Disusun Oleh :
1. R. HESEA ROCHMATILLAH 131611123047
2. TRI RETNO WIDIANINGRUM 131611123048
3. GALIH ADHI WICAKSONO 131611123049
4. GALUH RACHMAWATI GINARTA PUTRI 131611123050
5. SILVIA LUSIANA SUWANDI 131611123051
6. GETRUDIS FRANSISKA DIAZ 131611123052
7. ANIQ DINI KARIMAH 131611123053
8. DESSY WULANDARI SURYANINDRA 131611123054
2.1 Definisi
Istilah asfiksia dapat didefinisikan sebagai kondisi gangguan pertukaran gas di
suatu daerah, yang menyebabkan hipoksia progresif, hiperkarbia, dan asidosis
tergantung pada tingkat dan durasi gangguan ini (Rainaldi & Perlman, 2016).
Asfiksia perinatal (kelahiran) adalah istilah umum yang mengacu pada
ensefalopati neonatal terkait dengan kejadian saat kelahiran. Hal ini sering digunakan
secara bergantian dengan istilah yang menjelaskan tahap neonatal seperti ensefalopati
hipoksia-iskemik dan cerebral palsy (CP). Asfiksia mengacu pada kekurangan
oksigen yang cukup lama sehingga menyebabkan cidera neurologis (Herrera &
Silver, 2016).
Kematian akibat asfiksia mekanis yang tidak disengaja pada orang dewasa
jarang terjadi dan biasanya diakibatkan oleh chocking / aspirasi, jebakan, kematian
akibat kerja dan asfiksia saat berhubungan seksual (Ciprandi et al., 2017).
Asfixia berasal dari bahasa yunani, a yang berarti “tanpa”, dan sphygmos yang
berarti “denyut”. Istilah ini digunakan untuk kondisi kurangnya suplai oksigen yang
berat sebagai akibat dari kegagalan pernapasan secara normal. Asfixia menyebabkan
oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida
(hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan
terjadi kematian (Iis, 2008). Istilah asfiksia dapat didefinisikan sebagai kondisi
gangguan pertukaran gas di suatu daerah, yang menyebabkan hipoksia progresif,
hiperkarbia, dan asidosis tergantung pada tingkat dan durasi gangguan ini (Rainaldi &
Perlman, 2016).
Asfiksia perinatal (kelahiran) adalah istilah umum yang mengacu pada
ensefalopati neonatal terkait dengan kejadian saat kelahiran. Hal ini sering digunakan
secara bergantian dengan istilah yang menjelaskan tahap neonatal seperti ensefalopati
hipoksia-iskemik dan cerebral palsy (CP). Asfiksia mengacu pada kekurangan
oksigen yang cukup lama sehingga menyebabkan cidera neurologis (Herrera &
Silver, 2016). Kematian akibat asfiksia mekanis yang tidak disengaja pada orang
dewasa jarang terjadi dan biasanya diakibatkan oleh chocking / aspirasi, jebakan,
kematian akibat kerja dan asfiksia saat berhubungan seksual (Ciprandi et al., 2017).
Asfiksia terjadi ketika jumlah oksigen yang tidak memadai dipasok ke
jaringan dan organ untuk mempertahankan proses metabolisme normal. Pengiriman
oksigen ke sel bisa terhambat pada berbagai tahap yang melibatkan asupan,
transportasi, dan serapannya. Pengambilan oksigen mungkin disebabkan oleh tingkat
oksigen lingkungan yang rendah, penurunan transfer dari udara, berkurangnya
transportasi dari paru-paru, dan transfer yang tidak adekuat melintasi membran sel
(Byard 2016).
2.2 Etiologi
Faktor yang menyebabkan gangguan aliran darah terjadi dalam berbagai
bentuk. Menurut Rainaldi & Perlman (2016) penyakit maternal seperti diabetes,
hipertensi, atau preeklampsia dapat mengubah pembuluh darah plasenta dan
mengurangi aliran darah. Hipotensi pada ibu dapat diterjemahkan ke sirkulasi janin
(misalnya efek medikasi, penyakit ibu, anestesi spinal, dll). Faktor plasenta seperti
abrasi, perdarahan fetomaternal, atau pembengkakan dapat membahayakan aliran
darah. Chorioamnionitis dan funisitis sangat terkait dengan kompromi plasenta dan
asfiksia.9 Tali pusar dapat dikompres secara ekstrinsik, seperti yang terlihat pada
prolaps kabel atau nuchal cord. Faktor-faktor yang terkait dengan neonatus juga dapat
menyebabkan asfiksia. Sebagai contoh, anomali jalan napas bawaan mungkin tidak
memungkinkan pertukaran gas paru yang cukup setelah sirkulasi plasenta berhenti.
Neuro- logis abnormal neonatus mungkin tidak memiliki dorongan pernafasan yang
sesuai untuk ventilasi efektif. Ini mungkin intrinsik pada neonatus (yaitu anomali
sistem saraf pusat, cedera tulang belakang) atau karena efek ekstrinsik obat.
Faktor yang menyebabkan gangguan aliran darah terjadi dalam berbagai bentuk.
Menurut Rainaldi & Perlman (2016) penyakit maternal seperti diabetes, hipertensi,
atau preeklampsia dapat mengubah pembuluh darah plasenta dan mengurangi aliran
darah. Hipotensi pada ibu dapat diterjemahkan ke sirkulasi janin (misalnya efek
medikasi, penyakit ibu, anestesi spinal, dll). Faktor plasenta seperti abrasi,
perdarahan fetomaternal, atau pembengkakan dapat membahayakan aliran darah.
Chorioamnionitis dan funisitis sangat terkait dengan kompromi plasenta dan asfiksia.
Tali pusar dapat dikompres secara ekstrinsik, seperti yang terlihat pada prolaps kabel
atau nuchal cord. Faktor-faktor yang terkait dengan neonatus juga dapat
menyebabkan asfiksia. Sebagai contoh, anomali jalan napas bawaan mungkin tidak
memungkinkan pertukaran gas paru yang cukup setelah sirkulasi plasenta berhenti.
Neuro- logis abnormal neonatus mungkin tidak memiliki dorongan pernafasan yang
sesuai untuk ventilasi efektif. Ini mungkin intrinsik pada neonatus (yaitu anomali
sistem saraf pusat, cedera tulang belakang) atau karena efek ekstrinsik obat.
Penyebab asfiksia lainnya secara umum diantaranya:
1. Periode hipoksia yang panjang dapat menyebabkan kematian otak.
2. Tercekik.
3. Cidera inhalasi akibat gas beracun (carbon monoxide, hidrogen sianida,
Hidrogen sulfida).
4. Ruang tertutup/ minim oksigen.
5. Gantung diri.
6. Posisi tubuh itu sendiri (Asfiksia posisional) menyebabkan gangguan
pertukaran oksigen jika berat badan sebagian besar bergantung pada
diafragma, seperti berada dalam posisi terbalik dapat menyebabkan pertukaran
oksigen terganggu.
7. Tenggelam.
8. Kecelakaan lalu lintas.
9. Kompresi asfiksia terjadi ketika terjadi tekanan pada dada atau perut,
menghambat gerakan diafragma dan kurangnya pertukaran gas oksigen-
karbon dioksida (Bucholtz 2015)
10. Intosikasi alkohol/ efek sedasi, epilepsi, parkinson atau penyakit degeneratif
neurologi, dan spinal injuri yang menyebabkan obstruksi jalan nafas (Byard et
al. 2008)
11. Kecelakaan pada anak- anak seperti terjepit perabotan atau tergantuk
12. Overdosis narkoba
13. Oklusi saluran udara bagian atas karena makanan (Aquila et al. 2017)
2.3 Klasifikasi
Kematian akibat asfixia pada umunya menurut Mun’im (1997) dibagi menjadi :
1. Sufokasi
1) Sufokasi lingkungan/ terperangkap
Asfixia disebabkan oleh oksigen lingkungan yang berkurang. Kejadian yang
sering adalah terperangkap (entrapment), korban terjebak dalam ruangan yang
kedap udara. Awalnya udara tercukupi tetapi ketika pernapasan berlanjut korban
kehabisan oksigen dan menjadi asfixia. Demikian juga kejadian pada sufokasi
lingkungan (environmental suffocation) akibat seseorang secara tidak sadar
memasuki daerah yang memang kurang oksigennya.
2) Bekapan (smothering)
Asfixia oleh bekapan atau sumbatan dari hidung dan mulut. Kejadian seperti ini
biasanya ileh karena pembunuhan atau bunuh diri, jaring karena kecelakaan.
3) Tersedak (choking)
Asfixia disebabkan oleh sumbatan sepanjang saluran napas. Kematian dapat
terjadi secara alami, pembunuhan atau kecelakaan. Kematian alamiah ini dapat
terjadi pada seseorang dengan infeksi daerah epiglottis yang hebat dengan akibat
dari obstruksi jalan napas akibat epiglotis yang meradang dan pembengkakan
jaringan sekitarnya. Kejadian ini juga sering akibat kecelakaan. Pada anak – anak
sering terjadi aspirasi dari benda mainan, koin uang logam. Sementara pada orang
dewasa biasanya karena gigi palsu atau makanan.
4) Asfixia mekanis
Pada asfixia mekanis tekanan dari luar tubuh yang dapat menghambat gerak
aspirasi. Kejadiannya hampir sebagian besar dikarenakan kecelakaan. Asfixia
mekanis dapat dibagi menjadi tiga tipe :
a. Asfixia traumatis
Terjadi saat sesuatu yang berat menahan pergerakan dada atau perut atas,
menyebabkan tidak bisa bernapas.
b. Asfixia posisional
Biasanya kecelakaan akibat intiksikasi obat atau alcohol menyebabkan
seseorang berada pada posisi yang menghambat jalan napas dan sulit untuk
melepaskan diri contohnya lehernya tertekuk.
c. Asfixia tertindih orang lain (riot-crusb/ “human pile” death)
Sesuai dengan namanya asfixia ini terjadi sering dalam suatu keramaian atau
kerusuhan yang melibatkan orang banyak yang menimpa korban sehingga sulit
untuk bernapas.
2. Strangulasi
Terdapat 3 bentuk umum dari strangulasi. Pada ketiga bentuk strangulation,
penyebab kematian adalah asfixia karena sumbatan jalan napas dan hipoksia otak
akibat kompresi pembuluh darah ke otak. Ketiga bentuk tersebut adalah:
1) Hanging
Asfixia terjadi sekunder akibat adanya tekanan atau kompresi struktur leher oleh
tali atau benda pengikat lainnya yang dikencangkan oleh berat badan. Kejadiannya
lebih banyak akibat bunuh diri.
2) Ligature strangulation
Pada ligature strangulation tekanan leher diakibatkan oleh ikatan yang
dilakukan oleh kekuatan selain dari berat badan. Sebagian besar kasus dari ligature
strangulation adalah pembunuhan.
3) Manual strangulation
Manual strangulation diakibatkan oleh tekanan lengan atau tungkai terhadap
leher menekan struktur dari leher. Kebanyakan kejadian ini merupakan kasus
pembunuhan.
3. Asfixia Khemis
Pada asfixia khemis, inhalasi dari sejumlah gas yang mencegah pengikatan
oksigen pada tingkat sel. Bahan kimia paling sering sebagai penyebab adalah
karbonmonoksida. Selain itu, hidorgen sianida dan hydrogen sulfide juga sering
menjadi penyebab.
Asfixia yang terjadi pada bayi baru lahir dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai
Frekuensi Tidak Ada Kurang dari 100 Lebih dari 100
Jantung X/menit X/menit
Usaha Tidak Ada Lambat, Tidak Menangis
Bernafas Teratur Kuat
Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan Aktif
Fleksi Sedikit
Refleks Tidak Ada Gerakan Sedikit Menangis
Warna Kulit Biru/Pucat Tubuh Tubuh dan
Kemerahan, Ekstremitas
Ekstremitas Biru Kemerahan
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
2.4 Patofisiologi
2.5 Woc
3.1 Pengkajian
Tanggal MRS : Jam Masuk :
Tanggal Pengkajian : No. RM :
Jam Pengkajian : Diagnosa :
IDENTITAS
1. Nama Pasien :
2. Umur :
3. Suku/Bangsa :
4. Pendidikan :
5. Pekerjaan :
6. Alamat :
7. Biaya :
KELUHAN UTAMA
Keluhan Utama : sesak napas, sianosis, cuping hidung, retraksi dada,
III. INTERVENSI
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Status pernapasan ; patensi Manajemen nyeri
bersihan jalan jalan napas Independen
napas yang - Mengidentifikasi - Dorong klien untuk
berhubungan dan melaporkan nyeri.
dengan eksudat di mendemonstrasika - Catat laporan nyeri,
dalam alveoli n perilaku untuk termasuk lokasi, durasi
mencapai bersihan dan intensitas (skala 0 –
jalan napas. 10 atau skala yang mirip)
- menun - Tinjau factor yang
memperparah atau
mengurangi nyeri.
- Catat isyarat nyeri
nonverbal, seperti
gelisah, enggan bergerak,
menahan abdomen,
takikardia dan
diaphoresis. Periksa
ketidakcocokan antara
isyarat verbal dan
nonverbal.
- Pantau warna kulit dan
suhu tubuh serta tanda
vital.
- Beri tindakan
kenyamanan seperti
mengusap punggung dan
reposisi.
- Dorong penggunaan
teknik relaksasi seperti
imajinasi terbimbing dan
visualisasi. Berikan
aktivitas pengalihan.
Kolaboratif
- Beri medikasi sesuai
indikasi, sebagai contoh:
analgesic, antikoligernik
dan supositoria anodin.
1. Ketidakefektifan Status pernapasan : Pemantauan pernapasan
pola nafas - Mempertahankan pola Independen
berhubungan dengan napas efektif - Auskultasi bunyi napas
distensi abdomen - Tidak mengalami dipsnea dengan memperhatikan
atau sianosis, dengan bunyi daerah penurunan atau
napas dan sinar – X dada tidak ada ventilasi dan
jelas atau perbaikan gas adanya bunyi
darah arteri tambahan
- Catat frekuensi dan
kedalaman napas,
pemakaian otot
tambahan, peningkatan
upaya pernapasan dan
adanya dispneu ansieas
dan sianosis
- Kaji perubahan tingkst
kesadaran
- Selidiki laporan nyeri
dada
Kolabiratif
- Pantau dan buat grafik
GDA
- Isap jalan napas sesuai
indikasi
- Beri oksigen tambahan
humidifikasi lewat alat
yang tepat
- Beri obat – obatan
sesuai indikasi
2. Resiko Perfusi jaringan : perifer Kewaspadaan sirulasi
ketidakefektifan Mempertahankan perfusi Independen
perfusi jaringan jaringan adekuat yang ditandai - Pantau TTV. Palpasi
perifer dengan denyut nadi perifer denyt nadi perifer
teraba, kulit hangat dan kering dengan mencatat
dan penyembuhan luka tepat kekuatan dan
Factor resiko : edema waktu kesamaannya
jaringan
- Lakukan pengkajian
neurovascular berkala
- Inspeksi alat drainase
- Investigasi laporan
nyeri persisten
- Anjurkan dan bantu
ambulasi dini
Kolaboratif
- Beri cairan IV
- Beri antikoagulan dosis
rendah
3. Ketidakseimbangan Status nutrisi : Manajemen nutrisi
nutrisi : kurang dari - Melaporkan mual dan Independen
kebutuhan muntah mereda - Kaji badan, usia,
- Menunjukan kemajuan massa tubuh,
ke kenaikan berat kekuatan dan
badan yang diinginkan tingkat aktivitas
atau mempertahankan serta istirahat.
berat badan yang - Kaji distensi
sesuai individu abdomen, sendawa
yang sering,
menahan, dan
keengganan untuk
bergerak.
- Auskultasi bising
usus dengan
memperlihatkan
ketiadaan bising
usus dan bising usus
hiperaktif.
- Timbang berat
badan yang sering
- Beri hygiene oral
Kolaboratif
- Pantau BUN,
protein, albumin,
glukosa,
keseimbangan
nitrogen sesuai
indikasi
- Berikan enteral atau
parenteral sesuai
indikasi
- Tingkatkan diet
sesuai indikasi.
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aquila, I. et al., 2017. Could the Screening for Correct Oral Health Reduce the Impact of
Death Due to Bolus Asphyxia in Adult Patients? A Forensic Case Report. Medical
Hypotheses. Available at: https://doi.org/10.1016/j.mehy.2017.10.018.
Bucholtz, A., 2015. Death Investigation: An Introduction to Forensic Pathology for the
Nonscientist.
Byard, R.W., 2016. Asphyxia: Pathological Features. Encyclopedia of Forensic and Legal
Medicine, 1, pp.252–260. Available at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/B9780128000342000318.
Byard, R.W., Wick, R. & Gilbert, J.D., 2008. Conditions and circumstances predisposing to
death from positional asphyxia in adults. Journal of Forensic and Legal Medicine,
15(7), pp.415–419.
Black, J. J. M. (2007) ‘Emergency use of the Airtraq laryngoscope in traumatic asphyxia:
case report’, Emergency Medicine Journal, 24(7), pp. 509–510. doi: 10.1136/emj
Ciprandi, B. et al., 2017. Mechanical asphyxia by accidental compression of the neck during
a theft: A case report. Forensic Science International, 278, pp.e24–e26. Available at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0379073817302712.
Herrera, C.A. & Silver, R.M., 2016. Perinatal Asphyxia from the Obstetric Standpoint:
Diagnosis and Interventions. Clinics in Perinatology, 43(3), pp.423–438.
Rainaldi, M.A. & Perlman, J.M., 2016. Pathophysiology of Birth Asphyxia. Clinics in
Perinatology, 43(3), pp.409–422. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.clp.2016.04.002.
Rehberg, S. et al. (2009) ‘Pathophysiology, management and treatment of smoke inhalation
injury’, Expert Rev Respir Med., 3(3), pp. 1–27. doi: 10.1586/ERS.09.21.
Black, J. J. M. (2007) ‘Emergency use of the Airtraq laryngoscope in traumatic asphyxia:
case report’, Emergency Medicine Journal, 24(7), pp. 509–510. doi:
10.1136/emj.2006.040469.
Byard, R. W. (2016) ‘Asphyxia : Pathological Features’, 1, pp. 252–260. doi: 10.1016/B978-
0-12-800034-2.00031-8.
Byard, R. W., Wick, R. and Gilbert, J. D. (2008) ‘Conditions and circumstances predisposing
to death from positional asphyxia in adults’, Journal of Forensic and Legal Medicine,
15(7), pp. 415–419. doi: 10.1016/j.jflm.2008.01.001.
Rehberg, S. et al. (2009) ‘Pathophysiology, management and treatment of smoke inhalation
injury’, Expert Rev Respir Med., 3(3), pp. 1–27. doi: 10.1586/ERS.09.21.
Ciprandi, B. et al., 2017. Mechanical asphyxia by accidental compression of the neck during
a theft: A case report. Forensic Science International, 278, pp.e24–e26. Available at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0379073817302712.
Herrera, C.A. & Silver, R.M., 2016. Perinatal Asphyxia from the Obstetric Standpoint:
Diagnosis and Interventions. Clinics in Perinatology, 43(3), pp.423–438.
Rainaldi, M.A. & Perlman, J.M., 2016. Pathophysiology of Birth Asphyxia. Clinics in
Perinatology, 43(3), pp.409–422. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.clp.2016.04.002.