Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWAT DARURATAN DENGAN TRAUMA ABDOMEN


DI RUANG IGD RSUD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh :

Anil Ahillah

(14901.08.21006)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP TRAUMA ABDOMEN

DI RUANG IGD RSUD dr. SOEBANDI JEMBER

Jember,

MAHASISWA

Anil Ahillah
14901.08.21006

PEMBIMBING RUANGAN PEMBIMBING AKADEMIK

KEPALA RUANGAN
I. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan pada manusia terdiri dari beberapa organ dimulai dari :
a. Rongga mulut
Mulut meruapakan saluran pertama dan merupakan permulaan saluran
pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu Bagian luar yang sempit atau
vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi dan Rongga mulut/bagian
dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum
dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan) Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan
didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk
kedalam abdomen ke lambung. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang
mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (kerongkongan). Fungsi
esopagus adalah menyalurkan makanan ke lambung sagar makanan dapat
berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan
dapat berjalan menuju lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Lambung berbentuk seperti kantung.
Lambung dapat menampungbmakanan 1 sampai 2 liter. Dinding lambung
disusun oleh otot – otot polos yang berfungsi menggerus makanan secara
mekanik melalui kontraksi otot – otot tersebut. Ada jenis otot polos yang
menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot elingkar, dan otot menyorong.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi
hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :

1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.

2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.

f. Usus besar
Usus besar/interdinum mayor Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus
besar terdiri atas 8 bagian:
1) Kolon asenden(kanan)
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
2) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
± 28 cm.
3) Kolon desenden (kiri)
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
4) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S"
ujung bawah berhubungan dengan rektum.
5) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
6) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.

Abdomen

Abdomen merupakan rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan


meluas dari atas diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian yaitu abdomen (rongga sebelah atas dan yang
lebih besar) dan pelvis rongga sebelah bawah dan kecil

Batasan – batasan abdomen

a. Di bagian atas dibatasi oleh diafragma


b. Di bagian bawah dibatasi oleh pintu asuk panggul dari panggul besar
c. Di depan dan kedua sisi dibatasi oleh otot – otot abdominal, tulang – tulang
illiaka dan iga – iga sebelah bawah.
d. Di belakang dibatasi oleh tulang punggung.
II. Definisi
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abddomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagaiorgan.
Trauma abdomen merupakan cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2015).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2017).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2018).

III. Etiologi

Menurut Smaltzer (2015), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena


kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut
d. Cedera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekekuatan yang
merusak, yaitu:
a. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

b. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
IV. Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi nyeri
tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan
muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
1. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen.
b. Terjadi perdarahan intra abdominal.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis
dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
2. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

a. Terdapat luka robekan pada abdomen.

b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.

c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahaan


d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
abdomen.
V. Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan
pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah
raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari
interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditabrak) untuk menahan tubuh.

Jika terjadi trauma penetrasi atau non penetrasi kemungkinan akan terjadi
trauma tumpul dan trauma tajam. Jika terjadi trauma tajam maka akan timbul
luka terbuka yang menjadi pintu masuk bakteri, sehingga bakteri mudah masuk
ke dalam tubuh dan mengakibatkan terjadinya resiko infeksi. Jika terjadi trauma
tumpul maka akan mengakibatkan perdarahan intra abdomen. Perdarahan intra
abdomen akan berakibat pada penurunan hitung sel darah merah sehingga akan
terjadi penurunan suplay O2 di dalam tubuh, penurunan suplay O2 akan terjadi
hipoksia dan syok hipovolemik.

Jika terjadi perdarahan intra abdomen maka akan di lakukannya tindakan


operasi, dari tindakan operasi tersebut akan mengakibatkan adanya luka insisi,
adanya luka insisi dapat menimbulkan rasa nyeri pada area abdomen. Tindakan
insisi dapat mengakibatkan pasien mengalami kerusakan integritas kulit,
kerusakan integritas kulit setelah oprasi akan mengharuskan pasien untuk
menjalani tirah baring dan mengurangi pergerakannya.
VI. Pathway

Trauma paksa Trauma benda tajam


(jatuh, benda tumpul) (pisau)

Gaya predisposisi trauma > elastis & ketahanan


jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Abdomen

Trauma Tajam Trauma Tumpul

Kerusakan jaringan Kerusakann organ Kompresi organ


Kerusakan jaringan
kulit abdomen

Luka terbuka Perforasi lapisan Pendarahan Pendarahan intra


abdomen
abdomen
(kontusio,
Risiko Infeksi laserasi jejas) Hipovelemia Peningkatan TA

Nyeri Akut Kerusakan Risiko Syok Distensi


(Hipovelemia)

Mual/muntah
Ganngguan
Integrtitas
Kulit Risiko Defisit Nutrisi

Risiko Aspirasi

Penanganan Penanganan

Thoracoskopi Laparoskopi CT Scan DPL FAST CT


VII. Klasifikasi

Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen dapat dibagi


menjadi beberapa klasifikasi yaitu:
1 Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor
2 Laserasi

Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

VIII. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang trauma abdomen menurut Amin dan Hardi


(2015) :
a. Pemeriksaan Rontgen

Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thorak anteroposterior (AP), dan


pelvis
b. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Dianostik peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang


digunakan untuk mengidentifikasi cedera intra abdomen setelah trauma
tumpul pada pasien hipotensi atau tidak responsif tanpa indikasi yang
jelas umtuk eksplorasi abdomen. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh
tim bedah yang merawat penderita dengan hemodinamik abnormal dan
menderita multitrauma, teristimewa kalau terdapat situasi sebagai
berikut:
a. Perubahan sesorium cedera kepala, intoksikasi alkohol,
penggunaan obat terlarang
b. Perubahan perasaan – cedera jaringan saaf tulang belakang

c. Cedera pada struktur berdekatan tulang iga bawah,


panggul, tulang belakang dari pinggang bawah (lumbar
spine)
d. Pemeriksaan fisik yang meragukan
e. Antisipasi kehilangan kontak panjang dengan pasien
c. Ultrasound diagnostik (USG)

USG di gunakanuntuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul


abdomen. Tujuan uvaluasi USG untuk mencari cairan intraperitoneal
bebas
d. Computed Tomography Abdomen ( CT Scan Abdomen)

CT adalah metode yang paling sering di gunakan untuk


mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil

IX. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2017), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
dengan trauma abdomen hemoragi, syok dan cedera. Sedangkan komplikasi
jangka panjangnya adalah infeksi.
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama trauma
tumpul adalah cedera yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera
iatrogenik, intra abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak adekuat,
rupture spleen yang muncul kemudian (King et al, 2002; Salomone &
Salomone, 2011).

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen


karena adanya rupture pada organ. Gejala dan tanda yang sering muncul pada
komplikasi dengan peritonitis antara lain:
1. Nyeri perut seperti ditusuk
2. Perut yang tegang (distended)
3. Demam (>380C)
4. Produksi urin berkurang
5. Mual dan muntah
6. Haus
7. Cairan di dalam rongga abdomen
8. Tidak bisa buang air besar atau kentut
9. Tanda-tanda syok
X. Penatalaksanaan
1. Penanganan Awal Trauma Abdomen
Menurut Musliha (2018), Penilaian Awal yang dilakukan adalah ABC jika
ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan.
a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin
lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan’, selanjutnya
pemeriksaan status respirasi klien.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan bantuan
pernafasan.

Untuk penangan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma non-


penetrasi dan trauma penetrasi, yaitu:

1. Penanganan awal trauma non-penetrasi


a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim ke rumah sakit
d. Diagnostic Peritoneal Lavage
2. Penanganan awal trauma penetrasi
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusuan tiak
boleh dicabut kecuali oleh tim medis.

b. Lilitkan pisau untuk emfiksasi agar tidak memperparah


luka.
c. Bila usus atau orga lain keluar maka organ
tersebut tidak boleh dimasukkan, maka
organ tersebut dibaluk dengan kai bersih
atau kasa steril.

d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak makan dan minum.

2. Penanganan di Rumah Sakit


a. Trauma Penetrasi
1) Skrinnig pemeriksaan rongten
Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau
pneumothoraks. Rontgen abdomen untuk menentukan jalan
luka atau adanya udara retroperitoneum.

2) IVP atau Urogram Excretory dan CT scan (Ini dilakukan


untuk
mengetahui jenis cedera ginjal yang ada).
3) Uretrografi (Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture
uretra)
4) Sistografi (Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis
dan trauma non penetrasi).

b. Trauma non-penetrasi
1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah digunakan untuk pemeriksaan lab rutin dan
pemeriksaan darah lkhusus seperti darah lengkap, potassium,
glukosa, amylase.

2) Pemeriksaan Rongent
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks anteroposterior
dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada
penderita dengan multitrauma , mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara
bebas dibawah diagfragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi.
3) Study kontras urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum,
kolon ascendens atau descendens dan dubur.
Asuhan Keperawatan Teori

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan
diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah klien agar dapat memberikan
tindakan keperawatan. Keberhasilan keperawatan sangat tergantung kepada kecermatan
dan ketelitian dalam pengkajian. Tahap pengkajian ini terdiri dari 4 komponen antara lain
pengelompokan data, analisis data, perumusan diagnosa keperawatan.
Identitas meliputi : Nama, Umur, Alamat, Pendidikan, no MR, Tanggal Masuk Rs, dan
Diagnosa Medis.
B. Pengkajian Primary Survey

1. Airway

Tidak ada obstruksi jalan napas (gurgling, snoring, crowing)

2. Breathing

Terjadi peningkatan frekuensi pernapasan (takipnea) dan napas


pendek
3. Circulation

Adanya perdarahan pada abdomen, mengalami penurunan tekanan


darah, nadi cepat, sianosis, CRT > 2 detik
4. Disability

Mengalami penurunan kesadaran, pupil isokor, motorik tidak


terganggu
5. Expossure

Terdapat luka/ jejas pada abdomen

6. Folley Catheter

Terpasang kateter urin untuk mengetahui apakah rehidrasi sudah bisa


mengatasi dehidrasi (kehilangan banyak darah) atau belum
7. Gastric tube

Terpasang NGT untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi


pasien
8. Heart monitor
Terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung
C. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama
Nyeri pada abdomen

2. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengalami trauma abdomen yang di sebabkan karena benda


tumpul atau benda tajam.
3. Riwayat kesehatan dahulu

Menjelaskan tentang apakah klien pernah di rawat di rumah sakit


dengan kondisi trauma abdomen.
4. Riwayat keseahatan keluarga

Menjelaskan tentang a pakah ada keluarga yang pernah


mengalami trauma abdomen.
D. Riwayat social

Menjelaskan tentang hubungan klien dengan keluarga, tetangga, dan


masyarakat sekitar. Apakah klien pernah mengikuti kegiatan social yang
ada di masyarakat.
E. Riwayat psikososial dan spiritual

Menjelaskan tentang hubungan klien dengan masyarakat dan tuhannya


F. Secondary survey

Pengkajian fisik
1) Kepala:

Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.

2) Leher:

Lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian


belakang. Distensi vena jugularis, deviasitra atau tugging, emfisema
kulit.
3) Dada:

Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,


pergerakan dada, suara paru. Luka terbuka, sucking chest wound,
Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara paru hilang atau
melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak
adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
4) Abdomen:

a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera: kekuatan tusukan atau


tembakan, kekuatan tumpul atau pukulan.
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera
tusuk, memar, dan tepat keluarnya peluru.
c) Auskultasi: ada atau tidaknya bising usus dan catat data dasar
sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus
adalah tanda awal keterlibatan intra peritoneal: jika ada tanda
iritasi peritonium biasanya dilakukan laparatomi (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen)
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakan, nyeri
tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus
dan hipotensi dan syok.
e) Kaji cidera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen,
observasi cedera yang berkaitan
5) Pelvis:

Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Pelvis


yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di
daerah pubik.

6) Ekstermitas

Ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi pada


tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik. melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun
atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
G. Pemeriksaan Tanda – tanda vital
1) Pemeriksaan tanda – tanda vital yang meliputi : suhu, nadi,
pernafasan, dan tekanan darah.
2) Pemeriksaan status kesadaran dengan penelilaian GCS (GLASGLOW
COMA SCALE)
H. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
b. Nyeri akut b/d agen pencendera fisik
c. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan energi
d. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d faktor mekanis
(penekanan pada tonjolan tulang)
e. Risiko infeksi d.d efek prosedur invasif
I. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Hipovolemia b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan


1. Mengetahui tanda dan gejala
kehilangan cairan aktif selama 8 jam, hipovolemia dapat teratasi
hypovolemia
dengan kriteria hasil
2. Mengetahui jumlah input dan
a. Keseimbangan cairan output cairan
Kriteria SA ST Ket 3. Menentukan jumlah pemberian
hasil cairan pada pasien
4. Melancarkan peredaran darah ke
Keluaran 2 5 Meningkat
otak
urin
5. Memenuhi kebutuhan cairan
Tekanan 2 5 Membaik pasien
darah 6. Membantu memenuhi kebutuhan
Denyut 2 5 Membaik cairan
nadi 7. Mengatasi kekurangan cairan
radial

Membran 2 5 Membaik
mukosa

Turgor 2 5 Membaik
kulit
Observasi
2. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Mengidentifikasi lokasi nyeri,
cidera fisik selama 8 jam nyeri dapat berkurang dengan
frekuensi, dan durasi.
kriteria hasil :
2. Mengidentifikasi faktor yang
Kriteria SA ST Ket
dapat menurunkan nyeri dan
hasil
memperberat
Keluhan 2 5 Menurun 3. Memantau efek penggunaan
nyeri analgesik

Menringis 2 5 Menurun Nursing


4. Membrikan teknik non
Sikap 2 5 Menurun
farmakologis misal, akupresur,
protektif
terapi pijat
Gelisah 2 5 Menurun 5. Mengontrol lingkungan yang

Frekuensi 2 5 Membaik dapat memperberat nyeri

nadi 6. Menganjurkan untuk istirahat


yang cukup
Edukasi

7. Menjelaskan penyebab terjadinya


nyeri
8. Menjelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Mengajarkan teknik
nonfsrmakologis, sepertiterapi
Setelah dilakukam tindakan keperawatan pijat, relaksasi nafas dalam.
3. Pola nafas tidak efektif
selama 8.jam, maka pola nafas ticak efektif
b/d penurunan energi
dapat menigkat dengan kriteria hasil:
Kriteria SA ST Ket Manajemen jalan nafas

hasil Observasi

Dispnea 2 5 Menurun 1. Monitor pola nafas (frekuensi,

Penggunaan 2 5 Menurun kedalaman, usaha nafas)

otot bantu 2. Monitor bunyi nafas tambahan

nafas (mis. urgling, mengi,

Kedalam 2 5 Membaik wheezing, ronkhi)

nafas Terapeutik

Pemanjangan 2 5 Menurun 3. Posisikan semi fowler

fase 4. Berikan minuman hangat

ekspirasi 5. Berikan oksigen

Frekuensi 2 5 membaik Edukasi

nafas 6. Anjurkan asupan cairan 200


ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
7. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
J. Implementasi

Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang


telah direncanakan sebelumnya.
K. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan
dengan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Guillon, O., dan Cezanne, C. 2017. “Employee Loyalty and Orgaizational


Performance: a Critical Survey.” Journal of Organizational Change
Management 27 (5): 839-850

Ignatavicius, D. D., & Workman, m. L. 2018. Medical - Surgical Nursing: Clients–


Centered Collaborative Care. Sixth Edition, 1 & 2. Missouri: Saunders
Elsevier.

Musliha. 2018. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:
DPP PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai