Anda di halaman 1dari 85

HUBUNGAN PENGETAHUAN, JARAK KE PELAYANAN KESEHATAN

DAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN


MINUM OBAT PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS RAO KABUPATEN PASAMAN
TAHUN 2021

SKRIPSI

Oleh:
HESTI WETRI
191012113201013

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2020
HUBUNGAN PENGETAHUAN, JARAK KE PELAYANAN KESEHATAN
DAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN
MINUM OBAT PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS RAO KABUPATEN PASAMAN
TAHUN 2021

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan


Masyarakat Pada Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat
Institut Kesehatan Prima Nusantara

Oleh:
HESTI WETRI
191012113201013

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2020
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul : Hubungan Pengetahuan, Jarak ke Pelayanan Kesehatan dan


Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat
Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Rao Kabupaten
Pasaman
ahun 2021
Nama : Hesti Wetri
Nim : 191012113201013

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan dewan Penguji


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana
Kesehatan Masyarakat pada program studi Fakultas Keperawatan Dan Kesehatan
Masyarakat Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

Bukittinggi, September 2020


Koordinator Skripsi Pembimbing

(Tika Ramadanti, SKM, MKM) (dr. Hj. Evi Susanti, SST, M. Biomed)

Mengetahui, Ketua Program Studi


S1 Kesehatan Masyarakat

(Mellia Fransiska, SKM, M.Kes)

i
PERNYATAAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji


dan diterima sebagai bagian persyaratan yang untuk memperoleh gelar sarjana
Kesehatan Masyarakat pada program studi Fakultas Keperawatan Dan Kesehatan
Masyarakat Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : dr. Hj. Evi Susanti, SST, M. Biomed (…..............……)

Penguji I : Mellia Fransiska, SKM, M.kes (….......…………)

Penguji II : Yuhendri Putra, S.Si, M. Biomed (….………..……)

Ditetapkan : Bukittinggi
Tanggal : September 2021

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat

Ns. Rima Berlian Putri, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.Kom

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan, Jarak ke Pelayanan

Kesehatan dan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat

Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman tahun

2021”.

Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai

salah satu syarat kelulusan Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesiakan skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Yth.

Ibu dr.Hj. Evi Susanti, S.ST, M.Biomed selaku pembimbing yang telah

memberikan arahan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Seterusnya ucapan terimakasih penulis kepada :

1. Ibu Dr.Hj. Evi Susanti, S.ST, M.Biomed selaku Rektor IKes Prima

Nusantara Bukittinggi.

2. Ibu Ayu Nurdiyan, S.ST., M.Keb, selaku Wakil Rektor I IKes Prima

Nusantara Bukittinggi.

3. Bapak Yuhendri Putra, S.Si, M.Biomed selaku Wakil Rektor II IKes Prima

Nusantara Bukittinggi sekaligus sebagai penguji II.

iii
4. Ns. Rima Berlian Putri,S.Kep,M.Kep, Sp.Kep.Kom selaku Dekan Fakultas

Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat IKes Prima Nusantara

Bukittinggi.

5. Ibu Mellia Fransiska, SKM, M.kes selaku ketua Program Studi S1

Kesehatan Masyarakat IKes Prima Nusantara Bukittinggi sekaligus

sebagai penguji I.

6. Ibu Tika Ramadanti, SKM, MKM selaku Dosen Koordinator Skripsi

Program studi S1 Kesehatan Masyarakat IKes Prima Nusantara

Bukittinggi.

7. Para staf dosen yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu

8. Bapak/Ibu tenaga kependidikan yang telah membantu proses selama ini

9. Keluarga besar Ikes Prima Nusantara Bukittinggi.

10. Kepala Puskesmas Rao yang telah memberikan izin dan data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini.

11. Kepada para responden peneliti yang bersedia berpartisipasi pada

penelitian ini.

12. Orang tua tercinta, suami, kakak adik beserta keluarga yang telah

memberikan dukungan do'a, materil dan perhatian yang tidak terhingga.

13. Para sahabat yang telah sama-sama berjuang dalam suka dan duka

menjalani pendidikan ini.

14. Semua pihak yang telah membantu penulisan dan penyusunan skripsi ini

yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis

iv
harapkan demi perbaikan ini dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan skripsi

ini bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi tenaga kesehatan.

Bukittinggi, September 2021

(Hesti Wetri)

vi
Nama : Hesti Wetri
Program Studi : Sarjana Kesehatan Masyarakat
Judul : Hubungan Pengetahuan, Jarak ke Pelayanan Kesehatan
dan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman tahun 2021

xv + 53 halaman + 9 tabel + 2 gambar + 11 lampiran

ABSTRAK

Penyakit TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis dengan pengobatan yang memerlukan kepatuhan
sesuai jadwal pengobatan. Keteraturan penderita TB paru dalam pengobatan juga
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, Jarak ke pelayanan kesehatan dan peran
pengawas minum obat (PMO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Hubungan pengetahuan, jarak ke pelayanan kesehatan dan Pengawas Minum Obat
(PMO) dengan kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Pasaman Tahun 2021. Penelitian ini telah
dilakukan pada bulan Agustus 2021 dengan metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif korelasi dengan desain crosssectional dengan sampel
seluruh penderita TB paru di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman pada tahun
2021 dengan teknik total sampling. Instrument yang digunakan dalam penelitian
ini berupa kuesioner dan dianalisa dengan chi square test. Dari hasil analisa
univariat menunjukan 57,6% dengan pengatuan yang baik, 55,3% dengan jarak ke
fasilitas kesehatan yang dekat, 51,1% dengan PMO yang aktif dan 61,7%
mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil obat yang telah ditetapkan. Hasil
analisa bivariate didapatkan hasil terdapat hubungan pengetahuan (p value =
0,003 dan OR 8,171), Jarak ke fasilitas kesehatan (p value = 0,037 dan OR 4,444)
dan PMO (p value = 0,001 dan OR 13,125) dengan kepatuhan minum obat
penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021. Saran bagi
peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang TB Paru dengan
menggunakan variabel lain demi melihat keberhasilan pengobatan TB Paru di
Indonesia.

Daftar bacaan : 29 (2011-2021)


Kata kunci : jarak, kepatuhan, pengetahuan, pmo, tuberkulosis

vii
Name : Hesti Wetri
Study program : Bachelor of Public Health
Title : Relationship of Knowledge, Distance to Health Services
and Drug Administration (PMO) with Compliance with
Taking Medicines for Pulmonary TB Patients in the Work
Area of Rao Health Center, Pasaman Regency in 2021

xv + 53 pages + 9 tables + 2 picture + 11 attachments

ABSTRACT

Pulmonary TB is an infectious disease caused by Mycobacterium


tuberculosis with treatment that requires adherence to the treatment schedule. The
regularity of pulmonary TB patients in treatment is also strongly influenced by
knowledge, distance to health services and the role of drug taking supervisor
(PMO). This study aims to determine The relationship of knowledge, distance to
health services and Drug Taking Supervisor (PMO) with adherence to taking
medication for pulmonary TB patients in the Rao Health Center Work Area,
Pasaman Pasaman Regency in 2021. This research was carried out in August 2021
with mThe research method used is descriptive correlation method with cross-
sectional design with sample all patients with pulmonary TB at the Rao Health
Center, Pasaman Regency in 2021with total sampling technique. The instrument
used in this study was a questionnaire and analyzed by chi square test. From the
results of univariate analysis showed 57.6% with good adjustment, 55.3%
withdistance to a nearby health facility, 51.1% with active PMO and 61.7%
following the prescribed drinking schedule and taking medication. The results of
the bivariate analysis showed that there was a relationship between knowledge (p
value = 0.003 and OR 8.171), Distance to health facilities (p value = 0.037 and
OR 4.444) and PMO (p value = 0.001 and OR 13.125) with adherence to taking
medication for pulmonary TB patients in the Rao Health Center Work Area in
2021. Suggestions for future researchers so that conducting research on
pulmonary TB using other variables in order to see the success of pulmonary TB
treatment in Indonesia.

Reading list : 29 (2011-2021)


Keywords : distance, compliance, knowledge, pmo, tuberculosis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................... i
PERNYATAAN PENGESAHAN ................................................................ ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................. vii
ABSTRACK ............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tuberkulosis Paru ..................................................... 10
B. Keteraturan/ Kepatuhan Berobat .............................................. 15
C. Kerangka Teori ........................................................................ 22
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep .................................................................... 23
B. Definisi Operasional ................................................................ 24
C. Hipotesis .................................................................................. 25
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ..................................................................... 26
B. Populasi Dan Sampel ............................................................... 26
C. Waktu Dan Tempat Penelitian ................................................. 26
D. Etika Penelitian ........................................................................ 27
E. Alat Pengumpulan Data ........................................................... 28
F. Prosedur pengambilan data ...................................................... 28
G. Pengolahan Data Dan Analisa Data ........................................ 29

ix
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden .......................................................... 31
B. Analisa Univariat ..................................................................... 32
C. Analisa Bivariat ....................................................................... 34

BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat .................................................................... 38
B. Analisa Bivariat ....................................................................... 44

BAB VII PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................... 51
B. Saran ........................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ............................................................................. 24


Tabel 5.1 Karakteristik Responden ....................................................................... 31
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang TB Paru ... 32
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jarak ke fasiloitas kesehatan .......................... 33
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengawas Minum Obat (PMO) ..................... 33
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Keteraturan Minum Obat ............................... 34
Tabel 5.6 Hubungan Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB Paru ..................................................... 34
Tabel 5.7 Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan Dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB Paru ..................................................... 35
Tabel 5.8 Hubungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB Paru ..................................................... 36

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 18


Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 19

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran
1. Ganchart
2. Surat Penelitian Dari LPPL
3. Surat Izin Penelitian
4. Surat Balasan Dari Tempat Penelitian
5. Surat Penelitian Dari DPMPTSP
6. Kisi-kisi Kuesioner
7. Informed Consent
8. Master Tabel
9. Hasil Pengolahan dan Analisa Data
10. Dokumentasi Penelitian
11. Lembar Konsultasi Pembimbing

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit TB paru adalah penyakit infeksi menular langsung yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.(1) Penularan TB Paru terjadi

ketika seseorang menghirup droplet nuclei (percikan dahak) yang masuk

melalui mulut atau hidung, saluran pernapasan bagian atas dan bronkus hingga

mencapai alveoli paru-paru. (2) Gejala yang sering muncul pada penderita TB

paru diantaranya yaitu demam, batuk produktif selama 2 minggu atau lebih

disertai batuk berdarah, berkeringat di malam hari, sesak nafas, nyeri dada,

lelah, penurunan berat badan dan malaise. (3)

Menurut World Health Organization (WHO) sebanyak 1,3 juta orang

yang meninggal karena infeksi TB dimana sekitar 1,2-1,4 juta orang dengan
(4)
HIV negatif dan 0,3 juta orang dengan HIV positif. Seperempat dari

populasi dunia terinfeksi tuberculosis. Hal ini berarti semakin besar risiko

penularan TB. Karena basil tuberculosis mudah menyebar melalui udara

misalnya dengan batuk, bersin bahkan meludah sehingga jutaan orang terus

jatuh sakit TB setiap tahunnya.

Berdasarkan Global Tuberculosis Report WHO 2020, disebutkan

sekitar 1,4 juta orang meninggal karena penyakit terkait TBC pada 2019. Dan

dari perkiraan 10 juta orang yang diperkirakan terkena TBC, ada sekitar 3 juta

orang tidak terdiagnosis, atau tidak dilaporkan secara resmi ke dalam sistem

pelaporan nasional. (5) Sedangkan menurut pemodelan yang diambil dari data

1
2

survei prevalensi tuberkulosis tahun 2013-2014 angka prevalensi pada tahun

2017 sebesar 619 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2016 sebesar 628 per

100.000 penduduk. (6)

Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015,

diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk)

dengan 100.000 kematian per tahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan

63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka

Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/ CNR) dari semua kasus, dilaporkan

sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus,

diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi

HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO

diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari

kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang
(7)

Prevalensi TB paru yang terjadi di Indonesia dikelompokkan dalam

tiga wilayah, yaitu wilayah Sumatera sebesar (33%), wilayah Jawa dan Bali

sebesar (23%), serta wilayah Indonesia Bagian Timur (44%). Penyakit TB

paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan

saluran pernafasan pada semua kelompok usia serta nomor satu untuk

golongan penyakit infeksi. Angka kematian pada kasus TB paru di Indonesia

berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI Tahun 2017 sebanyak 275.729

kasus kematian tiap tahunnya.(8)

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mencatat sebanyak 5.403

kasus penyakit Tuberkulosis (TB) di Sumatra Barat (Sumbar) selama tahun


3

2020. Dari data Dinkes tercatat Kota Padang paling banyak di temukan kasus

TB mencapai 1.116 orang. Kemudian, diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan

535 kasus, Padangpariaman 406 kasus, Pasaman Barat 374 kasus, Agam 367

kasus, Dharmasraya dan Pasaman 248 kasus, Tanah Datar 221 kasus.

Kemudian Limapuluh Kota 220 kasus, Solok 212 kasus, Bukittinggi 189

kasus, Sijunjung 164 kasus, Solok Selatan 156 kasus, Mentawai 139 kasus,

Payakumbuh 116 kasus, Kota Solok 115 kasus, Pariaman 86 kasus, Padang

Panjang 84 kasus dan Sawahlunto 47 kasus.(9)

Berdasarkan laporan realisasi program TB di Dinas Kesehatan

Kabupaten Pasaman tahun 2021 pada 16 Puskesmas yang tersebar 12

kecamatan, yang realisasi TB paru klinis sebanyak 316 orang, ditemukan

penderita positif sebanyak 115 orang, yang diobati 115 orang, dan sembuh 97

Orang.(10)

Berdasarkan profil Kesehatan Kabupaten Pasaman tahun 2021, dari 16

Puskesmas di Kabupaten Pasaman terlihat bahwa Puskesmas Rao mempunyai

angka tertinggi untuk kasus TB paru yaitu 47 penderita jika dibandingkan

dengan puskesmas lain yang ada di Kabupaten Pasaman sedangkan untuk

angka terendah penderita TB Paru adalah Puskesmas Silayang. Dengan

tingginya angka kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao sehingga

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian supaya peneliti dapat

berkontribusi dan mengabdi dalam menekan angka kejadian TB Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Rao atau tempat peneliti bekerja.(11)

Dari data yang didapat pada Puskesmas Rao tahun 2021, penderita

yang mendapat pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) sebanyak 47


4

orang. Menurut pemegang program TB paru di Puskesmas Rao, sebanyak 14

orang penderita TB paru masih tidak teratur dalam mengambil dan

mengkonsumsi obat serta tidak teratur melakukan pemeriksaan Basil Tahan

Asam (BTA) ulang. Hal ini dapat menimbulkan resistensi terhadap kuman TB

dan kesembuhan sulit untuk dicapai.(12)

Dalam rangka pemberantasan dan penyakit TB paru, pemerintah telah

berupaya keras memenuhi sarana dan prasarana seperti sarana pengobatan dan

pengawasan serta pengendalian pengobatan dengan strategi Directly Observed

Treatment Shortcourse (DOTS).(13)

Menurut Manaf (1995 : 5) agar pengobatan penderita TB paru dapat

dijalani dengan teratur maka seorang penderita perlu mempunyai pengetahuan

yang baik tentang aturan pengobatan tersebut baik dari segi positif maupun

segi negatifnya. Keteraturan penderita TB paru dalam pengobatan juga sangat

dipengaruhi oleh pengetahuan penderita tersebut tentang penyakit TB paru,

bagaimana cara pencegahan dan pengobatannya sebelum program pengobatan

tersebut dilakukan. (14)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yusuf dan Dani (2011),

mengatakan masih didapatkan kurangnya pengetahuan tentang TB Paru

disebabkan oleh kebanyakan responden percaya mitos bahwa penyakit TB

paru merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh banyak pikiran, dan

tidak tahunya mengenai cara penularan serta kesalahan dalam minum obat.(15)

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan akan

membentuk kepercayaan yang selanjutnya akan memberikan perspektif pada


5

manusia dalam mempersepsikan kenyataan, memberikan dasar bagi

pengambilan keputusan terhadap objek tertentu. Pengetahuan berhubungan

dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang, Semakin banyak informasi

yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki

seseorang. (16)

Jarak ke pelayanan kesehatan juga sangat penting dalam menentukan

keteraturan minum obat. Jarak merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam keteraturan berobat penderita TB paru, karena masyarakat yang

menderita penyakit TB paru umumnya berekonomi rendah sehingga mereka

sangat sulit untuk datang ke puskesmas dengan menggunakan kendaraan

umum. Hasil penelitian Setyowati DRD yang menunjukkan bahwa jarak

rumah pasien ke puskesmas adalah berjarak dekat (73,81%) yaitu pada jarak 3

Km atau ≤ 5 Km dibandingan jarak yang jauh > 5 Km. (17)

Selain kedua faktor di atas, Kepatuhan berobat pasien TB paru

didukung oleh adanya peranan dari seorang pengawas minum obat (PMO)
(18)
yang selalu mengingatkan pasien untuk minum obat. Kepatuhan berobat

pasien TB paru didukung oleh adanya peranan dari seorang pengawas minum

obat (PMO) yang selalu mengingatkan pasien untuk minum obat (Zuliana,

2015). Peran PMO sangat efektif terhadap konversi hasil pemeriksaan BTA

negatif dengan sebanyak 97% dibandingkan dengan PMO dengan pasien TB

paru BTA positif (Jufrizal dkk., 2017). (19)

Peran PMO sangat efektif terhadap konversi hasil pemeriksaan BTA

negatif dengan sebanyak 97% dibandingkan Maka dari itu penderita yang
6

sedang menjalani pengobatan TB paru dan juga PMO-nva perlu mempunyai

pengetahuan dalam menjalankan program pengobatannya.

Berdasarkan hal diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

Hubungan Pengetahuan, Jarak ke Pelayanan Kesehatan dan Pengawas Minum

Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Pasaman Tahun 2021.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti

tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan, jarak ke

pelayanan kesehatan dan pengawas minum obat (PMO) Dengan Kepatuhan

minum obat penderita TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao Kabupaten

Pasaman Pasaman Tahun 2021 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, jarak ke

pelayanan kesehatan dan pengawas minum obat (PMO) Dengan

Kepatuhan minum obat penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas

Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus.

a. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman tahun 2021

b. Diketahuinya distribusi frekuensi jarak ke pelayanan kesehatan di

wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman tahun 2021


7

c. Diketahuinya distribusi frekuensi Pengawas Minum Obat (PMO) di

wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman tahun 2021

d. Diketahuinya distribusi frekuensi Kepatuhan minum obat penderita

TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman tahun

2021

e. Diketahuinya hubungan pengetahuan penderita TB paru Dengan

Kepatuhan minum obat di wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten

Pasaman tahun 2021

f. Diketahuinya hubungan jarak ke pelayanan kesehatan Dengan

Kepatuhan minum obat di wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten

Pasaman tahun 2021

g. Diketahuinya hubungan pengawas minum obat (PMO) Dengan

Kepatuhan minum obat di wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten

Pasaman tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa Institut

Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi sebagai referensi untuk

melakukan penelitian selanjutnya. Mahasiswa diharapkan mampu

mengembangkan penelitian ini kecakupan yang lebih luas sehingga

terwujudnya penelitian yang lebih baik untuk masa yang akan datang.
8

2. Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan serta mengetahui peneliti dalam

mempersiapkan, mengumpulkan, mengelola dan menganalisis, serta

menginformasikan data yang ditemukan khususnya dalam menggali

“Hubungan Pengetahuan, Jarak ke Pelayanan Kesehatan dan Pengawas

Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru

Di Wilayah Kerja Puskesmas Rao Tahun 2021”.

a. Merupakan proses belajar memecahkan masalah secara sistematis dan

logis yang menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti.

b. Mendapatkan gambaran nyata tentang “Hubungan Pengetahuan, Jarak

ke Pelayanan Kesehatan dan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan

Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja

Puskesmas Rao Tahun 2021”.

c. Merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM).

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Hubungan Pengetahuan,

Jarak ke Pelayanan Kesehatan dan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan

Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Rao

Tahun 2021. Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif

korelasi dengan desain crosssectional, variabel yang digunakan adalah

variabel independen meliputi (Pengetahuan, jarak dan pengawas minum obat

(PMO), sedangkan variabel dependen meliputi (Keteraturan minum obat


9

penderita TB Paru), teknik pengambilan sampel yaitu total sampling yang

mana seluruh populasi dijadikan sampel.


10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Tuberkulosis Paru

1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis Paru

Penyakit TB paru adalah penyakit infeksi menular langsung yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.(1) Mycobacterium

tuberculosis merupakan jenis bakteri yang hidup di dalam sel.(2) Bakteri

tersebut menyerang paru dan sebagian kecil menyerang organ tubuh lain.

Sifat khusus dari bakteri ini yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.

Sifat tersebut dapat digunakan untuk identifikasi dahak secara

mikroskopis, sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

Mycobacterium tuberculosis dapat mati jika mendapat paparan langsung

sinar ultraviolet dalam waktu beberapa menit dan dapat bertahan pada

tempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat tertidur

atau tidak berkembang selama beberapa tahun yang disebut dormant

(tidur)

Penularan terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei yang

masuk melalui mulut atau hidung, saluran pernapasan bagian atas dan

bronkus hingga mencapai paru-paru.(3)

Gejala yang sering muncul pada penderita TB paru diantaranya

yaitu demam, batuk produktif selama dua minggu minggu atau lebih

disertai batuk berdarah, berkeringat di malam hari, sesak nafas, nyeri

dada, lelah, penurunan berat badan, dan malaise.(4) Apabila terdapat

10
11

gejala tersebut pada satu penderita yang mengindikasikan TB paru, maka

dapat dilakukan pemeriksaan X-Ray dan kultur sputum.

2. Penyebab

TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang mempunyai sifat khusus yaitu

tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam) karena basil TB

paru mempunyai sel lipoid. Basil TB paru sangat rentan dengan

sinar matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil TB

paru juga akan terbunuh dalam beberapa menit jika terkena alcohol 70%

dan lisol 50%. Basil TB paru memerlukan waktu 2-24 jam dalam

melakukan mitosis, hal ini memungkinkan pemberian obat secara

intermiten (2-3 hari sekali) (Darliana, 2011). Dalam jaringan tubuh, kuman

ini dapat dormant selama beberapa tahun. Sifat dormant ini berarti kuman

dapat bangkit kembali dan menjadikan TB paru aktif kembali. Sifat lain

kuman adalah bersifat aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang kaya oksigen, dalam hal ini tekanan bagian

apical paru-paru lebih tinggi daripada jaringan lainnya sehingga bagian

tersebut merupakan tempat predileksi penyakit TB paru. Kuman dapat

disebarkan dari penderita TB paru BTA positif kepada orang yang berada

disekitarnya, terutama yang kontak erat. .(18)

3. Penyebaran Kuman

Daya penularan dari seseorang penderita TB paru ditentukan

banyaknya terpajan kuman yang terdapat dalam paru penderita.Penyebaran


12

kuman tersebut dalam udara dikeluarkan bcrsama sputum berupa droplet

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman ini dapat diserap oleh

orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang

menghirupnya, mereka mulai berkembang biak hingga terjadi infeksi.

Orang yang serumah dengan penderita TB paru positif adalah orang yang

besar kemungkinannya terinfeksi kuman Tuberkulosis.(7)

4. Gejala Tuberkulosis Paru

a. Gejala utama

Batuk terus – menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.

b. Gejala tambahan yang sering di jumpai :

1) Dahak bercampur darah

2) Batuk darah

3) Sesak nafas dan nyeri dada

4) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun walaupun

tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

5. Diagnosis Penderita TB Paru

Penemuan penderita TB paru dilakukan secara pasif, artinya

penjaringan tersangka (suspek) penderita dilaksanakan pada mereka yang

datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.Penemuan secara pasif

tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas

kesehatan maupun masyarakat, untuk neningkatkan cakupan penemuan

tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan passive promotif case

finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi aktif) .(8)


13

Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya BTA ( Basil

Tahan Asam ) pada pemeriksaan dahak secara mikrokopis. Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen

SPS ( Sewaktu, Pagi, Sewaktu ) basil tahan asam hasilnya positif . (8)

Bila hanya satu spesimen yang positif, perlu diadakan pemeriksaan

lebih lanjut yaitu foto rontgen (radiologi).

a. Jika hasil rontgen mendukung TB paru, maka penderita di diagnosis

sebagai penderita TB paru BTA positif.

b. Jika hasil rontgen tidak mendukung TB paru, maka pemeriksaan dahak

SPS ( Sewaktu, Pagi, Sewaktu ) diulang.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diherikan antibiotik

spektrum luas ( misalnya kotrimoksosal atau amoksisilin ) selama 1-2

minggu. Bila tidak ada perubahan, ulangi pemeriksaan dahak SPS.(9)

Di Indonesia pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai anti

dalam menentukan diagnosis TB paru pada orang dewasa.Hal ini

disebabkan sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan

Mycobacterium tuberculosis karena penderita TB paru tinggi.Suatu uji

tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah

terpapar dengan Mycobacterium tuberculosis. Di lain pihak hasil uji

tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis.

Keadaan ini dapat terjadi pada penderita HIV/ AIDS, Malnutrisi berat, TB

miller dan morbili.(9)


14

6. Pengobatan TB Paru

Tujuan pengobatan penderita TB paru adalah menyembuhkan

penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, menurunkan

tingkat penularan. Saat Ini pengobatan dalam program TB paru

menggunakan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

enam bulan yang terdiri dari Isoniasid (I), Rifampisin (R), Pyrazinamid

(Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E). Panduan OAT ini disediakan

oleh program di Indonesia ada 3 macam yaitu kategori -1, kategori -2, dan

kategori -3.

Pengobatan TB Paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif

dan tahap lanjutan :

a. Tahap intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat setiap

hari selama dua bulan dan diawasi langsung untuk mencegah

terjadinya kekebalan terhadap semua Rifampisin.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu

2 rninggu. Sebagian besar penderita TB Paru positif menjadi BTA

negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Obat Anti

Tuberkulosis yang digunakan pada fase intensif diminum setiap hari

dan ditambah suntikan Streptomisin.

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang panjang ( Depkes RI, 2002). Tahap
15

lanjutan penting untuk membunuh kuman dormant sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.

B. Keteraturan / Kepatuhan Berobat

Keteraturan adalah suatu perilaku seseorang yang secara tepat dan

periodik untuk melakukan aktivitasnya.Perilaku itu sendiri dipandang dari segi

biologis adalah suatu kegiatan organisme yang bersangkutan.Jadi perilaku

manusia pada hakekatnya adalah aktivitas dari manusia itu sendiri, baik yang

dapat dicermati secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut L. Green (1980 dalam Notoatmodjo, 2003) tindakan atau

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor

perilaku (Behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (Non Behaviour

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan oleh 3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing Factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, keperecayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (Enabling Factors) yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan

sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing Factors) yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas lain yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh

pengetahuan, sikap, kepercayaan atau tradisi. Disamping itu ketersediaan

fasilitas, dan dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan
16

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Misalnya seseorang yang

tidak mau mengambil obat di puskesmas dapat disebabkan karena orang

tersebut tidak atau belum tahu manfaat atau akibat atau bahaya dari penyakit

TB paru bagi dirinya. Tetapi barangkali karena rumahnya yang jauh, dan tidak

ada sarana transportasi untuk ke puskesmas dan mungkin para petugas

kesehatan tidak pernah atau belum jelas memberikan penjelasan dan

pengobatan ini.

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tindakan atau perilaku seseorang

yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku yang

tidak didasari dengan pengetahuan. Penelitian Rogers 974 dalam

Notoamodjo, 2003 : 128) mengungkapkan sebelum seseorang mengadopsi

perilaku atau tindakan baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses

berurutan, yakni :

a. Awareness, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus ( objek ).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, dimana orang tersebut menimbang-nimbang terhadap baik

buruknya stimulus tersebut terhadap dirinya.

d. Trial, dimana seseorang mencoba perilaku tersebut.

e. Adoption, dimana subjek / orang tersebut telah berperilaku baru sesuai


17

f. dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

g. Berdasarkan uraian diatas, perilaku atau tindakan keteraturan penderita

TB peru dalam pengobatan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan

penderita tersebut tentang penyakit TB paru, bagaimana cara

pencegahan dan pengobatannya sebelum program pengobatan tersebut

dilakukan.

Menurut Manaf (1995 : 5) agar pengobatan penderita TB paru

dapat dijalani dengan teratur maka seorang penderita perlu mempunyai

pengetahuan yang baik tentang aturan pengobatan tersebut baik dari segi

positif maupun segi negatifnya.(14)

Sesuai dengan hasil penelitian Agonwardi (2002) di Puskesmas

Lubuk Buaya Kota Padang bahwa pengetahuan penderita TB paru dalam

keteraturan berobat sangat berperan sekali, karena seorang penderita

dengan pengetahuan yang baik akan lebih teratur berobat (77,2%) bila

dibandingkan dengan penderita yang berpengetahuan rendah (63,5%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yusuf dan Dani

(2011), mengatakan masih didapatkan kurangnya pengetahuan tentang TB

Paru disebabkan oleh kebanyakan responden percaya mitos bahwa

penyakit TB paru merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh

banyak pikiran, dan tidak tahunya mengenai cara penularan serta

kesalahan dalam minum obat.(18)


18

2. Jarak ke Pelayanan Kesehatan

Jarak merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keteraturan

berobat penderita TB paru, menurut Manaf (1995 : 8) lebih dari 65%

penderita TB paru yang tidak teratur menjalani pengobatan karena

rumahnya jauh dari unit kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian Felly

(2002) menyatakan bahwa penderita yang mengatakan jarak ke puskesmas

dekat mempunyai 3,26 kali untuk teratur berobat ke puskesmas

dibandingkan dengan penderita yang mengatakan jarak ke puskesmas

jauh.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Supriani (1999),

penderita yang tidak teratur dalam minum obat yang terbesar ada pada

jarak rumah yang lebih dari 5 Km dari Puskesmas (54,5%) dibandingkan

pada jarak rumah yang kurang dari 5 Km dari Puskesmas (16,7%).

Penelitian yang dilakukan oleh Eka Fitriani (2013), menunjukkan

bahwa kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Ketanggungan

banyak ditemukan pada jarak dekat atau ≤ 5 km dari puskesmas yaitu

75,8%. Hal ini dikarenakan pada penderita TB paru yang jarak rumahnya

jauh atau > 5 km tidak memeriksakan diri dan berobat di puskesmas

sehingga tidak tercatat dalam rekam medik puskesmas.

Hasil penelitian Setyowati DRD yang menunjukkan bahwa jarak

rumah pasien ke puskesmas adalah berjarak dekat (73,81%) yaitu pada

jarak 3 Km atau ≤ 5 Km dibandingan jarak yang jauh > 5 Km.


19

3. Pengawas Minum Obat

Salah satu dari komponen Directly Observed Treatment

Shortcourse (DOTS) adalah pengobatan paduan Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung.Untuk menjamin

keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Pengawas Minum

Obat). Pentingnya peran PMO ditemukan oleh Sarmudianta (2002 dalam

Idris, 2004 : 5 ) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera

Selatan.

DOTS pada prinsipnya menekankan upaya mengawasi secara

langsung menderita minum obat setiap haiinya olch PMO. PMO adalah

orang pertama yang selalu berhubungan dengan penderita sehubungan

dengan pengobatannya. PMO yang mengingatkan untuk minum obat,

mengawasi sewaktu minum obat, membawa ke dokter untuk kontrol

berkala, dan menolong jika ada efek samping. Kepatuhan berobat pasien

TB paru didukung oleh adanya peranan dari seorang pengawas minum

obat (PMO) yang selalu mengingatkan pasien untuk minum obat (Zuliana,

2015). Peran PMO sangat efektif terhadap konversi hasil pemeriksaan

BTA negatif dengan sebanyak 97% dibandingkan dengan PMO dengan

pasien TB paru BTA positif.(19)

Sesuai dengan strategi DOTS, setiap penderita yang balm

ditemukan dan mendapatkan pengobatan harus diawasi minum obatnya

setiap hari agar terjamin kesembuhan, tcrcegah dari kekebalan obat atau

resistensi. Sebelum pengobatan pertama kali dimulai, penderita dan PMO

hams diberi penyuluhan secara singkat tentang perlunya minum obat


20

setiap hari. Penyuluhan tersebut meliputi, antara lain : tentang gejala-

gejala TB paru, tanda-tanda efek samping, cara merujuk, apa kegunaan

pemeriksaan sputum tulang, serta cara memberi penyuluhan TB paru.

Dalam pedoman nasional penanggulangan TB (Depkes RI 2002),

disebutkan pula bahwa persyaratan PMO adalah seseorang yang dikenal,

dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita,

selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita, tinggal dekat

dengan penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela, serta

bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

penderita. PMO sebaiknya petugas kesehatan, misalnya bidan desa,

perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi.Bila tidak ada petugas

kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,

guru, tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. PMO yang berasal

dari petugas kesehatan jauh lebih baik dari keluarga penderita.

Seorang PMO memiliki beberapa tugas (Depkes RI, 2002 )

diantaranya :

a. Mengawasi penderita TB paru agar meminum obat secara teratur

sampai selesai pengobatan.

b. Memberikan dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur

c. Mengingatkan penderita TB paru untuk periksa ulang dahak pada

waktu yang telah ditetapkan.

d. Memberikan penyuluhan kepada lingkungan keluarga untuk

memeriksakan diri bila terjadi gejala tersangka TB paru.


21

Menurut penelitian Tati (1999 : II ) peranan petugas PMO turut

membantu penderita mengambil obat dan membantu antar jemput untuk

pemeriksaan ulang dan turut membantu dalarn proses pengobatan ulang.

Dalam hal ini peranan PMO sangat penting untuk menggerakkan

atau membantu penderita berobat dan meneruskan pengobatan ke

puskesmas. Dengan kata lain motivasi atau hantuan PMO sangat

membantu kelangsungan dan keteraturan berobat penderita TB paru. Dan

hasil wawancara peneliti dengan perugas P2TB Puskesmas Rao pada

bulan Juli menyatakan bahwa peran PMO sangat penting untuk

kesembuhan penderita TB Paru.


22

C. Kerangka Teori

Menurut Lawrence Green, faktor – faktor yang berhubungan dengan

perilaku ada 3 yaitu : faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor

pendorong. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya : pengetahuan,

sikap, kepercayaan. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung menurut

Notoatmodjo adalah ketersediaan sarana-sarana kesehatan, dan yang terakhir

yang termasuk faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Adapun skema teori L. Green dapat dilihat pada skema dibawah ini

Faktor
Predisposisi
 Pengetahuan
 Pendidikan
 Sikap
 Kepercayaan

Faktor Pendukung
 Sarana dan Perilaku
prasarana
 Jarak

Faktor Pendorong
 Tokoh Masyarakat
 Peraturan
 Undang - Undang

Gambar 2.1
Kerangka Teori
23

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konseptual

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dimana peneliti akan melihat

variabel independen dan variabel dependen dengan menganalisa data masing-

masing variabel dan nanti akan menghubungkan kedua variabel dengan

menggunakan uji statistik. Dimana hubungan ini dapat dilihat dengan skema

dibawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Kepatuhan Minum Obat


Jarak ke Pelayanan
Kesehatan Penderita TB Paru

Pengawas Minum Obat


(PMO)

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

23
24

B. Defenisi Operasional

Defenisi Alat Cara


No Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
1 Pengetahuan Segala sesuatu yang Kuesioner Wawancara - Kurang Ordinal
tentang TB diketahui responden baik bila <
Paru tentang penyakit TB mean
paru serta encegahan - Baik bila ≥
dan pengobatannya mean
2 Jarak ke Persepsi responden Kuesioner Wawancara - Jauh (>5 Ordinal
Pelayanan mengenai jarak Km )
Kesehatan Perjalanan yang - Dekat (≤ 5
ditempuh dari rumah Km)
ke puskesmas untuk
berobat penyakit TB
paru tanpa kendaraan.
Pengawas Seseorang yang aktif Kuesioner Wawancara - Tidak aktif Ordinal
Minum Obat melakukan bila <
(PMO) pengawasan minum mean
obat dan - Aktif bila ≥
mengingatkan waktu mean
periksa ke puskesmas
bagi penderita TB
paru.(
keluarga,kader,dll)
4 Keteraturan Kepatuhan responden Kuesioner Wawancara - Tidak Ordinal
minum obat dalam teratur bila
mengikuti aturan < mean
jadwal minum dan - Teratur bila
mengambil obat yang ≥ mean
telah ditetapkan
25

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pernyataan penelitian.

Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian, artinya hipotesis

ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.(15)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pengetahuan, jarak ke pelayanan

kesehatan dan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat

penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman

Tahun 2021.

1. Ada hubungan antara pengetahuan tentang TB paru dengan kepatuhan

minum obat penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Rao tahun

2021.

2. Ada hubungan antara jarak ke pelayanan kesehatan dengan kepatuhan

minum obat penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Rao tahun

2021.

3. Ada hubungan antara Pengawas Minum Obat dengan kepatuhan minum

obat penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Rao tahun 2021


26

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif Korelasional dengan

menggunakan desain crossectional, dimana variabel dependen dan variabel

independen diteliti secara bersamaan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TB paru

yang tercatat berobat di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman pada tahun

2021 program pengobatan jangka pendek dengan panduan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) sebanyak 47 orang.

2. Sampel

Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling ) dengan kriteria

sampel :

a. Penderita TB paru pada tahun 2021

b. Bersedia rnenjadi responden

c. Dapat berkomunikasi dengan baik

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rao

Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat tahun 2021.

26
27

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Rao

Kabupaten Pasaman pada bulan Agustus 2021.

D. Etika Penelitian

Etika penelitian merujuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan oleh

masyaraat sehingga membantu peneliti menilai yang diterapkan oleh

masyarakat sehingga membantu peneliti menilai yang dianut masyarakat. Uji

kelayakan etik untuk penelitian dengan memenuhi aspek sebagai berikut:

1. Informent consent

Lembaran penelitian ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti untuk memenuhi kriteria inklusi yang disertai judul penelitian dan

tujuan penelitian, bila subyek menolak maka penelitian tidak memaksa dan

tetap menghormati hak-hak subyek.

2. Confidentiality

Informasi ataupun masalah-masalah lain yang telah diperoleh dari

responden disimpan dan di jamin kerahasiannya. Informasi yang diberikan

responden tidak akan disebarluaskan atau diberikan kepada orang lain

tanpa seizin yang bersangkutan.

3. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden.

4. Beneficience

Prinsip manfaat ini bertujuan agar responden terbebas dari

penderitaan, ekspoitasi dan resiko. Terbebas dari penderitaan ini penelitian


28

tidak boleh mengakibatkan sakit kepada responden. Bebas dari eksploitasi

yaitu penelitian tidak merugikan responden tidak digunakan untuk hal-hal

yang dapat merugikan responden. Bebas dari resiko yaitu penelitian harus

memberikan manfaat bagi peneliti dan responden.

5. Justice

Semua responden yang ikut dalam penelitian ini diperlukan adil

dan di beri hak yang sama sebelum, selama, dan sesudah penelitian.

Penelitian tidak membeda-bedakan responden satu dengan yang lainnya.

E. Alat Pengumpulan Data

Penggunaan berbagai alat atau teknik pengumpulan data sangat terkait

kepada permasalahan penelitian. Peneliti harus mengetahui spesifikasi data

yang diperlukan digunakan untuk menjawab tujuan penlitian. Dalam dalam

epidemologi, spesifikasi data yang dikumpulkan diantaranya mengidentifikasi

konsep-konsep yang terkandung dalam tujuan penelitian epidemologi.

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosisal yang di amati.” Instrumen penelitian di

gunakan sebagai alat pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini

adalah berupa kuesioner yang dibuat dalam bentuk google form yang disebar

menggunakan media sosial berupa WhatsApp, Facebook, Instagram.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian.
29

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terhadap

responden yang sesuai dengan variabel penelitian (Pengetahuan, Jarak ,

Pengawas Minum Obat (PMO) dan Keteraturan minum obat).

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui sistem pencatatan yang ada di

Puskesmas Rao, berupa : registrasi laboratorium, kartu pengobatan

penderita, dan register pengobatan.

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dan komputerisasi

dengan langkah – langkah sebagai berikut :

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian

formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuisioner sudah

lengkap, jelas dan relevan.

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

berbentuk angka atau bilangan.Kegunaan dari coding adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan mempercepat pada saat

entry data.
30

c. Entry

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar serta telah

melewati pengkodeaan,maka langkah selanjutnya adalah memasukkan

data ke dalam komputer.

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dientry, apakah ada kesalahan atau tidak dalam mengentry data.

2. Teknik Analisis Data

a. Analisis Univariat

Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi masing – masing

variabel yaitu pengetahuan tentang TB paru, jarak pelayanan ke

puskesmas, Pengawas Minum Obat dan keteraturan minum obat.

b. Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen menggunakan uji Chi-Square dengan menggunakan

alfa 5 %. Bila P ≤ 0,05 menunjukkan ada hubungan dan bila P > 0,05

menunjukkan tidak ada hubungan.


31

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden

Penelitian ini tentang Hubungan Pengetahuan, Jarak ke Pelayanan

Kesehatan dan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Minum

Obat Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Rao Tahun 2021 yang

telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2021 pada 47 orang penderita TB paru

yang tercatat berobat di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman dengan rincian

karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1
Karakteristik Responden
Karakteristik Responden f %
Umur
20-35 tahun 28 59,6
36-50 tahun 18 38,3
> 50 tahun 1 2,1
Jenis Kelamin
Laki-laki 23 48,9
Perempuan 24 51,1
Pendidikan
Sekolah Dasar 9 19,1
SLTP 3 6,4
SLTA 29 61,7
Perguruan Tinggi 6 12,8
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga (IRT) 19 40,4
Pedagang 5 10,6
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2 4,3
Pegawai Swasta 2 4,3
Petani 5 10,6
Wiraswasta 14 29,8
Hubungan dengan PMO
Kader 23 48,9
Keluarga 24 51,1
Total 47 100

31
32

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa berdasarkan umur

responden pada penelitian ini jumlah terbanyak adalah usia 20-35 tahun yaitu

sebanyak 28 responden (59,6%) dengan jenis kelamin responden terbanyak

adalah perempuan yaitu sebanyak 24 responden (51,1%). Dari pendidikan

responden didapatkan bahwa SLTA merupakan tingkat pendidikan terbanyak

responden yaitu sebanyak 29 responden (61,7%) dengan status pekerjaan

responden terbanyak responden yaitu Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu

sebanyak 19 responden (40,4%) sedangkan pada hubungan responden dengan

PMO diketahui bahwa PMO terbanyak dilakukan oleh keluarga ( adik, anak,

ibu, istri, kakak dan suami) yaitu sebanyak 24 responden (51,1%).

B. Analisa Univariat

1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang TB Paru

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang TB Paru,

didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang TB Paru Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2021
No Pengetahuan tentang TB Paru f %
1. Kurang baik 20 42,6
2. Baik 27 57,6
Jumlah 47 100

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan tentang TB Paru yang baik yaitu

sebanyak 27 responden (57,6%).


33

2. Distribusi Frekuensi Jarak ke Pelayanan Kesehatan

Distribusi frekuensi jarak ke fasilitas kesehatan, didapatkan hasil

sebagai berikut:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Jarak ke Pelayanan Kesehatan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2021
No Jarak ke Fasilitas Kesehatan f %
1. Jauh (> 5Km) 21 44,7
2. Dekat (< 5 Km) 26 55,3
Jumlah 47 100

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dengan jarak ke fasilitas kesehatan yang dekat ( < 5 Km) yaitu

sebanyak 26 responden (55,3%).

3. Distribusi Frekuensi Pengawas Minum Obat (PMO)

Distribusi frekuensi Pengawas Minum Obat (PMO), didapatkan

hasil sebagai berikut:

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pengawas Minum Obat (PMO) Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2021
No Pengawas Minum Obat (PMO) f %
1. Tidak Aktif 23 48,9
2. Aktif 24 51,1
Jumlah 47 100

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dengan Pengawas Minum Obat (PMO) yang aktif yaitu

sebanyak 24 responden (51,1`%).


34

4. Distribusi Frekuensi Keteraturan Minum Obat

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Keteraturan Minum Obat Di Wilayah Kerja
Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2021
No Keteraturan Minum Obat f %
1. Tidak teratur 18 38,3
2. Teratur 29 61,7
Jumlah 47 100

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil obat yang telah

ditetapkan yaitu sebanyak 29 responden (61,7%).

C. Analisa Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan


Minum Obat Penderita TB Paru

Hubungan pengetahuan tentang TB paru dengan kepatuhan minum

obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021,

didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.6
Hubungan Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Minum
Obat Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Rao
Tahun 2021
Pengetahuan Keteraturan minum obat Jumlah P OR
tentang Tidak teratur Teratur value (95% CI)
TB Paru n % N % N %
Kurang baik 13 65 7 35 20 100
Baik 5 18,5 22 81,5 27 100 0,003 8,171
(2,146-31,109)
Total 18 38,3 29 61,7 47 100
35

Dari Tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa dari 20 responden

dengan pengetahuan yang kurang baik tentang TB Paru, sebanyak 13

(65%) responden tidak teratur dalam mengikuti aturan jadwal minum dan

mengambil obat yang telah ditetapkan. Hasil uji statistik didapatkan hasil

Ha diterima dengan p value = 0,003 (p < 0,05) yang artinya terdapat

hubungan pengetahuan tentang TB paru dengan kepatuhan minum obat

penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021. Hasil

analisis diperoleh nilai OR = 8,171 yang berarti penderita TB Paru dengan

pengetahuan yang kurang baik tentang TB Paru mempunyai peluang 8 kali

untuk tidak teratur dalam mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil

obat yang telah ditetapkan dibandingkan penderita TB Paru dengan

pengetahuan yang baik.

2. Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum


Obat Penderita TB Paru

Hubungan jarak ke fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum

obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021,

didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.7
Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum
Obat Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Rao Tahun 2021
Jarak ke Kepatuhan minum obat Jumlah P OR
fasilitas Tidak teratur Teratur value (95% CI)
kesehatan n % n % N %
Jauh 12 57,1 9 42,9 21 100
Dekat 6 23,1 20 76,9 26 100 0,037 4,444
(1,265-15,617)
Total 18 38,3 29 61,7 47 100
36

Dari Tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa dari 21 responden

dengan jarak kefasilitas kesehatan yang jauh, sebanyak 12 (57,1%)

responden tidak teratur dalam mengikuti aturan jadwal minum dan

mengambil obat yang telah ditetapkan. Hasil uji statistik didapatkan hasil

Ha diterima dengan p value = 0,037 (p < 0,05) yang artinya terdapat

hubungan jarak ke fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum obat

penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021. Hasil

analisis diperoleh nilai OR = 4,444 yang berarti penderita TB Paru dengan

jarak ke fasilitas kesehatan yang jauh mempunyai peluang 4 kali untuk

tidak teratur dalam mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil obat

yang telah ditetapkan dibandingkan penderita TB Paru dengan jarak

kefasilitas kesehatan yang dekat.

3. Hubungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan


Minum Obat Penderita TB Paru

Hubungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan kepatuhan

minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun

2021, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.8
Hubungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Rao Tahun 2021
Pengawas Keteraturan minum obat Jumlah P OR
Minum Obat Tidak teratur Teratur value (95% CI)
(PMO) n % n % N %
Tidak aktif 15 65,1 8 34,8 23 100
Aktif 3 12,5 21 87,5 24 100 0,001 13,125
(2,978-57,839)
Total 18 38,3 29 61,7 47 100
37

Dari Tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa dari 23 responden

dengan Pengawas Minum Obat (PMO) yang tidak aktif, sebanyak 15

(65,1%) responden tidak teratur dalam mengikuti aturan jadwal minum

dan mengambil obat yang telah ditetapkan. Hasil uji statistik didapatkan

hasil Ha diterima dengan p value = 0,001 (p < 0,05) yang artinya terdapat

hubungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat

penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021. Hasil

analisis diperoleh nilai OR = 13,125 yang berarti penderita TB Paru

dengan Pengawas Minum Obat yang tidak aktif mempunyai peluang 13

kali untuk tidak teratur dalam mengikuti aturan jadwal minum dan

mengambil obat yang telah ditetapkan dibandingkan penderita TB Paru

dengan Pengawas Minum Obat yang aktif.


38

BAB V
PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

1. Pengetahuan tentang TB Paru

Pengetahuan tentang TB Paru yang dimiliki responden dinilai dari

13 pertanyaan dalam kuesioner dan didapatkan hasil bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan tentang TB Paru yang baik yaitu

sebanyak 27 responden (57,6%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni et al. (2019)

yang diketahui bahwa 40% responden memiliki pengetahuan baik tentang

TB Paru. Begitu juga dengan hasil penelitian Tukayo et al. (2020) yang

didapatkan hasil bahwa mayoritas responden berpengetahuan cukup yaitu

47 responden (71,2%), Namun tidak sejalan dengan hasil penelitian

Wulandari (2015) yang diketahui bahwa sebanyak 46 responden (65,7%)

dengan pengetahuan yang rendah tentang TB.

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2014) merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tindakan

atau perilaku seseorang yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik

dari pada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Pengetahuan

yang diteliti dalam penelitian ini tentang penyakit TB paru, bagaimana

cara pencegahan dan pengobatannya sebelum program pengobatan

tersebut dilakukan.

38
39

Menurut asumsi peneliti, pengetahuan yang dimiliki responden

tentang TB Paru sudah baik, terlihat dari kuesioner yang dibagikan,

didapatkan lebih dari sebagian responden yang menjawab dengan benar.

Meskipun sebagian responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang

TB Paru, namun masih ada responden dengan pengetahuan yang kurang

yang terlihat dari beberapa pertanyaan pada kuesioner dengan jumlah

paling sedikit yang menjawab benar yaitu lamanya pengobatan TB

(53,2%) dan resiko jika lupa minum obat TB Paru (53,2%). Lama

pengobatan TB Paru yang benar adalah enam sampai delapan bulan.

Kemungkinan lama pengobatan ini tidak dikeatahui oleh responden dapat

dikarenakan kurangnya pemahaman tentang pengobatan TB sehingga

mempengaruhi pengobatan seperti berhenti atau lupa minum obat yang

secara langsung, jika pengobatan dihentikan secara berlanjut dapat

mengakibatkan penderita TB Paru tersebut dapat tidak sembuh. Untuk itu

pentingnya pemberian informasi tentang TB Paru ini diberikan saat akan

memulai pengobatan agar pengetahuan penderita TB Paru meningkat yang

diikuti dengan pemahaman akan pentingnya pengobatan TB Paru tersebut

bagi penderitanya.

2. Jarak ke Fasilitas Kesehatan

Hasil analisis jarak ke fasilitas kesehatan oleh responden

didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden dengan jarak ke fasilitas

kesehatan yang dekat ( < 5 Km) yaitu sebanyak 26 responden (55,3%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Hasanuddin & Mardiana (2017) bahwa mayoritas responden yang


40

memiliki jarak rumah dekat yaitu sebanyak 33 responden (76,7%). Begitu

juga dengan hasil penelitian Wahyuni et al. (2019) yang diketahui bahwa

sebahagian besar responden dengan lokasi jarak kategori terjangkau yakni

47 responden (61%). Dari hasil penelitian Merzistya & Rahayu

(2019)yang didapat bahwa sebagian besar responden dengan jarak tempuh

ke puskesmas yang dekat yaitu sebanyak 29 responden (69%).

Jarak merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keteraturan

berobat penderita TB paru, menurut Manaf (1995 : 8) lebih dari 65%

penderita TB paru yang tidak teratur menjalani pengobatan karena

rumahnya jauh dari unit kesehatan. Jarak dalam penelitian ini dibagi

menjadi dua kategori yaitu jauh jika lebih dari 5 Km dan dekat jika kurang

dari 5 Km.

Menurut asumsi peneliti, semakin jauh jarak tempuh ke fasilitas

kesehatan maka akan terasa semakin berat dilakukan apabila usia semakin

tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan penderita

menyelesaikan pengobatan. Karena sebagaian besar penderita memilih

fasilitas kesehatan yang relatif dekat dengan rumahnya. Meskipun

sebahagian responden berada pada jarak yang jauh ke fasilitas kesehatan,

akan tetapi angkutan umum ke puskesmas tersedia, sehingga dapat

memudahkan penderita untuk datang ke puskesmas dalam pengambilan

obat sesuai jadwal yang telah diatur.

3. Pengawas Minum Obat (PMO)

Hasil analisis tentang Pengawas Minum Obat (PMO) darii tiga

pertanyaan pada kuesioner dan diketahui hasil bahwa sebagian besar


41

responden dengan Pengawas Minum Obat (PMO) yang aktif yaitu

sebanyak 24 responden (51,1%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wartonah et al. (2019) yang diketahui hasil bahwa sebahagian besar

responden mendapatkan peran PMO yang mengingatkan untuk minum

obat (aktif) yaitu sebanyak 40 orang (66,7%). Namun, tidak sejalan

dengan penelitian Ariani et al. (2015) yang diketahui hasil bahwa

mayoritas PMO berperan tidak aktif yaitu sebanyak 33 responden (80,5%).

Pengawas Minum Obat (PMO) adalah seseorang yang dikenal,

dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita,

selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita, tinggal dekat

dengan penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela, serta

bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

penderita (Depkes RI 2002). PMO merupakan faktor eksternal yang ada di

lingkungan individu yang akan berpengaruh terhadap perilakunya.

Menurut asumsi peneliti, peran PMO dalam penelitian ini sudah

berjalan baik dan aktif karena dilakukan oleh kader (48,9%) dan keluarga

(51,1%). Meskipun sebagian responden memiliki PMO yang aktif, namun

masih ada responden yang mendapatkan PMO yang kurang aktif yang

terlihat dari beberapa pertanyaan pada kuesioner dengan jumlah paling

sedikit yang menjawab PMO bersedia untuk mengambilkan Obat saat

responden berhalangan (74,4%). Sebaiknya dan seharusnya PMO dapat

membantu penderita TB Paru tersebut saat berhalangan datang dalam

pengambilan obat karena dapat mempengaruhi penderita minum obat dan


42

jika berlanjut akan menimbulkan dampak yang buruk dalam proses

pengobatanpenderita TB Paru.

4. Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru

Hasil analisis tentang kepatuhan minum obat penderita TB Paru

diketahui bahwa sebagian besar responden mengikuti aturan jadwal

minum dan mengambil obat yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 29

responden (61,7%).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulisetyaningruma

et al. (2019) dengan hasil bahwa sebagian besar responden patuh minum

obat sebanyak 45 responden (78.9%). Begitu juga dengan penelitian

Tukayo et al. (2020) yang diketahui hasil bahwa sebanyak 48 responden

(72,7%) patuh dalam minum obat TB. Namun, tidak sejalan dengan

Wulandari et al. (2020) yang diketahui hasil bahwa sebagian besar

responden mempunyai kepatuhan minum obat dalam kategori tidak patuh,

yaitu sejumlah 51 responden (59,3 %).

Kepatuhan responden dalam mengikuti aturan jadwal minum dan

mengambil obat yang telahditetapkan Kepatuhan berobat pasien TB paru

didukung oleh adanya peranan dari seorang pengawas minum obat (PMO)

yang selalu mengingatkan pasien untuk minum obat (Zuliana, 2015).

Kepatuhan pengambilan obat adalah suatu bentuk perilaku kesehatan.

Perilaku kesehatan menurut Achmadi (2014) adalah aksi yang dilakukan

oleh orang untuk memelihara atau mencapai kesehatan dan atau mencegah

penyakit.
43

Menurut asumsi peneliti, responden sudah mengikuti aturan jadwal

minum dan mengambil obat yang telah ditetapkan yang dapat disebut

dengan patuh, ini terlihat dari kuesioner yang dibagikan, didapatkan lebih

dari sebagian responden yang menjawab dengan benar. Meskipun

sebagian responden sudah mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil

obat yang telah ditetapkan, namun masih ada responden yang masih belum

patuh dalam pengambilan obat sesuai jadwal yang ditentukan yang terlihat

dari beberapa pertanyaan pada kuesioner dengan jumlah paling sedikit

yang menjawab benar yaitu berapa kali meminum obat pada 2 bulan

pertama pengobatan (53,2%) dan Apakah pernah lupa meminum obat

tersebut (53,2%). Cara minum obat seharusnya diberikan saat melakukan

penyuluhan, dimana penyuluhan itu berupa informasi terkait pengobatan

TB Paru secara umum baik itu dosis obat, macam obat dan lama

pengobatan. Dalam proses pengobatan, selalu diingatkan oleh petugas dan

PMO. Jika pernah lupa minum obat atau tidak mengetahui hal-hal lain

pengobatan dapat menyebabkan ketidakpatuhan penderita TB Paru dalam

menjalani pengobatan yang mana ketidakpatuhan berobat mengakibatkan

penderita TB Paru dapat kambuh dengan kuman yang resisten terhadap

OAT, sehingga menjadi sumber penularan kuman resisten dan gagal

pengobatan. Jadi, kepatuhan dalam minum obat TB sangat berperan

penting dalam proses penyembuhan penyakit TB Paru, sebab hanya

dengan meminum obat secara teratur dan patuh maka penderita TB Paru

akan sembuh secara total.


44

B. Analisa Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan

Minum Obat Penderita TB Paru

Hasil uji statistik didapatkan hasil Ha diterima dengan p value =

0,003 (p < 0,05) dan nilai OR = 8,171 yang artinya terdapat hubungan

pengetahuan tentang TB paru dengan kepatuhan minum obat penderita TB

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ariani et al. (2015)

yang diketahui hasil bahwa berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square

didapatkan hasil dengan nilai p = 0,014 < 0,05 yang menunjukkan terdapat

hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keteraturan minum

obat, dengan nilai OR sebesar 8,909. Namun, tidak sejalan dengan

penelitian Wulandari (2015) yang diketahui hasil bahwa secara statistik

tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang TB Paru

dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB dengan p value 0,079.

Kepatuhan pengambilan obat termasuk kepatuhan dalam

pengobatan, dimana sebagai perilaku pasien secara luas yaitu termasuk di-

dalamnya melaksanakan pengobatan (mengambil obat dan meminum obat)

(Riadi, 2019). Kepatuhan dalam pengobatan dikaitkan dengan perilaku

kesehatan yang mana menurut Notoatmodjo (2014) adalah tingkatan

memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterupsi materi tersebut secara benar. Dan jika digunakan telah

masuk pada tingkatan Aplikasi (application), diartikan sebagai


45

kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi riil (sebenarnya).

Menurut asumsi peneliti, pengetahuan seseorang akan

mempengaruhi dirinya dalam menerima maupun mengetahui segala

informasi termasuk pengobatan TB Paru yang dijalani, semakin tinggi

tingkat pengetahuan seseorang akan semakin tinggi kesadarannya untuk

patuh menjalani pengobatan sesuai dengan jawdal yang ditentukan. Pada

umumnya meningkatnya pengetahuan tentang TB Paru akan diikuti oleh

makin tingginya tingkat kepatuhan dalam pengambilan obat dan minum

obat sampai sembuh. Pengetahuan yang baik tentang TB Paru akan

merubah cara pandang penderita TB Paru dalam menjalani pengobatan TB

Paru sehingga membuat penderita TB Paru menyelesaikan pengobatan

secara lengkap dan dinyatakan sembuh. Pada responden yang

berpengetahuan kurang, akan mempengaruhi kepatuhan dalam

pengobatan, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang TB Paru

tersebut, sehingga kemungkinan kurangnya pemahaman akan informasi

yang dimilikinya mengakibatkan penderita TB Paru tersebut tidak patuh

dalam menjalani pengobatan. Dilihat hubungan antara pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat penderita TB Paru, dapat dikatakan

memiliki hubungan yang signifikan karena semakin tinggi pengetahuan

responden tentang TB Paru, maka ketidakpatuhan penderita TB Paru dapat

dicegah. Selain itu, responden yang mempunyai pengetahuan baik tersebut

ditunjang oleh tingkat pendidikan yang tinggi sehingga mereka mengerti


46

benar tentang bahaya penyakit TB Paru dan pada akhirnya akan cenderung

berperilaku patuh berobat demi kesembuhan penyakitnya.

2. Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum

Obat Penderita TB Paru

Hasil uji statistik didapatkan hasil Ha diterima dengan p value =

0,037 (p < 0,05) dan nilai OR = 4,444 yang artinya terdapat hubungan

jarak ke fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita TB

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021.

Sejalan dengan hasil penelitian Yulisetyaningruma et al. (2019)

yang menunjukkan hasil bahwa asil terdapat hubungan jarak rumah

dengan kepatuhan minum obat pasien TBC di Rumah Sakit Islam Sunan

Kudus dengan nilai X2 hitung nilai p-value sebesar 0.000. Begitu juga

dengan penelitian Wahyuni et al. (2019) yang menunjukkan hasil bahwa

hasil Uji Sperman Rho dengan nilai p=0,008 (<0,05) yang menunjukkan

kecenderungan semakin jarak dengan puskesmas dekat kepatuhan semakin

meningkat. Namun, tidak sejalan dengan penelitian Merzistya & Rahayu

(2019) yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan jarak rumah ke

pelayanan kesehatan) terhadap kejadian putus berobat penderia

Tuberkulosis (TB) Paru di Balkesmas wilayah Semarang dengan p value

sebesar 0,32 (<0,05).

Jarak ke pelayanan kesehatan juga sangat penting dalam

menentukan keteraturan minum obat. Jarak merupakan salah satu faktor

yang berperan dalam keteraturan berobat penderita TB paru, karena

masyarakat yang menderita penyakit TB paru umumnya berekonomi


47

rendah sehingga mereka sangat sulit untuk datang ke puskesmas dengan

menggunakan kendaraan umum. Jarak rumah penderita TB dipengaruhi

oleh ketersedian akses transportasi menuju tempat pelayanan terdekat.

Notoatmojo (2009) dalam penjelasan persepsi sehat dan sakit, dimana

dikatakan bahwa setiap seseorang yang sakit akan mencari pengobatan

ketempat yang dianggap dapat memberikan pengobatan sehingga bisa

mencapai kesembuhan atas sakit yang dideritanya. Perilaku ini hampir

dilakukan di setiap personal individu. Notoatmojo juga menjelaskan

bahwa semakin jauh jarak dari rumah pasien ke tempat pelayanan

kesehatan dan sulitnya transportasi maka, akan berhubungan dengan

keteraturan berobat.

Menurut asumsi peneliti, semakin jauh jarak tempuh ke fasilitas

kesehatan maka akan terasa semakin berat dilakukan apabila usia semakin

tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan penderita

menyelesaikan pengobatan. Karena sebagian besar responden dengan

fasilitas kesehatan yang relatif dekat dengan rumahnya. Namun masih ada

responden dengan jarak ke fasilitas kesehatan yang dekat tetapi tidak patuh

dalam pengobatan. Hal ini disebabkan karena tingkat kepatuhan sesorang

dalam pengobatan atau minum obat bukan hanya dipengaruhi oleh jarak

saja tetapi faktor lain seperti sikap, keyakinan, kehendak dan motivasi.

Sementara responden dengan jarak ke fasilitas kesehatan yang jauh,

memiliki kepatuhan dalam pengobatan TB paru. Hal ini, dikarena

responden tersebut memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik


48

tentang pengobatan TB Paru yang dijalaninya. Sehingga jarak bukanlah

menjadi masalah dalam menjalani pengobatan.

3. Hubungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan

Minum Obat Penderita TB Paru

Hasil uji statistik didapatkan hasil Ha diterima dengan p value =

0,001 (p < 0,05) dan nilai OR = 13,125 yang artinya terdapat hubungan

Pengawas Minum Obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat penderita

TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021.

Sejalan dengan hasil penelitian Wartonah et al. (2019), diketahui

hasil uji chi square dengan p = 0.000 (<0,05) yang berarti bahwa terdapat

hubungan bermakna antara PMO dengan kepatuhan minum obat anti

tuberculosis. Tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ariani et al. (2015) yang diketahui bahwa hasil analisis uji Chi-Square

dengan p = 0,120 > 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara PMO dengan keteraturan minum obat.

Peran PMO adalah memastikan pasien minum obat sesuai aturan

sejak awal pengobatan sampai sembuh, mendampingi pasien pada saat

kunjungan konsultasi ke rumah sakit atau puskesmas dan memberikan

dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani pengobatan secara

lengkap, mengingtkan pasien TB datang ke rumah sakit atau puskesmas

untuk mendapatkan obat dan periksa ulang dahak sesuai jadwal,

menemukan dan menggali gejala-gejala efek samping OAT dan

menghubungi pelayanan kesehatan, memberikan penyuluhan tentang TB

kepada keluarga pasien atau orang yang tinggal serumah, mengidentifikasi


49

adanya kontak erat dengan pasien TB dan apa yang harus dilakukan

terhadap kontak tersebut (Dirjen P2PL, 2009).

Menurut asumsi peneliti, adanya PMO dapat berpengaruh terhadap

ketaatan pasien dalam minum obat secara teratur sampai pasien dinyatakan

sembuh. Karena sebagian responden dengan PMO yang aktif sehingga

kepatuhan dalam pengobatan dapat terlaksana sesuai jadwal. Namun

masih ada responden dengan PMO yang aktif tetapi tidak patuh dalam

pengobatan, dapat dikarenakan dari pribadi responden tersebut yang

kurang memahami tentang pengobatan TB Paru tersebut sehingga tidak

patuh dalam menajalani pengobatan. Sedangkan pada PMO yang tidak

aktif tetapi responden tetap patuh dalam pengobatan. Hal ini, dikarena

responden tersebut memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik

tentang pengobatan TB Paru yang dijalaninya. Sementara pada responden

dengan PMO tidak aktif, kepatuhan dalam pengobatan TB paru juga tidak

terjadi karena kesadaran dari pribadi penderita TB Paru untuk sembuh

yang ditidak dimiliki yang dikarenakan kurang aktifnya PMO dalam

menjalankan perannya sebagai pengawas penderita TB Paru sejak awal

pengobatan sampai sembuh, mendampingi pasien pada saat kunjungan

konsultasi ke rumah sakit atau puskesmas dan memberikan dukungan

moral kepada pasien. Untuk itulah, sebaiknya PMO ini dilakukan oleh

keluarga, dimana Keluarga sangat berperan dalam memotivasi atau

mendukung pasien TB Paru untuk dapat berobat secara teratur apalagi

penderita TB Paru tersebut adalah bagian dari keluarga sehingga dapat

mengawasi penderita minum obat setiap hari, mengambil obat bagi


50

penderita seminggu sekali, mengingatkan penderita untuk periksa ulang

dahak, memberikan penyuluhan pada penderita dan keluarga lainnya.


51

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Pengetahuan, Jarak ke

Pelayanan Kesehatan dan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan

Minum Obat Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Rao Tahun

2021 yang telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2021, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang TB Paru yang

baik yaitu sebanyak 27 responden (57,6%).

2. Sebagian besar responden dengan jarak ke fasilitas kesehatan yang dekat (

< 5 Km) yaitu sebanyak 26 responden (55,3%).

3. Sebagian besar responden dengan Pengawas Minum Obat (PMO) yang

aktif yaitu sebanyak 24 responden (51,1`%).

4. Sebagian besar responden mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil

obat yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 29 responden (61,7%).

5. Terdapat hubungan pengetahuan tentang TB paru dengan kepatuhan

minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun

2021 dengan p value = 0,003 (p < 0,05) dan nilai OR = 8,171.

6. Terdapat hubungan jarak ke fasilitas kesehatan dengan kepatuhan minum

obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021

dengan dengan p value = 0,037 (p < 0,05) dan nilai OR = 4,444.

51
52

7. Terdapat hubungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan kepatuhan

minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun

2021 dengan p value = 0,001 (p < 0,05) dan nilai OR = 13,125.

B. Saran

Saran-saran peneliti terkait hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi Penderita TB Paru

Penderita TB Paru dapat Saat ini jarak rumah dengan fasilitas

kesehatan bukan lagi dapat dijadikan alasan untuk tidak melakukan

pengobatan TBC, masyarakat bisa melakukan kontrol ke puskesmas

pembantu atau Polindes terdekat untuk melakukan kontrol dan konsultasi

mengenai perkembangan sakitnya.

2. Bagi Puskesmas Rao

Agar memberikan informasi lebih banyak kepada PMO dan

penderita dalam meningkatkan pengetahuan seperti pengadaan buku saku

PMO, leaflet dan spanduk agar kesadaran pentingnya pengobatan TB Paru

dilakukan sampai sembuh dimiliki oleh semua penderita TB Paru.

3. Bagi Pengawas Minum Obat (PMO)

PMO perlu meningkatkan kinerja terutama dalam pelaksanaan

peran sebagai PMO dengan memberikan informasi (penyuluhan) pada

anggota keluarga baik itu tentang TB Paru, Penularan Pencegahan dan

Perilaku Hidup Sehat (PHBS) ahar dapat mencegah dan mengobati sampai

sembuh penderuta TB Paru demi tercapainya Program Eliminasi TBC


53

2030 di Indonesia karena program ini dapat berjalan dengan melakukan

pencegahan dan pengobatan yang merupakan salah satu peran dari PMO.

4. Bagi Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi sebagai referensi untuk

melakukan penelitian selanjutnya dengan mengembangkan penelitian ini

kecakupan yang lebih luas sehingga terwujudnya penelitian yang lebih

baik untuk masa yang akan datang dengan menambahkan teori penelitian

yang lebih komprehensif.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pembanding untuk peneliti

selanjutnya dan diharapkan dapat melakukan penelitian tentang TB Paru

dengan menggunakan variabel lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan

dan keteraturan pengambilan obat dan minum obat sesuai jadwal agar

keberhasilan pengobatan pada pasien TB paru dapat terpaparkan secara

lengkap demi melihat keberhasilan pengobatan TB Paru di Indonesia

umumnya dan di tempat penelitian khususnya.


54

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. . RI, Kementrian Kesehatan. Jakarta


: Kementrian Kesehatan, 2014.
2. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. . RI, Kementrian Kesehatan. Jakarta
: Kementrian Kesehatan, 2014.
3. G Narendran., S Swaminathan. 2016. TB-HIV co infection: a catastrophic
comradeship. National institute for research in tuberculosis. chennai:
India
4. World Health Organization.Global Tuberculosis Report 2020.
5. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan Informasi Tuberkulosist. Jakarta :
Kementrian Kesehatan, 2018.
6. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan Informasi Tuberkulosist. Jakarta :
Kementrian Kesehatan, 2015.
7. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan Informasi Tuberkulosist. Jakarta :
Kementrian Kesehatan, 2017.
8. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan Informasi Tuberkulosist. Jakarta :
Kementrian Kesehatan, 2017.
9. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat tahun 2020. Padang. 2020.
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. Profil Kesehatan DinasKesehatan
Pasaman tahun 2020. Pasaman. 2020.
11. Puskesmas Rao. Laporan Tahunan Puskesmas Rao. Pasaman : Puskesmas
Rao, 2020.
12. Puskesmas Rao. Laporan Tahunan Puskesmas Rao. Pasaman : Puskesmas
Rao, 2019.
13. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. . RI, Kementrian Kesehatan. Jakarta
: Kementrian Kesehatan, 2014.
14. Manaf.A. 1995. Pengawasan Langsung Keteraturan Berobat \ Penderita TB
Paru Turut Menjamin Kesembuhan. Majalah Kesehatan Masyarakat.
53.
15. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2012.
16. Yusuf, N. G., & Dani. (2011). Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Penderita Tuberkulosis Terhadap Ketidakpatuhan dalam Pengobatan
Menurut Sistem DOTS. Maranatha Respiratory \Sistem.
17. Setyowati DRD. Evaluasi tingkat kepatuhan penggunaan obat Tuberkulosis di
Puskesmas Kabupaten Sukoharjo. Surakarta:Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah;2012. Diunduh dari :
http://eprints.ums.ac.id/20688/1/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
55

18. Zuliana, I. 2015. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan


Kesehatan dan Faktor Peran Pengawasan Minum Obat terhadap
Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru dalam Pengobatan di
Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan. [Skripsi]. FKM: USU.
19. Jufrizal, Hermansyah S, dan Mulyadi, SR.2017. Hubungan Pengawas Minum
Obat (PMO) dengan keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru.
Jurnal Universitas Syiah Kuala. Aceh: Bina Bangsa
20. Ariani, N. W., Rattu, A. J. M., & Ratag, B. (2015). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keteraturan Minum Obat Penderita
Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag, Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur. JIKMU, Suplemen, 5(1), 157–168.
21. Hasanuddin, I., & Mardiana. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Pasien TB Paru Terhadap Lanjutan Untuk Minum Obat.
Jurnal Kesehatan Lentera Acitya, 7(2), 59–66.
22. Merzistya, A. N. A., & Rahayu, S. R. (2019). Kejadian Putus Berobat
Penderita Tuberkulosis Paru Aufiena. Higeia Journal Of Public Health
Research And Development, 3(2), 298–310.
23. Riadi, M. (2019). Pengertian, Jenis dan Meningkatkan Kepatuhan
Pengobatan. Kajian Pustaka.com.
https://www.kajianpustaka.com/2019/06/pengertian-jenis-dan-
meningkatkan-kepatuhan-pengobatan.html
24. Tukayo, I. J. H., Hardyanti, S., & Madeso, M. S. (2020). Faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Pada
Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Waena. Jurnal Keperawatan
Tropis Papua, 03, 145–150.
25. Wahyuni, E. N., Widyastuti, D. U., & Padoli. (2019). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Klien TB Paru Dalam Pengobatan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pacar Keling. Jurnal Keperawatan, XII(2),
71–81.
26. Wartonah, Riyanti, E., & Yardes, N. (2019). Peran Pendamping Minum Obat (
PMO ) dalam Keteraturan Konsumsi Obat Klien TBC. JKEP, 4(1),
54–61.
27. Wulandari, D. H. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum
Obat di RS Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015. Jurnal Administrasi
Rumah Sakit, 2(1), 17–28.
28. Wulandari, F., Apriyatmoko, R., & Aniroh, U. (2020). Hubungan Peran
Pengawas Minum Obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pada
penderita TB Paru di RSUD Tidar Magelang.Universitas Ngudi
Waluyo Ungaran.
56

29. Yulisetyaningruma, Hidayaha, N., & Yuliarti, R. (2019). Hubungan Jarak


Rumah Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TBC Di RSI
Sunan Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 10(1), 248–
255.
57
Lampiran I`

KISI – KISI SOAL PERTANYAAN

No Uraian Jumlah Ket

1. Pengertian 1

2. Penyebab / Tanda - Tanda 2

3. Penularan 1

4. Pencegahan 2

5. Pengobatan 5

6. Pemeriksaan 1

7. Waktu 7

8. Akses 2

9. Sarana/Prasarana 2
58

Lampiran II

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Pengawas Minum Obat (PMO), Pengetahuan dan Jarak ke


Pelayanan Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun
2021

No. Responden :
Hari/tgl. Wawancara : …………… 2021
A. Identitas Responden
1. Nama / Inisial :
2. Alamat :
3. Jenis Kelamin :
4. Umur ( tahun ) :
5. Pekerjaan :
6. Pendidikan Terakhir :
7. Jumlah Anggota Keluarga :
8. Hubungan dengan PMO :
9. Usia PMO :

B. Pengawas Minum Obat ( PMO )


1. Apakah PMO saudara selalu mengingatkan untuk minum obat dan control
berobat secara teratur ke puskesmas ?
a. Ya
b. Kadang – Kadang
c. Tidak Pernah

2. Apakah saudara setiap meminum obat selalu dihadapan PMO ?


a. Ya
b. Kadang – Kadang
c. Tidak

3. Apabila saudara berhalangan atau dalam keadaan sakit sehingga saudara


tidak dapat mengambil obat ke puskesmas, apakah PMO mau membantu
mengambil obat tersebut ?
a. Mau
b. Tidak Mau
59

C. Pengetahuan Tentang TB Paru


1. Menurut saudara apa yang dimaksud dengan penyakit TB paru ?
a. Penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TBC
b. Penyakit pada paru – paru yang disebabkan karena merokok terlalu
banyak
c. Tidak tahu
2. Menurut saudara apa penyebab penyakit TB Paru ini ?
a. Kuman TBC
b. Merokok terlalu banyak
c. Tidak tahu

3. Menurut saudara apakah tanda – tanda penyakit TB paru ini ?


a. Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu / lebih
b. Demam tinggi dan kejang
c. Bintik merah pada seluruh tubuh

4. Menurut saudara bagaimana cara penularan penyakit TB paru ?


a. Melalui batuk / bersin yang mengandung kuman TBC dan terhirup
orang lain
b. Berjabat tangan
c. Tidak tahu

5. menurut saudara apakah penyakit ini bisa dicegah ?


a. Bisa
b. Tidak
c. Tidak tahu

6. Jika bisa, bagaimana cara pencegahannya ?


a. Menutup mulut sewaktu batuk
b. Cuci Tangan
c. Tidak tahu

7. Menurut saudara apakah penyakit ini bisa disembuhkan ?


a. Bisa
b. Tidak
c. Tidak tahu

8. Kemana saudara berobat ?


a. Puskesmas
b. Berobat kampung
c. Berobat sendiri di rumah
60

9. Bila ke puskesmas, apakah saudara dianjurkan memeriksakan dahak ?


a. Ya
b. Kadang - kadang
c. Tidak pernah

10. Menurut saudara,, apa gunanya dilakukan pemeriksaan dahak tersebut ?


a. Untuk melihat apakah menderita TB paru atau tidak
b. Mengikuti prosedur saja
c. Tidak tahu

11. Berapa lamanya saudara diharuskan minum obat ?


a. 6 sampai 8 bulan
b. 3 sampai 4 bulan
c. Tidak tahu

12. Menurut saudara, kenapa tidak boleh lupa meminum obat ?


a. Tidak sembuh
b. Sembuh
c. Biasa saja

13. Kapan sebaiknya minum obat ?


a. Sewaktu perut kosong
b. Setelah makan
c. Bila ingat

D. Jarak ke Pelayanan
1. Berapa jauh jarak dari rumah saudara ke puskesmas ?
a. > 5km
b. ≤ 5 km
2. Apakah tersedia angkutan umum ke puskesmas tersebut ?
a. Ya
b. Tidak

E. Kepatuhan Minum Obat


1. Apakah saudara teratur mengambil obat ke puskesmas setiap bulan ?
a. Ya
b. Kadang – kadang
c. Tidak
61

2. Apakah saudara menghabiskan obat pada 2 bulan pertama ?


a. Ya
b. Tidak ingat
c. Tidak
3. Berapa kali sehari saudara meminum obat pada 2 bulan pertama
pengobatan ?
a. 1 x sehari
b. 2 x sehari
c. 3 x sehari
4. Apakah saudara pernah lupa meminum obat tersebut ?
a. Tidak pernah
b. Kadang -kadang
c. Pernah
1
Lampiran III
2
1

Lampiran IV

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

A. Karakteristik Responden

1. Umur Responden
Umur Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-35 tahun 28 59.6 59.6 38.3
36-50 tahun 18 38.3 38.3 97.9
> 50 tahun 1 2.1 2.1 100.0
Total 47 100.0 100.0

2. Jenis Kelamin Responden


Jenis Kelamin Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 23 48.9 48.9 48.9
Perempuan 24 51.1 51.1 100.0
Total 47 100.0 100.0

3. Pendidikan Responden
Pendidikan Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PT 6 12.8 12.8 12.8
SD 9 19.1 19.1 31.9
SLTA 29 61.7 61.7 93.6
SLTP 3 6.4 6.4 100.0
Total 47 100.0 100.0
2

4. Pekerjaan Responden
Pekerjaan Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT 19 40.4 40.4 40.4
pedagang 5 10.6 10.6 51.1
Peg.Swasta 2 4.3 4. 3 55.3
petani 5 10.6 10.6 66.0
PNS 2 4.3 4.3 70.2
Wiraswasta 14 29.8 29.8 100.0
Total 47 100.0 100.0

5. Hubungan dengan PMO


Hubungan dengan PMO
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Adik 1 2.1 2.1 2.1
Anak 3 6.4 6.4 8.5
Ibu 4 8.5 8.5 17.0
Istri 4 8.5 8.5 25.5
Kader 23 48.9 48.9 74.5
Kakak 4 8.5 8.5 83.0
Suami 8 17.0 17.0 100.0
Total 47 100.0 100.0

B. Analisa Univariat
1. Pengetahuan tentang TB Paru

Pengetahuan tentang TB Paru


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Baik 20 42.6 42.6 42.6
Baik 27 57.4 57.4 100.0
Total 47 100.0 100.0
3

2. Jarak Ke Pelayanan Kesehatan

Jarak ke Pelayanan Kesehatan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Jauh 21 44.7 44.7 44.7
Dekat 26 55.3 55.3 100.0
Total 47 100.0 100.0

3. Pengawas Minum Obat

Pengawas Minum Obat


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Aktif 23 48.9 48.9 48.9
Aktif 24 51.1 51.1 100.0
Total 47 100.0 100.0

4. Keteraturan Minum Obat

Keteraturan minum obat


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Teratur 18 38.3 38.3 38.3
Teratur 29 61.7 61.7 100.0
Total 47 100.0 100.0
4

C. Analisa Bivariat
Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan
tentang TB Paru *
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Keteraturan minum
obat
Jarak ke Pelayanan
Kesehatan *
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Keteraturan minum
obat
Pengawas Minum
Obat * Keteraturan 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
minum obat

1. Pengetahuan tentang TB Paru * Keteraturan minum obat

Crosstab
Keteraturan minum obat
Tidak
Teratur Teratur Total
Pengetahuan Kurang Count 13 7 20
tentang TB Baik % within
Paru Pengetahuan 65.0% 35.0% 100.0%
tentang TB Paru
% of Total 27.7% 14.9% 42.6%
Baik Count 5 22 27
% within
Pengetahuan 18.5% 81.5% 100.0%
tentang TB Paru
% of Total 10.6% 46.8% 57.4%
Total Count 18 29 47
% within
Pengetahuan 38.3% 61.7% 100.0%
tentang TB Paru
% of Total 38.3% 61.7% 100.0%
5
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 10.505a 1 .001
Continuity
Correctionb
8.630 1 .003
Likelihood Ratio 10.785 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear
10.281 1 .001
Association
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.66.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Pengetahuan tentang TB 8.171 2.146 31.109
Paru (Kurang Baik / Baik)
For cohort Keteraturan
minum obat = Tidak 3.510 1.494 8.246
Teratur
For cohort Keteraturan
.430 .230 .801
minum obat = Teratur
N of Valid Cases 47
6

2. Jarak ke Pelayanan Kesehatan * Keteraturan minum obat

Crosstab
Keteraturan minum obat
Tidak Teratur Teratur Total
Jarak ke Jauh Count 12 9 21
Pelayanan % within Jarak
Kesehatan ke Pelayanan 57.1% 42.9% 100.0%
Kesehatan
% of Total 25.5% 19.1% 44.7%
Dekat Count 6 20 26
% within Jarak
ke Pelayanan 23.1% 76.9% 100.0%
Kesehatan
% of Total 12.8% 42.6% 55.3%
Total Count 18 29 47
% within Jarak
ke Pelayanan 38.3% 61.7% 100.0%
Kesehatan
% of Total 38.3% 61.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.705a 1 .017
Continuity Correctionb 4.355 1 .037
Likelihood Ratio 5.785 1 .016
Fisher's Exact Test .033 .018
Linear-by-Linear
5.584 1 .018
Association
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.04.
b. Computed only for a 2x2 table
7

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jarak ke
Pelayanan Kesehatan 4.444 1.265 15.617
(Jauh / Dekat)
For cohort Keteraturan
minum obat = Tidak 2.476 1.120 5.475
Teratur
For cohort Keteraturan
.557 .326 .953
minum obat = Teratur
N of Valid Cases 47

3. Pengawas Minum Obat * Keteraturan minum obat

Crosstab
Keteraturan minum obat
Tidak Teratur Teratur Total
Pengawas Tidak Count 15 8 23
Minum Aktif % within PMO 65.2% 34.8% 100.0%
Obat
(PMO) % of Total 31.9% 17.0% 48.9%
Aktif Count 3 21 24
% within PMO 12.5% 87.5% 100.0%
% of Total 6.4% 44.7% 51.1%
Total Count 18 29 47
% within PMO 38.3% 61.7% 100.0%
% of Total 38.3% 61.7% 100.0%
8
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 13.813a 1 .000
Continuity Correctionb 11.672 1 .001
Likelihood Ratio 14.752 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
13.519 1 .000
Association
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.81.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pengawas
Minum Obat (Tidak Aktif 13.125 2.978 57.839
/ Aktif)
For cohort Keteraturan
minum obat = Tidak 5.217 1.737 15.670
Teratur
For cohort Keteraturan
.398 .223 .710
minum obat = Teratur
N of Valid Cases 47

Anda mungkin juga menyukai