Anda di halaman 1dari 97

SKRIPSI

ANALISIS POLA ASUH DAN RIWAYAT BBLR DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 24 – 59 BULAN
DI WILAYAH PUSKESMAS BATURUBE
SULAWESI TENGAH

PENELITIAN KUANTITATIF

Disusun Oleh:
Ardianti, NIM 2141A0172
Retno Palupi Yonni Siwi, S.ST., B.d., M.Kes., NIDN 0704128701

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
IIK STRADA INDONESIA
TAHUN 2022

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa Skripsi Ini adalah hasil karya saya sendiri dan belum
pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai
jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.

Kediri, Agustus 2022


Yang Menyatakan

Ardianti

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS POLA ASUH GIZI DAN RIWAYAT BBLR DENGAN


KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24 – 59 BULAN
DI WILAYAH PUSKESMAS BATURUBE
SULAWESI TENGAH

Diajukan Oleh:
Ardianti
2141A0172

TELAH DISETUJUI UNTUK DILAKUKAN PENELITIAN

Kediri, 4 September 2022


Dosen Pembimbing

Retno Palupi Yonni Siwi, S.ST., B.d., M.Kes.,


NIDN. 0704128701

iii
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS POLA ASUH GIZI DAN RIWAYAT BBLR DENGAN


KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24 – 59 BULAN
DI WILAYAH PUSKESMAS BATURUBE
SULAWESI TENGAH

Oleh:
Ardianti
2141A0172

Skripsi ini telah diuji dan dinilai oleh Panitia Penguji


Pada Program Studi DIV Kebidanan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Pada tanggal 12 September 2022
DOSEN PENGUJI
Ketua Penguji
Nur Yeny Hidajaturrokhmah, S.Kep,Ns.,M.Kes ............. .............................

Anggota Penguji
Putri Eka Sejati, S.ST, B.d, M.Kes ..........................................

Retno Palupi Yonni Siwi, S.ST., B.d., M.Kes ..........................................

iv
ANALISIS POLA ASUH GIZI DAN RIWAYAT BBLR DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24 – 59 BULAN
DI WILAYAH PUSKESMAS BATURUBE
SULAWESI TENGAH

Ardianti¹, Retno palupy Yoni Siwi 2


¹Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
²Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan
E-mail: Ardiyanti_123@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang: Kejadian stunting merupakan permasalah pada gizi yang salah
satunya dipengaruhi oleh pola asuh dalam pemberikan makan dan adanya riwayat
BBLR. Dalam proses selanjutnya hal ini akan berdampak pada kesehatan,
permasalahan dalam pendidikan dan produktifitas di masa depan.Tujuan
penelitian ini untuk Menganalisis hubungan pola asuh gizi dan riwayat BBLR
dengan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 buln di Wilayah Puskesmas
Baturube Sulawesi Tengah.
Metodologi penelitian: Desain penelitian ini analitik korelasional dengan
pendekatan waktu cross seccional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
balita usia 24 - 59 bulan di Wilyah Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah yang
berjumlah 40 responden, sedangkan sampel 36 responden. Metode pengambilan
sampel menggunakan tehnik Simple Random Sampling. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner, pengukur tinggi badan, timbangan. Uji statistic
menggunakan Chi Square.
Hasil penelitian: Hasil penelitian bahwa balita usia 24 – 59 bulan di Wilayah
Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah dari 36 responden, sebagian kecil terjadi
stunting 7 (19,4%), pola asuh gizi kurang baik 7 responden (19,4%), dan
sebagian kecil ada riwayat BBLR 5 (13,8%). Hasil Analisa data: Hasil analisa
data menunjukkan ada hubungan pola asuh gizi dan riwayat BBLR dengan
kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Wilayah Puskesmas Baturube
Sulawesi Tengah.
Kesimpulan: Disimpulkan pola asuh gizi yang kurang baik serta adanya riwayat
bayi berat lahir rendah dapat menyebabkan stunting. Sehingga ibu yang
mempunyai anak balita diharapkan untuk rutin menimbang dan mengukur Tinggi
badan balitanya setiap bulan, serta memberikan asupan gizi yang baik dan sehat
agar dapat mengantisipasi terjadinya stunting.

Kata Kunci : Balita ,bayi berat lahir rendah (BBLR), gizi, pola asuh, stunting

v
ANALYSIS OF NUTRITIONAL PARENTING PATTERNS AND
HISTORY OF LBW WITH STUNTING EVENTS IN TODDLERS
AGED 24 – 59 MONTHS IN THE AREA OF THE BATURUBE
HEALTH CENTER CENTRAL SULAWESI

Ardianti¹, Retno palupy Yoni Siwi 2


STRADA Indonesian Institute of Health Sciences
²Faculty of Nursing and Midwifery
E-mail: Ardiyanti_123@gmail.com

ABSTRACT

Introduction: The incidence of stunting is a problem in nutrition, one of which is


influenced by parenting in feeding and the existence of a history of BBLR. In the
next process this will have an impact on health, problems in education and
productivity in the future. The purpose of this study is to analyze the relationship
between nutritional parenting and BBLR history with the incidence of stunting in
toddlers aged 24-59 buln in the Baturube Health Center Area, Central Sulawesi.
Methodology: The design of this research is correlational analytic with cross
sectional time approach. The population in this study were all toddlers aged 24 -
59 months in the Baturube Health Center area, Central Sulawesi, amounting to 40
respondents, while the sample was 36 respondents. The sampling method used the
Simple Random Sampling technique. Collecting data using a questionnaire,
measuring height, scales. Test statistics using Chi Square.
Results: The results showed that toddlers aged 24 – 59 months in the Baturube
Health Center area, Central Sulawesi, out of 36 respondents, a small portion of
stunting occurred 7 (19.4%), 7 respondents (19.4%) poor nutrition parenting
patterns, and a small part had a history of LBW 5 (13,8%).
Analisys: The results of data analysis showed that there was a relationship
between nutritional parenting patterns and a history of LBW with the incidence of
stunting in toddlers aged 24-59 months in the Baturube Health Center area,
Central Sulawesi.
Discussion: It was concluded that poor nutritional parenting and a history of low
birth weight babies could cause stunting. So that mothers who have children under
five are expected to routinely weigh and measure their toddler's height every
month, and provide good and healthy nutritional intake in order to anticipate
stunting.

Keywords: Toddlers, low birth weight (LBW) babies, nutrition, parenting,


stunting

vi
UCAPAN TRIMAKASIH

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis pola asuh gizi dan riwayat BBLR
dengan kejadian stunting Pada Balita Usia 24 – 59 Bulan di wilayah
Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah“ dapat diselesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
DIV Kebidanan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan di Institut Ilmu Kesehatan
STRADA Kediri.

Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada:


1. Dr. dr. H. Sentot Imam Suprapto, MM selaku Rektor IIK STRADA Kediri
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan.
2. Dr. Byba Melda Suhita, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku Dekan Fakultas
Keperawatan Dan Kebidanan Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan.
3. Shanty Natalia, SST.,Bd.,S.Keb.,M.Kes, selaku Kaprodi Program Studi Ilmu
D-IV Kebidanan Institut Ilmu Kesehatan (IIK) Strada Indonesia yang telah
memberikan bimbingan dan pendidikan selama peneliti mengikuti
pendidikan.
4. Retno Palupi Yonni Siwi, S.ST., B.d., M.Kes selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada penyusunan skripsi ini.
5. Segenap dosen dan karyawan Program Studi DIV Kebidanan IIK STRADA
Kediri yang telah memberikan ilmu, bimbingan selama perkuliahan.
6. Direktur Baturube Kabupaten Morowali Utara yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit.

vii
7. Orang tua dan keluargaku tercinta yang selalu mendoakanku, terima kasih
atas semua doa, dukungan serta semangat yang telah diberikan kepada
peneliti.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran dari semua pihak sangatlah kami
butuhkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan penulis khususnya. Amin.

Kediri, Agustus 2022

Penyusun

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................……………….
HALAMAN PERNYATAAN.........................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................…………. iv
ABSTRAK......................................................................................…………. v
ABSTRACT..................................................................................…………. vi
KATA PENGANTAR………………………………………………...............
DAFTAR ISI………………………………………………………............
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
DAFTAR TABEL..............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
A. Latar Belakang..................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................
C. Tujuan Penelitian..............................................................................
1. Tujuan Umum................................................................................................
2. Tujuan Khusus...............................................................................................
D. Manfaat Penelitian............................................................................
1. Manfaat Teoritis.............................................................................................
2. Manfaat Praktis..............................................................................................
E. Keaslian Penelitian...........................................................................
BAB II KONSEP TEORI...................................................................................
A. Tinjauan Pustaka...............................................................................
B. Kerangka Teori...............................................................................
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................
A. Desain Penelitian............................................................................
B. Kerangka Kerja...............................................................................
C. Populasi, Sampel, Sampling...........................................................
D. Rancangan Penelitian......................................................................
E. Variabel Penelitian..........................................................................
F. Definisi Operasional.......................................................................
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data...............................................
H. Etika Penelitian...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
LAMPIRAN.......................................................................................................

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori……………………………………………………….27


Gambar 2. Kerangka
Kerja……………………………………………………….29

x
DAFTAR TABEL

Table 1. Keaslihan Penelitian……………………………………………………..7


Table 2. Definisi Operasional……………………………………………………
31

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Responden……………………………………39


Lampiran 2. Lembar Permohonan Menjadi Responden……………………...….40
Lampiran 3. Surat Izin Studi Pendahuluan……………………...……………….41
Lampiran 4. Surat Balasan Studi pendahuluan…………………………………..42
Lampiran 5. Instrumen Penelitian… …………………………………………....43
Lampiran 6.Bukti Konsultasi Dengan Dosen Pembimbing……………………...52

xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan gizi, khususnya stunting pada anak merupakan salah
satu keadaan kekurangan gizi yang menjadi perhatian utama di dunia
terutama di negara-negara berkembang, memberikan dampak lambatnya
pertumbuhan anak, daya tahan tubuh yang rendah, kurangnya kecerdasan,
dan produkti vitas yang rendah (Kurniasih D., 2017).
Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi pada
anak menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = <-2 SD, hal ini
menunjukan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek hasil dari
gagal pertumbuhan. Stunting pada anak juga menjadi salah satu faktor
risiko terjadinya kematian, masalah perkembangan motorik yang rendah,
kemampuan berbahasa yang rendah, dan adanya ketidakseimbangan
fungsional (Anwar, Khomsan, dan Mauludyani, 2018).
Menurut WHO tahun 2021, prevalensi balita stunting di dunia
sebesar 22,9% dan keadaan gizi balita pendek menjadi penyebab 2,2 juta
dari seluruh penyebab kematian balita di seluruh dunia. Hampir setengah
tingkat kematian pada anak-anak di bawah lima tahun di Asia dan Afrika
disebabkan oleh kekurangan gizi. Ini menyebabkan kematian tiga juta
anak per tahun. Berdasarkan data WHO tahun 2021 di wilayah Asia
Tenggara prevalensi balita stunting mencapai 33,8% . Jika prevalensi
balita stunting di Indonesia dibandingkan dengan Vietnam sebanyak 23%,
Malaysia 17%, Thailand 16% dan Singapura 4%. Jika merujuk data dari
Global Nutrition Report (2017) Indonesia berada dalam posisi 17 negara
dari 117 negara yang memiliki permasalahan gizi pada balita yaitu
stunting, wasting dan kelebihan berat badan.
Berdasarkan hasil Riskesdas (2021) untuk prevalensi stunting pada
balita sebesar 30,8% dengan kategori sangat pendek 11,5% dan kategori
pendek 19,3%. Data stunting tahun 2021 tersebut sudah terjadi penurunan

1
dibandingkan data stunting tahun 2020 sebesar 37,2% (Kementrian
Kesehatan RI, 2021).
Hasil data pemantauan Dinas Kesehatan Kabupaten Morowali
Utara pada tahun 2021 terdapat sebanyak 32,4% balita stunting, sebanyak
37,6% pada tahun 2019 dan 2020 sebanyak 41% balita yang mengalami
stunting. Hasil pemantauan tersebut, maka terlihat bahwa dari data tahun
2019 sampai dengan 2021 terjadi penurunan jumlah balita stunting.
Kejadian stunting merupakan permasalah pada gizi yang
dipengaruhi oleh tatanan ekonomi maupun sosial masyarakat. Dalam
proses selanjutnya hal ini akan berdampak pada kesehatan, permasalahan
dalam pendidikan dan produktifitas di masa depan. Faktor penyebab
stunting terdiri dari faktor basic seperti faktor ekonomi dan pendidikan
ibu, kemudian faktor intermedien seperti jumlah anggota keluarga, tinggi
badan orang tua, dan jumlah anak ibu, perokok pasif. Selanjutnya adalah
faktor proximal seperti pemberian ASI eksklusif, usia anak dan BBLR
(Sastria, 2019).
Wanita yang stunting akan melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah, yang kemudian berkontribusi dalam siklus malnutrisi dalam
kehidupan. Anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan kurang dari 145
cm cenderung melahirkan bayi pendek lebih banyak (42,2%)
dibandingkan kelompok ibu dengan tinggi badan normal (36%) (Nuraeni
& Diana, 2019). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali et al., (2017)
dengan sampel anak berusia dibawah lima tahun menunjukan bahwa anak
yang memiliki ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm berisiko
menderita stunting.
Hasil dari rekapitulasi data diatas, maka faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting adalah Riwayat BBLR dan pola asuh gizi. Hasil
wawancara yang dilakukan di Puskesamas Baturube 20 – 22 Februari 2022
dengan 5 orang ibu yang memiliki anak stunting, 2 orang ibu mengatakan
bahwa bayinya dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan
2 orang ibu mengatakan tidak memberikan pola asuh gizi pada anaknya
karena ASI tidak keluar pada saat setelah persalinan, 1 orang ibu

2
mengatakan bahwa ia memberikan ASI kepada bayinya selama 2 bulan
lebih kemudian menggantinya dengan susu formula dengan alasan
kesibukan.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas
Baturabetanggal 10 – 15 Februari 2022 didapatkan pada 10 balita anak
usia 24 – 59 bulan didapatkan 6 anak mengalami stunting. Orang tua 3
anak yang stunting mengatakan pola asuh gizinya selama masih usia < 1
tahun anak tidak mendapatkan ASI eksklusif, 3 anak dikarenakan ada
riwayat BBLR masing – masing berat waktu lahir < 2500 gram.
Stunting dapat dicegah dengan beberapa hal seperti memberikan
ASI Esklusif, memberikan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan tubuh,
membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, untuk
menyeimbangkan antara pengeluaran energi dan pemasukan zat gizi
kedalam tubuh, dan memantau tumbuh kembang anak secara teratur
(Amin & Julia, 2016).
Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul Analisis
pola asuh gizi dan riwayat BBLR dengan kejadian stunting Pada Balita
Usia 24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas Baturube.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan pola asuh gizi dan riwayat BBLR dengan kejadian
stunting Pada Balita Usia 24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas Baturube?.
C. Tujuan
1. Tujuan umum penelitian
Menganalisis hubungan pola asuh gizi dan riwayat BBLR dengan
kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas
Baturube.
2. Tujuan khusus penelitian
a. Mengidentifikasi pola asuh gizi pada balita usia 24 – 59 Bulan di
wilayah Puskesmas Baturube.
b. Mengidentifikasi riwayat BBLR pada balita usia 24 – 59 Bulan di
wilayah Puskesmas Baturube.

3
c. Mengidentifikasi kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 Bulan
di wilayah Puskesmas Baturube.
d. Menganalis hubungan pola asuh gizi dengan kejadian stunting
pada balita usia 24 – 59 bulan di wilayah Puskesmas Baturube.
e. Menganalis hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting
pada balita usia 24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas Baturube.

D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Merupakan bahan untuk pembelajaran, menambah pengetahuan
penelitian mengenai kesehatan pada balita secara umum dan secara
khusus status status gizi pada balita..
2. Manfaat praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk institusi pendidikan dalam penulisan
yang lebih lanjut dan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
kajian pustaka khususnya tentang pola asuh dan riwayat BBLR
dengan kejadian stunting.
b. Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk menambah wawasan bagi peneliti dan
menerapkan ilmu serta memberikan solusi mengenai pola asuh dan
riwayat BBLR dengan kejadian stunting.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dan data dasar bagi peneliti selanjutnya mengenai pola
asuh dan riwayat BBLR dengan kejadian stunting.

E. Keaslian Penelitian
No Author Nama Judul Metode Hasil Penelitian Database Perbedaa
. /Peneliti Jurnal, Penelitian Penelitian dan Link n
Volume, (Desain, Jurnal
Nomor, Sampel,
ISSN, Variabel,
Tahun Instrument,
Analisis)

4
1 Zulaika Jurnal Hubungan Penelitian Hasil penelitian http:// Penelitian
Febriana Kesehata BBLR dan survey didapatkan hasil journal.um dahulu
Asikin, n Madu, Pola Asuh analitik dan uji chi square test go.ac.id/ meneliti
Sukarni Vol 8, Gizi menggunaka diperoleh Pvalue index.php/ variable
Ismail, No 2, 66- Dengan n desain untuk faktor madu pola asuh
Misrawa 76 ISSN Kejadian penelitian BBLR yaitu 0,009 gizi,
ty Utiya 2301- Stunting di cross dan untuk faktor polaasuh
(2019) 5683, Desa sectional. pola asuh gizi ibu,
Tahun Tabumela Tekhnik yaitu 0,000 yang riwayat
2019 Kabupaten pengambilan berarti lebih kecil BBLRdan
Gorontalo sampel dari α = 0,05. stunting ,
dalam sedangkan
penelitian ini penelitian
adalah total sekarang
sampling variable
dengan penelitiann
jumlah ya pola
sampel asuh,
sebanyak 30 riwayat
balita, uji BBLRdan
statistic Chi stunting
Square
2 Sri Hadi Jurnal Analisis Penelitian Hasil penelitian http:// Penelitian
Sulistiya Kesehata faktor yang explanatory menunjukkan journal.um dahulu
ningsih, n, Vol. 8 mempenga research, adanya hubungan go.ac.id/ meneliti
Siti no. 4 , ruhi pendekatan Pengetahuan (p index.php/ variable
Niamah ISSN kejadian metode cross value = 0,039), jurnal pengetahua
(2015) 2303- stunting sectional, Berat Badan Lahir kesehatan n ibu,
1298, pada balita Sampel 59 (p value = 0,020), riwayat
Tahun di wilayah balita , Faktor Ekonomi ASI, status
2020 Puskesmas menggunaka (p value = 0,001), ekonomi
Kabupaten n tehnik total dan Pola Asuh (p dan
Pati sampling,uji value = 0,021), stunting ,
Chi Square Riwayat sedangkan
dan uji Pemberian ASI (p penelitian
analisis value = 0,040) sekarang
regresi dan riwayat variable
logistik penyakit infeksi penelitiann
berganda. (p value = 0,014) ya pola
dengan kejadian asuh,
stunting. Variabel riwayat
yang berpengaruh BBLRdan
secara bersama – stunting
sama dengan
kejadian stunting
adalah Berat
Badan Lahir (p
value = 0,007),
Faktor Ekonomi
(p value = 0,011),
dan Pola Asuh (p
value = 0,004).
3 Yuka Jurnal Analisis Penelitian Dari hasil chi- http://
Oktafirn kesehata faktor survei quare test journal.um
and, n, Vol. resiko analitik Riwayat ASI, go.ac.id/
Hasanah 7 No. 1 kejadian dengan Pendapatan index.php/
Pratiwi (2021) stunting di pendekatan Keluarga, Variasi jurnal

5
Harahap E-ISSN: Desa cross Makanan, dan kesehatan
(2021) 2621- Helvetia sectional. Cemilan Anak
9794, P- Pengumpula secara signifikan
ISSN: n data berhubungan
2477- menggunaka dengan kejadian
2097, n kuisioner, stunting di Desa
Tahun20 dengan Helvetia dengan
21 responden nilai P-Value
anak balita 0,030 , 0,002 ,
sebanyak 40 0,014, 0,00. Dan
orang. dari Uji Binary
Analisa data logistic variabel
Univariat, yang paling
Bivariat dominan
dengan Chi- berpengaruh
Square dan terhadap kejadian
Multivariat stunting adalah
menggunaka Cemilan Anak
n Binary dengan Exp(B)
10.847.

6
BAB II
KONSEP TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Stunting
a. Pengertian Stunting
Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis
yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang
cukup lama, hal ini menyebabkan adanya gangguan di masa yang
akan datang yakni mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak stunting
mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan
rata – rata IQ anak normal (Kemenkes RI, 2018).
Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi
pada anak menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = <-2 SD, hal
ini menunjukan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek
hasil dari gagal pertumbuhan. Stunting pada anak juga menjadi
salah satu faktor risiko terjadinya kematian, masalah
perkembangan motorik yang rendah, kemampuan berbahasa yang
rendah, dan adanya ketidakseimbangan fungsional (Anwar,
Khomsan, dan Mauludyani, 2018).
Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh
bayi di bawah lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di
dalam kandungan hingga awal bayi lahir, stunting sendiri akan
mulai nampak ketika bayi berusia dua tahun (Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa
stunting ini merupakan masalah kurang gizi dengan periode yang
cukup lama sehingga muncul gangguan pertumbuhan tinggi badan
pada anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya (Schmidt, 2017).

7
b. Penilaian Status Gizi
Status gizi pada seorang balita (1 – 5 tahun) membutuhkan
nutrisi yang lebih banyak karena pada masa inilah dianggap
sebagai masa keemasan. Dalam masa ini seorang anak akan
mengalami perkembangan fisik, mental, dan akan menemukan
berbagai hal yang baru, sehingga terpenuhinya nutrisi pada masa
ini sangatlah berperan penting (Hasdianah, Siyoto, & Peristyowati,
2018).
Penilaian status gizi pada dasarnya bisa dilakukan dengan
empat macam penilaian yakni ada antropomentri, klinis, biokimia
dan biofisik (Supriasa, 2017).
a) Pengukuran Antropomentri
Antropomentri berasal dari kata antrophos yakni tubuh dan
metros yakni ukuran. Antropometri merupakan salah satu cara
penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh
yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang.
Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan
komposisi tubuh seseorang (Supriasa, 2012).
b) Indeks Antropomentri
1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Indeks status gizi BB/U merupakan indeks masalah gizi
yang digambarkan secara umum. BB/U yang rendah
umumnya disebabkan karena pendek (masalah gizi
kronis) ataupun sedang menderita diare serta penyakit
infeksi lainnya (masalah gizi akut) yang tidak dijadikan
indikasi masalah gizi kronis dan akut (Trihono, 2019).
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks status gizi berdasarkan TB/U ini dapat
menunjukan masalah gizi yang bersifat kronis. Hal ini
disebabkan karena keadaan yang berlangsung cukup lama
seperti kemiskinan, perilaku hidup yang terbilang 12
tidak sehat, dan kurangnya asupan gizi yang didapatkan

8
anak baik sejak di dalam kandungan yang mengakibatkan
seorang anak menjadi pendek (Trihono, 2019).
3) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Indeks BB/TB memberikan indikasi terhadap masalah
gizi akut yang terjadi pada peristiwa yang tidak lama
seperti adanya wabah penyakit dan kekurangan makanan
yang akan mengakibatkan seseorang nampak kurus
(Trihono, 2018).
c. Cara Pengukuran Antopomentri
Pengukuran berat badan, panjang/tinggi badan
dimaksudkan untuk bisa mendapatkan data status gizi sebuah
penduduk (Riskesadas, 2017). Pengukuran Panjang Badan (PB)
dapat digunakan bagi anak usia 0 – 24 bulan dengan pengukuran
terlentang, jika pengukuran pada usia anak 0 – 24 bulan dilakukan
secara berdiri maka pengukuran dikoreksi dengan menambahkan
0,7 cm. Sedangkan untuk pengukuran Tinggi Badan (TB) dapat
digunakan bagi anak dengan usia diatas 24 bulan, jika pada usia
diatas 24 bulan pengukuran dilakukan dengan cara terlentang maka
dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm (Kemenkes RI, 2010).
1) Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan ini dilakukan pada responden yang
sudah bisa berdiri. Pengukuran tinggi badan (microtoise)
yang mempunyai kapasistas ukur hingga 2 meter dengan
ketelitian 0,1 cm (Riskesdas, 2017).
2) Persiapan Pengukuran Tinggi Badan
a) Menggantungkan bandul benang untuk memasang
microtoise di dinding sehingga dapat tegak lurus.
b) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari
keberadaan bandul dan menempel pada dinding. Pastikan
dinding rata dan tidak ada lekukan maupun tonjolan.
c) Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas sehingga dapat
sejajar dengan benang berbandul yang tergantung. Tarik

9
hingga angaka pada jendela baca menunjukan angka 0
(nol). Rekatkan dan lakban pada bagian atas microtoise.
d) Menghindari adanya perbuahan posisi pita berikan perkeat
atau lakban pada posisi 10 cm dari bagian atas microtoise.
3) Prosedur Pengukuran Tinggi Badan
a) Meminta responden untuk melepas alas kaki
(sepatu/sandal), topi (penutup kepala).
b) Memastikan bahwa alat geser berada diposisi atas.
c) Meminta responden untuk berdiri tegak di bawah alat
geser.
d) Posisikan kepala dan bahu bagian belakang, lengan,
pantat dan tumit menempel pada dinding dimana
microtoise terpasang.
e) Pastikan pandangan lurus kedepan dan posisi tangan
tergantung bebas.
f) Menggerakan alat geser hingga menyentuh bagian atas
kepala responden, pastikan pada bagian tengah kepala.
Dengan catatan bahwa bagian belakang alat geser tetap
menempel dinding.
g) Baca hasil tinggi badan pada bagian jendela baca ke
arah angka yang lebih besar (ke bawah). Pembaca
tepat berada di depan jendela baca pada garis merah,
sejajar dengan mata petugas.
h) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian hingga satu
angka dibelakang koma (0,1 cm) seperti contoh 157, 3
dan 163,9.
d. Klasifikasi Status Gizi
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi
Indeks Status Gizi Z-Score
BB/U Gizi Buruk Zscore <-3,0 SD
Gizi Kurang Zscore - 3,0 SD s/d Zscore < -2,0
Gizi Baik SD

10
Gizi Lebih Zscore -2,0 SD s/d 2,0 SD
Zscore > 2,0 SD
TB/U Sangat pendek Zscore <-3,0 SD
Pendek Zscore - 3,0 SD s/d < -2,0 SD
Normal Zscore -2,0 SD s/d 2 SD
Tinggi Zscore >2 SD
BB/TB Sangat Kurus Zscore <-3,0 SD
Kurus Zscore - 3,0 SD s/d < -2,0 SD
Normal Zscore -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gemuk Zscore >2,0 SD
Sumber : Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2018 tentang
standar antropomentri penilaian status gizi anak
e. Diagnosis Stunting
Stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua
tahun (TNP2K, 2017). Stunting didefinisikan sebagai keadaan
dimana status gizi pada anak menurut TB/U mempunyai hasil
Zscore - 3,0 SD s/d < -2,0 SD (pendek) dan Zscore <-3,0 SD
(sangat pendek).
Hasil pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) didapatkan
dengan mengurangi Nilai Individual Subjek (NIS) dengan Nilai
Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan,
setelah itu hasilnya akan dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujuk
(NSBR). Jika tinggi badan lebih kecil dari nilai median, maka
NSBR didapatkan dengan cara mengurangi median dengan – 1 SD.
Jika tinggi badan lebih besar dari pada median, maka NSBR
didapatkan dengan cara mengurangi + 1 SD dengan median,
berikut ini rumus yang bisa digunakan :
Rumus Skor Simpang Baku (Z-score)
Z-Score = (NIS-NMBR)/NSBR
Sumber : TPNK, 2017
Keterangan :
NIS : Nilai Individual Subjek (Tinggi badan anak)
NMBR: Nilai Median Baku Rujukan

11
NSBR : Nilai Simpang Baku Rujuk
f. Faktor Risiko Stunting
a) Status Gizi Status
Gizi merupakan sebuah penilaian keadaan gizi yang
diukur oleh seseorang pada satu waktu dengan
mengumpulkan data (Arisman, 2015). Status gizi
menggambarkan kebutuhan tubuh seseorang terpenuhi atau
tidak. Salah satu penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang yang dilakukan oleh Putri, Sulastri, dan
Lestari menunjukan bahwa status gizi dalam masyakarat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial ekonomi,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anak dalam
keluarga, pola asuh, dan pola asuh.
b) Kebersihan Lingkungan
Sanitasi yang baik akan mempengaruhi tumbuh
kembang seorang anak. Sanitasi dan keamanan pangan dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi (Kemenkes
RI, 2018).
Penerapan hygiene yang tidak baik mampu
menimbulkan berbagai bakteri yang mampu masuk ke dalam
tubuh yang menyebabkan timbul beberapa penyakit seperti
diare, cacingan, demam, malaria dan beberapa penyakit
lainnya. Penelitian di Libya, faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko Z-Score = (NIS-NMBR)/NSBR stunting
akibat lingkungan rumah adalah kondisi tempat tinggal,
pasokan air bersih yang kurang dan kebersihan lingkungan
yang tidak memadai. Kejadian infeksi dapat menjadi
penyebab kritis terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan. Penyediaan toilet, perbaikan dalam praktek
cuci tangan dan perbaikan kualitas air adalah alat penting
untuk mencegah tropical enteropathy dan dengan demikian

12
dapat mengurangi risiko hambatan pertumbuhan tinggi badan
anak (Prendergast, 2014)
c) Makanan Pendamping ASI
Masalah kebutuhan gizi yang semakin tinggi akan
dialami bayi mulai dari umur enam bulan membuat seorang
bayi mulai mengenal Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang mana pemberian MP-ASI untuk menunjang
pertambahan sumber zat gizi disamping pemberian ASI
hingga usia dua tahun. Makanan pendamping harus diberikan
dengan jumlah yang cukup, sehingga baik jumlah, frekuensi,
dan menu bervariasi bisa memenuhi kebutuhan anak
(Kemenkes RI, 2017).
d) ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan air susu yang
dihasilkan seorang ibu setelah melahirkan. ASI Eksklusif
adalah pemberian ASI yang diberikan sejak bayi dilahirkan
hingga usia bayi 6 bulan tanpa memberikan makanan atau
minuman lainnya seperti susu formula, air putih, air jeruk
kecuali vitamin dan obat (Kemenkes RI, 2016). ASI
mengandung enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan
pada bayi sangat mudah untuk mencerna dan menyerap ASI,
kata lain organ pencernaan bayi belum memiliki enzim yang
cukup untuk mencerna makanan lain selain ASI. Komposisi
ASI dengan konsentrasi sesuai dengan pencernaan bayi akan
membuat bayi tumbuh dengan badan yang seimbang (Arif,
2019).
Seorang anak yang minum ASI eksklusif mempunyai
tumbuh kembang yang baik, hal ini dikarenakan di dalam ASI
terdapat antibodi yang baik sehingga membuat anak tidak
mudah sakit, selain itu ASI juga mengandung beberapa enzim
dan hormone (Pollard, 2015). Pada ASI terdapat kolostrum
yang mengandung zat kekebalan salah satunya IgA

13
(Immunoglobin A) yakni sangat penting untuk membuat
seorang bayi terhindar dari infeksi. IgA yang sangat tinggi
tedapat pada ASI yang mampu melumpuhkan bakteri
pathogen Ecoli dan beberapa bakteri pada pencernaan lainnya.
Kandungan lainnya yang dapat ditemukan dalam ASI ialah
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA)
yang sangat penting dalam menunjang pembentukan sel – sel
pada otak secara optimal sehingga bisa menjamin
pertumbuhan dan kecerdasan pada seorang anak (Arif, 2009).
E
e) Berat Badan Lahir
Berat badan lahir adalah pengukuran berat badan yang
setelah dilahirkan (Kemenkes RI, 2016) 1) Klasifikasi Berat
Lahir Bayi a) Berat Bayi Lahir Cukup (BBLC) bayi dengan
berat lahir antara 2500 gram sampai 4000 gram. b) Berat Bayi
Lahir Besar (BBLB) bayi dengan berat lahir lebih dari 4000
gram. c) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) bayi dengan berat
lahir antara 1500 gram hingga kurang dari 2500 gram. d)
Berat Bayi Lahir Sangat Rendah (BBLSR) bayi dengan berat
lahir antara 1000 gram hingga kurang 1500 gram. e) Berat
Bayi Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) bayi dengan berat lahir
di bawah 1000 gram.
f) Berat Bayi Lahir Rendah
Berat bayi lahir rendah memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian stunting. Dikatakan BBLR jika
berat < 2500 gram (Kemenkes, 2019). Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) merupakan faktor risiko yang paling
dominan terhadap kejadian stunting pada anak baduta.
Karakteristik bayi saat lahir (BBLR atau BBL normal)
merupakan hal yang menentukan pertumbuhan anak. Anak
dengan riwayat BBLR mengalami pertumbuhan linear yang

14
lebih lambat dibandingkan Anak dengan riwayat BBL normal
(Rahayu, Yulidasari, Putri, dan Rahman. 2015).
g) Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga
mampu meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi pada anak.
Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu penyebab
terjadinya stunting hal ini dikarenakan pendidikan yang tinggi
dianggap mampu untuk membuat keputusan dalam
meningkatkan gizi dan kesehatan anak- anak. Pengetahuan
yang tinggi juga mempengaruhi orang tua dalam menentukan
pemenuhan gizi keluarga dan pola pengasuhan anak, dimana
pola asuh yang tidak tepat akan meningkatkan risiko kejadian
stunting (Adriani, 2017).
Tingkat pendidikan bapak akan mempengaruhi
kesempatan kerja yang dimiliki seseorang. Pendidikan yang
tinggi cenderung akan mempunyai kesempatan kerja yang
lebih baik dibandingkan pendidikan yang rendah 19 (Trihono
dkk, 2015). Menurut Undang – Undang RI NO. 20 tahun 2013
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan formal terdiri
dari pendidikan dasar (SD, MI, SMP, dan MTs), pendidikan
menengah pertama (SMA, MA, SMK), dan pendidikan tinggi
(diploma, sarjana, magister, spesialis dan dokter).
Pemerintah di Indonesia mewajibkan belajar 9 tahun
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga
masyarakat di Indonesia harus menempuh pendidikan
minimal 9 tahun dihitung mulai dari Sekolah Dasar (SD)
hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Masyarakat yang
sudah menempuh pendidikan minimal 9 tahun tersebut
dianggap sudah mempunyai kualitas yang layak untuk
menjalankan kehidupannya.
h) Pendapatan Orang Tua

15
Tingkat pendapatan keluarga memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian stunting. Hal ini dikarenakan
keluarga dengan pendapatan yang rendah akan mempengaruhi
dalam penyediakan pangan untuk keluarga. Daya beli
keluarga tergantung dengan pendapatan keluarga, dengan
adanya pendapatan yang tinggi maka kemungkinan
terpenuhinya kebutuhan makan bagi keluarga (Adriani, 2017).
Orang tua dengan pendapatan keluarga yang memadai
akan memiliki kemampuan untuk menyediakan semua
kebutuhan primer dan sekunder anak. Keluarga dengan status
ekonomi yang baik juga memiliki akses pelayanan kesehatan
yang lebih baik. Anak pada keluarga dengan status ekonomi
rendah cenderung mengkonsumsi makanan dalam segi
kuantitas, kualitas, serta variasi yang kurang. Status ekonomi
yang tinggi membuat seseorang memilih dan membeli
makanan yang bergizi dan bervariasi (Fernald LC dan Neufeld
LM, 2017).
Menurut Keputusan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 320/KEP/2018 tentang penetapan upah
minimum kabupaten/kota tahun 2019, bahwa UMK Kulon
Progo Rp. 1.613.200,00.
i) Penyakit Infeksi Diare
Diare merupakan keadaan dimana seseorang BAB
dengan konsistensi yang lembek atau bahkan dapat berupa air
saja dengan frekuensi yang sering bisa tiga atau lebih dalam
satu hari. Penyakit infeksi diare ini sering diderita oleh anak,
seorang anak yang mengalami diare secara terus menerus
akan berisiko untuk mengalami dehidrasi atau kehilangan
cairan sehingga penyakit infeksi tersebut dapat membuat anak
kehilangan nafsu makan dan akan membuat penyerapan
nutrisi menjadi terganggu (Kemenkes RI, 2017).

16
Salah satu penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas
Simolawang Surabaya yang dilakukan oleh Desyanti dan
Nindya (2017) menunjukan bahwa balita stunting lebih
banyak mengalami kejadian diare hingga 2 kali atau lebih
dalam tiga bulan terakhir.
j) Pola Pemberian Makan
Pola asuh yang baik dalam mencegah terjadinya
stunting dapat dilihat dari praktik pemberian makan. Pola
pemberian makan yang baik ini dapat berdampak pada
tumbuh kembang dan kecerdasan anak sejak bayi. Pola asuh
pemberian makan yang sesuai dengan anjuran KEMENKES
RI 2016, yaitu pola makan pemberian makan yang baik
kepada anak adalah dengan memberikan makanan yang
memenuhi kebutuhan zat gizi anaknya setiap hari, seperti
sumber energi yang terdapat pada nasi, umbi – umbian dan
sebagainya. Sumber zat pembangun yaitu ikan, daging, telur,
susu, kacang – kacangan serta zat pengatur seperti sayur dan
buah terutama sayur berwarna hijau dan 21 kuning yang
banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan pada
proses tumbuh – kembang bayi terutama agar bayi terhindar
dari masalah gizi salah satunya yang berdampak pada
stunting.
Pola makan bayi juga perlu menjadi perhatian ibu
dimana pola makan bayi harus sesuai dengan usia bayi dan
memberikan menu makanan yang bervariasi setiap harinya.
Pemberian menu makanan yang tidak bervariasi atau hampir
sama setiap harinya dapat mengakibatkan seorang anak tidak
mendapatkan pemenuhan gizi yang sesuai dengan
kebutuhannya. KEMENKES juga menjelaskan bahwa pada
bayi 0 – 6 bulan cukup diberi ASI saja, pada usia 6 – 8 bulan
bayi tidak hanya diberi ASI tetapi disertai pemberian makan
lumat, usia 9 – 11 bulan bayi masih tetap diberi ASI dan

17
makanan lembik serta pada usai 12 – 23 bulan bayi selain di
beri ASI juga sudah diperbolehkan makan makanan keluarga.
Salah satu penelitian di Kabupaten Sumba Tengah
Nusa Tenggara Timur yang dilakukan oleh Loya dan
Nuryanto (2017) menunjukan bahwa pola asuh pemberian
makan pada balita stunting usia 6 – 12 bulan diperoleh hasil
yang kurang tepat dimana beberapa ibu tidak memperhatikan
kebutuhan gizi anaknya. Pola asuh yang diberikan mengikuti
pola asuh pada umumnya yang ada di masyarakat setempat.
ibu hanya memberikan makan sesuai dengan makanan yang
ada didalam rumah tangga saja dan juga memberikan
makanan mengikuti keinginan anak. Balita merupakan
seorang anak yang mempunyai usia di atas satu tahun atau
yang lebih dikenal dengan sebutan usia bawah lima tahun
(Kemenkes RI, 2018).
Umur balita didapat dengan menanyakan tanggal
bulan dan tahun anak lahir. Bila umur anak lebih dari hari
maka dibulatkan menjadi 1 bulan. Seperti contoh umur 3
bulan 16 hari dinyatakan sebagai usia 4 bulan (Kemenkes RI,
2017). Jenis Kelamin Balita Salah satu penelitian di Kota
Semarang yang dilakukan oleh Setyawati (2018) menunjukan
bahwa anak balita laki – laki lebih banyak mengalami stunting
dibandingkan dengan balita perempuan hal ini dikarenakan
perkembangan motorik kasar anak laki – laki lebih cepat dan
beragam sehingga membutuhkan energi lebih banyak,
sehingga risiko menjadi lebih tinggi jika pemenuhan
kebutuhan energi tidak terpenuhi dengan baik.
g. Dampak Stunting
Dampak stunting dibagi menjadi dua, yakni ada
dampak jangka panjang dan juga ada jangka pendek. Jangka
pendek kejadian stunting yaitu terganggunya perkembangan
otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan gangguan

18
metabolisme pada tubuh. Sedangkan untuk jangka panjangnya
yaitu mudah sakit, munculnya penyakit diabetes, penyakit
jantung dan pembuluh darah, kegemukan, kanker, stroke,
disabilitas pada usia tua, dan kualitas kerja yang kurang baik
sehingga membuat produktivitas menjadi rendah (Kemenkes
RI, 2016). Kejadian stunting menjadi salah satu masalah yang
terbilang serius jika dikaitan dengan adanya angka kesakitan
dan kematian yang besar, kejadian obesitas, buruknya
perkembangan kognitif, dan tingkat produktivitas pendapatan
yang rendah. Berbagai permasalahan ini sangat mudah
ditemukan di negara – negara berkembang seperti Indinesia
(Unicef, 2017).
Stunting pada anak yang harus disadari yaitu rusaknya
fungsi kognitif sehingga anak dengan stunting mengalami
permasalahan dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal. Stunting pada anak ini juga
menjadi faktor risiko terhadap kematian, perkembangan
motorik yang rendah, kemampuan berbahasa yang rendah,
dan ketidakseimbangan fungsional (Anwar dkk, 2014).
Sedangkan dampak stunting menurut (Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan, 2018) dapat dibagi menjadi
dampak jangka pendek dan jangka panjang.
a) Dampak jangka pendek
1) Penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga mudah
terkena penyakit
2) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak
tidak optimal, dan
3) Peningkatan biaya kesehatan
b) Dampak jangka Panjang
1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih
pendek dibandingkanpada umumnya)
2) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya

19
3) Menurunnya kesehatan reproduksi
4) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah;dan
5) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
h. Pencegahan Stunting
Stunting merupakan salah satu target Sustainable
Development Goals (SDGs) yang termasuk pada tujuan
pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan
dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai
ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan
angka Stunting hingga 40% pada tahun 2025.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan
Stunting sebagai salah satu program ptioritas. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan untk menurunkan
prevalensi Stuntingdi antaranya sebagai berikut:
a) Ibu hamil dan bersalin
1) Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan
2) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC)
terpadu
3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan
4) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi
kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM)
5) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
6) Pemberantasan kecacingan
7) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke
dalam buku KIA
8) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dan ASI eksklusif dan
9) Penyuluhan dan pelayanan KB
b) Balita

20
1) Pemantauan pertumbuhan balita
2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
untuk balita
3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak dan
4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
5) Pemberian multivitamin zinc dan zat besi
c) Anak usia sekolah
1) Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
2) Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
3) Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah
(PROGAS) dan 4) Memberikan sekolah sebagai kawasan
bebas rokok dan narkoba. Remaja Meningkatkan
penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pola gizi seimbang, tidak merokok dan mengonsumsi
narkoba.
d) Dewasa muda
1) Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)
2) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular) dan
3) Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi
seimbang, tidak merokok/mengkonsumsi narkoba. (R.I,
Kementerian Kesehatan, Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan, 2018) Konsep pencegahan menurut
Branca F dan Ferrari M (2017) yaitu pencegahan disertai
dengan intervensi pada setiap tahapan siklus kehidupan
(life cycle).

2. Pola Asuh Gizi


a. Pengertian
Pola asuh gizi merupakan asupan makan dalam rangka
menopang tumbuh kembang fisik dan biologis balita secara tepat
danberimbang (Eveline & nanang D, 2017).
Pola pengasuhan anak berupa sikap perilaku ibu atau

21
pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan
makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang dan
sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu
terutama dalam kesehatan, status gizi, pendidikan umum,
pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik,
peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-
hari, adat kebiasaan keluarga, masyarakat dan sebagainya dari
ibuatau pengasuh anak (Soekirman , 2016).
b. Pola asuh gizi dalam praktek kesehatan dirumah dan pola
pencarian pelayanan kesehatan.
Masalah gizi dipengaruhi oleh salah satunya adalah pola
asuh ibu terhadap anaknya. lemahnya kemampuan ibu dan
keluarga untuk memberikan pola asuh akan berakibat pada
kejadian gizi kurang bahkan gizi buruk pada anak balita.
1) Pola perawatan dan perlindungan Bagi Anak
Setiap orangtua berkewajiban untuk memberikan
perawatan dan perlindungan yang aman dan nyaman bagi
anak. Masa lima tahun pertama merupakan masa yang akan
menentukan pembentukan fisik, psikis, maupun kecerdasan
otak sehingga masa ini anak mendapatkan perawatan dan
perlindungan yang intensif (Eveline & nanang D, 2015).
Bentuk perawatan bagi anak dimulai sejak bayi lahir
sampai dewasa misalnya sejak bayi lahir yaitu memotong
tali pusat, pemberian makanan dan sebagainya.
Perlindungan bagi anak berupa pengawasan waktu bermain
dan pengaturan tidur.
2) Pola Pemeberian Makanan
Pemberian makanan merupakan bentuk mendidik
ketrampilan makan, membina kebiasaan makan, membina
seleraterhadap jenis makanan, membina kemampuan
memilih makanan untuk kesehatan dan mendidik perilaku
makan yang baik danbenar sesuai kebudayaan masing-

22
masing. Kekurangan dalam pemberian makan akan
berakibat sebagai masalah kesulitan makann atau
kekurangan nafsu makan yang pada gilirannya
akanberdampak negatif pada kesehatan dan tumbuh
kembang nantinya(Waryana, 2016).
Makanan tambahan mulai diberikan pada bayi
setelah bayi berusia 6 bulan, ASI pun harus tetap diberikan
kepada bayi paling tidak sampai usia 24 bulan. Makanan
tambahan bagi bayi ini harus menjadi pelengkap dan dapat
memenuhi kebutuhan bayi. Jadi makanan tambahan bagi
bayi berguna untuk menutupi kekurangan zat gizi yang
terkandung didalam ASI. (Waryana, 2016).
Pengasuhan makanan anak fase enam bulan pertama adalah
pemenuhan kebutuhan anak oleh ibu dalam bentuk pemberian ASI
atau makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) pada anak.
Pengasuhan makanan dinyatakan cukup bila diberi ASI semata
sejak lahir sampai usia 4-6 bulan dengan frekuensi kapan saja anak
minta dan dinyatakan kurang bila tidak memenuhi kriteria tersebut.
Pengasuhan makanan anak pada fase enam bulan kedua adalah
pemenuhan kebutuhan makanan untuk bayi yang dilakukan ibu,
dinyatakan cukup bila anak diberikan ASI plus makanan lumat
(berupa bubur atau nasi biasa) bersama ikan, daging atau putih
telur ditambah sayuran (dalam bentuk kombinasi atau tunggal)
diberi dalam frekuensi sama atau lebih 3 kali per hari, dan kurang
bila tidak memenuhi kriteria tersebut.
Pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap dan
bervariasi, mulai dari bentuk bubur, sari buah, buah segar,
makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat
(Soekirman, 2016). Pada prinsipnya pemberian makanan kepada
bayi bertujuan untuk mencukupi zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi.
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2014), jumlah zat
gizi, terutama energi dan protein yang harus dikonsumsi bayi usia

23
6-12 bulan adalah 650 kalori dan 16 gram protein. Kandungan gizi
Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 6
gram protein. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2016),
kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 kalori dan 8 gram protein,
maka kebutuhan yang diperoleh dari MPASI adalah sekitar 500
Kalori dan 12 gram protein.

Tabel 2.1 Pola Pemberian Makanan Balita


Umur Bentuk Makanan Frekuensi
0 - 6 bulan ASI eksklusif Sesering mungkin minimal 8 kali/hari

6 - 9 bulan Makanan lumat/lembek 2 kali sehari, 2 sendok makan setiap


kali
Makan

9 - 12 bulan Makanan lembek 3 kali sehari ditambah 2 kali makanan


Selingan

1 - 3 tahun Makanan keluarga 3 kali sehari ditambah 2 kali makanan


1 - 1½ piring nasi/pengganti selingan
2 - 3 potong sedang lauk
hewani
1 – 2 potong sedang lauk
nabati
½mangkuk sayur
2 – 3 potong buah-buahan
1 gelas susu

3 - 5 tahun 1 - 3 piring nasi/pengganti 3 kali sehari ditambah 2 kali makanan


2 - 3 potong lauk hewani selingan
1 - 2 potong lauk
nabati 1 - 1½
mangkuk sayur
2 - 3 potong buah-buahan
1 - 2 gelas susu

Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2018

Tabel 2.2 Pola Pemberian Makanan Balita Menurut Kecukupan Energi

Umur Total Waktu Pemberian Makanan Sehari Balita Menurut Kecukupan


Balita Energ Energi
i
(kkal)

24
Pagi Selingan Siang Selingan Malam
Pagi Siang
0 – 6 bulan 550
6 – 8 bulan 650 84 - 97 - 28
9 – 11 bulan 900 122 36 123 25 143
12 bulan 1100 144 50 218 126 253
1 – 3 tahun 1300 221 149 261 87 235
3 – 5 tahun 1550 318,75 125 06,25 325 375
Sumber: Soekirman, 2018

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan

makan yang tepat adalah umur, berat badan, keadaan mulut

sebagai alat penerima makanan, kebiasaan makan, kesukaan dan

ketidaksukaan, dan toleransi anak terhadap makanan yang

diberikan.

Dengan memperhatikan dan memperhitungkan

faktor-faktor tersebut di atas umumnya tidak akan terjadi

kekeliruan dalam mengatur makanan untuk balita. Pada

umumnya, anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu

makan tiga kali makan sehari dan diantaranya dua kali

makanan selingan (Soekirman, 2018).

3) Asupan Kalori Total

Energi merupakan hasil dari metabolism

karbohidrat, lemak, dan protein. Fungsi energi adalah

sebagai sumber tenaga untuk metabolisme, pengaturan

suhu tubuh, pertumbuhan dan kegiatan fisik.

Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke

dalam tubuh sama dengan energi yang dikeluarkan. Bila

energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang

25
masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang

dikeluarkan, berat badan akan bertambah, dan sebagian

besar kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai

lemak. Begitu pula sebaliknya jika energi dalam jumlah

besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam

tubuh kurang dari jumlah yang dikeluarkan, berat badan

akan menurun dan akan terjadi gangguan gizi (Guyton,

2016).

4) Pola Asuh Makan Karbohidrat


Karbohidrat memiliki fungsi utama dalam tubuh

manusia yaitu sebagai sumber energi. Kandungan kalori pada

setiap 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal. Contoh bahan

makanan yang mengandung karbohidrat yaitu, beras, jagung,

gandum, ubi, kentang, sagu, roti, dan mie. Pencernaan

karbohidrat dimulai dari amilum (zat tepung) yang sudah

mulai mengalami prosesnya di mulut oleh enzim ptyalin.

Makanan hanya sebentar berada di dalam mulut sehingga

proses pencernaan amilum berlanjut ke digaster. Cairan yang

disekresi lambung tidak mengandung enzim yang dapat

memecah karbohidrat, makanan hanya akan tinggal di

lambung sementara. Selanjutnya pencernaan karbohidrat

lebih banyak terjadi pada usus bagian atas. Di dalam

duodenum chymus dicampur dengan sekresi pankreas dan

sekresi dinding duodenum yang keduanya mengandung

enzim yang dapat memecah karbohidrat dan menghasilkan

26
energi. Sisa karbohidrat yang ada dibuang sebagai tinja

(Sulistyaningsih, 2015).

5) Pola Asuh Makan Protein

Protein merupakan zat gizi sebagai pelengkap

makanan pokok yang memberikan rasa pada makanan.

Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan

sel-sel tubuh. Terdapat dua sumber zat gizi protein, yaitu

(1) berasal dari hewan, contohnya daging, ikan, telur,

susu, udang dan hasil olahannya; dan (2) berasal dari

tumbuhan, contohnya kacang-kacangan, serta hasil

olahannya. Selain membantu pertumbuhan dan

pemeliharaan sel-sel tubuh, protein juga memiliki fungsi

lain, yaitu sebagai penghasil energi utama, menyediakan

asam amino yang diperlukan dalam membentukan enzim

pencernaan dan metabolisme serta antibodi yang

dibutuhkan tubuh, mengangkut zat gizi dari saluran

cerna, dan mengatur keseimbangan air (Sulistyaningsih,

2015).

6) Pola Asuh Makan Lemak

Lemak merupakan zat gizi yang memiliki fungsi

sebagai sumber energi, sumber asam lemak esensial,

membantu hantaran absorpsi vitamin A, D, E, dan K, sebagai

bantalan organ tubuh, serta membantu memelihara suhu

tubuh dan melindungi tubuh dari hawa dingin

27
(Sulistyaningsih, 2011). Sejumlah besar lemak disimpan

dalam dua jaringan tubuh utama, jaringan adiposa (deposit

lemak) dan hati. Fungsi utama jaringan adiposa adalah

menyimpan trigliserida sampai diperlukan kembali menjadi

energi dalam tubuh. Sumber lemak diantaranya diperoleh

dari minyak kelapa, minyak sawit, telur, susu, dan keju.

Konsumsi lemak yang dianjurkan sebanyak 15-25% dari

kebutuhan energi total/hari (Depkes, 2002). Sebagian lemak

yang dikonsumsi sehari-hari sebaiknya tidak lebih dari 10%

berasal dari lemak jenuh dan 3-7% berasal dari lemak tidak

jenuh ganda, sedangkan konsumsi kolesterol yang dianjurkan

adalah kurang dari 300 mg dalam sehari (Almatsier, 2013).

c. Faktor yang Mempengaruhi pola asuh gizi


1) Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat
pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang atau masyarakatuntuk menyerap informasi dan
menerapkan dalam perilaku dangaya hidup sehari-hari
khususnya dalam kesehatan dan gizi (LIPI,2016).
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor
yangpenting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan
pendidikanyang baik, maka orangtua dapat menerima
segala informasi dariluar terutama tentang cara pengasuhan
anak yang baik, bagaimanamenjaga kesehatan anaknya,
pendidikan dan sebagainya.Pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor yangpenting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikanyang baik maka

28
orang tua dapat menerima segala informasi dariluar
terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga
kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya
(Soetjiningsih, 2015).
2) Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dan
initerjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu objektertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indra yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagaianbesar perasaan pengetahuan manusia dapat
diperoleh melalui matadan telinga (Notoatmodjo, 2017).
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi
mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan. Anak
dari ibu dengan latarbelakang pendidikan yang tinggi
mungkin akan dapat kesempatanuntuk hadir dan tumbuh
kembang dengan baik. Membesarkan anaksehat tidak hanya
dengan kasih sayang belaka namun seorang ibuperlu
ketrampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang
gizi akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam
kehidupansehari-hari merupakan penyebab kejadian
gangguan kurang gizi.
3) Pekerjaan
Aspek sosio ekonomi akan berpengaruh pada
partisipasimasyarakat di Posyandu. Semua ibu yang bekerja
di rumahmaupun di luar rumah, keduanya akan tetap
meninggalkan anak - anaknya untuk sebagian besar waktu.
4) Pendapatan
Kemiskinan faktor penyebab gizi kurang
mendudukipertama dalam kondisi yang umum. Hal ini
harus mendapatperhatian yang serius karena keadaan
ekonomi relatif mudahdiukur dan berpengaruh besar pada
konsumsi pangan (Suhardjo,2016).

29
Dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
penghasilan maka masalah gizi akan diatasi karena
mempunyaiefek terhadap makanan. Makin banyak
pendapatan yang diperoleh berarti makin baik makanan
sumber zat gizi diperoleh. Pendapatankeluarga yang
memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,karena
orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan anak
baikyang primer maupun yang skunder (Soetjiningsih,
2014).
5) Keluarga
Memberikan pengaruh dan mengambil keputusan
akhiruntuk memberi pendapat pada istri. Hal ini sudah
menjadi tradisi,yaitu segala sesuatu harus dengan
persetujuan suami atau yangberkuasa dirumah. Sehingga
hal ini dapat mempengaruhi seorangibu untuk memberikan
pola asuh gizi pada balitanya.Suami mempunyai peran
penting dalam keikutsertaanmerawat anaknya. Suami juga
mempunyai hak yang sama denganibu dalam pertumbuhan
dan perkembangan anaknya. Dalam hal inisuami juga harus
memperhatikan gizi yang diberikan ibu untukanaknya
apakah sudah memenui gizi yang dibutuhkan olehanaknya
atau belum. Tentunya suami harus mempunyaipengetahuan
tentang makanan apa saja yang baik, sehat,
danmengandung gizi yang seimbang yang dibutuhkan oleh
anak,sehingga ibu bisa bertukar pendapat dengan suami
untukkelangsungan pertumbuhan dan perkembangan
anaknya.
6) Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomipunya kaitan dengan proses
tumbuh kembang anak. Keluarga dengan kondisi sosial
ekonomi yang memadai, akan lebih mampu memenuhi
kebutuhan gizi anaknya. mereka lebih sadar tentang

30
kebersihan lingkungan dan mereka memahami apa yang
untuk bayinya. Sementara kemiskinan yang dialami sebuah
keluarga,menjadikan pilihan-pilihan gizi bagi anaknya lebih
terbatas. Kemudian, kesehatan lingkungan pun biasanya
terabaikan.Karenanya anak pun lebih sering diserang
penyakit yang akanmenghambat tumbuh kembangnya
(Eveline & Nanang D, 2016).
7) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan
adalah ketersediaan air bersih dan sarana pelayanan
kesehatan dasar yangterjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan.Pelayanan gizi dan kesehatan untuk anak
balita dapatdilaksanakan dengan pemantauan pertumbuhan,
perkembangan dankesehatan balita melalui sarana
kesehatan yang baik meliputiposyandu, puskesmas,
program kesehatan keluarga dan programlainnya. Berbagai
lembaga pelayanan dasar harus terjangkau baik secara fisik
maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap keluarga
termasuk mereka yang miskin dan hidup di daerah terpencil
(Soekirman, 2015).Makin dekat jangkauan keluarga
terhadap pelayanan kesehatan yang baik membantu
mencegah terjadinya infeksi dan membantu mengatasi
masalah gizi.
d. Cara Pengukuran Pola Asuh Gizi Pada Balita
Menurut Waryana (2016) pengukuran pola asuh gizi pada
balita sebagai berikut :
a) Pola perawatan pada anak balita
Bentuk perawatan bagi anak dimulai sejak bayi lahir
sampai dewasa misalnya sejak bayi lahir yaitu memotong tali
pusat, pemberian makanan dan sebagainya. Perlindungan bagi
anak berupa pengawasan waktu bermain dan pengaturan tidur.
b) Pola pemberian makanan pada anak balita

31
Pola makanan dalam hal ini yaitu pemberin Asi
eksklusif pada bayi usia 0 – 6 bulan, tanpa memberi makanan
lain sebelum usia di atas 6 bulan.
Makanan tambahan mulai diberikan pada bayi setelah
bayi berusia 6 bulan, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi
paling tidak sampai usia 24 bulan. Makanan tambahan bagi
bayi ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi
kebutuhan bayi.
c) Pola asupan kalori total

Energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan)


yang masuk ke dalam tubuh kurang dari jumlah yang
dikeluarkan, berat badan akan menurun dan akan terjadi
gangguan gizi.
d) Pola asuh makan karbohidrat

Karbohidrat memiliki fungsi utama dalam tubuh


manusia yaitu sebagai sumber energi. Kandungan kalori pada
setiap 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal. Contoh bahan
makanan yang mengandung karbohidrat yaitu, beras, jagung,
gandum, ubi, kentang, sagu, roti, dan mie.

e) Pola asuh makan protein


Terdapat dua sumber zat gizi protein, yaitu (1) berasal
dari hewan, contohnya daging, ikan, telur, susu, udang dan
hasil olahannya; dan (2) berasal dari tumbuhan, contohnya
kacang-kacangan, serta hasil olahannya. Selain membantu
pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh, protein juga
memiliki fungsi lain, yaitu sebagai penghasil energi utama,
menyediakan asam amino yang diperlukan dalam
membentukan enzim pencernaan dan metabolisme serta
antibodi yang dibutuhkan tubuh,
f) Pola asuh makan lemak

32
Sumber lemak diantaranya diperoleh dari minyak
kelapa, minyak sawit, telur, susu, dan keju. Konsumsi lemak
yang dianjurkan sebanyak 15-25% dari kebutuhan energi
total/hari.

3. BBLR
a. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang
saat dilahirkan memiliki berat badan senilai <2500 gram tanpa menilai
masa gestasi (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health
Organization (WHO) semua bayi yang telah lahir dengan berat badan
saat lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants atau
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Banyak yang masih beranggapan apabila BBLR hanya terjadi
pada bayi prematur atau bayi tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya
terjadi pada bayi prematur, bisa juga terjadi pada bayi cukup bulan yang
mengalami proses hambatan dalam pertumbuhannnya selama kehamilan
(Profil Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).
b. Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR
(Proverawati dan Ismawati, 2010) :
a. Menurut harapan hidupnya
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500
gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir
1000-1500 gram.
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir
kurang dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
1) Prematuritas murni
Prematuritas Murni adalah bayi dengan usia kehamilan < 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai masa gestasi/usia

33
kehamilan atau disebut juga Neonatus Kurang Bulan-Sesuai
Masa Kehamilan (NKB-SMK)
Karakteristik yang dapat ditemukan pada prematur murni
adalah :
a) Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang
dari 45 cm, lingkar  kepala kurang dari 33 cm lingkar dada
kurang dari 30 cm
b) Gerakan kurang aktif otot masih hipotonis
c) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
d) Kepala lebih besar  dari badan rambut tipis dan halus 
e) Tulang tulang  tengkorak lunak, fontanela besar dan sutura
besar
f) Telinga sedikit tulang rawannya dan berbentuk sederhana
g) Jaringan payudara tidak ada dan puting susu kecil
h) Pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan
apnu
i) Kulit tipis dan transparan, lanugo (bulu halus) banyak
terutama pada dahi dan pelipis dahi dan lengan
j) Lemak subkutan kurang
k) Genetalia belum sempurna , pada wanita labia minora
belum tertutup oleh labia mayora
l) Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk masih
lemah
m) Bayi prematur mudah sekali mengalami infeksi karena daya
tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih
kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh
karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan dengan
prematuritas (BBLR)
2) Retardasi PertumbuhanJanin Intra Uterin (IUGR) /
Dismaturitas

34
IUGR adalah bayi yang lahir dengan berat badan rendah
dan tidak sesuai dengan usia kehamilan, serta menunjukkan
bayi mengalami retardasi. Dismatur dapat terjadi preterm, term,
dan post term.
Dismatur Preterm disebut juga Neonatus Kurang Bulan-
Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-KMK), Dismatur term
disebut juga Neonatus Cukup Bulan-Sesuai Masa Kehamilan
(NCB-SMK), Dismatur Posterm juga disebut Neonatus Kurang
Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (NKB-SMK).
Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan
dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan untuk masa
kehamilan dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan
dalam kandungan. Menurut Renfield (1975) IUGR dibedakan
menjadi dua yaitu :
a) Proportionate IUGR
Janin menderita distres yang lama dimana gangguan
pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan
bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dada,
lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi
keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang
sebenarnya. Bayi tidak menunjukkan adanya Wasted oleh
karena retardasi pada janin terjadi sebelum terbentuknya
adipose tissue.
b) Dispropotionate IUGR
Terjadi karena distres subakut gangguan terjadi beberap
aminggu sampai beberapa hari sampai janin lahir. Pada
keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi
berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak Wated
dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah
kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat bayi
kelihatan kurus dan lebih panjang.

35
c. Etiologi
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor
fetus. Etiologi dari maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur
dan IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk prematur
dari faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi,
penggunaan obat, KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta,
plasenta previa, solusio plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi
uterin. Sedangkan yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth
Restriction) dari faktor maternal yaitu Anemia, hipertensi, penyakit
ginjal, penyakit kronis, atau pecandu alcohol atau narkortika. Selain
etiologi dari faktor maternal juga ada etiologi dari faktor fetus. Yang
termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel atau
malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth
Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan kromosom, infeksi
intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multiple
(Bansal, Agrawal, dan Sukumaran, 2013).
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia,
perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi
kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari
1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

36
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah.
Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal
yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di
dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
e. Komplikasi
1) Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres
respirasi, penyakit membran hialin
2) Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35
minggu
3) Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel
otak
4) Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan
pembekuan darah
5) Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
6) Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal

4. Hubungan riwayat BBLR dengan stunting


Berat lahir pada umumnya sangat terkait dengan pertumbuhan
dan perkembangan jangka panjang. Sehingga, dampak lanjutan dari

37
BBLR dapat berupa gagal tumbuh (grouth faltering). Seseorang bayi
yang lahir dengan BBLR akan sulit dalam mengejar ketertinggalan
pertumbuhan awal. Pertumbuhan yang tertinggal dari yang normal
akan menyebabkan anak tersebut menjadi stunting.
Berat badan lahir rendah adalah gambaran banyak masalah
kesehatan masyarakat mencakup ibu yang kekurangan gizi jangka
panjang, kesehatan yang buruk, kerja keras dan perawatan kesehatan
dan kehamilan yang buruk. Secara individual, BBLR merupakan
predictor penting dalam kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang
baru lahir dan berhubungan dengan risiko tinggi pada
anak(Rahmawati, 2020).

5. Hubungan pola asuh dengan stunting


Pola asuh berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti
merawat, menjaga, mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau
sistem dalam merawat, menjaga dan mendidik anak. Pola asuh ibu
merupakan perilaku ibu dalam mengasuh balita mereka. Perilaku
sendiri berdasarkan Notoatmodjo (2015) dipengaruhi oleh sikap dan
pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan menciptakan sikap yang
baik, yang selanjutnya apabila sikap tersebut dinilai sesuai,maka akan
muncul perilaku yang baik pula. Ibu dengan pola asuh yang baik akan
cenderung memiliki anak dengan status gizi yang baik pula, begitu
juga sebaliknya, ibu dengan pola asuh gizi yang kurang cenderung
memiliki anak dengan status gizi yang kurang pula (Virdani, 2014).
Hasil penelitian Munawaroh, Siti (2015), pola asuh pemberian
Asi secara eksklusif oleh orang tua mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap kejadian stunting. Semakin baik pola asuh yang
diberikan maka semakin baik status gizi balita dan sebaliknya apabila
ibu memberikan pola asuh yang kurang baik dalam pemberian
makanan pada balita maka status gizi balita juga akan terganggu, yaitu
dapat terjadi stunting.

38
B. Kerangka Teori
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka
hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui
penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2016). Dalam
penelitian ini kerangka konsepnya adalah sebagai berikut :

Fak
tor-
B fakt
Pol S

Ha
rap
an

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka konsep Analisis pola asuh gizi dan riwayat
BBLR dengan kejadian stunting Pada Balita Usia 24 – 59 Bulan di
wilayah Puskesmas Baturube.

C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian (Sugiono, 2016). Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1) Ada hubungan analisis pola asuh gizi dengan kejadian stunting pada
balita usia 24 – 59 bulan di wilayah Puskesmas Baturube.

39
2) Ada hubungan analisis riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada
balita usia 24 – 59 bulan di wilayah Puskesmas Baturube.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan desain Analitik Korelasional dan
Pendekatan waktu Cross Sectional yaitu penelitian untuk mengetahui
hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya terhadap obyek
penelitian melalui pengujian hipotesis atau dengan menggunakan uji statistik.
Menggunakan pendekatan waktu Cross Sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor – faktor resiko

40
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
diambil sekali saja (Notoatmodjo, 2016).

B. Populasi, Sampel dan Sampling


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono,
2018). Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 24 – 59
bulan di Wilayah Puskesmas Baturube pada bulan April - Mei Tahun
2022 sebanyak 40 responden.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiono, 2018). Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian balita usia 24 – 59 bulan di Wilayah Puskesmas Baturube pada
bulan April - Mei Tahun 2022 sebanyak 36 responden.

3. Besar Sampel

Dihitung dengan menggunakan rumus slovin :

n=
n=

n=
n=
n = 36 responden
Keterangan
n : Besar Sampel.
N : Besar Populasi.
d : Tingkat signifikasi.
Jadi besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 responden.
3. Tehnik sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Simple
Random Sampling yaitu cara pengambilan secara acak sederhana.

41
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent/ Bebas / yang mempengaruhi)
Variabel bebas (independen variable) adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab terjadinya perubahan/timbulnya
variabel dependen (terikat) variabel dependen (Notoatmodjo, 2017).
Variabel independent pada penelitian ini adalah pola asuh gizi dan riwayat
BBLR.
Skala data : N
Keterangan
N : Nominal O : Ordinal I : Interval R : Ratio
2. Variabel Dependent / terikat / yang dipengaruhi)
variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen atau variabel terikat. Variabel dependen (terikat) adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas (Notoatmodjo ,2017). Variabel dependent pada penelitian
ini adalah stunting.
Skala data : N
Keterangan
N : Nominal O : Ordinal I : Interval R : Ratio

D. Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter / Alat Ukur Skala Kategori
Operasional Indikator Data

Variabel Merupakan 1. Ibu Kuesioner Nominal 1. Kurang


Independe praktek memberik baik
nt : dirumah an Asi (Tidak
Pola asuh tangga yang secara diberikan
gizi diwujudkan eksklusif Asi
dengan sampai eksklusif
tersedianya bayi dan BB
pangan dan berumur anak tidak
perawatan 6 bulan. naik atau
kesehatan 2. Berat tidak
serta sumber badan sesuai
daya lainnya anak umur)

42
untuk sesuai 2. Baik
kelangsungan dengan (Diberika
hidup, umurnya n Asi
pertumbuhan Eksklusif
dan dan BB
perkembanga anak
n responden normal)

(Waryana,
2016)

1. Terjadi
Riwayat Bayi yang Berat badan Nominal BBLR
BBLR lahir dengan lahir kurang Dokumentasi ( BB <
berat badan dari 2500 gr Rekam 2500 gr)
<2500 gram Medis/ Buku 2. Tidak
KIA BBLR
(BB ≥
2500 gr)

Variabel Masalah Ketika Pengukur Nominal 1. Stunting


Dependen kurang gizi panjang atau TB = (nilai
: kronis yang tinggi ( microtoise Z-score -
Kejadian terjadi pada badannya ) 2,0 SD)
Stunting responden menunjukkan 2. Tidak
yang angka di Stunting
disebabkan bawah -2 = (nilai
oleh standar Z-score ≥
kurangnya deviasi (SD).  2 SD)
asupan gizi
dalam waktu (Kemenkes,
yang cukup 2018)
lama.

E. Pengumpulan dan Pengolahan data


1. Bahan dan instrument penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk variabel
independen menggunakan kuesioner dan buku KIA, sedangkan variabel
dependent menggunakan pengukur TB ( Macrotoise).
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian : Bulan 11 April – 25 Mei Tahun 2022
Tempat Penelitian : Wilayah Puskesmas Baturube Kabupaten Morowali
Utara.

43
3. Prosedur pengambilan data
a. Prosedur Pengambilan Data
1) Setelah judul di setujui oleh Litbang dan Pembimbing, peneliti
mengambil surat ijin pengambilan data awal dari kampus Institut Ilmu
Kesehatan (IIK) Strada Indonesia yang ditujukan ke tempat penelitian,
selanjutnya peneliti membawa surat balasan penelitian untuk
digunakan sebagai data pada penyusunan latar belakang masalah
penelitian.
2) Memberikan informed consent kepada responden dan menerangkan
maksud dan tujuan penelitian.
3) Setelah memahami tujuan penelitian responden yang setuju diminta
menandatangani surat pernyataan ketersediaan menjadi responden.
4) Kemudian responden akan di ambil dari jumlah 40 menjadi 36 melalui
system acak yaitu dari 40 responden di lotre sebnyak 36 responden dan
sisanya tidak dipakai untuk jadi rsponden.
5) Kemudian orang tua responden dibagikan kuesioner dan dimintai
mempelajari terlebih dahulu, bila ada pertanyaan yang tidak jelas,
diberikan kesempatan untuk bertanya.
6) Mengukur tinggi badan anak dengan alat pengukur tinggi badan
(macrotoice)
7) Mempersilahkan responden untuk mengisi kuesioner sesuai petunjuk.
8) Kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan diperiksa
kelengkapannya oleh peneliti kemudian dilakukan pengolahan data
b. Proses Analisa Data
Peneliti mengumpulkan hasil observasi untuk dilakukan proses
pengolahan dan analisis data Dalam melakukan analisa data dan
pengolahan data, digunakan program komputer dengan menggunakan
SPSS versi 16,0. Analisa data disesuaikan dengan tujuan dan skala data
variabel yang akan diuji. Data yang diperoleh dianalisa dengan teknik :
1) Univariat

44
Bertujuan untuk menjelaskan atau mendekripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian dan digunakan untuk menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel.
2) Bivariat
Untuk melihat adanya hubungan antara variable
Untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen maka dilakukan uji statistik Chi Square.
Adapun uji Chi Square dengan rumus sebagai berikut :
2 = Σ [ (− )
2 ]
Dimana,
2 = nilai chi-square
= frekuensi yang diperoleh (obtained frequency)
= frekuensi yang diharapkan (expected frequency)
Dalam penelitian ini dalam untuk memudahkan menguji data
peneliti menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Dasar
pengambilan keputusan hipotesis berdasarkan perbandingan Chi
Square hitung dengan Chi Square tabel sebagai berikut:
a) Jika Chi Square Hitung < Chi Square Tabel maka hipotesis
penelitian (Ho) diterima.
b) Jika Chi Square Hitung > Chi Square Tabel maka hipotesis
penelitian (Ho) ditolak.
Sedangkan dasar pengambilan keputusan hipotesis berdasarkan
tingkat signifikansi (nilai α) sebesar 95%:
a) Jika nilai probabilitas > α (0,05) maka hipotesis penelitian
(Ho) diterima.
b) Jika nilai probabilitas ≤ α (0,05) maka hipotesis penelitian
(Ho) ditolak
4. Cara Analisis data
Menurut Nur Salam, 2018 cara analisa data melalui Kuesioner yang
telah diisi kemudian dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya oleh peneliti
kemudian dilakukan pengolahan data melalui tahapan berikut :

45
a. Editing
Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil
jawaban dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan
kemudian dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap.
Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau
tidak sesuai dapat segera dilengkapi.
b. Coding
Pengkodean adalah memberi tanda, symbol atau angka untuk
memudahkan dalam pengolahan data.
Data khusus Variable Independent ( Pola asuh gizi) diberi kode :
1) Kode 1 = Kurang Baik
2) Kode 2 = Baik
Data khusus Variable Independent ( riwayat BBLR) diberi kode :
1) Kode 1 = BBLR
2) Kode 2 = Tidak BBLR
Data umum:
Usia Ibu balita
1) Kode 1 = Usia ≤20 tahun
2) Kode 2 = > 20 tahun -35 tahun
3) Kode 3 = > 35 tahun
Pendidikan
1) Kode 1 = SD
2) Kode 2 = SMP
3) Kode 3 = SMA
4) Kode 4 = PT
Pekerjaan
1) Kode1 = IRT
2) Kode 2 = Wiraswasta
3) Kode 3 = Swasta
4) Kode 4 = PNS
Usia anak
1) Kode 1 = Usia 24 – 36 bulan

46
2) Kode 2 = Usia 37 – 48 bulan
3) Kode 3 = Usia 49 – 59 bulan
c. Scoring
Peneliti memberi skor atau nilai pada masing-masing hasil
yang diperoleh dari pengukuran yaitu
Stunting
1) 1 = Stunting (nilai Z-score < -2SD)
2) 2 = Tidak Stunting (nilai Z-score ≥ -2 SD)
Pola asuh gizi
1) 1 = Pola asuh gizi kurang baik
2) 2 = pola asuh gizi baik
Riwayat BBLR
1) 1 = Terjadi BBLR
2) 2 = Tidak BBLR
d. Tabulasi
Peneliti melakukan tabulating atau penyusunan data setelah
menyelesaikan pemberian nilai dan pemberian kode dari masing-
masing jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan agar
dengan mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk dianalisis.
Dengan rumus sebagai berikut :
Sp
 100%
P = Sm
Keterangan :
P = Persentase
Sm = Skor maksimal
Sp = Skor yang diperoleh
Menurut Arikunto (2019) hasil pengolahan data
diinterpretasikan dengan menggunakan skala kuantitatif yaitu:
1) 100% : seluruh responden
2) 76% - 99% : hampir seluruh responden
3) 51% - 75% : sebagian besar responden
4) 50% : setengah dari responden

47
5) 245 - 49% : hampir setengah dari responden
6) 1% - 24% : sebagian kecil dari responden
7) 0% : tidak satupun dari responden

e. Transfering (Pemindahan)
Peneliti melakukan pemindahan kode-kode yang telah di
tabulasi ke dalam komputer suatu program atau sistem tertentu,
dalam hal ini peneliti menggunakan program SPSS untuk
mempercepat proses analisis data.
f. Entering
Peneliti melakukan proses pemasukan data ke dalam
komputer setelah tabel tabulasi selesai untuk selanjutnya dilakukan
analisa data dengan menggunakan program SPSS.
g. Cleansing
Setelah data yang dimasukkan ke dalam program SPSS
selesai, peneliti memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan ke
dalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan sebenarnya atau
untuk mencari ada kesalahan atau tidak pada data yang sudah di
entry.

F. Etika Penelitian
Menurut Nur Salam, 2018 cara analisa data meliputi :
a. Informed consent
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti yang dilakukan jika para
responden bersedia diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan tersebut. Jika menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan
memaksa.
b. Anonimity (Tanpa Nama)
Nama subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan data.
Untuk mengetahui keikutsertaan responden, peneliti menuliskan nomoran
kode pada masing-masing lembar pengumpulan data.
c. Confidentility (Kerahasiaan)

48
Informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin
kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan
dilaporkan pada hasil penelitian.

G. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan
prosedur ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu
dilakukan pada masa pandemic covid 19 sehingga mempengaruhi
mobilitas peneliti dan responden.

49
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

UPT Puskesmas Baturube merupakan salah satu puskesmas yang ada


di Kabupaten Morowali Utara dan terletak di ujung Utara Kabupaten
Morowali Utara tepatnya di Dusun Malikawi Desa Baturube, Kecamatan
Bungku Utara, dengan luas wilayah 2.406, 79 km2.
Secara keseluruhan wilayah kerja UPT Puskesmas 14 desa dan 9
dusun. Salah satu desa terletak di pedalaman yaitu di gunung sehingga
sangat sulit untuk melaksanakan pelayanan kesehatan karena sarana
transportasi menuju desa tersebut hanya bisa dilalui dengan kendaran roda 2
berupa ojek, akan tetapi untuk menempuh desa tersebut lebih banyak
berjalan kaki disbanding mengendarai kendaraan karena kondisi jalan yang
sangat jelek apalagi bila musim hujan. UPT Puskesmas Baturube memiliki 2
desa dan 2 dusun yang terletak di kepulauan yang hanya bisa dijangkau
motor laut.
Secara Geografis Desa Baturube berada di wilayah pesisir Kecamatan
Bungku Utara. Adapun batas wilayah Desa Baturube adalah :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kecamatan Mamosalato dan
wilayah Kabupaten Tojo Una – una
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Kecamatan Mamosalato dan
Perairan Teluk Tolo
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo

50
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Kecamatan Soyo Jaya
Visi : Menjadi Puskesmas dengan pelayanan bermutu dan mandiri menuju
masyarakat Bungku Utara Sehat.

Misi :

1. Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.


2. Menjadikan Puskesmas sebagai motivator menuju masyarakat sehat.
3. Meningkatkan derajat kesehatan Ibu dan Anak.
4. Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pembangunan Kesehatan.

B. Karakteristik Responden
1. Data Umum
a. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Pendidikan
orang tua balita
No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)
1 SD 8 22,2
2 SMP 11 30,6%
3 SMA 14 38,9%
4 PT 3 8,3%
Jumlah 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas diketahui bahwa hampir


setengah dari orang tua balita di Wilayah Puskesmas Baturube
Sulawesi Tengah berpendidikan SMA yaitu 14 (38,9%).

b. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan
orang tua

No Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)


1 IRT 11 30.6
2 Wiraswasta 13 36,1
3 Swasta 11 27,8
4 PNS 3 5,5
Jumlah 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

51
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas diketahui bahwa hampir
setengah dari orang tua balita di Wilayah Puskesmas Baturube
Sulawesi Tengah bekerja (wiraswasta) sebanyak 13 (36,1%).

c. Karakteristik responden berdasarkan umur


Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan umur

No Umur Balita Frekuensi Prosentase (%)


1 24-36 19 52.8
2 37-48 13 36.1
3 49-59 4 11.1
Jumlah 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas diketahui bahwa setengah


dari responden di Wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah
berumur 24 – 36 bulan sebanyak 19 (52,8%).

d. Karakteristik responden berdasarkan usia orang tua


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan usia orang
tua

No Usia Orang Tua Balita Frekuensi Prosentase (%)


1 ≤ 20 tahun 19 52.8
2 21 – 35 tahun 13 36.1
3 >35 tahun 4 11.1
Jumlah 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas diketahui bahwa setengah


dari orang tua responden di Wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi
Tengah berumur ≤ 20 tahun sebanyak 19 (52,8%).

2. Data Khusus
a. Pola asuh gizi pada balita usia 24 – 59 Bulan

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Pola asuh


gizi pada balita usia 24 – 59 Bulan

52
No Pola Asuh Gizi Frekuensi Prosentase (%)
1 Kurang baik 7 19.4
2 Baik 29 80.6
Jumlah 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas diketahui bahwa hampir


seluruh responden di wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi
Tengah pola asuh balita dalam kategori baik yaitu sebanyak 29
(80,6%).

b. Riwayat BBLR pada balita usia 24 – 59 Bulan

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Riwayat


BBLR pada balita usia 24 – 59 Bulan

No Riwayat BBLR Frekuensi Prosentase (%)


1 BBLR 5 13,8
2 Tidak BBLR 31 86,1
Jumlah 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas diketahui bahwa hampir


seluruh responden di wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi
Tengah tidak ada riwayat BBLR yaitu sebanyak 31 (86,1%).

c. Kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 Bulan


Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Kejadian
stunting pada balita usia 24 – 59 Bulan

No Stunting Frekuensi Prosentase (%)


1 Stunting 7 19.4
2 Tidak stunting 29 80.6
Jumlah 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas diketahui bahwa hampir


seluruh responden di wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi
Tengah tidak mengalami stunting yaitu sebanyak 29 (80,6%).

53
C. Tabulasi Silang Antara Variabel Independent Dan Variabel
Dependen
1. Hubungan pola asuh gizi dengan kejadian stunting pada balita
usia 24 – 59 bulan
Tabel 4.8 Tabulasi silang pola asuh gizi dengan kejadian stunting
pada balita usia24 – 59 bulan

.Pola Asuh Gizi Kejadian Stunting


Stunting Tidak Stunting Total
N % N % N %
Kurang Baik 7 19 0 0,0 7 100
Baik 0 0,0 29 80,0 29 100
Jumlah 7 19,0 29 80,0 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.8 diatas diketahui bahwa hampir


seluruh responden di Wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi
Tengah dengan kriteria pola asuh baik dan tidak terjadi stunting
yaitu sebanyak 29 responden (80,0%).

2. Menganalis hubungan riwayat BBLR dengan kejadian


stunting pada balita usia 24 – 59 Bulan
Tabel 4.9 Tabulasi silang riwayat BBLR dengan kejadian stunting
pada balita usia 24 – 59 bulan

Riwayat BBLR Kejadian Stunting


Stunting Tidak Stunting Total
N % N % N %
BBLR 5 19 0 0,0 5 100
Tidak BBLR 2 0,0 29 80,0 31 100
Jumlah 7 19,0 29 80,0 36 100
Sumber : Penelitian tangal 11 April – 25 Mei 2022

Berdasarkan Tabel 4.9 diatas diketahui bahwa hampir


seluruh responden di Wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi
Tengah tidak ada riwayat BBLR dan tidak stunting yaitu sebanyak
29 responden (80,0%).

54
D. Hasil Analisa Data
1. Analisis hubungan pola asuh gizi dengan kejadian stunting pada
balita usia 24 – 59 bulan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 36.000 1 .000
a
Continuity 29.899 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 35.467 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 35.000 1 .000
Association
N of Valid Casesb 36
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3.56.
b. Computed only for a 2x2
table

Hasil analisa data menunjukan bahwa tingkat signifikansi


0,000 < α = 0,005 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima dengan
demikian Ada hubungan pola asuh gizi dengan kejadian stunting pada
balita usia 24 – 59 bulan di wilayah Puskesmas Baturube.

2. Hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada balita


usia 24 – 59 Bulan

55
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 24.055a 1 .000
Continuity 18.454 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 20.636 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 23.387 1 .000
Association
N of Valid Casesb 36
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .97.
b. Computed only for a 2x2
table

Hasil analisa data menunjukan bahwa tingkat signifikansi 0,000 <


α = 0,005 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima dengan demikian Ada
hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada balita usia 24 –
59 bulan di wilayah Puskesmas Baturube.

56
BAB V
PEMBAHASAN

A. Pola asuh gizi pada balita usia 24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas


Baturube Sulawesi Tengah

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas diketahui bahwa dari 36 responden


(100%) sebagian besar pola asuh balita di Puskesmas Baturube dalam
keadaan baik yaitu sebanyak 29 (80,6%).
Pola asuh gizi yang baik salah satunya diperoleh dari pemberian
ASI secara eksklusif. ASI merupakan merupakan asupan gizi yang sesuai
dengan kebutuhan akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan cukup berarti memiliki asupan
gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan kekurangan gizi, salah
satunya stunting. Salah satu manfaat ASI ekslusif adalah mendukung
pertumbuhan bayi karena kalsium ASI lebih efisien diserap dibanding susu
pengganti ASI atau susu formula. Sehingga bayi yang diberikan ASI
ekslusif cenderung memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai
dengan kurva pertumbuhan dibandingkan dengan bayi yang diberiakan
susu formula. Balita yang tidak diberikan ASI ekslusif berpeluang 1,434 -

57
6,835 mengalami stunting dibanding balita yang diberikan ASI ekslusif
Prasetyono (20019).
Hasil penelitian dilakukan oleh Indrawati, Sri dan Warsiti (2017)
pada anak usia 2-3 tahun di Desa Karangrejek Wonogiri Gunungkidul
bahwa adanya hubungan pola asuh pemberian ASI ekslusif dengan
kejadain stunting pada balita 2-3 tahun ρ -value (0,000 < 0,05). Adanya
hubungan tersebut juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hasanah, Faraissa (2017) bahwa ASI eklusif merupakan faktor protektif
terhadap kejadian stuntin pada balita.
Hasil penelitian Ahmad, 2017 disebutkan bahwa Indiktor
pemberian ASI Eksklusif dan MPASI mayoritas balita stunting memiliki
riwayat pemberian ASI dan MPASI yang sama yaitu dari 30 balita ada 28
balita (94%) yang tidak diberi ASI Eksklusif dan sudah di beri MPASI
dini dan tersisa 2 (6%) balita yang diberi ASI Eksklusif dan diberi MPASI
setelah berumur (≥6 bulan). Rendahnya pola asuh yang diberikan ibu
sehingga menyebabkan buruknya status gizi balita, kondisi ini akan
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan balita karena seharusnya
setelah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI harus didampingi dengan
pemberian MPASI karena ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi balita. Hal ini sejalan dengan penelitian bahwa stuntinglebih
banyak ditemukan pada bayi yang tidak di beri ASI Eksklusif dan MPASI
Menurut peneliti, dalam penelitian ini Sebagian besar balita usa 24-
59 bulan pola asuh gizinya baik. Hal ini di tandai dengan Sebagian besar
balita mendapat Asi sampai usia 2 tahun (24 bulan). Dengan pemberian
Asi sampai usia 2 tahun makan kebutuhan nutrisi dalam tubuh balita akan
terpenuhi. Selain itu juga orang tua balita sangat memperhatikan jadwal
makan anaknya, sehingga tidak sampi terlewatkan. Pemberian ASI secara
eksklusif dapat melindungi bayi dan anak dari infeksi, misalnya diare,
infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dan beberapa penyakit
infeksi lainnya.
Sedangkan balita yang riwayat pola asuh gizinya tidak mendapat
Asi secara eksklusif, dan pemberian Asi tidak sampai 2 tahun mereka

58
mengalami stunting. Sebagian besar balita yang tidak mendapat Asi secara
eksklusif mereka yang orang tuanya bekerja. Dengan status bekerja maka
akan mengurangi proses pemberian Asi kepada balitanya. Karena dia
mengira waktunya kurang cukup jika memberikan Asi secara eksklusif
dan kurang telaten juga.

B. Riwayat BBLR pada balita usia 24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas


Baturube Sulawesi Tengah

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas diketahui bahwa dari 36 responden


(100%) sebagian besar balita di Puskesmas Baturube normal (tidak ada
riwayat BBLR ) yaitu sebanyak 29 (80,6%).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang
saat dilahirkan memiliki berat badan senilai <2500 gram tanpa menilai
masa gestasi (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health
Organization (WHO) semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat
lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR).
Paramashanti, dan Astiti2017 di Sedayu Kabupaten Bantul sejalan
dengan penelitian ini ,menunjukan bahwa BBLR dinyatakan berhubungan
secara statistik dengan kejadian stunting pada anak usia 24 - 59 bulan. Dan
hasil penelitian menujukan nilai odds rasio 6,16 yang berarti anak yang
mengalami BBLR sangat beresiko mengalami stunting. penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Swathma, 2016 yang
menunjukan bahwa BBLR merupakan faktor resiko kejadian stunting pada
balita usia 12-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kandai Kota Kendari.
Menurut peneliti, Sebagian besar balita usia 24 – 59 bulan di
Puskesmas Baturube tidak ada riwayat BBLR. Hal ini dikarenakan
Sebagian besar Pendidikan orang tua balita rata – rata SMA dan SMP.
Sehingga mereka faham teori dan bagaimana cara mengantisipasi agar
anak yang di lahirkan dapat lahir dengn normal, tanpa kurang berat
badannya.

59
Dalam penelitian juga ditemukan Sebagian kecil balita ada riwayat
BBLR. Dari kasus ini , ternyata orang tua balita dengan keadaan status
ekonomi yang kurang. Sehingga secara tidak langsung akan memiliki
keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada saat kehamilan.

C. Kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 Bulan di wilayah


Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas diketahui bahwa dari 36 responden


(100%) sebagian besar balita di Puskesmas Baturube normal (tidak
mengalami stunting) yaitu sebanyak 29 (80,6%).
Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di
bawah lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam
kandungan hingga awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak
ketika bayi berusia dua tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, 2017). Penyebab stunting antara lain status gizi status,
kebersihan lingkungan, makanan pendamping asi , asi eksklusif, berat bayi
lahir rendah, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, penyakit infeksi
diare, pola pemberian makan, riwayat penyakit ISPA, riwayat perokok
aktif atau pasif.
Menurut peneliti, dalam penelitian ini sebagian besar balita di usia
24 – 59 bulan di Puskesmas Baturube tidak mengalami stunting. Hal ini
bisa dikarenakan, Sebagian besar orang tua balita berpendidikan tinggi
yaitu SMA dan PT, dengan Pendidikan tinggi maka orang tua dapat
memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya dengan baik dan juga
orang tua faham kebutuhan anaknya dalam melewati proses tumbuh
kembangnya.
Selain itu juga karena factor soasial ekonomi menengah ke atas
atau Sebagian besar orang tua balita bekerja (suami – istri). Dengan
ekonomi menengah ke atas akan membantu pemenuhan balita selama
proses pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan masa balita sangat
banyak sekali, dengan ekonomi yang cukup atau lebih maka orang tua
balita tidak akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi anaknya.

60
Peneliti juga beransumsi, bahwa masih ada faktor yang perlu
diperhatikan terkait stunting seperti status gizi ibu saat hamil, ibu yang
memiliki tinggi badan pendek, ibu hamil dengan anemia, adanya riwayat
menyusui tidak ASI eksklusif, adanya penyakit infeks yang di alami oleh
anak.
D. Hubungan pola asuh gizi dengan kejadian stunting pada balita usia 24
– 59 bulan di wilayah Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah

Berdasarkan Tabel 4.8 diatas diketahui bahwa dari 36 responden


(100%) sebagian besar pola asuh balita di Puskesmas Baturube pada
bulan April – Mei 2022 yaitu dengan status baik dan tidak stunting yaitu
sebanyak 29 responden (80,0%).
Dan berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji analisis Chi
Square didapatkan nilai p = 0,00 < α=0,05. Jika sig< 0,05 maka H0 ditolak
Ha diterima, maka ada hubungan pola asuh gizi dengan kejadian stunting
pada anak usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Baturube.
Factor pola asuh yang kurang baik bisa menyebabkan masalah
pada tumbuh kembang anak, hal ini disebabkan ibu tidak memahami cara
pengasuhan yang benar, juga adanya factor kondisi ekonomi. Mengatasi
hal tesebut dapatdilakukan beberapa solusi seperti memberikan edukasi
dan informasi kesehatan terkait pola asuh yang sesuai (Renyoet, 2012).
Selain itu, masih ada faktor yang perlu diperhatikan tekait stunting
seperti status gizi ibu saat mengandung, ibu yang memiliki badan yang
pendek, ibu yang selama hamil yang mengalami masalah gizi, anemia,
riwayat menyusui, adanya penyakit infeksi yang pernah dialami anak.
Sehingga meskipun pola asuh ibu sudah baik, faktor yang lain tersebut
bisa saja meningkatkan terjadinya stunting(Hermawan, 2020).
Menurut peneliti, dalam penelitian ini Sebagian besar balita usia 24
– 59 bulan di Puskesmas Baturube untuk pola asuhnya baik. Sehingga
kemungkinan besar sangat jauh terjadi stunting. Dan Sebagian besar balita
di Puskesmas Baturube tidak mempunyai riwayat BBLR.

61
E. Hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada balita usia
24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas Baturube

Berdasarkan Tabel 4.9 diatas diketahui bahwa dari 36 responden


(100%) sebagian besar balita di Puskesmas Baturube pada bulan April –
Mei 2022 yaitu tidak ada riwayat BBLR dan tidak stunting yaitu sebanyak
29 responden (80,0%).
Dan berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji analisis Chi
Square didapatkan nilai p = 0,00 < α=0,05. Jika sig< 0,05 maka H0 ditolak
Ha diterima, maka ada hubungan BBLR dengan kejadian stunting pada
anak usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Baturube.
Empat kelompok rawan masalah gizi adalah bayi, anak usia
dibawah lima tahun, ibu hamil dan usia lanjut. Ibu hamil yang merupakan
salah satu kelompok rawan gizi perlu mendapatkan pelayanan
kesehatanyang baik dan berkuaitas agar ibu tersebut dapat menjalani
kehamilannya dengan sehat (Kemenkes RI, 2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Supriyanto,
Paramashanti, dan Astiti2017 di Sedayu Kabupaten Bantul sejalan
dengan penelitian ini ,menunjukan bahwa BBLR dinyatakan berhubungan
secara statistik dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan. Dan
hasil penelitian menujukan nilai odds rasio 6,16 yang berarti anak yang
mengalami BBLR sangat beresiko mengalami stunting. penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Swathma, 2016 yang
menunjukan bahwa BBLR merupakan faktor resiko kejadian stunting pada
balita usia 12-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kandai Kota Kendari.
Menurut peneliti, dalam penelitianini Sebagian besar balita usia 24
– 59 bulandi Puskesmas Baturube tidak ada riwayat BBLR, sehingga
resiko untuk terjadi stunting di usia 24 – 69 bulan sangat minim sekali.
Dan Sebagian besar orang tua balita berstatus ekonomi menengah ke atas.
Dengan status ekonomi ini, maka kebutuhan balita akan tercukupi sesuai
dengan tahapan pertumbuhan perkembangannya. Dan juga orang tua balita
Sebagian besar berpendidikan SMA dan PT. Dengan Pendidikan yang baik
makan orang tua balita sedikit banyaknya akan faham teori tentang

62
pencegahan stunting dan dapat mengaplikasikan atau mempraktekaan cara
a-cara itu untuk mencegah stunting pada anaknya.
Peneliti juga menyampaikan, ada Sebagian kecil balita yang tidak
ada riwayat BBLR tetapi terjadi stunting. Di tunjukkan pada tabel 4.9 dari
7 balita yang ada riwayat BBLR, 2 (5,5%) balita tidak mengalami stunting
dan 5 balita (13,8%) terjadi stunting. Balita dengan riwayat BBLR tetapi
didak stunting dikarenakan faktor pola asuhnya bagus. Salah satunya Ibu
balita memberikan Asi sampai usia balita 2 tahun.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Hampir seluruh responden pola asuh gizi di Puskesmas Baturube
Sulawesi Tengah dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 (80,6%).
2. Hampir seluruh responden di Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah
tidak ada riwayat BBLR yaitu sebanyak 29 (80,6%).
3. Hampir seluruh responden di Puskesmas Baturube Sulawesi Tengah
tidak mengalami stunting yaitu sebanyak 29 (80,6%).
4. Hasil analisa data menunjukan bahwa tingkat signifikansi 0,000 < α =
0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima dengan demikian ada
hubungan pola asuh gizi dengan kejadian stunting pada anak usia 24
– 59 bulan di UPTD Puskesmas Baturube.
5. Hasil analisa data menunjukan bahwa tingkat signifikansi 0,000 < α =
0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima dengan demikian ada
hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada anak usia 24
– 59 bulan di UPTD Puskesmas Baturube.

63
B. Ucapan Trimakasih
1. Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Disarankan dapat menambah referensi – referensi guna
mempermudah mahasiswa untuk melaksanakan penelitian
selanjutnya.
b. Bagi Tempat Penelitian
Disarankan untuk tetap melakukan pemantauan keadaan status gizi
anak balita usia 0 – 59 bulan secara rutin dan lebih lanjut agar
dapat diketahui permasalahan yang berkaitan sehingga dapat
dilakukan intervensi yang sesuai. Dan diharapkan tetap meningkan
edukasi atau penyuluhan kepada Ibu balita tentang pencegahan
stunting pada anak balita usia 0 – 59 bulan.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu penelitian lanjut mengenai variabel lain yang
berhubungandengan kejadian stunting pada balita dan
pengendalian terhadappermasalahan yang dapat memberikan efek
bias terhadap hasilpenelitian seperti asupan gizi, MP ASI, penyakit
infeksi, dan riwayat penyakit kronis pada balita dan ibu selama
kehamilan. Dan disarankan untuk menambah jumlah sampel dan
cakupan area penelitian yang lebih luas
d. Bagi Responden
Diharapkan semua orang tua yang memiliki anak balita usi 0 – 59
bulan lebih giat dan aktif dalam memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang cara pencegahan dan penanganan stunting
guna untuk mengantisipasi kejadian stunting pada balita.

64
REFERENSI

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2021. Jumlah bayi lahir dan bayi
berat badan lahir rendah (bblr) menurut kabupaten atau kota di
provinsi jawa tengah 2018-2020. Diakses 31 Desember 2021.
Depkes RI. 2019. Sistem kesehatan nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dewi, T.N., dan Widari, D. 2018. Hubungan berat lahir rendah dan penyakit
infeksi dengan kejadian stunting pada baduta di desa maron kidul
kecamatan maron kabupaten probolinggo. Jurnal Amerta Nutrition,
2(4): 373-381.
Fakhirina, A. 2018. Berat badan lahir rendah sebagai faktor risiko stunting pada
anak usia sekolah di provinsi daerah istimewa yogyakarta. Tesis.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Fatimah, N., Utama, B., dan Sastri, S. 2017. Hubungan antenatal care dengan
kejadian bayi berat lahir rendah pada ibu aterm di rsup dr. m. djamil
padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3): 615-620.

65
Izah, N., Zulfiana, E., dan Rahmaninder, N. 2020. Analisis sebaran dan
determinan stunting pada balita berdasarkan pola asuh (status
imunisasi dan pemberian asi eksklusif). Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 1(11): 27-32.
Kencana. Alba, A., Suntara, D., dan Siska, D. 2021. Hubungan riwayat BBLR
dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas
sekupang kota batam tahun 2019. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(2): 2769-
2774.
Mayasari, A.C., dan Rustam, M.Z.A. 2019. Gangguan perkembangan motorik
dan kognitif pada anak toodler yang mengalami stunting di wilayah
pesisir surabaya. Jurnal of Health Science and Prevention, 3(2): 122-
128.
Nianggolan. 2019. Hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting
pada anak usia 1-3 tahun. Nutrik Jurnal, 3 (1): 144-149. Noviyanti,
L.A.,
Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.
4th Edn. Jakarta : Salemba Medika.
Oktarina, Z. 2012. Hubungan berat lahir dan faktor-faktor lainnya dengan
kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di provinsi aceh,
sumatra utara, sumatra selatan dan lampung 2010 (Analisis Data
Riskesdas 2010).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang
standar antropometri anak.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 tentang
angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk masyarakat indonesia.
Rachmawati, D.A., dan Sutedjo, I.R. 2020. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pola pemberian makan balita di puskesmas kencong.
Jurnal AMS, 6(1): 14-18.
Rahmawati, L.A., Hardy, F.R., dan Anggraeni, A. 2020. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan stunting sangat pendek pada usia 24-59 bulan di

66
kecamatan sawah besar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 12(2):
6878.
Rajagrafindo Persada. Kusumawardhani, A., Nurruhyuliawati, W., dan Garna, H.
2019. Hubungan riwayat berat badan lahir rendah dengan kejadian
stunting usia 12-59 bulan di desa panyirapan kabupaten bandung.
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains, 2(1): 81-85.
Ramdhani, F.D., Sulastri, D., dan Yetti, H. 2019. Pencegahan stunting melalui
faktor risiko anak selama 1000 hari pertama kehidupan. Jurnal
Kesehatan Stikes Prima Nusantara Bukittinggi, 10 (03): 204-209.
Ratnawati, R., dan Rahfiludin, M. Z. 2020. Faktor risiko determinan yang
konsisten berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6- 24
bulan. Jurnal Amerta Nutrition, 4(2): 85-95.
Ridha C.p., 2019. Skripsi Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 12 59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tambak Wedi Surabaya. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Sari, E. M., Juffrie, M., Nurani, N., & Sitaresmi, M. N. 2016. Asupan protein,
kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 24-59
bulan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 12(4), 152-159.
Setiawan, E., Machmud, R., dan Masrul, M. 2018. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di
wilayah kerja puskesmas andalas kecamatan padang timur kota
padang tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2): 275-284.
Sinaga, R.T., Purba, S.D., Simamora, M., Pardede, J.A., dan Dachi, C. 2021.
Berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting pada batita. Jurnal
Ilmiah Permas, 11(3): 493-499.
Soetjiningsih, G.R. 2015. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC.
Sri Hadi Sulistiyaningsih, Siti Niamah. 2018. Analisis faktor yang mempengaruhi
kejadian stunting pada balita di wilayah Puskesmas Kabupaten Pati.
Yuk Octafirman. 2019. Analisis faktor resiko kejadian stunting di Desa Helvetia.
Zulaika Febriana Asikin, Sukarni Ismail, Misrawaty Utiya. 2019. Hubungan
BBLR dan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Stunting di Desa
Tabumela Kabupaten Gorontalo.

67
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

PERNYATAAN TERTULIS KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN


Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai :

68
1. Penelitian yang berjudul ; “Pola asuh gizi dan riwayat BBLR dengan kejadian
stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di wilayah Puskesmas Baturube”.
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada subjek ; membagikan kuesioner.
3. Manfaat ikut sebagai subjek penelitian ;
dapat……………………………………….. (Tuliskan Manfaat singkat)
4. Bahaya yang akan timbul ; tidak ada bahaya potensial bagi responden.
5. Hak undur diri ; responden memiliki hak untuk bersedia atau tidak bersedia
menjadi responden tanpa ada paksaan apapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.

Kota Morowali , 2022

Peneliti Responden

Ardianti ( )
2141A0172

Lampiran 2 : Lembar Permohonan Menjadi Responden

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada :
Yth . Responden
Di
Tempat

Dengan hormat,

69
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ardianti
NIM : 2141A0172
Judul : “pola asuh gizi dan riwayat BBLR dengan kejadian stunting Pada Balita
Usia 24 – 59 Bulan di wilayah Puskesmas Baturube”.

Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan tugas akhir Program Studi Ilmu


Kebidanan Institut Ilmu Kesehatan (IIK) STRADA Indonesia, yang akan
melakukan penelitian saya mohon kesediaan Ibu untuk memberikan informasi dan
jawaban dengan tujuan mengumpulkan data sesuai dengan jawaban yang sudah
terisi pada form yang disediakan peneliti.
Oleh karena itu saya mohon untuk kesediaan Ibu untuk menjadi responden dalam
penelitian ini. Penelitian ini bersifat bebas tanpa ada paksaan dan saya berjanji
akan merahasiakan hal-hal yang berhubungan dengan data anda. Selanjutnya saya
mohon kesediaan Ibu untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden.
Demikian permohonan penelitian ini saya buat, atas perhatian, bantuan dan
partisipasinya saya sampaikan terima kasih.

Morowali, 2022
Peneliti;

( Ardianti )

Lampiran 3 : Instrumen Penelitian

LEMBAR PENGUMPUL DATA

POLA ASUH GIZI DAN RIWAYAT BBLR DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 24 – 59 BULAN DI WILAYAH
PUSKESMAS BATURUBE SULAWESI TENGAH

Identitas Responden

70
No Nama Responden Usia Pendidikan Ibu Pekerjaan orang
(Inisial) anak(Thn) Tua

Instrument Pola Asuh Gizi


No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anak mendapatkan ASI secara eksklusif ( usia 0 - 6
bulan hanya mendapatkan ASI saja)?
2 Apakah anak diberikan makanan dengan menu seimbang (nasi,
lauk, sayur, buah, dan susu) pada anak saya setiap hari?
3 Apakah anak diberikan makanan yang mengandung karbohidrat
(nasi, umbi-umbian, jagung, tepung) setiap hari?
4 Apakah anak diberikan makanan yang mengandung protein
(daging, ikan, kedelai, telur, kacang-kacangan, susu) setiap hari?
5 Apakah anak diberikan makan nasi 1-3 piring/mangkok setiap
hari?
6 Apakah anak makan dengan lauk hewani (daging, ikan, telur,
dsb) 2-3 potong setiap hari?
7 Apakah anak makan dengan lauk nabati (tahu, tempe, dsb.) 2-3
potong setiap hari?
8 Apakah anak mengahabiskan semua makanan yang ada
dipiring/mangkok setiap kali makan?
9 Apakah anak makan buah 2-3 potong setiap hari?

10 Apakah anak diberikan makan secara teratur 3 kali sehari (pagi,


siang, sore/malam)?
Sumber (Penelitian Ridha Cahya Prakhasita, 2018)
Keterangan:
Jawaban ≤ 50 % = pola asuh gizi kurang baik
Jawaban > 50 % = pola asuh gizi baik

Instrumen Kejadian BBLR


No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah saat dilahirkan anak ibu BB ≥ 2500 gram?

71
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR ANAK BALITA STUNTING

Mengukur Tinggi Badan adalah kegiatan dilakukan untuk


PENGERTIAN menentukan tinggi badan anak menggunakan microtoise.
Mengukur Panjang Badan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menentukan panjang badan anak menggunakan alat ukur panjang
badan.

TUJUAN Mengetahui pertumbuhan dan status gizi balita 0-59 bulan


SASARAN Anak balita 0-59 bulan
Semua balita 0-59 bulan harus diukur tinggi badan dan panjang
KEBIJAKAN badan minimal dua kali setahun di posyandu pada bulan Pebruari
dan Agustus yang dilaksanakan oleh kader dan atau petugas
kesehatan dengan menggunakan alat ukur panjang badan untuk
anak usia 0- 24 bulan dan tinggi badan (microtoise) untuk anak
usia 25-59 bulan.

PROSEDUR A. Pengukuran dengan alat ukur panjang badan


1. Siapkan alat ukur panjang badan pada tempat yang datar
untuk membaringkan anak.
2. Jelaskan secara singkat tujuan pengukuran pada orang
tua.
3. Sebelum diukur, pastikan sepatu, kaus kaki dan hiasan
rambut anak sudah dilepas
4. Letakan anak berbaring terlentang pada atau disamping
alat tersebut.
5. Tempelkan kepala anak pada bagian yang tetap.
6. Pastikan posisi pengukur disebelah kanan bayi.
7. Tekan lutut bayi dengan tangan kiri dan dengan
menggunakan tangan kanan tekan batas kaki ke telapak
kaki bayi
8. Baca angka di tepi luar pengukur.
9. Catat hasil pengukuran panjang badan.
10. Bila anak 0-24 bulan di ukur berdiri, maka hasil
pengukuran ditambahkan toleransi sebesar 0,7 cm

B. Pengukuran dengan alat ukur tinggi badan (microtoise)


1. Jelaskan secara singkat tujuan pengukuran pada orang tua
2. Sebelum diukur, pastikan sepatu, kaus kaki dan hiasan
rambut anak sudah dilepas.
3. Letakkan microtoise di lantai yang rata dan menempel
pada dinding yang rata dengan posisi tegak lurus.
4. Tarik pita meteran tegak lurus ke atas sampai angka pada
jendela baca menunjukkan angka nol.
5. Paku / tempelkan ujung pita meteran pada dinding.
6. Geser kepala microtoise ke atas.
7. Tarik meteran (microtoise) sampai menempel rapat pada

72
papan tempat menempelnya kepala dan pastikan meteran
menunjukkan angka nol dengan mengatur skrup skala
yang ada di bagian kaki balita.
8. Geser kembali papan meteran pada tempatnya.
9. Posisikan anak berdiri tegak lurus di bawah microtoise
membelakangi dinding.
10. Posisikan kepala anak berada di bawah alat geser
mkicrotoise, pandangan lurus ke depan.
11. Posisikan anak tegak bebas, bagian belakang kepala,
punggung, pantat, betis, dan tumit menempel ke dinding.
12. Untuk anak obesitas, posisi inisulit dilakukan, untuk itu
cukup tulang belakang danpinggang dalam keadaan
seimbang (tidak membungkuk ataupun tengadah)
13. Posisikan kedua lutut dan tumit rapat.
14. Pastikan posisi kepala sudah benar dengan mengecek garis
Frankfort.
15. Pengukur utama memegang dagu dan kepala microtoise,
sedangkan asisten pengukur membantu menekan
perutanak (fiksasi) dan pergelangan kaki agar menempel
pada dinding.
16. Tarik kepala microtoise sampai puncak kepala anak.
17. Baca angka pada jendela baca dari arah depan,mata
pembaca harus sejajar dengan garis merah.
18. Angka yang dibaca adalah yang berada di garis merah dari
angka terkecil ke arah angka besar.
19. Catat hasil pengukuran tinggi badan.
Sumber: Kemenkes 2015

Lampiran 4 : Surat Studi Pendahuluan

73
Lampiran 5 : Surat Izin penelitian

74
Lampiran 6 : Surat Balasan Penelitian

75
Lampiran 8 : Sertifikat Etik Penelitian

76
Lampiran 9 : Rekapitulasi Data dan Statistik

77
Frequency Table

pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 8 22.2 22.2 22.2
SMP 11 30.6 30.6 52.8
SMA 14 38.9 38.9 91.7
PT 3 8.3 8.3 100.0
Total 36 100.0 100.0

umuranak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 24-36 19 52.8 52.8 52.8
37-48 13 36.1 36.1 88.9
49-59 4 11.1 11.1 100.0
Total 36 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja
11 30.6 30.6 30.6
Wirawasta
13 36,11 36,11 66,7
Swasta
11 30,6 30,6
PNS
3 8,3 8,3 100,0

Total 36 100.0 100.0

Pola asuh gizi


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 7 19.4 19.4 19.4
baik 29 80.6 80.6 100.0
Total 36 100.0 100.0

BBLR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Terjadi BBLR 7 19.4 19.4 19.4
Tidak BBLR 29 80.6 80.6 100.0
Total 36 100.0 100.0

78
stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Terjadi Stunting 7 19.4 19.4 19.4
Tidak Stunting 29 80.6 80.6 100.0
Total 36 100.0 100.0

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
polaasuhgizi * stunting 36 100.0% 0 0.0% 36 100.0%

polaasuhgizi * stunting Crosstabulation


Count
stunting
1.00 2.00 Total
polaasuhgizi 1.00 7 0 7
2.00 0 29 29
Total 7 29 36

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 36.000a 1 .000
Continuity Correctionb 29.899 1 .000
Likelihood Ratio 35.467 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
35.000 1 .000
Association
N of Valid Cases 36
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.36.
b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
BBLR * stunting 36 100.0% 0 0.0% 36 100.0%

79
BBLR * stunting Crosstabulation
Count
stunting
1.00 2.00 Total
BBLR 1.00 7 0 7
2.00 0 29 29
Total 7 29 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 36.000a 1 .000
Continuity Correctionb 29.899 1 .000
Likelihood Ratio 35.467 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
35.000 1 .000
Association
N of Valid Cases 36
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.36.
b. Computed only for a 2x2 table

Rekapitulasi data umum dan khusus


No. Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Pola asuh Riwayat Stunting
Res balita Gizi BBLR
p (Bulan )
1 J 24 SMP Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
2 B 28 SMP Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
3 R 37 SD IRT Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
4 C 27 SD IRT Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
5 F 28 SD IRT Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
6 D 29 SMA IRT Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
7 D 36 SMP Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
8 Y 40 SMP Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
9 B 40 SD IRT Baik Tidak BBLR Tidak Stunting

80
10 B 24 SMP IR Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
11 M 41 SMP Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
12 K 27 SD IRT Kurang Baik Tidak BBLR Stunting
13 I 28 SD IRT Kurang Baik Tidak BBLR Stunting
14 L 42 PT PNS Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
15 W 25 PT PNS Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
16 E 28 SMA Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
17 J 46 PT PNS Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
18 B 28 SMP IRT Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
19 R 37 SD IRT Kurang Baik BBLR Stunting
20 C 27 SD IRT Kurang Baik BBLR Stunting
21 F 28 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
22 D 29 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
23 D 48 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
24 Y 34 SMP Wiraswasta Kurang Baik BBLR Stunting
25 B 38 SD Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
26 B 38 SMP Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
27 M 40 SMA Swasta Kurang Baik BBLR Stunting
28 K 43 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
29 J 26 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
30 B 28 SMA Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
31 R 30 SMP IRT Kurang Baik BBLR Stunting
32 C 40 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
33 F 50 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
34 D 52 SMA Swasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
35 D 49 SMP Wiraswasta Baik Tidak BBLR Tidak Stunting
36 Y 53 SMP IRT Baik Tidak BBLR Tidak Stunting

Lampiran 10: Dokumentasi Penelitian

81
Keterangan:
1. Menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian kepada orang tua
responden
2. Memantau pengisian kuesioner
oleh orangtua responden

Keterangan:
Melakukan penimbangan BB pada
anak “A” usia 28 bulan

Keterangan:
Melakukan Pengukuran TB pada anak
“A” usia 28 bulan

Keterangan:
Melakukan pengukuran TB dan BB
pada anak “D” usia 29 bulan

Lampiran 11: Identitas Peneliti

82
Identitas Diri
Nama : Ardianti
Alamat :Dusun Malikawi, Desa Baturube, Kec.Bungku Utara,
Kab.Morowali Utara
Alamat Kerja : UPTD Puskesmas Baturube
No HP : 0822-9740-5868
Email : ardiantilaide997@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. SDN TOKONANAKA Tahun :
2003-2009
2. SMP NEGERI 2 PETASIA Tahun:
2009-2012
3. SMA NEGERI 1 PETASIA Tahun:
2012-2015
4. D III Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palu Tahun:
2015-2018
5. D IV Kebidanan Institut Ilmu Kesehatan Strada Indonesia Tahun:
2021-Sekarang
Pengalaman Kerja :
1. Tenaga Honorer di UPTD Puskesmas Baturube Kab.Morowali Utara dari
Tahun 2022 sampai dengan Sekarang.
Motto :
Siap menjadi Bidan yang disiplin dan teladan dalam menjalankan tugas serta
berguna bagi masyarakat banyak.

Lampiran 12: Lembar Konsultasi

83
Nama : Ardianti
NIM : 2141A0172
Judul : Pola asuh gizi dan riwayat BBLR dengan kejadian
stunting Pada Balita Usia 24 – 59 Bulan di wilayah
Puskesmas Baturube
Pembimbing : Retno Palupy Yonni Siwi, S.ST., B.d., M.Kes

No Tanggal Uraian Tanda Tangan


1 26 – 1 - 2022 - ACC Judul “Pola asuh gizi dan
riwayat BBLR dengan kejadian stunting
Pada Balita Usia 24 – 59 Bulan di
wilayah Puskesmas Baturube”.

2 1– 3- 2022 - Konsultasi Bab 1 – Bab 3


- Konsultasi lampiran-lampiran

3 17 – 3 - 2022 - ACC
- Siap ujian proposal

4 27 – 7 - 2022 - Konsultasi bab 4 – 6


- Konsultasi abstrak dan lampiran

5 12 – 7 – 2022 - Konsultasi revisi bab 4 – 6


- Konsultasi revisi abstrak
- Konsultasi revisi lampiran
rekapitulasi data

6 4 – 8 - 2022 - Konsultasi revisi bab 4 – 5, abstrak,


lampiran

7 4 - 9 - 2022 - ACC Siap uji skripsi

84

Anda mungkin juga menyukai