Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWAT DARURATAN DENGAN TRAUMA ABDOMEN


DI RUANG IGD RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER

Di susun oleh :

RIEKE DYAH AYU

(14901.08.21041)

PROGRAM STUDI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP TRAUMA ABDOMEN

DI RUANG IGD RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER

Jember, ................................

MAHASISWA

.....................................

PEMBIMBING RUANGAN PEMBIMBING AKADEMIK

KEPALA RUANGAN
I. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan pada manusia terdiri dari beberapa organ dimulai dari :
a. Rongga mulut
Mulut meruapakan saluran pertama dan merupakan permulaan saluran
pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu Bagian luar yang sempit atau
vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi dan Rongga mulut/bagian
dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris,
palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan) Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan
didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk
kedalam abdomen ke lambung. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang
mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (kerongkongan). Fungsi
esopagus adalah menyalurkan makanan ke lambung sagar makanan dapat
berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan
dapat berjalan menuju lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Lambung berbentuk seperti kantung.
Lambung dapat menampungbmakanan 1 sampai 2 liter. Dinding lambung
disusun oleh otot – otot polos yang berfungsi menggerus makanan secara
mekanik melalui kontraksi otot – otot tersebut. Ada jenis otot polos yang
menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot elingkar, dan otot menyorong.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi
hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :

1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.

2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.

f. Usus besar
Usus besar/interdinum mayor Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus
besar terdiri atas 8 bagian:
1) Kolon asenden(kanan)
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
2) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
± 28 cm.
3) Kolon desenden (kiri)
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
4) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S"
ujung bawah berhubungan dengan rektum.
5) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
6) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.

Abdomen

Abdomen merupakan rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong


dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian yaitu abdomen (rongga sebelah atas dan yang
lebih besar) dan pelvis rongga sebelah bawah dan kecil

Batasan – batasan abdomen

a. Di bagian atas dibatasi oleh diafragma


b. Di bagian bawah dibatasi oleh pintu asuk panggul dari panggul besar
c. Di depan dan kedua sisi dibatasi oleh otot – otot abdominal, tulang –
tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah.
d. Di belakang dibatasi oleh tulang punggung.
II. Definisi

Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abddomen


yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagaiorgan.

Trauma abdomen merupakan cedera pada abdomen, dapat berupa


trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2015).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah
antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2017).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur


yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2018).
III. Etiologi

Menurut Smaltzer (2015), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena


kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi

a. Luka akibat terkena tembakan

b. Luka akibat tikaman benda tajam

c. Luka akibat tusukan

2. Penyebab trauma non-penetrasi

a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

b. Hancur (tertabrak mobil)

c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut

d. Cedera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga


Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekekuatan yang
merusak, yaitu:
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
IV. Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi nyeri
tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan
muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
1. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen.

b. Terjadi perdarahan intra abdominal.

c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga


fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis
dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
2. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen.
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahaan
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
abdomen.
V. Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan
pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan
olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil
dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditabrak) untuk menahan tubuh.

Jika terjadi trauma penetrasi atau non penetrasi kemungkinan akan


terjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Jika terjadi trauma tajam maka akan
timbul luka terbuka yang menjadi pintu masuk bakteri, sehingga bakteri mudah
masuk ke dalam tubuh dan mengakibatkan terjadinya resiko infeksi. Jika terjadi
trauma tumpul maka akan mengakibatkan perdarahan intra abdomen.
Perdarahan intra abdomen akan berakibat pada penurunan hitung sel darah
merah sehingga akan terjadi penurunan suplay O2 di dalam tubuh, penurunan
suplay O2 akan terjadi hipoksia dan syok hipovolemik.

Jika terjadi perdarahan intra abdomen maka akan di lakukannya tindakan


operasi, dari tindakan operasi tersebut akan mengakibatkan adanya luka insisi,
adanya luka insisi dapat menimbulkan rasa nyeri pada area abdomen. Tindakan
insisi dapat mengakibatkan pasien mengalami kerusakan integritas kulit,
kerusakan integritas kulit setelah oprasi akan mengharuskan pasien untuk
menjalani tirah baring dan mengurangi pergerakannya.
VI. Alur Masalah
VII. Klasifikasi

Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen dapat dibagi


menjadi beberapa klasifikasi yaitu:
1 Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor
2 Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

VIII. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang trauma abdomen menurut Amin dan Hardi


(2015) :
a. Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thorak anteroposterior (AP), dan
pelvis
b. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dianostik peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang
digunakan untuk mengidentifikasi cedera intra abdomen setelah trauma
tumpul pada pasien hipotensi atau tidak responsif tanpa indikasi yang
jelas umtuk eksplorasi abdomen. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh
tim bedah yang merawat penderita dengan hemodinamik abnormal dan
menderita multitrauma, teristimewa kalau terdapat situasi sebagai berikut
:
a. Perubahan sesorium cedera kepala, intoksikasi alkohol,
penggunaan obat terlarang
b. Perubahan perasaan – cedera jaringan saaf tulang belakang
c. Cedera pada struktur berdekatan tulang iga bawah,
panggul, tulang belakang dari pinggang bawah (lumbar
spine)
d. Pemeriksaan fisik yang meragukan
e. Antisipasi kehilangan kontak panjang dengan pasien
c. Ultrasound diagnostik (USG)
USG di gunakanuntuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul
abdomen. Tujuan uvaluasi USG untuk mencari cairan intraperitoneal
bebas
d. Computed Tomography Abdomen ( CT Scan Abdomen)

CT adalah metode yang paling sering di gunakan untuk


mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil
IX. Komplikasi

Menurut Smeltzer (2017), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien


dengan trauma abdomen hemoragi, syok dan cedera. Sedangkan komplikasi
jangka panjangnya adalah infeksi.
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama trauma
tumpul adalah cedera yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera
iatrogenik, intra abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak adekuat,
rupture spleen yang muncul kemudian (King et al, 2002; Salomone &
Salomone, 2011).

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen


karena adanya rupture pada organ. Gejala dan tanda yang sering muncul pada
komplikasi dengan peritonitis antara lain:
1. Nyeri perut seperti ditusuk

2. Perut yang tegang (distended)

3. Demam (>380C)

4. Produksi urin berkurang

5. Mual dan muntah

6. Haus

7. Cairan di dalam rongga abdomen

8. Tidak bisa buang air besar atau kentut

9. Tanda-tanda syok
X. Penatalaksanaan

1. Penanganan Awal Trauma Abdomen

Menurut Musliha (2018), Penilaian Awal yang dilakukan adalah ABC


jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan.

a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin
lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan’, selanjutnya
pemeriksaan status respirasi klien.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan bantuan
pernafasan.

Untuk penangan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma non-


penetrasi dan trauma penetrasi, yaitu:

1. Penanganan awal trauma non-penetrasi

a. Stop makanan dan minuman

b. Imobilisasi

c. Kirim ke rumah sakit

d. Diagnostic Peritoneal Lavage

2. Penanganan awal trauma penetrasi


a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusuan tiak
boleh dicabut kecuali oleh tim medis.
b. Lilitkan pisau untuk emfiksasi agar tidak memperparah
luka.
c. Bila usus atau orga lain keluar maka organ
tersebut tidak boleh dimasukkan, maka
organ tersebut dibaluk dengan kai bersih
atau kasa steril.

d. Imobilisasi pasien.

e. Tidak makan dan minum.

2. Penanganan di Rumah Sakit


a. Trauma Penetrasi
1) Skrinnig pemeriksaan rongten

Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau


pneumothoraks. Rontgen abdomen untuk menentukan jalan
luka atau adanya udara retroperitoneum.

2) IVP atau Urogram Excretory dan CT scan (Ini dilakukan


untuk
mengetahui jenis cedera ginjal yang ada).
3) Uretrografi (Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture
uretra)

4) Sistografi (Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya


cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis
dan trauma non penetrasi).

b. Trauma non-penetrasi

1) Pengambilan contoh darah dan urine

Darah digunakan untuk pemeriksaan lab rutin dan


pemeriksaan darah lkhusus seperti darah lengkap, potassium,
glukosa, amylase.

2) Pemeriksaan Rongent

Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks anteroposterior


dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada
penderita dengan multitrauma , mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara
bebas dibawah diagfragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi.
3) Study kontras urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum,
kolon ascendens atau descendens dan dubur.
XI. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teori

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan
diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah klien agar dapat memberikan
tindakan keperawatan. Keberhasilan keperawatan sangat tergantung kepada kecermatan
dan ketelitian dalam pengkajian. Tahap pengkajian ini terdiri dari 4 komponen antara lain
pengelompokan data, analisis data, perumusan diagnosa keperawatan.
Identitas meliputi : Nama, Umur, Alamat, Pendidikan, no MR, Tanggal Masuk Rs, dan
Diagnosa Medis.
B. Pengkajian Primary Survey
1. Airway
Tidak ada obstruksi jalan napas (gurgling, snoring, crowing)
2. Breathing
Terjadi peningkatan frekuensi pernapasan (takipnea) dan napas
pendek
3. Circulation
Adanya perdarahan pada abdomen, mengalami penurunan tekanan
darah, nadi cepat, sianosis, CRT > 2 detik
4. Disability
Mengalami penurunan kesadaran, pupil isokor, motorik tidak
terganggu
5. Expossure
Terdapat luka/ jejas pada abdomen
6. Folley Catheter
Terpasang kateter urin untuk mengetahui apakah rehidrasi sudah bisa
mengatasi dehidrasi (kehilangan banyak darah) atau belum
7. Gastric tube
Terpasang NGT untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien
8. Heart monitor
Terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung
C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri pada abdomen

2. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengalami trauma abdomen yang di sebabkan karena benda


tumpul atau benda tajam.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Menjelaskan tentang apakah klien pernah di rawat di rumah sakit
dengan kondisi trauma abdomen.
4. Riwayat keseahatan keluarga
Menjelaskan tentang a pakah ada keluarga yang pernah
mengalami trauma abdomen.
D. Riwayat social
Menjelaskan tentang hubungan klien dengan keluarga, tetangga, dan
masyarakat sekitar. Apakah klien pernah mengikuti kegiatan social yang
ada di masyarakat.
E. Riwayat psikososial dan spiritual
Menjelaskan tentang hubungan klien dengan masyarakat dan tuhannya
F. Secondary survey
Pengkajian fisik
1) Kepala:
Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.
2) Leher:
Lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang. Distensi vena jugularis, deviasitra atau tugging, emfisema
kulit.
3) Dada:
Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Luka terbuka, sucking chest wound,
Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara paru hilang atau
melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak
adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
4) Abdomen:
a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera: kekuatan tusukan atau
tembakan, kekuatan tumpul atau pukulan.
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera
tusuk, memar, dan tepat keluarnya peluru.
c) Auskultasi: ada atau tidaknya bising usus dan catat data dasar
sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus
adalah tanda awal keterlibatan intra peritoneal: jika ada tanda
iritasi peritonium biasanya dilakukan laparatomi (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen)
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakan, nyeri
tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus
dan hipotensi dan syok.
e) Kaji cidera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen,
observasi cedera yang berkaitan
5) Pelvis:
Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Pelvis
yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di
daerah pubik.

6) Ekstermitas

Ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi pada


tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik. melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun
atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
G. Pemeriksaan Tanda – tanda vital
1) Pemeriksaan tanda – tanda vital yang meliputi : suhu, nadi,
pernafasan, dan tekanan darah.
2) Pemeriksaan status kesadaran dengan penelilaian GCS (GLASGLOW
COMA SCALE)
H. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
b. Nyeri akut b/d agen pencendera fisik
c. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan energi
d. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d faktor mekanis
(penekanan pada tonjolan tulang)
e. Risiko infeksi d.d efek prosedur invasif
I. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Hipovolemia b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Mengetahui tanda dan gejala
kehilangan cairan aktif selama 8 jam, hipovolemia dapat teratasi hypovolemia
dengan kriteria hasil 2. Mengetahui jumlah input dan
output cairan
a. Keseimbangan cairan 3. Menentukan jumlah pemberian
cairan pada pasien
Kriteria SA ST Ket 4. Melancarkan peredaran darah ke
hasil otak
Keluaran 2 5 Meningkat 5. Memenuhi kebutuhan cairan
urin pasien
Tekanan 2 5 Membaik 6. Membantu memenuhi kebutuhan
darah cairan
7. Mengatasi kekurangan cairan
Denyut 2 5 Membaik
nadi
radial
Membran 2 5 Membaik
mukosa
Turgor 2 5 Membaik
kulit
Observasi
2. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Mengidentifikasi lokasi nyeri,
cidera fisik selama 8 jam nyeri dapat berkurang dengan
frekuensi, dan durasi.
kriteria hasil :
2. Mengidentifikasi faktor yang
Kriteria SA ST Ket
dapat menurunkan nyeri dan
hasil
memperberat
Keluhan 2 5 Menurun 3. Memantau efek penggunaan
nyeri analgesik

Menringis 2 5 Menurun Nursing


4. Membrikan teknik non
Sikap 2 5 Menurun farmakologis misal, akupresur,
protektif terapi pijat

Gelisah 2 5 Menurun 5. Mengontrol lingkungan yang


dapat memperberat nyeri
Frekuensi 2 5 Membaik 6. Menganjurkan untuk istirahat
yang cukup
nadi
Edukasi

7. Menjelaskan penyebab terjadinya


nyeri
8. Menjelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Mengajarkan teknik
nonfsrmakologis, sepertiterapi
pijat, relaksasi nafas dalam.

Manajemen jalan nafas


Setelah dilakukam tindakan keperawatan Observasi
3. Pola nafas tidak efektif
selama 8.jam, maka pola nafas ticak efektif 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
b/d penurunan energi dapat menigkat dengan kriteria hasil: kedalaman, usaha nafas)
Kriteria SA ST Ket 2. Monitor bunyi nafas tambahan
hasil (mis. urgling, mengi,
Dispnea 2 5 Menurun wheezing, ronkhi)
Penggunaan 2 5 Menurun Terapeutik
otot bantu
3. Posisikan semi fowler
nafas
Kedalam 2 5 Membaik 4. Berikan minuman hangat
nafas 5. Berikan oksigen
Pemanjangan 2 5 Menurun Edukasi
fase 6. Anjurkan asupan cairan 200
ekspirasi ml/hari, jika tidak
Frekuensi 2 5 membaik kontraindikasi
nafas 7. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
J. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah direncanakan sebelumnya.
K. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan
dengan format SOAP.

DAFTAR PUSTAKA
Guillon, O., dan Cezanne, C. 2017. “Employee Loyalty and Orgaizational
Performance: a Critical Survey.” Journal of Organizational Change
Management 27 (5): 839-850
Ignatavicius, D. D., & Workman, m. L. 2018. Medical - Surgical Nursing: Clients–
Centered Collaborative Care. Sixth Edition, 1 & 2. Missouri: Saunders
Elsevier.

Musliha. 2018. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:
DPP PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai