleh
41
42
setiap anggota rumah tangga. Selain itu upaya pemeriksaan kesehatan dan
perawatan juga perlu dilakukan agar dapat mencegah terjadinya penyakit. Kedua
hal tersebut tidak mampu terpenuhi apabila kondisi sosial ekonomi keluarga
termasuk kategori miskin. Kondisi kemiskinan juga sangat erat kaitannya dengan
sebab itu keluarga miskin merupakan salah satu faktor risiko terhadap suatu
kejadian penyakit.
3. Perilaku merokok
yang berisiko seperti kebiasaan merokok yang dapat dengan mudah mengganggu
perilaku merokok juga membahayakan orang lain di sekitarnya yang biasa dikenal
dengan perokok pasif. Jika dalam suatu rumah terdapat anggota rumah tangga
yang merokok, hal itu dapat membuat seluruh anggota rumah tangga tersebut
4. Riwayat kontak
adanya riwayat kontak dengan pasien penderita TB paru atau lingkungan sekitar
kesehatan lainnya. Jarak yang jauh dan sulit ditempuh dapat menyebabkan
seseorang tidak ingin pergi memeriksakan dirinya ke tenaga medis. Hal ini akan
penularan penyakit tidak bisa diatasi oleh tenaga kesehatan. Selain jarak yang
pelayanan kesehatan.
B. Kerangka Konsep
Faktor Lingkungan
Kepadatan Hunian
Penyakit TB Paru
Faktor Geografis
Jarak Rumah ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Keterangan :
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
= Arah Hubungan
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
44
1. Penyakit Tuberkulosis
Kriteria Objektif:
2. Kepadatan hunian
Kriteria Objektif:
3. Keluarga miskin
Kriteria Objektif:
4. Perilaku merokok
Kriteria Objektif:
5. Riwayat kontak
kontak baik secara langsung dengan penderita TB paru BTA (+) atau
(+).
Kriteria Objektif:
Kriteria Objektif:
D. Hipotesis Penelitian
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
47
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
case control. Penelitian dengan pendekatan Case control adalah salah satu desain
Risiko Rendah
Kepadatan hunian ≥ 10 m2/orang Keluarga Tidak Miskin
Bukan Perokok Tidak Ada Riwayat Kontak Kelompok Kasus
Jarak Puskesmas < 3 km Penderita TB Paru BTA (+)
Risiko Tinggi
Kepadatan hunian < 10 m2/orang Keluarga Miskin
Perokok
Ada Riwayat Kontak Jarak Puskesmas ≥ 3 km
Risiko Rendah
Kepadatan hunian ≥ 10 m2/orang Keluarga Tidak Miskin
Bukan Perokok Tidak Ada Riwayat Kontak
Jarak Puskesmas < 3 km Kelompok Kontrol
Popula
Gambar 4.1. Bagan kasus kontrol berdasarkan tingkat risiko tiap variabel
penelitian
48
49
penelitian ini dipilih karena beberapa wilayah berbatasan langsung dengan lautan
berada dalam status sosial ekonomi rendah atau keluarga miskin, pemukiman
yang kumuh, dan sanitasi lingkungan yang kurang. Jumlah penderita TB paru
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2018.
1. Populasi
karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penderita
penyakit TB paru BTA (+) dan suspek TB paru yang memiliki alamat yang jelas
Rappokalling pada tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 126
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua kategori yaitu kelompok
kasus yang diambil dari seluruh penderita TB paru BTA (+) dan kelompok kontrol
50
yang diambil dari kelompok suspek TB paru dengan perbandingan 1:1 dengan
matching alamat tempat tinggal (RW pada satu kelurahan yang sama).
di Puskesmas Rappokalling.
paru yang berumur lima tahun kebawah (balita) dan tidak bersedia atau
TB paru BTA (+) yang memiliki tempat tinggal dan beralamat lengkap dan jelas
sehingga dengan matching 1:1 maka didapatkan jumlah kelompok kontrol (suspek
recall bias berdasarkan daftar kuesioner dari variabel penelitian yang telah
E. Instrument Penelitian
a. Editing
b. Koding
simbol
52
c. Entry data
d. Cleaning data
cara melakukan analisis frekuensi pada semua variabel untuk melihat ada
e. Tabulasi data
2. Analisis data
a. Analisis Univariat
Analisa ini akan menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel
yang diteliti.
b. Analisis Bivariat
Tabel 4.1
Kontigensi 2 x 2 Odds Ratio Analisis Data Penelitian Kasus Kontrol
Faktor Kelompok Studi Jumlah
Risiko Kasus (+) Kontrol (-)
(+) a b a+b
(-) c d c+d
Total a+c b+d T
Rumus:
𝑎 𝑎
𝑎+𝑏
= 𝑎 + 𝑏 𝑎
=
𝑎 𝑏 𝑏
1− 𝑎+𝑏 𝑎+𝑏
OR =
𝑐 𝑐
𝑐+𝑑
= 𝑐 + 𝑑 𝑐
=
𝑐 𝑑 𝑑
1 − 𝑐+𝑑 𝑐+𝑑
𝑎𝑥𝑑
OR =
𝑏𝑥𝑐
Keterangan:
Interpretasi nilai OR :
TB paru.
kejadian TB paru.
kejadian TB paru.
c. Interpretasi kebermaknaan :
1. Jika nilai LL dan UL berada di bawah nilai 1 (satu) atau berada di atas
kebermaknaan.
G. Penyajian Data
Data yang telah dianalisis selanjutnya disajikan dalan bentuk tabel yakni
A. Hasil Penelitian
Kelurahan Buloa, dan Kelurahan Tallo. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13
April 2018 sampai 30 April 2018. Jumlah responden yang diperoleh dalam
1. Analisis Univariat
berikut:
55
56
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah
Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar (Wilayah Kerja Puskesmas
Rappokalling)
Jenis Kelamin TB Paru
Kasus Kontrol n %
n % n %
Laki-laki 31 53,4 28 48,3 59 50,9
Perempuan 27 46,6 30 51,7 57 49,1
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
jenis kelamin lebih banyak pada kelompok laki-laki sebanyak 59 orang (50,9%)
kelamin laki-laki lebih banyak pada kelompok kasus (53,4%) dibandingkan pada
kelompok kontrol (48,3%). Sementara itu, proporsi jenis kelamin perempuan lebih
(46,6%).
kelompok anak-anak, kelompok usia produktif, dan kelompok lansia (lanjut usia).
14 tahun, kelompok usia produktif yaitu responden yang memiliki rentang usia 15
60 tahun keatas.
Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok
Umur di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Kelompok TB Paru
Umur n %
Kasus Kontrol
n % n %
Anak-anak 3 5,2 1 1,7 4 3,4
Produktif 46 79,3 50 86,2 96 82,8
Lansia 9 15,5 7 12,1 16 13,8
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
produktif lebih banyak baik pada kelompok kasus (79,3%) maupun pada
proporsi paling sedikit baik pada kelompok kasus (5,2%) maupun pada kelompok
control (1,7%).
Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur produktif lebih rentan terkena
penyakit TB paru dibanding kelompok umur anak-anak maupun lansia. Hal ini
stress dan beban kerja yang tinggi sehingga kuman TB lebih mudah menginfeksi
tubuh seseorang.
Tabel 5.3
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Tingkat TB Paru
Pendidikan Kasus Kontrol n %
n % n %
Tidak sekolah / 6 10,3 9 15,5 15 12,9
tidak tamat SD
Tamat SD 21 36,2 14 24,1 35 30,2
Tamat SMP 9 15,5 10 17,2 19 16,4
Tamat SMA 19 32,8 24 41,4 43 37,1
Tamat PT 3 5,2 1 1,7 4 3,4
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
responden atau sebesar 36,5% dan terendah adalah tamat perguruan tinggi
sebesar 41,4% dan terendah adalah tamat perguruan tinggi sebanyak 1 responden
suatu penyakit tentu tidak lepas dari tingkat pendidikan yang dimilikinya.
yang dilakukan, lingkungan kerja, serta tingkat sosial ekonomi pada pekerjaan
tersebut.
Tabel 5.4
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota
Makassar (Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Pekerjaan TB Paru
Kasus Kontrol n %
n % n %
Tidak bekerja 8 13,8 4 6,9 12 10,3
IRT 14 24,1 17 29,3 31 26,7
Nelayan 1 1,7 2 3,4 3 2,6
Buruh 5 8,6 4 6,9 9 7,8
Wiraswasta 9 15,5 15 25,9 24 20,7
Ojek / Bentor 3 5,2 2 3,4 5 4,3
Pegawai 8 13,8 9 15,5 17 14,7
swasta
PNS 3 5,2 3 5,2 6 5,2
Pelajar 7 12,1 2 3,4 9 7,8
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
terendah yaitu pada jenis pekerjaan nelayan, tukang ojek/bentor, dan pelajar.
berkurangnya
60
masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan. Hal ini dikarenakan banyaknya
warga yang beralih profesi menjadi buruh dan pegawai swasta di daerah tersebut
tinggal
Tabel 5.5
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelurahan Tempat Tinggal
di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Kelurahan TB Paru
Kasus Kontrol n %
n % n %
Rappokalling 32 55,2 32 55,2 64 55,2
Tammua 6 10,3 6 10,3 12 10,3
Buloa 7 12,1 7 12,1 14 12,1
Tallo 13 22,4 13 22,4 26 22,4
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
lokasi puskesmas yang dekat sehingga tingkat pemeriksaan kesehatan juga tinggi,
namun berbeda dengan Kelurahan Tammua yang juga berada tidak jauh dengan
Hal yang sama juga terjadi pada Kelurahan Tallo yang memiliki
pemukiman padat serta kumuh namun lokasi yang berada jauh dari puskesmas
(lebih dari 4 km) sehingga tingkat pemerikasaan kesehatan jauh lebih sedikit
dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan
m2/orang, sedangkan kepadatan hunian dikatakan tidak memenuhi syarat apabila <
10 m2/orang.
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Kepadatan Hunian
di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Kepadatan TB Paru
Hunian Kasus Kontrol n %
n % n %
Tidak 30 51,7 19 32,8 49 42,2
memenuhi
syarat
Memenuhi 28 48,3 39 67,2 67 57,8
syarat
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
62
dua yaitu keluarga miskin dan keluarga tidak miskin. Penentuan keluarga miskin
dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumusan yang dibuat oleh BPS tahun
2014 yang terdiri dari 14 kriteria, dimana jika rumah tangga responden memenuhi
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Keluarga Miskin
di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Keluarga TB Paru
Miskin Kasus Kontrol n %
n % n %
Ya 19 32,8 5 8,6 24 20,7
Tidak 39 67,2 53 91,4 92 79,3
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
63
miskin. Pada kelompok kasus terdapat 32,8% atau sebanyak 19 responden yang
keluarga miskin yang memiliki kepadatan hunian < 8 m 2/orang sebesar 58,3%,
lantai rumah terbuat dari tanah/bambu/kayu sebesar 91,7%, dinding rumah terbuat
menggunakan listrik 0%, sumber air minum yang tidak terlindungi 4,2%,
membeli hanya 1 stel pakaian baru untuk tiap anggota rumah tangga dalam
setahun sebesar 100%, makan hanya 1-2 kali dalam sehari sebesar 100%, tidak
sebesar 100%, penghasilan kepala rumah tangga yang rendah sebesar 91,7%,
pendidikan kepala rumah tangga yang rendah (tidak sekolah/tamat SD) sebesar
Selain itu ditemukan pula bahwa terdapat 62,5% responden dengan status
keluarga miskin yang memiliki kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat,
pendidikan
64
SD), 8,3% yang tingkat pendidikannya sedang (tamat SMP), dan 20,8% dengan
responden yang memiliki status ekonomi keluarga tidak miskin sebagian besar
Perilaku merokok dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kategori yaitu
yang telah berhenti merokok (pernah merokok tapi sudah berhenti karena alasan
kesehatan) dan responden yang memiliki anggota rumah tangga yang merokok
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok
di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Status TB Paru
Merokok Kasus Kontrol n %
n % n %
Perokok 51 87,9 42 72,4 93 80,2
Bukan 7 12,1 16 27,6 23 19,8
perokok
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
65
responden atau sebesar 87,9% memiliki status sebagai perokok, sedangkan pada
perilaku merokok responden dan adanya anggota rumah tangga responden yang
merokok atau tidak. Hal ini dijadikan sebagai indikator dalam menentukan apakah
bila responden tersebut memiliki anggota rumah tangga yang merokok. Dari data
sebanyak 42 responden (37,9% pada kelompok kasus dan 34,5% pada kelompok
kontrol), perokok pasif sebanyak 51 responden (50% pada kelompok kasus dan
ini ditentukan berdasarkan ada tidaknya anggota rumah tangga responden yang
riwayat kontak dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.9.
66
Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Kontak
di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Riwayat TB Paru
Kontak Kasus Kontrol n %
n % n %
Ada 21 36,2 2 3,4 23 19,8
Tidak ada 37 63,8 56 96,6 93 80,2
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
responden. Dari tabel tersebut didapatkan informasi bahwa pada kelompok kasus
terdapat 21 responden atau 36,2% yang memiliki riwayat kontak dengan penderita
sangat besar dimana hanya terdapat 2 responden atau sebesar 3,4% responden
yang memiliki riwayat kontak penderita TB paru dan 56 responden atau 96,6%
penderita TB paru.
Pelayanan Kesehatan
> 3 km, sedangkan responden yang memiliki rumah yang berada < 3 km dari
karena dari empat kelurahan yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas
Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo
Kota Makassar (Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Jarak Rumah TB Paru
Kasus Kontrol n %
n % n %
Jauh 20 34,5 19 32,8 39 33,6
Dekat 38 65,5 39 67,2 77 66,4
Total 58 100,0 58 100,0 116 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
jaraka yang jauh dari Puskesmas Rappokalling, sedangkan pada kelompok control
terdapat 19 (32,8%) responden yang memiliki rumah dengan jarak yang jauh dari
sehingga hanya terdapat perbedaan yang kecil antara kelompok kasus dan
kelompok kontrol.
2. Analisis Bivariat
hubungan dan besar risiko setiap variabel independen terhadap kejadian penyakit
TB paru. Penilaian besar risiko dilakukan menggunakan analisis odd ratio (OR)
Analisis tabel silang (crosstabs) menjadi awal pada tahap analisis bivariat
kasus dan kontrol. Selanjutnya dapat dilihat nilai odds ratio, nilai lower limit (LL)
dan upper limit (UL) untuk melihat besar risiko masing-masing variabel dan
Tabel 5.11
Besar Risiko Variabel Independen terhadap Kasus dan Kontrol
di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
(Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling)
Kasus Kontrol Total 95% CI
Variabel Independen OR
n % n % n % (LL-UL)
Kepadatan Hunian
1,036-
Tidak Memenuhi 30 51,7 19 32,8 49 42,2 2,199
4,666
Memenuhi Syarat 28 48,3 39 67,2 67 57,8
Keluarga Miskin
1,774-
Ya 19 32,8 5 8,6 24 20,7 5,164
15,031
Tidak 39 67,2 53 91,4 92 79,3
Perilaku Merokok
1,044-
Perokok 51 87,9 42 72,4 93 80,2 2,776
7,377
Bukan Perokok 7 12,1 16 27,6 23 19,8
Riwayat Kontak
3,515-
Ada Riwayat 21 36,2 2 3,4 23 19,8 15,892
71,843
Tidak Ada Riwayat 37 63,8 56 96,6 93 80,2
Jarak Rumah
0,500-
Jauh 20 34,5 19 32,8 39 33,6 1,080
2,335
Dekat 38 65,5 39 67,2 77 66,4
Total 58 100 58 100 116 100
Sumber: Data Primer, 2018
hunian yang tidak memenuhi syarat lebih banyak pada kelompok kasus yaitu 30
lebih banyak
69
kasus yaitu 28 orang (48,3%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan tingkat
hunian merupakan faktor risiko terhadap kejadian penyakit TB paru serta nilai LL
dan UL tidak mencakup nilai 1 sehingga nilai OR yang diperoleh bermakna secara
statistik.
status keluarga miskin lebih banyak terdapat pada kelompok kasus yaitu 19 orang
responden yang memiliki status keluarga tidak miskin lebih banyak terdapat pada
yaitu 39 orang (67,2%). Hasil uji statistic menunjukkan nilai OR = 5,164 pada
status perokok lebih banyak terdapat pada kelompok kasus yaitu 51 orang (87,9%)
responden yang memiliki status bukan perokok lebih banyak terdapat pada
yaitu 7 orang (12,1%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai OR = 2,776 pada
riwayat kontak dengan penderita TB paru lebih banyak terdapat pada kelompok
kasus yaitu 21 orang (36,2%) dibandingkan pada kelompok kontrol yaitu 2 orang
(3,4%). Sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat kontak lebih banyak
kelompok kasus yaitu 37 orang (63,8%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai OR
merupakan faktor risiko terhadap kejadian penyakit TB paru dan bermakna secara
statistik.
responden yang memiliki tempat tinggal yang jauh lebih banyak terdapat pada
yaitu 19 orang (32,8%). Sedangkan responden yang memiliki tempat tinggal yang
dekat lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol yaitu 39 orang (67,2%)
dibandingkan pada kelompok kasus yaitu 38 orang (65,5%). Hasil uji statistik
B. Pembahasan
rumah terhadap penghuni di dalamnya. Luas lantai bangunan rumah sehat harus
cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut
overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi
oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan
dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relative bergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana yang luasnya
tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di
bawah 2 tahun (Kepmenkes, 1999). Untuk menjamin volume udara yang cukup,
kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat lebih banyak terdapat pada
kelompok kasus
72
(32,8%).
memenuhi syarat (< 10 m2/orang) memiliki risiko 2,199 kali lebih besar terkena
hunian yang tidak memenuhi syarat, sedangkan dari 93 responden yang tidak
kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan
dalam rumah. Perbedaan antara responden yang memiliki kepadatan hunian tidak
pada kelompok kasus sangat kecil, dikarenakan tidak adanya sumber penularan
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
berpengaruh sebagai faktor risiko kejadian penyakit TB paru yaitu salah satunya
konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status
gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin. Walaupun tidak berhubungan secara
langsung namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi
gizi memburuk, perumahan tidak sehat, dan kemampuan dalam akses pelayanan
bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan setahun
secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga (Ahmadi, 2005).
banyak terdapat pada kelompok kasus yaitu 19 orang (32,8%) dibandingkan pada
status keluarga tidak miskin lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol yaitu 53
1,774 – 15,031 dengan tingkat kepercayaan 95%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
anggota rumah tangga dengan status keluarga miskin meiliki risiko 5,164 kali
lebih
74
tangga dengan status keluarga sejahterea atau tidak miskin dan bermakna secara
statistik.
miskin selama proses penelitian, peneliti dapat melihat bahwa ada beberapa
kriteria yang masih perlu dievaluasi dan harus dirancang terlebih dahulu untuk
memenuhi kebutuhan penelitian pada saat ini, diantaranya kriteria sumber air
minum, kriteria sumber penerangan listrik, dan kriteria bahan bakar memasak. Hal
ini dikarenakan semua responden yang diteliti tidak menggunakan kayu bakar
atau minyak tanah lagi tapi menggunakan tabung gas LPG 3 kg yang juga
penerangan listrik, semua rumah sudah teraliri listrik namun peneliti tidak
Sedangkan pada kriteria sumber air minum, peneliti tidak menggali lebih dalam
informasi mengenai sumber air minumnya, apakah biaya PDAM atau sumur bor
penyakit TB paru masih sedikit dan memang tidak menimbulkan efek secara
hubungan status gizi, pendapatan rumah tangga, jenis bangunan tempat tinggal,
(2011) menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 dimana
didapatkan hasil bahwa status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada penderita
TB paru, pendapatan rumah tangga yang kecil juga banyak ditemukan pada rumah
tangga penderita TB paru, serta jenis lantai dan dinding rumah yang tidak
memenuhi syarat ditemukan lebih banyak pada rumah tangga penderita TB paru.
Hal ini menunjukkan status kemiskinan keluarga berdampak secara tidak langsung
Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Mulyadi (2011) di pesisir pantai Aceh barat daya, dimana ditemukan bahwa
sedang dan rendah. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa status gizi
penderita TB paru sebagian besar berada pada status gizi buruk dan status gizi
kurang.
mulut bila batuk atau bersin, meludah sembarangan, merokok, dan kebiasaan
dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok juga meningkatkan risiko untuk
76
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia
per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dibandingkan dengan
semua negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa,
asap rokok bisa merusak saluran pernafasan, khususnya rambut getar yang ada di
saluran pernafasan. Rambut getar ini berfungsi sebagai penyaring debu atau
partikel asing yang masuk saat kita menarik nafas. Karena rontok, maka tidak ada
lagi penyaring debu dan partikel asing sehingga udara yang belum bersih ini bisa
Kementerian Kesehatan RI, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, salah satu yang
bisa membangkitkan kuman TB adalah merokok. Guru Besar Ilmu Paru Fakultas
TB. Racun-racun dalam asap rokok dapat merusak paru-paru manusia dan
menurunkan daya tahan tubuh. Akibatnya, tubuh tak dapat menangkal kuman TB
dan mengaktifkan kuman TB laten. Pasien TB harus berhenti merokok. Jika tidak,
Hal senada juga dikemukakan oleh Dr. Stanton Glantz (Direktur Pusat
membuat orang yang terkena infeksi paru-paru akut bisa terkena bakteri TB dan
dunia.
lebih banyak terdapat pada kelompok kasus yaitu 51 orang (87,9%) dibandingkan
memiliki status bukan perokok lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol yaitu
1,044 – 7,377 dengan tingkat kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok perokok (baik perokok aktif maupun perokok pasif) memiliki risiko
Pada penelitian yang dilakukan oleh Made Agus Nurjana (2015) pada
Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Ardhitya dan Liena (2014)
jumlah responden yang merokok lebih sedikit dibandingkan yang tidak merokok.
78
tuberkulosis di Puskesmas Depok 3 Kabupaten Sleman. Hal ini dapat terjadi karena
jumlah responden yang merokok lebih sedikit dibandingkan yang tidak merokok.
78
Hal ini disebabkan responden yang diteliti pernah merokok namun sudah berhenti
ketika terkena TB paru dan tidak merokok kembali. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang menyatakan bahwa status kebiasaan merokok setiap hari tidak
Utara (Widyaswari, 2011). Hal ini dapat dianggap sebagai bias penelitian karena
pada beberapa kasus penelitian lainnya riwayat merokok (pernah merokok dan
kebiasaan merokok bisa saja tidak berpengaruh terhadap kejadian TB paru dalam
suatu penelitian.
TB paru adalah riwayat kontak dengan penderita TB. Hal ini memang sering
ditemui karena faktor utama seseorang dapat terinfeksi adalah setelah menghirup
udara yang mengandung droplet yang mengandung kuman yang ditularkan oleh
Riwayat kontak yang dimaksud antara lain pernah tinggal serumah dengan
bersin atau batuk penderita dapat terhirup bersama dengan oksigen di udara dalam
proses penularan. Namun tidak semua yang mendapat riwayat kontak akan
terjangkit TB paru, tergantung pada seberapa kuat daya tahan tubuh seseorang
serta
yang memiliki riwayat kontak serumah dengan penderita TB paru lebih banyak
memiliki riwayat kontak lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol yaitu 56
memiliki risiko 15,892 kali lebih besar terhadap kejadian penyakit TB paru
kelompok kasus atau penderita TB paru mempunyai riwayat kontak atau tinggal
serumah sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada (0%). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Eka Fitriani (2013) menunjukkan ada hubungan antara riwayat
penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita dapat menularkan kepada 2-3
rumah tangga dengan penderita lebih dari satu orang adalah 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya satu orang penderita TB paru di
dalamnya.
80
TB paru BTA (+). Mereka yang tinggal serumah dengan kontak berisiko
menderita tuberculosis 3,16 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang
tidak ada kontak serumah. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya,
penelitian di Palembang kontak serumah berisiko 41,8 kali lebih besar daripada
mereka yang tanpa kontak serumah. Penelitian di Kabupaten Majalengka 8,59 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak ada kontak serumah. Kontak
erat dengan penderita TB paru BTA (+) berisiko maksimum untuk terjadinya
TB Paru
jauh lintasan yang ditempuh responden menuju tempat pelayanan kesehatan yang
yang menentukan sikap individu memilih sumber perawatan adalah jarak tempat
tersedia. Aksesibilitas dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak tempuh, jenis
Jarak dan waktu tempuh yang terlalu jauh juga memungkinkan penderita
pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Hal ini bisa terjadi
karena kurangnya edukasi, motivasi dan pemahaman yang dilakukan oleh petugas
penyakitnya.
menunjukkan bahwa responden yang memiliki tempat tinggal yang jauh lebih
banyak terdapat pada kelompok kasus yaitu 20 orang (34,5%) dibandingkan pada
tempat tinggal yang dekat lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol yaitu 39
bahwa responden yang memiliki rumah atau tempat tinggal yang jauh dari fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki risiko 1,080 kali lebih besar terhadap kejadian
yang dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan namun hasil tersebut tidak
Hal ini terjadi karena metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu
dengan matching tempat (RW dalam satu kelurahan yang sama) sehingga jumlah
sampel pada kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan jarak rumah
Hasil di atas tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bertin
(2011) yang menunjukkan nilai rata-rata jarak tempat asal pasien ke fasilitas
pengobatan adalah 56,98 km. Pasien terus diberikan edukasi dan motivasi oleh
petugas kesehatan sehingga mereka memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh
dan rela menempuh jarak yang jauh untuk berobat di fasilitas kesehatan yang
lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun fasilitas pelayanan kesehatan
berada dalam jarak yang dekat namun apabila fasilitas atau tenaga kesehatannya
memiliki kinerja dengan kualitas yang buruk hal itu dapat mempengaruhi tingkat
pada jarak dekat atau ≤ 5 km dari puskesmas yaitu 75,8%. Hal ini dikarenakan
pada penderita TB paru yang jarak rumahnya jauh atau > 5 km tidak
memeriksakan diri dan berobat di puskesmas sehingga tidak tercatat dalam rekam
medik puskesmas. Hal ini terjadi jika jarak yang ditempuh terlalu jauh dan tenaga
mereka serta
83
C. Keterbatasan Penelitian
karena faktor bahasa dan usia, dimana sebagian responden tidak dapat
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
Puskesmas Rappokalling).
Puskesmas Rappokalling).
84
85
B. Saran
lantai dan dinding rumah yang tidak lembab, suhu ruangan, langit-langit
yang tinggi, tersedianya jendela dan ventilasi tiap ruangan agar udara dan
memenuhi syarat.
kumuh dan padat penduduk dengan sasaran pada warga miskin yang tidak
miskin.
penyakit berbahaya.
Kecamatan Tallo dimana warga yang berada di daerah pesisir Tallo harus
menempuh jarak 5 km dan melewati tiga puskesmas lain yang lebih dekat
87
mengisi rekam medic (kartu kuning penderita TB paru) secara lengkap dan
Azhar, K., & Perwitasari, Dian. 2013. Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku dengan
Prevalensi TB Paru di Propinsi DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Utara.
Media Litbangkes 23(4) hal. 172-181.
Butiop, HML., Kandau, GD., & Palandeng, HMF. 2015. Hubungan Kontak
Serumah, Luas Ventilasi, dan Suhu Ruangan dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru di Desa Wori. Kedokteran Komunitas dan Trop. III
(November 2015) hal. 241-248.
Dinkes Kota Makassar. 2016. Profil Data Kesehatan Kota Makassar Tahun 2016.
Makassar.
Dinkes Kota Makassar. 2017. Profil Data Kesehatan Kota Makassar Tahun 2017.
Makassar.
Dinkes Sulawesi Selatan. 2015. Profil Data Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2015. Makassar.
Mahpudin, AH., & Mahkota, Renti. 2007. Faktor Lingkungan Fisik Rumah,
Respon Biologis, dan Kejadian TBC Paru di Indonesia. FKM UI. Depok.
Mulyadi. 2011. Profil Penderita Tuberculosis Paru di Pesisir Pantai Aceh Barat
Daya (Kajian di Puskesmas Blangpidie). J Respir Indo. 31 (2).
Nurjana, Made Agus. 2015. Faktor Risiko Terjadinya Tuberkulosis Paru Usia
Produktif (15-49 Tahun) di Indonesia. Balai Litbang P2B2 Donggala.
Tri, Rizka YA. 2013. Analisis Distribusi dan Faktor Resiko Tuberkulosis Paru
melalui Pemetaan berdasarkan Wilayah di Puskesmas Candilama
Semarang Triwulan Terakhir Tahun 2012. Semarang.
Puskesmas : Rappokalling
Alamat :
Titik Koordinat : S: E:
Kelurahan : Rappokaling
Alamat :
Titik Koordinat : S: E:
Kepadatan Penduduk :
Jumlah KK :
Keluarga Miskin :
Kelurahan : Tamua
Alamat :
Titik Koordinat : S: E:
Kepadatan Penduduk :
Jumlah KK :
Keluarga Miskin :
Kelurahan : Buloa
Alamat :
Titik Koordinat : S: E:
Kepadatan Penduduk :
Jumlah KK :
Keluarga Miskin :
Kelurahan : Tallo
Alamat :
Titik Koordinat : S: E:
Kepadatan Penduduk :
Jumlah KK :
Keluarga Miskin :
Kuesioner Penelitian
*Karakteristik Responden
Nomor responden : Status :
Jenis Kelamin:
Umur (Tahun lahir) : Pendidikan Pekerjaan :
terakhir : Kelurahan : RT/RW : /
Titik Koordinat : S: E:
*Kepadatan Hunian
Panjang Lebar Luas Jumlah Kepadatan Keterangan
bangunan bangunan bangunan penghuni hunian (memenuhi
2
(m) (m) (m ) (orang) (m2/orang) syarat /
tidak)
*Keluarga Miskin
No Kriteria Ya Tidak
1 Kepadatan hunian < 8 m2 / orang
2 Jenis lantai dominan dari tanah / bambu / kayu murahan
3 Jenis dinding dominan dari bambu / rumbia / kayu
kualitas
rendah / tembok tanpa diplester
4 Tidak memiliki fasilitas BAB / bersama dengan rumah
tangga lain
5 Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan
listrik
6 Sumber air minum dari sumur / mata air tidak terlindung /
sungai / air hujan
7 Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu / arang /
minyak tanah
8 Hanya mengonsumsi daging / susu / ayam 1 x seminggu
9 Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10 Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam
sehari
11 Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas
/ poliklinik
(hanya memakai bantuan / subsidi pemerintah)
12 Penghasilan kepala rumah tangga dibawah Rp. 600.000,-
per bulan
13 Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah /
tidak tamat SD / hanya SD
Kuesioner Penelitian
14 Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual
dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor,
emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya
Keluarga Miskin
*Perilaku Merokok
No. Pertanyaan Jawaban
1 Apakah anda merokok?
1) Ya 2) Tidak 3) Sudah berhenti
Jika jawabannya (2) lanjut ke pertanyaan nomor 6
2 Seberapa seringkah anda merokok?
1) Tiap hari 2) 3-4 kali seminggu 3) 3-4 kali sebulan
3 Berapa batang rokok yang anda hisap per hari?
1) 1-5 batang 2) 6-14 batang 3) 15 batang atau lebih
4 Berapa lama anda sudah mulai merokok (sampai berhenti
merokok)?
1) < 5 tahun 2) > 5 tahun
5 Jenis rokok apa yang anda hisap?
1) kretek 2) filter
6 Apakah ada anggota rumah tangga anda yang merokok / pernah
merokok?
1) Ada 2) Tidak ada
7 Apakah di tempat kerja / sekolah anda sering menghirup udara
/ asap rokok?
1) Ya 2) Tidak Pernah
Catatan: bila pertanyaan no 1 tidak; no 6 tidak ada; dan no 7 tidak
pernah, maka responden dikategorikan sebagai “bukan perokok”.
*Riwayat Kontak
Kontak serumah (ada anggota rumah tangga yang pernah terkena penyakit
TB paru BTA (+) selain responden : (lingkari jawaban yang benar)
1. Ada 2. Tidak ada
1. Analisis Univariat
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kepadatan
hunian responden (tidak
2.199 1.036 4.666
memenuhi syarat /
memenuhi syarat)
For cohort kategori = kasus 1.465 1.022 2.100
For cohort kategori = kontrol .666 .444 1.000
N of Valid Cases 116
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status
ekonomi keluarga miskin
5.164 1.774 15.031
(keluarga miskin / keluarga
tidak miskin)
For cohort kategori = kasus 1.868 1.364 2.558
For cohort kategori = kontrol .362 .163 .804
N of Valid Cases 116
Perilaku merokok * status responden
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status
perilaku merokok (perokok / 2.776 1.044 7.377
bukan perokok)
For cohort kategori = kasus 1.802 .946 3.434
For cohort kategori = kontrol .649 .457 .922
N of Valid Cases 116
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for riwayat
kontak TB paru (ada / tidak 15.892 3.515 71.843
ada)
For cohort kategori = kasus 2.295 1.734 3.037
For cohort kategori = kontrol .144 .038 .549
N of Valid Cases 116
Jarak Rumah ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan * status responden
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jarak rumah
ke puskesmas rappokalling 1.080 .500 2.335
(jauh / dekat)
For cohort kategori = kasus 1.039 .710 1.520
For cohort kategori = kontrol .962 .651 1.421
N of Valid Cases 116
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
BIDANG PEN YELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN
Nomor 4474/S.01/PTSP/2018
KepadaYth.
Lampiran
’›^.’’alikc1a ! \akassar
Perihal Izin Penelitian
TemDat
Bert as ark an sural Dekan Fak. Ke.sehatan \1asyarakat UNHAS Mak as sar Nomnp /7 81 ’UN4 14 1 PL TO.00’2518
tanggal 12 April 2018 perihal lersebut diatas mahasiswa‘peneliti diba›vah ml
bermaksud unluK melak uhan penelitian di daerah. kant or saudara dalam ran ka pen yusunan Sk rips de .ger
judul
" FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DEhIGAhI PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH PESISIR
KECAMATAN TALLO KOTA MAKASS AR (WILAYAH KERJA PUSKESMA SRAPPOKAL LING) ”
Yan$ akan ilaks anak an dari : Tgl 14 April s/d 13 Mei 2018
Seh uhung an dengan hal tersebut diatas pada prinsipnya kami menyetujui kegiatan ditm aksud cent an
L elentuan yan g tertera di belakao sura t izin penelitian
Dilerbilkan di I.Iakassar
Pada tanggal 13 ,April 20 1g
Dengan Hormat,
Menunjuk Surat dari Kapala Dinas Koordinasf Penanaman Modal Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4474/S.01/PTSP/2018 Tanggal 13 April zolg,
Perihal tersebut di atas, maka bersama ini disampaikan kepada Bapak bahwa:
NAMA . MUH. YUSRAN YUNUS
NIM/ Jurusan : K11111042 / Kesehatan Masyarakat
Pekaqaan Mahastswa (S1) UNHAS
Alamat JI. P.Kemerdekaan Km. 10, Makassar
Judul “f ToR RJSJKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENYAMJT TB PdRtf DI I 'ILAYAff PESISIR KECA fATAN
TALLO KOTA MAf $$AR fWIL8VAff fS RJA PIJSKESMAS
H .P ELLERI, M.AP
bir}â
NIP ”: 18621 Y10 198603 1 042
D+
Tempat
Nama Muh.Yusran
Yunus NIM ' K11111042
Juruaan Kasehatan masyarakat
Institusi UNHAS Makassar
Judul Faktor resiko yang berhubungan dengan penyakñ TB paru di
wilayah pesisir Kecamatan Tallo kota Makassar(witayah
kerja puskesmas Rappokalling)
Akan melaksanakan peneIitian,di wilayah kerja saudara pada tanggal 16 April 2018 s/d
13 mei 2018 . Demikianlah disampaikan ,agar diberikan bantuan seperIunya.Atas
kegasamanya diucapkan terima kasih.
.Kes
Nips 701 989011002
PEMERINTAH KOTA MAKASSAR PMO
MAT TALLO
ETARIS,
Tembusan:
1 Keoala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Prop. SuI—Sel di Makassar,
2. Kepala Unit Pelaksana Teknis P2T Badan Koordinasi Penanaman
Modal Daerah Prop. Sul Sel di Makassar;
3 Dekan Fak. Kesehatan Masyarakat UNHAS Makassar di Makassar,
4 Manasiswa yang bersangkutan:
5. Peninggal
PEMERINTAH KOTA MAKASSAR
BECAt4A7Zud 7AIG•O naT
JL. A.R. HAKIM NO.54 M 0411- 448 415 MAKASSAR 1s 90211
SURAT KETERANGAN
Nomor pyo/ z /› / v/ v s
Menerangkan bahwa
Berdasarkan Surat Kepata Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Makassar,
Nomor : 070i980-II/BKBP/iV/2018, Tanggal 1g April 2018, Mahasiswa tersebut telah
melaksanakan Penelitian di Wilayah Kecamatan Tallo Kota Makassar dalam rangka
Penyusunan Skripsi mulai Tanggal 16 April s/d 13 Mei 2D1B. dengan Judul “EAIfiTOR RISIKO
YANG BERHUBUNGAfiI DENGAN PENYA f IT TB PARU DI DISAYAH PESISIR KI
CAMATAN TALt.0 ROTA MAKASSAR {IN/'ILALAH I ERJA PUSAESMAS
RAPPOKALL/NG}”.
Agama : Islam
Email : yusransangepidemiologi@gmail.com
Riwayat Pendidikan :