Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah

kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah seseorang menjadi

140 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 90 mmHg untuk tekanan

darah diastolic. Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang

tidak menular dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penyakit

ini di kategorikan sebagai the silent disease yaitu penyakit yang tidak

memunculkan gejala yang berarti sebelum menjadi parah dan

penderita hanya akan menyadari penyakitnya setelah melakukan

pemeriksaan tekanan darah. Sekitar kurun waktu yang panjang secara

berkesinambungan penyakit ini merupakan faktor risiko IMA akut,

gagal jantung, chronic kidney desease (CKD) dan stroke yang sampai

saat ini hipertensi masih menjadi masalah global dan menjadi

penyebab utama kematian di seluruh dunia (Tandililing et al., 2017).

Hipertensi termasuk salah satu penyakit tidak menular (PTM)

yang meningkatkan keparahan Covid-19 dan risiko kematian infeksi

SARS-CoV-2. Namun, tindakan pengendalian infeksi akan memiliki

dampak jangka pendek maupun jangka panjang yang substansial

seperti pembatasan sosial dan karantina yang akan mengurangi


aktivitas fisik dan meningkatkan gaya hidup tidak sehat lainnya yang

dapat memperburuk gejala klinis penderita hipertensi seperti terjadinya

kecemasan, stress atau depresi hingga berat terutama pada lansia

(Palmer et al., 2020). Adanya perubahan pada manajemen rutin

penderita PTM, akan memiliki implikasi penting untuk manajemen

PTM, diagnosis PTM onset baru, kepatuhan pengobatan, dan

perkembangan PTM, serta terjadinya kekurangan staf layanan

kesehatan untuk penyakit lain karena fokus mengatasi penyakit terkait

SARS-CoV-2. Hal ini berpotensi berdampak pada manajemen dan

perkembangan PTM dari berbagai perspektif yang terbukti

mempengaruhi berbagai hasil kesehatan ke arah negatif. Perawatan

terpadu dan pemantauan klinis pasien PTM sangat penting untuk

menjaga kepatuhan pengobatan untuk menghindari hasil kesehatan

negatif jangka panjang (Courtin & Knapp, 2017).

Berdasarkan data World Health organization (WHO) tahun 2015

penyandang hipertensi secara global tercatat 1,13 miliar kasus, artinya

dari 3 orang di Dunia terdapat 1 yang memiliki tekanan darah tinggi.

Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab kematian di dunia

adalah penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per

tahun. Sekitar 80 persen kematian tersebut terjadi di negara

berpenghasilan menengah dan rendah. 73% kematian saat ini


disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena

penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit

kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan

15% disebabkan oleh PTM lainnya (World Health Organization, 2018).

Setiap tahun penyandang hipertensi jumlahnya terus meningkat

dan diestimasikan sekitar 1,5 miliar orang akan menderita hipertensi

pada tahun 2025 serta diperkirakan sekitar 10,44 juta orang meninggal

dunia diakibatkan hipertensi beserta komplikasi setiap tahunnya

(Direktorat P2PTM, 2019). Prevalensi hipertensi yang paling tinggi

berada di wilayah Afrika yaitu sebesar 27% sedangkan Asia Tenggara

sebesar 25% dari total penduduk dan berada pada peringkat tertinggi

ke-3 kasus hipertensi Prevalensi hipertensi untuk populasi dewasa di

negara maju sebesar 35% sedangkan negara berkembang sebesar

40% (Kementrian Kesehatan RI, 2019)

Mortalitas di Indonesia mencapai 1,7 juta kasus pada tahun

2016 dimana sebanyak 23,7% disebabkan hipertensi. Prevalensi

hipertensi di Indonesia dapat diketahui dari hasil riskesdas tahun 2018

yang mengalami peningkatan sebesar 34.1%. Angka ini lebih tinggi

dibandingkan hasil riskesdas tahun 2013 sebesar 25.8% dengan

Prevalensi hipertensi yang paling tinggi pada perempuan 36,8 % dan

laki-laki 31,3% pada pasien berusia 60 tahun ke atas dengan merujuk


pada pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan terakhir

ialah tidak/belum pernah sekolah sebanyak 51,5%. Untuk penderita

hipertensi di Sulawesi Selatan pada tahun 2018 mencapai 31,68%.

Hipertensi merupakan komorbid Covid-19 yang paling banyak yaitu

50,5% (Direktorat P2PTM, 2019).

Sulawesi Selatan termasuk wilayah Indonesia bagian Tengah

dimana dari 34 provinsi yang ada, Sulawesi selatan menempati urutan

ke-12 penderita hipertensi yaitu sebanyak 21,142 (31,68%) kasus.

Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2016 menunjukkan

prevalensi kejadian hipertensi di Kota Makassar yaitu sebesar 8% atau

terdapat 8 kasus per 1000 penduduk. (KemenKes RI, 2016). Salah

satu kabupaten/kota yang ada di Sulawesi selatan dengan kasus

hipertensi tertinggi adalah di Kota Makassar dengan kasus penderita

hipertensi 5.632 kasus hipertensi pada tahun 2018 berdasarkan

diagnosis dokter.

Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah

mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global dalam

pencegahan dan pengendalian PTM, khususnya di negara

berkembang. PTM telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs

2030 sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap Negara

(Direktorat P2PTM, 2019).


Salah satu faktor risiko hipertensi adalah kebiasaan merokok.

Faktor risiko hipertensi lainnya antara lain umur, jenis kelamin, riwayat

keluarga dan genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol),

serta kebiasaan mengonsumsi garam, konsumsi lemak jenuh,

penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol,

obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, dan penggunaan

estrogen/kontrasepsi pil KB sehingga sangat mempengaruhi

perawatan diri dengan mandiri atau self care management (Firman et

al., 2020).

Penderita hipertensi baik yang dalam perawatan medis maupun

yang sedang melakukan penyesuaian gaya hidup perlu menerapkan

self care management atau upaya perawatan mandiri penyakitnya di

kehidupan sehari-hari karena berperan penting dalam pengendalian

penyakit kronik, tatalaksana koping serta mengontrol kondisi-kondisi

akibat penyakit kronik. Upaya perawatan mandiri hipertensi

merupakan langkah pencegahan dan pengendalian faktor risiko

hipertensi yang meliputi perilaku patuh terhadap diet, aktivitas fisik,

manajemen stres, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol,

serta patuh dalam minum obat. Pelaksanaan self care management

yang efektif berpengaruh positif terhadap peningkatkan kepuasan

penderita saat menjalani hidup, meringankan biaya pengobatan, serta

meningkatkan efikasi diri, otonomi, dan kualitas hidup.


Berdasarkan pengambilan data awal di Dinas Kesehatan Kota

Makassar pada tahun 2021 pada wilayah puskesmas Tamalanrea

diperoleh data sebanyak 1671 dari hasil pemeriksaan dan

berdasarkan diagnosis dokter yang menderita Hipertensi yang

menetap/tinggal di berbagai wilayah kerja kelurahan Puskesmas

Tamalanrea. Di antara puskesmas di kecamatan tamalanrea

puskesmas inilah yang merupakan pusat fasilitas layanan kesehatan

yang diketahui banyak orang sehingga berpontensi memiliki salah satu

kasus hipertensi tertinggi diantara puskesmas di kecamatan

tamalanrea.

Anda mungkin juga menyukai