Anda di halaman 1dari 35

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior
di bagian Neurologi RSUD dr. Pirngadi Medan.
.

DISUSUN OLEH :

SITI NURJANNAH
NPM : 71200891045

PEMBIMBING:
dr. Goldfried P Sianturi, Sp.S

SMF NEUROLOGI
RSUD Dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter

Pembimbing

dr. Goldfried P. Sianturi, Sp.S

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Neurologi Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi
Medan dengan judul “HERNIA NUCLEUS PULPOSUS”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada dr.
Goldfried P. Sianturi, Sp.S, yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Neurologi Rumah Sakit Umum dr.
Pirngadi Medan dalam membantu menyusun makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan baik dari
kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan
serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam praktek di
masyarakat.

Medan, Agustus 2021

Iftitah Hayati Tri R.N

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 2

2.1 Definisi HNP......................................................................................................... 2

2.2 Epidemiologi HNP................................................................................................. 2

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko HNP............................................................................ 2

2.4 Patofisiologi HNP.................................................................................................. 3

2.5 Stadium HNP ......................................................................................................... 4

2.6 Manifestasi Klinis HNP..........................................................................................5

2.7 Diagnosis HNP ......................................................................................................6

2.8 Diagnosis Banding ……………………………………………………………... 9

2.9 Penatalaksanaan HNP.............................................................................................10

2.10 Komplikasi HNP.................................................................................................12

2.11 Prognosis HNP....................................................................................................12

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................................13

BAB IV KESIMPULAN........................................................................................................28

iii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat


dengan angka prevalensi berkisar sekitar 7,6 – 37% dimana insiden tertinggi dijumpai pada
usia 45 – 60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah dapat mengganggu
aktivitas sehari – hari pada 40% penderita, akan menyebabkan gangguan tidur pada 20%
penderita. Sebagian besar penderita (75%) akan mencari pertolongan medis, dan 25%
diantaranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut.1

Prevalensi Hernia Nukleus Pulposus (HNP) berkisar antara 1-2% dari populasi.
Kejadian hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus intervertrebralis L5-
S1 dan L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6) dan paling jarang terkena di
daerah torakalis.2 Prevalensi tertinggi terjadi antara umur 30-50 tahun, dengan rasio pria dua
kali lebih besar daripada wanita. Pada usia 25-55 tahun, sekitar 95% kejadian HNP terjadi di
daerah lumbal. HNP diatas daerah tersebut lebih sering terjadi pada usia di atas 55 tahun.3

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya usia
terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus
pulposus. Selain itu, HNP kebanyakan juga disebabkan karena adanya suatu trauma derajat
sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya
annulus fibrosus.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi HNP

Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui lubang
yang abnormal. Nukleus Pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari serat elastis
putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervetebralis.4

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran isi
nukleus dari dalam discus intervertebralis (rupture discus) sehingga nukleus dari discus
menonjol kedalam cincin annulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dan memberikan manifestasi
kompresi saraf.5

2.2. Epidemiologi HNP6

Angka prevalensi HNP sekitar 1 – 3% di Finlandia dan Italia, sedangkan di Amerika


Serikat berkisar 1 -2% dari populasi, sementara pada negara berkembang mencapai 15 – 20%
kasus dari total populasi. HNP banyak terjadi pada usia 30 – 50 tahun, dan mencapai
puncaknya pada usia 40 – 45 tahun. Berdasarkan gender, HNP lebih banyak pada pria
dibandingkan wanita dengan rasio 2 : 1.

HNP sebagian besar kasus terjadi pada regio lumbal, dan hanya sebagian kecil kasus
saja terjadi pada bagian sercikal. Sebagian besar (95%) kasus HNP lumbalis terjadi pada regio
lumbal L4 – L5 dan L5 – S1.

2.3. Etiologi dan Faktor Resiko HNP

Herniasi diskus terjadi ketika sebagian atau seluruh nukleus pulposus menonjol melalui
anulus fibrosa. Penyebab paling umum dari herniasi diskus adalah proses degeneratif dimana,
seiring bertambahnya usia, nukleus pulposus menjadi kurang terhidrasi dan melemah. Proses
ini akan menyebabkan herniasi diskus progresif yang dapat menimbulkan gejala. Penyebab
paling umum kedua dari herniasi diskus adalah trauma. Penyebab lainnya termasuk kelainan
jaringan ikat dan kelainan bawaan seperti pedikel pendek.6

2
Herniasi diskus paling sering terjadi pada tulang belakang lumbar, diikuti oleh tulang
belakang servikal. Adapun prevalensi herniasi diskus yang lebih sering di tulang belakang
lumbar dan servikal karena kekuatan biomekanik di bagian tulang belakang yang fleksibel.
Tulang belakang toraks memiliki prevalensi lebih rendah.6

Menurut Herliana, dkk bahwa hal – hal yang dapat menyebabkan HNP antara lain :7

1. Aktivitas mengangkat benda berat dengan posisi awalan yang salah seperti posisi
membungkuk sebagai awalan
2. Kebiasaan sikap duduk yang salah dalam rentang waktu yang sangat lama. Hal ini sangat
berpengaruh pada tulang belakang ketika kita sedang membungkuk dalam posisi duduk
yang kurang nyaman
3. Melakukan gerakan yang salah baik disengaja maupun tidak yang sangat berpengaruh
pada tulang dan menyebabkan tulang punggung mengalami penyempitan sehingga terjadi
trauma
4. Kelebihan berat badan (obesitas)

2.4. Patofisiologi HNP (7,8,9)

1. Proses Degeneratif

Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi sebagai


shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga memungkinkan
gerakan antar vertebra.

Kandungan air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi
sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Serlain itu serabut-serabut menjadi kasar dan
mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah herniasi nukleus
pulposus melalui anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling
mungkin terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang
lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotorakal).

3
2. Proses Traumatik

Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral, yang dapat


menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi,
ekstensi,lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada
nukleus.

Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus pulposus ini
berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat
benda dengan cara yang salah dan jatuh.

Hernia nukleus pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, dimana
ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu:

1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan
annulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran annulus
fibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan annulus fibrosus berada dibawah
ligamentum longitudinal posterior.
4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum longitudinal
posterior.

2.5. Stadium HNP(8,9)

Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, yaitu :

1. Bulging : kondisi dimana diskus menonjol ke ruang epidural anterior tanpa terbentuk
kantung. Annulus posterior terganggu, material nukleus pulposus mengiritasi jaringan
ikat luar diskus. Ligamen longitudinalis posterior intak
2. Protrusion : kondisi dimana diskus terdorong ke arah tertentu ke dalam ruang epidural
anterior. Dapat menyebabkan kompresi radiks saraf & thecal sac. Ligamen longitudinal
posterior intak
3. Extrusion : kondisi dimana ligamen longitudinalis posterior ruptur. Migrasi nukleus
pulposus ke dalam ruang epidural anterior. Dapat menyebabkan radikulopati.

4
4. Sequestration : kondisi dimana fragmen bebas nukleus pulposus pada ruang epidural.
Dapat menyebabkan kompresi hebat yang menimbulkan nyeri hebat

Gambar 1. Stadium HNP.

2.6. Manifestasi Klinis(10,11)

A. HNP pada daerah cervical


a. Umumnya melibatkan C5 – 6, C6 – 7
b. Herniasi ini dapat berakibat gawat karena dapat menekan medula spinalis
c. Herniasi discus C5 – 6 menekan radiks saraf C6, dan herniasi discus C6 – 7 akan
melibatkan radiks C7
d. Manifestasi klinis :
 Nyeri yang tajam dan konstan di leher, bahu, atau punggung atas
 Nyeri atau sensasi terbakar yang menjalar sepanjang saraf yang terkena turun
ke lengan hingga ke jari – jari
 Nyeri yang berhubungan dengan memutar kepala
 Rasa berat dan kaku di leher, bahu atau punggung atas
B. HNP pada daerah thoracal
a. Jarang terjadi dikarenakan vertebrae thoracalis lebih rigid dan discus
intervertebralis pada daerah thoracal lebih tepis
b. Manifestasi klinis :
 Nyeri punggung yang akan bertambah bila batuk atau bersin
C. HNP pada daerah lumbal

5
a. Paling sering terjadi
b. Herniasi terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobile ke yang kurang mobile
(perbatasan lumbosakral dan servikotorakal)
c. Paling sering L4 – L5 atau L5 – S1. Arah herniasi yang paling sering adalah
posterolateral
d. Manifestasi klinis :
 Nyeri mulai dari penat, menjalar ke belakang lutut hingga ke tungkai bawah
 Nyeri semakin hebat bila pasien mengejan, batuk, atau mengangkat, barang
berat
 Nyeri bertambah bila ditekan pada daerah L5 – S1 (garis antara 2 kristailiaka)
 Nyeri spontan
 Sifat nyeri khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat,
sedangkan bila berbaring nyeri berkurang

2.7. Diagnosis HNP

Anamnesis(12)

Anamnesis yang dapat dinyatakan adalah hal yang berhubungan dengan nyeri, seperti
kapan nyeri terjadi, frekuensi nyeri, interval nyeri, lokasi nyeri kualitas dan sifat nyeri,
penjalaran nyeri serta aktivitas yang memperberat dan meringankan nyeri. Selain itu, bisa
juga ditanyakan aktivitas pekerjaan dan riwayat trauma tulang belakang yang pernah dialami.

Pemeriksaan Fisik(12)

Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam gangguan saraf, maka
beberapa pemeriksaan fisik perlu dilakukan, yang meliputi pemeriksaan sensoris, motorik dan
refleks.

a. Pemeriksaan sensoris dilakukan untuk melihat apakah ada gangguan sensoris dengan
mengetahui dermatom mana yang terlibat dan nantinya dapat diketahui radiks mana yang

6
terganggu. Pemeriksaan sensoris dilakukan dengan menilai sensitivitas sentuhan, nyeri
dan suhu.
b. Pemeriksaan motorik dilakukan untuk melihat apakah ada tanda paresis, atropi otot, dan
juga untuk menilai bagian otot yang bersangkutan dengan saraf yang terkena HNP

Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis HNP adalah :

i. Pemeriksaan Range of Movement (ROM)


Pemeriksaan ini dilakukan secara aktif oleh pasien sendiri ataupun secara pasif oleh
pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini dapat memperkirakan derajat nyeri, functio laesa,
atau untuk memeriksa ada atau tidaknya penjalaran nyeri
ii. Straight Leg Raising (Lasegue) Test
Tes untuk mengetahui adanya jebakan saraf ischiadicus. Pasien dalam posisi supinasi
dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut dari tungkai
terekstensi maksimal. Tes ini positif apabila timbul rasa nyeri pada saat mengangkat
kaki dengan lurus, menandakan adanya kompresi saraf lumbar
iii. Crossed Lasegue Test
Tes ini sama dengan Lasegue Test, tetapi untuk tes ini, rasa nyeri pada tungkai yang
tidak diangkat dan menandakan bahwa radiks yang kontralateral juga turut terlihat

c. Pemeriksaan refleks dilakukan untuk melihat apakah terdapat penurunan atau kehilangan
refleks tendon
i. Ankle – Jerk Reflex
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetuk tendon Achilles. Jika tidak terjadi
dorsofleksi pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan saraf pada vertebra
lumbal 5 sehingga sakral 1
ii. Knee – Jerk Reflex
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetuk tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi
pada lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan saraf pada tingkat kolumna
vertebra lumbar 2, 3, dan 4.

Pemeriksaan Radiologi(10,11)

7
a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan gold standard untuk mendiagnosis HNP karena gelombang magnetik
dapat mengidentifikasi stadium dan lokasi HNP, serta menentukan saraf yang mengalami
penjepitan
b. Computerized Tomography (CT Scan)
CT Scan dapat menunjukkan beberapa image berbagai arah yang kemudiannya akan
dikombinasi untuk menghasilkan image cross – sectional tulang belakang dan struktur
sekitarnya dapat terlihat
c. Foto Polos
Foto polos tidak dapat mendeteksi HNP tetapi foto polos dapat mengidentifikasi
penyebab nyeri tulang belakang seperti infeksi, tumor, alignment yang sudah bergerak
dan fraktur kompresi
d. Myelogram
Kontras diinjeksi ke dalam cairan spinal dan kemudian dilakukan pemeriksaan foto polos.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan saraf yang mengalami penjepitan akibat HNP atau
kondisi lain. Myelogram merupakan opsi pemeriksaan terdapat kontra indikasi CT Scan

Gambar 2. MRI Tulang Belakang.

8
Gambar 3. Gambaran Stadium Klinik HNP Berdasarkan MRI Tulang Belakang

2.8 Diagnosis Banding10

a. Spondylolisthesis

Spondylolisthesis adalah kondisi dari spine dimana salah satu dari vertebra
tergelincir kedepan dari satu vertebra pada lainnya dirujuk sebagai anterolisthesis dan
tergelincir kebelakang dirujuk sebagai retrolisthesis.

b. Spondylosis

Pada spondylosis terjadi degenerasi dari discu intervertebralis dimana tulang dan
ligament ditulang penipisan akibat pemakaian terus menerus, sehingga menyebabkan
penyempitan ruang diskus dan timbulnya osteofit, pada umunya bersifat degeneratif atau
timbul akibat mikrotrauma yang terus menerus.

9
c. Tumor Tulang Spinalis

Merupakan tumor yang berproses cepat, dan menghasilakan cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi.

2.9. Penatalaksanaan HNP(10,11,13,14)

A. Terapi Konservatif Non – Farmakologis


1. Latihan dan modifikasi gaya hidup
Pasien direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat
mungkin. Endurance exercise adalah latihan aerobik yang memberi stres
minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang, dimulai pada
minggu kedua setelah rawatan LBP. Conditional exercise pula bertujuan untuk
memperkuat otot punggung yang dimulai sesudah dua minggu karena apabila
dimulai pada peringkat awal, ia mungkin akan memperberat keluhan pasien.

2. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)


TENS merupakan teknik stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri
punggung dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak

3. Kompres hangat / dingin


Modalitas ini sangat mudah dilakukan untuk mengurangi spasme otot dan
reaksi inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan
hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan dingin

4. Bed Rest
Bed rest dapat dilakukan untuk mengurangkan rasa nyeri dan reaksi inflamasi.
Namun, pasien tidak disarankan untuk bed rest sepanjang masa dalam jangka
masa yang lama dan perlu diselingi dengan latihan fisik yang ringan
B. Terapi Konservatif Farmakologis
1. Analgetik atau Non Steroid Anti Inflammation Drug (NSAID)

10
Analgetik atau NSAID seperti ibuprofen dapat diberi kepada pasien untuk
mengurangkan rasa nyeri dan reaksi inflamasi sehingga mempercepat
kesembuhan

2. Muscle relaxants
Pasien biasanya sering mengeluhkan spasme otot akibat dari HNP. Oleh
karena itu, obat ini dapat diberikan untuk mengurangkan spasme otot

3. Steroid oral (Kortikosteroid)


Pemberian kortikosteroid dapat mengurangkan bengkak dan inflamasi akibat
HNP. Namun begitu, obat ini selalu diberikan untuk penggunaan jangka
pendek karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menimbulkan
banyak efek samping seperti immunocompromized

4. Opioid
Diberikan pada pasien nyeri kronik, yaitu HNP stadium 3 dan 4. Sebagian
pasien mengalami toleransi terhadap opioid sehingga memerlukan dosis yang
tinggi untuk mengurangkan nyeri. Dosis opioid yang tinggi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perlu dipantau

5. Anti – depressants
Obat golongan ini dapat menghambat transmisi nyeri ke otak dan dapat
meningkatkan endhorphine yang berfungsi sebagai natural painkiller. Obat ini
juga membantu pasien untuk tidur dan istirahat dengan baik.
6. Injeksi Steroid
Injeksi steroid pada epidural dapat mengurangkan nyeri dan inflamasi lebih
cepat akibat kompresi saraf. Injeksi steroid ini dapat memberikan pengurangan
nyeri yang signifikan pada dosis pertama, tetapi memerlukan waktu beberapa
hari untuk bekerja. Injeksi steroid diberikan tidak lebih dari tiga kali dalam
setahun.

11
C. Terapi Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila :
1. Pasien menderita HNP grade 3 atau 4
2. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisi, atau ada
gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 hingga 12
minggu
3. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien sehingga
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi
konservatif yang diberikan setiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan
gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien
4. Terapi yang diberikan kurang terarah atau berjalan dalam waktu yang lama

Terapi operatif yang sering dilakukan adalah discetomy, microdiscetomy,


percutaneous discetomy, dan laser discetomy

2.10. Komplikasi HNP


Komplikasi yang terkait dengan HNP dapat terjadi akibat efek kompresi pada akar
saraf pada kasus yang parah yang mengakibatkan defisit motorik, pada tulang belakang
servikal dan torakal ada resiko kompresi sumsum tulang belakang pada kasus yang parah.
Komplikasi ini relatif jarang tetapi harus dipertimbangkan dan dirawat dengan baik untuk
menghindari defisit neurologis permanen.
Sindrom cauda equina adalah komplikasi lain yang dihasilkan dari kompresi akar saraf
lumbosakral dengan kemungkinan disfungsi usus atau kandung kemih. Ini adalah kondisi
yang jarang terjadi (kurang dari 1%).10

2.11. Prognosis HNP


Mayoritas pasien yang menderita HNP mengalami resolusi gejala tanpa operasi.
Perawatan konservatif efektif, dan pasien biasanya mengalami pengurangan gejala setelah
beberapa minggu. Namun, beberapa kasus tidak membaik dengan pengobatan konservatif dan
mungkin memerlukan terapi yang lebih invasif seperti injeksi steroid atau bahkan
pembedahan.

12
Adanya mielopati pada kasus HNP sentralis pada regio servikal atau toraks merupakan
indikasi pembedahan, terutama dalam progesi simptom.10

13
BAB III
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESE PRIBADI
Nama : Ny. T
Umur : 72 tahun 4 bulan 11 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Protestan
Suku : Batak
Alamat : Jl. Rakyat Gang Pelajar No. 2A
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Menikah : Menikah
Tanggal Masuk : 26 Agustus 2021
No RM : 01.16.32.11

II. ANAMNESE PENYAKIT


Keluhan Utama : Nyeri pinggang belakang
Telaah : Hal ini dirasakan pasien sejak 10 hari yang lalu tetapi tidak begitu berat.
Nyeri dirasakan semakin memberat sejak 3 hari ini. Nyeri dirasakan seperti tersetrum
dan menjalar hingga ke bokong dan paha bawah. Nyeri makin bertambah ketika os
batuk dan berkurang ketika os berbaring ataupun duduk. Aktivitas os sehari – hari
membantu suami os yang bekerja sebagai petani. Os menyangkal adanya riwayat
trauma pada punggung sebelumnya. BAB dan BAK dalam batas normal
RPT :-
RPO : -

14
ANAMNESE TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Dalam batas normal


Traktus Respiratorius : Dalam batas normal
Traktus Digestive : Dalam batas normal
Traktus Urogenitalis : Dalam batas normal

III. ANAMNESE KELUARGA


Faktor Herediter : Tidak di jumpai
Faktor Familial : Tidak di jumpai

IV. ANAMNESE SOSIAL


Kelahiran dan Pertumbuhan : Baik
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : Kawin

V. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis
GCS : E:4 V:5 M:6
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 72 x/i
Frekuensi Nafas : 20 x/i
Suhu : 36,2 oC

Kepala dan Leher


Bentuk dan Posisi : Normocephal
Pergerakan : Dalam batas normal
Panca indera : Dalam batas normal

15
Rongga mulut dan gigi : Dalam batas normal
Kelenjar parotis : Dalam batas normal

Thoraks
Inspeksi : Bentuk normal; Gerak simetris
Palpasi : VF kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+)

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)

Ektremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

VI. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


a. Sensorium : Composmentis (E:4 V:5 M:6)

b. Cranium
Bentuk : Normocephali
Palpasi : Dalam batas normal
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Transluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Rangsangan meningeal
Kaku Kuduk : Tidak dijumpai
Brudzinsky I : Tidak dijumpai
Brudzinsky II : Tidak dijumpai
Tanda Kernig : Tidak dijumpai

16
d. Peningkatan tekanan intracranial
Sakit Kepala : Tidak dijumpai
Muntah : Tidak dijumpai
Kejang : Tidak dijumpai

e. Saraf-saraf otak
a. Nervus I (Olfactorius)
Normosomia

b. Nervus II (Opticus)

Pemeriksaan Dextra Sinistra


Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna
pemeriksaan pemeriksaan
Refleks cahaya + +

c. Nervus III (Oculomotorius)

Pemeriksaan OD OS
Gerakan bola mata ke
Normal Normal
medial
Atas Normal Normal
Bawah Normal Normal
Lateral Normal Normal
Nistagmus Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Strabismus Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Ptosis Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Pupil Normal Normal

17
Bentuk Isokor Isokor
RC langsung Dijumpai Dijumpai
RC tidak langsung Dijumpai Dijumpai

d. Nervus IV (Trochlearis)

Pemeriksaan OD OS
Pergerakan bola mata
Dalam batas normal Dalam batas normal
bawah dan lateral

e. Nervus V (Trigeminus)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Motorik
Membuka mata dan
Dalam batas normal Dalam batas normal
menutup mulut
Palpasi kekuatan otot
Dalam batas normal Dalam batas normal
masester
Kekuatan gigitan Dalam batas normal Dalam batas normal
Pergerakan rahang Dalam batas normal Dalam batas normal
Sensorik
Kulit (nyeri, raba, suhu) Dalam batas normal Dalam batas normal
Refleks kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
Refleks masester Dalam batas normal Dalam batas normal
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks bersin
pemeriksaan pemeriksaan

f. Nervus VI (Abducens)

Pemeriksaan OD OS
Gerakan bola mata ke Dalam batas normal Dalam batas normal

18
lateral

g. Nervus VII (Facialis)


a. Motorik

Pemeriksaan Kanan Kiri


Mimik wajah Dalam batas normal Dalam batas normal
Kerut kening Dijumpai Dijumpai
Menutup mata Dijumpai Dijumpai
Mengangkat alis Dijumpai Dijumpai
Memperlihatkan gigi Dijumpai Dijumpai
Meniup sekuat-kuatnya Dijumpai Dijumpai

b. Sensorik

Pemeriksaan Kanan Kiri


Pengecapan 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
lidah pemeriksaan pemeriksaan
Produksi kelenjar
Dalam batas normal Dalam batas normal
lidah

h. Nervus VIII (Vestibulocochlearis)

Auditorik Kanan Kiri


Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Berbisik
pemeriksaan pemeriksaan

19
Vestibulum
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tinitus
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Vertigo
pemeriksaan pemeriksaan

i. Nervus IX (Glosofaringeus)

Pemeriksaan
Pengecapan 1/3 lidah
belakang
Palatum molle Tidak dilakukan pemeriksaan
Uvula
Disatria

j. Nervus X (Vagus)

Pemeriksaan
Disfagia Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Muntah Tidak dilakukan pemeriksaan

k. Nervus XI (Asesorius)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Mengangkat bahu Normal Normal
Menolehkan kepala Normal Normal

a. Nervus XII (Hipoglosus)

20
Pemeriksaan
Lidah
Tremor
Tidak dilakukan pemeriksaan
Atrofi
Ujung lidah saat istirahat
Ujung lidah saat dijulurkan

VII. SISTEM MOTORIK

Pemeriksaan Kanan Kiri


Trofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Otot Normotonus Normotonus

Kekuatan Otot

Ekstremitas Superior Kanan Kiri


Fleksi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5
Ekstensi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5

Ekstremitas Inferior Kanan Kiri


Fleksi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5
Ekstensi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5

Sikap
a. Duduk : Dalam batas normal
b. Berdiri : Dalam batas normal
c. Berbaring : Dalam batas normal

Gerakan spontan abnormal

21
a. Tremor : Tidak dijumpai
b. Chorea : Tidak dijumpai
c. Balismus : Tidak dijumpai
d. Mioklonus : Tidak dijumpai
e. Atetosis : Tidak dijumpai
f. Distonia : Tidak dijumpai
g. Spasme : Tidak dijumpai
h. Tic : Tidak dijumpai

VIII. SISTEM SENSIBILITAS

Tes Sensibilitas
Eksteroseptik
Nyeri Dalam batas normal
Suhu Dalam batas normal
Raba Dalam batas normal

Propioseptik
Gerak Dalam batas normal
Posisi Dalam batas normal
Getaran Dalam batas normal
Tekanan Dalam batas normal

IX. REFLEKS
a. Refleks Fisiologis

Kanan Kiri
Biceps Dijumpai Dijumpai
Triceps Dijumpai Dijumpai
KPR Dijumpai Dijumpai
APR Dijumpai Dijumpai

22
b. Refleks Patologis

Kanan Kiri
Babinsky Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Chaddok Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Oppenheim Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Gordon Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Schaeffer Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Hofman Tromner Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Klonus Lutut Tidak dijumpai Tidak dijumpai

X. KOORDINASI

Bicara Dalam batas normal


Menulis Dalam batas normal
Percobaan Apraksia Dalam batas normal
Tes telunjuk hidung Dalam batas normal
Tes Romberg Dalam batas normal

XI. VEGETATIF
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potensi dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo erector : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal

XII. VERTEBRAE
Bentuk : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal

23
XIII. TES RANGSANGAN RADIKULER
Laseque : Dijumpai
Cross Laseque : Tidak dijumpai
Lhermitte : Tidak dijumpai
Nafziger : Tidak dijumpai

XIV. GEJALA – GEJALA SEREBELAR


Ataksia : Tidak dijumpai
Disartria : Tidak dijumpai
Nistagmus : Tidak dijumpai
Fenomena Rebound : Tidak dijumpai
Vertigo : Tidak dijumpai

XV. GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL


Tremor : Tidak dijumpai
Rigiditas : Tidak dijumpai
Bradikiniesia : Tidak dijumpai

XVI. FUNGSI LUHUR


Kesadaran Kualitatif : E:4 V:5 M:6
Ingatan Baru : Baik
Ingatan Lama : Baik
Orientasi : Baik
Reaksi Emosi : Baik
Agnosia : Tidak dijumpai

XVII. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


Pada pemeriksaan dijumpai:
a. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis

24
GCS : E:4 V:5 M:6
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 72 /xi
Frekuensi Nafas : 20 x/i
Suhu : 36,2 oC

b. Pemeriksaan Neurologi
Nervus I (Olfaktorius) : Dalam batas normal
Nervus II (Opticus) : Dalam batas normal
Nervus III (Oculomotorius) : Dalam batas normal
Nervus IV (Trochlearis) : Dalam batas normal
Nervus V (Trigeminus) : Dalam batas normal
Nervus VI (Abducens) : Dalam batas normal
Nervus VII (Facialis) : Dalam batas normal
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus IX (Glossopharyngeus) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus X (Vagus) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus XI (Asesories) : Dalam batas normal
Nervus XII (Hipoglosus) : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Tonus Otot : Normotonus / Normotonus


d. Trofi Otot : Eutrofi / Eutrofi

e. Kekuatan Otot : Dalam batas normal

Ekstremitas Superior Kanan Kiri


Fleksi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5
Ekstensi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5
Ekstremitas Inferior Kanan Kiri
Fleksi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5

25
Ekstensi 5/5/5/5/5 5/5/5/5/5

f. Refleks

Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Biceps Dijumpai Dijumpai
Triceps Dijumpai Dijumpai
KPR Dijumpai Dijumpai
APR Dijumpai Dijumpai
Refleks Patologis
Babinski Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Oppenheim Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Chaddock Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Gordon Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Schaeffer Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Hoffman Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Tromner Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Klonus Kaki Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Klonus Lutut Tidak dijumpai Tidak dijumpai

g. Sensibilitas
a. Eksteroseptif : dalam batas normal
b. Propioseptik : dalam batas normal
h. Tanda Rangsangan Meningeal : Tidak dijumpai
i. Tanda Rangsangan Radikuler : Dijumpai
j. Gejala Serebellar : Tidak dijumpai
k. Gejala Ekstrapiramidal : Tidak dijumpai
l. Fungsi Luhur : Dalam batas normal

26
XVIII. DIAGNOSA BANDING
1. Hernia Nucleus Pulposus
2. Spondylosis
3. Spondilolisthesis

XIX. DIAGNOSA KERJA


Diagnosa Klinis : Ischialgia, penyempitan diskus intervertebralis lumbalis
Diagnosa Topis : Kolumna vertebralis, radiks n. ischiadicus
Diagnosa Etiologi : LBP akut e.c suspect HNP
XX. TERAPI
1. Istirahat / Tirah baring
2. Gabapentin 300 mg 1 x 1
3. Natrium Diclofenac tab 2 x 50mg
4. Eperisone 50 mg 2 x 1
5. Fisioterapi
XXI. RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYA
1. Foto Polos Lumbosacral AP/L
2. MRI

XXIII. PROGNOSA
a. Qua ad vitam : Dubia ad Bonam
b. Qua ad functionam : Dubia ad Bonam
c. Qua ad sanationam : Dubia ad Bonam

27
BAB IV

KESIMPULAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak diantara ruas-
ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus) mengalami tekanan dan pecah,
sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat saraf yang melalui tulang belakang
kita. Saraf terjepit lainnya di sebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari diskus melalui
robekan annulus fibrosus keluar menekan medullas pinalis atau mengarah ke dorsolateral
menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat.

Hernia Nukelus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus
fibrosus sehingga nucleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis.
Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-
L5-S1 .

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Widyasari OR, Wulandari ID. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Hernia Nucleus


Pulposus (HNP) dengan Modalitas Traksi dan Mc. Kenzie Exercise di RSU Prof. Dr.
R. Soeharso Surakarta. J PENA [Internet]. 2020;34(1). Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ndteint.2014.07.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.ndteint.2017.12.003%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.matdes.2017.02.024
2. MahadewaTGB, Meliawan S. Diagnosis dan tatalaksana Hernia Nukleus Pulposus
Lumbal. In : Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Tulang Belakang. Jakarta:
Sagung Seto; 2009. p.62-87.
3. Jordan, J., Konstantinou, K., O'DOWD, J. HerniatedLumbar Disc. BMJ Publishing
Group; 11 (03)2008. p: 2-4
4. Milette PC. Classification, diagnostic imaging, and imaging characterization of a
lumbar herniated disk. Radiol Clin North Am. 2018;38(6):1267–92.
5. Helmi, Z.N. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
6. Sekeon SAS, Susanto D. Peran herniasi lumbal terhadap terjadinya sindroma kauda
ekuina dan tinjauan tata laksananya contribution of lumbar herniation to cauda equina
syndrome and overview of its management. J Sinaps. 2019;2(1):43–53.
7. Herliana A, Yudhiono NF, Fitriyani. Sistem pakar diagnosis penyakit hernia nukleus
pulposus menggunakan forward chainning berbasis web. J Kaji Ilm. 2017;17(3):86.
8. Lachman D. Analysis of the clinical picture in patients with osteoarthritis of the spine
depending on the type and severity of lesions on magnetic resonance imaging.
Reumatologia. 2015;53(4):186–91.
9. Fardon DF, Williams AL, Dohring EJ, Murtagh FR, Gabriel Rothman SL, Sze GK.
Lumbar disc nomenclature: Version 2.0 Recommendations of the combined task forces
of the North American Spine Society, the American Society of Spine Radiology and
the American Society of Neuroradiology. Spine J [Internet]. 2014;14(11):2525–45.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.spinee.2014.04.022
10. De Cicco FL, Camino Willhuber GO. Nucleus Pulposus Herniation. StatPearls
[Internet]. 2020;1–7. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/31194447
11. Dydyk AM, Massa RN, Mesfin FB. Disc Herniation. NCBI. 2021;165–7.

29
12. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK UI; 2012.
13. Jordon JO. Herniated Lumbar Disk. 2017;1–7.
14. Highsmith JM. Drugs , Medications , and Spinal Injections for Herniated Discs.
2020;2–4.

30

Anda mungkin juga menyukai