Anda di halaman 1dari 19

CLUSTER HEDIANCE

1. PENGERTIAN

Nyeri kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada

kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik

( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit

kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).

Nyeri kepala tipe cluster merupakan nyeri kepala pada satu sisi yang

disertai dengan keluarnya air mata dan hidung tersumbat. Serangan berlangsung

regular selama 1 minggu hingga 1 tahun. Serangan-serangan diantarai oleh

periode bebas nyeri yang berlangsung setidanknya satu bulan atau lebih lama.

Nyeri kepala memiliki diagnosis diferensial berupa nyeri kepala tipe lain seperti

migraine, nyeri kepala sinus, serya nyeri kepala tipe tegang. 1,2

Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh International Headache

Society (HIS), nyri kepala tipe cluster memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Pasien mengeluhkan serangan nyeri kepala yang sangat hebat, bersifat

unilateral (orbital, supraorbital, atau temporal) yang berlangsung selama 15-

180 menit, dan menyerang mulai dari sekali hingga delapan kali per hari.

b. Serangan nyeri kepala disertai dengan satu atau lebih gejala berikut (semuanya

ipsilateral): injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti nasal, rinore, produksi

keringat pada dahi danwajah, miosis, ptosis, atau edema palpebral.

2. TIPE

a. Tipe Episodic Deskripsi: Serangan berlangsung selama 7 hari – 1 tahun yang diantarai

dengan periode bebas nyeri selama 1 bulan atau lebih lama. Kriteria diagnosis:
Setidaknya terdapat dua periode cluster yang berlangsung selama 7 - 365 hari dan

diantarai dengan periode remisi selama lebih dari 1 bulan. B.

b. Tipe Kronik Deskripsi: Serangan berlangsung selama lebih dari 1 tahun tanpa adanya

periode remisi, atau dengan periode remisi kurang dari 1 bulan. Kriteria diagnosis:

Serangan berlangsung selama lebih dari 1 tahun tanpa adanya periode remisi, atau

dengan periode remisi kurang dari 1 bulanTT

3. KLASIFIKASI

Nyeri kepala tipe cluster dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama:

a. Tipe episodic, dimana terdapat setidaknya dua fase cluster yang

berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun, yang diantarai oleh periode

bebas nyeri selama 1 bulan atau lebih lama

b. Tipe kronis, dimana fase cluster terjadi lebih dari sekali dalam setahun,

c. tanpa disertai remisi, atau dengan priode bebas nyeri yang kurang dari 1

bulan

4. KRITERIA

Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala tipe Cluster berdasarkan International Headache Society8

a. Nyeri hebat atau sangat hebat unilateral pada area orbital, dan atau temporal yang

berlangsung 15 – 180 menit apabila tidak ditangania

b. Nyeri kepala disertai dengan setidaknya satu dari tanda berikut

 Ipsilateral injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi

 Ipsilateral kongesti nasal dan/atau rhinorrhea.

 Ipsilateral edema palpebra

 Ipsilateral perspirasi pada dahi dan wajah

 Ipsilateral miosis dan/atau ptosis.


 Perasaan gelisah dan tidak dapat beristirahat

c. Serangan dapat berlangsung sekali hingga delapan kali dalam seharin

d. Tidak memiliki hubungan dengan penyakit lain

5. Etiologi

Etiologi pasti dari cluster headache masih belum jelas. Namun, diperkirakan ada hubungan

antara sistem trigeminovaskular, serabut saraf parasimpatis yang terlibat dalam refleks

otonom trigeminal, dan hipotalamus. Namun, tidak pasti bagaimana struktur ini berinteraksi

untuk menyebabkan sakit kepala ini. Terdapat hubungan definitif antara vasodilatasi dan

serangan nyeri. Aktivasi sistem trigeminovaskular menyebabkan saraf aferen perivaskular

menginduksi terjadinya vasodilatasi. Selain itu, Hipotalamus memiliki hubungan yang pasti

dengan cluster headache. Serangan memiliki periodisitas sirkadian, paling sering terjadi

pada malam hari. Serabut saraf parasimpatis adalah bagian dari refleks otonom trigeminal,

yang menyebabkan gejala otonom, termasuk injeksi atau lakrimasi konjungtiva, rinore, dan

vasodilatasi. Seperti hipotalamus, ini adalah komponen yang diketahui dari cluster

headache, tetapi pemicu pasti bagaimana refleks trigeminal diaktifkan masih belum pasti.

Terdapat beberapa faktor risiko dari cluster headache, yaitu : • Jenis kelamin laki-laki; •

Usia lebih dari 30; • Konsumsi alkohol; • Operasi atau trauma otak sebelumnya (8). Pasien

CH melaporkan sejumlah pemicu terjadinya serangan – baik peristiwa yang terjadi secara

alami seperti stres, tidur, asupan alkohol dan perubahan cuaca, tetapi juga pemicu

farmakologis. Telah diketahui bahwa pemicu ini dapat mengaktivasi sistem trigeminal

6. PATOFISIOLOGI
patofisiologi yang mendasari nyeri kepala tipe cluster masih belum

sepenuhnya dipahami. Pola periode serangan menunjukkan adanya keterlibatan

jam biologis yang diatur oleh hipotalamus (yang mengendalikan ritme sikardian),

yang disertai dengan disinhibisi jalur nosisepif dan otonomik – secara spesifik,

jalur nosiseptif nervus trigeminus. 5

Nervus trigeminus (N.V) adalah saraf campuran. Saraf ini memiliki

komponen yang lebih besar (porsio mayor) yang terdiri dari serabut sensorik

untuk wajah, dan komponen yang lebih kecil (porsio minor) yang terdiri dari

serabut motoric untuk otot-otot pengunyah (mastikasi).

Ganglion trigeminale (gasserian) bersifat seperti ganglia radiks dorsalis

medulla spinalis untuk persarafan sensorik wajah. Seperti ganglia radiks dorsalis,

ganglion ini mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar, yang prosesus

sentralnya berproyeksi ke nucleus sensorik prinsipalis nervis trigemini (untuk raba

dan diskriminasi) dan ke nucleus spinalis tigemini (untuk nyeri dan suhu).

Nukleus mesensefali nervis trigemini merupakan kasus khusus, karena sel-selnya

mirip dengan sel-sel ganglion radiks dorsalis meskipun terletak di dalam batang

otak; yaitu seakan-akan nucleus perifer telah dipindahkan ke system saraf pusat.

Prosesus perifer neuron pada nucleus ini menerima impuls dari reseptor perifer di

spindle otot yang berbeda di dalam otot-otot pengunyah, dan dari reseptor lain

yang memberikan respons terhadap tekanan. Ketiga nuclei yang disebutkan tadi

membentang dari medulla spinalis servikalis hingga ke mesensefalon, seperti yang terlihat

pada . Ganglion trigiminale terletak di basis kranii di atas apeks os. Petrosus, tepat di lateral

bagian posterolateral sinus kavernosus. Ganglion ini membentuk tiga buah cabang nervus

trigeminus ke area wajah yang berbeda, yaitu nervus oftalmikus (V1), yang keluar dari

tengkorak melalui fisura orbitalis superior, 6 nervus maksilaris (V2), yang keluar melalui
foramen rotudum; dan nervus mandibularis (V3), yang keluar melalui foramen ovale. 6

Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) dan morfometri berhasil

mengidentifikasi area abu-abu pada bagian posterior hipotalamus sebagai area inti dari

defek pada nyeri kepala tipe cluster.

pencitraan Voxel-based morphometry (VBM) menunjukkan area spesifik pada otak

(hipotalamus) yang mengalami perbedaan dengan otak pada pasien tanpa nyeri kepala tipe

cluster5 Terdapat perubahan pola sirkuit neuron tregimenus-fasial sekunder terhadap

sensitisasi sentral, yang disertai dengan disfungsi jalur serotonergic nucleihipotalamus.

Disfungsi fungsional hipotalamus telah berhasil dikonfirmasi dengan adanya metabolisme

yang abnormal berdasarkan marker neuron N-asetilaspartat pada pemeriksaan magnetic

resonance spectroscopy. 5 Neuron-neuron substansia P membawa impuls motoric dan

sensorik pada divisi maksilaris dan oftalmik dari nervus trigeminus. Nervus ini berhubungan

dengan ganglion sphenopalatina dan pleksus simpatis perivaskuler karotis. 5 Dilatasi

vaskuler mungkin memiliki peranan penting dalam pathogenesis nyeri kepala tipe cluster,

meskipun hasil penelitian terhadap aliran darah masih menunjukkan hasil yang tidak

konsisten. Aliran darah ekstra kranial mengalami peningkatan (hipertermi dan peningkatan

aliran darah arteri temporalis), namun hanya setelah onset nyeri

7. MANIFESTASI KLINIS

Serangan nyeri kepala tipe cluster secara tipikal berlangsung pendek dan terjadi dengan

periode yang jelas, khususnya selama pasien tidur atau pada pagi hari, biasanya

berkoresponedensi dengan fase rapid eye movement pada saat tidur. Berbeda dengan

nyeri kepala migraine, nyeri kepala cluster tidak didahului dengan aura dan biasanya

tidak disertai dengan mual, muntah, fotofobia, atau osmofobia. Pasien biasanya
mengalami 1-2 kali periode cluster dalam setahun, masing-masing bertahan selama 2

minggu hingga 3 bulan smpai 7 bulan

Nyeri pada tipe cluster digambarkan sebagai berikut:

a. . Karakterisitik: nyeri sangat hebat, menyiksa, menusuk, tajam, bola mata seperti

hendak dicungkil keluar

b. b. Lokasi: unilateral, pada area periorbita, retro-orbital, temporal, umumnya tidak

menjalar sekalipun kadang-kadang dapat menjalar ke area pipi, rahang, oksipital,

dan tengkuk

c. c. Distribusi: nyeri pada divisi pertama dan kedua dari nervus trigemnius; sekitar 8

18-20% pasien mengeluhkan nnyeri pada area trigeminus

d. d. Onset: tiba-tiba, memuncak dalam 10-15 menit

e. e. Durasi: 5 menit hingga 3 jam per episode f. Frekuensi: dapat terjadi 1-8 kali

sehari selama berbulan-bulan . Periodisitas: regularitas sikardian pada 47% kasus h.

Remisi: periode panjang bebas

nyeri dapat ditemukan pada sebagian pasien; panjang remisi rata-rata 2 tahun,

namun dapat berikisar antara 2 bulan hingga 20 tahun.

Nyeri dapat disertai dengan berbagai gejala parasipatis karnial, antara lain:

a. Lakrimasi ipsilateral (84-91%) atau injeksi konjungtiva

b. Hidung tersumbat (48-75%) atau rinore

c. Edema palpebral ipsilateral

d. . Miosis atau ptosis ipsilateral

e. Perspirasi pada dahi dan wajah sisi ipsilateral (26%)


Produk alcohol dan tembakau dapat mempresipitasi serangan. Pemicu lain dapat

berupa cuaca panas, menonton televisi, nitrogliserin, stress, relaksasi, rhinitis alergi,

dan aktifitas seksual. 7 Selama periode serangan nyeri kepala tipe cluster, sebanyak

90% dari pasien menjadi gelisah dan tidak dapat beristirahat. Mereka tidak dapat

berbaring untuk istirahat; sebaliknya, pasien memilih untuk berjalan dan bergerak

kesana kemari. Pasien dapat merasa putus asa dan membenturkan kepalanya pada

permukaan yang keras, menjerit kesakitan, serta berguling-guling

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis cluster headache didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan

laboratorium tidak bernilai khusus dalam penyakit ini. Sedangkan untuk Pemeriksaan

radiologi, meskipun tidak untuk diagnostik, berguna untuk mengeksklusikan penyebab

potensial nyeri kepala lainnya. CT Scan atau MRI Kepala dengan kontras atas indikasi bila

didapatkan defisit neurologi, atau bila diterapi belum membaik selama 3 bulan serta

keluhan makin memberat

9. PENATALAKSANAAN

 Tatalaksana CH melibatkan tiga strategi berbeda. Pertama adalah abortif, yang

mengacu pada pengobatan seranganindividu. Perawatan transisional mengacu

pada perawatanyang diberikan pada awal periode cluster headache dengantujuan

untuk mengurangi frekuensi serangan. Bersamaandengan terapi transisi,

perawatan pencegahan digunakanntuk durasi periode cluster headache yang

diantisipasi untukmengurangi frekuensi, durasi, dan tingkat keparahanserangan

cluster individu.
 Tatalaksana Abortif

Mengingat onset serangan cluster headache yang cepat

dengan waktu yang sangat singkat untuk mencapai intensitas

puncak (<15 menit) dan durasi yang relatif singkat dari setiap

serangan (<3 jam), banyak dari agen ini diberikan secara

parenteral.

 Oral

Pilihan oral untuk terapi abortif terbatas, meskipun

Zolmitriptan 5 mg dan 10 mg telah terbukti efektif dalam

memperbaiki sakit kepala dalam satu uji coba terkontrol

secara acak

 oksigen

Oksigen adalah pilihan pengobatan akut yang efektif untuk

CH. Oksigen (100%) yang diberikan dengan kecepatan 6-15

L/menit dengan masker wajah nonrebreather telah terbukti

memperbaiki sakit kepala pada pasien CH. Mengingat

keamanan dan kemanjuran oksigen, semua pasien dengan CH

atau yang diduga menderita CH saat ini membawa

rekomendasi Level A. Kelemahan utama oksigen adalah

kurangnya portabilitas. Ini bisa menjadi rumit dan tidak

nyaman bagi mereka yang sering mengalami serangan. Selain

itu, katup yang memungkinkan oksigen aliran lebih tinggi

yang dapat dibutuhkan tidak selalu mudah diakses.

Dibandingkan dengan zolmitriptan atau sumatriptan,

bagaimanapun, tidak ada batasan yang pasti untuk berapa kali


dapat digunakan dalam satu hari, dan dengan demikian

oksigen adalah pilihan yang baik bagi mereka yang memiliki

beberapa serangan per hari.

 Intranasal

Baik zolmitriptan dan sumatriptan tersedia dalam formulasi

intranasal. Zolmitriptan, baik 5 dan 10 mg telah terbukti

efektif (Level A). Dalam sebuah penelitian terhadap 52

pasien, nyeri kepala pada 30 menit mereda pada 50% pasien

yang diobati dengan 5 mg dan 63,3 % dari mereka yang

diobati dengan 10 mg zolmitriptan intranasal dibandingkan

dengan 30% pada kelompok plasebo. Sumatriptan 20 mg juga

mungkin efektif dalam pengobatan akut CH dan merupakan

alternatif untuk pengganti zolmitriptan. Sedangkan, triptan

intranasal mungkin kurang efektif dibandingkan bentuk

injeksi dan dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit

kardiovaskular, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, dan

hipertensi berat. Meskipun terkadang digunakan dalam

praktik klinis, dihydroergotamine (DHE) belum terbukti

sebagai terapi abortif yang efektif pada CH. Dosis untuk

DHE intranasal adalah 1 mg. Seperti obat triptan, DHE

dikontraindikasikan pada mereka yang memiliki penyakit

arteri koroner dan serebrovaskular.

Selain itu, lidokain efektif dalam meredakan serangan akut

pada sekitar sepertiga dari semua pasien dengan cluster

headache. Tatalaksana ini dapat dipertimbangkan jika pasien


tidak responsif terhadap oksigen dan triptan tidak efektif atau

dikontraindikasikan. Lidokain diteteskan atau disemprotkan

ke lubang hidung ipsilateral dalam konsentrasi berkisar antara

4 dan 10%, umumnya meredakan nyeri dalam waktu 10

menit (12).

Injeksi

Terapi injeksi dapat menjadi pilihan yang sangat baik untuk

pasien dengan CH karena memiliki efek yang lebih cepat.

Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 131 pasien dengan

CH 75% yang diobati dengan sumatriptan subkutan

melaporkan nyeri kepala berkurang dalam 15 menit

dibandingkan dengan 35% yang diobati dengan plasebo (P

<0,001).

Penggunaan perangkat

Ganglion sphenopalatina (SPG) telah lama menjadi target

terapi dalam pengobatan CH. Blokade SPG dengan injeksi

alkohol suprazygomatic menghilangkan rasa sakit pada 85%

dari 120 pasien (follow-up antara 6 bulan dan 4 tahun), tetapi

prosedur ini tidak disukai karena potensi neuritis yang

menyakitkan pada saraf rahang atas. Ablasi radiofrekuensi

SPG telah digunakan dalam rangkaian kasus kecil yang tidak

terkontrol, dengan kemanjuran pada 60%-80% pasien dengan

cluster headache episodic (ECH) dan 30% -70% dari pasien

cluster headache kronis (CCH).


10. PENCEGAHAN

Pengobatan preventif mengacu pada penggunaan berulang

dari strategi pengobatan yang dirancang untuk mengurangi

frekuensi dan/atau menekan serangan selama durasi periode

cluster headache. Sebagian besar pengobatan yang tersedia

untuk pengobatan pencegahan CH adalah obat-obatan oral.

 Oral

Agen oral yang paling umum digunakan untuk pengobatan

pencegahan CH adalah Verapamil. Kisaran dosis yang

digunakan untuk verapamil luas dan berkisar antara 240

hingga 960 mg/hari (dalam dosis terbagi), meskipun sebagian

besar pasien akan merespons pada dosis yang lebih rendah

dari 480 mg per hari. Verapamil memiliki rekomendasi Level

C dari pedoman AHS tetapi rekomendasi Level A dari

pedoman European Federation of Neurological Societies

(EFNS). Pasien yang menggunakan verapamil harus diberi

konseling mengenai efek sampingnya seperti konstipasi,

edema perifer, dan hipotensi. Karena risiko blok jantung,

elektrokardiogram dasar harus dilakukan sebelum memulai

pengobatan dan harus diulang 2-4 minggu setelah setiap

peningkatan dosis.

Intranasal

Civamide intranasal telah dievaluasi untuk pengobatan

pencegahan CH episodik. Civamide diberikan di setiap

lubang hidung dengan dosis 100 mikrolit dari 0,025%.


Namun, obat ini tidak tersedia secara luas dan oleh karena itu

tidak digunakan secara rutin dalam praktik klinis.

Prosedural

Injeksi steroid suboksipital adalah satu-satunya tindakan

pencegahan yang diberikan rekomendasi Level A oleh

pedoman AHS. Namun, strategi ini biasanya digunakan untuk

profilaksis transisional daripada profilaksis jangka panjang.

Namun, beberapa pasien mendapat manfaat dari respons

jangka panjang.

Prosedur invasif

Stimulasi saraf oksipital telah diusulkan sebagai pengobatan

yang mungkin untuk CH refrakter. Stimulasi otak dalam

hipotalamus (DBS) juga telah dipelajari pada pasien CH

refrakter.

11. PENGKAJIAN

Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari

cluster hediance .

 Data Subyektif

a. Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.

b. Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.

c. Langkah – langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.

d. Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan

interval diantara nyeri kepala.

e. Awal serangan nyeri kepala.


f. Ada gejala prodomal atau tidak

g. .Ada gejala yang menyertai.

h. Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).

i. Situasi yang membuat nyeri kepala lebih parah.

j. Ada alergi atau tidak.

 Data Obyektif

a. Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.

b. Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari – hari.

c. Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf cranial.

d. Suhu badan

e. Drainase dari sinus.

Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya

ialah:

a. Nyeri kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan nyeri kepala migrain

atau gangguan organik.

b. Nyeri kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab psikologis atau

terjadi peningkatan tekanan intrakranial..

c. Nyeri kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada

waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut membengunkan pasien dari tidur.

d. Nyeri kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk.

e. Banyak nyeri kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.

f. Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada

sakit kepala yang psikogenis.


g. Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah terus.

h. Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan

makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine demikian

juga alkohol.

i. Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam limngkungan

kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab sakit kepala.

j. Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.

k. Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.

12. DIAGNOSTIK

1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan

abnormalitas pada susunan saraf pusat.

2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan

menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur

tubuh.

3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak

dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena

penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.

13. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana

intrakranial.

2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung

tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak

adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat,

tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

14. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana

intrakranial.

Intervensi:

a. Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau

terapi apa yang telah digunakan

b. Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ), karakteristiknya (misal :

berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau

meredakan.

c. Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak/meningeal/infeksi sinus,

trauma servikal, hipertensi atau trauma.

d. Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi wajah, posisi tubuh,

gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi

jantung/pernafasan, tekanan darah.

e. Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang

f. Evaluasi perilaku nyeri


g. Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan

aktivitas, penurunan berat badan.

h. Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti

mengisolasi diri.

i. Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi,

pasangan/keluarga

j. Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat

k. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu timbul.

l. Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.

m. Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.

n. Berikan kompres dingin pada kepala.

o. Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.

p. Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan.

q. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback, hipnotik sendiri,

dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain.

r. Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif “Saya sembuh, saya sedang

relaksasi, Saya suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternal-

internal dan katakan “berhenti” atau “tunda” jika muncul pikiran yang negatif.

s. Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat

sesuai indikasi.

2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung

tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak

adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.

Intervensi.
a. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan

yang daoat diajarkan.

b. Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.

c. Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana sakit

kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.

d. Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.

e. Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan, dan hasil yang

diharapkan.

f. Kolaborasi

Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan

sikap asertif sesuai indikasi.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat,

tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

Intervensi ;

a. Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.

b. Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi, seperti

stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu.

c. Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali kebutuhan untuk

menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi

d. Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program kegiatan/latihan ,

makanan yang dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti

masase dan sebagainya.

e. Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.


f. Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan

bersenang-senang.

g. Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan

tertawa/tersenyum.

h. Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.

i. Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor

yang berhubungan atau faktor presipitasinya.

j. Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk

k. Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi

yang bukan terapi medis


DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara C Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Padjajaran, Bandung.

2. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

3. Marlyn E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untukPerencanaan &

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

4. Priguna Sidharta, 1994, Neurogi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta.

5. Susan Martin Tucker, 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa dan Evaluasi,

Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta.

6. Sylvia G. Price, 1997, Patofisologi, konsep klinik proses – proses penyakit. EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai