Anda di halaman 1dari 31

PENGALAMAN LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI RUMAH

PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA (RPSTW) GARUT TAHUN 2015

ABSTRAK

Salah satu penyakit yang menjadi keluhan lansia adalah penyakit hipertensi. Dengan
meningkatnya umur dan tekanan darah tinggi, hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia
karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit jantung
koronel. Penyakit hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis karena penatalaksanaan
tekanan darah tinggi membutuhkan penanganan pengalaman panjang yang dapat memicu
stresor pada lansia seperti jengkel, khawatir, dan mudah emosi, maka dari itu dengan
pengalaman lansia penderita hipertensi bisa mengatasi penyakitnya itu sendiri agar lansia bisa
menjalani masa tua secara optimal dan sehat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
tentang pengalaman lansia penderita hipertensi di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha
Garut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan
fenomenologis pada lima orang lansia yang dipilih secara purposive sample. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini telah
ditemukan tentang pengalaman lansia penderita hipertensi, bahwa dapat disimpulkan berupa
teridentifikasi adanya pengalaman yang sangat dalam mereka bisa menyebutkan keaadaan
kondisi fisik, respon psikologis, penyesuain pola hidup, pengendalian diri dalam menghadapi
masalah, pendekatan keagamaan dan aktivitas sehari – harinya. Maka kesimpulan dari hasil
penelitian ini pengalaman lansia penderita hipertensi di Rumah Perlindungan Sosial Tresna
Werdha Garut sebagian besar mengetahui mengatasi penyakitnya. Disarankan sebagai peran
perawat komunitas, gerontik dan keperawatan lainnya dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan kepada lansia penderita hipertensi.

Kata Kunci : Pengalaman, Lansia, Penderita Hipertensi

A. LATAR BELAKANG
Dalam perjalanan hidup manusia, proses menua atau lanjut usia merupakan hal yang
wajar dan akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang. (Nugroho, 2008).
Proses menua atau (ageing process) adalah menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Azizah, 2011).
Keberhasilan pembangunan dalam menurunkan angka kematian dan kelahiran
berdampak pada perubahan struktur penduduk. Semula penduduk didominasi kelompok
muda, namun berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, telah
memberikan implikasi yang cukup besar terhadap smakin meningkatnya angka harapan hidup
(life exfentance); semakin banyak penduduk mampu bertahan hidup, selanjutnya berimplikasi

1
terhadap peningkatan jumlah penduduk usia tua atau lanjut usia (lansia) (Direktorat Jendral
Pelayanan dan Rehabilisasi Sosial, dan Departemen Sosial RI, 2009).
Saat ini, di seluruh dunia, jumlah lansia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa ( satu
dari 10 orang berusia 60 tahun ), pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Di
negara maju, pertambahan populasi atau penduduk lansia telah di antisispasi sejak awal abad
ke-20. Maka tidak heran sudah lebih siap menghadapi pertambahan penduduk lansia
(Nugroho, 2008). Meningkatnya penduduk lansia tidak hanya terjadi di negara-negara maju,
tetapi di Indonesia pun terjadi hal yang serupa. Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 10 juta
orang yang berusia di atas 65 tahun (4,6 % dari seluruh jumlah penduduk). Bahkan, Indonesia
termasuk salah satu negara, yang jumlah penduduk lansianya bertambah paling cepat di Asia
Tenggara (Versayanti, 2008).
Peningkatan jumlah usia lanjut akan berpengaruh pada berbagai aspek kehidupannya
(fisik, mental, dan ekonomi). Mengantisipasi kondisi ini pengkajian masalah-masalah usia
lanjut perlu ditingkatkan, termasuk aspek keperawatannya, agar dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan serta untuk menjamin tercapainya usia lanjut yang bahagia, berdaya guna dalam
kehidupan keluarga, dan masyarakat di Indonesia (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Masyalah
yang terjadi pada lansia seperti adanya masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada
lansia meliputi kecemasan, depresi, insomnia, paranormal, dan demensia menurut Maryam
dkk. (2008). Adanya perubahan mental pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi dan
kecemasan.
Peningkatan jumlah lanjut usia jelas akan mendatangkan sejumlah konsekuensi,
antara lain timbulnya masalah fisik, mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan
keperawatan, terutama kelainan degeneratif. Masalah keluhan fisik yang terjadi pada lasia
seperti keluhan penyakit yang umumnya terjadi yaitu, gangguan sirkulasi darah, misalnya
hipertensi, kelainan pembuluh darah, ginjal. Dari banyak penelitian efidemiologi, didapat
bahwa dengan meningkatnya umur tekanan darah meninggi, hipertensi menjadi masalah pada
lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit
jantung koroner (Nugroho, 2008).
Menurut (Purnomo, 2009) dalam (Hairitama., dkk, 2011) hipertensi atau yang lebih
dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
seseorang berada diatas batas normal atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80
mmHg untuk diastolik. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita
tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.
2
Hipertensi belum diketahui faktor penyebabnya, namun ditemukan beberapa faktor resiko
yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi yaitu usia lanjut dan adanya riwayat
tekanan darah tinggi dalam keluarga. Selain itu juga terdapat faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi yaitu kelebihan berat badan yang diikuti
dengan kurangnya berolahraga, serta mengonsumsi makanan yang berlemak dan berkadar
garam tinggi (Palmer, 2007) dalam jurnal (Haiiritama., dkk, 2011).
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi
(HST) namun, adanya hipertensi baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik.
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit
koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih
muda (Kuswardhani, 2007) dalam jurnal (Widyaningrum, 2012). Laporan dari ACCF/AHA
2011 Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly terungkap bahwa jumlah
pasien hipertensi dengan hipertensi sistolik terisolasi yaitu hipertensi dengan ciri khas
tekanan sistolik cenderung terus naik >140 mmHg, tekanan diastolik yang cenderung
dibawah 90 mmHg disertai tingginya tekanan nadi meningkat dengan umur, dari laporan ini
diketahui bahwa 65% dari pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi berusia 60-69 tahun dan
lebih dari 90% berusia >70 tahun. Prevalensi hipertensi sistolik terisolasi ternyata lebih
banyak wanita dari pada pria, mengingat proporsi hipertensi yang diakibatkan oleh hipertensi
sistolik terisolasi pada lansia sangat dipengaruhi ras dan etnis (Aronow, 2011) dalam jurnal
(Sriyono., dkk 2012).
Pada tahun 2010 di Indonesia prevalensi hipertensi esensial pada lansia merupakan
peringkat paling tinggi yaitu dari 10 besar penyakit penyebab rawat jalan terhadap seluruh
penyakit pasien rawat jalan di rumah sakit, yaitu dengan jumlah 4,02% yang berumur 45-64
tahun, sedangkan yang berumur 65 thn ke atas yaitu 5,16%. (Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS) Tahun 2011 dan Ditjen Bina Upaya Kesehatan, dalam Kemenkes RI, 2013).
Sedangkan jumlah lansia yang mengalami penyakit hipertensi di RPSTW Garut yaitu
sebanyak 16 orang lansia yang termasuk daftar kategori penyakit terbanyak kedua setelah
reumatik (Propil RPSTW Garut, 2014).
Dari uraian pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab hipertensi beragam
diantaranya adalah: stress, merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal,
sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteromia, penyakit kelenjar adrenal,
penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan intra cranial, yang disebabkan tumor otak,
pengaruh obat tertentu misalnya obat kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kurang olah
raga, genetik, aterosklerosis, tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
3
Berdasarkan fenomena tersebut, maka fokus masalah penelitian ini adalah
pengetahuan lansia terhadap penyakit hipertensi. Penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Pengalaman Lansia Penderita Hipertensi di Rumah Perlindungan
Sosial Tresna Werda (RPSTW) Garut.

B. IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN


Berdasarkan uraian yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian, maka
ditemukan masalah penelitian berupa pengalaman lansia penderita hipertensi sehingga
memicu adanya respon fisik maupun psikis yang menjadi stressor pada lansia. Mengenai hal
tersebut apakah lansia mengetahui penyakit hipertens di Rumah Perlindungan Sosial Tresna
Werdha (RPSTW) Garut. Untuk menjawab masalah tersebut, maka dirumuskan pertanyaan
penelitian Bagaimana pengalaman lansia penderita hipertensi di Rumah Perlindungan Sosial
Tresna Werdha (RPSTW) Garut?

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Pengalaman Lansia Penderita Hipertensi
di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werda (RPSTW) Garut tahun 2015.

D. GUNA PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan

dibidang kesehatan, khususnya dibidang Keperawatan Komunitas, Keperawatan Medikal

Bedah dan Keperawatan Gerontik mengenai pengalaman lansia penderita hipertensi.

E. STUDI KEPUSTAKAAN
1. Konsep Pengalaman
a. Pengertian
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung) baik yang sudah lama atau baru terjadi. Berbagai pengalaman dapat saja terjadi
pada setiap orang, baik pengalaman lucu, mengharukan, menyedihkan, menggembirakan,
maupun membanggakan (KBBI, 2005).
Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehari-harinya. Pengalaman adalah peristiwa yang benar-benar pernah dialami oleh setiap
manusia. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat
4
diberikan kepada siapa saja untuk dijadikan sebagai pedoman serta pembelajaran bagi
manusia (Oktaviani, 2014).
Pengalaman Lansia penderita hipertensi merupakan hal yang tidak dapat terlupakan,
dan bisa dijadikan pembelajaran bagi lansia lainnya. Karena menurut Laporan dari
ACCF/AHA 2011 Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly terungkap
bahwa jumlah pasien lansia hipertensi dengan hipertensi sistolik terisolasi yaitu hipertensi
dengan ciri khas tekanan sistolik cenderung terus naik >140 mmHg, tekanan diastolik yang
cenderung dibawah 90 mmHg disertai tingginya tekanan nadi meningkat dengan umur, dari
laporan ini diketahui bahwa 65% dari pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi berusia 60-
69 tahun dan lebih dari 90% berusia >70 tahun. Prevalensi hipertensi sistolik terisolasi
ternyata lebih banyak wanita dari pada pria, mengingat proporsi hipertensi yang diakibatkan
oleh hipertensi sistolik terisolasi pada lansia sangat dipengaruhi ras dan etnis (Aronow, 2011)
dalam jurnal (Sriyono., dkk 2012).

2. Konsep Lanjut Usia (Lansia)


a. Pengertian
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang, manusia tidak secara tiba-tiba
menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap, (Azizah, 2011). Sedangkan menurut
(Stanley dan Patricia, 2006) bahwa dilihat dari segi keriteria fungsinya lansia yaitu dalam
beberapa masarakat, orang dianggap tua ketika ia tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran
orang dewasa dengan kegiatan ekonomi yang produktif, wanita-wanita juga dikategorikan tua
ketika mereka tidak dapat memenuhi tugas rumahtangga.
Menelaah dari beberapa pengertian diatas, bahwa yang disebut lansia adalah orang
yang telah mencapai usia dengan tahap perkembangan tertentu, dimana pada masa ini secara
bertahap akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial. Sehingga akan mengalami
perubahan fungsi peran keluarga, sosial, pekerjaan dan setatus kesehatan.
b. Batasan Lanjut Usia
Menurut (WHO, 1999) dalam (Azizah, 2011) menggolongkan usia berdasarkan usia
kronologis/biologis menjadi 4 kelompok, yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45-
59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (0ld) usia 75-90
tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan menurut (Nugroho, 2008)
bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas. Namun di
5
Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-
Undang No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2. Jadi
yang sebut lansia dari beberapa para ahli yang dikemukakan diatas bahwa lansia adalah orang
yang telah mencapai 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita.
c. Tugas Perkembangan Lansia
Seiring dengan adanya tahapan kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan
khusus. Menurut (Azizah, 2011). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi:
1) Menyesuaikan diri terhadap penurunan kualitas fisik dan kesehatan, yaitu:
Bagaimana meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan pola hidup
sehat.
2) Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan perubahan pendapatan, yaitu: lansia
umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena hilangnya peran
kerja. Bagaimanapun, karena pensiunan ini biasanya telah diantisipasi, seseorang
dapat berencana kedepan untuk berpartisipasi dalam konsultasi atau aktifitas
suka rela, mencari minat dan hobi baru, dan melanjutkan pendidikannya.
3) Menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan, yaitu: mayoritas lansia
dihadapkan pada kematian pasangan, teman,dan kadang anaknya, kehilangan ini
sering sering sulit disesuaikan, apalagi lansia yang menggantungkan hidupnya
dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya.
4) Menerima sendiri sebagai individu lansia, yaitu: beberapa lansia menemukan
kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan. Mereka dapat
memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal
penurunan pungsi, meminta cucunya untuk tidak memanggil mereka “nenek”.
5) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup, yaitu: lansia dapat mengubah
rencana kehidupannya. Misalnya, kerusakan fisik dapat menguruskan pindah ke
rumah yang lebih kecil dan untuk seorang diri. Beberapa masalah kesehatan lain
mungkin mengharuskan lansia untuk tinggal dengan keluarga atau temannya.
6) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak dewasa, yaitu: lansia sering
memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-anaknya yang telah
dewasa.
7) Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup, yaitu: lansia harus
belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk mempertahankan hidupnya.
Seorang yang sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin
merasa relatif lebih mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru.
6
d. Konsep Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah, terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai
pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Sustrani, 2004).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih
dari 90 mmHg (Mansjoer, 2001) dalam jurnal (Widyaningrum, 2012). Hipertensi pada lanjut
usia dibedakan atas hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Sedangan hipertensi sistotik
terisolasi yaitu, tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan diastolik lebih rendah dari 90
mmHg (Nugroho, 2008).
e. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu, menurut
(Widjaja, 2009) sebagai berikut:
a) Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer yaitu: hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. Namun diduga
penyebabnya, seperti bertambahnya usia, stress psikologis, pola konsumsi yang tidak sehat,
dan herediter (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diprkirakan termasuk kategori ini.
b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder telah diketahui, umumnya berupa penyakit atau kerusakan organ
yang berhubungan dengan cairan tubuh, misalnya ginjal yang tidak berpungsi, pemakaian
kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan pengatur tekanan
darah, penyakit endokrin (hipotiroid, hiperkalsemi, akromegali), obat-batan, kelaian
neurologi dan penyakit jantung (Lauralee, 2001 dan Rahmadani, 2011 dalam Nuril, 2012)
dan (Widjaja, 2009).
Berdasarkan klasifikasi dari JNC-IV maka hipertensi pada lanjut usia dapat
dibedakan:
1. Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension)
2. Hipertensi diastolik (Diastolic hypertension)
3. Hipertensi sistolik-diastolik

7
Disamping itu terdapat pula hipertensi sekunder yang diakibatkan oleh obat-
obatan,gangguan ginjal, endokrin, berbagai penyakit neurologic dan lain-lain (Budhi
Darmojo,2004) dalam (Fatimah, 2009).
f. Fatofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostensin II dari
angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiostensinogen yang
diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiostensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah manjadi
angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan
multifaktorial dan sangat kompleks. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah
terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, latihan vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor
meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk
memunculkan gejala hipertensi (Yogiantoro, 2006) dalam (Widyaningrum, 2012).
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang
membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan
oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan
kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu
rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat
8
mengakibatkan kebutaan (Beevers, 2001). Gejala-gejala hipertensi antara lain sakit kepala,
jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja,
mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil
terutama di malam hari telinga bordering (tinnitus) dan dunia terasa berputar (Sustrani, 2004)
dalam (Widyaningrum, 2012).
Sementara itu hipertensi paling sering dijumpai pada orang lansia karena dinding
pembuluh darah mengalami penebalan dan pengerasan sehingga menjadi kaku, diameter
rongga pembuluh darah mengecil atau menyempit sehingga aliran darah tidak selancar pada
orang yang berusia muda hal ini menyebabkan elastisitas (kelenturan) pembuluh darah
berkurang. Penebalan dan pengerasan dinding pembuluh darah ini terjadi karena penimbunan
jaringan ikat, kalsifikasi dan penimbunan lemak (Jain, 2011) dalam jurnal (Tryastuti, 2012).

g. Gejala Klinis Hipertensi


Sebagian besar pasien dengan hipertensi biasanya tidak mempunya gejala spesifik
yang menunjukan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi dengan pemeriksaa tekanan
darah saja (Kurt, 2000 dan Sari, 2011 dalam Nuril, 2012). Di Indonesia berdasarkan survei
beberapa peneliti, gejala yang sering adalah pusing, cepat marah, sukar tidur, mimisan,
tinitus, keringat banyak, sesak napas, nyeri tengkuk, cepat lelah dan kadang palpitasi. Bila
sudah terjadi komplikasi pada organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung dan lainnya maka
gejala sesuai dengan komplikasinya (Yogiantoro, 2006; Susalit, 2001) dalam (Fatimah,
2009). Sedangkan menurut (Kushartanti, 2008) dalam (Nuril, 2012) menyebutkan gejala
hipertensi ya’ni pusing, kaku tengkuk, kaku bahu, kemutan, mual, lemas, sakit pinggang dan
sesak napas. Diagnosis diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah sering merupakan tanda klinis utama,
maka strategi pengukuran tekanan darah pada penderita hipertensi untuk menentukan
diagnosis awal dilakukan minimal 3 kali.

h. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut (Widjadja, 2009) Penatalaksanaan hipertensi yaitu sebagai berikut:
1. Pengobatan non obat (Non Farmakologik)
Pengobatan non farmakologi diantanya dengan mengurangi berat badan jika gemuk,
tidak merokok, mengatur pola kunsumsi, olahraga teratur, pengendalian stress, menghentikan
obat-obatan yang tentunya menaikan tekanan darah, untuk diet, kurangi garam dapur menjadi
5-6 gram/hari dan perbanyak unsur kalium (buah-buahan).
9
Cara pertama diet rendah garam yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-
7,5 grm/hari), diet menengah (1,25-3,75 grm/hari), diet berat (konsumsi garam kurang dari
1,25 grm/hari). Cara kedua, diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Cara ketiga, diet tinggi
serat. Keempat, diet rendah energy (bagi yang kegemukan). monitoring hipertensi mengukur
tekanan darah secara periodik.
2. Farmakologik
Obat-obatan yang gunakan disesuaikan dengan kondisi pasien. Obat-obat yang
digunakan yaitu diuretika, beta bloker, calcium antagonis. Obat-obatan diberkan secara
bertahap dari satu macam, mulai dengan dosis rendah sampai kombinasi juga dimulai dengan
dosis rendah.

F. KERANGKA KONSEP
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua
aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap
seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan
sikap makin positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010:). Berkembangnya
pengetahuan, teknologi dan informasi berdampak besar pada perubahan gaya hidup
penduduk. Gaya hidup yang kurang baik antara lain adalah: kurangnya konsumsi buah dan
sayur, meningkatnya konsumsi makanan yang berisiko (manis, asin, berlemak, jeroan,
makanan yang diawetkan), gaya hidup yang kurang baik tersebut diduga berhubungan dengan
kejadian hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu gangguan sirkulasi darah yang terjadi
pada lansia. Hipertensi terkadang tidak menimbulkan gejala sementara tekanan darah terus-
menerus meningkat maka dapat menimbulkan komplikasi seperti stroke, serangan jantung,
gagal ginjal (widjaja, 2009:). Dari tinjauan pustaka yang telah diperoleh yang berhubungan
dengan hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat adanya
interaksi dari berbagai faktor yang dimiliki seseorang.
Berbagai penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap
timbulnya hipertensi. Beberapa faktor resiko yang merupakan faktor yang dapat
menyebabkan hipertensi yaitu: : stress, merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam yang

10
tidak normal, obesitas, pengaruh obat tertentu misalnya obat kontrasepsi, kurang olah raga,
genetik, tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
Sumber pengetahuan dari:
Media cetak
Faktor-faktor yang menyebabkan Hipertensi: Media elektronik
Genetik Buku
Obesitas Orang lain
Gaya hidup
Pola makan
Hipernatriumia
Stress
Meroko
Olah raga Pengalaman

Hipertensi

G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain penelitian
fenomenologi yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengalaman lansia penderita
hipertensi. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode yang mengeksplorasi dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal
dari masalah social atau kemanusiaan. Proses penelitian ini melibatkan upaya-upaya
penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif
mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data
(Cresswell 2007 dalam Cresswell 2012).
Fenomenologi merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti
mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu
(Cresswell 2012). Fenomenologi yang diteliti dalam penelitian adalah pengalaman
manusia (lansia penderita hipertensi) melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan
penelitian, sehinggga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan.
Dengan penelitian kualitatif, penelitian lebih ditekankan pada penggunaan diri

11
peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkapkan gejala sosial yang terdapat di
lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti
harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap bahasa
tutur, bahasa perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam diri dan
lingkungan responden (Moleong, 2012).

2. Responden
Pada penelitian ini jumlah responden direncanakan 5 orang dengan harapan terjadi
saturasi data dengan jumlah sampel tersebut. Saturasi data maksudnya, kejenuhan data untuk
mencapai ke khususan makna dari informasi yang diberikan oleh partisipan. Pengambilan
partisipan ditentukan dengan sengaja dan penuh perencanaan (Cresswell, 2012). Teknik
pengambilan partisipan tersebut dinamakan purposive sampling, yaitu menentukan responden
dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal
(Arikunto, 2006).
Adapun kriteria responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lansia yang mengalami penyakit hipertensi
2. Lansia yang tinggal di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha (RPSTW)
Garut.
3. Lansia yang bersedia menjadi partisipan atau subyek penelitian.
4. Lansia yang berumur 60 tahun ke atas.
5. Lansia yang komunikatif.

H. PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara secara mendalam
(in-deph interview) dan dibantu dengan pedoman wawancara (interview guide) yang telah
disusun terlebih dahulu agar mempermudah saat wawancara. Sedangkan untuk jenis
pertanyaan atau jenis wawancara yang diajukan peneliti menggunakan pertanyaan terbuka,
dimana saat pihak yang diajak wancara diminta pendapat, dan ide-idenya, memungkinkan
partisipan menanggapinya dengan leluasa atau bebas untuk mengekpresikan perasaan dirinya
(Moleong, 2012).
Disaat wawancara berlangsung peneliti juga mengobservasi prilaku partisipan dan
melihat keadaanya, reaksi, sikap dan respon-respon non verbal. Observasi Menurut (Ngalim
Purwanto, 1985 dalam Basrowi and Suwandi, 2008) yaitu, metode atau cara-cara
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan
12
melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Adapun dalam penelitian
ini teknik observasi yang gunakan peneliti adalah observasi non partisipan, dimana peneliti
hanya bertindak sebagai peneliti total dan tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam
kehidupan orang yang diobservasi.

I. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA


Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982 dalam Moleong, 2012) adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceriterakan kepada orang lain.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
perbandingan tetap (constant comparative method) yang dikemukakan oleh Glaser & Strauss
(Moleong, 2012). Metode ini secara tetap membandingkan satu data umum dengan data
umum yang lain, dan kemudian secara tetap membandingkan kategori dengan kategori
lainnya.
Secara umum proses analisis datanya mencakup reduksi data, kategorisasi data,
sintesisasi, dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja (Moleong, 2012).
1. Reduksi Data
a. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya satuan yaitu bagian
terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan focus
dan masalah penelitian.
b. Langkah berikutnya adalah membuat koding. Membuat koding berarti memberikan
kode pada setiap ‘satuan’, agar supaya tetap dapat ditelusuri data/satuannya, berasal
dari sumber mana.
2. Kategorisasi
a. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang
memiliki kesamaan.
b. Setiap kategori diberi nama yang disebut “label”.
3. Sintesisasi
a. Mensintesiskan berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya.
b. Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya diberi nama/label lagi.
4. Menyusun Hipotesis Kerja
Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pertanyaan yang proporsional.
13
Hipotesis kerja ini sudah merupakan teori substantif (yaitu teori yang berasal dan masih
terkait dengan data).

J. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 08 Mei 2015 – 30 Juni 2015. Penyajian hasil
analisa data dideskripsikan berdasarkan pengalaman lansia penderita hipertensi di RPSTW
Garut. Pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan melalui wawancara
mendalam (indeph interview). Pada saat wawancara partisipan menceritakan pengalaman
lansia penderita hipertensi berdasarkan pengalamannya, dengan bahasa, intonasi suara
ekspresi yang berbeda-beda.
Pada saat berkomunikasi dengan partisipan peneliti menggunakan bahasa daerah dan
bahasa Indonesia yang tentunya disesuaikan dengan latar belakang gaya bahasa yang
digunakan oleh partisipan. Bahasa daerah yang digunakan akan diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia. Data-data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dianalisa dan
dihubungkan berdasarkan pernyataan partisipan kemudian disajikan dalam bentuk matriks
dan interpretasi data. Dalam proses analisa data peneliti mereduksi data yang sudah
terkumpul namun tanpa mengurangi keaslian dan makna yang terkandung dari hasil
wawancara dengan partipan. Adapun data-data yang terkumpul dari hasil wawancara sebagai
berikut:

Matrik 1 Data Demografi Partisipan


Partisipan Jenis Usia Agama Pendidikan Tekanan Lama
kelamin darah menderita
(mmHg) hipertensi
1 Perempuan 66 tahun Islam SD 180/80 5 tahun
2 perempuan 64 tahun Islam SD 170/90 3 tahun
3 Laki-laki 74 tahun Islam Tidak 180/90 3 tahun
sekolah
4 Perempuan 70 tahun Islam SD 170/80 2,5 tahun
5 Perempuan 73 tahun Islam SD 190/90 2 tahun

Pada matrik 1 dapat dilihat bahwa partisipan mempunyai karakteristik yang


bervariasi. Mayoritas partisipan beragama islam. Sedangkan pendidikan mulai dari tidak
sekolah sampai SD, jenis kelamin partisipan terdiri dari satu orang laki-laki dan tiga orang
perempuan. Sedangkan tekanan darah mayoritas lansia dengan tekanan darah 170/80 mmHg,

14
dengan adanya data lama lansia mengalami hipertensi untuk mengetahui stadium dan
kronisnya penyakit hipertensi pada lansia sehingga lansia mengalami berbagai respon fisik
dan psikis yang mendorong untuk mencurahkan pengalamannya dengan penyakit tersebut.

Matrik 2 Respons Fisik Partisipan Penderita Hipertensi


No Fakta Hasil
1. R1:  Sok karaos puyeng ema teh .. Respons fisik partisipan
( Suka terasa pusing ema teh... ) dengan hipertensi yaitu
 Nya mual… pusing, kaku tengkuk
( Ada rasa mual...) leher, kesemutan dan
 Kaku teungeuk teh, cangkeng, sebagian mengalami
singsiremeun, sagala nyareuri yeu sesak.
teh..
( Rasa kaku tengkuk, pinggang
terasa sakit, semua terasa nyeri )

 Tah rieut….
( Terasa sakit )
 Muhun nyeri punduk yeu teh,
ngajelengak.
R2: (Sakit pundak sekali )
 Singsireumeun pegeul kadie
teh…(Sambil megang kaki)
( Kesemutan sama pegal-pegal
sambil memegang kaki )
 Nyeta teu raos mam teh kur ahh..
sangu saalit.
( Justru gak enak makan cuma ahh..
nasi sedikit )

 Soca sok rada rabun…


( Pandangan mata terasa tidak jelas )
 Sakit kepala
 Kaku pundak leher
R3:  Sesak

 Mung eta tina rieut darah tinggi teh


jeung sokana sesengkeleun
sampean.
( Kalau sakit darah tinggi suka sakit
R4: pada daerah kaki )
 Jadi kirang emam…mual..
( kurang makan...mual..)

 Euehh.. muhun tah pusing


(Euehh.. iya itu pusing)
 Nya kadieunakeunmah
15
karaos..pegeul pundak.
(Iya kesini-kesini terasa pegeul
R5 pundak)
 Mung singsireumeun
(Cuma kesemutan)

Hasil dari wawancara dengan partsipan menunjukan adanya kondisi fisik hipertensi
seperti dari partisipan pertama, dua, empat merasakan adanya pusing, sering kaku,
kesemutan dan partisipan kedua merasakan adanya sesak, sedangkan pada partisipan tiga dan
lima hanya merasakan kaku saja, hal tersebut wajar karna hipertensi tidak ada tanda gejala
yang spesiifik hanya terdedeteksi pada saat pemeriksaan saja. Pada empat partisipan
hipertensinya sudah lama dan telah mengalami komplikasi stroke.
Matrik 3 Pengalaman Kondisi Fsikologis Lansia Penderita Hipertensi
No Fakta Hasil
1. P1:  Ngan jengkel hungkul we kupanyawat. Pengaruh pada kondisi
( Terasa kesal saja sama penyakit ) fsikologis yang dirasakan
 Muhun jengkel hate... lansia dengan penyakit
( Terasa kesal hati... ) hipertensi
 Stress kupanyawat ema teh... mengungkapkan bahwa
( Stress sama penyakit ema....) lansia merasa jengkel,
 Nya sieun we stroke, sok sieun kieu basa stress, marah/emosi dan
itu ge teu tiasa mapaah.. khawatir.
( Takut stroke, suka takut kaya dulu tidak
bisa berjalan )
 Teunan we ngageugeudeug hatemah da
hayang geura cageur, hayang harampang.
( Tidak enak hati Pengen sembuh kaya
dulu..)

 Nyeta sok hayang babari ameuk, teukaop


kahulag.
( Suka gampang marah, gampang
P2: tersinggung )
 Jengkel hoyong geura sehat.
( Kesal pengen cepet sembuh )
 Kadang ameuk oge hayang geura cageur.
( Kalau marah ia, sebetulnya itu ya mau
marah itu terasa ya..ya.. mau marah gitu,
tapi tekanan-tekanan itu ada. Di jiwa-
jiwa..(sambil nepuk dada).

16
 Ya emosi aja maunya.
 Owh pasti cemas, tapi itu semua
tergantung kita, obat-obat tapi gak turun-
turun, obat itu makanan.
 Ya stress gak turun-turun tekanan
P3: darahnya. Maunya marah. Boleh aja
marah tapi sama yang lain gak bisa juga.
 Was-was kalau kita sakit terus kapan
baiknya jadi pikiranlah, obat terus gak
ada perubahan.
 Sebetulnya ribet tapi ya dengan banyak
makanan pantrangan tapi mau gimane
hadapi aja.
 Tuk diri sendiri sedih ya.. suka tanya
kenapa saya gini kapan saya baik, tapi
saya sabar aja
 Takut stroke lagi cuma itu aja takut
terulang lagi.
 Takut terulang lagi wah celaka udah
pegkor gini masa pengkor lagi

 Duka pami kitumah ngemut panyawat


geulisah teh
( gelisah kalau sudah terpikiran dengan
penyakit... )
 Pan sok teu raraos manah aya naon yeu
teh.
P4:  Muhun, keusel, cemas jeung kumaha nya
panyawat kitumah nya sesesah.
( Ia, kesal, cemas sama penyakit gitumah
susah...)
 Ema teh aya kasieun teh kieu lamun eta
kapanyang-panyangan panyawat…
( Ada rasa takut terbayang-bayang
penyakit...)
 Sieun stroke..
( Takut stroke..)

 Mau sabar itu susah.


 Yang namanya orang disabar-
sabarin..yaa susah…

 Iya cepet tersinggung saya orangnya,


emosi.

 Nyeta rada hariwang tina stroke kitu,


P5: cemas.

17
Pengaruh yang dirasakan lansia terhadap kondisi psikologis atau diri pribadi lansia
dengan penyakit hipertensi mengakibatkan lansia mengalami keseimbangan psikologis
terganggu. Hal tersebut diungkapkan partisipan tiga. yang merasa jengkel dengan kondisi
penyakitnya dan lansia merasa was-was, stress, cemas dan adanya kekhawatiran untuk terjadi
stroke dan mudah emosi. Pada partisipan satu, dua, tiga dan lima adanya kesamaan pula
seperti perasaan jengkel, khawatir, gelisah dan mengungkapkan adanya emosi yang mudah
marah dengan penyakit hipertensi yang dialaminya. Dengan kondisi tersebut maka partisipan
berusaha untuk meredakan emosi atau ketegangan yang dirasakan, seperti pada matrik
berikut.
Matrik 4 Pengalaman Lansia Dalam Penyesuaian Pola Hidup
No Fakta Hasil

1. P1:  Nya di beyeng we dipaksakeun ari Upaya yang dilakukan


dipaksakeun aktifitasmah pan lumayan pan lansia dalam menghadapi
aya cageurna. Olah raga, senam… kondisi fisik yang dialami
( Sambil memaksakan diri aktivitas olah akibat hipertensi yaitu
raga ada manfaatnya sehat, senam...) dengan penyesuaian pola
 Muhun langsung berobat, pami teu hidup, seperti melakukan
berobatmah ema teh nyonong wae kegiatan olah raga, opsih,
nukaraos. Emameun mah ema teh nyeta melakukan pengobatan dan
kudu kur tilu rupi tahu jeung sangu, yeu we pengaturan pola makan.
ikan balong ai nyonong.
( Ia langsung berobat, kalau tidak berobat
ema suka ada yang terasa. Makan mah ema
tuh harus tiga macam tahu sama nasi, sama
ikan balong kalau ada )
 Ngan sakinten we yenamah ngereunan nu
dilarangmah.
( Cuman segitu ajah sekarang mah, dan diet
makanan yang di larang )

 Ngaeumam lanong pel nu coklat ti Asep


mantri.
( Suka makan obat pil yang berwarna
coklat di kasih pak asep mantri..)
P2:  Osok olahraga, senam, supados Jagjag.
( Suka olah raga, Senam, biar sehat..)
 Ayeunamah loba dicegah dahar oge…
( Sekarang suka banyak di larang sama
makanan juga..)

 …Asin mah osok dilarang ayena mah.


( Asinan suka di larang sekarang mah..)

 …Ya makanan yang dipantrang semua


makanan yang dilarang gak dimakan.
( Ya makanan yang dilarang semua
makanan yang dilarang tidak dimakan )

18
 Makan obat teratur.
 Owhh.. otomatis itu gak makan asin-asin.
Makanan yang mengandung lemak.
 Suka ikut kegiatan senam, olah raga.

 …Therapi mah lumayan teu aya rieut teh.


Kantun ieu soca.
P3: ( Terapi membantu menghilangkan rasa
sakit, sekarang tinggal mata )
 Aya opsih, olah raga aya nanaon ge angkat
we,, supados turun tensina, sakumaha rieur
di aula ge.
( Ada opsih, olah raga yang gimana aja
berangkat saja, biar turun tensinya,
segimana sakit di aula.)
 Sok diibakan dicokcrok raos tateh tiiis di
cumplang pan dikuramas tapi di kieu-kieu
ameh nyereup hee… (Sambil menggaruk
kepala).
( Suka mandi kepala di siram enak dingin
P4: di kramas di ginih-ginih agar meresap
hee..( Sambil menggaruk kepala )
 Muhun pami teu raraos pan dipsihan
lanong dituang saseepna.
( Ia kalau sakit suka di kasih obat di makan
sampai habis )
 Tuang biasa ..pan seueur nu teukengeng
dui.
( Makan biasa, kan banyak makanan yang
di larang lagi )

 Ah mun angkat-angkatan keudah apik bisi


labuh..
( Kalau berangkat harus tertib biar tidak
jatuh )
 Nu asin-asin, bangsa lemak-lemak, komo
daging doma mah langki
kadieunakeunmah.
( Yang asin-asin, yang berlemak-lemak,
apalagi daging domba jarang di kasih )

 Jangan kurang tidur, ngan sok tara lami da


babacaan, relaksasi. Tina pangamung tarik
napas lima itungan kaluarkeun. ngirangan
wenya kituh tensi teh
(jangan kurang tidur, suka tidak lama kan
suka berdoa, relaksasi, di hidung tarik
napas hitung sampai lima lalu keluarkan,
bisa ngurangin tensian kalau begitu )
 Teraphi di jalan cimanuk anu enggal anu
lami mah di jl. Pramuka. teraphi we. Kana
sagala panyawat ngan kedah sabar dinya
mah sataun neme damang.
Tos sataun mah aya teraphi, alhamdulillah

19
aya perobihan jadii turun tina dua ratus teh
(Trapi yang di jalan cimanuk yang baru
lama banget di jln.Pramuka.trapi saja ke
segala penyakit cuman harus sabar dengan
P5: jarak setaun bisa sembuh.
Udah setahun terapi Alhamdullah ada
perubahan jadi turun dari dua ratus)

Upaya yang dilakukan lansia dalam menghadapi kondisi fisik dengan hipertensi yaitu
dengan melakuka penyesuaian pola hidup seperti pengaturan pola makan, dalam pengaturan
pola makan lansia mengurangi konsumsi garam atau asin-asinan, ikan laut dan sebagian
mengurangi konsumsi daging kambing. Selain itu lansia juga mengikuti kegiatan aktifitas
fisik olah raga, opsih dan membuat kerajinan dan juga minum obat. Dengan upaya tersebut
lansia lebih energik dan tekanan darah sedikit menurun walaupun sering kambuh dan belum
sampai tekanan darah ke tahap normal.
Matrik 5 Pengalaman Lansia dalam Menghadapi Kondisi Psikologis Dengan
Pendekatan Keagamaan
No Fakta Hasil
1. P1:  Carana kupagawean ulah Upaya yang dilakukan
dilesotkeun dibangbrang-bangbrang lansia dalam menghadapi
( Caranya tidak meninggalkan kondisi fsikologis dengan
pekerjaan ) hipertensi seperti
 …ema teh sok hayang kamasjid mengikuti kegiatan
ngabrang-brangkeun. kerajinan, berkumpul,
(...ema suka mau kemesjid berdo’a) melakukan kegiatan
 Wirid aya 100 kali.. Ngadoanamah keagamaan dan berdoa
tina sok susuratan we, patihah dengan kepasrahan
kulhu aya kengeng 500. kepada tuhan.
( Wirid ada 100 kali.. dan berdo’a
sama surat patihah kulhu ada
sampai 500.
 Ka gusti Allah menta kango
nyanghareup nu lima waktu.
(Sama Alloh minta bisa
melaksanakan yang lima waktu)
 Sabar, ngadoa, alpatihah.
( Sabar, berdo’a, alpatihah )
P2:  Kumpul we, senam, kegiatan di
mesjid
( Kumpul saja, senam, kegiatan di
masjid begitu )
 Ya sabar, semua kalau sabar bisa

20
tenang.
 Berdoa pengen selamat ya, tekanan
darahnya supaya turun, sambil kita
usaha sendiri.

P3:  Pangaosan…
 Nyeta ku istigpar ari Alloh we
kituh..
( Dengan baca istigfar kepada alloh
begitu saja )
 Kumpul-kumpul..pami aya kagiatan
pendak teh ngadameul bunga,
opsih, pangaosan, di Aula...
( Kumpul-kumpul kalau ada
kegiatan ketemu langsung membuat
bunga, opsih, pengajian di Aula...)

P4:  …Nya ngadoa ya Allah hoyong


damang teh, tapi ulah sepertos nu
sanes ulah ka dokter ageung
sakiatna didieu we..berobatna.
( ...Ia berdo’a kepada Alloh
kepingin sembuh, tapi jangan
seperti yang lain berobat ke dokter,
sebisanya saja di sini berobatnya )
 Kedah sabar tawekal.
( Harus banyak bersabar )
P5:
 Osok kumpul sareng rerencangan.
( Suka kumpul sama teman )
 Nu pentingmah ka Allah
panginteun kieu tos cobaan ti Allah.
( Yang penting ke Alloh, begini
cobaan yang telah diberikan Alloh )
 Ngaos satiasa-tiasa tajwid kirang
ge...Aya kateunangan kana batin
jadi urang menyadari cobaan ti
Allah , berusaha satekah polah.
( Mengaji sebisa mungkin
tajwid..ada ketenangan dalam hati
jadi saya menyadari cobaan dari
Alloh, berusaha sebisa mungkin )

 Matak abi sok tataros ka


rerencangan akhirna ya teraphi tea.

21
Upaya yang dilakukan lansia dalam menghadapi kondisi psikologis yaitu dengan
mengikuti kegiatan seperti aktivitas fisik, membuat kerajinan dan kegiatan keagamaan serta
kepasrahan kepada tuhan dengan berdoa. Upaya yang dilakukan lansia tersebut merupakan
aktifitas yang positif dan upaya yang dilakukan partisipan yang dianggapnya dapat
mengurangi rasa ketegangan psikologis dari masalah yang dihadapinya.
Matrik 6 Harapan Lansia Terhadap Kondisi Penyakit Hipertensi
No Fakta Hasil
1. P1:  Harapan ema mah nyeta hoyong Harapan lansia dengan
sehat we sapanyangna… hipertensi terhadap
penyakit yang dialaminya,
P2:  Hoyong damang we.. teridentifikasi adanya
keinginan pada lansia
untuk sembuh.
P3:  Harapannya baik…
 …Pengen kembali lagi sembuh.
 Tekanan darahnya supaya turun,
sambil kita usaha sendiri.
P4:  Harapan ema sehat we..
P5:
 Harapannya pengen sembuh aja,
bisa maen kemana-mana..

Harapan lansia dengan kondisi yang dialaminya berupa keinginan untuk segera
sembuh dari penyakitnya agar bisa bebas aktifitas, dengan harapan tersebut bisa menjadi
semangat lansia untuk melakukan upaya dalam menghadapi kondisi fisik maupun
psikologisnya dan merupakan bagian pengalaman bagi lansia penderita hipertensi supaya bisa
mengetahui bagai mana cara mencegah dan mengatasi penyakitnya dengan baik.

K. PEMBAHASAN
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung) baik yang sudah lama atau baru terjadi. Berbagai pengalaman dapat saja terjadi
pada setiap orang, baik pengalaman lucu, mengharukan, menyedihkan, menggembirakan,
maupun membanggakan (KBBI, 2005).
Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehari-harinya. Pengalaman adalah peristiwa yang benar-benar pernah dialami oleh setiap
manusia. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat

22
diberikan kepada siapa saja untuk dijadikan sebagai pedoman serta pembelajaran bagi
manusia (Oktaviani, 2014).
Pengalaman Lansia penderita hipertensi merupakan hal yang tidak dapat terlupakan,
dan bisa dijadikan pembelajaran bagi lansia lainnya. Karena menurut Laporan dari
ACCF/AHA 2011 Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly terungkap
bahwa jumlah pasien lansia hipertensi dengan hipertensi sistolik terisolasi yaitu hipertensi
dengan ciri khas tekanan sistolik cenderung terus naik >140 mmHg, tekanan diastolik yang
cenderung dibawah 90 mmHg disertai tingginya tekanan nadi meningkat dengan umur, dari
laporan ini diketahui bahwa 65% dari pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi berusia 60-
69 tahun dan lebih dari 90% berusia >70 tahun. Prevalensi hipertensi sistolik terisolasi
ternyata lebih banyak wanita dari pada pria, mengingat proporsi hipertensi yang diakibatkan
oleh hipertensi sistolik terisolasi pada lansia sangat dipengaruhi ras dan etnis (Aronow, 2011)
dalam jurnal (Sriyono., dkk 2012).

1. Pengalaman Lansia Terjadinya Resfon Fisik Penderita Hipertensi


Secara normal, tekanan darah akan meningkat seiring dengan proses menua. Karena
proses menua, akan terjadi perubahan anatomi dan fisiologis pada pembuluh darah.
Pembuluh darah menjadi kaku menyebabkan ventrikel kiri berkurang elastisitasnya,
mengakibatkan kenaikan tekanan darah secara progresif (Miler, 1999 dalam Rachma 2010).
Faktor gaya hidup seperti merokok, pola konsumsi tidak sehat, keturunan, kurang olah raga,
merokok dan stress yang memicu memperberat terjadinya hipertensi pada lansia. Berbagai
keluhan yang dirasakan lansia pada penelitian ini adalah berupa gangguan sirkulasi seperti
pusing, kaku tengkuk leher, kesemutan, anoreksia, kaku badan dan keluhan sesak pada
partisipan dua dan tiga.
Menurut (Kushartanti, 2008) dalam (Nuril, 2012) menyebutkan gejala hipertensi ya’ni
pusing, kaku tengkuk, kaku bahu, kemutan, mual, lemas, sakit pinggang dan sesak napas.
Menurut (Widjaja, 2009) bahwa jantung, otak dan ginjal tidak sanggup menahan tekanan
darah tinggi untuk waktu yang cukup lama. Jika tekanan darah semakin tinggi, semakin berat
pula kerja jantung kemungkinan buruk terjadi penyempitan pembuluh darah dapat teramati
keletihan, napas pendek.
Namun sering kali pula hipertensi tidak menimbulkan gejala sementara tekanan darah
yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama atau bertahun-tahun dapat menimbulkan
komplikasi, karena hipertensi kronis secara singkat adalah kerusakan sebagian syaraf pada
otak yang mengendalikan aktivitas tubuh. Penyempitan pembuluh darah menghambat
23
pemasukan darah yang membawa oksigen ke sel-sel otak, jika terjadi kekurangan oksigen
dapat terjadi stroke dan sel-sel otak mati. Maka organ lain dapat mengalami kelumpuhan
misalnya mati sebelah dan kebutaan. Hal ini seperti yang terjadi pada empat partisipan yaitu
partisipan dua, tiga, empat dan lima yang sudah mengalami stroke, selain stroke resiko lain
yang dapat meneyebabkan komplikasi dari tekanan darah yang terus meninggi yaitu bisa
terjadi serangan jantung dan ginjal. Partisipan rata-rata mengalami hipertensi lebih dari dua
tahun yaitu tiga tahun dan empat tahun. Dengan demikian hipertensi yang dialami partisipan
telah kronis atau lama diderita dan memungkinkan terjadi perubahan vaskuler, sehingga
lansia mengalami dampak repon fisik yang mengurangi kualitas hidup lansia akibat dari
tekanan darah tinggi.
Dampak respon fisik yang dialami partisipan dengan hipertensi pada penelitian ini
tidak membuat lansia mengurangi aktivitas walaupun dalam keadaan mengalami gangguan
fisik meski terkadang sebagian memerlukan bantuan orang lain ketika berjalan, karena semua
lansia telah diprogramkan panti untuk mengikuti kegiatan aktifitas fisik seperti olah raga dan
kegiatan lainnya untuk mengurangi tekanan darah lansia yang abnormal, seperti yang
dijelaskan dalam penelitian (Luckson, 2008 dalam Wakhid 2011) bahwa aktivitas fisik
merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk pengelolaan hipertensi pada lansia.

2. Respon Psikologis Pengalaman Lansia Penderita Hipertensi


Menurut (Noorkasiani dan Tamher, 2009) dalam (Sari, 2011) pada setiap stressor
seseorang akan mengalami kecemasan, baik ringan, sedang, maupun berat. Pada lansia dalam
pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh masalah psikologi. Banyak faktor yang
mempengaruhi kecemasan pada lansia, diantaranya pekerjaan, status kesehatan, kehilangan
pasangan, kurangnya dukungan keluarga pada lanisia kurangnya dukungan sosial. Penyakit
yang bisa menyebabkan kecemasan adalah kelainan neurologis (cedera kepala, infeksi otak,
penyakit telinga bagian dalam), kelainan jantung & pembuluh darah (gagal jantung, aritmia,
hipertensi), kelainan endokrin (kelenjar adrenal atau kelenjar tiroid yang hiperaktif), kelainan
pernafasan (asma dan penyakit paru obstruktif menahun).
Menurut penelitian (Sherina, Rampal dan Mutaqin, 2004) dalam (Wakhid, 2011)
menyatakan bahwa penyebab atau faktor resiko terjadinya depresi pada lansia adalah masalah
kesehatan, pengobatan, ketakutan akan kematian dan cemas tentang isu-isu terkait yang
dialaminya. Rasa sedih karena hipertensi yang membutuhkan perawatan atau pengobatan
secara terus-menerus. Rasa sedih yang dirasakan karena keluhan penyakit merasa berat dan
muncul kekhawatiran akan komplikasi yang mungkin membuat dirinya susah.
24
Dalam penelitan ini teridentifikasi perasaan takut, dan cemas. Selain itu mereka /
pasen penderita merasa stress dan sedih yaitu pada partisipan tiga muncul karena
memperesepsikan bahwa melakukan pengobatan tetapi tidak ada perubahan untuk penyakit
hupertensinya dengan susah sembuh, tidak percaya bahwa dirinya akan mengalami penyakit
hipertensi dan komplikasi. Sedangkan pada partisipan lain juga ada beberapa kesamaan,
merasakan ingin segera sembuh dari penyakitnya karena lamanya penyakit yang dideritanya
sehingga menimbulkan perasaan jengkel, stress akibat dari respon fisik dari penyakit yang
dialaminya. Perasaan takut, khawatir akan terjadinya komplikasi seperti stroke dan pada
partispan yang sudah mengalami stroke mereka takut mengalami stroke yang semakin parah
dan berulang lagi sehingga menjadi beban pikiran lansia dan gelisah. Partisipan pada
penelitian ini juga merasakan adanya luapan emosional atau marah akibat respon dari kondisi
penyakitnya.

3. Pengalaman Lansia Dalam Penyesuain Pola Hidup


Upaya yang dilakukan partsipan pada penelitian ini yaitu berusaha mengatur pola
makan seperti mengurangi konsumsi yang mengandung garam atau asin-asin, makanan laut
dan daging kambing. Menurut (Widjaja, 2009) pengaruh asupan garam terhadap hipertensi
melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Oleh karena itu,
penderita hipertensi disarankan mengurangi asupan garam yang tinggi. Penderita hipertensi
juga disarankan petugas kesehatan panti untuk tidak mengkonsumsi makanan ikan laut untuk
mengurangi kenaikan tekanan darah maka dalam penelitian ini juga partisipan telah
melakukan upaya tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Dewailly, 2009) dalam (Rachma, 2010)
bahwa adanya kandungan merkuri dalam ikan laut atau seefood, dengan menyatakan alasan
10% peningkatan kadar merkuri dalam darah menyebabkan peningkatan 0,2 mmHg tekanan
sistolik. Selain itu sebagian partisipan juga menghindari konsumsi daging kambing. Daging
kambing dapat meningkatkan tekanan darah apabila dikonsumsi berlebihan pada penderita
dislipidemia atau gangguan metabolisme (Kusuma, 2009) dalam (Rahma 2010). Kandungan
kolestrol daging kambing ditakutkan dapat menyebabkan intake koestrol tubuh yang
berlebihan, jeroan kambing dapat meningkatkan lemak jenuh tinggi. Maka dari itu
mengkonsumsi daging kambing tidak masalah asalkan tidak mengkonsumsi berlebihan.
Selain dari pengaturan pola makan, walaupun dalam keadaan mengalami gejala fisik
dari hipertensi seperti pusing dan lainnya, lansia berusaha mengatur pola aktifitas, mengikuti
kegiatan aktivitas fisik yang diprogramkan panti yaitu olahraga senam, relaksasi, opsih, dan
25
membuat kerajinan. Menurut partisipan dengan aktivutas fisik tersebut merasa tubuh lebih
energik dan adanya penurunan tekanan darah walaupun masih sering kambuh. Menurut ahli
kesehatan, satu sesi olahraga dapat menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg. Pengaruh tekanan
darah ini dapat berlangsung 22 jam setelah olah raga. Aktivitas fisik berupa latihan jasmani
secara teratur merupakan intervensi pertama untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi.
Olahraga dalam jangka panjang sekitar empat sampai enam bulan dapat menurunkan tekanan
darah sebesar 7,4/5,8 mmHg, jenis olah raga untuk hipertensi adalah olah raga yang ringan.
Namun olah raga tidak berlebihan agar tidak menyebabka kelelahan. (Widjaja, 2009).
Partisipan juga melakukan pengobatan dengan menggunakan obat hipertensi yang
dikonsumsi secara rutin setiap hari dan bila kambuh, namun dengan mengkonsumsi obat
tersebut sebagian partisipan merasa bahwa kurang berpengaruhnya obat terhadap penurunan
tekanan darah. Selain itu partisipan juga melakukan kontrol periksaan tekanan darah oleh
petugas kesehatan di Panti untuk medeteksi adanya kenaikan tekanan darah. Penelitian yang
dilakukan oleh (Staesen et al, 1989) dalam (Rachma, 2010) tentang hubungan antara
mortalitas dan tekanan darah yang merawat pada lansia dengan hipertensi, yaitu peningkatan
mortalitas disebabkan menurunnya tekanan darah secara berlebih karena konsumsi obat darah
tinggi, hal tersebut dapat dilihat bahwa melakukan pengobatan anti hipertensi memerlukan
pengawasan dan kontrol secara periodik. Sedangkan pengobatan pada partisipan telah berada
dalam pengawasan oleh petugas kesehatan dari panti. Namun hal tersebut memerlukan waktu
untuk berhasil mencapai tekanan darah normal, mengingat hipertensi lansia fisiologis dan
hipertensi merupakan penyakit yang kronis.
Dengan demikian upaya yang telah dilakukan partisipan tersebut merupakan upaya
dalam mencari bantuan, informasi dari petugas kesehatan yaitu suatu usaha untuk mencari
bantuan dari pihak luar, berupa informasi, dalam bentuk bantuan nyata, emosional maupun
dukungan sosial. Partisipan juga dalam menghadapi masalah kondisi fisik akibat penyakitnya
berusaha melakukan kontrol diri yaitu dengan pengaturan pola hidup sehat hal tersebut
merupakan kontrol diri atau kendali diri dengan respon pembatasan dalam perasaan maupun
tindakan dari masalah yang dihadapi.

4. Pengalaman Lansia Dengan Pendekatan Keagamaan


Tindakan penyelesaian masalah yang dilakukan partisipan adalah bertujuan untuk
meredakan ketegangan akibat kondisi psikologis dari penyakit hipertensi yang dialami
partisipan. Upaya-upaya tersebut tergantung dari stress yang dialaminya. Pada penelitian ini
semua partisipan mengurangi persepsi terhadap stres, jengkel, khawatir dengan penyakitnya,
26
gelisah, cemas dan marah yaitu dengan melakukan aktivitas keagamaan (spiritual) seperti
pengajian dan kepasrahan kepada tuhan. Kepasrahan yang dilakukan partisipan yaitu dengan
pasrah kepada tuhan dan diiringi dengan doa hal tersebut bisa memberikan dorongan yang
kuat untuk bersabar terhadap kondisinya dan menimbulkan ketenangan yang merupakan
suatu bentuk strategi koping untuk menyadari permasalahan yang ada yaitu penyakit
hipertensi dari Tuhan yang Maha Kuasa. Berkaitan dengan berdoa dapat
dipandang dengan kesadaran dalam beragama menurut penelelitian (Perera et al dan
Suntrock, 2002) dalam (Ekowarni, 2012) bahwa agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan
psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan
mempertahankan perasaan berharga serta menerima kekurangan dimasa tua. Kesadaran
beragama pada subjek penelitian ini juga nampak dari penyakit yang dialaminya. Sebuah
penelitian tentang hubungan kereligiusan untuk kebahagiaan pasien penyakit kronis telah
dilakukan oleh (Karademas, 2010) dalam (Ekowarni, 2012) bahwa perasaan tidak berdaya
dan penerimaan penyakit menjadi mediator bagi hubungan antara religiusitas dengan
kesehatan.
Kepasrahan kepada Tuhan dengan sikap penerimaan pada kenyataan yang dihadapi
untuk menurunkan ketegangan psikologi menurut (Lazarus, Folkman, dan Nevid dkk., 2005)
dalam jurnal (Arlotas, tanpa tahun) bahwa strategi tersebut merupakan suatu usaha yang
menimbulkan penerimaan dan meningkatkan kesadaran akan perasaan diri dalam suatu
masalah dan mencoba untuk semuanya lebih baik atau disebut (accepting responsibility).
Selain itu juga partisipan melakukan kegiatan keagamaan dan merupakan kepasrahan kepada
tuhan yaitu suatu respon menciptakan makna yang positif dalam diri sendiri yang tujuannya
untuk mengembangkan diri dan termasuk dengan melibatkan hal-hal yang bersipat religius
yang berusat pada emosi (positive reappraisal).
Menurut penelitian (Wong et al, 2005) yang meneliti tentang kepatuhan merawat
hipertensi kependudukan amerika didapatkan responden memiliki perilaku mendekatkran diri
kepada kepada berbagai kegiatan spiritual atau keagamaan merupakan upaya untuk
mengalihkan perhatian dari kondisi sakit atau kondisi masalah keduniawian dialihkan
terhadap masalah kerohanian sehingga pikiran seseorang tidak berfokus terus-menerus pada
kondisi tetapi dapat mengembangkan pemikiran yang lebih jauh kedepan, bahwa kehidupan
tidak akan hanya berakhir di dunia. Dengan demikian dukungan spiritual merupakan salah
satu mekanisme yang dapat dilakukan oleh siapapun dalam menghadapi kondisi fisik mapun
psikologis.

27
Partisipan pada penelitian ini juga melakukan aktivitas seperti olah raga, membuat
kreasi kerajinan untuk menghadapi kondisinya, karna menurut partisipan bahwa dengan
melakukan aktivitas atau mengikuti kegiatan yang telah diprogramkan oleh pengurus RPSTW
tersebut dapat mengalihkan pikiran-pikiran yang tegang dari kondisi penyakitnya.
Selain itu partisipan mencari dukungan sosial lain seperti senang berkumpul dengan
teman-temannya dan mengikuti kumpulan dalam setiap kegiatan, mencari informasi dari
orang lain untuk mengatasi penyakitnya, hal tersebut dapat teridentifikasi bahwa partisipan
lansia membutuhkan dukungan dari orang lain yang berfokus pada masalah (seeking social
support) yaitu suatu usaha untuk mencari bantuan dari pihak luar, berupa informasi, dalam
bentuk bantuan nyata, emosional maupun dukungan sosial. Partisipan juga dalam
menghadapi masalahnya yaitu dengan sabar atau tenang perasaannya, yang merupakan
kontrol diri atau kendali diri dengan respon pembatasan dalam perasaan maupun tindakan
dari masalah yang dihadapi. Menghadapi masalah yang dialaminya lansia juga dengan
melakukan hiburan seperti nonton tv. Usaha tersebut merupakan usaha untuk mengatasi
masalah dari situsi yang menekan dengan beralih pada hal-hal lain.

5. Harapan Lansia Terhadap Kondisi Penyakit Hipertensi


Dalam penelitian ini ditemukan bahwa semua partisipan menyatakan keinginannya
untuk sembuh segera dari penyakitnya, tekanannya darah tingginya bisa menurun dan bisa
sehat selamanya. Pernyataan partisipan tersebut hal yang wajar karena hipertensi merupakan
suatu penyakit yang sipatnya kambuhan dan salah suatu penyakit kronis.
Sebagian besar penderita hipertensi perlu minum obat seterusnya (Widjaja, 2009). hidup
dengan penyakit kronis, seperti halnya hipertensi merupakan stressor dan hambatan individu
untuk mencapai harapannya, dan berespon positif terhadap lingkungan. Respon yang
ditunjukan oleh partisipan menunjukan bahwa partsipan mempunyai presepsi dan
pengalaman dalam menghadapi penyakitnya. Pengalaman dapat menunjukan dengan
kemampuan mengatasi masalah keperawatan kesehatannya.

L. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan tentang pengalaman
lansia penderita hipertensi di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Wherda (RPSTW) Garut,
bahwa dapat disimpulkan berupa teridentifikasi adanya pengalaman yang sangat dalam
mereka bisa menyebutkan keaadaan kondisi fisik, respon psikologis, penyesuain pola hidup,

28
pengendalian diri dalam menghadapi masalah, pendekatan keagamaan dan aktivitas sehari –
harinya.
Upaya yang dilakukan partisipan dalam menghadapi kondisi penyakit hipertensi
sebagian besar, yaitu lansia melakukan upaya kepasrahan kepada tuhan dengan sikap
penerimaan pada kenyataan atas kondisi penyakit yang dihadapinya, selain itu lansia
melakukan kegiatan keagamaan lainnya seperti pengajian, berdoa, upaya tersebut merupakan
kegiatan yang positif dan termasuk melakukan kegiatan yang religious dan berusaha sabar
atau menenangkan perasaannya, konrol diri lansia dalam menghadapi penykitnya yaitu
dengan penyesuaian pola hidup sehat yaitu pengaturan pola makan dan pengobatan. Dengan
upaya yang dilakukannya tersebut lansia merasa kondisinya lebih energik dan tekanan sedikit
menurun walaupun sering kambuh dan tekanan darah susah untuk sampai ke tahap normal.
Selain itu pada penelitian ini upaya partisipan dalam menghadapi penyakit hipertensi yaitu
dengan berkumpul sesama teman serta mengikuti kegiatan agar bisa berkumpul pula, mencari
informasi dari orang lain untuk mengtasi penyakitnya, dan usaha yang digunakan partisipan
seperti relaksasi tarik napas, olah raga senam, mengikuti kegiatan kerja bakti seperti bersih-
bersih, dengan kegitan tersebut maka lansia bisa berkumpul dengan teman-temannya dan bisa
mengobrol.

M. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi Institusi Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha (RPSTW)
Bagi institusi RPSTW diharapkan dapat mengembangkan panduan pelaksanaan
mengatasi dan mencegah tekanan darah tinggi seperti melakukan deteksi dini kontrol
tekanan darah dan memberikan gizi yang seimbang sesuai penyakit hipertensi pada lansia.
Membekali pengetahuan kepada lansia yang baik dalam menghadapi kondisi fisik dan
psikologisnya supaya bisa menghadapi penyakit hipertensi tersebut dengan tenang,
mengadakan kegiatan yang bervariasi untuk lansia agar dapat menghindari kejenuhan.

2. Bagi Peraktek Pelayanan Keperawatan


Diharapkan sebagai peran perawat komunitas, gerontik dan keperawatan lainnya dapat
memberikan pelayanaan dan dukungan keperawatan kepada lansia pada penderita hipertensi
dan membimbing lansia dalam kepentingan biopsikososialnya

29
3. Bagi penelitian selanjutnya
Mengenai penelitian ini peneliti masih menyadari kekurangannya, maka penulis
menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat memberikan penyempurnaan yang
lebih baik dan melakukan penelitian terkait pengalaman lansia penderita hipertensi dengan
secara kuantitatif maupun kulalitatif dengan beda tempat.
.

30
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami penelitian Kualitatif. Jakarta :Rineka Cipta.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi.
Melalui<http://www.depkes.go.id/htm>(19/01/2014)
Notoatmodjo,S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Nugroho , W. (2000). Perawatan Lanjut Usia: Jakarta. EGC 2000.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC
Racmat, Nurullya. 2010.Pengalaman Lanjut Usia Melakukan PerawatanTekanan Darah
Tinggi Di Kelurahan Ngersep Kecamatan Bayumanik Kota Semarang Jawa
Tengah. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Peminatan Keperawatan Komunitas Depok.
Melalui<pdfhttp://.ui.ac.id/f.htm>(20/04/2014)
Sharif La Ode. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik, Nuha Medika: Yogyakarta.
Stanley, M dan patricia. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Wawan dan Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Prilaku Manusia.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Widyaningrum, Siti. 2012. Hubungan Komsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jamber. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Jamber.
Melalui<web.id/repositorynwu/documents/26.pdf.htm>.(20/04/2014).
Widjaja, Refelina. 2009. Penyakit Kronis Tindakan, Pencegahan, Pengobatan Secara Medis
Maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.

31

Anda mungkin juga menyukai