Anda di halaman 1dari 49

GAMBARAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN

HIPERTENSI DI PUSKESMAS CIRACAS KOTA SERANG


PERIODE JANUARI - MARET 2019

Karya Tulis Ilmiah


Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Ahli Madya Kesehatan Bidang Farmasi

OLEH
T. SARI AGUSTINI
NIM P 23139016120

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II


JURUSAN FARMASI
2019
NIM :Pl3T19.036.T20

Jalazta, 9 JuJi 2019


PENG ESAHAN KARYA TUDfS ILWAH

Gambaran Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Ciracas


Kota Serang Periods Januari s/d Maret 2019.

T. Sari Agustini
P2.3 1.39.0.1 6.120

Diujikan di hadapan Panitia Peoguj i KTl


Junisan FarmaSi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta Il
Pada tanggal: 4 Juli 2019

Pembimbing I

Dra Yetri Elisya. M.Farm, Apt


NIP. I 9680726.200312.2.003

Sura . Pd M. Kes
NIP 19650924.198802. l .00
I

Penguj i:

1. Khairun Nida, S.si, M.Biomed, Apt

2. Dra Yetri Elisya, M.Farm, Apt

3. Drs Kusnaidi, Apt


Sebagai sivitas akademik Poltekkes Kernenkes Jakarta II Jurusan Farmasi. saya
yang beriande tan gan dibawah ini:
Nama : T. Sari Agustini
NPM : P2.31 .39.016. 1 20
I urusen Farmasi Poltemes Kemenkes Jakarta II
Jenis Kerye ' Karya Tulis I lmiali (KTl)

Demi pengembangan ilmu pengetahuan. mmyetujui umum mmtcrikan kepade


Jurusan Farinasi Pollekkes Rerrienkes Jehana II Hsk debts Royalti
NoaeñMasif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karye ilrniah saya yang
bejudul:

Gain bazso ¥opataka e ^4io• a Obat pada Basfeo Ui@woesi di g'oskesmas

Bcscna perangkat yang ada (j ika diperlukan). Dengao Hek Bebas Roya]ti Non-
eksklusif ini Jumsan Farmasi Pollekkes Kemenkcs Jakarta II berhak
menyimpan, gengalih media/formet-kan, mengelola dalam hcn‹ k gang£a)an
dat (database). merawaL dan mcmpublikasikan tugas akhir says tanga
meminta j in dari saya selama leap mencancumkari nama saya sebagai
Menulis/pencipia dan sebagai pemilik Hak Cipia.
Oemikian pemyataan ini saya buai dengan seRnemva.
Oibuat di : Jakana
Pada buIen : Juni 2019
Yeng menyatakan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Peningkatan jumlah penderita hipertensi dari tahun ke tahun cukup


signifikan karena perubahan pola dan gaya hidup masyarakat yang mengkonsumsi
makanan tinggi garam, tinggi lemak dan kurang serat. Perubahan ini disertai
dengan perkembangan teknologi yang merubah pola aktivitas fisik manusia
menjadi malas bergerak sehingga angka obesitas bertambah, yaitu salah satu
faktor pemicu hipertensi.1
Menurut data WHO (World Health Organization) 2015 menunjukkan
sekitar 1.13 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya 1 dari 3 orang di
dunia terdiagnosa menderita hipertensi.1 Diperkirakan pada 2025 akan ada 1.5
miliar orang yang menderita hipertensi dan setiap tahun ada 9.4 juta orang
meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.2
Berdasarkan data Riskesdas 2013, hipertensi merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi cukup tinggi yaitu sebesar 25.8%. 3 Berdasarkan data
Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkenas) tahun 2016 menunjukkan
peningkatan prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas sebesar
32,4%.4 Berdasarkan data Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 34.1%.5
Sementara dari Data Profil Kesehatan provinsi Banten pada tahun 2017
terdapat 24,69% dari penduduk yang berusia 18 tahun ke atas yang menderita
hipertensi6. Untuk kota Serang sebagai ibukota provinsi Banten pada tahun 2016,
hipertensi menduduki urutan kedua dari sepuluh besar penyakit yang tercatat di
seluruh pusat kesehatan masyarakat di kota Serang.7
Penderita hipertensi kemungkinan harus meminum obat hipertensi
sepanjang hidupnya agar terhindar dari kerusakan ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung coroner) dan kerusakan otak (stroke)2,8. Menurut laporan WHO
pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien penyakit kronis di negara maju hanya
sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang jumlah tersebut lebih rendah.
Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga
kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika
tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya .9

Sasaran terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas


yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan kerusakan organ
target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Target tekanan
darah adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan <130/80
mmHg untuk pasien diabetes melitus dan gagal ginjal kronis .10

Agar sasaran terapi dapat tercapai, diperlukan kepatuhan dalam


menjalankan terapi. Namun seringkali masyarakat mengabaikan kepatuhan dalam
terapi. Banyak faktor yang kerap kali menjadi penyebab, seperti usia, polifarmasi,
dan kurangnya dukungan sosial. Hal-hal tersebut dapat menjadi alasan rendahnya
kepatuhan .11

Menurut Pujiyanto, kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh peran anggota


keluarga sebagai motivator minum obat dan akses terhadap pengobatan modern
yang ditentukan oleh ketersediaan dana/uang atau jaminan kesehatan yang
12
dimiliki oleh pasien hipertensi. Sedangkan menurut Khomaini dkk, edukasi
terstruktur yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien hipertensi
memiliki pengaruh bermakna terhadap kepatuhan minum obat pasien sehingga
dapat menurunkan tekanan darah . 13

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan peneliti


kepada 30 orang pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Ciracas-Serang
selama bulan September, Oktober dan November 2018 terdapat hasil sebagai
berikut: dari 30 orang diperiksa terdapat 26 orang dengan hipertensi dan 4 orang
dengan hipertensi dan diabetes mellitus. . Dari 26 orang dengan hipertensi
terdapat 12 orang dengan hasil tekanan darah > 140/90 mmHg atau 46.2% dari
penderita hipertensi primer. Sedangkan data dari pasien diabetes dan hipertensi
terdapat 2 orang dengan tekanan darah > 130/80 mmHg atau 50% dari pasien
dengan DM (Diabetes Mellitus) dan hipertensi. Hal ini merupakan salah satu
indikasi pasien hipertensi tidak patuh dalam meminum obat hipertensi. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian gambaran kepatuhan
minum obat pada pasien hipertensi yang berobat di wilayah kerja UPT (Unit
Pelayanan Terpadu) Puskesmas Ciracas periode Januari – Maret 2019.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran kepatuhan minum obat pada pasien penderita
hipertensi di UPT Puskesmas Ciracas Kota Serang periode Januari s/d Maret
2019.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi yang
berobat di wilayah kerja UPT Puskesmas Ciracas Kota Serang periode Januari –
Maret 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
Ingin mengetahui dan mempelajari gambaran kepatuhan minum obat pada
pasien hipertensi yang berobat ke Puskesmas Ciracas dan sub unitnya periode
Januari s/d Maret 2019 berdasarkan:
1. Karakteristik Responden Dalam Kepatuhan Minum Obat Hipertensi
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita
Hipertensi
3. Hubungan Umur dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Hipertensi
4. Hubungan Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Hipertensi

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
1. Menambah pengetahuan peneliti mengenai kepatuhan penderita hipertensi
dalam meminum obat hipertensi.
2. Mengetahui seberapa efektif pengaruh edukasi dari tenaga kesehatan terhadap
kepatuhan minum obat pasien hipertensi.
1.4.2 Bagi Akademik
Sebagai salah satu sumber informasi dan referensi tambahan bagi
mahasiswa yang berkunjung di perpustakaan Politeknik Kemenkes Jakarta II
Jurusan Farmasi.

1.4.3 Bagi Puskesmas


Sebagai evaluasi dalam penyelenggaraan pengobatan pasien hipertensi di
Puskesmas Ciracas dan sumber informasi bagi program promosi kesehatan
tentang Penyakit Tidak Menular (PTM).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

Dikenal juga sebagai tekanan darah arteri yaitu tekanan darah yang diukur
pada dinding arteri dalam satuan millimeter merkuri. Terbagi menjadi dua tekanan
darah yaitu tekanan darah sistolik yang diperoleh selama kontraksi jantung, dan
tekanan darah diastolik yang diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung
diisi. 14

2.1.1 Pengukuran Tekanan Darah Untuk Menentukan Diagnosa Hipertensi


Diagnosa hipertensi ditegakkan setelah pasien diukur tekanan darahnya
lebih dari dua kali pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat
kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis dari penyakit hipertensi pada saat
pasien berobat ke layanan kesehatan.15

2.1.2 Cara Mengukur Tekanan Darah


Dalam satu kali kunjungan dilakukan dua kali atau lebih pengukuran
darah dengan selang waktu 2 -5 menit, kemudian dilakukan pemeriksaan ulang
pada lengan yang berlawanan.15 Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien dan
tenaga kesehatan pada saat pengukuran tekanan darah adalah: 16

1. Sebelum diperiksa,pasien istirahat dahulu selama 5 menit. Sebaiknya jangan


memeriksa pasien saat usai berolahraga atau baru tiba dan napas pasien masih
belum teratur.
2. Memastikan pasien tidak sedang menahan kemih
3. Pasien menghindari konsumsi kopi,rokok atau alkohol sebelum pengukur
tekanan darah karena dapat meningkatkan tekanan darah.
4. Pasien tidak berbicara atau bercanda selama pengukuran tekanan darah,
harus dalam kondisi tenang.
5. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi duduk dengan siku menekuk di atas meja
dan telapak tangan menghadap ke atas.
6. Menggunakan manset yang sesuai dengan kondisi pasien,misal dewasa
dengan menggunakan manset untuk dewasa,anak-anak dengan manset untuk
anak.

2.1.3 Alat Pengukur Tekanan Darah (Tensimeter/Sphygmomanometer)


Tensimeter yang dianjurkan untuk mengukur tekanan darah adalah
tenismeter dengan air raksa karena tidak terpengaruh dengan masalah mekanis
seperti kondisi baterai yang tidak stabil.15, 16
Pengukuran dilakukan oleh tenaga
kesehatan terlatih. Selain itu juga dapat digunakan dengan tensimeter digital untuk
pengukuran yang dilakukan oleh masyarakat di rumah sebagai tindakan
pencegahan hipertensi. 16

2.1.4 Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah pasien yang telah diukur
menggunakan tensimeter dan diketahui tekanan darah sistolik melebihi 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikendalikan melalui cek kesehatan secara
rutin,melakukan diet rendah garam dan mengkonsumsi obat secara teratur untuk
mengurangi resiko komplikasi pada organ jantung dan organ lainnya 1.16

Tabel Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Comitee VIII 201417

Batasan tekanan darah Kategori usia dan kondisi pasien


(mm/Hg)
mmHg Usia 60 tahun tanpa penyakit diabetes
dan sakit gunjal kronik
4 mm g Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta
4 mm g Usia 18 tahun dengan penyakit ginjal
4 mm g Usia 18 tahun dengan diabetes

2.1.5 Jenis Hipertensi


Hipertensi dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan berdasarkan etiologi
yaitu dengan penyebab tidak diketahui (hipertensi esensial/primer) dan hipertensi
sekunder (penyebab diketahui). Pada umumnya kasus hipertensi diklasifikasikan
sebagai hipertensi esensial, tetapi penyebab yang melatarbelakanginya harus
ditentukan 15.

1. Hipertensi Esensial/Primer
Adalah hipertensi tanpa kelainan patologi yang jelas. Penyebabnya adalah banyak
faktor seperti faktor keturunan dan lingkungan yang meliputi pengaruh kepekaan
terhadap ion natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah
terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain .15

2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder jarang terjadi dan biasanya hanya 10% dari penderita
hipertensi. Hipertensi jenis ini disebabkan oleh keadaan medis seperti penyakit
ginjal,penyakit jantung,pengaruh obat-obatan tertentu dan penyakit pembuluh
darah .15

2.1.6 Gejala Hipertensi

Sakit kepala,sering marah,epistaksis,telinga berdenging, rasa berat di


tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing adalah beberapa gejala
hipertensi, yang tentunya disertai dengan kenaikan tekanan darah. 1,15 Kadang-
kadang hipertensi muncul tanpa gejala,karena itu hipertensi disebut juga sebagai “
the silent killer”.2,1 atau „the silent disease‟.1 Karena ketiadaan gejala itu yang
membuat hipertensi tidak terkontrol dan menyebabkan organ tubuh menjadi rusak.
Kerusakan itu dapat menyerang fungsi-fungsi otak,ginjal,mata dan bahkan
kelumpuhan organ-organ gerak. Tetapi kerusakan yang paling sering terjadi akibat
penyakit ini adalah gagal ginjal dan stroke. Bahkan kematian akibat penyakit
jantung pada lansia dengan hipertensi adalah beresiko 3 kali lebih sering
dibandingkan dengan lansia tanpa hipertensi.1

2.2 Faktor Resiko Hipertensi


1. Usia
Seiring bertambahnya usia ,resiko seseorang terserang hipertensi semakin
besar.pada pria,hipertensi umumnya terjadi pada usia diatas 45 tahun ,sedangkan
pada wanita biasanya terjadi pada usia > 65 tahun..
2. Keturunan
Hipertensi rentan terjadi pada orang yang memiliki riwayat keluarga penderita
tekanan darah tinggi.
3. Obesitas
Meningkatnya berat badan menyebabkan nutrisi dan oksigen yang dialirkan ke
dalam darah melalui pembuluh darah juga meningkat. Hal ini meningkatkan
tekanan di dalam pembuluh darah dan jantung
4. Garam
Terlalu banyak konsumsi garam atau terlalu sedikit mengkonsumsi makanan
yang mengandung kalium dapat mengakibatkan tingginya natrium dalam
darah, sehingga cairan tertahan dan dapat meningkatkan tekanan dalam
pembuluh darah. Asupan garam yang diperbolehkan adalah < 6 gr per hari. 15
5. Kurang aktifitas fisik dan olahraga
Kurang aktifitas fisik dapat meningkatkan denyut jantung sehingga
meningkatkan tekanan dalam pembuluh darah karena jantung bekerja keras
untuk memompa darah, Selain itu, kurang berolahraga juga dapat
menyebabkan obesitas atau kegemukan yang merupakan salah satu faktor
resiko hipertensi. Aktifitas fisik yang dianjurkan adalah berolahraga 30-45
menit/hari. 15
6. Merokok
Zat kimia dalam rokok bisa menyebabkan pembuluh darah menyempit, yang
berdampak pada meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah dan jantung
7. Mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan sehari-hari dan
memperbanyak makanan yang mengandung serat. 15,2
2.3. Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas (angka


kematian) dan morbiditas (angka kesakitan) akibat hipertensi. 8 Mortalitas dan
morbiditas hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target seperti
kejadian serebrovaskuler atau kardiovaskuler, gagal jantung dan gagal ginjal..
Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi dan pilihan terapi
obat menunjukkan pengurangan resiko secara nyata.15
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan :

1. Terapi Non Farmakologi


Pengobatan cara non farmakologi terbukti dapat mengontrol tekanan darah
sehingga terapi dengan obat/ farmakologi tidak lagi diperlukan atau setidaknya
ditunda dahulu. Dan pada saat obat hipertensi tetap diperlukan,pengobatan non
farmakologi dapat digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek
pengobatan yang lebih baik (terapi kombinasi). 1

Yang termasuk dalam pengobatan non farmakologi adalah sebagai berikut:1,15

 Mengatasi obesitas (kegemukan) atau menurunkan kelebihan berat badan.


Biasanya obesitas ditunjukkan dengan nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) yang
nilainya 25. IMT didapat dengan membagi berat badan dengan tinggi badan
dalam meter kuadrat.
 Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh dengan cara mengurangi garam
pada makanan sehari-hari dan mengurangi konsumsi makanan berpengawet.
 Ciptakan keadaan rileks seperti teknik meditasi,olahraga yoga atau hypnosis
bisa dilakukan untuk rileksasi.
 Melakukan aktivitas fisk dengan berolahraga teratur selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu..
 Menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok,minuman beralkohol dan
mengurangi makanan berlemak tinggi.

2. Terapi Farmakologi (Dengan Obat)


Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk mengurangi tekanan darah
dan mengurangi timbulnya komplikasi,sedangkan untuk hipertensi sekunder harus
didahulukan pengobatan pada penyebab hipertensi .

Biasanya upaya menurunkan tekanan darah tercapai dengan penggunaan obat


1
hipertensi yang disertai kepatuhan minum obat penderita. Perlu diperhatikan
oleh pasien bahwa pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang dan
kemungkinan berlangsung seumur hidup. 1
Hal inilah yang memicu ketidakpatuhan pasien dalam terapi hipertensi
dengan alasan rasa tertekan karena harus minum obat setiap hari, merasa bosan,
18
dan terkadang timbul efek samping dari obat yang dikonsumsi. Selain itu,
kondisi sosial ekonomi, dukungan keluarga dan edukasi dari tenaga kesehatan
turut mempengaruhi pasien untuk mematuhi aturan minum obat. 12,13

Penatalaksanaan dengan obat hipertensi bagi sebagian besar pasien


dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan
umur, kebutuhan, dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan
lebih disukai dalam dosis tunggal karena diharapkan kepatuhan minum obat akan
lebih baik, lebih murah,dapat mengontrol hipertensi terus menerus dan dapat
melindungi pasien terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak , serangan
jantung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun
tidur.15

2.4 Kepatuhan Minum Obat Hipertensi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) kepatuhan diartikan
sebagai sikap yang sesuai dengan peraturan yang telah diberikan. 19 Sedangkan
menurut WHO, kepatuhan adalah kecenderungan pasien untuk melakukan
instruksi medikasi yang dianjurkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kepatuhan minum obat adalah sikap pasien dalam mengikuti instruksi pengobatan
yang diberikan oleh tenaga medis untuk memperoleh kesembuhan dari penyakit.

Ada beberapa terminologi yang biasa digunakan untuk menggambarkan


kepatuhan pasien yaitu: Compliance, Adherence dan Persistence. Compliance
adalah kepatuhan secara pasif yaitu pasien mengikuti saran dan perintah dokter
untuk melakukan pengobatan tanpa banyak pertanyaan dan seringkali pasien tidak
mengerti terapi yang sedang dilakukan. Adherence (kepatuhan) adalah tingkat
kepatuhan pasien dalam menebus resep obat yang telah diberikan oleh tenaga
medis. Biasanya dilaporkan sebagai persentase dari dosis resep obat yang
sebenarnya dikonsumsi oleh pasien selama periode yang ditentukan. Adherence
menunjukkan perilaku pasien yang berarti adanya kerjasama antara pasien dengan
tenaga kesehatan yang memberikan terapi dalam hal ini bukan hanya kepatuhan
minum obat tetapi terapi yang menyangkut perubahan gaya hidup,pola makan,
20
dan pola istirahat menjadi lebih baik daripada sebelum pasien menjalani terapi.
Sedangkan persistence ( ketaatan / konsisten) adalah pasien menunjukkan
perilaku yang secara rutin mengkonsumsi obat dari resep pertama sampai resep
berikutnya atau tekun mengikuti anjuran dari tenaga kesehatan.21

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani terapi minum


obat hipertensi adalah:

a. Faktor internal yaitu meliputi usia,latar belakang sosial ekonomi,sikap dan


emosi yang disebabkan oleh penyakit yang diderita dan kepribadian
pasien. 21
b. Faktor eksternal yaitu meliputi dampak pendidikan dan kesehatan,
hubungan antara pasien dengan tenaga kesehatan dan dukungan dari
lingkungan sosial serta keluarga. 22

2.4.1 Cara Mengukur Tingkat Kepatuhan Minum Obat dengan Morisky


Medication Adherence Scale 8 (MMAS-8)
Tingkat kepatuhan minum obat adalah suatu tingkatan perilaku pasien saat
meminum obat sesuai dengan aturan yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan.
Tingkat kepatuhan dilihat dan dihitung berdasarkan hasil pengisian/ penilaian
kuesioner Morisky Medication Adherence Scale 8.23
Daftar pertanyaan MMAS-8 adalah sebagai berikut:

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah Bapak/Ibu minum obat secara teratur?
2 Apakah dalam 2 minggu terakhir ada hari yang
Bapak/Ibu tidak minum obat?
3 Apakah Bapak/Ibu pernah berhenti minum obat
tanpa memberitahu dokter karena merasa ada efek
samping?
4 Jika Bapak/Ibu bepergian apakah Bapak/Ibu
terkadang lupa membawa obat ?
5 Apakah Bapak/Ibu minum obatnya kemarin?
6 Apakah Bapak/ Ibu menghentikan minum obat jika
merasa sudah membaik?
7 Apakah Bapak/Ibu merasa bahwa terapi hipertensi
yang diberikan oleh dokter ini rumit/agak susah
diterapkan?
8 Seringkah Bapak/Ibu merasa kesulitan untuk ingat
minum obat?

Perhitungan kepatuhan MMAS-8 adalah berdasarkan skor yang didapat dari hasil
jawaban kuesioner yaitu :

a. Tidak patuh jika nilai MMAS-8 = < 6


b. Cukup patuh jika nilai MMAS-8 = 6-7
c. Patuh jika nilai MMAS-8 = 8
Dengan cara memberi nilai 1 untuk jawaban positif tentang kepatuhan minum
obat dan nilai 0 untuk jawaban tidak mengikuti terapi minum obat dengan benar

2.5 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014, definisi puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tinglat pertama,dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif,untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya.24 Dalam hal pelayanan kepada masyarakat,puskesmas memiliki
sub unit pelayanan yang merupakan upaya puskesmas untuk menjangkau
masyarakat yang terkendala untuk datang berobat ke puskemas. Sub unit yang
berhubungan dengan penelitian ini antara lain:

1. Puskesmas Pembantu (Pustu)


Adalah unit layanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang
dan membantu memperluas jangkauan puskesmas dengan melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam runag lingkup wilayah
yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi layanan yang disesuaikan
dengan kemampuan tenaga kesehatan dan sarana yang tersedia.
2. Puskesmas Keliling Roda Empat
Adalah unit pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah terpencil
berupa kendaraan bermotor roda empat dan peralatan kesehatan beserta
tenaga kesehatan yang berasal dari puskesmas induk.
3. Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular)
Adalah pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan deteksi
dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor resiko PTM secara mandiri
dan berkesinambungan.
4. Posyandu Lansia
Adalah suatu wadah pelayanan kepada lansia di masyarakat yang proses
pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non
pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain dengan menitikberatkan
pelayanan pada upaya promotif dan preventif. 25
2.6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian

Tidak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan kefarmasian saat ini bertujuan


mengutamakan keselamatan pasien atau patient safety. Oleh karena itu
Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan standar kefarmasian bagi seluruh sarana
pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Peraturan tersebut dikeluarkan bukan
hanya dalam rangka menjamin keselamatan pasien akan tetapi untuk
meningkatkan mutu sediaan farmasi juga melindungi sumber daya manusia di
bidang kefarmasian dalam hal ini Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Peraturan yang berhubungan dengan pekerjaan kefarmasian adalah Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian26. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pekerjaan
kefarmasian di puskesmas dilakukan oleh Apoteker dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian (pasal 20 PP Nomor 51 Tahun
2009).26

2.7 Definisi Operasional

Tabel 2.2 : Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional
1 Usia Umur penderita Kuesioner Prosentase dari
berdasarkan ulang 1.
tahun terakhir pada 2. > 45 tahun 13
saat wawancara
berlangsung
2 Pendidikan Ijazah pendidikan Kuesioner Prosentase dari
terakhir yang 1.
dimiliki responden 2. > SMP
3 Jenis Identitas jenis Kuesioner Prosentase dari
kelamin kelamin penderita
1. Laki
2. Perempuan
4 Kepatuhan Keteraturan Kuesioner 1. Tidak patuh jika nilai
penderita hipertensi
MMAS-8 = < 6
dilihat dengan
menggunakan 2. Cukup patuh jika nilai
MMAS-8
MMAS-8 = 6-7
3. Patuh jika nilai MMAS-
8=8

MMAS Skala 8= Morisky Medication Adherence Scale 8


Kriteria penentuan batasan umur umumnya bervariasi antar berbagai
penelitian. Hal ini disebabkan berdasarkan sulitnya menentukan batasan umur
yang pasti untuk menggambarkan awal proses menua, mengingat proses menua
sangat kompleks dan progresif yang kecepatan prosesnya dapat berbeda pada jenis
kelamin dan ras yang berbeda. Proses menua yang terjadi pada sistem vaskuler
pun berbeda pada setiap individu sebagai hasil dari faktor genetik, kultural,
lingkungan, perilaku dan komorbiditas.13 Kendati demikian, peneliti menentukan
umur 45 tahun sebagai batas atas dan batas bawah karena pada usia 45 tahun
kondisi kesehatan manusia mulai menurun, seperti mulai menderita nyeri sendi,
tekanan darah tinggi, peningkatan terhadap resiko penyakit jantung, stroke dan
demensia. Sehingga seseorang harus mulai memperhatikan kondisi tubuh dan
mulai mengubah pola hidupnya pada saat usia 45 tahun. Dengan demikian apabila
seseorang mulai memasuki usia lanjut dapat menikmati masa tua tanpa penyakit
degeneratif yang berakibat memperpanjang usia dan kualitas kehidupan lanjut
usia.13

Pendidikan dalam penelitian ini digolongkan menjadi 2 yaitu pendidikan


dibawah atau sampai dengan Sekolah Menengah Pertama atau pendidikan dasar 9
tahun dan diatas SMP (pendidikan menengah sampai perguruan tinggi) . Seperti
diketahui untuk pendidikan dasar di Indonesia terdapat 3 jenis kategori yaitu
Pendidikan Dasar ( SD s/d SMP), pendidikan menengah (SMA) dan pendidikan
tinggi. Untuk pendidikan dasar terjadi peletakan dasar dari pembangunan manusia
yaitu dasar pengetahuan dan keterampilan dimana pada tingkat ini siswa didik
hanya menangkap dan mengelola fakta-fakta yang ada. Sedangkan pada masa
pendidikan menengah bertujuan mempersiapkan siswa didik memiliki
kemampuan mengadakan interaksi dengan lingkungan sosial budaya dan
masyarakat dan mengembangkan kemampuan lebih lanjut untuk memasuki dunia
27
kerja atau perguruan tinggi. Peneliti membagi menjadi 2 (dua) kategori
pendidikan karena menurut data Badan Pusat Statistik kota Serang rata-rata
tingkat lama sekolah adalah 8,6 tahun atau setingkat pendidikan menengah
pertama sesuai dengan profil kependudukan di wilayah kerja Puskesmas Ciracas
kota Serang tahun 2018. 28
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan metode survey deskriptif kuantitatif yang tujuan


utamanya untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
objektif. Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan
yang dihadapi pada situasi saat ini.. Penelitian ini dilakukan dengan cara
mewawancarai pasien untuk pengumpulan data, klasifikasi atau penggolongan,
pengolahan/analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan.29

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dari sampel dalam penelitian ini sama, yaitu seluruh pasien yang
telah didiagnosa oleh dokter atau tenaga kesehatan lain telah mengidap hipertensi
primer yang datang berobat ke Puskesmas Ciracas atau sub unit yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Ciracas dengan jangkauan usia 35 s/d 75 tahun.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut: 29

1. Kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek
penelitian/populasi agar dapat diikutsertakan dalam penelitian. Kriteria
inklusi dalam penelitian ini meliputi:
a. Masyarakat yang telah terdaftar sebagai pasien dan memiliki rekam
medis di Puskesmas Ciracas.
b. Masyarakat yang telah didiagnosa dokter atau petugas kesehatan
mengidap hipertensi
c. Masyarakat yang berusia 35 tahun s/d 75 tahun yang diketahui
berdasarkan data rekam medis pasien hipertensi yang datang berobat
ke Puskesmas Ciracas Serang dan bersedia menjadi responden adalah
yang termuda 35 tahun dan tertua 75 tahun..
2. Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek peneliltian
yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam
penelitian:
a. Penderita hipertensi sekunder
b. Penderita hipertensi dengan diabetes mellitus atau penyakit lain
c. Ibu hamil dengan hipertensi
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Ciracas dan sub unit yang ada di


wilayah kerja puskesmas (posbindu PTM, posyandu lansia atau pusling pada
perode Januari sampai Maret Tahun 2019. Penelitian ini dimulai dari persiapan
proposal sampai pembuatan laporan akhir terhitung dari bulan Desember 2018
sampai Juni 2019.

3.4 Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer, yang dikumpulkan oleh


peneliti sendiri melalui teknik wawancara dan penjelasan tentang maksud dari
masing-masing pertanyaan dalam kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya.

3.5 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi pertanyaan dari kuesioner


terkait kepatuhan minum obat hipertensi, tetapi sebelum itu peneliti melakukan
prosedur di bawah ini:

3.5.1 Persiapan ( izin komisi etik,uji coba kuesioner)

Sebelum pengumpulan data, terlebih dulu peneliti meminta izin kepada


komisi etik penelitian dan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada
Kepala Puskesmas Ciracas kota Serang. Kemudian peneliti menyusun instrument
dan menetapkan protokol pengumpulan data sehingga dapat dilakukan studi
pendahuluan.

3.5.2 Uji Instrumen Kuesioner


Merupakan masalah dalam suatu penelitian salah satunya adalah
bagaimana data yang diperoleh tersaji secara akurat dan objektif. Hal ini sangat
penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian harus dapat dipercaya
melalui data yang akurat. Sebelum kuesioner disebarkan kepada subyek penelitian
,dilakukan ujicoba pemahaman terlebih dahulu kepada 10 orang responden.
Pelaksanaan ujicoba telah dilakukan pada tanggal 14 Desember 2018. (tabel 3)

3.5.3 Cara Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dengan sistem


komputerisasi,adapun mekanisme pengolahan data dilakukan dengan tahapan
berikut:

1. Editing
Dilakukan dengan cara mengkonfirmasi ulang jawaban pasien terutama
umur , pendidikan dan pertanyaan- pertanyaan tentang kepatuhan yang ada
di formulir dengan mencocokkan data di rekam medis atau menanyakan
langsung kepada pasien agar kuesioner terisi lengkap, jelas, relevan dan
konsisten.
2. Coding
Jawaban atau hasil yang diperoleh diklasifikasikan menurut jenisnya ke
dalam bentuk yang lebih ringkas setelah diberi skor atau menggunakan
kode-kode tertentu sebelum diolah dengan computer dengan menggunakan
aplikasi SPSS. Skor kepatuhan dari kuesioner dihitung berdasarkan
standar Morisky Medication Adherence Scale 8 dan digolongkan menjadi
3 golongan yaitu tidak patuh (skor < 6), cukup patuh (skor 6-7) dan patuh (
skor 8) . 23,30
3. Entry
Proses memasukkan data-data yang telah mengalami proses editing dan
coding ke dalam alat pengolahan data (komputer) atau program
pengolahan data tertentu (SPSS). SPSS merupakan singkatan dari
Statistical Program for Social Science yang merupakan paket program
statistik yang berguna untuk mengolah dan menganalisis data penelitian.
Kemampuan yang dapat diperoleh dari SPSS meliputi pemrosesan segala
bentuk file data, modifikasi data, membuat tabulasi berbentuk distribusi
frekuensi, analisis statistik deskriptif, analisis lanjut yang sederhana
maupun yang kompeks dlsb.30
4. Cleaning
Cleaning atau pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan
tersebut mungkin terjadi pada saat memasukkan data ke komputer.
Contoh untuk jumlah total responden pada tiap variable harus sesuai
dengan jumlah responden sesungguhnya. Jika terjadi kekurangan jumlah
responden pada satu variabel maka berarti terjadi missing data (data
hilang). 30
3.5.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan


bivariat yaitu analisis dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dan
hubungan antara masing-masing variable terhadap variabel kepatuhan minum
obat. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
30
persentase dari tiap variabel. Hasil data diuji statistik dengan chi square dengan
menggunakan SPSS.
BAB IV

GAMBARAN UMUM TEMPAT PENGAMBILAN DATA

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciracas Serang

Puskesmas Ciracas merupakan satu dari enam belas (16) Puskesmas yang
ada di Kota Serang sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Serang.
Berdiri sejak tahun 1995, pada awal berdirinya Puskemas Ciracas bernaung di
wilayah kabupaten Serang. Kemudian pada saat pembentukan kota Serang pada
tahun 2008 , karena letaknya berada di wilayah kota Serang , maka Puskesmas
Ciracas berada di bawah pembinaan Dinas Kesehatan kota Serang.31
Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Ciracas terdiri dari 1 (satu)
kelurahan yaitu Kelurahan Serang. Luas wilayah kerja Puskesmas Ciracas adalah
490 Ha dengan jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 27 dan Rukun Tetangga
( RT) sebanyak 118. Jumlah penduduk pada tahun 2018 adalah 29.545 jiwa terdiri
dari laki-laki sebanyak 14.973 dan perempuan sebanyak 14.572.
4.1.1 Kondisi Geografis Wilayah Kerja Puskesmas Ciracas

Serang Perbatasan wilayah kerja Puskesmas Ciracas sebagai

berikut : Sebelah Utara : Kelurahan Kota Baru

Sebelah Selatan : Kelurahan Dalung

Sebelah Barat : Desa Lontar Baru

Sebelah Timur : Kelurahan Cipare

4.2 Visi, Misi dan Tata Nilai Puskesmas Ciracas Serang


Visi Puskesmas Ciracas mewujudkan masyarakat berbudaya hidup sehat
mandiri. Artinya Puskesmas Ciracas berusaha untuk memotivasi masyarakat
untuk hidup sehat bukan hanya dari segi fisik tetapi juga membudayakan hidup
sehat di segala aspek kehidupan dan mengembangkan kemampuan keluarga untuk
hidup sehat dengan keinginan sendiri, termasuk kepatuhan minum obat sebagai
langkah pencegahan dari penyakit kronis dan komplikasinya.
Misi Puskesmas Ciracas Serang adalah:

1. Meningkatkan kegiatan promosi kesehatan


2. Memberdayakan kemandirian masyarakat unuk hidup sehat
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bekerja di
Puskesmas Ciracas.
Tata nilai budaya Puskesmas Ciracas Serang ada 6 (enam) yaitu :

1. Cekatan bermakna selalu cekatan dalam pelayanan dan setiap


tanggungjawab yang diberikan kepada puskesmas.
2. Empati bermakna bersikap empati kepada sesama karyawan dan pasien
di Puskesmas Ciracas
3. Responsif bermakna selalu siap dan sigap memberikan pelayanan
terbaik kepada pelanggan.
4. Disiplin bermakna mengutamakan ketepatan waktu dan ketepatan
sasaran dalam bekerja.
5. Akuntabel bermakna setiap pekerjaan terukur dan dapat
dipertanggungjawabkan dari semua aspek.
6. Selaras bermakna setiap pekerjaan dan program dikerjakan sesuai
dengan kebutuhan pelanggan.31
6 (enam) tata nilai ini disingkat menjadi CERDAS. Tata nilai ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pegawai dalam pelayanan yang
berkualitas kepada masyarakat.

4.3 Penunjang Kegiatan Puskesmas

 Posyandu : 32 posyandu
 Jumlah kader : 150 orang
 Posbindu : 3 posbindu
 Jumlah kader : 13 orang

4.4 Sumber Daya Manusia di Puskesmas Ciracas Serang terdiri dari:


1. Dokter Umum : 1 orang
2. Perawat Umum : 3 orang
3. Perawat Gigi : 1 orang
4. Bidan : 5 orang
5. Promosi Kesehatan : 1 orang
6. Kesehatan Lingkungan : 1 orang
7. Registrasi : 1 orang
8. Kefarmasian : 1 orang
9. Gizi : 1 orang (non ASN)
10. Analis Laboratorium : 1 orang (non ASN)
11. Honorer : 10 orang terdiri dari bidan, administrasi dll
.
4.5 Jam Buka dan Jenis-jenis Pelayanan di Puskesmas Ciracas Serang
Jam buka pelayanan di Puskesmas Ciracas dimulai dari jam 07.30 WIB s/d
jam 14.30 WIB. Jenis-jenis pelayanan yang dilaksanakan di Puskesmas Ciracas
terdiri dari

1. Pengobatan Umum
2. Pengobatan Balita Sakit
3. Pengobatan Gigi
4. Klinik Tuberkolosis dan Kusta
5. Klinik Penyakit Tidak Menular
6. Klinik Gizi
7. Pelayanan Keluarga Berencana
8. Pelayanan Imunisasi
9. Pelayanan Laboratorium
10. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL

Berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan oleh penulis terhadap


kuesioner pasien penderita hipertensi di Puskesmas Ciracas Kota Serang periode
Januari - Maret 2019, maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 5.1
Karakteristik Responden Dalam Kepatuhan Minum Obat
Hipertensi

No Jumlah
n %
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 41 29,5
Perempuan 98 70,5
2. Umur
< 45 tahun 31 22,3
> 45 tahun 108 77,7
3. Pendidikan
< SMP 86 61,9
> SMP 53 38,1
4. Kepatuhan
Kurang patuh 80 57,6
Cukup patuh 42 30,2
Patuh 17 12,2
Jumlah 139 100

Berdasarkan tabel 5.1. diatas terlihat karakteristik responden penderita


hipertensi di Puskesmas Ciracas Kota Serang terlihat yang berjenis kelamin
perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan laki laki yaitu 98
penderita perempuan (70,5%) berbanding 41 penderita laki-laki (29,5%).
Sedangkan untuk penderita hipertensi yang berumur 45 tahun lebih sedikit
yaitu 31 orang (22,3%) berbanding yang berumur > 45 tahun yaitu 108 orang
(77,7%). Untuk pendidikan, lebih banyak penderita hipertensi yang
pendidikannya SMP yaitu sebanyak 86 orang (61,9%) berbanding > SMP yaitu
sebanyak 53 orang (38,1%). Sedangkan untuk variabel kepatuhan terdapat 80
orang responden yang kurang patuh (57,6%), cukup patuh sebanyak 42 orang
(30,2%) dan patuh sebanyak 17 orang (12,2%)

Tabel 5.2
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat
Penderita Hipertensi

Kepatuhan Total
Jenis Kelamin Kurang Cukup Patuh N % p Value
patuh patuh
N % N % N %
Laki-laki 29 70,7 8 19,5 4 9,8 41 100 0,090
Perempuan 51 52 34 34,7 13 13,3 98 100
80 57,6 42 30,2 17 12,2 139 100

Tabel 5.2. di atas menunjukan berdasarkan jenis kelamin, proporsi


penderita perempuan yang patuh sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki
yaitu 13 penderita (13,3%) berbanding 4 penderita (9,8%) .

Tabel 5.3
Hubungan Umur dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Hipertensi

Kepatuhan Total
Umur Kurang Cukup Patuh n % pValue
patuh patuh
N % N % N %
< 45 tahun 20 64,5 10 32,3 1 3,3 31 100 0,146
> 45 60 55,6 32 29,6 16 14,8 108 100
tahun
Jumlah 80 57,6 42 30,2 17 12,2 139 100
Tabel 5.3. di atas menunjukan berdasarkan umur, proporsi penderita yang
patuh berumur > 45 tahun sedikit lebih banyak yang patuh dibandingkan yang
berumur < 45 tahun yaitu 16 penderita (14,8%) berbanding 1 penderita (3,3%).

Tabel 5.4
Hubungan Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita
Hipertensi

Kepatuhan Total
Pendidikan Kurang Cukup Patuh N % p Value
patuh patuh
N % N % N %
< SMP 55 64 26 30,2 5 5,8 86 100 0,006
> SMP 25 47,2 16 30,2 12 22,6 53 100
80 57,6 42 30,2 17 12,2 139 100

Tabel 5.4. di atas menunjukan berdasarkan pendidikan, proporsi penderita


yang berpendidikan > SMP lebih banyak yang patuh dibandingkan yang
berpendidikan < SMP yaitu 12 penderita (22,6%) berbanding 5 penderita (5,8%).

5.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa jumlah pasien


penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin lebih banyak perempuan karena
responden perempuan lebih banyak yang datang berobat ke puskesmas Ciracas
dibandingkan dengan responden laki-laki. Selain itu perempuan lebih rentan
menderita hipertensi sebelum memasuki masa menopause karena
ketidakseimbangan hormonal yang bisa memicu hipertensi. Perempuan yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein ( HDL) yang merupakan
faktor pencegah terjadinya aterosklerosis. Seiring bertambahnya umur pada
perempuan, terjadi penurunan kadar hormon estrogen yang meningkatkan resiko
32
hipertensi pada perempuan. Data dari National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) menyebutkan bahwa sulitnya kontrol tekanan
darah pada pasien wanita disebabkan karena wanita memiliki prevalensi faktor
resiko kardiovaskuler lain yang lebih tinggi misalnya obesitas sentral, peningkatan
33
kolesterol total dan dan kadar low density lipoprotein (LDL) yang tinggi.
Penggunaan kontraseptif oral pada perempuan juga meningkatkan resiko
hipertensi seiring dengan lamanya penggunaan. Oleh karena itu, perempuan yang
menggunakan oral kontraseptif harus memeriksakan tekanan darah secara rutin.8

Berdasarkan umur lebih banyak penderita hipertensi yang berumur > 45


tahun di banding yang berumur < 45 tahun yaitu 108 penderita (77,7%)
berbanding 31 penderita (32,3%). Hal ini dapat disimpulkan semakin bertambah
usia maka semakin meningkatkan resiko menderita hipertensi karena proses
penuaan yang terjadi pada sel-sel tubuh manusia dan faktor umur merupakan
faktor penyebab hipertensi yang tidak dapat dikontrol. 8 Seiring dengan
bertambahnya usia, terjadi perubahan struktur pada pembuluh darah besar yang
berubah menjadi lebih sempit dan kaku dan sebagai akibatnya adalah
meningkatnya tekanan darah sistolik.32

Berdasarkan pendidikan lebih banyak penderita hipertensi yang


berpendidikan < SMP dibanding yang berpendidikan > SMP yaitu 86 penderita
(61,9%) berbanding 53 penderita (38,1%). Tingkat pendidikan secara tidak
langsung mempengaruhi tekanan darah tinggi pada pasien karena tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang seperti kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, pengetahuan tentang asupan makanan dan minuman
yang bergizi dan aktivitas fisik.34

Berdasarkan kepatuhan berobat kebanyakan penderita hipertensi tidak


patuh yaitu sebanyak 80 penderita (57,6%) selanjutnya berturut-turut cukup patuh
42 penderita (30,2%) dan patuh 17 penderita (12,2%). Hasil ini sejalan dengan
laporan WHO pada 2003 yang menyatakan tingkat kepatuhan penderita penyakit
kronis di negara maju adalah sekitar 50% dan di negara berkembang tingkat
kepatuhannya lebih rendah daripada negara maju.9 Demikian juga dengan hasil
penelitian tingkat kepatuhan penderita hipertensi yang telah dilakukan pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di kota Bandung pada tahun 2018
menunjukkan hasil yang hampir mirip yaitu jumlah penderita dengan kepatuhan
rendah adalah 53,5%, kepatuhan sedang 32,3% dan kepatuhan tinggi 14,2%. 35

Berrdasarkan tabel 5.2 Hasil uji statistik dengan chi square didapatkan p
Value , , dengan demikian pada α = , 5 tidak ada perbedaan antara jenis
kelamin dengan kepatuhan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Haryatmo,36 yang menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang
mungkin berkontribusi terhadap mengapa jenis kelamin tidak ikut berpengaruh
dalam kepatuhan. Dalam kenyataan dewasa ini, muncul faktor-faktor yang dapat
meminimalkan variasi dan kesenjangan yang ada antar jenis kelamin. Akses dan
kesempatan yang sama terhadap sumber informasi, semua jenis pekerjaan,
hubungan sosial dengan berbagai komunitas dan tingkat pendidikan yang sama
merupakan beberapa hal diluar jenis kelamin akan tetapi membuat laki-laki dan
perempuan menjadi serupa dalam hal kapasitas, peran dan fungsi sehingga dapat
dipahami apabila jenis kelamin tidak menjadi faktor pengaruh dominan termasuk
dalam hal kepatuhan. 36

Berdasarkan tabel 5.3 Hasil uji statistik dengan chi square didapatkan p
Value 0,146, dengan demikian pada α = , 5 tidak ada perbedaan antara umur
dengan kepatuhan berobat penderita hipertensi. Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Evadewi dan Sukmayanti , 18 yang menyatakan
bahwa umur seseorang tidak berhubungan dengan tingkat kepatuhan. Kepatuhan
tidak hanya berhubungan dengan usia tetapi multifaktor yang mempengaruhi
seperti jenis kelamin, lama menderita hipertensi, latar belakang sosial ekonomi,
sikap dan emosi yang disebabkan oleh penyakit yang diderita, hubungan pasien
dengan tenaga kesehatan, dukungan keluarga dan faktor lingkungan. 18,22

Berdasarkan Tabel 5.4 Hasil uji statistik dengan chi square didapatkan p
Value , 6, dengan demikian pada α = , 5 ada perbedaan antara pendidikan
dengan kepatuhan berobat penderita hipertensi. Hasil ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan berpengaruh dalam kepatuhan minum obat pada pasien
hipertensi. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi, faktor literasinya akan semakin
baik. Demikian juga dengan kemudahan dalam mendapat informasi kesehatan
akan lebih baik dibandingkan dengan orang dengan tingkat pendidikan lebih
rendah sehingga dengan informasi kesehatan tersebut dapat meningkatkan
kepedulian pasien terhadap kesehatannya.37 Hasil ini juga sejalan dengan
35
penelitian yang telah dilakukan oleh Sinuraya dkk yang menyatakan bahwa
tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi perilaku dan tingkat kesadaran
untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khomaini dkk, edukasi


terstruktur yang dilakukan kepada penderita hipertensi dapat meningkatkan
kepatuhan minum obat dan mengikuti terapi yang dianjurkan oleh tenaga
kesehatan. Edukasi terstruktur yang dimaksud dalam penelitian tersebut
adalah penjelasan dari dokter dan apoteker kepada pasien untuk mewujudkan
kepatuhan minum obat hipertensi , mengurangi jumlah asupan garam sampai
2 gram per hari, aktifitas olahraga ≥ 2 kali seminggu minimal 3 menit yang
dilakukan dalam setiap kunjungan selama 3 bulan.13

Dalam buku Saku Hipertensi yang diterbitkan Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif
dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal. Maka
untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan partisipasi aktif para sejawat Apoteker
yang melaksanakan praktek profesi pada pelayanan kefarmasian di puskesmas.
Apoteker dapat bekerja sama dengan dokter dalam memberikan edukasi kepada
pasien tentang hipertensi, memonitor respon pasien melalui farmasi komunitas,
adherence (kepatuhan) terhadap terapi obat hipertensi dan non obat, mendeteksi
dan mengenali secara dini reaksi efek samping dan mencegah dan atau
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat.8

Keberhasilan edukasi antara pasien dan apoteker perlu ditunjang dengan


sarana dan prasarana kefarmasian seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri
38
Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas yaitu puskesmas harus memiliki ruang konseling untuk pasien dengan
resiko komorbiditas, lanjut usia, kompleksitas obat yang diminum, kebingungan
atau kurangnya pengetahuan tentang obat dan penyakitnya dan bila diperlukan
melakukan pelayanan kefarmasian di rumah pasien (Home Pharmacy Care).
BAB VI
KESIMPULAN dan SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 139 orang terdiri dari laki-laki
41 orang (29,5%) dan perempuan 98 orang (70,5%).
2. Responden yang berumur ≤ 45 tahun 3 orang (22,3%) dan > 45 tahun 8
orang (77,7%).
3. Tingkat pendidikan responden adalah ≤ SMP 86 orang (6 , %) dan > SMP
53 orang (38,1%)
4. Tingkat kepatuhan responden adalah kurang patuh 80 orang (57,6%), cukup
patuh 42 orang ( 30,2%) dan patuh 17 orang (12,25).
5. Tidak ada hubungan antara kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi
dengan jenis kelamin dan umur pasien.
6. Ada hubungan antara kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi dengan
pendidikan pasien.
6.2 Saran

1. Untuk Puskesmas Ciracas Kota Serang:


a. Perlu pengkajian ulang tentang rencana dan kebutuhan tenaga Apoteker
sebagai penanggungjawab kegiatan pelayanan kefarmasian yang aman,
bermutu, bertanggungjawab dan berorientasi kepada keselamatan pasien
(patient safety) agar dapat meningkatkan kepatuhan minum obat pasien
hipertensi.
b. Peningkatan sarana dan prasarana seperti pengadaan ruang penyerahan obat
dan ruang konseling bagi pasien agar pelayanan farmasi klinik di Puskesmas
Ciracas berjalan sesuai standar yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan.
2. Untuk penelitian selanjutnya : perlu penelitian yang lebih rinci apakah
kepatuhan minum obat memiliki korelasi dengan jaminan kesehatan yang
dimiliki penderita hipertensi dan jarak rumah penderita hipertensi dengan
pusat kesehatan masyarakat atau layanan kesehatan lain.
3. Untuk Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II Jurusan Farmasi :
memotivasi mahasiswa untuk meneliti tentang kasus-kasus kesehatan yang
berhubungan dengan penyakit tidak menular karena penyakit tersebut
merupakan masalah kesehatan yang memiliki urgensi tinggi saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dalimartha S, Purnama T.B,Sutarina N, Mahendra.B, Darmawan R,Care
yourself,Hipertensi, Jakarta: Penabur Plus; 2008.

2. Kemenkes RI. Hipertensi membunuh diam-diam,


www.depkes.go.id,Jakarta,16 Mei 2018. Diakses pada tanggal 16 Januari
2019.

3. ,Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar


2013 , Jakarta ; 2014.

4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI. Survei Indikator


Kesehatan Nasional , Jakarta ; 2017.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar


2018, Jakarta ; 2018.

6. Dinas Kesehatan Provinsi Banten.Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun


2017 ,Serang ; 2018.

7. Dinas Kesehatan Kota Serang, Profil Kesehatan Kota Serang tahun 2016
,Serang; 2017.

8. Direktorat Jenderal Bina Farmasi Kemenkes RI. Pharmaceutical Care


Hipertensi , Jakarta; 2006.

9. BPOM RI, Kepatuhan Pasien.InfoPOM. Vol.7 No.5 , Jakarta; Februari 2017.

10. Arum V. Chobanian,MD,2004, The Seventh Report of the Joint National


Comitee on Prevention,Detection,Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure U.S, Department of Health and Human Services, NIH . Publication,
No. 04-5230,Augustus,2,BPOM,2006.

11. Bates TR, Connaughton VM,Watts GF,2009, Non –adherence to statin


therapy: a major challenge for preventive cardiology,
https://www.ncbi.nhn.nih.gov/pubmed/19954271 diakses 7 Januari 2019

12. Pujiyanto. Faktor Sosio Ekonomi yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum


Obat Antihipertensi,Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3 No.3
Desember 2008.

13. Khomaini A, Setiati S, Lydia A, Dewiasty E. Pengaruh Edukasi Terstruktur


dan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pasien Hipertensi,Jurnal Penyakit Dalam Indonesia,Vol.4 No. 1, Maret
2017.
14. Sri Mumpuni Sari, Cara Mengukur Tekanan Darah yang Benar,detikhealth,12
Juli 2010,diakses pada 11 Januari 2019.

15. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R ,Wardhani W. I,Setiowulan W, Kapita


Selekta Kedokteran FKUI Edisi III, Jakarta: Media Aesculapius ; 2001.

16. Yayasan Jantung Indonesia,Pemahaman,Persepsi,Pengalaman Masyarakat


Terkait Dengan Yayasan Jantung Indonesia, Jakarta ; 2012.

17. Joint National Comitee VIII, Guidelines for the Management of Hypertension
in Adults, 2014.

18. Evadewi P.K.R, Sukmayanti L.M.K. Kepatuhan Menkonsumsi Obat Pasien


Hipertensi di Denpasar Ditinjau dari Kepribadian Tipe A & Tipe B,Jurnal
Psikologi Universitas Udayana, Vol.1 No. 1,Denpasar ; 2013.

19. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; 1997.

20. Osterberg,L; Blaschke T, Adherence to medication,N.Eng J. Med, 2005.

21. Lailatushifah S.N.F, Kepatuhan pasien yang menderita penyakit kronis dalam
mengkonsumsi obat harian, Jurnal Fak. Psikologi Universitas Mercu Buana:
Yogyakarta; 2012.

22. Niven N, Psikologi Kesehatan pengantar untuk perawat dan professional


kesehatan lain,Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2002.

23. Morisky D & Munter P, New medication adherence scale versus pharmacy fill
rates in senior with hypertension,American Journal of Managed Care, 2009.

24. NKRI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun


2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

25. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Data Dasar Puskemas, Jakarta ;


2017.

26. NKRI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009


Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta, 2009.

27. Dewantoro, Hajar , Pengertian Pendidikan Dasar, silabus.org, 2017, diakses


pada
1 Juni 2019

28. Badan Pusat Statistik Kota Serang, Indeks Pembangunan Manusia di Kota
Serang, Serang ; 2018.
29. Supardi S, Surahman. Metodologi Penelitian untuk Mahasiswa Farmasi.
Jakarta: CV Trans info Media; 2014.

30. Hastono, S.P, Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Indonesia, Jakarta; 2006.

31. Profil Puskesmas Ciracas Tahun 2018, Dinas Kesehatan Kota Serang ; 2019.

32. Anggraini, AD, Waren, S., Situmorang, E., Asputra H., dan Siahaan, SS.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang
berobat di poliklinik dewasa Puskesmas Bangkinang periode Januari s/d Juni
2008. Fakultas Kesehatan Universitas Riau , Pekanbaru; 2009.

33. National Health and Nutruition Examination Survey, NHANES 2011-2012,


Atlanta; Center for Disease Control and Prevention, 2013.

34. Yayasan Jantung Indonesia, Analisis Kondisi Tekanan Darah di Kalangan


Anggota Klub Jantung Sehat dan Masyarakat, Jakarta; 2017.

35. Sinuraya, R.K. Destiani, D.P, Puspitasari, I.M, Diantini, A. Tingkat


Kepatuhan Pengobatan Pasien Hipertensi di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama di Kota Bandung, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Volume 7, Juni
2018, Pusat Studi Pengembangan Pelayanan Kefarmasian, Fakultas Farmasi
Universitas Padjajaran, Sumedang ; 2018.

36. Haryatmo, S., Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan


pasien terhadap manajemen hipertensi dalam konteks asuhan keperawatan di
kabupaten Temanggung, Tesis Magister Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia,Depok; 2013.

37. Mezuk B, Kershaw KN, Hudson D, Lim KA, Rattlif S, Job strain, workplace
discrimination and hypertension among older workers: The health and
retirement study, Race Soc Probl, 2011.

38. NKRI, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Jakarta,2016.
Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Esensial PKM
Ciracas Bulan September- November 2018

No Nama Umur Sept Okt Nov Terkontrol/Tidak


terkontrol
1 Ny J 44 158/89 160/87 150/95 Tidak terkontrol
2 Ny AD 58 140/80 138/80 141/82 Terkontrol
3 Ny Mg 35 132/76 136/78 136/82 Terkontrol
4 Ny T.M 58 132/81 135/80 140/78 Terkontrol
5 Ny RN 42 156/101 150/90 153/89 Tidak Terkontrol
6 Ny IS 43 125/85 132/81 139/80 Terkontrol
7 Ny SP 55 144/82 144/94 143/87 Terkontrol
8 Ny Su 58 140/78 140/89 140/82 Terkontrol
9 Ny Jm 39 123/73 120/70 125/72 Terkontrol
10 Ny Sw 58 123/82 124/85 126/79 Terkontrol
11 Ny YP 45 124/76 121/76 122/76 Terkontrol
12 Ny NA 44 126/75 124/80 124/82 Terkontrol
13 Ny Ju 56 130/99 132/98 136/101 Tidak Terkontrol
14 Ny SS 50 145/95 150/98 156/97 Tidak Terkontrol
15 Ny Sp 52 124/86 120/89 123/87 Terkontrol
16 Ny TS 55 155/92 151/97 154/87 Tidak Terkontrol
17 Ny Ka 52 150/80 145/82 136/87 Terkontrol
18 Ny Ma 48 165/90 150/85 148/89 Tidak Terkontrol
19 Ny Sl 60 160/85 162/90 161/90 Tidak Terkontrol
20 Ny St 63 163/83 158/89 152/87 Tidak Terkontrol
21 Ny KH 62 154/90 161/92 165/78 Tidak Terkontrol
22 Ny MD 66 145/86 156/89 161/92 Tidak Terkontrol
23 Ny YR 61 140/88 131/101 145/89 Tidak Terkontrol

No Nama Umur Sept Okt Nov Terkontrol/tdk


terkontrol
24 Ny As 75 140/78 142/81 145/78 Terkontrol
25 Ny Md 63 125/82 132/72 129/78 Terkontrol
26 Ny Mu 70 167/89 159/89 160/87 Tidak Terkontrol

Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah Pasien Hipertensi + DM PKM Ciracas


Bulan September- November 2018

No Nama Umur Sept Okt Nov Terkontrol/ Tidak


terkontrol
1 Ny Sk 74 125/87 126/79 131/78 Terkontrol
2 Tn Sn 75 147/89 145/91 154/87 Tidak Terkontrol
3 Tn MS 59 154/78 156/89 157/90 Tidak terkontrol
4 Ny H 64 132/78 125/79 122/67 Terkontrol
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Comitee VIII 201417

Batasan tekanan darah Kategori usia dan kondisi pasien


(mm/Hg)
mmHg Usia 60 tahun tanpa penyakit diabetes
dan sakit gunjal kronik
4 mm g Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta
4 mm g Usia 18 tahun dengan penyakit ginjal
4 mm g Usia 18 tahun dengan diabetes
Tabel 2.4 Daftar Isian Kuesioner MMAS-8

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah Bapak/Ibu minum obat secara teratur?
2 Apakah dalam 2 minggu terakhir ada hari yang
Bapak/Ibu tidak minum obat?
3 Apakah Bapak/Ibu pernah berhenti minum obat
tanpa memberitahu dokter karena merasa ada efek
samping?
4 Jika Bapak/Ibu bepergian apakah Bapak/Ibu
terkadang lupa membawa obat ?
5 Apakah Bapak/Ibu minum obatnya kemarin?
6 Apakah Bapak/ Ibu menghentikan minum obat jika
merasa sudah membaik?
7 Apakah Bapak/Ibu merasa bahwa terapi hipertensi
yang diberikan oleh dokter ini rumit/agak susah
diterapkan?
8 Seringkah Bapak/Ibu merasa kesulitan untuk ingat
minum obat?

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan terakhir:

TD :
LAMPIRAN
Hasil Pengambilan Data Kuesioner Kepatuhan Minum Obat Hipertensi

Frequency Table

Jenis kelamin

Berdasa
rkan
/Jenis Cumulative
Kelami Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki laki 41 29.5 29.5 29.5

Perempuan 98 70.5 70.5 100.0

Total 139 100.0 100.0

Total jumlah responden sebnayak 139 pasien terdiri dari 41orang laki-laki ( 29.5%) dan
98 orang perempuan ( 79,5%)

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < 45 tahun 31 22.3 22.3 22.3

> 45 tahun 108 77.7 77.7 100.0

Total 139 100.0 100.0

Sedangkan berdasarkan umur, terdapat 31 pasien yang berumur kurang atau sama dengan
45 tahun (22.3%) dan 108 pasien yang berumur lebuh dari 45 tahun (77.7%).
Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < SMP 86 61.9 61.9 61.9

> SMP 53 38.1 38.1 100.0

Total 139 100.0 100.0

Berdasarkan pendidikan terdapat 86 orang ( 61,9% ) penderita hipertensi yang


pendidikannya kurang atau sama dengan SMP dan 53 orang ( 38,1%) pasien yang
pendidikannya lebih dari SMP.

Kepatuhan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 80 57.6 57.6 57.6

Cukup 42 30.2 30.2 87.8

Patuh 17 12.2 12.2 100.0

Total 139 100.0 100.0

Sedangkan untuk kepatuhan minum obat pasien hipertensi terdapat 80 orang (57,6%)
pasien yang kurang patuh terhadap anjuran minum obat hipertensi, 42 oraang (30,2%)
dengan kepatuhan cukup dan17 orang( 12,2%) dengan kepatuhan yang baik.

Crosstabs
Jenis kelamin * Kepatuhan Crosstabulation

Kepatuhan

Kurang Cukup Patuh Total

Jenis kelamin Laki laki Count 29 8 4 41

% 70.7% 19.5% 9.8% 100.0%


within
Jenis
kelamin
Perempuan Count 51 34 13 98

% 52.0% 34.7% 13.3% 100.0%


within
Jenis
kelamin
Total Count 80 42 17 139

% 57.6% 30.2% 12.2% 100.0%


within
Jenis
kelamin

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value Df sided)

Pearson Chi-Square 4.251a 2 .119

Likelihood Ratio 4.391 2 .111

Linear-by-Linear Association 2.872 1 .090

N of Valid Cases 139

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5.01.

Crosstabs
Umur * Kepatuhan Crosstabulation

Kepatuhan

Kurang Cukup Patuh Total

Umur < 45 tahun Count 20 10 1 31

% within Umur 64.5% 32.3% 3.2% 100.0%

> 45 tahun Count 60 32 16 108

% within Umur 55.6% 29.6% 14.8% 100.0%

Total Count 80 42 17 139

% within Umur 57.6% 30.2% 12.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value Df sided)

Pearson Chi-Square 3.036a 2 .219

Likelihood Ratio 3.851 2 .146

Linear-by-Linear Association 2.051 1 .152

N of Valid Cases 139

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 3.79.

Crosstabs

Pendidikan * Kepatuhan Crosstabulation


Kepatuhan

Kurang Cukup Patuh Total

Pendidikan < SMP Count 55 26 5 86

% within Pendidikan 64.0% 30.2% 5.8% 100.0%

> SMP Count 25 16 12 53

% within Pendidikan 47.2% 30.2% 22.6% 100.0%

Total Count 80 42 17 139

% within Pendidikan 57.6% 30.2% 12.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value Df sided)

Pearson Chi-Square 9.197a 2 .010

Likelihood Ratio 8.994 2 .011

Linear-by-Linear Association 7.469 1 .006

N of Valid Cases 139

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 6.48.

Anda mungkin juga menyukai