Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS DEWASA

KEDOKTERAN KELUARGA

SEORANG WANITA USIA 53 TAHUN DENGAN


HIPERTENSI STAGE I

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Komprehensif dan Kedokteran


Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Resha Febryani Dwi Putri
22010118220094

Dosen Pembimbing :
dr. Dea Amarilisa Adespin, M.Kes

KEPANITERAAN KOMPREHENSIF DAN KEDOKTERAN KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Anak Kedokteran Keluarga Seorang Wanita 53 Tahun dengan


Hipertensi Stage 1 guna melengkapi tugas Kepaniteraan Komprehensif dan
Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro pada tanggal
02 Desember 2020 di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNDIP Semarang.

Semarang, 07 Desember 2020

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

dr. Dea Amarilisa Adespin, M.Kes


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan Kedokteran
Keluarga yang berjudul “Seorang Wanita 53 Tahun dengan Hipertensi Stage 1”
Laporan ini dibuat guna memenuhi salah satu syarat tugas Kepaniteraan
Komprehensif Kedokteran Keluarga di Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Tentunya kami berharap pembuatan laporan ini tidak hanya berfungsi
sebagai apa yang telah disebutkan di atas. Namun, besar harapan kami agar laporan
ini juga dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang berhubungan dengan masalah
ini.
Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dosen pembimbing kami: dr. Dea Amarilisa Adespin, M.Kes


2. Seluruh teman-teman kepaniteraan Komprehensif Kedokteran Keluarga,
semoga kita semua mendapatkan hasil yang maksimal atas usaha kita.

Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan


oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan
kritikan yang membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Semarang, 07 Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang). Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, infak
miokard, diabetes dan gagal ginjal. Hipertensi disebut juga sebagai “pembunuh
diam–diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakan
gejala.1,2
Secara global prevalensi tertinggi peningkatan tekanan darah usia ≥18
tahun pada tahun 2014 terdapat di Afrika sebesar 30% dan terendah terdapat di
Amerika yaitu sebesar 18%. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menduduki
peringkat ke-6 dengan prevalensi hipertensi sebesar 24%.3 Penderita Hipertensi
di Indonesia menurut data karakteristik kelompok umur dengan kasus tertinggi
pada kelompok umur ≥ 75 tahun yaitu 63,8% dan kasus terendah pada
kelompok umur 15- 24 tahun yaitu 8,7%. Dan berdasarkan data di Indonesia,
penderita Hipertensi tertinggi pada perempuan (28,8%) dibandingkan dengan
laki- laki (22,8%).4
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis. Tidak semua hipertensi memerlukan terapi farmakologis. Dalam
upaya mencegah atau menghambat memburuknya hipertensi, perlu
diperhatikan faktor perilaku terhadap kesehatan dan lingkungan, perlu
dilaksanakan pendekatan kedokteran keluarga agar setiap penatalaksanaan
pasien lebih komprehensif dan berkesinambungan.
1.1 Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini adalah :
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari studi ini adalah memahami dan melaksanakan
diagnostik holistik serta penanganan komprehensif pasien hipertensi
berdasarkan pendekatan keluarga.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari studi kasus ini adalah:
- Mengetahui dignosis holistik pasien dan keluarga pasien
- Terlaksananya penatalaksanaan pasien secara komprehensif

1.2 Manfaat
Penyusunan laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi media belajar
bagi mahasiswa agar dapat melaksanakan praktek kedokteran keluarga
termasuk diagnostik holistik dan penanganan komprehensif secara langsung
kepada pasien dengan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang). Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke,
infak miokard, diabetes dan gagal ginjal. Hipertensi disebut juga sebagai
“pembunuh diam–diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakan gejala.2
2.1.2 Epidemiologi
Secara global prevalensi tertinggi peningkatan tekanan darah usia
≥18 tahun pada tahun 2014 terdapat di Afrika sebesar 30% dan terendah
terdapat di Amerika yaitu sebesar 18%. Di kawasan Asia Tenggara,
Indonesia menduduki peringkat ke-6 dengan prevalensi hipertensi sebesar
24% setelah Bhutan (27,7%), Timor Leste (26%), Nepal (25,9%), India
(25,9%) dan Bangladeshn(25,1%), sedangkan prevalensi hipetensi terendah
yaitu Srilanka sebesar 21,6%).3
Prevalensi Hipertensi pada umur ≥18 tahun di Indonesia yang
pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat Hipertensi
sendiri sebesar 9,5%. Prevalensi Hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil
pengukuran pada umur ≥18 tahun sebagian besar (63,2%) kasus Hipertensi
di masyarakat tidak terdiagnosis. Penderita Hipertensi di Indonesia menurut
data karakteristik kelompok umur dengan kasus tertinggi pada kelompok
umur ≥ 75 tahun yaitu 63,8% dan kasus terendah pada kelompok umur 15-
24 tahun yaitu 8,7%. Dan berdasarkan data di Indonesia, penderita
Hipertensi tertinggi pada perempuan (28,8%) dibandingkan dengan laki-
laki (22,8%).4
2.1.3 Klasifikasi
a. Berdasarkan Etiologi5
1. Hipertensi Primer atau Esensial
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Hipertensi esensial sendiri
merupakan 95% dari seluruh kasus Hipertensi.
2. Hipertensi Sekunder
Merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain atau
kelainan organik yang jelas diketahui dan meliputi 2-10% dari
seluruh penderita hipertensi. Jenis ini biasanya sembuh setelah
penyebabnya diobati atau dihilangkan.
b. Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah
Diastolik (TDD)
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VIII2

2.1.4 Faktor Risiko


a. Umur
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada
wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya
sudah berkurang.6
b. Kurang Olahraga/ Aktivitas Fisik
Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan yang memberikan banyak
keuntungan seperti berkurangnya berat badan, tekanan darah, kolesterol
serta penyakit jantung. Dalam kaitannya dengan Hipertensi, olahraga
teratur dapat mengurangi kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan
daya tahan jantung dan paru-paru sehingga dapat menurunkan tekanan
darah.6
c. Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga
Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang
dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik ini sangat
bervariasi, dilaporkan sekitar 15% pada populasi tertentu sampai dengan
60% pada populasi lainnya.6
d. Berat Badan/ Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung
untuk memompa darah. Berat badan berlebihan menyebabkan
bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Makin
besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini
mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri menjadi lebih
besar.6
e. Asupan Natrium
Diet yang terlalu tinggi natrium dapat meningkatkan risiko terserang
hipertensi. Makan terlalu banyak unsur natrium dalam garam dapat
meningkatkan tekanan darah. Sebagian besar natrium kita dapatkan
berasal dari makanan olahan dan makanan restoran.2
f. Konsumsi Alkohol dan Merokok
Hipertensi akan meninggi jika meminum alkohol lebih dari tiga kali
dalam sehari. Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi
tinggi. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko diabetes,
serangan jantung, dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang terus
dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan kombinasi
yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit- penyakit yang
berkaitan dengan jantung dan darah.1
g. Stress
Hubungan stress dengan Hipertensi, diduga terjadi melalui saraf
simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress
berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.6
2.1.5 Patofisiologi
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis
merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding
pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol,
produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam
lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan
plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh
darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi
sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida
endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi
primer.5
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-convertingenzyme
(ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.5
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa
haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.5
2.1.6 Manifestasi Klinis
Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita hipertensi tidak
dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi. Tetapi dapat
ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan
cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat terdapat edema
pupil (edema pada diskus optikus).7
Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan
simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai
berdebar–debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler
terasa tubuh cepat untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian
dada, bengkak pada kedua kaki atau perut. Gejala yang muncul sakit kepala,
pendarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa
terjadi saat orang menderita hipertensi.2
Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan
penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme primer,
mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom
cushing, polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat muncul dengan
keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang
saat berdiri (postural dizzy). Saat hipertensi terjadi sudah lama pada
penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang berat dan tidak diobati
gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas,
gelisah, pandangan menjadi kabur.2,5
Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal. Pada penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan mengakibatkan penderita mengalami koma karena terjadi
pembengkakan pada bagian otak. Keadaan tersebut merupakan keadaan
ensefalopati hipertensi.5
2.1.7 Tatalaksana
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis. Tidak semua hipertensi memerlukan terapi farmakologis.
Terapi farmakologis dimulai pada kondisi tertentu yang dijelaskan dalam
Guideline JNC 8. Dalam guideline tersebut, terdapat sembilan rekomendasi,
yaitu:2,6
1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150
mmHg atau diastolik ≥90 mmHg dengan target sistolik <150 mmHg
dan target diastolik <90 mmHg.
2. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis dimulai jika
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah
diastolik <90 mmHg.
3. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologi jika tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg.
4. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg
dan diastolik <90 mmHg.
5. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis
dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90
mmHg dengan target tekanan darah sist <140 mmHg dan diastolik <90
mmHg.
6. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk pasien dengan diabetes,
terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe tiazid,
calcium channel blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB).
7. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk pasien dengan diabetes,
terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe tiazid atau
CCB.
8. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau
ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua
pasien penyakit ginjal kronik dengan hipertensi terlepas ras atau status
diabetes.
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan
target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1
bulan
10. Perawatan, tingkatkan dosis obat atau tambahkan obat kedua dari salah
satu kelas yang direkomendasikan.
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh
JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide atau aldosteron antagonis,
beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau
AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB).1,2
Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap
tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat
penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
b. Meningkatkan aktifitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%
daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit
sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
Olah raga yang dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan,
lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 x per
minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan
mengendalikan stress.
c. Mengurangi asupan natrium
Membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼ atau ½ sendok teh (6
gram/hari), menurunkan berat badan. Apabila diet tidak membantu
dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
d. Hindari konsumsi kafein, alkohol dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara
konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko
hipertensi.
2.1.8 Komplikasi
Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang
berbahaya seperti :2,7
a. Gagal Jantung
Gagal jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi jantung tidak
mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi
karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung
b. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke, karena tekanan
darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang
sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah
otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat berakibat kematian.
Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang
macet dipembuluh yang sudah menyempit.
c. Kerusakan Ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang
menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan
adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan
membuangnya kembali kedarah
d. Kerusakan Penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata,
sehingga mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur atau buta.
2.2 Kedokteran Keluarga
2.2.1 Hakikat Kedokteran Keluarga
Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional,
yaitu pengetahuan klinik yang dimplementasikan pada komunitas keluarga.
Dokter harus memahami manusia bukan hanya sebagai makhluk biologik,
tetapi juga makhluk sosial. Dalam hal ini harus memahami hakikat biologik,
psikologik, sosiologik, ekologik, dan medik.8
a. Hakikat biologik
Kedokteran keluarga memperhatikan pula perihal dinamika
kehidupan keluarga sebagai makhluk biologis, yaitu masuk keluarnya
seseorang anggota keluarga dalam organisasi keluarga. Mulai dari
proses pra-konsepsi/ pra-nikah sampai lahirnya anak, atau
bertambahnya jumlah anggota keluarga. Bertambahnya usia kemudian
meninggal, atau anggota keluarga yang pindah tempat, sehingga
berkurang jumlah anggota keluarga.8
Untuk lebih terinci menilai permasalahan keluarga, dinilai dari
kualitas hidup keluarga serta fungsi keluarga, yaitu peranan fungsi
biologis keluarga perihal yang berkenaan dengan organ sistem terpadu
dari individu dan anggota keluarga lainnya yang mempunyai risiko,
meliputi: adanya faktor keturunan, kesehatan keluarga, dan reproduksi
keluarga; yang semuanya berpengaruh terhadap kualitas hidup
keluarga.8
b. Hakikat psikologik
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai aktivitas dan tingkah
laku yang merupakan gambaran sikap manusia yang menentukan
penampilan dan pola perilaku dan kebiasaannya.8
c. Hakikat sosiologik
Dalam kehidupannya manusia berhubungan dengan sesama baik
lingkup keluarga, pekerjaan, budaya, dan geografis, yang menimbulkan
berbagai proses dan gejolak. Kebijaksanaan yang digunakan dokter
keluarga adalah yang berorientasikan penyakit/ permasalahan yang
berhubungan dengan :8
 Proses dinamika dalam keluarga
 Potensi keluarga
 Kualitas hidup yang dipengaruhi oleh budaya positif
 Pendidikan dan lingkungannya
d. Hakikat ekologik
Ekologi dalam kedokteran keluarga membahas manusia seutuhnya
dalam interaksinya dengan sesamanya dan spesies lainnnya juga
hubungannya dengan lingkungan fisik dalam rumah tangganya.8
e. Hakikat medik
Temuan-tmuan di bidang teknologi kedokteran akan juga
mempengaruhi ilmu kedokteran keluarga. Pergeseran pola perilaku dan
pola penyakit, akan mempengaruhi pola pelayanan kedokteran. Karena
itu, kedokteran keluarga sebagai ilmu akan berkembanga dalam bidang
yang mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan
keluarga.8

2.2.2 Pendekatan Kedokteran Keluarga


Prinsip dalam kedokteran keluarga adalah pendekatan keluarga.
Pendekatan keluarga merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan
yang terencana, terarah, untuk menggali, meningkatkan, dan mengarahkan
peran serta keluarga agar dapat memanfaatkan potensi yang ada guna
menyembukan anggota keluarga dan menyelesaikan masalah kesehatan
keluarga yang mereka hadapi. Dalam pendekatan ini diberdayakan apa yang
dimiliki oleh keluarga dan anggota keluarga untuk menyembukan dan
menyelesaikan masalah keluarga. Hal ini dapat dilakukan bila memahami
profil dan fungsi keluarga.8
Pelayanan kedokteran keluarga merupakan pelayanan yang bersifat
komprehensif, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Materi kedokteran keluarga pada hakikatnya merupakan kepedulian dunia
kedokteran perihal masalah-masalah ekonomi dan sosial, di samping
masalah organobiologik, yaitu ditujukan terhadap pengguna jasa sebagai
bagian dalam lingkungan keluarga. Demikian pula pemanfaatan ilmunya
yang bersifat menyeluruh, yaitu pelayanan terhadap masalah organ, mental-
psikologikal dan sosial keluarga.8
BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. M
Umur : 50 tahun
Alamat : Sambiroto RT 08/02, Semarang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa

3.2 Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah


Tabel 2. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah
Kedudukan
Umur Pekerja
No. Nama dalam JK Pendidikan Status
(tahun) an
keluarga
Kepala
1. Tn. H L 55 Tamat SMP Swasta Sehat
Keluarga
HT
2. Ny. M Istri P 53 Tamat SMP IRT
stage 1
3 Tn. Y Anak L 25 Tamat SMK Swasta Sehat

3.3 Family assessment tools


A. Genogram

Gambar 1. Genogram
Pemberi Informasi : Ny. M
Tanggal pembuatan : 02 Desember 2020
Jenis keluarga : keluarga inti (nuclear family)

Keterangan Genogram :

: Perempuan

: Laki-laki

: Pasien

: Tinggal serumah

B. Family Map

Gambar 2. Family Map

Ny. M : pasien
Tn. H : suami pasien
Tn. D : anak pasien
Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: Hamil

= : Fungsional

Kesimpulan : Hubungan antara pasien, istri, anak, menantu dan cucu


pasien yang tinggal serumah dalam keadaan fungsional.

C. Skor APGAR
Tabel 3. Skor APGAR

NO PERTANYAAN Tn. Ny. M Tn. D


H
1 Adaption: Saya puas dengan keluarga
saya karena masing-masing anggota
2 2 2
keluarga sudah menjalankan
kewajiban sesuai dengan seharusnya
2 Partnership: Saya puas dengan
keluarga saya karena dapat
membantu memberikan solusi 2 2 2
terhadap permasalahan yang saya
hadapi
3 Growth: Saya puas dengan kebebasan
yang diberikan keluarga saya untuk
2 2 1
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki
4 Affection: Saya puas dengan
kehangatan/ kasih sayang diberikan 2 2 2
keluarga saya
5 Resolve: Saya puas dengan waktu
yang disediakan keluarga untuk 2 2 2
menjalin kerjasama

Keterangan skor APGAR:


- Skor 2 : Hampir selalu
- Skor 1 : Kadang-kadang
- Skor 0 : Hampir tidak pernah

Didapatkan hasil :
Tn. H : 10 keluarga pasien fungsional
Ny. M : 10 keluarga pasien fungsional
Tn. D : 9 keluarga pasien fungsional

D. Skor SCREEM
Tabel 4. Skor SCREEM

Sumber Patologi
Sosial Interaksi sosial merupakan bukti antara Tidak ada
anggota keluarga, anggota keluarga jalur
komunikasi yang seimbang dengan grup sosial
di luar keluarga seperti tetangga dan
lingkungan kerja.
Kebudayaan Kebudayaan Jawa namun tidak disertai dengan Tidak ada
adanya mitos-mitos tertentu
Keagamaan Taat beribadah, memiliki ruang Tidak ada
beribadah, seluruh anggota keluarga memiliki
kepercayaan yang sama
Ekonomi Stabilitas ekonomi cukup untuk menyediakan Tidak ada
kebutuhan primer dan sekunder
Pendidikan Pendidikan anggota keluarga cukup untuk Tidak ada
dapat memecahkan atau memahami sebagian
besar masalah yang muncul dalam keluarga
Kesehatan Perawatan kesehatan biasanya terlebih dahulu Tidak ada
berdasarkan pengalaman sebelumnya, apabila
tidak perbaikan kemudian datang ke fasilitas
kesehatan

Keterangan : sumber daya dalam keluarga memadai

E. Family Life Line


Tabel 5. Family Life Line
Pasien
Tahun Usia Life Event Severity of Illness
1967 0 Lahir
1973 6 th Masuk SD
1979 12 th Masuk SMP
1982 15 tahun Lulus SMP
1983 16 tahun Bekerja
1986 19 tahun Menikah, tidak bekerja lagi
1987 20 tahun Hamil Anak I
1994 28 tahun Hamil Anak II

Suami
Tahun Usia Life Event Severity of Illness
1965 0 Lahir
1971 6 th Masuk SD
1977 12 th Masuk SMP
1980 15 tahun Masuk SMK
1983 18 tahun Lulus SMK
1984 19 tahun Bekerja
1986 21 tahun Menikah

Anak ke 2
Tahun Usia Life Event Severity of Illness
1995 0 Lahir
2001 6 th Masuk SD
2007 12 th Masuk SMP
2010 15 tahun Masuk SMK
2013 18 tahun Lulus SMK
2014 19 tahun Bekerja
2020 25 tahun Bekerja

F. Family Life Cycle


Berdasarkan 8 tahap oleh Duvall, keluarga An. A termasuk dalam
tahap ke 6 yaitu keluarga dengan anak meninggalkan keluarga (anak
pertama pergi dan anak terakhir tinggal di rumah).

Gambar 3. Family Life Cycle


3.4 Resume Penyakit dan Penatalaksanaan yang Sudah Dilakukan
3.4.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 2
Desember 2020 pukul 10.00 WIB.
a. Keluhan : pusing dan leher kencang
b. Riwayat penyakit sekaranh
Pasien mengeluh pusing dan leher terasa kencang ±1 hari, pusing
terasa cekot-cekot, dirasakan terus menerus. Pusing dirasa semakin
bertambah jika melakukan aktivitas, seperti berjalan namun pasien tidak
sampai terjatuh. Keluhan berkurang jika pasien beristirahat. Demam (-
), pusing berputar (-), pandangan kabur (-), dada berdebar-debar (-),
nyeri telan (-), nyeri dada (-), pingsan (-), mual (-), muntah (-), batuk
lama (-), suara serak (-), sesak (-), penurunan berat badan (-). BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Tidak ada riwayat trauma pada daerah leher dan
kepala. Pasien tidak memeriksakan diri karena tidak terlalu
mengganggu aktivitas. Pasien mengatakan sangat suka makanan asin.
Pasien juga mengatakan jarang sekali berolah raga. Pasien tidak pernah
merokok ataupun minum minuman berakohol.
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat hipertensi sebelumnya (-)
- Riwayat alergi (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat alergi (-)
e. Riwayat sosial ekonomi
Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tinggal
bersama suami dan satu orang anaknya. Seluruh anggota keluarga sudah
memiliki BPJS. Penghasilan total keluarga perbulan rata-rata
Rp.4.500.000,-. Kesan sosial ekonomi cukup.

3.4.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 02 Desember 2020 pukul
10.15 WIB.
Keadaan umum : baik, composmentis
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
TD : 140/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,70C
Status Internus
Kepala : mesosefal, rambut kusam dan mudah tercabut (-)
Mata : konjungtiva palpebral anemis (-), sklera ikterik (-), mata
cekung (-)
Telinga : discharge (-)
Hidung : nafas cuping (-), epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-) T1-T1, faring hiperemis (+/+)
Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax :
Paru depan : In : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : SD vesikuler, ST (-), ronkhi (-), wheezing (-)
Paru belakang :In : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : SD vesikuler, ST (-), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : In : iktus kordis tak tampak
Pa : iktus kordis teraba di SIC IVLMCS
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : bunyi jantung I-II normal, bising(-), gallop (-)
Abdomen :I : datar, jejas (-)
Au : BU (+) normal
Pa : Supel, nyeri tekan(-). Hepar lien tidak teraba
Pe : Timpani seluruh regio abdomen
Ekstremitas superior inferior
oedema -/- -/-
sianosis -/- -/-
akral dingin -/- -/-
CRT <2” / <2” <2”/<2”

3.4.3 Diagnosis
Hipertensi Stage 1
3.4.4 Rencana Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Amlodipin 10 mg 1x1 (malam hari)
- Vitamin B kompleks 1x1
Non Medikamentosa
- Edukasi mengenai hipertensi, komplikasi yang terjadi, tanda gejalanya,
serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila terdapat tanda
gejala yang sesuai.
- Edukasi untuk menjaga gaya hidup seperti pola makan rendah garam,
olahraga minimal 30 menit 3x dalam seminggu, memanajemen stres
dan istirahat yang cukup.
- Edukasi rutin kontrol ke Dokter dan rutin mengonsumsi obat.
3.5 Identifikasi Fungsi Keluarga
1. Fungsi Biologis
Pasien merasa pusing dan leher terasa kencang. Pasien tidak
mengonsumsi obat. Keluhan berkurang jika pasien beristirahat. Pasien
belum pernah mengalami keluhan serupa.
2. Fungsi Psikologis
Pasien tinggal bersama suami dan satu anaknya. Hubungan antara
pasien dengan keluarga baik. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Keluarga sangat menyayangi dan mengasihi pasien. Bila terdapat masalah,
penyelesaian di diskusikan bersama dan keputusan akhir juga diambil
bersama. Setiap hari keluarga inti menyediakan waktu untuk berkumpul
bersama.
3. Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh suami dan anak
laki-laki pasien dengan pendapatan total perbulan kurang lebih Rp
4.500.000,-. Pasien dan keluarga sudah memiliki Kartu BPJS.
4. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMP.
5. Fungsi Religius
Pasien dan keluarga menganut agama Islam. Keluarga pasien sehari-
hari taat beribadah dan mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungan
sekitar. Pasien dan keluarga sering shalat berjamaah bersama di rumah
6. Fungsi Sosial dan Budaya
Pasien dan keluarga tinggal di Sambiroto Semarang. Komunikasi
keluarga dengan tetangga baik. Pasien bersosialisasi dan berpastisipasi
dalam pertemuan RT. Tidak ada mitos atau kepercayaan dalam keluarga.
3.6 Identifikasi Lingkungan Rumah
Tabel 6. Indikator Rumah Sehat
Indikator Variabel Skor
Skor
rumah
Tidak rawan banjir 3 3
Lokasi
Rawan banjir 1
Tidak padat (> 8 m2/orang) 3 3
Kepadatan rumah
Padat (<8 m2/orang) 1
Semen, ubin, keramik,
3 3
Lantai kayu
Tanah 1
Cukup 3 3
Pencahayaan
Tidak cukup 1
Ada 3 3
Ventilasi
Tidak ada 1
Air kemasan 3
Ledeng PAM 3
Mata air terlindung 2
Sumur pompa tangan 2
Air bersih
Sumur terlindung 2 2
Sumur tidak terlindung 1
Mata air tidak terlindung 1
Lain-lain 1
Leher angsa 3 3
Pembuangan Plengsengan 2
Kotoran Cemplung/cubuk 2
Kakus Kolam ikan/sungai/kebun 1
Tidak ada 1
Jarak > 10 meter 3 3
Septic tank
Lainnya 1
Sendiri 3 3
Kepemilikan WC Bersama 2
Tidak ada 1
Saluran tertutup 3
SPAL Saluran terbuka 2 2
Tanpa saluran 1
Mengalir lancar 3 3
Saluran got
Mengalir lambat 2
Tergenang 1
Tidak ada got 1
Diangkut petugas 3
Ditimbun 2
Dibuat kompos 3
Pengelolaan
Dibakar 2 2
sampah
Dibuang ke kali 1
Dibuang sembarangan 1
Lainnya 1
Tidak ada 3 3
Polusi udara
Ada gangguan 1
Listrik/gas 3 3
Minyak tanah 2
Bahan bakar masak
Kayu bakar 1
Arang/batu bara 1
Total skor 39

Penetapan kategori rumah sehat:


a. Baik : Skor 35 - 42 (83 %)
b. Sedang : Skor 29 - 34 (69 - 83 %)
c. Kurang : Skor < 29 (< 69 %)

Kamar 3
KM Dapur

Kamar 2

Ruang Makan
Kamar 1

Ruang Tamu

Ruang Keluarga
Teras Depan

Gambar 4. Denah Rumah


3.7 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
1. Faktor Perilaku
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien makan 3x sehari.
Pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan asin. Pasien jarang
berolahraga. Apabila merasa tidak sehat, pasien tidak berani membeli obat
di warung sendiri, pasien akan langsung pergi berobat ke klinik
menggunakan BPJS.
2. Faktor Lingkungan
Tinggal dalam lingkungan yang tidak padat penduduk. Kebersihan
di dalam rumah baik. Pencahayaan di dalam rumah cukup dan sirkulasi
udara juga cukup. Sumber air minum berasal dari air sumur yang dimasak
sebelum diminum. Pasien memiliki jamban sendiri. Untuk pembuangan
limbah dibuang ditempat sampah kemudian dibakar.
3. Faktor Sarana Prasarana
Terdapat Klinik Afiat yang berjarak ± 2 km dari rumah pasien.
Apabila sakit, pasien di antarkan berobat oleh suami atau anak pasien
menggunakan motor. Terdapat sarana transportasi umum menuju ke klinik.

4. Faktor Keturunan
Keluarga tidak memiliki riwayat hipertensi, sakit jantung, diabetes
mellitus, osteoarthritis.

3.8 Pengetahuan Kedokteran Wisata


Dari hasil identifikasi pengetahuan keluarga mengenai kedokteran wisata
diperoleh hasil bahwa keluarga belum mengetahui apa saja yang harus
dipersiapkan sebelum, selama dan sepulang dari tempat wisata agar kesehatan
keluarga tetap terjaga. Pengetahuan keluarga hanya sebatas menyediakan bekal
makanan untuk wisata dan membawa obat sederhana seperti minyak kayu
putih.
3.9 Diagnosis Holistik
a. Aspek Personal
Keluhan : pusing dan leher kencang
Kekhawatiran : pasien khawatir kondisi kesehatannya memburuk
Harapan : pasien berharap dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan nyaman dan kembali sehat
b. Aspek Klinis
Hipertensi stage 1
c. Aspek Risiko Internal
- Usia : 53 tahun
- Pola makan :
Frekuensi makan rata-rata 3x sehari. Jenis makanan dalam keluarga
cukup bervariasi. Variasi makanan sebagai berikut: nasi, lauk (tahu,
tempe, telur, daging ayam), sayur hijau, dll, air minum biasanya air
putih atau teh. Pasien sering makan makanan yang asin.
- Perilaku kesehatan : Apabila sakit langsung ke faskes terdekat
- Gaya hidup : Pasien dan keluarga jarang berolahraga
- Kebiasaan :
Pola makan teratur, sering konsumsi makanan asin. Pasien tidak
merokok ataupun mengkonsumsi alkohol
- Spiritual : Keluarga beragama islam dan rajin beribadah
d. Aspek Risiko Eksternal dan Psikososial
- Keluarga rutin membawa pasien ke klinik jika sakit.
- Akses menuju klinik mudah dijangkau. Jarak klinik 2 km dari rumah.
- Kondisi ekonomi keluarga cukup.
- Keadaan rumah bersih. Keluarga memiliki sumber air bersih dari
sumur, ditutup dan memiliki jamban keluarga dirumah, sampah
dibuang pada tempat sampah dan dibakar.
e. Derajat Fungsional
Pasien masih aktif dan tidak membutuhkan bantuan untuk kegiatan
sehari-hari.
3.10 Rencana Penatalaksanaan secara Komprehensif
3.10.1 Patient Oriented Care
1. Promotif
- Edukasi mengenai hipertensi, komplikasi yang terjadi, tanda
gejalanya, serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan
bila terdapat tanda gejala yang sesuai.
- Edukasi untuk menjaga gaya hidup seperti pola makan rendah
garam, olahraga minimal 30 menit 3x dalam seminggu,
memanajemen stres dan istirahat yang cukup
2. Preventif
- Melakukan konseling kepada pasien untuk menubah gaya hidup,
rutin kontrol dan mengikuti Prolanis ke fasilitas kesehatan terdekat.
- Mengurangi mengonsumsi makanan asin, gorengan dan
mengandung MSG
- Rajin berolahraga dan istirahat yang cukup

3. Kuratif
- Megubah gaya hidup seperti pola makan rendah garam, olahraga
minimal 30 menit 3x dalam seminggu, memanajemen stres dan
istirahat yang cukup
- Pasien rutin kontrol ke dokter
4. Rehabilitatif
Tidak ada

3.10.2 Family Focused


1. Promotif
- Edukasi keluarga mengenai hipertensi dan komplikasi yang dapat
terjadi.
- Edukasi keluarga untuk bersama-sama menjaga gaya hidup seperti
pola makan rendah garam, olahraga minimal 30 menit 3x dalam
seminggu,, memanajemen stres dan istirahat yang cukup.
2. Preventif
- Memotivasi anggota keluarga mengenai pentingnya medical chek
up untuk mendeteksi dini penyakit
- Mengurangi mengonsumsi makanan asin, gorengan dan
mengandung MSG
- Memotivasi agar rajin berolahraga
3. Kuratif
- Memotivasi keluarga untuk membantu mengawasi gaya hidup
pasien seperti pola makan, aktivitas pasien, waktu istirahat, waktu
kontrol
4. Rehabilitatif
Memotivasi keluarga untuk memberikan dukungan dan membantu
pasien mempersiapkan mental dan jasmani dalam mengembalikan
kondisi pasien sehingga dapat beraktivitas seperti sebelumnya

3.10.3 Community Oriented


1. Promotif
- Edukasi tetangga atau lingkungan sekitar untuk menerapkan pola
hidup sehat seperti makan rendah garam, mengurangi gula,
mengurangi makanan tinggi lemak dan olahraga minimal 30 menit
3x dalam seminggu, memanajemen stres dan istirahat yang cukup
- Edukasi tetangga atau lingkungan sekitar untuk menjaga pola
makan seperti makan teratur, mengurangi makanan asin, manis,
tinggi lemak dan mengandung MSG
- Edukasi pada tetangga atau lingkungan sekitar mengenai prolanis
2. Preventif
- Memotivasi tetangga atau lingkungan sekitar untuk melakukan
medical chek up untuk mendeteksi dini penyakit
- Memotivasi tetangga atau lingkungan sekitar untuk menerapkan
hidup sehat dengan mengadakan olahraga atau senam bersama
3. Kuratif
- Memotivasi tetangga atau lingkungan sekitar untuk mengingatkan
pasien agar menerapkan gaya hidup sehat, rutin kontrol. Apabila di
keluarga tetangga merasa kurang sehat agar segera berobat
difasilitas kesehatan terdekat
4. Rehabilitatif
- Memotivasi tetangga atau lingkungan sekitar untuk memberikan
dukungan dan membantu pasien mempersiapkan mental dan
jasmani dalam mengembalikan kondisi pasien sehingga dapat
beraktivitas seperti sebelumnya

3.11 Diagram Realita


Ny. M 53 tahun
dengan Hipertensi
Stage 1
Genetik
Riwayat Hipertensi dan diabetes
militus di keluarga disangkal

Lingkungan
Yankes Kebersihan
Status
Klinik berjarak 2 rumah, dapur,
kesehatan
km dari rumah dan kamar
pasien mandi baik

Perilaku
Kebiasaan pasien suka mengonsumsi makanan asin
Pasien jarang berolahraga

Gambar 5. Diagram Realita


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan pasien wanita 53 tahun dengan hipertensi dilakukan
melalui pendekatan kedokteran keluarga adalah sebagai berikut :
Promotif
- Edukasi mengenai hipertensi, komplikasi yang terjadi, tanda gejalanya,
serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila terdapat tanda
gejala yang sesuai.
- Edukasi untuk menjaga gaya hidup seperti pola makan rendah garam,
olahraga minimal 30 menit 3x dalam seminggu, memanajemen stres dan
istirahat yang cukup
Preventif
- Melakukan konseling kepada pasien untuk menubah gaya hidup, rutin
kontrol dan mengikuti Prolanis ke fasilitas kesehatan terdekat.
- Mengurangi mengonsumsi makanan asin, gorengan dan mengandung
MSG
- Rajin berolahraga dan istirahat yang cukup
Kuratif
- Megubah gaya hidup seperti pola makan rendah garam, olahraga minimal
30 menit 3x dalam seminggu, memanajemen stres dan istirahat yang
cukup.
- Pasien rutin kontrol ke dokter.

4.2 Saran
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat hipertensi
diperlukan pendekatan keluarga dalam menatalaksana pasien secara
komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKI. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.


Jakarta: PERKI; 2019.
2. Indonesia PDH. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi. Jakarta: PERHI;
2019.
3. (WHO) WHO. Hipertensi. Jakarta; 2013.
4. RI K. Pusat Data dan Informasi Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI; 2015.
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI;
6. Depkes RI. Pharmaceutical Care untuk Hipertensi. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2007.
7. Arif M. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius FK
UI; 2014.
8. Anies. Kedokteran Keluarga: Pelayanan Kedokteran yang Berprinsip
Pencegahan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2014.

Anda mungkin juga menyukai