Anda di halaman 1dari 15

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Ahmad Azwar Siregar, Sp.P

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Paper” ini guna memenuhi
persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di KSM Ilmu
Penyakit Paru RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjudul “Efusi Pleura Ganas”.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada


pembimbing selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di KSM Ilmu Penyakit
Paru yaitu dr. Ahmad Azwar Siregar, Sp.P atas segala bimbingan dan arahannya
dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior dan dalam pembuatan laporan kasus
ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangannya,


oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna memperbaiki laporan kasus ini di kemudian hari.

Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan


menambah pengetahuan bagi kita semua serta dapat menjadi arahan dalam
mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam praktik di masyarakat.

Medan, 15 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................5

2.1 Definisi........................................................................................................................5

2.2 Eiologi.........................................................................................................................5

2.3 Patogenesis..................................................................................................................7

2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................................8

2.5 Diagnosis.....................................................................................................................9

2.6 Penatalaksanaan.........................................................................................................12

BAB III PENUTUP.......................................................................................................14

3.1 Kesimpulan................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleura ganas didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan
dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Efusi Pleura karena
keganasan dapat menyebabkan terkumpulnya cairan eksudat hingga menjadi
efusi pleura masif.(1)
Meskipun belum ada penelitian epidemilogi untuk EPG tetapi
insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data yang ada yaitu sekitar
15% dari seluruh penyakit keganasan. Efusi pleura ganas dapat disebabkan
oleh hampir semua jenis keganasan, hampir sepertiga kasus EPG disebabkan
oleh kanker paru. Penelitian postmortem yang dilakukan di Amerika Serikat
mendapatkan EPG sekitar 15% dari 191 kasus keganasan yang diteliti. Dari
kasus kematian karena keganasan pertahun di Amerika Serikat ditemukan
EPG 83.000 dari 656.500 kasus kanker. Penelitian di Indonesia pada rumah
sakit persahabatan di dapatkan penyabab efusi pleura terbesar disebabkan oleh
efusi pleura ganas yaitu sekitar 42,8% diikuti oleh tuberkulosis sekitar 42%.
(2,3)

Berdasarkan jenis sel kanker paru, kanker paru


karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) adalah penyebab terbanyak EPG,
proporsinya adalah 40% adenokarsinoma, 23% karsinoma sel skuamosa dan
hanya 17,6% karsinoma sel kecil. Hal ini mungkin disebabkan jumlah kasus
terbanyak kanker paru adalah KPKBSK sekitar 75% dari seluruh kasus kanker
paru. Peneliti lain mendapatkan 50-60% EPG disebabkan oleh metastasis
tumor paru dan payudara di pleura, 25% disebabkan keganasan lain misalnya
limfoma, kanker sistem gastrointestinal dan genitourinaria dan 7-15% tidak
diketahui 2 tumor primernya. Peneliti dari Singapura melakukan biopsi pleura
pada 200 pasien dengan efusi pleura dan mendapatkan sel adenokarsinoma
pada 71 kasus. (1,4)

iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Efusi pleura ganas didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan
dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Efusi Pleura karena
keganasan dapat menyebabkan terkumpulnya cairan eksudat hingga menjadi efusi
pleura masif. Kenyataannya sel ganas tidak dapat ditemukan pada sekitar 25%
kasus efusi pleura yang berhubungan dengan penyakit keganasan, sehingga jika
hanya menggunakan definisi di atas dapat terjadi kekeliruan pada kasus dengan
sitologi / histologi negatif. Pada kasus efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas
pada cairan atau hasil biopsi pleura tetapi ditemukan kanker primer di paru atau
organ lain, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memasukkannya sebagai EPG. Pada
beberapa kasus, diagnosis EPG didasarkan pada sifat keganasan secara klinis,
yaitu cairan eksudat yang serohemoragik/hemoragik, berulang, masif, tidak
respons terhadap antiinfeksi atau sangat produktif meskipun telah dilakukan
torakosentesis untuk mengurangi volume cairan intrapleura. Bila tidak ditemukan
sel ganas pada jaringan atau cairan pleura baik secara biopsi maupun torakoskopi
namun ditemukan gejala-gejala efusi pleura berulang seperti yang biasa
ditunjukan oleh efusi pleura akibat keganasan, keadaan tersebut dikenal dengan
“Efusi Pleura Paramalignan”.(1)

2.2 Etiologi
Jumlah kasus terbanyak kanker paru adalah kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru.
1. Kanker Paru
Merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura karena letak
anatomisnya yang dibatasi oleh rongga pleura. Pasien dengan kanke paru
yang tidak dievaluasi dengan cermat 15% akan datang dalam keadaan efusi

v
pleura. Ada tidaknya efusi pleura pada kanker paru tergantun pada tipe dan
letak tumor di paru, akan tetapi sebab yang paling banyak adalah
adenokarsinoma. Insiden efusi pleura yang disebabkan oleh karsinoma sel
kecil adalah 10%.
2. Karsinoma Payudara
Penyebab yang kedua dari EPG adalah metastasis dari kanker payudara.
Manurut ‘Frachia’, dari 601 pasien dengan kanker payudara didapatkan 48%
memiliki efusi pleura yang buruk. Penanganan efusi pleura merupakan terapi
yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan kanker payudara, yang
menandakan seringnya terjadi efusi pleura pada kanker payudara. Menurut
Goldsmith, yang melakukan otopsi pada 365 pasien yang meninggal karena
kanker payudara didapatkan bahwa 46% diantara jumlah tersebut, ditemukan
efusi pleura. Efusi pleura merupakan akibat tersering dari kanker paudara,
sebab metastasis sebab metastasis lebih banyak terjadi secara limfatj (63%)
dibandingkan secara non limfatik (41%). Pada kasus ini efusi pleura biasanya
terjadi pada sisi paru yang sama dengan payudara yang terkena kanker
(lipsilateral 70%, kontralateral 20%, dan bilateral 10%).
3. Limfoma
Limfoma yang menyebar melalui pembuluh darah limfa, keganasan ini
menempati posisi ketiga dari penyebab terjadinya efusi pleura. Menurut Viata
dari 355 pasien Limfoma Hodkin dilaprkan bahwa 16% memiliki manifestasi
berupa efusi pleura. Dalam cairan efusi tidak terlalu banyak terdapat sel-sel
ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-sel limfosit
karena sel-sel ini ikut ke dalam aliran darah dan aliran kelenjar getah bening
melintasi rongga pleura. Diantara sel-sel yang bermigrasi inilah kadang-
kadang ditemukan sel-sel ganas limfoma malignum.
4. Mesotelioma
Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari lapisan pleura dan
merupakan tumor yang jarang ditemukan. Bila tumor ini masih terlokalisir,
biasanya tidak akan menimbulkan efusi pleura dan dapat dikatakan sebagai

vi
tumor jinak. Namun bila sudah bermetastasis atau tersebar (difus) maka dapat
dikategorikan sebagai tumor ganas, keadaan ini malignant. (4,5)

2.3 Patofisiologi
Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa
hipotesis untuk menjelaskan mekanisme EPG itu. Akumulasi efusi di rongga
pleura terjadi akibat peningkatan permeabiliti pembuluh darah karena reaksi
inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan/ atau
viseral. Pendapat lain dikemukakan oleh Rodriguez-Panadero dkk, setelah
meneliti 55 kasus postmortem tumor pleura. Ditemukan tumor di pleura viseral
pada 51 kasus sedangkan di pleura parietal pada 31 kasus. Hanya pada kasus
tumor dengan perluasan langsung, tumor ditemukan pada pleura parietal tetapi
tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan bahwa implikasi sel ganas
di pleura viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru sedangkan pada pleura
parietal adalah akibat kelanjutan proses yang terjadi di pleura viseral.
Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan
dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor
primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe
pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi
cairan di rongga pleura. Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan
permeabiliti yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain
tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan vascular
endothelial growth factor (VEGF). Penulis lain mengaitkan EPG dengan
gangguan metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan
osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura.
Berikut adalah keadaan yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dalam
rongga pleura yang disebabkan oleh keganasan:
1. Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan kadar protein dalam rongga
pleura sehingga permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi perpindahan
cairan dari dalam vaskuler ke rongga pleura.

vii
2. Masa atau tumor dapat menyebabkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan pembuluh limfe sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan
cairan dan protein.
3. Tumor dapat mempermudah terjadinya infeksi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia. Akibatnya keseimbangan kadar protein darah dan rongga
pleura terganggu dan akan menyebabkankan perpindahan cairan ke rongga
pleura akibat tekanan osmotik yang tinggi. (2,3)

2.4 Manifestasi Klinis


Pada anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak napas yang berkaitan
dengan volume cairan atau keluhan lain maka riwayat perjalanan klinis yang
mengarah ke penyakit keganasan rongga toraks dan organ luar toraks lain harus
dapat digali secara baik, sistematik dan tepat. Faktor risiko untuk penyakit
keganasan lain yang dipunyai pasien dapat memperkuat analisis, misalnya lakilaki
usia lebih dari 40 tahun dan perokok atau perempuan dengan riwayat pernah
dikemoterapi untuk kanker payudara. Kebanyakan kasus EPG simptomatis
meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume
cairan kurang dari 500ml.7-19 Sesak napas adalah gejala tersering pada kasus
EPG terutama jika volume cairan sangat banyak. Sesak napas terjadi karena
refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan keteregangan
(compliance) paru, penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan
mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral.
Estenne dkk menyimpulkan bahwa meskipun terjadi perubahan fungsi paru pada
penderita EPG misalnya perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) tetapi perubahan itu saja belum memadai untuk dapat menjelaskan
mekanisme sesak. Mereka membuat hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi
karena berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi
toraks oleh cairan. Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi
inflamasi pada pleura parietal terutama pada mesotelioma, batuk, batuk darah
(pada karsinoma bronkogenik), anoreksia dan berat badan turun. (4,5)

viii
2.5 Diagnosis
Diagnosis EPG dengan mudah dan cepat dapat ditegakkan hanya dengan
prosedur diagnosis dan alat bantu diagnostik yang sederhana, misalnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan torakosentesis saja.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam alur diagnosis dan
penatalaksanaannya menuliskan langkah awal yang paling penting untuk
diagnosis EPG adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat dan/atau
menemukan tumor primer di paru atau organ lain. Selain itu disingkirkan juga
penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit
nonkeganasan lain.
2.5.1 Anamnesis
Sesak nafas adalah keluhan tersering dari efusi pleura ganas pada lebih dari
50% penderita, terutama pada saat saat beraktivitas dan berkurang pada saat
beristirahat. Mekanisme sesak nafas dapat disebabkan reflek neurogenik paru dan
dinding dada akibat penurunan keteregangan paru (Pulmonal Compliance),
penurunan volume paru ipsi-lateral, pendorongan mediatinum kontralateral efusi
dan penekanan diafragma ipsi-lateral.
Keluhan lain biasanya berupa nyeri dada (terutama pada mesotelioma), dada
terasa penuh, batuk kering dan batuk darah yang mengindikasikan keganasan
intrabronkial. Anamnesis untuk mencari asal tumor riwayat kanker dan
pembedahan sebelumnya untuk meyakinkan apakah tumor primer berasalkan dari
organ intratoraks atau ekstratoraks.

2.5.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik bukan hanya berguna untuk menentukan lokasi dan
perkiraan volume cairan saja, tetapi untuk menemukan kelainan lain di tubuh
penderita, misalnya tumor di daerah leher, supraklavikula, aksila, payudara,
dinding dada, intraabdomen atau pembesaran prostat pada laki-laki. Dengan
pemeriksaan yang teliti juga dapat memprediksi kegawatan, misalnya tanda-tanda
sindrom vena kava superior (SVCS), karena penekanan oleh tumor.
Tanda-tanda yang dapat ditemukan antara lain edema pada wajah dan lengan

ix
kanan disertai peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di
dada. Masalah SVCS sering terjadi pada tumor paru dan mediastinum yang
kadang membutuhkan penatalaksanaan segera meskipun diagnosis pasti belum
dapat ditegakkan.(1,4,5)

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pencitraan
Foto toraks posteroanterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan
efusi pleura pada pemeriksaan fisis dan jika volume cairan tidak terlalu banyak
dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat.
Rerata volume paru kebanyakan kasus EPG adalah 500-2000ml. Etiologi
keganasan harus dipikirkan bila didapatkan volume efusi pleura sangat banyak
dan dikategorikan masif atau pada foto toraks meskipun jumlah cairan masif
tetapi tidak terlihat pendorongan mediastinum. Pada kasus dengan jumlah
5 cairan sedikit atau penyulit lain, USG toraks sangat membantu untuk
memastikan cairan dan sekaligus memberikan penanda (marker) lokasi untuk
torakosentesis dan biopsi pleura. Pada EPG dengan volume cairan sedikit dan
tidak terlihat pada foto toraks dapat dideteksi dengan CT-scan toraks dan
sekaligus dapat melihat kelainan di parenkim paru serta mediastinum dan
pembesaran kelenjar getah bening. Magnetic resonance imaging (MRI) tidak
terlalu dibutuhkan kecuali untuk evaluasi keterlibatan dinding dada atau ekstensi
transdiafragmatik pada kasus mesotelioma dan prediksi untuk pembedahan.
Positron emission tomography (PET) scan selalu positif pada EPG tetapi peran
utamanya adalah untuk evaluasi stadium lanjut mesotelioma ganas.
2. Torakosentesis diagnostik
Aspirasi cairan pleura dapat dilakukan sebagai uji diagnostik dan teraupetik.
Prosedur dilakukan dengan tehnik steril dan anatesi lokal dengan menggunakan
jarum disposable nomor 16 atau 18 gauge pada garis axilaris posterior sela iga ke-
7.
Analisis cairan pleura dapat dilakukan secara makroskopis, mikroskopis,
biokimia dan sitologi menunjukan karakteristik efusi pleura ganas sebagai berikut.

x
1) Makroskopis, bersifat jernih, sero-hemoragis
2) Mikroskopis, ditemukan eritrosit > 100.000/mm3 dan limfositosis (>50%)
3) Sitologi, ditemukan sel ganas pada sediaan apus cairan efusi pleura.
Pemeriksaan dengan cairan pleura yang lebih banyak akan meningkatkan
hasil positif. Ketetapan pemeriksaan sitologi berkisar 40-87%.
4) Biokimia, bersifat eksudat dengan memakai kriteria eksudat Light yaitu rasio
protein cairan pleura dan serum 0,5, lactat dehidrogenase (LDH) > 200 IU,
rasio LDH cairan pleura dan serum >0,6.
Kriteria lain yaitu kadar PH <7,3, glukosa <60 mg/dl atau rasio glukosa
cairan pleura dan darah <0,5, kadar amilase lebih tinggi daripada serum, rasio
bilirubin cairan pleura dan serum ≥ 0,6, gradien albumin (kadar albumin serum-
cairan pleura) >1,2 mg/dl.
Kadar pertanda tumor Carsinome Embrionik Antigen (CEA) meningkat > 10
mg/dl curiga keganasan tapi bukan merupakan diagnosa pasti. Pertanda tumor lain
yang dapat digunakan adalah lisozim, makroglobulin beta dan alfa teto protein
(AFP).
3. Bronkoskopi
Jika dengan pencitraan tidak ditemukan tumor primer intratoraks maka
perlu dilakukan bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilihat
tanda keganasan (mukosa infiltratif atau tumor primer) pada lumen bronkus atau
penekanan dinding bronkus oleh massa sentral di rongga toraks. Dengan
menggunakan bronkoskop light imaging fluorescence endoscopy (LIFE) bahkan
dapat dideteksi lesi praneoplastik. Penting diingat sebaiknya bronkoskopi
dilakukan setelah usaha pengurangan volume cairan pleura telah dilakukan
dengan maksimal sehingga observasi intrabronkus dapat maksimal dan tidak
terganggu dengan obstruksi kompresi akibat tekanan efusi pleura yang masif.
4. Torakoskopi
Pemeriksaan ini memiliki ketepatan diagnosis 90% tetapi memiliki resiko
cukup besar seperti pneumothoraks, hematothoraks dan empiema. Saat ini telah
berkembang tehnik baru yang lebih baik dan kurang invasif dengan menggunakan

xi
Video Assisted Thoracic Surgery (VATS) yang memudahkan diagnosis sekaligus
tatalaksana. (4)

2.6 Penatalaksanaan
Beberapa efusi pleura ganas mempunyai respon terhadap pemberian
kemoterapi sistemik, tetapi banyak juga penderita yang memerlukan tindakan
interversi lokal untuk menghilangkan gejala seperti torakosintesis, pleurodesis,
shunt peritonial dan pleurektomi. Jika proses keganasan tersebut sensitif dengan
kemoterapi seperti limfoma dan karsinoma sel kecil, pengobatan akan dapat
mengontrol efusi pleura. Livingstone dkk., melaporkan 36%penderita dengan
karsinoma sel kecil yang dilakukan kemoterapi dapat mencegah berulangnya
pembentukan cairan dengan pemberian kemoterapi sistemik.
Penatalaksanaan efusi pleura ganas tergantung dari beberapa faktor antara
lain penyakit dasar, jenis sel, stadium, luas penyakit, tampilan dan angka harapan
hidup. Banyak penderita yang memerlukan penatalaksanaan invansif untuk
menghilangkan gejala seperti torasentesis, pleurodesis, bedah pintas,
pleuroperitonal dan pleurektomi.
1. Torakosentesis
Pasien dengan efusi pleura masif harus selalu dilakukan pengeluaran
cairan karena cairan pleura akan menekan organ intratoraks. Tindakan
tersebut dilakukan pada sela iga ke enam atau ke tujuh pada garis mid axilaris
atau axilaris posterior. Chest tube atau kateter dimasukkan ke dalam rongga
pleura yang dihubungkan dengan sistem WSD atau negatif continuous
suction dengan tekanan -15 sampai -20 CmH2O. Pengeluaran cairan pleura
dianjurkan tidak sekaligus (maksimal 1,5 liter) karena akan terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan edema paru re-
ekspansif. Komplikasi lain adalah cedera paru, hematotoraks, pneumotoraks,
emfisema sub-kutis, reflek vasovagal, hipotensi, gagal jantung dan infeksi
sekunder.
2. Pleurodesis

xii
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik
secara kimiawi, mineral, maupun mekanik, secara permanen untuk mencegah
akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Pleurodesis telah
diterima sebagai terapi paliatif pada efusi pleura ganas yang berulang dengan
memasukkan bahan tertentu ke dalam benda pleura.telah banyak penelitian
tentang keberhasilan penggunaan berbagai bahan kimia, anti kanker, talk,
bakteri, steroid dan bahan lain. Keberhasilan terapi didapat dengan cara
mengukur pengurangan produksi cairan dan menilai reakumulasi cairan.
a) Pleurodesis dengan tetrasiklin, dosisiklin dan minosiklin
b) Pleurodesis dengan povidon iodine
c) Pleurodesis dengan talk
d) Pleurodesis dengan anti kanker
e) Pleurodesis dengan bahan lain
3. Bedah pintas pleuro-peritoneal
Tindakan ini merupakan pilihan pada pasien dengan efusi yang menetap
setelah dilakukan tindakan pleurodesis. Pintas pleuroperitoneal dengan
pompa Denver dilakukan dengan bantuan torakoskopi atau toraktoktomi
mini. Komplikasi prosedur ini yaitu infeksi dan penyebaran tumor ke
peritonium walaupun jarang terjadi
4. Pleurektomi
Pleurektomi adalah tindakan dengan membuang pleura parietal yang
menutupi daerah iga dan mediastinum. Pleurektomi dengan VATS lebih
aman walaupun belum banyak digunakan. Perhimpunan dokter paru
indonesia telah merumuskan alur diagnosis dan penetalaksanaan efusi pleura
ganas. (2)

xiii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Efusi pleura ganas (EPG) adalah efusi yang terjadi yang berhubungan
dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada
pemeriksaan sitologi cairan pleura, biopsi pleura, atau otopsi
2) Penatalaksanaan efusi pleura tergantung dari beberapa faktor antara
lain penyakit dasar, jenis sel, stadium, luas penyakit, tampilan, dan
angka harapan hidup.
3) Penatalaksanaan EPG adalah dengan torakosintesis, biopsi pleura
parieto-viseral, pleurodesis, dan pleurektomi.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

1. Thabrani Rab, Prof.Dr. H. “Penyakit Pleura”. Edisi Pertama. Transmedia:


Jakarta. 2010. Hal 142-155.
2. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”.
Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. 2013.
3. Perhimpunan Dokter Indonesia Cabang Banten. “Diagnosis dan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Paru”. CV Sagung Seto: Jakarta. 2010. Hal 55-63.
4. Khairani R, Syahruddin E, Partakusuma L.G. “ Karakteristik Efusi Pleura di
Rumah Sakit Persahabatan”. J Respir Indo Vol:32. 2012.
5. Sabiston, DC. Kelainan Pleura dan Empiema. Buku Ajar Bedah Bagian 2.
Penerbit buku kedoktern EGC. Jakarta. 2012. Hal:665-666.

xv

Anda mungkin juga menyukai