Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339790191

Evaluasi Pelayanan Swamedikasi Di Apotek Wilayah Sidoarjo

Article  in  Jurnal Pharmascience · March 2020


DOI: 10.20527/jps.v7i1.8083

CITATIONS READS

0 289

4 authors, including:

Khurin In Wahyuni Djelang Zainuddin Fickri


STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA 7 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   
16 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Khurin In Wahyuni on 29 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


25
Jurnal Pharmascience, Vol. 07 , No.01, Februari 2020, hal: 25 - 35
ISSN-Print. 2355 – 5386
ISSN-Online. 2460-9560
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/pharmascience
Research Article

Evaluasi Pelayanan Swamedikasi Di Apotek


Wilayah Sidoarjo
Khurin In Wahyuni*, Nanda Erika Permatasari, Djelang Zainuddin Fickri,
Adinugraha Amarullah

STIKES Rumah Sakit Anwar Medika


*Email: khurinain87@gmail.com

ABSTRAK

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan


yang bertanggungjawab langsung kepada pasien yang saat ini telah bergeser
orientasinya dari obat (drug oriented) ke pasien (patient oriented) yang mengacu
kepada Pharmaceutical care. Salah satu pelayanan kefarmasian di apotek adalah
pelayanan swamedikasi. Menurut Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993,
swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang
dalam mengobati gejala atau penyakit yang dideritanya tanpa terlebih dahulu
konsultasi kepada dokter. Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam
memberikan bantuan berupa nasehat dan petunjuk kepada yang melakukan
swamedikasi agar pasien dapat melakukan swamedikasi secara bertanggungjawab.
Apoteker juga harus menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error). Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai
dengan standar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan
pelayanan swamedikasi di beberapa apotek wilayah Sidoarjo yang sesuai Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35
tahun 2014. Teknik penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan metode
sampling yaitu purposive sampling, dengan kriteria apoteker yang bekerja di apotek
wilayah Sidoarjo yang bersedia mengisi kuisioner. Dari kriteria tersebut didapatkan
34 sampel apotek yang tersebar di 10 kecamatan di wilayah Sidoarjo. Instrumen
yang digunakan untuk pengambilan data adalah kuisioner yang telah diuji
menggunakan uji validitas rupa dan isi, serta uji reliabilitas dengan metode
Cronbach’s Alpha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun
2014 belum dilaksanakan secara menyeluruh di apotek-apotek wilayah Sidoarjo
dengan rata-rata persentase pelaksanaan pelayanan sesuai Standar masih 75,83 %.

Kata kunci: drug oriented, patient oriented, Pharmaceutical care, medication error,
Swamedikasi.

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


26

ABSTRACT

Pharmaceutical care is integral part of care health responsible directly to patients


who currently have its orientation shifts from drug oriented to patient oriented refer to
Pharmaceutical care. One of the pharmaceutical care at a pharmacy is a self-
medication care. According to the Minister of Health No. 919 Minister of
Health/Per/X/1993, self medication is one of the frequent efforts done by someone in
treating the symptoms or illnesses they suffer without first consulting a doctor.
Pharmacists have a role very important in providing assistance in the form of advice
and guidance to who do swamedication so that patients can do swamedication to be
responsible. Pharmacists must also be aware of the possibility of this happening
medication error. Therefore the pharmacist in practice must be in accordance with
standards. This research aimed at knowing the description of the implementation of
self-medication care in several pharmacies Sidoarjo region in accordance with
Pharmaceutical Care Standards in Pharmacy based on Minister of Health Regulation
No. 35 of 2014. Research technique the method used is descriptive with a sampling
method that is purposive sampling with criteria for pharmacists who work in the
Sidoarjo region pharmacies willing to fill in the questionnaire. From these criteria, 34
pharmacy samples were obtained which is spread in 10 sub-districts in the Sidoarjo
region. The instrument used for date collection is a questionnaire that has been tested
using the test the validity of appearance and content, as well as the reliability test using
the Cronbach’s Alpha method. Results research shows that Pharmaceutical Care
Standards in Pharmacy based on Minister of Health Regulation No. 35 of 2014 has not
been implemented as a whole in the pharmacies in the Sidoarjo region with an average
percentage care delivery according to the Standards is still 75.83%.

Keywords: drug oriented, patient oriented, Pharmaceutical care, medication error, Self-
medication care.

I. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan


Derajat kesehatan yang optimal dan teknologi mengakibatkan pelayanan
dapat terwujud dari pembangunan kefarmasian berpindah orientasinya dari
kesehatan, tujuan dari pembangunan drug oriented menjadi patient dan drug
kesehatan adalah peningkatan dalam oriented yang disebut dengan
kesadaran, kemauan kemampuan hidup pharmaceutical care (Menkes RI, 2016).
sehat (Depkes, 2009). Menurut WHO, Pharmaceutical care atau asuhan
sehat merupakan keadaan yang sempurna kefarmasian merupakan pola pelayanan
tidak hanya fisik melainkan mental dan kefarmasian yang berorientasi pada pasien.
sosial. pemerintah melakukan berbagai Kegiatan pelayanan kefarmasian yang
upaya dalam peningkatan kesehatan sebelumnya terpusat pada pengelolaan
nasional (WHO, 1997). obat menjadi pelayanan yang fokus pada
peningkatan kualitas hidup pasien.

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


27

Konsekuensi perubahan orientasi tersebut, antibiotika, obat tradisional dan obat-obat


mengakibatkan apoteker harus yang tidak teridentifikasi. Obat
meningkatkan knowladge, skill dan swamedikasi diperoleh dari apotek sebesar
behavior dengan melaksanakan pelayanan 41%, toko obat sebanyak 37,2% serta
konseling, informasi obat dan edukasi agar 23,4% diperoleh secara langsung dari
pasien menggunakan obat yang benar dan tenaga kesehatan.6 Pemakaian obat dengan
rasional, monitoring penggunaan obat cara swamedikasi sering dilakukan dengan
untuk mengetahui keberhasilan terapi, alasan sederhana yaitu karena yang
serta meminimalisisr kemungkinan bersangkutan sudah pernah mengalami
terjadinya kesalahan pengobatan penyakit yang sama sebelumnya dengan
(medication error) (Menkes RI, 2009). mendiagnosa sendiri dan memperhatikan
Sarana pelayanan kefarmasian salah kesamaan gejala sehingga solusinya adalah
satunya adalah apotek, sesuai dengan mengkonsumsi obat yang sama. Dalam
Menkes RI tahun 2016 apotek merupakan melakukan swamedikasi seharusnya tetap
tempat apoteker dalam menjalankan harus tahu tentang penyakit yang didetrita,
praktek kefarmasian yang dibantu oleh memahami indikasi dari obat yang
apoteker pendamping atau tenaga teknis dikonsumsi, efek samping, dosis, serta
kefarmasian (Menkes RI, 2009). Salah aturan pakai.
satu pelayanan kefarmasian yang Tuntutan akan pelayanan
dilakukan di apotek adalah swamedikasi kefarmasian yang berkualitas
dimana pasien dapat mengobati segala menyebabkan Direktorat Jendral
keluhan yang dialaminya dengan obat- Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan
obatan yang dapat dibeli secara bebas di Departemen Kesehatan (Dirjen Yanfar dan
apotek atau toko obat dengan inisiatif atau Alkes) bekerjasama dengan Ikatan Sarjana
kesadaran diri sendiri tanpa harus periksa Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun
atau meminta nasehat dokter (Muharni et standar pelayanan kefarmasian di apotek
al., 2015). untuk menjamin pelayanan kefarmasian.
Hasil Riset Kesehatan Dasar yang Standar pelayanan kefarmasian merupakan
dilakukan oleh Badan Penelitian dan pedoman yang dapat digunakan dalam
Pengembangan Kementerian Kesehatan RI melaksanakan praktek kefarmasian dengan
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa tujuan melindungi masyarakat dari
103.860 atau 35,2% dari 294.959 rumah pelayanan yang tidak professional,
tangga menyimpan obat swamedikasi kesalahan dalam pengobatan, melindungi
meliputi obat keras, obat bebas, masyarakat selaku konsumen dan

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


28

melindungi profesi dalam menjalankan akses dalam mendapatkan info sangat


praktik kefarmasiannya (Menkes, 2004). mudah. Masalah yang sering terjadi dalam
Apoteker harus menjalankan praktik sesuai medication error adalah kesalahan dalam
standar pelayanan kefarmasian sehingga menentukan obat, dosis yang berlebihan,
harus memiliki skill dalam berkomunikasi tidak rasional seperti penggunaan
baik dengan pasien maupun dengan tenaga antibiotic (Osemene & Lamikanra, 2012).
kesehatan lainnya dalam menetapkan Berdasarkan uraian diatas, penting
terapi sebagai bentuk dukungan terhadap kiranya peneliti melihat sejauh mana
penggunaan obat yang rasional. Dalam pelaksanaan pelayanan swamedikasi oleh
melakukan praktik tersebut, apoteker juga apoteker yang sesuai dengan Standar
dituntut untuk melakukan monitoring Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
penggunaan obat, melakukan evaluasi dan penelitian ini perlu dilakukan sebagai
mendokumentasikan segala aktivitas bentuk evaluasi pelaksanaan pelayanan
kegiatannya sebagai bentuk kegiatan swamedikasi di beberapa apotek Wilayah
3
dalam memenuhi standart pelayanan. Sidoarjo karena dikhawatirkan
Pelayanan kefarmasian yang komprehensif swamedikasi hanya dijadikan salah satu
meliputi dua kegiatan yaitu memberikan cara dalam meningkatkan nilai ekonomi
rasa aman kepada masyarakat sehingga apotek tanpa mengikuti standart pelayanan
terhindar dari rekasi yang tidak diinginkan kefarmasian yang berlaku, di Sidoarjo
selama penggunaan obat dan yang kedua banyak terdapat perumahan yang
adalah memberikan jaminan kualitas obat diasumsikan bahwa semakin banyak
dengan cara menjelaskan penggunaan obat penduduk maka semakin banyak
agar tujuan terapi tercapai dengan kebutuhan individu untuk meningkatkan
maksimal dan dengan efek samping derajat kesehatan dengan membeli obat
minimal (Sari, 2004). baik digunakan untuk pengobatan ataupun
Peningkatan praktek swamedikasi hanya sebagai persediaan. Di wilayah
harus mendapatkan perhatian dan evaluasi perumahan, pelayanan swamedikasi lebih
karena pengobatan sendiri yang dilakukan besar proporsinya sehingga dengan adanya
oleh pasien memungkinkan terjadinya konsultasi dan saran dari apoteker dapat
kesalahan pengobatan. Salah satu faktor meningkatkan dan menambah pengetahuan
yang menyebabkan terjadinya medication pasien untuk lebih bijak dalam memilih
error adalah keterbatasan pengetahuan dan memilah informasi. Evaluasi
masyarakat dalam memutuskan obat yang pelayanan swamedikasi juga diharapkan
dikonsumsi, meskipun di era sekarang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


29

serta dapat menjunjung citra apoteker di digunakan jenis kuisioner langsung


komunitas. dengan bentuk skala bertingkat (ratting-
scale) yang diisi oleh responden.
II. METODE Responden menjawab pernyataan
A. Metode Penelitian tentang dirinya yang diikuti oleh kolom-
Penelitian ini merupakan penelitian kolom yang menunjukkan tingkat-
deskriptif observasional yang dilakukan tingkatan misalnya mulai dari selalu
di Sidoarjo pada 34 Apotek di 7 sampai tidak pernah.
kecamatan berdasarkan purposive
sampling. Populasi pada penelitian ini III. HASIL DAN PEMBAHASAN
merupakan seluruh apoteker yang A. Data Demografi Responden
memiliki apotek mandiri dan memenuhi Berdasarkan data demografi
kriteria penelitian dan memenuhi kriteria responden pada tabel I menunjukkan
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada bahwa responden yang berjenis kelamin
penelitian ini, antara lain apoteker yang perempuan sebanyak 29 responen dengan
bersedia menandatangani informed persentase sebesar 85,3%. Responden
consent. peneliti menentukan 34 sampel dengan usia 19 tahun sampai 30 tahun
apotek dengan metode proporsional untuk sebanyak 24 responden dengan persentase
jumlah sampel yang akan diteliti di apotek sebesar 70,6%. Data demografi
mandiri yang berada di wilayah Sidoarjo menunjukkan 7 responden memiliki
yang tersebar di tujuh kecamatan, yang pengalaman kerja selama 1 tahun sampai
meliputi Kecamatan Balongbendo, 10 tahun dengan persentase sebesar 20,6%.
Kecamatan Sukodono, Kecamatan Krian, Frekuensi kehadiran responden di apotek
Kecamatan Prambon, Kecamatan Sedati, sebanyak 4 responden hadir 6 kali dalam 1
Kecamatan Tarik, Kecamatan Wonoayu. minggu dengan persentase sebanyak
11,8%. Data usia responden berada pada
B. Instrumen Penelitian usia produktif sehingga seluruh responden
Instrumen yang digunakan di apotek masih bisa menjalankan
dalam penelitian ini adalah kuisioner perannya sesuai dengan perundang-
yang berisi daftar pertanyaan yang undangan yang berlaku. Usia produktif di
disebarkan kepada responden yang Indonesia berada pada usia 15-64 tahun
sesuai dengan kriteria inklusi yaitu (WHO, 2004). Lama pengalaman kerja
responden yang bersedia mengisi responden 1 tahun sampai 10 tahun
kuisioner. Dalam penelitian ini sebanyak 7 responden (20,6 %). Dari data

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


30

pernyataan responden jumlah hari kerja yang pasti untuk meningkatkan kualitas
dalam 1 minggu diketahui bahwa hidup (Menkes RI, 2016). Pada penelitian
kehadiran di apotek 6 kali selama satu ini, sebanyak 47,1 % responden sering
minggu sebanyak 7 responden (20,6%) melakukan pelayanan swamedikasi sesuai
sehingga pelayanan swamedikasi sehari- dengan standart pelayanan kefarmasian.
hari lebih banyak dilakukan oleh pekerja Apoteker dapat menekankan kepada
kefarmasian (Asisten pasien bahwa walaupun obat tersebut
Apoteker 26 responden (79,4%) Menurut dapat diperoleh tanpa resep dokter pada
Hartini dan Sulamono, ketentuan tentang penggunaan obat bebas, obat bebas
jam buka apotek, praktek dan kehadiran terbatas dan obat wajib apotek tetap dapat
Apoteker perlu diatur ulang agar tidak menimbulkan bahaya dan efek samping
merugikan pasien ataupun apoteker yang tidak dikehendaki jika dipergunakan
(Hartini, 2006) dengan tidak semestinya. Pelayanan
Swamedikasi di apotek tidak harus
Tabel I. Distribusi Data Demografi dilakukan oleh Apoteker karena pekerja
Responden kefarmasian (Asisten Apoteker) juga dapat
Present memberikan pelayanan swamedikasi
No Uraian Kategori Frekuensi asi apabila Apoteker membuat dan
Jenis menerapkan sistem Standar Operasional
1 Kelamin Perempuan 29 85,3%
Prosedur (SOP). Menurut Peraturan
2 Usia 19-30 tahun 24 70,6%
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Pengalama Negara Nomor : PER/21/M.PAN/11/2008,
3 n Kerja 1-10 tahun 7 20,6%
dimana secara garis besar dimaksudkan
6 kali
Frekuensi dalam 1 agar SOP dapat menjadi sarana pedoman
4 Kehadiran minggu 7 20,6%
kerja agar operasional yang dijalankan
5 Status Lainnya 26 76,5%
sesuai dengan standart yang berlaku.

Hasil penelitian dari tinjauan B. Hasil Penelitian Mengenai


pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan Pelayanan Swamedikasi
pelayanan swamedikasi yaitu pelayanan Tabel II merupakan hasil jawaban
langsung dan bertanggungjawab oleh responden atas pernyataan dalam kuisioner
Apoteker dalam memberikan pelayanan mengenai pelayanan swamedikasi yang
kepada pasien yang berkaitan dengan dilakukan oleh Apoteker di Beberapa
sediaan farmasi dalam mencapai hasil Apotek wilayah Sidoarjo. Dalam

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


31

pelayanan swamedikasi apoteker maupun Farmasis yang melakukan praktek di


AA yang bertugas jarang menyanyakan apotek dapat memberikan pelayanan
untuk siapa obat tersebut, memberi info swamedikasi dengan memberikan
terkait kelompok obat, Interaksi obat, pemilihan pengobatan yang tepat sekaligus
Tindakan yang harus diambil, jika lupa memberikan edukasi kepada pasien untuk
menggunakan obat, Pengulangan penyakit ringan dengan memilihkan obat
informasi oleh pasien, Pasien diminta bebas atau bebas terbatas. Dalam
kembali ke apotek dan jawaban tidak meningkatkan kualitas pelayanan demi
pernah ada pada pertanyaan peman tercapainya terapi yang tepat maka
pemantauan obat dengan datang ke rumah diperlukan kontribusi dari peran organisasi
pasien atau menelepon pasien. farmasi baik IAI maupun ISFI serta
Pada penelitian ini dapat dilihat penentu kebijakan kefarmasian untuk
bahwa beberapa apotek wilayah Sidoarjo melakukan sosialisasi kepada farmasis
belum melaksanakan pelayanan agar dapat memberikan pelayanan sesuai
swamedikasi sesuai dengan Standar standart kefarmasian yang berlaku, sesuai
Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang dengan nine star farmasi yaitu long life
telah diatur oleh Peraturan Menteri learner maka farmasis harus melakukan
Kesehataan Republik Indonesia Nomor 35 pembelajaran secara terus menerus untuk
Tahun 2014. Hasil penelitian ini juga mencari informasi terbaru mengenai obat
menunjukkan bahwa apotek wilayah di era sekarang ini khususnya dalam
Sidoarjo belum menerapkan Standar melakukan praktek swamedikasi. Farmasis
Pelayanan Kefarmasian di Apotek secara yang telah melakukan pelayanan sesuai
menyeluruh. Pelayanan swamedikasi di standart maka diharapkan dapat
beberapa apotek wilayah Sidoarjo meningkatkan kualitas hidup pasien
menunjukkan bahwa farmasis belum dengan pemberian terapi yang optimal
100% melaksanakan pelayanan yang mengacu pada filosofi
swamedikasi sesuai dengan Standar Pharmaceutical Care.
Pelayanan Kefarmasian dengan rata-rata
persentase pelaksanaan pelayanan yang
sesuai standar hanya 75,83 % (Tabel 3).
Sehingga diharapkan apotek di wilayah
Sidoarjo dapat menerapkan standar
pelayanan kefarmasian yang sesuai standar
100%.

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


32

Tabel II. Distribusi Hasil Penelitian Mengenai Pelayanan Swamedikasi

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


33

Tabel III. Distribusi Deskripsi Hasil Penilaian Penelitian Mengenai Pelayanan


Swamedikasi sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


34

IV. KESIMPULAN Hardjasaputra PSL. 2002.. Data Obat Di


Indonesia. Grafidian
Pada penelitian ini dapat dilihat
Medipress.Jakarta
bahwa beberapa apotek wilayah Sidoarjo Hartini, Y.S dan S. 2006. Apotek : Ulasan
Beserta Naskah Peraturan
belum 100% melaksanakan pelayanan
Perundang- Undangan Terkait
swamedikasi sesuai Standar Pelayanan Apotek,. Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.Menteri Kesehatan
Kefarmasian di Apotek yang telah diatur
Republik Indonesia. 2009. Peraturan
oleh Peraturan Menteri Kesehataan Pemerintah Republik Indonesia No
51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Kefarmasian. Kemenkes RI. Jakarta
dengan rata-rata persentase pelaksanaan Muharni S, Aryani F, Mizanni M. 2015.
Gambaran Tenaga Kefarmasian
pelayanan sesuai standar yaitu 75,83 %
Dalam Memberikan Informasi
Kepada Pelaku Swamedikasi di
Apotek-Apotek Kecamatan Tampan,
UCAPAN TERIMA KASIH
Pekanbaru. J Sains Farm Klin.
Terima kasih peneliti ucapkan ;2(1):47.
doi:10.29208/jsfk.2015.2.1.46
kepada STIKES RS Anwar Medika dan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Apotek yang bersedia menjadi responden 2004. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/Sk/Ix/2004 Tentang
DAFTAR PUSTAKA Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek Menteri Kesehatan Republik
Badan Penelitian dan Pengembangan Indonesia. 2004;(3):1-21.
Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
2013. -384. Republik Indonesia Nomor 30
Baxter K. 2006. Book Review: Stockley’s Tahun 2014 Tentang Standar
Drug Interactions, 7th Edition. Ann Pelayanan Kefarmasian Di
Pharmacother. 40(6):1219-1219. Puskesmas. 2014;2014(June):1-2.
doi:10.1345/aph.1g691Blenkinsopp doi:10.1038/132817a0
A, Paxton P, Blenkinsopp J. 2005. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Symptoms in the Pharmacy: A Guide 2016. Standar Pelayanan
to the Management of Common Kefarmasian Di Apotek. Kemenkes
Illness.; RI. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Osemene KP, Lamikanra A. 2012. A study
Pelayanan Kefarmasian di Rumah of the prevalence of self-medication
(Home Pharmacy Care). 1-37. practice among university students in
doi:10.1017/CBO9781107415324.00 southwestern Nigeria. Trop J Pharm
4 Res. 2012;11(4):683-689.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang doi:10.4314/tjpr.v11i4.21
Undang Republik Indonesia No 36 Sari. 2004. Penelitian Farmasi Komunitas
Tahun 2009 Dan Klinik . Yogyakarta : Gadjah
Diana M. Collett, Aulton ME. 1990. Drug Mada University Press, Hal 3.
Information. Pharmaceutical Mashuda A. 2011. Pedoman Cara
Practice. Edinburgh: Churchill Pelayanan Kefarmasian Yang Baik -
Livingstone; Good Pharmacy Practice (GPP). In:

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience


35

Jurnal Pelayanan Kefarmasian. ; WHO. 1997. The Role Of The Pharmacist


2011:82. In The Health Care System. 1997:1-
52

Volume 07, Nomor 01 (2020) Jurnal Pharmascience

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai